• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Proses adaptasi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Untuk dapat bertahan hidup di dalam lingkungannya manusia harus mampu beradaptasi. Proses adaptasi satu dengan yang lain pun beragam. Tergantung dengan pengetahuan, keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya.

Pada tahun 1970, Desa Sriharjo merupakan salah satu desa miskin di Indonesia. Berdasarkan buku Penduduk dan Kemiskinan: Kasus Sriharjo di Pedesaan Jawa dijelaskan bahwa Sriharjo dikategorikan sebagai desa miskin dikarenakan rasio yang tinggi antara manusia dan tanah atau dengan kata lain terbatasnya lahan pertanian dan tidak terdapatnya sumber-sumber alami selain dari tanah (Singarimbun, 1976:42). Selain itu mayoritas penduduk Sriharjo bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani yang sangat bergantung dengan ada tidaknya lahan pertanian. Akibatnya muncul banyak pengangguran dan upah tenaga kerja yang rendah karena semua orang berlomba mencari penghasilan di satu bidang.

Rata-rata tanah pertanian yang dimiliki masyarakat Sriharjo hanya seluas 0,22 hektar per keluarga (Singarimbun, 1976:43). Para petani hanya bekerja selama 115 hari selama musim hujan. Hasil produksi dari lahan yang sempit relatif sedikit ditambah dengan jumlah pekerja yang bertambah akan berakibat pada pembagian untuk masing-masing berkurang. Apa yang terjadi di sektor

(2)

pertanian semacam itu bukanlah peningkatan kesejahteraan atau kemakmuran melainkan sebaliknya suatu kemerosotan kehidupan sosial-ekonomi. Proses ini oleh Geertz dinamakan shared poverty yaitu pembagian kemelaratan antara petani-petani yang semakin banyak jumlahnya untuk lahan pertanian yang relatif tetap luasnya (Geertz, 1976: xxvi).

Menurut Koentjaraningrat, semakin sempitnya kepemilikan lahan di pedesaan disebabkan oleh dua proses yang bertentangan, yaitu; Pertama, proses fragmentasi tanah baik karena pewarisan maupun karena pembagian dengan petani-petani lain. Akibatnya lahan pertanian terpecah-pecah dan semakin sempit. Kedua, terkonsentrasinya sebagian besar tanah pada kelompok kecil orang kaya di desa melalui pembelian (Koentjaraningrat, 1982:112). Sempitnya lahan yang tidak berimbang dengan jumlah penduduk inilah yang menyebabkan masyarakat agraris mencari sumber pendapatan lain di luar pertanian. Cara seperti ini sudah dilakukan masyarakat pedesaan sejak lama untuk mengiringi kegiatan di bidang pertanian.

Menurut Rahardjo (1984:55), perubahan mata pencaharian dari basis pertanian menuju industri telah menjadi pilihan solusi dalam sejarah perekonomian negara-negara yang sedang melakukan pembangunan. Dengan perubahan mata pencaharian tersebut, transformasi sosial menuju masyarakat industri tak dapat dielakkan. Perubahan struktur dari pertanian menuju industri memiliki tiga wajah. Pertama, sumbangan sektor pertanian relatif akan merosot sedangkan sektor lain semakin besar peranannya dalam produksi nasional. Kedua, mereka yang bekerja disektor pertanian secara absolut jumlahnya bisa saja

(3)

meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, namun persentasinya dalam jumlah lapangan kerja secara keseluruhan akan semakin kecil. Sebaliknya persentasi yang bekerja di sektor-sektor non-pertanian akan semakin meningkat. Ketiga, sifat produksi di semua bidang akan juga berubah sifatnya yaitu lebih bersifat industrial.

Hal ini juga terjadi di Desa Sriharjo. Tumbuhnya industri rumah tangga di Sriharjo telah memberikan dampak pada sektor ekonomi dan sosial seperti terbukanya lapangan kerja, meningkatnya kesejahteraan keluarga, dan keinginan untuk membangun desa. Kehidupan masyarakat subsisten berbasis pertanian telah berganti menjadi masyarakat industri dengan sistem ekonomi pasar dimana produksi barang-barang dan alokasi sumber daya ditentukan oleh keputusan-keputusan yang ditentukan oleh penerima ekonomi (Nugroho, 2001: 2). Perubahan mata pencaharian ini menunjukkan bahwa pada dasarnya manusia selalu melakukan adaptasi terhadap lingkungannya demi bertahan hidup.

