• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geliat pemanfaatan jasa lembaga keuangan semakin meningkat seiring perkembangan teknologi dan informasi dalam kehidupan masyarakat. Pada kesempatan yang bersamaan, kondisi demikian turut serta mendukung upaya peningkatan perekonomian nasional. Salah satu elemen yang berkaitan dengan perekonomian nasional adalah masalah sistem keuangan dan kegiatan industri jasa keuangan yang lain, seperti misalnya lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank. Eksistensi lembaga keuangan dalam mendukung perekonomian nasional demikian merupakan salah satu dampak dari globalisasi dan kemajuan teknologi yang berujung pada kompleksitas sistem keuangan di Indonesia. Kompleksitas yang terjadi perlu diurai sehingga dapat ditemukan solusinya, karena sistem keuangan yang kondusif akan mendukung terciptanya stabilitas pertumbuhan perekonomian. Pada kesempatannya, stabilitas pertumbuhan ekonomi akan mendukung pembangunan nasional di segala bidang.

http://fe.unila.ac.id/old/component/content/article/34-berita/266-seminar-nasional-ojk-harapan-baru-sistem-keuangan>Diakses pada 5 Februari 2013 pukul 07.39

Urgensi sistem keuangan dalam perkembangan perekonomian khususnya perbankan mengharuskan eksistensi sebuah lembaga pengawasan yang dapat memonitor kinerja dan pelaksanaan sistem keuangan dalam suatu negara. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang pada Pasal 8 huruf (c) dinyatakan bahwa pada pokoknya Bank Indonesia mempunyai tugas mengatur dan mengawasi Bank. Tujuan pengawasan bank sejatinya adalah menjadikan bank menjadi sehat dan bisa bersaing (kompetitif) secara individu, menjadikan bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat serta efisien dalam melaksanakan fungsi intermediasinya. Bank juga

(2)

ditujukan untuk dapat melindungi kepentingan masyarakat melalui industri perbankan yang kuat dan berkembang dan pada gilirannya masyarakat dan negara dapat berharap memperoleh stabilitas sistem keuangan sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan.

Persoalan yang dihadapi terdapat pada pengawasan terhadap perbankan oleh Bank Indonesia (BI) yang menghadapi beberapa kendala. Pertama, keterbatasan cakupan pemeriksaan/pengawasan akibat Undang-Undang seperti kesulitan pemeriksaan terhadap bank kustodian dan anak perusahaan sekuritas karena prinsip kerahasiaan. Kedua, tindak pidana yang melibatkan instrumen keuangan dengan berbagai otoritas pengawas relatif lebih sulit untuk ditelusuri. Ketiga, sinkronisasi ketentuan dan pemahaman ketentuan otoritas lain yang belum optimal. Keempat, perlindungan terhadap nasabah bank yang berinvestasi pada instrumen pasar modal yang di jual melalui perbankan relatif lemah karena ketidakjelasan otoritas yang mengawasi instrumen investasi nasabah. Kelima, bank sebagai obyek pengawasan merasa tidak efisien karena harus diperiksa berkali-kali oleh otoritas pengawas perbankan yang berbeda.

http://wartaekonomi.co.id/berita5055/kala-pengawasan-bank-beralih-ke-ojk.html>(4 Desember 2012 pukul 23:29)

Masalah pengawasan perbankan di Indonesia sampai saat ini masih selalu mendapat sorotan, dari kasus BLBI, kemudian kasus adanya kredit macet dengan jumlah besar di BNI tentang kasus Loan/Credit fiktif di BNI, kasus Bank Global, kasus Bank Century dan masih banyak kasus-kasus lain, yang kesemuanya itu menunjukan bahwa masih banyak bank yang belum sepenuhnya menjalankan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya dan lemahnya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia (Sulistyandari, 2012:230). Sebuah tantangan dan tanggung jawab yang sangat besar bagi lembaga yang berwenang mengawasi perbankan yang harus segera di tangani dan diupayakan penyelesaiannya. Lembaga pengawas perbankan harus bekerja ekstra keras dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya guna mencegah munculnya persoalan serupa di kemudian hari.

