• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Sifat Fisik Awal

Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm-3, pori air tersedia < 20%, pori drainase cepat < 20%, pori drainase lambat < 20%, pori drainase total > 20%, kelas permeabilitas sangat cepat (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 1), stabilitas agregat termasuk tidak stabil (Tabel 3 dan Tabel Lampiran 1).

Tabel 3. Nilai awal sifat fisik tanah Latosol Darmaga

Sifat-sifat tanah Nilai Kelas

Bobot Isi (g cm-3) 0,86

-Permeabilitas (cm jam-1) 29,74 sangat cepat

Stabilitas Agregat 39,58 tidak stabil

Diameter Massa Rataan (DMR)

4,76 mm (gram) 11,08

-Diameter Massa Rataan (DMR)

2,83 mm (gram) 82,06

-Diameter Massa Rataan (DMR)

2,00 mm (gram) 41,60

-Pori Drainase Cepat (% volume) 12,61

-Pori Drainase Lambat (% volume) 4,98

-Pori Air Tersedia (% volume) 1,82

-Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa nilai stabilitas agregat tanah Latosol Darmaga termasuk mudah tererosi. Hal ini berkaitan dengan erodobilitas atanah, yaitu kemampuan tanah untuk tererosi. Semakin stabil stabilitas agregat tanah maka erodibilitas tanah semakin kecil, maka semakin sulit tanah bisa tererosi, begitu pula jika semakin tidak stabil tanah akan semakin besar nilai erodibilitas tanah, dan tanah akan semakin mudah tererosi (Arsyad, 2000). Jika dibandingkan dengan data yang diperoleh oleh Soedarmo (1995) yaitu bobot isinya rata-rata sekitar 0,95 g cm-3, nilai ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian penulis, pori air tersedia (9,66-14,03 %), jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian, permeabilitas agak lambat sampai sedang

(2)

(1,25-3,59 cm jam-1), pori drainase cepat berkisar antara 10,71-16,32 %, dan pori drainase lambat berkisar antara 2,60-3,90 %.

4.2. Perbandingan Antara Sifat-sifat Fisik Sebelum dan Setelah Perlakuan

4.2.1. Bobot Isi

Bobot isi setelah pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya menunjukkan peningkatan dibandingkan sebelum pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya (Tabel 4). Namun peningkatan bobot isi tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 8).

Tabel 4. Nilai bobot isi sebelum dan sesudah perlakuan

Perlakuan Sebelum Sesudah

A (Kontrol) 0,97

B (pupuk kandang) 0,97

C (zeolit) 0,93

D (pupuk kandang+zeolit) 1,00

E (pupuk kandang+skim lateks) 0,94

F (zeolit+skim lateks) 0,97

G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks)

0,86

0,99 Pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya belum secara nyata dapat menstimulasi pembentukan agregat pada lahan percobaan. Hal ini karena adanya pengolahan tanah sebelum penanaman dan diikuti oleh pemadatan akibat tumbukan butir hujan terhadap tanah yang menyebabkan tanah terdispersi yang bisa menutup pori-pori tanah dan tanah pun menjadi lebih padat, sehingga mengakibatkan bobot isi setelah perlakuan lebih besar dibandingkan sebelum perlakuan.

Berdasarkan data pada Tabel 4 tersebut terlihat bahwa pengolahan tanah tidak selalu diperlukan pada awal tanam. Tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa pengolahan tanahpada tanah-tanah yang telah memiliki sifat-sifat fisik baik tidak diperlukan, dalam hal ini pengolahan tanah cukup dilakukan secara minimum (minimum tillage), dimana hanya dilakukan pada barisan tanaman.

4.2.2. Indeks Stabilitas Agregat Tanah

Nilai stabilitas agregat sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel

(3)

Lampiran 8. Jika dilihat dari Tabel 5, stabilitas agregat tanah Latosol Darmaga sebelum diberi perlakuan termasuk ke dalam kelas tidak stabil, tetapi setelah diberi perlakuan termasuk ke dalam kelas tidak stabil sampai agak stabil.