Menjamurnya industri rumah tangga1 rempeyek juga dimanfaatkan oleh pedagang untuk menawarkan dagangannya berupa bahan baku industri dengan sistem pembayaran secara kredit tanpa ada aturan tertulis. Selain memberi kredit, pedagang juga memberikan pelayanan seperti bagi pemilik industri yang bersedia membeli, pedagang dengan senang hati akan mengantar barang belanjaan hingga ke tempat produksi. Bahkan, pemilik industri tidak perlu repot-repot datang ke toko, cukup dengan menelpon atau mengirim pesan sms maka pedagang siap mengantar pesanan.

1

(4)

Strategi pemasaran barang dengan cara kredit ini menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat banyaknya kredit dari berbagai lembaga keuangan yang hanya memfokuskan kredit pada kredit uang. Sekilas, kredit barang terlihat sepele namun pada kenyataanya cara ini merupakan cara yang efektif karena memberi dampak yang positif bagi kedua belah pihak. Bukan bermaksud mengesampingkan kredit berupa uang tetapi apa yang dilakukan oleh pedagang yaitu memberikan kredit barang merupakan langkah yang efektif dan tepat guna bagi keberlangsungan pengusaha rempeyek.

B. Permasalahan

Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan utama yang ada dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang di sekitar industri rumah tangga remepeyek?

2. Sistem kredit seperti apa yang terjadi?

3. Apa pertimbangan kedua belah pihak untuk menjadi kreditur dan debitur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji kredit barang sebagai strategi pemasaran yang dilakukan pedagang di sekitar industri rumah tangga rempeyek di Desa Sriharjo yang dapat menjaga keberlangsungan usaha kedua belah pihak. Selain itu skripsi ini juga ingin mengetahui sistem kredit seperti apa saja yang terjadi diantara keduanya. Terakhir, ingin mengetahui pertimbangan-pertimbangan pedagang dalam memberikan kredit barang.

(5)

D. Kerangka Pemikiran

Manusia sebagai makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Di sini diperlukan strategi beradaptasi untuk dapat bertahan di tengah kondisi yang terjepit. Bagi orang yang membutuhkan modal, berhutang adalah salah satu solusi dalam menghadapi masalah ekonominya. Namun, bagi pedagang sebaliknya. Mereka berusaha keras supaya dapat menjual dagangannya untuk dapat bertahan hidup sekalipun harus dengan memberikan kredit kepada pembelinya.

Menurut Ahimsa-Putra (1980:6-7) strategi beradaptasi adalah pola-pola yang dibentuk oleh berbagai usaha atau kegiatan yang direncanakan oleh manusia untuk dapat memenuhi syarat minimal yang dibutuhkan dan untuk memecahkan masalah-masalah yang langsung mereka hadapi di situ. Pendapat ini dirujuk dari J.W. Bennett yang berpendapat bahwa strategi adaptasi adalah pola-pola yang dibentuk oleh berbagai penyesuaian yang direncanakan oleh manusia untuk mendapatkan dan menggunakan sumber daya alam dan untuk memecahkan masalah yang langsung mereka hadapi. Ahimsa-Putra mengganti kata penyesuaian dengan usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk menajamkan definisi yang ada supaya mudah dipahami.

Menurut Malinowski (Garbarino, 1977: 56), manusia minimal membutuhkan tiga syarat agar dapat bertahan hidup, yaitu syarat biologi, syarat kejiwaan, dan syarat sosial. Ketiga macam syarat tersebut dapat dipenuhi melalui

(6)

berbagai kegiatan seperti yang tercakup dalam sistem ekonomi. Sistem ekonomi secara sederhana dapat diartikan sebagai berbagai pengetahuan untuk memproduksi, mendistribusikan, dan mengkonsumsi dalam rangka untuk bertahan hidup.

