• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. dan taman buru (Mardiastuti 2004).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. dan taman buru (Mardiastuti 2004)."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia, dengan luas 1,3% dari luas total daratan dunia, menduduki peringkat ke -2 dalam sepuluh negara yang memiliki keragaman hayati1 yang tinggi, atau disebut sebagai negara megadiversity (Primack 1998). Keanekaragaman hayati (KH) ini tersebar pada 90 tipe ekosistem darat dan bahari yang dimiliki Indonesia (Bappenas 2003). Sebagian besar dari ekosistem ini adalah ekosistem hutan (Mardiastuti 2004; Hardjasoemantri 1993).

Permasalahan yang dihadapi KH dan ekosistem hutan di Indonesia saat ini ialah kerusakan dan penyusutan sumberdaya tersebut. Degradasi KH dan ekosistem hutan saat ini sudah menjadi isu global. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit ) di Rio de Janeiro tahun 1992, para pemimpin dunia menyetujui sebuah strategi yang komprehensif bagi pembangunan berkelanjutan. Konvensi internasional yang dihasilkan pasca KTT Bumi ini diantaranya ialah Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH). Salah satu kewajiban dalam KKH (pasal 8) bagi negara-negara anggotanya ialah untuk menyusun strategi, rencana atau program konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Salah satu bentuk kegiatan konservasi yang dimaksud dalam KKH ialah konservasi in situ, yaitu konservasi ekosistem dan habitat alami serta pemeliharaan dan pemulihan populasi spesies-spesies dalam lingkungan alaminya. Taman nasional2 merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi untuk kegiatan konservasi in situ3 ini.

Dari luas kawasan konservasi sebesar 28,167 juta ha yang terdapat di Indonesia, 58% diantaranya ialah taman nasional (Dephut 2005). Landasan kebijakan pengelolaan sekitar 50 taman nasional di Indonesia diantaranya adalah UU No. 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya,

1 Keanekaragaman Hayati adalah ”keanekaragaman diantara mahluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya,

daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies dan ekosistem (Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan UNCBD).

2 Taman Nasional adalah “kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi” (UU No. 5/1990 Pasal 1).

3 Bentuk kegiatan konservasi in situ: cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, taman nasional, taman hutan raya,

(2)

UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan PP No. 68/1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Dalam pelaksanaannya, banyak proses penetapan kawasan taman nasional ini menimbulkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Konflik ini ditimbulkan diantaranya karena adanya gap antara kebijakan normatif dan kondisi empiris di lapangan. Gap ini diantaranya berupa perbedaan kepentingan dan tata nilai (Mardiastuti 2004; Wulan et al. 2004; dan Lynch dan Harwell 2002).

Salah satu sumber konflik adalah tidak adanya kesepakatan dalam menetapkan aturan main pengelolaan sumberdaya alam yang digunakan sebagai landasan (Kartodihardjo dan Jhamtani 2006: 173-209; Affif 2005; Lynch dan Harwell 2002:8). Pemerintah, disatu sisi, membuat kebijakan dengan tujuan keadilan dan kesejahteraan masyarakat namun menggunakan pendekatan ekonomi dan sistem pasar4 sebagai dasar. Sumberdaya alam dilihat sebagai aset ekonomi (Malik et al. 2003; Kartodiharjo dan Jhamtani 2006). Di sisi lain, masyarakat membangun aturan main berdasarkan kesepakatan sosial dimana hubungan masyarakat dan sumberdaya bersifat sosial, kultural, spiritual, ekonomi dan politik (Adimihardja 1994; Hidayati 2004; Santosa 2006; Kartodiharjo dan Jhamtani 2006).