Pemberian pupuk kandang (B), zeolit (C), pupuk kandang+skim lateks (E), dan zeolit+skim lateks (F) serta kontrol menunjukkan kecenderungan menurunkan stabilitas agregat dibanding kondisi awal. Penurunan stabilitas agregat tertinggi terjadi pada tanah yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan dan pengadukan tanah telah menghancurkan agregat dan belum terbentuk agregat yang lebih kuat dibanding kondisi awal.

Tabel 5. Nilai stabilitas agregat sebelum dan sesudah perlakuan

Perlakuan Sebelum Sesudah

A (Kontrol) 35,42

B (pupuk kandang) 37,50

C (zeolit) 37,50

D (pupuk kandang+zeolit) 45,83

E (pupuk kandang+skim lateks) 27,08

F (zeolit+skim lateks) 37,50

G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks)

39,58

58,33

Perlakuan D (pupuk kandang+zeolit) dan G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks) cenderung meningkatkan indeks stabilitas agregat (Tabel 5). Peningkatan nilai stabilitas agregat disebabkan adanya sifat pupuk kandang yang dapat membantu agregasi tanah, dan mengurangi kepekaan tanah terhadap pengikisan tanah oleh air, dan dapat berfungsi sebagai pengikat butir-butir tanah. Produk dekomposisi bahan organik merupakan agen penting untuk mengikat bersama partikel-partikel tanah dalam suatu agregat tanah (Atmojo, 2003). Sifat fisik zeolit yang berongga menyebabkan penambahan zeolit pada tanah yang bertekstur liat dapat memperbaiki struktur tanah (Suwardi dan Astiana, 1999). Sifat lateks yang lengket dapat dipercaya bisa menjadi perekat agregat-agregat tanah sehingga stabilitas agregat tanah menjadi stabil.

4.2.3. Diameter Massa Rataan Pengayakan Kering

Nilai diameter massa rataan pengayakan kering sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2, 4, dan Tabel Lampiran 8. Dilihat dari nilai-nilai yang

(4)

diperoleh, jumlah tanah (gram) yang diperoleh diameter massa rataan 4,76 mm mengalami kenaikan, sedangkan pada diameter massa rataan 2,83 mm mengalami penurunan. Ini berarti cenderung terjadi pembentukan agregat tanah ke ukuran yang lebih besar.

Tabel 6. Nilai bobot diameter pengayakan sebelum dan sesudah perlakuan

Sebelum Sesudah Perlakuan 4,76 mm 2,83 mm 2,00 mm 4,76 mm 2,83 mm 2,00 mm A(Kontrol) 229,06 32,18 34,46 B(pupuk kandang) 232,33 23,65 34,70 C(zeolit) 218,42 28,07 36,33 D(pupuk kandang+zeolit) 227,09 26,69 35,95 E(pupukkandang+skim lateks) 226,24 28,36 39,27 F(zeolit+skim lateks) 239,93 25,39 33,97 G(pupuk kandang+zeolit+skim latek) 111,08 82,06 41,60 224,03 28,73 36,79

Pembentukan agregat tanah ke ukuran yang lebih besar ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pengaruh bahan organik. Bahan organik merupakan bahan pengikat, yang memungkinkan zarah lepas diikat menjadi agregat yang besar sehingga diperoleh kesarangan yang diperlukan tanah. Akar tumbuhan melalui jalinan perakaran dan bagian-bagian akar yang membusuk dapat membantu granulasi (Atmojo, 2003).

4.2.4. Pori Drainase Cepat

Nilai pori drainase cepat sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel Lampiran 8. Nilai pori drainase cepat sebelum perlakuan 12,61 %, dan nilai sesudah perlakuan berkisar antara 9,68 sampai 15,94 % (Tabel 7).

Perlakuan pemberian zeolit (C), pupuk kandang+zeolit (D), pupuk kandang+skim lateks (E), dan pupuk kandang+zeolit+skim lateks (G) cenderung menurunkan nilai pori drainase cepat (Tabel 7). Penurunan nilai pori drainase cepat tersebut dikarenakan belum terbentuknya agregat yang menciptakan pori drainase cepat, sedangkan perlakuan pemberian pupuk kandang (B) dan pemberian zeolit+skim lateks (F) cenderung menaikkan nilai pori drainase cepat (Tabel 7). Kenaikan nilai pori drainase cepat pada pemberian pupuk kandang (B)

(5)

dan zeolit+skim lateks (F) diduga telah dapat menciptakan agregat tanah yang dapat menciptakan pori drainse cepat. Dari Tabel 6 terlihat bahwa agregat yang besar (DMR 4,76 mm) telah dapat tercipta pada perlakuan pemberian pupuk kandang (B) dan zeolit+skim lateks (F) dibandingkan dengan perlakuan yang lain.