Pengetahuan dalam rangka beradaptasi bisa diperoleh dari berbagai pengalaman serta berbagai kontak dengan individu-individu di sekitarnya atau merupakan hubungan langsung dengan lingkungan itu sendiri. Pengetahuan yang didapat bisa berupa berbagai macam informasi mengenai berbagai hal salah satunya mengenai strategi-strategi untuk memanfaatkan lingkungan demi untuk bertahan hidup. Dengan demikian alat terpenting dalam setiap strategi adalah pengetahuan mengenai lingkungan serta cara-cara untuk menghadapi dan memanfaatkan. Keseluruhan proses ini oleh Ahimsa-Putra disebut sistem budaya (Ahimsa-Putra, 1980:4).

Menurut Koentjaraningrat (1980: 203-204), sistem budaya mempunyai tujuh unsur, yaitu 1) Bahasa, 2) Sistem pengetahuan, 3) Organisasi sosial, 4) Sistem peralatan hidup dan teknologi, 5) Sistem mata pencaharian hidup, 6) Sistem religi, dan 7) Kesenian. Dari ketujuh unsur ini satu sama lain saling berkaitan. Dalam penelitian ini hanya 3 unsur yang akan digunakan yaitu sistem pengetahuan, sistem peralatan dan teknologi, serta sistem mata pencaharian hidup. Ketiga unsur ini digunakan untuk menggambarkan bagaimana startegi pemasaran yang digunakan oleh pedagang.

Berbicara mengenai peran pedagang sebagai kreditur tak bisa lepas dari lembaga keuangan informal. Nugroho (2001:5) mengungkapkan bahwa sektor

(7)

finansial informal telah diangkat ke dalam berbagai wacana ilmiah pembangunan. Ia biasanya ada di bawah nama seperti pasar yang tidak terorganisir atau teregulasi, lembaga finansial informal, dan pasar kredit informal. Karena komposisinya yang heterogen maka tidak mudah untuk membuat definisi yang tegas tentang keberadaan lembaga finansial informal dalam masyarakat. Lembaga finansial informal menurutnya terdiri dari “makelaran” seperti rentenir yang profesional, rumah gadai, pedagang-pedagang besar yang memberikan kredit, pedagang-pedagang kecil, dan tuan tanah. Aktivitas pasar kredit informal juga dapat meliputi pinjam meminjam uang sesama teman, tetangga dan kerabat.

Saat ini lembaga-lembaga finansial informal berkembang dengan pesat sejalan dengan proses pembangunan ekonomi masyarakat atau bahkan tidak tertutup kemungkinan lembaga-lembaga seperti ini dimanfaatkan sebagai sarana untuk keberlangsungan kehidupan (survival strategy) dalam situasi krisis. Keberadaan lembaga finansial informal bukan suatu kendala bagi perkembangan masyarakat, tetapi kadang-kadang ia dapat digunakan sebagai “ jembatan keledai” menuju perkembangan masyarakat lebih lanjut2.

Masih menurut Nugroho (2001: 15-16) realitas itu terjadi karena dua argumen. Pertama, lembaga-lembaga finansial informal lebih atraktif dalam mencari nasabah dibandingkan dengan lembaga-lembaga finansial formal. Hubungan yang terjadi antara lembaga-lembaga finansial informal terhadap para pemilik industri sebagai penerima hutang adalah hubungan personal. Kedua, sistem yang digunakan lembaga finansial informal adalah “sistem kepercayaan”.

2

Lihat Heru Nugroho, Uang, Rentenir, dan Hutang-Piutang di Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

(8)

Masyarakat tidak menyukai sistem legal dengan prosedur yang rumit. Sistem kepercayaan dan prosedur yang mudah merupakan bagian dari budaya transaksi uang dalam masyarakat pedesaan.

Terjadinya kesejajaran posisi dalam pertukaran tersebut akan membuat hubungan di antara mereka semakin kuat. Menurut Sairin (2002:43-44) adanya hubungan timbal balik yang simetris antar individu atau kelompok membuat hubungan di antara mereka berlangsung terus menerus. Lebih lanjut Sairin menjelaskan bahwa tanpa adanya hubungan simetris antar kelompok maka resiprositas cenderung tidak akan berlangsung. Resiprositas sebanding terjadi karena dalam pertukaran, masing-masing pihak tidak ingin memberi nilai lebih dibandingkan dengan yang akan diterima. Para pelaku tersebut bukan merupakan satu unit sosial atau satuan unit sosial tetapi sebagai unit sosial yang otonom sehingga tidak terikat oleh solidaritas sosial yang kuat.

E. Metodologi Penelitian E.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Pelemadu, Desa Sriharjo yang merupakan sentra industri rempeyek. Dalam penelitian ini, saya memfokuskan Pedukuhan Pelemadu yang terbagi menjadi 4 dusun yaitu Nggaten, Pelemadu, Kujon, dan Sabrangan sebagai lokasi penelitian.

E.2. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang bersifat deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data primer

(9)

dilakukan melalui pengamatan terlibat (participant observation) dan wawancara mendalam (depth interview). Sedangkan pengumpulan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, website, serta arsip desa seperti monografi, dan profil desa.

Wawancara mendalam (depth interview) lebih diarahkan pada penelusuran masalah yang dikaji secara lengkap dengan informan. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara agar informasi yang dicari tidak menyimpang dari pokok masalah. Metode wawancara mencangkup cara yang digunakan ketika seseorang ingin mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka (Koentjaraningrat , 1986: 129).

Selain menggunakan teknik wawancara mendalam, dalam penelitian ini juga dilakukan observasi partisipasi (participatory observation) atau pengamatan terlibat. Melalui observasi, banyak sekali kenyataan yang dipelajari untuk melengkapi data yang akan diperoleh (Koentjoroningrat, 1986:110). Observasi di sini dilakukan untuk mengetahui bagaimana praktik hutang di kalangan pemilik industri rumah tangga berlangsung.

Terakhir adalah studi pustaka. Data-data kepustakaan diperoleh melalui membaca buku, data monografi desa, profil desa, dan website. Studi kepustakaan ini bertujuan untuk mendapatkan data mengenai profil desa,

(10)

demografi dan juga teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian sehingga pokok-pokok permasalahan dapat terjawab. Dengan demikian, data lapangan yang diperoleh menjadi lebih akurat dengan hadirnya studi kepustakaan ini.

E.3. Pemilihan Informan

Dalam penelitian ini terdapat dua macam informan yang keduanya berkecimpung dalam industri rumah tangga. Pertama adalah pedagang yang berperan memberi pinjaman atau memberi hutang. Dari kedua informan utama tersebut, pedagang lebih banyak memberikan informasi tentang bagaimana praktik hutang di kalangan pemilik industri berlangsung. Kedua adalah pemilik industri rumah tangga sebagai penerima hutang.

Maka dari itu, dua tipe informan yang telah dipilih diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada untuk melihat bagaimana praktik hutang dan pola relasi di kalangan pemilik industri di Desa Sriharjo, khususnya Pedukuhan Pelemadu.

Selain informan di atas, saya juga mewawancarai tokoh-tokoh yang bersangkutan seperti pegawai kelurahan, Kepala Dusun (dukuh), dan ketua-ketua perkumpulan industri yang ada di Dusun Pelemadu. Wawancara dari tokoh-tokoh tersebut diharapkan dapat memberi informasi mengenai awal mula munculnya industri rumah tangga di Dusun Pelemadu dan perkembangannya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Uji Mann- Whitney antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan antara kelompok eksperimen

Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian.. Institut

Kendala Pada Tata Kelola Program PUMP Meskipun klasifikasi keragaan pada dimensi tata kelola sangat baik, namun tidak semua anggota kelompok penerima manfaat program

(3) Dalam menjalankan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ketua dibantu pengelola keuangan Sekolah Tinggi wajib menatausahakan dan mempertanggungjawabkan

Dalam pesta adat perkawinan yang dilakukan masyarakat Nias di Kota Medan, tari Maena yang disajikan pada saat pesta pernikahan menggunakan Keyboard sebagai alat

memberikan pemahaman kepadakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dengan apa yang di berikan oleh guru, sebelum mereka saling memberi siswa harus menghafal terlebih dahulu

Melalui wadah FKUB inilah lapisan elit umat beragama berinteraksi.Komunikasi antartokoh agama yang terjalin dengan baik dan intens sangat bepengaruh pada kerukunan

Baik jalan Mataram (jalan MT Haryono) atau jalan Pekojan adalah sebuah kawasan yang awalnya dibuat sebagai kawasan rumah toko yang cukup lama di kota Semarang.