Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-45 UNS Tahun 2021
“Membangun Sinergi antar Perguruan Tinggi dan Industri Pertanian dalam
Rangka Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka”
Reaksi Ketahanan Beberapa Genotipe Calon Varietas Jagung Hibrida terhadap
Tiga Penyakit Utama Jagung
Hishar Mirsam1, Septian Hary Kalqutny1, Suriani1, dan Muhammad Azrai2
1 Kelti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jl. Dr. Ratulangi 274, Maros, 90514, South Sulawesi, Indonesia. Telp. (0411) 371529-371016 Fax. (0411) 371961
2 Kelti Pemuliaan dan Plasma Nutfah, Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jl. Dr. Ratulangi 274, Maros, 90514, South Sulawesi, Indonesia. Telp. (0411) 371529-371016 Fax. (0411) 371961
Abstrak
Tingkat ketahanan beberapa varietas jagung unggul nasional terhadap penyakit utama jagung masih bervariasi dan belum stabil sehingga kegiatan evaluasi ketahanan calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit utama jagung dipandang perlu dilakukan sebagai upaya langkah awal dalam pengelolaan penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui reaksi ketahanan ketahanan genotipe calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit utama jagung. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Balai Penelitian Tanaman Serealia di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tanaman sumber inokulum patogen uji yang ditanam di sekeliling blok percobaan. Empat genotipe jagung yang diuji, yaitu CJH-01, CJH-02, CJH-03, dan CJH-04. Sedangkan varietas pembanding yang digunakan ialah varietas P36, PAC339, Anoman, Pulut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa genotipe calon jagung hibrida CJH-01 dan CJH-03 agak tahan terhadap penyakit hawar daun jagung dan karat daun, namun rentan dan sangat rentan terhadap penyakit bulai. Genotipe calon jagung hibrida CJH-02 memperlihatkan ketahanan secara konsisten baik terhadap bulai, hawar daun jagung, maupun karat daun.
Kata kunci: Bipolaris maydis, jagung hibrida, Peronosclespora philippinensis, Puccinia
polysora
Pendahuluan
Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu sumber pangan penting setelah gandum dan padi. Ketiga sumber pangan tersebut mampu memenuhi lebih dari setengah kebutuhan kalori manusia (Perera & Weerasinghe, 2014). Bahkan menurut FAO (2016), kebutuhan jagung dunia akan terus meningkat hingga mencapai 3.3 miliar ton pada tahun 2050. Produksi dan kualitas hasil jagung salah satunya dipengaruhi oleh infeksi patogen tanaman. Produksi dan
kualitas hasil jagung salah satunya dipengaruhi oleh serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
OPT merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam pengembangan jagung di Indonesia. Dilaporkan terdapat 3 patogen penyebab penyakit utama jagung yang dapat menurunkan produksi secara signifikan bahkan pada varietas rentan penyakit dapat mengakibatkan kegagalan panen atau poso. Ketiga penyakit utama tersebut yakni penyakit bulai (Peronosclespora philippinensis [Rac.] Shaw), hawar daun jagung (Bipolaris maydis [Nisikado et Miyake] Shoem), dan karat daun (Puccinia polysora Underw) (Suriani et al., 2020). Penyakit bulai akhir-akhir ini juga dilaporkan menginfeksi varietas-varietas unggul baru pada fase awal pertumbuhan dan berpotensi secara nyata akan menurunkan hasil jagung dalam skala nasional. Keberadaan sumber inokulum awal, akibat penanaman varietas jagung yang rentan, dan pola tanam yang tidak serempak pada setiap wilayah sentra pertanaman jagung menyebabkan bulai selalu ada, bersifat laten dan tetap menjadi ancaman dalam upaya pemenuhan target produksi jagung di Indonesia (Hendrayana et al., 2020).
Selain penyakit bulai, penyakit utama hawar dan karat sebagai penyakit yang dominan menginfeksi pertanaman jagung. Penyakit hawar daun dapat menyebabkan penurunan produksi jagung hingga 40% dan ditemukan banyak menyerang ada wilayah tropis (Kaur et
al., 2014; Mubeen et al., 2015). Menurut levy and Pataky (1992), setiap 10% peningkatan
intensitas penyakit hawar dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 2-8%. Sedangkan patogen penyebab penyakit karat daun dilaporkan dapat menurunkan produksi jagung mencapai 50% (Shah dan Dillard, 2006).
Upaya pengendalian penyakit tersebut pada dasarnya adalah melalui pengendalian perkembangan patogen, memanfaatkan inang dan lingkungan untuk memperkecil akibat yang ditimbulkan patogen sehingga mencapai suatu titik di bawah ambang ekonomi dengan kerugian yang dapat diabaikan. Salah satu cara yang efektif untuk pengendalian penyakit utama jagung yaitu penggunaan dan penanaman varietas tahan.
Selama ini, tingkat ketahanan beberapa varietas jagung unggul nasional terhadap penyakit utama jagung masih bervariasi dan masih banyak diantaranya yang terinfeksi atau rentan. Oleh karena itu, kegiatan evaluasi skrining ketahanan calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit utama jagung dipandang perlu dilakukan sebagai upaya langkah awal dalam pengelolaan penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi reaksi ketahanan genotipe calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit utama jagung.
Metodologi
A. Evaluasi ketahanan calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit bulai
Penelitian dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Balai Penelitian Tanaman Serealia di Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Empat genotipe jagung yang diuji, yaitu CJH-01, CJH-02, CJH-03, dan CJH-04. Sedangkan varietas pembanding yang digunakan ialah varietas pembanding tahan (varietas P36) dan varietas peka (varietas Anoman dan PAC339). Pelaksanaan penelitian diawali dengan penanaman tanaman sumber inokulum penyakit bulai (varietas Anoman) yang ditanam tiga baris di sekeliling petak pengujian dan diantara blok genotipe uji. Penanaman sumber inokulum dilakukan pada saat empat minggu sebelum penanaman genotipe uji. Sepuluh hari setelah sumber inokulum ditanam, diinokulasi dengan suspensi konidia cendawan P. philipinensis pada pagi hari atau pada kondisi kelembaban yang tinggi.
Tiga minggu setelah tanaman sumber dinokulum diinokulasi P. philipinensis atau pada saat kondisi serangan bulai pada tanaman sumber inoculum mencapai ≥60%, kemudian dilakukan penanaman genotipe uji tanpa perlakuan benih. Setiap genotipe ditanam dua baris sepanjang 5 m dengan jarak tanam 75 cm x 20, dua biji per lubang. Pemupukan tanaman dilakukan dua kali menggunakan pupuk urea dengan dosis 300 kg/ha. Pemupukan pertama saat tanaman berumur 10 HST dengan menggunakan Urea 300 kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan pada umur tanaman 30 HST dengan menggunakan urea dosis 150 kg/ha. Pengamatan intensitas penyakit bulai dilakukan pada umur tanaman 14, 21, 28, 35, dan 42 HST. Persentase serangan patogen bulai dihitung dengan rumus:
I = (A/B) x 100%
I = Insidensi penyakit (%)
A = Jumlah tanaman terserang patogen bulai
B = Jumlah tanaman yang diamati dalam setiap genotipe
B. Evaluasi ketahanan calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit hawar daun jagung dan karat daun
Varietas pembanding pada pengujian ini, yaitu varietas pembanding tahan (varietas P36) dan pembanding rentan (varietas Anoman untuk penyakit hawar daun dan varietas Pulut untuk penyakit karat daun). Unit pengujian penyakit hawar daun jagung dan karat daun dibuat terpisah. Penelitian diawali dengan penanaman sumber inokulum penyakit hawar daun jagung (varietas Anoman) dan karat daun (varietas Pulut) masing-masing tiga baris di sekeliling petak pengujian dan diantara blok percobaan. Tiga minggu setelah tanaman sumber inokulum ditanam, tanaman tersebut disemprot
dengan suspensi konidia cendawan patogen penyebab hawar daun (B. maydis) dan patogen penyebab penyakit karat daun (P. polysora) pada sore hari dengan kerapatan spora sekitar 6 x104 konidia/ml. Isolat B. maydis yang digunakan berasal dari koleksi Laboratorium Penyakit Balitsereal. Sedangkan sumber inokulum patogen P. polysora dikoleksi langsung dari daun bergejalan karat daun. Selanjutnya genotipe uji ditanam setelah tanaman sumber inokulum terserang penyakit hawar daun sebesar ≥60%. Genotipe uji ditanam masing-masing 2 baris sepanjang 5 m, jarak tanam 75 x 20 cm. Tiap lubang ditanam dua biji dan diberi Carbofuran 3G untuk mencegah serangan semut atau pemakan daun. Tanaman dipupuk dengan menggunakan urea 300 kg/ha, Phonska 200 kg/ha, setengah takaran urea (150 kg/ha) pada umur 10 HST dan setengah urea (150 kg/ha) diberikan pada umur 30 HST.