Tabel 7. Nilai pori drainase cepat sebelum dan sesudah perlakuan

Perlakuan Sebelum Sesudah

A (Kontrol) 9,74

B (pupuk kandang) 15,94

C (zeolit) 12,58

D (pupuk kandang+zeolit) 9,68

E (pupuk kandang+skim lateks) 11,79

F (zeolit+skim lateks) 13,44

G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks)

12,61

12,59

4.2.5. Pori Drainase Lambat

Nilai pori drainase lambat sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel Lampiran 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai pori drainase lambat sebelum perlakuan 4,98 %, dan sesudah perlakuan berkisar antara 5,33 sampai 8,28 %.

Tabel 8. Nilai pori drainase lambat sebelum dan sesudah perlakuan

Perlakuan Sebelum Sesudah

A (Kontrol) 8,28

B (pupuk kandang) 5,97

C (zeolit) 5,71

D (pupuk kandang+zeolit) 5,93

E (pupuk kandang+skim lateks) 5,49

F (zeolit+skim lateks) 5,33

G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks)

4,98

5,54

Pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya yang diberikan cenderung menaikkan jumlah nilai pori drainase lambat (Tabel 8). Peningkatan nilai pori drainase lambat dapat terjadi akibat terbentuknya agregat-agregat tanah yang dapat menciptakan pori drainase lambat. Dari Tabel 6 terlihat bahwa agregat yang besar (DMR 4,76 mm) telah dapat tercipta pada perlakuan pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya.

(6)

Bertambahnya pori drainase lambat (Tabel 8) dan berkurangnya pori drainase cepat (Tabel 7) menunjukkan bahwa pengolahan tanah telah dapat menghancurkan agregat sehingga proporsi pori makro berkurang dan pori mikro bertambah.

4.2.6. Pori Air Tersedia

Air tersedia merupakan selisih antara kandungan air tanah kapasitas lapang (setara dengan kandungan air tanah pada hisapan matriks pF 2,54) dengan kandungan air tanah pada kondisi titik layu permanen (setara dengan kandungan air tanah pada hisapan matriks pF 4,20), dan dinyatakan dalam persen isi. Nilai air tersedia dapat digunakan untuk penetapan kebutuhan air irigasi. Kelembaban tanah berhubungan dengan luas permukaan partikel tanah dan volume ruang pori, sehingga kelembaban tanah berhubungan dengan tekstur dan struktur tanah. Secara umum tekstur, struktur dan kadar bahan organik tanah mempengaruhi jumlah air tersedia

Makin banyak pori air tersedia maka akan semakin banyak air yang tersedia bagi tanaman. Tanah yang bagus jika pori kapiler sama dengan pori non- kapiler , karena tanah tersebut akan mempunyai aerasi, permeabilitas dan air tersedia yang optimal untuk pertumbuhan tanaman.

Tabel 9. Nilai pori air tersedia sebelum dan sesudah perlakuan

Perlakuan Sebelum Sesudah

A (Kontrol) 12,91

B (pupuk kandang) 15,34

C (zeolit) 15,12

D (pupuk kandang+zeolit) 14,14

E (pupuk kandang+skim lateks) 11,77

F (zeolit+skim lateks) 11,62

G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks)

1,82

15,16

Nilai pori air tersedia sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1, 3, dan Tabel Lampiran 8. Tabel 9 menunjukkan jumlah pori air tersedia naik setelah diberi perlakuan. Kenaikan pori air tersedia menunjukkan bahwa adanya pengaruh perlakuan dalam proses agregasi tanah yang dimulai dengan pembentukan agregat-agregat kecil dengan ruang pori air tersedia di dalam dan di antara agregat

(7)

yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Curtis dan Claassen (2005) yaitu pemberian bahan organik dapat meningkatkan kadar air tersedia bagi tanaman.