(3)

Mencermati persoalan yang telah diuraikan di atas, maka Pemerintah bersama sama dengan legislatif membentuk peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk mengalihkan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada sebuah lembaga independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan, sehingga dibentuk Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apabila dirunut, sejarah OJK bermula sejak diundangkannya UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia untuk selanjutnya disebut Undnag-Undnag Bank Indonesia. Dalam Undang-undang tersebut, disebutkan secara tegas bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang. Ketentuan selanjutnya disebutkan dalam pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Bank Indonesia bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Pernyataan demikian menjadi sebuah landasan yang kuat bagi pembentukkan lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan dan selambat-lambatnya pada tanggal yang telah disebutkan yaitu 31 Desember 2002 harus sudah terbentuk. Akan tetapi dalam prosesnya, sampai dengan tahun 2010 OJK belum terbentuk. Sampai kemudian Undang-Undang OJK baru terealisasi pada tahun 2011 dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 66 (ayat 1) Undang-Undang OJK menyebutkan bahwa sejak diundangkannya Undang-Undang OJK maka tugas, fungsi dan kewenangan Bank Indonesia akan beralih pada OJK dan mulai berlaku pada 1 Januari 2014. Sebelum tanggal tersebut, maka BI tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan. Kemudian, Pasal 68 menyebutkan, sejak beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengawasan perbankan kepada OJK, pemeriksaan dan/atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh BI, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Muatan demikian pada Undang-Undang OJK menunjukkan secara tegas bahwa fungsi pengawasan perbankan yang selama ini merupakan kewenangan Bank Indonesia akan beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan.

(4)

Pengalihan pengawasan bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan diharapkan akan membawa pengaruh positif dalam aktivitas bisnis perbankan. Keberadaan OJK diharapkan mampu memberikan kemajuan yang mengarah kepada iklim kondusif bagi pengembangan dan pembangunan perbankan di Indonesia. Pengalihan fungsi pengawasan perbankan kepada lembaga independen dalam hal ini OJK dinilai sebagai langkah paling tepat guna mewujudkan tujuan penyehatan dan pengembangan perbankan. Hal demikian berkait dengan fungsi OJK untuk mengawasi perbankan sekaligus pembrntukan pengaturan terhadap pelaksanaan kinerja perbankan.

Menilik penerapan lembaga pengawas perbankan dalam bentuk lembaga independen semacam Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya juga telah dilaksanakan di negara lain. Beberapa negara seperti Inggris, Australia dan Korea Selatan pernah menggunakan lembaga independen dalam pengawasan perbankan. Namun sejarah menunjukkan gagalnya koordinasi dengan Bank of England (BoE) dalam penanganan Northern Rock. Di Korea Selatan, FSA Koorea Selatan juga sedang dalam tekanan politik hebat agar pengawasan dikembalikan ke bank sentral akibat maraknya kasus korupsi (Khopiatuziadah, 2012:116). Kegagalan lembaga OJK di beberapa negara tersebut sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan OJK di Indonesia yang sedang dalam proses pengkondisian secara kelembagaan dan penyesuaian pegawai besera tugas dan fungsinya, bahkan baru akan efektif dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014.

Berdasarkan penerapan lembaga independen semacam OJK yang telah dilaksanakan di beberapa negara, pengamat ekonomi Universitas Indonesia Rofikoh Rokhim, masih meragukan efektifitas dibentuknya lembaga independen pengawas sektor keuangan. Keraguan muncul dan di anggap penting seiring pembubaran Financial Service Authority di Inggris pada 16 Juni 2010. Negara-negara maju sudah berbelok atau merubah arah dalam perspektif pengawasan perbankan oleh lembaga independen, namun Indonesia justru baru akan memulai OJK. Kegagalan OJK menurut Rofikoh tidak hanya terjadi di Inggris, hal yang sama juga terjadi di Prancis dan Korea. Begitu pula dengan pemerintah Amerika Serikat yang memilih untuk memperkuat peran dan fungsi lembaga Bank Sentral

(5)

dibanding memilih OJK. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/160465-pengamat--negara-maju-saja-bubarkan-ojk>(06 Desember 2012 pukul 06.55).