Perbedaan pandangan atau persepsi5 dalam menetapkan aturan main tersebut berimplikasi pada timbulnya konflik lain dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, misalnya bentuk kelembagaan. Dalam masyarakat Indonesia, dengan kultur budaya dan kondisi geografis yang sangat beragam, tumbuh kelembagaan adat dan kearifan tradisional6 sebagai aturan main yang diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat setempat (Bappenas 2003; KLH 2001). Dalam kehidupan bernegara sayangnya institusi lokal seperti ini tidak diberdayakan. Untuk kemudahan birokrasi, pemerintah membuat penyeragaman. Selain ditentukan dan dikendalikan oleh pemerintah pusat, institusi ini menjadi

4

Konsep ekonomi dan sistem pasar merubah sistem penguasaan dan akses pada SDA dari milik bersama (common sense) menjadi milik negara (state property) atau milik pribadi (private property). Posisi sumberdaya alam menjadi komoditas (Kartodihardjo dan Jhamtani 2006:187).

5 Perception “is an awareness of environment through physical sensation” atau sebuah bentuk kesadaran terhadap

lingkungan yang diwujudkan melalui sensasi fisik (The Merriam Webster Dictionary, Woolf et al. 1976).

6 Kearifan tradisional ialah sebuah sistem yang mengintegrasikan pengetahuan, budaya dan kelembagaan serta praktik

(3)

3

satu-satunya sumber yang harus dirujuk (Lynch dan Harwell 2002). Karena pembentukan institusi baru ini bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat lokal maka timbulah konflik sebagai bentuk penolakan masyarakat disatu sisi dan sebagai bentuk supremasi dan dominasi pemerintah disisi lainnya.

Untuk merespon persoalan tersebut, penelitian ini mencoba

mengidentifikasi sumber penyebab dan tipe konflik yang ada dalam proses penetapan taman nasional serta menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan institusi. Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini diantaranya ialah siapa saja yang mempunyai hak dan kewenangan dalam proses penetapan taman nasional? Bagaimana hak dan kewenangan ini diatur dalam kebijakan normatif? Bagaimana hak dan kewenangan ini diimplementasikan di lokasi studi? dan apa implikasinya terhadap konflik yang ada?

Setelah jenis konflik dan sumbernya teridentifikasi, langkah selanjutnya yang ingin dijawab dalam penelitian ini ialah bagaimana konflik tersebut diatasi. Dalam bentuk program atau kegiatan konservasi banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi konflik tersebut. Mengembangkan kegiatan ekowisata merupakan salah satunya.

Ekowisata merupakan konsep operasional dari konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ekowisata harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan (environmentally acceptable); melibatkan secara aktif masyarakat lokal dan budayanya (socially and culturally

acceptable); mempromosikan pendidikan lingkungan (environmental education);

serta memberikan manfaat ekonomi bagi pengelolaan taman nasional dan masyarakat sekitarnya (Wall 1998; Sekartjakrarini 2003). Jadi secara konseptual, ekowisata merupakan kegiatan konservasi yang dapat menjembatani kepentingan pemerintah dalam hal konservasi dan kepentingan masyarakat lokal dalam hal pengembangan ekonomi.

Persoalannya sekarang, apakah ekowisata yang dikembangkan saat ini sudah memberikan kontribusi terhadap konflik pengelolaan taman nasional yang ada? Agrawal dan Redford (2006) melakukan identifikasi terhadap 12 (duabelas) penelitian empiris mengenai ekowisata di negara berkembang, termasuk

(4)

Indonesia. Mereka mengidentifikasi peran ekowisata dalam isu konservasi dan kemiskinan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penelitian ekowisata lebih banyak terfokus pada program ekowisata tapi tidak pada pengaruhnya terhadap kondisi nyata di lapangan. Dari 12 penelitian empiris, hanya 4 penelitian mengindikasikan adanya pengaruh ekowisata terhadap isu konservasi dan kemiskinan. Dari keempat studi ini, dua studi menunjukan pengaruh yang terbatas sedangkan dua studi lainnya menunjukan pengaruh yang nyata. Ekowisata berperan setidaknya terhadap empat indikator konservasi, yaitu: pembiayaan konservasi, pendidikan konservasi, etika konservasi, dan konservasi sumberdaya. Sedangkan untuk isu kemiskinan, kontribusi ekowisata diantaranya peningkatan level pendapatan masyarakat lokal, peningkatan jumlah yang bekerja, perbaikan infrastruktur, dan partisipasi lokal.

Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai pengaruh institusi terhadap konflik penetapan taman nasional sangat diperlukan. Selanjutnya, sebagai salah satu pendekatan operasional dari pembangunan berkelanjutan, penelitian mengenai pengaruh pengembangan ekowisata terhadap kondisi empiris di lapangan sangat dibutuhkan. Secara ringkas latar belakang ini disajikan pada Gambar 1.

1.2. Kerangka Pemikiran

Langkah pertama yang dilakukan untuk memahami konflik penetapan taman nasional adalah melakukan analisis konflik. Analisis ini merupakan proses identifikasi karakteristik konflik yang meliputi sumber penyebab dan tipe konflik serta langkah-langkah yang sudah dilakukan untuk menanganinya.

Selanjutnya, dilakukan analisis institusi untuk mengidentifikasi sumber konflik dari aspek institusi. Analisis ini meliputi identifikasi para pihak yang terkait, analisis kebutuhannya dan analisis kebijakan yang mengikat dan mengatur relasi antar para pihak tersebut. Untuk menganalisis institusi akan digunakan pendekatan Institutionalist Tenure7 Security8 (ITS). Pendekatan ini dipilih karena

7 Tenure adalah suatu aksi atau fakta mengenai kepemilikan atas sesuatu yang bersifat materi atau non materi

(diterjemahkan dari Ellsworth 2002:5); adalah hubungan sosial (hubungan antara setiap individu dengan individu lain dalam suatu komunitas, hubungan antar komunitas dan hubungan antar rakyat dengan pemerintah (Kartodihardjo dan Jhamtani 2006:64); adalah peristilahan tentang pengaturan yang terkait dengan akses dan kontrol atas tanah, pohon, air, dan sumberdaya alam lainnya (Afiff 2005: 228). Dalam aliran resorce tenure, properti dibagi kedalam empat kategori umum kepemilikan yaitu kepemilikan privat, komunal, open access dan kepemilikan publik atau negara (FAO 2002 dalam Afiff 2005).

(5)

5

persoalan utama terjadinya konflik antara pemerintah dan masyarakat lokal di taman nasional ialah kondisi ketidakamanan hak dan akses9 atas sumberdaya alam (tenurial insecurity). Penggunaan pendekatan ini diharapkan dapat membantu memahami bagaimana seharusnya suatu institusi dapat menjamin keamanan hubungan atau relasi sosial antar para pihak dalam pemanfaatan SDA di taman nasional.

Sebagai bentuk operasional konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan, ekowisata banyak digunakan sebagai salah satu konsep pengelolaan di kawasan konservasi yang dapat menyatukan tujuan konservasi dan tujuan pembangunan ekonomi lokal (Furze et al. 1997; Ceballos-Lascurain 1996; Stewart dan Sekartjakrarini 1994; Wigth 1993; Boo 1990). Namun, agar dapat disebut sebagai ekowisata suatu kegiatan harus memenuhi beberapa kriteria.

8 Berkembang sejak 50 tahun yang lalu, konsep ini merupakan salah satu dari 4 aliran tenure security (Property Rights,

Agrarian Structure Traditions, Common Property Advocates, dan Institutionalist Tenure Security). Aliran ini berpendapat bahwa jenis kepemilikan yang terbaik, efisien dan ideal ditentukan oleh kondisi relasi kelompok, budaya dan sumberdaya (Affif 2005).

9 Akses adalah kemampuan untuk mendapatkan manfaat dari sesuatu sedangkan property adalah hak untuk mendapatkan

manfaat dari sesuatu (Ribot dan Peluso 2003).

Penetapan dan Pengelolaan Taman Nasional

Kebijakan Pemerintah Kebutuhan Masyarakat

Bagaimana Konflik Ditinjau Dari Aspek Institusi?