Seperti halnya pori drainase lambat (Tabel 8), pori air tersedia mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembentukan agregat tanah oleh pembenah tanah, agregat mikro terbentuk terlebih dahulu sehingga menciptakan pori-pori di dalam dan di antara agregat tanah. Oleh karena itu, dibandingkan dengan kondisi awal, pembentukan pori air tersedia lebih besar daripada pori drainase lambat dan pori drainase lambat lebih besar daripada pori drainase cepat.

4.2.7. Permeabilitas

Permeabilitas tanah antara sebelum dan setelah pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya tidak berbeda nyata secara statistik (Tabel 10 dan Tabel Lampiran 8). Tidak berbedanya sebelum dan sesudah perlakuan tersebut disebabkan oleh variabilitas faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah seperti distribusi pori dan kepadatan tanah. Seperti telah disebutkan di depan bahwa bobot isi tanah dan distribusi pori juga tidak menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian soil conditioner.

Tabel 10. Nilai permeabilitas sebelum dan sesudah perlakuan

Perlakuan Sebelum Sesudah

A (Kontrol) 10,66

B (pupuk kandang) 15,64

C (zeolit) 57,79

D (pupuk kandang+zeolit) 5,10

E (pupuk kandang+skim lateks) 37,01

F (zeolit+skim lateks) 37,83

G (pupuk kandang+zeolit+skim lateks)

29,74

59,04

Namun dari Tabel 10 terlihat bahwa pemberian zeolit (C), pupuk kandang+skim lateks (E), zeolit+skim lateks (F) dan pupuk kandang+zeolit+skim lateks (G) menunjukkan kecenderungan peningkatan permeabilitas tanah dibanding kondisi awal. Seperti telah disebutkan oleh Suwardi dan Astiana (1999) bahwa sifat zeolit yang porous dan skim lateks yang dapat mengikat partikel-partikel tanah menjadi agregat stabil (Fahrunsyah, 2000) sehingga dapat menciptakan rongga-rongga di antara partikel-partikel tanah. Oleh karena itu,

(8)

pemberian zeolit (C), pupuk kandang+skim lateks (E), zeolit+skim lateks (F) dan pupuk kandang+zeolit+skim lateks (G) dapat mempercepat pergerakan air.

Pemadatan tanah dan pemutusan pori berkesinambungan dapat menurunkan permeabilitas tanah, seperti terlihat pada perlakuan kontrol (Tabel 10).

4.3. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang, Zeolit, Skim Lateks dan Kombinasinya Terhadap Sifat Fisik Tanah.

Pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya terhadap bobot isi (BI), indeks stabilitas agregat (ISA), diameter massa rataan (DMR), pori drainase cepat (PDC), pori drainase lambat (PDL), pori air tersedia (PAT), dan permeabilitas disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis statistiknya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 7.

Hasil analisis statistik (Tabel Lampiran 7) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi, permeabilitas, diameter massa rataan, pori drainase lambat, dan pori air tersedia, tetapi berpengaruh nyata terhadap stabilitas agregat dan pori drainase cepat.

Tabel 11. Pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya terhadap sifat fisik tanah.

DMR Perlakuan BI SA 4,76 2,83 2,00 PDC PDL PAT Permeabilitas A (Kontrol) 0,97 35,42 229,06 32,18 34,46 9,74 8,28 12,91 10,66 B (pupuk kandang) 0,97 37,50 232,33 23,65 34,70 15,94 5,97 15,34 15,64 C (zeolit) 0,93 37,50 218,42 28,07 36,33 12,58 5,71 15,12 57,79 D(pupuk kandang+zeolit) 1,00 45,83 227,09 26,69 35,95 9,68 5,93 14,14 5,10 E(pupuk kandang+skim lateks) 0,94 27,08 226,24 28,36 39,27 11,79 5,49 11,77 37,01 F(zeolit+skim lateks) 0,97 37,50 239,93 25,39 33,97 13,44 5,33 11,62 37,83 G(pupukkandang +zeolit+skimm lateks) 0,99 58,33 224,03 28,73 36,79 12,59 5,54 15,16 59,04

Tabel 11 menunjukkan bobot isi tanah yang memperolah perlakuan pupuk kandang+zeolit (D) menghasilkan nilai bobot isi yang lebih tinggi dibandingkan

(9)

dengan perlakuan yang lain. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Hartatik dan Setyorini (2008), yang menyatakan bahwa penambahan pupuk kandang dapat menurunkan bobot isi. Adanya kenaikan nilai bobot isi tersebut dikarenakan adanya pengolahan tanah waktu awal tanam dan adanya curah hujan yang tinggi menyebabkan tanah terdispersi yang bisa menutup pori-pori tanah sehingga mengakibatkan pemadatan tanah, serta perlakuan yang diberikan belum mampu menciptakan agregat yang sarang sehingga menurunkan bobot isi secara nyata. (Arsyad, 2000).