Pengamatan terhadap serangan penyakit hawar daun jagung dilakukan pada umur tanaman 45, 60, dan 75 HST dengan menggunakan skala modifikasi Sharma (1983), yaitu: Tabel 1. Skoring penyakit hawar daun jagung
Skala Keterangan
0 Tidak ada gejala penyakit
1 Infeksi sangat ringan, terdapat gejala hawar 1% - 5%. Lesio tersebar pada daun-daun bagian bawah
2 Infeksi ringan, gejala hawar pada tanaman mencapai 6% - 20%. Jumlah lesio < 25% pada daun-daun bagian bawah
3 Infeksi sedang, gejala hawar 21% - 50%. Jumlah lesio > 50% pada daun-daun bagian bawah, beberapa pada daun tengah < 25%
4 Infeksi berat, serangan hawar daun mencapai > 50%. Daun-daun bagian bawah mati, lesio pada daun bagian tengah > 50% dan meluas ke daun atas dengan lesion < 25%
5 Infeksi sangat berat, lesio berlimpah dihampir semua daun, tanaman mengering hingga mati
Sumber: Sharma, 1983.
Pengamatan dilakukan terhadap skoring tanaman terinfeksi karat pada umur tanaman 50 HST, 60 HST dan 70 HST. Nilai skoring serangan penyakit karat daun jagung ditentukan mengikuti metode Directorate of Maize Research India (2012) sebagai berikut:
Tabel 2. Skoring penyakit karat daun pada jagung. Skala Keterangan
0 Tidak ada gejala penyakit
1 Infeksi sangat kecil sekali, satu atau dua sampai beberapa pustula yang tersebar di daun bawah saja
2 Jumlah pustula cukup rendah pada daun bawah saja (infeksi ringan) 3 Pustula melimpah di daun bawah, beberapa di daun tengah
4 Melimpah di daun bawah dan tengah, membentang ke atas daun di bagian tengah
5 Pustula berlimpah pada semua daun, tanaman bisa mengering sebelum waktunya atau terbunuh oleh penyakit
Sumber: Directorate of Maize Research India, 2012.
Skala penyakit kemudian ditansformasi ke rumus persentase serangan sebagai berikut: I =Σ(n x v)
I : Intensitas serangan
n : Jumlah tanaman yang terserang pada setiap kategori v : Nilai skala pada setiap tanaman yang terserang Z : Nilai skala tertinggi
N : Jumlah tanaman yang diamati pada setiap serangan
Kriteria ketahanan yang digunakan untuk ketiga pengujian penyakit didasarkan pada Prosedur Pelepasan Varietas Tanaman Pangan (2019) sebagai berikut:
Sangat Tahan (ST) = 0 – 5%, Tahan (T) = >5 - 20%, Agak Tahan (AT) = >20 - 40%, Rentan (R) = >40 - 60%, dan Sangat Rentan (SR) = >60%.
C. Rancangan percobaan dan analisis data
Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Sebanyak 7 genotipe jagung sebagai perlakuan, dimana terdiri dari 4 genotipe uji (CJH-01, CJH-02, CJH -03) dan 3 genotipe pembandingan (varietas P-36, PAC339, Anoman). Penelitian disusun atas 4 blok percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis secara statistika dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengujian calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit bulai menunjukkan terjadinya peningkatan infeksi setiap minggu. Infeksi patogen bulai pada umur 14 HST umumnya masih sangat rendah pada semua genotipe dengan persentase serangan antara 0.50% sampai dengan 2.28%. Peningkatan infeksi patogen bulai secara signifikasi terlihat pada umur 28 HST sampai dengan pengamatan terakhir 42 HST. Pada umur 28 HST, varietas pembanding PAC339 dan Anoman memperlihatkan intensitas serangan yang tinggi, yaitu masing-masing sebesar 60.87% dan 63.03% dengan kriteria Sangat Rentan. Infeksi bulai pada pengamatan terakhir (42 HST) menunjukkan terdapat 1 calon varietas jagung hibrida yang memperlihatkan reaksi tahan dengan intensitas serangan cukup rendah sebesar 19.50%, yaitu genotipe CJH-02 (Tabel 3).
Reaksi ketahanan yang ditunjukkan oleh genotipe uji beragam, mulai dari reaksi tahan sampai dengan sangat rentan. Menurut Azrai et al. (2006), reaksi ketahanan jagung terhadap
patogen penyebab penyakit bulai cukup beragam, bergantung pada variabilitas genetik, variabilitas fenotipik, dan interaksi antara genetik dengan lingkungannya. Pengetahuan mengenai variabilitas tersebut sangat penting, terutama dalam penerapan program seleksi yang tepat untuk memperoleh karakter tanaman yang diinginkan. Selain itu, reaksi ketahanan yang muncul tergantung tingkat dan waktu infeksi serta perkembangan konidia patogen pada jagung. Apabila infeksi dapat mencapai gulungan pucuk daun, gejala akan menjadi sistemik, tetapi jika tidak terjadi infeksi pada gulungan pucuk daun maka hanya terjadi gejala lokal (Budiarti et al., 2012).
Tabel 3. Intensitas penyakit bulai pada genotipe calon varietas jagung hibrida
Genotipe Insidensi penyakit bulai (%) saat tanaman berumur (HST) Reaksi ketahanan 14 21 28 35 42 CJH-01 0.71 c 24.08 37.08 a c 57.08 c 67.24 c SR CJH-02 0.86 c 11.61 a 12.85 a c 18.02 a c 19.50 a c T CJH-03 0.74 c 30.49 c 37.67 a c 39.01 a c 40.65 a c R CJH-04 0.70 c 26.38 c 65.36 69.86 81.87 SR PAC339 (a) 0.97 38.06 60.87 65.75 67.28 SR P-36 (b) 0.50 4.28 8.27 11.82 14.75 T Anoman (c) 2.28 37.61 63.03 70.58 89.20 SR Rerata 0.97 24.64 40.73 47.45 54.36 BNT 5% 1.05 16.61 10.47 11.89 10.05 KK 73.26 45.37 17.31 16.86 12.45
Keterangan: a : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding PAC339 pada taraf uji BNT 5%;b : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding P36 pada taraf uji BNT 5%; c : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding ANOMAN pada taraf uji BNT 5%; T = Tahan; AT = Agak Tahan; R = Rentan; SR = Sangat Rentan.
Tabel 4. Intensitas penyakit hawar daun jagung pada genotipe calon varietas jagung hibrida Genotipe Keparahan penyakit (%) saat tanaman berumur (HST) Reaksi
ketahanan 45 60 75 CJH-01 3.18 15 31.82 c AT CJH-02 8.64 20.45 30.91 a c AT CJH-03 14.09 29.09 31.36 c AT CJH-04 8.64 24.55 38.18 c AT PAC339 (a) 12.27 25.45 36.82 AT P-36 (b) 11.82 23.18 31.82 AT Anoman (c) 8.18 18.18 65.45 SR Rerata 9.55 22.27 38.05 LSD 5% tn tn 5.589 KK 59.4 32.78 9.89
Keterangan: a : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding PAC339 pada taraf uji BNT 5%; b : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding P36 pada taraf uji BNT 5%; c : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding ANOMAN pada taraf uji BNT 5%; tn, tidak nyata; T= Tahan; AT= Agak Tahan; R= Rentan; SR= Sangat Rentan.
Pengamatan pertama (45 HST) terhadap infeksi patogen penyebab penyakit hawar daun jagung menunjukkan bahwa secara keseluruhan tanaman telah bergejala hawar dengan intensitas serangan berkisar antara 3.18% - 14.09% (Tabel 4). Pada pengamatan pertama umumnya gejala hawar mulai mucul pada daun bagian bawah dan beberapa pada daun tengah
namun dalam persentase yang masih rendah. Wakman dan Burhanuddin (2007) dan Latifahani et al., (2014) menjelaskan hal serupa bahawa gejala hawar daun pada awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval memanjang kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips. Bercak akan meluas dan beberapa bercak dapat menyatu sehingga menyebabkan jaringan daun mati (nekrosis).
Pengamatan penyakit hawar daun jagung pada umur 75 HST menunjukkan keempat genotipe calon varietas jagung hibrida, yaitu CJH-01, CJH-02, CJH-03 dan CJH-04 mengalami peningkatan infeksi yang cukup rendah masing-masing sebesar 31.82%, 30.91%, 31.36%, dan 38.18% dengan kategori reaksi ketahanan agak tahan (AT). Keempat calon varietas jagung hibrida tersebut menunjukkan tingkat infeksi nyata lebih rendah dibandingkan dengan varietas pembanding Anoman pada uji BNT taraf 5% dengan kriteria ketahanan sangat rentan (SR). Menurut Poy (1970) penyakit hawar daun jagung berpotensi berkembang cepat pada areal pertanaman jagung dan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang berarti sekitar 59% pada kondisi optimum.
Hasil pengujian ketahanan calon varietas jagung hibrida terhadap penyakit karat daun menunjukkan bahwa infeksi penyakit karat daun sudah ditemukan pada umur tanaman 45 hst dengan intensitas yang masih sangat rendah dengan kisaran serangan antara 3.64%– 10.91%. Serangan tersebut menggambarkan bahwa keparahan penyakit karat pada semua genotipe masih kurang dari 20%.
Tabel 5. Intensitas penyakit karat daun pada genotipe calon varietas jagung hibrida Genotipe Keparahan penyakit (%) saat tanaman berumur (HST) Reaksi
ketahanan 45 60 75 CJH-01 3.64 bc 15.45 c 26.82 c AT CJH-02 9.09 15.00 c 30.00 c AT CJH-03 8.64 17.73 c 37.73 c AT CJH-04 9.09 19.09 c 40.91 c R PAC339 (a) 5.91 12.73 25.45 AT P-36 (b) 9.55 15.91 30.91 AT Pulut (c) 10.91 42.73 64.55 SR Rerata 8.12 19.81 36.62 LSD 5% 2.35 5.27 6.36 KK 19.45 17.92 11.68
Keterangan: a : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding PAC339 pada taraf uji BNT 5%; b : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding P36 pada taraf uji BNT 5%; c : Tingkat infeksi nyata lebih rendah dari varietas pembanding ANOMAN pada taraf uji BNT 5%; T = Tahan; AT = Agak Tahan; R = Rentan; SR = Sangat Rentan.
Pengamatan saat tanaman berumur 75 HST menunjukkan keparahan penyakit karat daun pada tiga calon varietas jagung hibrida yaitu CJH-01, CJH-02, dan CJH-03 nyata lebih rendah dibandingkan dengan varietas pembanding Pulut. Keparahan penyakit pada varietas pembanding Pulut sangat tinggi sebesar 63.64% dengan kriteria sangat rentan (SR). Serangan
penyakit karat daun pada calon varietas jagung hibrida masih tergolong rendah dibawah 40% dengan kriteria ketahanan agak tahan (AT) (Tabel 5).
Gambar 1. Keragaan materi uji di lapangan. a, calon jagung hibrida; b, pembanding tahan; c, pembanding rentan untuk pengujian hawar dan karat daun; d, pembanding rentan untuk pengujian bulai.
Gambar 2. Reaksi ketahanan genotipe jagung terhadap tiga penyakit utama jagung pada umur 42 HST (bulai), 75 HST (hawar daun), dan 70 HST (karat daun). ST, sangat tahan; T, tahan; AT, agak tahan; R, rentan; SR, sangat rentan.
Penyakit hawar daun jagung dan karat daun cenderung memiliki karakteristik infeksi yang mirip. Varietas hibrida diketahui memiliki ketahan dengan spektrum yang luas terhadap beberapa jenis patogen. Umumnya jagung yang terserang patogen penyebab penyakit hawar daun, cenderung ditemukan juga serangan patogen penyebab penyakit karat daun, begitupun sebaliknya (Muis et al., 2019). Fenomena ini bisa jadi berkaitan dengan adanya mekanisme ketahanan kuantitatif yang merupakan hasil dari gabungan beberapa gen (multigenik) dimana sifatnya tidak spesifik terhadap patogen tertentu dan memiliki spektrum yang lebar (Balint Kurti et al., 2009). Dari hasil pengujian terhadap ketiga penyakit utama, menunjukkan bahwa
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Bulai Hawar daun Karat daun
In ten sitas s er an g an ( %)
Penyakit utama jagung
CJH-01 CJH-02 CJH-03 CJH-04 PAC339 P-36 Anoman/Pulut ST T AT R SR a b c d
calon jagung hibrida CJH-02 memperlihatkan ketahanan secara konsisten baik terhadap bulai, hawar daun jagung, maupun karat daun (Gambar 1 dan Gambar 2).