Fakta sebagaimana diuraikan di atas menunjukkan bahwa negara-negara yang menggunakan lembaga semacam OJK dalam pengawasan perbankan banyak mengalami kegagalan. Inggris sebagai salah satu negara yang mula-mula membentuk lembaga independen pengawas perbankan independen ternyata tidak luput dari kegagalan yang serupa. Salah satu negara yang di anggap masih dapat mempertahanan stabilitas kinerja badan pengawas perbankan dengan memanfaatkan OJK adalah Jepang dengan lembaga independen Financial Services Agency (FSA) yang dimiliki. Jepang merupakan contoh negara yang berhasil memisahkan pengawasan lembaga keuangannya dengan dipegang oleh sebuah lembaga independen. http://www.infobanknews.com/2010/03/kisah-sukses-ojk-jepang-awasi-bank/>(03 April 2013 pukul 23:38)

Article 3 Act for Establishment of the Financial Services Agency Number 130 of 1998 (Undang-Undang FSA) pada pokoknya menyatakan bahwa FSA berfungsi menjaga stabilitas fungsi pendanaan dan memberikan perlindungan terhadap nasabah perbankan, peserta asuransi, investor saham sekuritas atau yang setara dengannya, selain itu juga bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran pembayaran. Pembentukan FSA di Jepang oleh banyak kalangan dinilai cukup berhasil dalam menjaga stabilitas sistem keuangan (Zaidatul Amina, 2012:18). The Japanese FSA is an integrated supervision agency, in charge of supervision of most financial institutions, such as banks, securities firms, insurance companies, and smaller financial institutions.. FSA Jepang adalah lembaga pengawasan terpadu, yang bertanggung jawab atas pengawasan terhadap lembaga keuangan, seperti bank, perusahaan sekuritas, perusahaan asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. (Takeo Hoshi, 2003:2)

Di satu sisi, kegagalan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas perbankan di berbagai negara menjadi sebuah catatan penting dan sarana antisipasi dalam pelaksanaan pengawasan perbankan oleh OJK yang akan mulai efektif pada 1 Januari 2014. Perspektif berbeda dapat disasarkan pada pengawasan yang dilakukan Financial Services Agency yang oleh dinyatakan

(6)

cukup berhasil. Keberhasilan demikian memberikan sebuah harapan bahwa OJK Indonesia mempunyai peluang untuk menyusul keberhasilan FSA Jepang. Kekhususan seperti apa yang menjadikan FSA dinyatakan cukup berhasil menjadi sebuah kajian yang sangat menarik.

Persoalan pengawasan perbankan yang demikian kompleks dan memerlukan perhatian yang serius menjadi alasan bagi Penulis untuk mengkaji secara mendalam dengan perspektif perbandingan dengan negara Jepang. Terlebih pembentukan OJK sangat diharapkan dapat menciptakan penyehatan dan pengembangan perbankan. Pengalaman pelaksanaan pengawasan perbankan oleh Financial Services Agency di Jepang yang oleh banyak kalangan dinilai berhasil diharapkan dapat menjadi referensi positif guna pelaksanaan pengawasan perbankan di Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan. Keberadaan OJK merupakan upaya untuk mereformasi dan mengintegrasikan sistem pengaturan dan pengawasan bagi semua sektor jasa keuangan secara keseluruhan agar lebih kredibel, dalam rangka mewujudkan pertumbuhan sektor keuangan yang kuat dan sehat, sehingga mampu mengantisipasi setiap perkembangan sektor keuangan baik secara domestik maupun global (Andika Hendra Mustaqim, 2010:10).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia kemudian dibandingkan dengan keberhasilan Financial Services Agency di Jepang dalam menjalankan fungsi pengawasan perbankan sesuai peraturan hukum yang berlaku. Pengkajian dimaksud penulis tuangkan melalui sebuah penulisan hukum yang

berjudu STUDI PERBANDINGAN HUKUM PENGAWASAN

PERBANKAN ANTARA OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA DENGAN FINANCIAL SERVICES AGENCY

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan Pengawasan Perbankan antara Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dengan Financial Services Agency di Jepang?

(7)

2. Bagaimana Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Pengawasan Perbankan antara Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dengan Financial Services Agency di Jepang?

3. Bagaimana Tingkat Keberhasilan Pengawasan Perbankan oleh Financial Services Agency dalam Menyehatkan Perbankan di Jepang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

Tujuan objektif yang merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang berasal dari penelitian dimaksud, diantaranya:

a. Untuk mengetahui pengaturan pengawasan perbankan antara Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dengan Financial Services Agency di Jepang. b. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengawasan Otoritas Jasa

Keuangan di Indonesia dan pengawasan Financial Services Agency di Jepang.

c. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengawasan Financial Services Agency dalam menyehatkan perbankan di Jepang.

2. Tujuan Subjektif

Tujuan Subjektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan pribadi Penulis sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh sumber hukum dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun Penulisan Hukum (Skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri serta memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.