Dari hasil analisis statistik (Tabel lampiran 7) ternyata bahwa pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya nyata terhadap indeks stabilitas agregat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap indek stabilitas agregat. Hasil uji dengan metode Duncan indeks stabilitas agregat disajikan pada Tabel 12. Petak yang mendapat perlakuan G berbeda nyata dengan perlakuan-perlakuan yang lain. Perlakuan G mempunyai indeks stabilitas agregat paling stabil yaitu 58,33 dibandingkan petak yang mendapatkan perlakuan lain (Tabel 12). Nilai tersebut termasuk dalam klasifikasi agak stabil.

Tabel 12. Uji Duncan indeks stabilitas agregat pada tanah Latosol Darmaga.

Perlakuan Rataan

Kontrol (A) 35,42a

Pupuk kandang (B) 37,50a

Zeolit (C) 37,50a

Pupuk kandang + Zeolit (D) 45,83a

Pupuk kandang + Skim lateks (E) 27,08a

Zeolit + Skim Lateks (F) 37,50a

Pupuk kandang + Zeolit + Skim lateks (G) 58,83b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama pada setiap parameter tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%.

Perlakuan G yaitu pemberian pupuk kandang, mineral zeolit, dan skim lateks secara bersamaan dapat meningkatkan kestabilan agregat tanah dikarenakan sifat pupuk kandang yang dapat membantu agregasi tanah, dan mengurangi kepekaan tanah terhadap pengikisan tanah oleh air, dan dapat berfungsi sebagai pengikat tanah. Produk dekomposisi bahan organik merupakan agen penting untuk mengikat bersama partikel-partikel tanah dalam suatu agregat tanah (Atmojo,

(10)

2003). Sifat fisik zeolit yang berongga menyebabkan penambahan zeolit pada tanah yang bertekstur liat dapat memperbaiki struktur tanah (Suwardi dan Astiana, 1999). Sifat lateks yang lengket dapat dipercaya bisa menjadi perekat agregat-agregat tanah sehingga stabilitas agregat-agregat tanah menjadi stabil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brata (1990) dalam Sudarmo (1995) dan Fahrunsyah (2000). Brata (1990) dalam Sudarmo (1995) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara stabilitas agregat dengan kandungan C organik, polisakarida, dan senyawa humik di dalam tanah. Adapun Fahrunsyah (2000) menyatakan bahwa penambahan skim lateks dapat memperbaiki sifat fisik tanah yaitu dapat meningkatkan indeks stabilitas agregat. Tabel 11 menunjukkan berat tanah pada diameter massa rataan 4,76 mm mempunyai jumlah yang paling besar, ini berarti pembentukan agregat tanah yang terjadi semakin mantap.

Tabel 13. Uji Duncan pori drainase cepat pada tanah Latosol Darmaga.

Perlakuan Rataan

Kontrol (A) 9,74a

Pupuk kandang (B) 15,94b

Zeolit (C) 12,58ab

Pupuk kandang + Zeolit (D) 9,68a

Pupuk kandang + Skim lateks (E) 11,79ab

Zeolit + Skim Lateks (F) 13,44ab

Pupuk kandang + Zeolit + Skim lateks (G) 12,59ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama pada setiap parameter tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%.

Dari hasil analisis statistik (Tabel lampiran 7) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya nyata terhadap pori drainase cepat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan pembenah tanah berpengaruh tidak sama terhadap pori drainase cepat. Hasil uji Duncan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks dan kombinasinya terhadap pori drainase cepat berbeda nyata. Perlakuan B (pupuk kandang) nyata menaikkan pori drainase cepat dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol) dan perlakuan D (pupuk kandang + zeolit). Dari hasil uji statistik yang berbeda nyata hanya perlakuan B terhadap perlakuan A dan D, sedangkan terhadap perlakuan yang lainnya nilainya tidak berbeda nyata.