Kesimpulan dan Saran
Genotipe calon jagung hibrida CJH-02 konsisten memperlihatkan reaksi ketahanan yang tinggi terhadap penyakit utama jagung, dimana genotipe ini tahan terhadap penyakit bulai serta agak tahan terhadap penyakit hawar daun jagung dan karat daun sehingga dapat direkomendasikan menjadi varietas unggul baru.
Genotipe calon jagung hibrida CJH-01 dan CJH-03 agak tahan terhadap penyakit hawar daun jagung dan karat daun, namun rentan dan sangat rentan terhadap penyakit bulai sehingga tidak dapat dikembangkan pada daerah yang endemik dengan penyakit bulai.
Daftar pustaka
Azrai, M., Aswidinnoor, H., Koswara, J., Suharman, M., & Hidajat, J.R. (2006). Analisis genetik ketahanan jagung terhadap bulai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan, 25(2), 71–77.
Balint Kurti, P.J. & Johal, G. (2009). Maize disease resistance. Handbook of Maize, 1, 229-250
Budiarti, S.G., Sutoro, Hadiatmi, & Purwanti, H. (2012). Pembentukan dan evaluasi inbrida jagung tahan penyakit bulai. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan
Bioteknologi Tanaman, 194-196.
Directorate of Maize Research India. (2012). Inoculation methods and Disease Rating scales for maize diseases. ICAR, 31.
FAO. (2016). Save and grow in practice: maize, rice and wheat. A guide to sustainable. Rome: Food and Agriculture Organization, https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2.
Hendrayana, F., Lestari, N.A., Muis, A., & Azrai, M. (2020). Ketahanan beberapa varietas jagung hibrida terhadap beberapa penyakit penting jagung di Indonesia. Agriovet, 3(1), 25-39.
Kaur, H., Hooda, K.S., & Khokhar, M.K. (2014). Maydis leaf blight of maize: Historical perspective, impact and present status. Maize Journal, 3(1&2), 1-8.
Latifahani, N., Cholil, A., & Djauhari, S. (2014). Ketahanan beberapa varietas jagung (Zea
mays L.) terhadap serangan penyakit hawar daun (Exserohilum turcicum Pass. Leonard
and Sugss.). Jurnal HPT, 2(1), 52-60.
Levy, Y. & Pataky, J.K. (1992). Epidemiology of northern leaf blight on sweet corn.
Mubeen, S., Rafique, M., Munis, M.F.H., & Chaudhary, H.J. (2015). Study of southern corn leaf blight (SCLB) on maize genotypes and its effect on yield. Journal of the Saudi
Society of Agri. Scien, 1-8.
Muis, A., Nonci, N., Kalqutny, S.H., & Azrai, M. (2019). Respon genotipe jagung hibrida terhadap tiga jenis penyakit utama (Peronosclerospora sp., Bipolaris maydis, dan
Puccinia polysora). Buletin Penelitian Tanaman Serealia, 3(1), 27-38.
Perera, K.T.G.K., & Weerasinghe, T.K. (2014). A study on the impacts of corn cultivation (Zea mays (L.) Family – Poaceae) on the properties of soil. International Journal of
Scientific and Research Publications, 4(7), 1–6.
Poy, C. (1970). Corn seed production of Helminthosporium maydis and future seed prospects.
Plant Dis. Rep, 54(12), 1118−1121
Shah, D.A., & Dillard, H.R. (2006). Yield loss in sweet corn caused by Puccinia sorghi: Ameta- analysis. Plant Diseases, 90, 1413-1418.
Sharma, R.C. (1983). Techniques of Scoring for Resistance to Important Diseases of Maize. All India coord. Maize Improvement Project. Indian Agric Res Inst, New Delhi (IN). Suriani, Djaenuddin, N., & Makkulawu, A.T. (2020). Respon Ketahanan Beberapa Calon
Varietas Jagung Hibrida Terhadap 3 Penyakit Utama Jagung. Prosiding Seminar
Nasional Pertanian Peternakan Terpadu Ke-3 “Peningkatan Daya Saing Sumber Daya Lokal di Era Revolusi Indutri 4.0. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah
Purworejo, 14 Maret 2020.
Wakman, W. & Burhanuddin. (2007). Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, 305–335.