GAP

KONFLIK

Bagaimana Implikasi Pengembangan Ekowisata terhadap Konflik? Degradasi Keanekaragaman Hayati

58% Taman Nasional Penetapan Kawasan Konservasi

(6)

Di Indonesia, kriteria kecukupan ekowisata sudah ditetapkan oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2004 (Sekartjakrarini dan Legoh 2004) dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2001). Dengan merujuk pada kedua dokumen tersebut, prinsip-prinsip universal pariwisata yang berkelanjutan (dituangkan dalam Quebec Declaration on Ecotourism pada tahun 2002) dan telaah literatur terkait, studi ini menggunakan lima kriteria kecukupan ekowisata. Kelima kriteria tersebut yaitu: (a) tujuan ekowisata untuk pemanfaatan dan perlindungan kawasan; (b) keterlibatan aktif masyarakat lokal; (c) dampak positif terhadap pengembangan ekonomi lokal; (d) produk wisata yang mengandung unsur pendidikan lingkungan; dan (e) memberikan dampak lingkungan yang minimal .

Dalam penelitian ini, ada dua tahap analisis ekowisata. Pertama ialah analisis institusi ekowisata. Tujuan dari analisis institusi ekowisata ialah untuk mengidentifikasi para pihak yang terkait dengan pengembangan ekowisata, analisis kebutuhannya serta analisis kebijakan yang mengikat dan mengatur relasi antar para pihak tersebut. Tahap selanjutnya ialah analisis kriteria kecukupan ekowisata. Tujuan dari analisis ini ialah untuk mengidentifikasi apakah konsep pengembangan ekowisata di lokasi studi sudah menggunakan konsep ekowisata yang ideal atau tidak.

Hasil dari penelitian ini ialah tersusunnya model institusi ekowisata yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di lokasi studi. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, ada tiga analisis pokok yang dilakukan dalam studi ini yaitu analisis konflik, analisis institusi (pengurusan hutan dan ekowisata), dan analisis kriteria kecukupan ekowisata. Untuk melakukan analisis konflik digunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Malik

et al (2003). Berdasarkan pendekatan ini, ada 5 faktor yang mempengaruhi

(7)

7 Penetapan Taman Nasional Kebijakan Pemerintah Kebutuhan Masyarakat Konsep Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Konsep Ekowisata Penyebab Konflik Analisis Ekowisata Konsep Institutionalist Tenure Security GAP Analisis Konflik Analisis Institusi Penetapan TN Analisis Kriteria Kecukupan Ekowisata Model Pengembangan Institusi Ekowisata Feedback

Gambar 2 Kerangka pemikiran

Implikasi pengembangan ekowisata terhadap Konflik Analisis Institusi Ekowisata

(8)

a. hubungan antar manusia seperti perbedaan persepsi10, budaya (tingkah laku), dan cara berkomunikasi;

b. masalah kepentingan yang dipicu oleh masalah mendasar (uang, sumberdaya fisik, dan waktu); tata cara (sikap); dan psikologis (persepsi, kepercayaan, dan keadilan);

c. perbedaan data seperti cara mengumpulkan informasi, relevansi data, cara menterjemahkan informasi, dan menyajikan data;

d. pemaksaan nilai11 dan sikap tidak toleran terhadap perbedaan nilai yang dianut; dan

e. masalah struktural karena adanya perbedaan posisi dalam pengambilan keputusan dan kewenangan yang menyebabkan ketimpangan akses dan kontrol. Faktor lain yang mempengaruhi masalah struktural ialah faktor geografis, sejarah, dan waktu.

Konsep Institutionalist Tenure Security digunakan sebagai pendekatan

dalam analisis institusi. Konsep ini merupakan salah satu dari empat aliran pemikiran (school of thought) yang digunakan oleh para akademisi untuk merespond persoalan tenurial insecurity di masyarakat. Menurut konsep ini, status kepemilikan sumberdaya dipandang sebagai interaksi/hubungan sosial antara 3 aktor seperti aktor yang memiliki berbagai bentuk hak, aktor yang dilarang untuk melanggar hak tersebut, dan aktor yang menjamin hak serta melarang pelanggaran (Affif 2005). Faktor –faktor yang mempengaruhi relasi ketiga aktor ini diantaranya (Affif 2005; Elssworth 2004):

a. faktor sejarah kekuasaan: untuk mengetahui perubahan status kawasan dalam konteks jenis kepemilikan (property right), peran dan fungsi aktor-aktor yang terlibat dalam pengelolaan SDA;

b. faktor demografi12: untuk melihat cakupan area dimana institusi yang dibangun akan memberikan dampaknya baik secara langsung maupun tidak langsung;

10

Persepsi adalah kemampuan untuk menerima; suatu tindakan atau hasil dari sebuah proses menerima suatu kondisi (Woolf et al. 1976).

11 Nilai adalah kepercayaan yang dipakai orang untuk memberi arti pada hidupnya (Malik et al. 2003:150); atau merupakan

suatu kepercayaan terhadap realitas alam semesta (Capra 2000); penilaian atau perkiraan (rate), ukuran (measured), jumlah numerik yang terukur secara kuantitatif (a numerical quantity measured), ukuran kualitas yang membuat sesuatu menjadi diinginkan (the quality that renders something desirable), penghargaan atau respect (wordnet.princeton.edu/perl/webwn diakses 17 Desember 2005 06:47 AM).

(9)

9

c. faktor budaya13 : untuk mengetahui sejauh mana unsur–unsur budaya mempengaruhi proses pembentukan institusi pengelolaan SDA yang ada; d. faktor sistem nilai14: untuk mengidentifikasi perbedaan cara pandang para

pihak menilai suatu SDA;

e. faktor organisasi15 yang ada di masyarakat: ada dua jenis organisasi yang ada di masyarakat yaitu organisasi formal dan informal. Menurut Vink (1999 dalam Sumarga 2006), organisasi merupakan pelaksana aturan main dalam institusi; dan

f. faktor rejim hukum yang berlaku: institusi formal yang mengatur hubungan antar para pihak di masyarakat. Dari rejim hukum ini dapat diketahui siapa yang mendapat kepastian hukum dan siapa yang tidak (Affif 2005).

Kepastian hukum tenurial bagi aliran ini ditentukan oleh kemampuan memobilisasi kekuatan penekan untuk menegakan atau mempertahankan klaim. Kekuasaan politik dan distribusi sumberdaya juga jauh lebih penting diperhatikan daripada jenis kepemilikan karena dari dua faktor tersebut dapat ditentukan siapa yang mendapat kepastian hukum dan siapa yang tidak (Affif 2005).

Ada tiga sub-analisis yang akan dilakukan untuk melakukan analisis institusi. Ketiga sub-analisis tersebut ialah analisis stakeholders, analisis kebutuhan, dan analisis kebijakan. Analisis stakeholders dilakukan untuk mengidentifikasi aktor-aktor yang memiliki kewenangan dan kepentingan dalam pengambilan keputusan (Maryono et al. 2005). Analisis kebutuhan diperlukan untuk mengeksplorasi tentang kondisi saat ini dan tentang bagaimana kondisi seharusnya atau kondisi yang diharapkan (Rouda dan Kusy 1995). Sedangkan analisis kebijakan dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi aturan main dan distribusi peran antar stakeholder baik secara normatif maupun implementasinya. Dalam analisis kebijakan digunakan pendekatan analisis

12 Demografi ialah ilmu kependudukan atau ilmu yang memberikan uraian atau gambaran statistik mengenai susunan,

jumlah, dan perkembangan penduduk (Depdiknas 2005: 249).

13 Budaya atau adat istiadat ialah 1)pikiran; akal budi; hasil; 2) sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang; 3)

sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (Depdiknas 2005:169). Tujuh unsur budaya: religi, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem matapencaharian, sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat 1992).

14 Sistem ialah 1)perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas; 2)susunan yang

teratur dari pandangan, teori, asas, dsb (Depdiknas 2005:1076); Nilai ialah sifat-sifat atau hal-hal yang penting bagi kemanusian. Sedangkan Nilai dalam kebudayaan ialah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai di kehidupan manusia (Depdiknas 2005:783); Sistem nilai adalah konsepsi mengenai apa yang bernilai menurut masyarakat (Koentjaraningrat 1992).

15 Organisasi adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai elemen, dimana manusia merupakan elemen terpenting, yang

saling berinteraksi untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu (Winardi 2003); struktur dan peran yang dipahami dan diterima baik secara formal maupun informal (Uphoff 1986 dalam Uphoff 1997).

(10)

asumsi, menurut Dunn (2003) gap antara kebijakan normatif dan implementasinya dapat merupakan sumber konflik yang terdapat dalam kebijakan-kebijakan yang terkait.

Ekowisata merupakan konsep operasional dari pendekatan pariwisata yang berkelanjutan16. Berkaitan dengan isu konflik dalam penetapan dan pengelolaan taman nasional, pengembangan ekowisata dipandang sebagai salah satu bagian dari institusi pengelolaan taman nasional. Karena itu, proses analisis institusi ekowisata sama dengan tahapan analisis institusi pengurusan hutan dengan tiga sub analisis yang juga sama.

Untuk mengidentifikasi implikasi eksisting institusi ekowisata terhadap konflik yang ada maka perlu diketahui kinerja institusi tersebut. Untuk mengetahui kinerja institusi ekowisata ini dilakukan analisis kriteria kecukupan ekowisata. Kriteria kecukupan ekowisata yang digunakan dalam studi ini mengacu pada definisi ekowisata yang digunakan yaitu konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang memanfaatkan lingkungan dengan tujuan konservasi melalui pengembangan ekonomi lokal yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan penyajian produk wisata yang bermuatan pendidikan dan pembelajaran serta berdampak negatif minimal terhadap lingkungan. Definisi ini merupakan intisari dari konsep-konsep ekowisata yang ada dalam literatur (pembahasan lebih mendalam disajikan pada Sub-bab 2.4.2.

Berdasarkan definisi ekowisata tersebut, ada lima kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kecukupan ekowisata. Kelima kriteria ini adalah (1) ekowisata bertujuan pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan atau dikenal dengan istilah konservasi; (2) melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal; (3) produk ekowisata yang mengandung pendidikan dan pembelajaran; (4) dampak lingkungan yang minimal; dan (5) kontribusi yang positif terhadap ekonomi lokal. Kerangka perumusan masalah dalam penelitian ini secara ringkas disajikan pada Gambar 3.

16 Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah suatu jenis pembangunan yang menghubungkan wisatawan dan

penyedia jasa pariwisata dengan tujuan melindungi sumberdaya melalui kampanye perlindungan sumberdaya serta memberikan manfaat ekonomi bagi komunitas lokal (Gartner 1996 dan McIntyre 1993).

(11)

11 11 Penetapan Taman Nasional Faktor-faktor Analisis Konflik Hubungan antar Manusia Kepentingan Perbedaan Data Sistem Nilai Struktural Karakteritik Konflik Analisis Institusi TN Analisis Institusi Ekowisata Sejarah Pengelolaan Demografi Budaya Organisasi Sistem Nilai Kebijakan Analisis Kriteria Kecukupan Ekowisata Tujuan Ekowisata Produk Ekowisata Dampak LH Ekonomi Lokal Partisipasi Masyarakat Stakeholder Analysis Analisis Kebutuhan Analisis Asumsi Model Pengembangan Institusi Ekowisata Implikasi Ekowisata terhadap Konflik

Faktor-faktor Konsep Pendekatan Pengolahan Data dan Analisis Hasil

Gambar 3 Perumusan masalah

Konsep Pendekatan

(12)

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan dan pendekatan yang digunakan, pertanyaan penelitian yang diajukan ialah:

• Apa sumber penyebab dan tipe konflik yang ada di lokasi studi dan faktor apa yang mempengaruhi konflik tersebut?

• Bagaimana peran institusi yang ada dalam proses penetapan TNGH dan pengembangan ekowisata? Siapa saja yang mempunyai hak dan kewenangan? Bagaimana hak dan kewenangan ini diatur dalam peraturan perundangan yang ada? Bagaimana hak dan kewenangan ini diimplementasikan di lokasi studi? dan apa implikasinya terhadap konflik yang ada?

• Apakah kegiatan ekowisata yang ada dikembangkan sesuai dengan konsep ekowisata yang ideal? Kriteria ideal ekowisata apa saja yang dipenuhi? Apa implikasi pengembangan ekowisata terhadap konflik yang ada?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. mengidentifikasi penyebab dan tipe konflik serta faktor-faktor yang mempengaruhinya;

b. menganalisis konflik dari aspek institusi dengan menggunakan pendekatan

Institutionalist Tenure Security.

c. mengevaluasi pengembangan ekowisata yang ada, dari aspek institusi dan pemenuhan kriteria kecukupannya serta implikasinya terhadap konflik.

Hasil dari penelitian ini ialah tersusunnya suatu model institusi ekowisata yang ideal dan dapat berkontribusi dalam penyelesaian konflik.

1.5. Novelty

Ada tiga kriteria suatu penelitian dapat disebut memiliki novelty (kebaruan) yaitu: fokus (focus), terdepan dibidangnya (advance) dan ilmiah (scholar). Penelitian ini dibangun berdasarkan ketiga kriteria tersebut. Pertama, fokus penelitian ini ialah mengenai implikasi pengembangan ekowisata terhadap konflik pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan konservasi (taman nasional).

Kedua, berdasarkan review hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan di

(13)

13

penelusuran online pada website Science Direct17 serta perpustakaan IPB, belum

ada penelitian mengenai ekowisata dalam konteks pengaruh dan kontribusinya terhadap konflik sumberdaya alam. Selain itu, penelitian dengan dengan menggabungkan konsep Institutionalist Tenure Security dan ekowisata juga baru dilakukan oleh penelitian ini.

Ketiga, proses penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Metode kualitatif dipilih sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu memahami fenomena sosial.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, para pihak yang terlibat di lokasi studi, dan masyarakat pada umumnya. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dari penelitian ini diantaranya merupakan pengembangan studi-studi mengenai penyelesaia konflik, pengembangan ekowisata, dan pengembangan institusi pengelolaan sumberdaya alam yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran secara ilmiah untuk mengembangkan ekowisata tidak saja sebagai produk tapi juga sebagai media untuk menyelesaikan konflik dalam pengelolaan sumberdaya alam. Kontribusi lain yang diharapkan ialah hasil penelitian yang dapat dimanfaatkan sebagai masukan oleh pengambil kebijakan dan masyarakat di lokasi studi.

Gambar

Gambar 1 Latar belakang
Gambar 2   Kerangka pemikiran
Gambar 3  Perumusan masalah

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pekerjaanrumah (PR) terhadap prestasi belajar bahasa Inggris siswakelas VII MTS Darul Istiqamah Makassar

Penerapan teknologi yang bersifat intern merupakan penerapan teknologi untuk menunjang kinerja pegawai kejaksaan RI baik itu Jaksa maupun pegawai tata usaha dalam

Hails pengukuran yang dilakukan dalam ruangan percetakan UT diperoleh bahwa diperoleh beberapa titik pengukuran kelembaban udara masih berada diatas nilai

atas PT Bunga dan PT Mawar dicatat dan diakui sesuai dengan nilai bukunya, maka dengan menggunakan metode ini sama sekali tidak menimbulkan adanya pengakuan “aktiva

[r]

nasi yang dibentuk seperti gunungan atau setengahlingkaran yang ditaruh di atas tampah yang dilengkapi dengan lauk pauk, digunakan untuk kenduri. s|gO gOlOG nasi

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode pendampingan secara komprehensif kepada siswa SMP Muhammadiyah Pujotomo melalui sosialisasi aplikasi desain grafis, penggunaan

Penggunaan teori tujuan hukum sebagaimana dimaksud di atas untuk mencapai keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan yang pada prinsipnya untuk menjadikan manfaat terbesar