(8)

c. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktik Penulis dalam bidang hukum perdata, khususnya terkait dengan perbankan dan pengawasan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beserta perbandingannya dengan Financial Services Agency (FSA).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang Hukum Perdata pada umumnya dan Hukum Perbankan pada khususnya terutama mengenai fungsi pengawasan perbankan di Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan beserta perbandingannya dengan Financial Services Agency di Jepang dalam tatanan peraturan maupun dalam tatanan praktis yang menyangkut segala aspek dalam fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.

b. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur sebagai acuan untuk melaksanakan penulisan sejenis selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi wadah bagi Penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberikan masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan bermanfaat bagi pihak yang mengkaji ilmu hukum khususnya hukum perdata.

(9)

E. Metode Penelitian

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya (Rosdy Ruslan, 2003:24). Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1989:4).

Penelitian hukum adalah sebuah proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:35). Untuk mendapatkan bahan hukum dan prosedur penelitian dalam menemukan kebenaran berdasarkan logika hukum mengenai perbandingan hukum pengawasan terhadap perbankan antara Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dengan Financial Services Agency di Jepang, maka digunakan penelitian yang sesuai. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal. Sebagaimana yang didefinisikan oleh Hutchinson bahwa penelitian hukum doktrinal adalah research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship between the rules, explain areas of difficulty and perhaps, predict future development (penelitian yang memberikan penjelasan secara sistematis mengenai peraturan yang mengatur kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antar peraturan, menjelaskan letak kesulitan dan berbagai kemungkinan, serta memprediksi pembangunan masa depan (Peter Mahmud Marzuki, 2006:32).

Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal atau disebut juga penelitian hukum normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2006:33). Penelitian hukum

(10)

normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (librabry based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Sehingga penelitian hukum menurut Johnny Ibrahim ialah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2008: 57).

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum memiliki karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskripsi dan terapan yang kemudian dari hasil telaah dapat dibuat opini atau pendapat hukum sehingga pada akhirnya opini dan pendapat hukum yang dikemukakan merupakan suatu preskripsi, sehingga untuk mendapatkan preskripsi itulah guna praktik penelitian hukum (Peter Mahmud, 2006:22-27). Penelitian doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat perskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2006:33). Jadi pada dasarnya preskriptif merupakan sifat dari ilmu hukum, sehingga penelitian hukum yang dilakukan turut menggunakan sifat yang sama dari sifat ilmu hukum yakni bersifat preskriptif.

Berdasarkan definisi tersebut karakter preskripsi akan dikaji pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia kemudian menelaah terkait perbandingan hukum pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Perbankan di Indonesia dengan Financial Services Agency di Jepang melalui peraturan perundang-undangan di masing-masing negara tersebut.

3. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pandangan Peter Mahmud Marzuki, dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek guna menjawab isu hukum yang diteliti, adapun beberapa pendekatan yang dimaksud yaitu: pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93). Berkenaan dengan pandangan Peter

(11)

Mahmud Marzuki tersebut, Penulis menggunakan beberapa pendekatan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Pendekatan perundang-undangan karena penelitian ini bertolak dari adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Jepang Nomor 130 Tahun 1998 tentang Penbentukan The Financial Services Agency. Seanjutnya dengan menggunakan pendekatan komparasi (comparative approach) karena penulis hendak membandingkan kedua peraturan tersebut sehingga dapat mengambil segi positif untuk memperkaya khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi perkembangan pengawasan perbankan di Indonesia.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Penulisan hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas, sedangkan bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Peraturan terkait FSA di Jepang yakni Undang-undang Nomor 130 tahun 1998 tentang Pembentukan FSA. Sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku-buku yang berisi tentang Perbankan dan Otoritas Jasa Keuangan serta Financial Services Agency, buku-buku lain yang berkaitan, jurnal-jurnal hukum baik nasional maupun internasional, hasil-hasil penelitian, kamus-kamus hukum, artikel internet dan artikel media massa yang berkaitan dengan penelitian dimaksud.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan hukum ini dengan menggunakan teknik studi pustaka/studi dokumen (library research), pengumpulan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang diteliti. Bahan hukum

(12)

yang berkaitan dengan masalah dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2008:296). Teknik ini merupakan cara pengumpulan sumber hukum dengan membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Johny Ibrahim menjelaskan bahwa metode penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap bahan-bahan hukum yang dianalisis dengan menggunakan penalaran deduksi, penalaran induksi dan penalaran abduksi. Teknik analisis yang digunakan adalah metode penalaran hukum dengan metode penalaran deduksi. Metode ini menitikberatkan pada logika, karena logika mengajarkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam rangka mencapai kebenaran materi pemikiran. Penalaran deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang individual dan konkret yang dihadapi. Penalaran induktif dengan merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, serta mengembangkan penalaran berdasarkan kasus-kasus terlebih dahulu yang telah diputus kemudian membandingkan kasus faktual yang dihadapi sehingga menghasilkan temuan dan kesimpulan. Sedangkan penalaran abduktif adalah penalaran hukum yang mengandung unsur induksi dan deduksi secara bersamaan (Johny Ibrahim, 2008:296). Penelitian hukum yang Penulis gunakan menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode deduktif.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum yang Penulis gunakan dalam penyusunan penelitian ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian dimaksud. Sistematika penulisan hukum tersebut penulis rangkai dalam beberapa bagian yang runtut sehingga dapat memaparkan secara komprehensif dan mudah dipahami.

(13)

Penulisan hukum ini penulis awali dengan bagian pendahuluan. Pada Bab I atau bagian pendahuluan akan memuat hal-hal yang berkaitan dengan judul yang sebelumnya juga telah dipaparkan. Judul disini kembali akan penulis klasifikasikan menjadi beberapa hal yang menjadi muatan pokok dan akan semakin menjelaskan substansi judul, diantaranya adalah pemaparan terkait latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Latar belakang masalah memuat penjelasan tentang permasalahan yang timbul sehingga masalah ini dianggap menarik serta perlu dan penting untuk diteliti. Perumusan masalah menyatakan hubungan setidaknya antara dua proposisi hukum secara tegas dan tidak mengandung keraguan. Tujuan penulisan dalam hal ini menjelaskan secara spesifik tujuan yang ingin dicapai, dirumuska sinkron dengan rumusan masalah dan disajikan dalam bentuk kalimat pernyataan. Manfaat penelitian berisi manfaat penulisan baik secara teoritis maupun praktis. Metode penelitian memuat mengenai bentuk penelitian yang dilaksanakan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sistematika penulisan berisi paparan substansi dari Bab I sampai Bab IV.

Pada Bab II dipaparkan mengenai Tinjauan Pustaka yang Penulis gunakan dalam penelitian dimaksud. Bagian tinjauan pustaka akan memuat mengenai dua sub bab yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Pada bagian kerangka teori, penulis akan menguraikan tinjauan hukum tentang Studi Perbandingan, Perbankan, dan Pengawasan Perbankan. Selanjutnya pada bagian kerangka pemikiran, penulis akan menampilkan bagan kerangka alur pemikiran penulis dilengkapi dengan pejelasan bagan untuk memperjelas alur pemikiran penulis.

Bab III akan dipaparkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan. Dalam hal ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang ada melalui hasil penelitian yang diperoleh, yaitu membahas mengenai perbandingan Pengawasan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Perbankan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Serta pengawasan yang dilakukan Financial Services Agency terhadap Perbankan di Jepang sebagai bahan kajian guna memberikan

(14)

rekomendasi positif terhadap pengawasan OJK yang akan efektif mulai 1 Januari 2014.

Selanjutnya adalah Bab IV yaitu Bab Penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang diperoleh berdasarkan keseluruhan hasil pembahasan selama proses penelitian dilaksanakan, serta saran-saran dan rekomendasi yang penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini.

Penelitian ini akan dilengkapi dengan Daftar Pustaka dan Lampiran sebagai bentuk tanggungjawab ilmiah penulis atas hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

Referensi

Dokumen terkait

a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya. Diharapkan

Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang Ilmu Hukum Keperdataan kepada para pihak yang mengalami Permasalahan yang

Manfaat keilmuan diharapkan dari hasil penelitian ini terutama menambah khazanah pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal kekerasan seksual secara fisik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan terutama untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang di kemukakan

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu Geografi dalam bidang airtanah terutama mataair, dan memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah setempat mengenai

Manfaat Teoritis ialah penelitian ini diharapkan dapat memberi infrormasi dan menambah wawasan pengetahuan dalam bidang sintaksis khususnya dalam aspek kalimat deklaratif

Penelitian ini menambah pengetahuan dalam bidang Gizi dan Teknologi Pangan terutama yang berkaitan dengan penggunaan kacang merah dan daun kelor dalam bentuk

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk menambah informasi ilmiah khususnya dalam bidang entomotoxicology serta menambah wawasan mengenai akumulasi