(11)

Dari data Tabel 13 terlihat bahwa pemberian bahan pembenah tanah pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya memberikan pengaruh terhadap pori drainase cepat yang sangat bervariasi. Variabilitas data sifat fisik, dalam hal ini pori drainase cepat yang sangat tinggi akibat pemberian bahan pembenah tanah dapat disebabkan oleh penghancuran dan pengolahan tanah, serta pencampuran bahan pembenah terjadi kurang merata, sehingga proses agregasi dan pembentukan pori-pori diantaranya juga kurang homogen.

Nilai pori air tersedia (PAT) pada tanah Latosol Darmaga disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis statistika pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa antar perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun demikian dengan melihat nilai rata-rata perlakuan pada Tabel 11 terlihat perlakuan B (pupuk kandang) menunjukkan jumlah pori air tersedia di dalam tanah paling besar. Peningkatan nilai pori air tersedia disebabkan sudah terbentuknya agregat-agregat tanah yang dapat menciptakan pori air tersedia. Dari Tabel 11 terlihat bahwa agregat yang besar (DMR 4,76 mm) telah dapat tercipta pada perlakuan pemberian pupuk kandang dibandingkan perlakuan yang lain.

Pada penelitian ini pemberian pupuk kandang, zeolit, skim lateks, dan kombinasinya tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata terhadap permeabilitas tanah (Tabel Lampiran 7). Hal ini dikarenakan adanya variabilitas faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah seperti distribusi pori dan kepadatan tanah. Seperti telah disebutkan di depan bahwa bobot isi tanah dan distribusi pori juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

4.4. Produksi Jagung Setelah Perlakuan

Hasil analisis statistik parameter bobot tongkol basah, bobot pipilan kering dan tinggi tanaman (9 MST) dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel Lampiran 9 menunjukkan bahwa pemberian soil conditioner terhadap tanah Latosol Darmaga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada bobot tongkol basah, bobot pipilan kering dan tinggi tanaman umur 9 MST. Meskipun pada pengukuran beberapa sifat fisik tanah berbeda nyata, tetapi ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi jagung. Hasil yang di peroleh di lahan Kebun Percobaan Cikabayan adalah 5,8 ton ha-1, dimana hampir sama dengan produksi normal jagung di

(12)

provinsi Jawa Barat tahun 2008 yaitu 5,3 ton ha-1 (www.bps.go.id). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sebagian sifat fisik pada tanah Latosol Darmaga belum bisa mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung, karena pemberian soil conditioner lebih berpengaruh terhadap perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman lebih berespon terhadap pupuk dasar yang diberikan, bukan terhadap bahan pembenah tanah yang diberikan.

Gambar

Tabel 3. Nilai awal sifat fisik tanah Latosol Darmaga
Tabel 4. Nilai bobot isi sebelum dan sesudah perlakuan
Tabel 5. Nilai stabilitas agregat sebelum dan sesudah perlakuan
Tabel 6. Nilai bobot diameter pengayakan sebelum dan sesudah perlakuan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Refugia merupakan area tumbuhan gulma yang tidak mengganggu karena perannya sebagai mikrohabitat yang menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal

Puncak populasi terjadi pada fase pembungaan dan matang susu, yaitu pada umur padi 18 MST dengan jumlah populasi tiap sawah yaitu sawah padi monokultur 13,8

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui Pertunjukan dari Tari Bekanjar yang terdapat dalam budaya adatdi Desa Kindingan kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah,

Menanggapi isu diatas maka perlunya media anak-anak bermain karakter selayaknya usia anak-anak lebih suka dengan bercita-cita, maka dengan gagasan wahana rekreasi anak yang

KB/KR Yang Mandiri, dengan kegiatan Fasilitasi Pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli KB. Program dan kegiatan ini dilaksanakan dan diampu oleh Dinas Pengendalian

Dalam setiap pembahasan tentang pendidikan matematika, tidak akan terlepas dari pendidikan dalam arti luas. Pada kenyataannya, masalah pendidikan adalah salah satu

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih penting bagi laki-laki maupun perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan