• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGELOLAAN PEMETIKAN PUCUK DAUN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TANJUNGSARI, PT TAMBI, WONOSOBO JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENGELOLAAN PEMETIKAN PUCUK DAUN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN TANJUNGSARI, PT TAMBI, WONOSOBO JAWA TENGAH"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGELOLAAN PEMETIKAN PUCUK DAUN TEH

(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN

TANJUNGSARI, PT TAMBI, WONOSOBO

JAWA TENGAH

QORI LELYANA

A24070068

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

QORI LELYANA. Studi Pengelolaan Pemetikan Pucuk Daun Teh (Camellia

sinensis (L.) O. Kuntze) di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi,

Wonosobo, Jawa Tengah. (Dibimbing oleh SUPIJATNO).

Kegiatan magang dilaksanakan di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah, yang berlangsung selama empat bulan,

mulai 14 Februari-14 Juni 2011. Metode yang dilaksanakan selama kegiatan magang terbagi atas dua yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan bekerja secara aktif yaitu mengikuti kegiatan yang bersifat teknis di lapangan maupun yang bersifat manajerial, melakukan pengamatan di lapang dan berdiskusi dengan staf dan karyawan. Metode tidak langsung dilakukan dalam pengumpulan data sekunder melalui laporan manajemen (bulanan dan tahunan) dan arsip kebun.

Selama kegiatan magang, penulis bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan, pendamping mandor selama satu bulan, dan pendamping kepala blok selama dua bulan. Pelaksanaan teknis lapang yang diikuti meliputi pembibitan, penyulaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, gacok, pemeliharaan saluran air, dan pemetikan.

Pemetikan yang dilaksanakan di Unit Perkebunan Tanjungsari terdiri atas pemetikan jendangan, pemetikan produksi, dan pemetikan gendesan. Pelaksanaan pemetikan produksi di Unit Perkebunan Tanjungsari telah menggunakan gunting petik sejak tahun 1995. Pemetikan produksi dipengaruhi oleh tinggi bidang petik dan tebal daun pemeliharaan, karena kedua hal tersebut juga menentukan ketersediaan pucuk yang ada dalam suatu perdu teh. Rata-rata tinggi bidang petik di Unit Perkebunan Tanjungsari mengalami kenaikan dari tanaman tahun pangkas I hingga III, kemudian mengalami penurunan pada tanaman tahun pangkas IV, sedangkan rata-rata tebal daun pemeliharaan di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah 29 cm.

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa rata-rata diameter bidang petik setelah dipangkas di Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu 124.20 cm. Dalam

(3)

hal jumlah tumbuhnya pucuk, maka jumlah pucuk tertinggi di Unit Perkebunan Tanjungsari terjadi pada tanaman tahun pangkas I, sedangkan jumlah pucuk terendah terjadi pada tanaman tahun pangkas IV. Hal ini terjadi semakin lama umur tahun pangkas tanaman, maka pertumbuhan pucuk akan semakin lambat.

Gilir petik di Unit Perkebunan Tanjungsari selama Maret-Mei 2011 mengalami beberapa pergeseran menjadi lebih panjang dari standar yang telah ditetapkan. Pada blok yang letaknya paling tinggi, memiliki gilir petik paling panjang yaitu mencapai 8-17 hari. Hanca petik yang paling besar dimiliki oleh blok dengan gilir petik terpanjang. Hal ini disebabkan karena pengaruh jumlah tenaga pemetik, pada blok kutilang memiliki jumlah tenaga pemetik yang paling sedikit yaitu hanya 50 orang, sedangkan pada blok murai dan gelatik masing-masing jumlah tenaga pemetik yaitu 60 orang. Selain itu, luasan areal yang paling luas menyebabkan Blok Kutilang (57.79 ha) menyebabkan memiliki hanca petik terbesar dibandingkan dengan Blok Murai (53.12 ha) dan Blok Gelatik (54.19 ha). Kebutuhan tenaga pemetik di Unit Perkebunan Tanjungsari pada tahun 2011 sebesar 186 orang, sedangkan berdasarkan kondisi real di lapang terdapat 170 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah tenaga pemetik mencukupi untuk kebutuhan berdasarkan rasio. Rata-rata kapasitas petik yang mampu dicapai pada Unit Perkebunan Tanjungsari pada Februari hingga Mei 2011 hanya sebesar 33.53 kg/orang, nilai tersebut masih dibawah standar yang telah ditetapkan. Hal tersebut terjadi terutama disebabkan oleh faktor kondisi kebun yang sedang tidak sehat sehingga mempengaruhi keadaan pucuk di lapang. Nilai kapasitas petik setiap pemetik yang rendah juga dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang berlebih. Semakin banyak jumlah tenaga kerja, maka kapasitas petik setiap pemetik akan semakin sedikit.

Berdasarkan jumlah keseluruhan tenaga kerja di Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu 255 orang dengan luasan areal yang ada yaitu 165.10 ha, maka didapatkan nilai ITK Unit Perkebunan Tanjungsari sebesar 1.54 orang/ha. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ITK di Unit Perkebunan Tanjungsari telah mencapai standar yang ada, karena standar ITK untuk perkebunan teh 1.5-2 orang/ha (Iskandar,1988).

(4)

masing-masing satu unit untuk satu blok. Jumlah truk tersebut sangat cukup dalam proses pengangkutan pucuk dari kebun ke pabrik, meskipun terkadang terjadi penjejalan waring pucuk saat ditumpuk di dalam truk. Kapasitas angkut pucuk yang optimal yaitu 2 500 kg dan maksimal 3 000 kg dan untuk waring angkut memiliki kapasitas 25-30 kg. Berdasarkan hasil analisis petik yang dilakukan oleh penulis selama Maret hingga Mei 2011, didapatkan rata-rata persentase untuk pucuk halus 7.03%, pucuk medium 45.75%, pucuk kasar 30.28% dan pucuk rusak 16.94%. Pada Unit Perkebunan Tanjungsari, persentase pucuk halus relatif tinggi, karena toleransi terambilnya pucuk halus dalam petikan maksimal 5%, jika lebih dari 5%, maka tenaga pemetik yang ada dinilai kurang terampil.

Analisis pucuk yang telah dilakukan oleh penulis, menunjukkan bahwa rata-rata pucuk yang memenuhi syarat olah (MS) adalah 45.49% dan yang tidak memenuhi syarat olah (TMS) adalah 54.01%. Nilai tersebut belum memenuhi standar perusahaan yaitu minimal analisis pucuk 55% MS. Hal tersebut terjadi karena banyaknya pucuk yang rusak akibat penggunaan gunting petik, gilir petik yang terlalu panjang, serta adanya serangan hama dan penyakit.

(5)

Abstract

The intership was conducted from February 14th until June 14 th at Tanjungsari Plantation, PT Tambi, Wonosobo, Central Java. The purpose of the intership is to find out and analyze about plucking management bud of tea. During the intership activities, there was several work, i.e., conduct field work and assist the foreman each for a month, and assist the block leader for two month. The plucking management bud of tea leaf is an important effort to increase bud production and the quality of tea. The primary data were founded by direct methode, it includes the following activities in this plantation, observation in the field, and discuss with the employees and staffs in the office or in the field. The secondary data were founded by indirect methode, include by monthly or yearly management report. The result of the intership, plucking management bud of tea in Tanjungsari Plantation, PT Tambi, Wonosobo, Central Java was good enough, it was characterized by several indicator, such as the leaf thickness of preservation and pluck section surface, even tough the plantation was not in a good condition. The increased in supervision for all activities in the field is really important, especially on plucking management bud of tea, because it will determine the production and productivity of wet or dry bud of tea.

Keyword: bud of tea, plucking management sprout of tea leaf, bud production, and quality of tea

(6)

STUDI PENGELOLAAN PEMETIKAN PUCUK DAUN TEH

(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI UNIT PERKEBUNAN

TANJUNGSARI, PT TAMBI, WONOSOBO,

JAWA TENGAH

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Qori Lelyana

A24070068

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(7)

Judul :

STUDI PENGELOLAAN PEMETIKAN PUCUK

DAUN TEH (Camellia sinensis (L.) O. KUNTZE) DI

UNIT

PERKEBUNAN

TANJUNGSARI,

PT

TAMBI, WONOSOBO, JAWA TENGAH

Nama : Qori Lelyana

NIM : A24070068

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Ir. Supijatno, MSi NIP 19610621 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr NIP 19611101 198703 1 003

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 Juli 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Warimin dan Ibu Ramadhaniarsih. Tingkat pendidikan yang pernah dijalani yaitu pada tahun 1994-1995 di Taman Kanak-kanak Nusa Indah, lalu meneruskan di SDN 011 Pejaten Timur dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 227 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007, penulis lulus dari SMAN 38 Jakarta dan sekaligus diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti kegiatan seminar, seperti Seminar Pertanian Nasional 2009 dan beberapa kali juga mengikuti kepanitiaan, seperti MPD AGH 2009 dan Agricultural Career Seminar. Penulis juga mendapatkan Beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik (PPA) sejak tahun 2010. Penulis melaksanakan kegiatan KKP selama dua bulan di Desa Pucang Luwuk, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal pada bulan Juni hingga Agustus 2010. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan kegiatan magang di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi, Wonosobo sebagai bahan penyelesaian skripsi.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat. rahmat dan hidayah-Nya kegiatan magang ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini yang berjudul “Studi Pengelolaan Pemetikan Pucuk Daun Teh

(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah”, disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ir. Supijatno, MSi sebagai Dosen Pembimbing Skripsi dan Dr. Ir. Adiwirman, MS yang telah memberikan bimbingan, pengarahan

serta saran selama pelaksanaan dan penyusunan skripsi.

2. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama masa studi.

3. Dr. Ir. Sandra A. Azis, MS dan Ir. Sofyan Zaman, MP sebagai dosen penguji.

4. Ayah Ibu tercinta dan adikku tersayang atas segala doa, kasih sayang, dukungan dan nasihat yang sangat berarti bagi penulis.

5. Bapak Muhni sebagai Pembimbing Lapang (Kepala Subbagian Kebun) selama magang yang telah membimbing dan mengajari banyak hal selama kegiatan magang di Unit Perkebunan Tanjungsari.

6. Bapak Dwi Sujarwo selaku Pimpinan Perusahaan Unit Perkebunan Tanjungsari, Bapak Slamet Sukoyo selaku Kepala Subbagian Kantor, Bapak Fauzi selaku Sub Bagian Verifikasi serta seluruh staf Kantor Induk Unit Perkebunan Tanjungsari (Bapak Sugeng, Bapak Ngusman, Bapak Suratman, Bapak Amanat, Ibu Sri Sumarlyn).

7. Bapak Muhyani selaku Koordinator Proteksi Tanaman, Bapak Zunaedi selaku Kepala Blok Kutilang, Bapak Suradi selaku Kepala Blok Murai, Bapak Mukholik selaku Kepala Blok Gelatik, Bapak Zaman selaku

(10)

membantu dalam kegiatan di kebun.

8. Keluarga Ibu Sri Sumarlyn (Bu Liz) yang telah menerima penulis dengan baik selama kegiatan magang.

9. Ibu Watini selaku bagian Administrasi Kantor Kebun dan Bapak Tio dari pihak Agrowisata Tanjungsari.

10. Martini, Ami, Ira, Ima, Mba Novi, Anggianing, Mba Fikrin, Mba Nandya, Anton, Alfia, Amin, Romy, Esta, Mas Hao dan rekan-rekan Agronomi Hortikultura Angkatan 44 atas kebersamaannya selama ini.

11. Danisha, Intan, Dwina, Devi atas dukungannya selama ini.

12. Semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua kalangan dalam mendapatkan informasi tentang pengelolaan pemetikan teh.

Bogor, Juli 2011

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani Tanaman Teh ... 3

Macam Pemetikan ... 5

Jenis Petikan ... 6

Daur Petik ... 7

Hanca Petik ... 8

Tinggi Bidang Petik ... 8

Tebal Daun Pemeliharaan ... 9

METODE MAGANG ... 10

Tempat dan Waktu ... 10

Metode Pelaksanaan ... 10

Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 11

Analisis Data dan Informasi ... 14

KONDISI UMUM PERKEBUNAN ... 15

Sejarah Perkebunan Tambi ... 15

Letak Wilayah Administratif ... 16

Keadaan Iklim dan Tanah ... 17

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 17

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 18

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 23

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 26

Aspek Teknis... 26

Pembibitan ... 26

Pemupukan ... 28

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 31

Pengendalian Gulma ... 34

Gacok ... 36

Pemeliharaan Saluran Air ... 37

Pemangkasan ... 38

Pemetikan ... 40

Aspek Manajerial ... 53

(12)

Pendamping Kepala Blok... 55

PEMBAHASAN ... 56

Tinggi Bidang Petik ... 56

Tebal Daun Pemeliharaan ... 59

Persentase Potensi Tumbuh Pucuk ... 62

Diameter Bidang Petik ... 65

Gilir Petik ... 66

Hanca Petik ... 68

Jumlah Tenaga Petik ... 69

Kapasitas Petik ... 69

Analisis Petik dan Analisis Pucuk ... 71

Produktivitas Berdasarkan Tahun Pangkas ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

Kesimpulan ... 77

Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman 1. Rincian Luas Areal dan Tata Guna Lahan Unit Perkebunan

Tanjungsari pada Tahun 2011 ... 18

2. Luasan Areal untuk Masing-masing Jenis Tanaman Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari... ... 19

3. Produksi dan Produktivitas Pucuk Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2006-2010 ... 21

4. Produktivitas Pucuk Kering Berdasarkan Tahun Pangkas di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2010 ... 21

5. Kebutuhan Pupuk Tunggal Tahap I pada Tahun 2011 di Unit Perkebunan Tanjungsari ... 29

6. Rata-rata Tinggi Bidang Petik dan Tebal Daun Pemeliharaan Tanaman Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari Berdasarkan Tahun Pangkas ... 42

7. Perbandingan Gilir Petik antara Pengamatan dengan Standar pada Masing-masing Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Bulan Maret -Mei 2011 ... 43

8. Persentase Potensi Pucuk Perdu Tanaman Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari dengan Diameter Bidang Petik 75 cm... ... 44

9. Hanca Petik pada Masing-masing Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Bulan Maret-Mei 2011 ... 45

10. Kapasitas Petik di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Bulan Januari-Mei 2011 ... 45

11. Kapasitas Petik Berdasarkan Usia ... 46

12. Kapasitas Petik Berdasarkan Lama Kerja ... 46

13. Kapasitas Petik Berdasarkan Pendidikan ... 46

14. Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja antara Pengamatan dengan Perhitungan Berdasarkan Rasio ... 47

(14)

Halaman 15. Hasil Analisis Petik pada Beberapa Blok di Unit

Perkebunan Tanjungsari ... 51 16. Hasil Analisis Pucuk Berdasarkan Tahun Pangkas pada

Beberapa Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari ... 52

17. Perbandingan Rata-rata Hasil Tinggi Bidang Petik Tahun

Pangkas I dengan Beberapa Standar Kebun ... 57 18. Perbandingan Rata-rata Hasil Tinggi Bidang Petik Tahun

Pangkas II dengan Beberapa Standar Kebun ... 58 19. Perbandingan Rata-rata Hasil Tinggi Bidang Petik Tahun

Pangkas III dengan Beberapa Standar Kebun ... 58 20. Perbandingan Rata-rata Hasil Tinggi Bidang Petik Tahun

Pangkas IV dengan Beberapa Standar Kebun ... 58 21. Perbandingan Rata-rata Hasil Tebal Daun Pemeliharaan

dengan Beberapa Standar Kebun ... 61 22. Rata-rata Diameter Bidang Petik Berdasarkan Umur

Pangkas di Unit Perkebunan Tanjungsari ... 66

23. Realisasi Pucuk per Hari di Unit Perkebunan Tanjungsari

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola Produksi Pucuk Basah per Bulan pada Tahun 2011 di

Unit Perkebunan Tanjungsari ... 22

2. Penyungkupan Bedengan dan Kondisi Rumah Pembibitan ... 26

3. Kegiatan Pemupukan Melalui Tanah ... 30

4. Kegiatan Pemupukan Melalui Daun. ... 31

5. Serangan Hama Empoasca sp. pada Daun Teh... ... 32

6. Serangan Ulat Penggulung Pucuk dan Ulat Penggulung Daun ... 32

7. Penyakit Cacar Daun pada Tanaman Teh ... 33

8. Pengendalian Gulma secara Kimia pada Area TM ... 36

9. Kegiatan Gacok pada Areal TBM I ... 37

10. Kegiatan Pemeliharaan Saluran Air ... 38

11. Kegiatan Pemangkasan ... 39

12. Kondisi Tanaman setelah Pemangkasan ... 40

13. Pemetikan dengan Menggunakan Gunting Petik ... 41

14. Pucuk yang tidak normal “Ceker Ayam” ... 50

15. Rata-rata Tinggi Bidang Petik Berdasarkan Tahun Pangkas di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2011... 56

16. Rata-rata Tebal Daun Pemeliharaan Berdasarkan Tahun Pangkas di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2011... 61

17. Hubungan antara Tahun Pangkas dengan Potensi Tumbuh Pucuk ... 64

18. Produktivitas Tanaman Teh Berdasarkan Tahun Pangkas di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2010... 75

(16)

Nomor Halaman 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian

Lepas (KHL) di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi,

Wonosobo, Jawa Tengah ... 82 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping

Mandor di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi,

Wonosobo, Jawa Tengah ... 85 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping

Kepala Blok di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi,

Wonosobo, Jawa Tengah... 87 4. Peta Lokasi Unit Perkebunan Tanjungsari Tahun 2011 ... 90 5. Kondisi Curah Hujan di Unit Perkebunan Tanjungsari

Tahun 2001-2010 ... 91

6. Deskripsi Teh Varietas MPS 7 (Gambung 7)... ... 92 7. Rencana dan Realisasi Produksi Basah Unit Perkebunan

Tanjungsari pada Tahun 2010 ... 94

8. Realisasi Produksi Unit Perkebunan Tanjungsari pada

Bulan Januari-Mei 2011... ... 93

9. Struktur Organisasi Unit Perkebunan Tanjungsari, PT

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teh merupakan tanaman berdaun hijau yang termasuk dalam keluarga Camellia dengan nama spesies Camellia sinensis (L.) O. Kuntze dan berasal dari daerah pegunungan di Assam, China, Burma, Thailand, dan Vietnam. Dalam

spesies Camellia sinensis, dikenal beberapa varietas yaitu var sinensis, var assamica dan var cambodiensis. Dewasa ini, di Indonesia 99% pertanaman teh

dilakukan dengan menggunakan teh dengan var assamica (Setyamidjaja, 2000). Hal ini disebabkan var assamica lebih cocok ditanam di daerah tropis, serta memiliki hasil produksi yang tinggi dengan kualitas yang baik.

Teh juga merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting di Indonesia, baik untuk produksi dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa kandungan di dalam daun teh seperti tanin, katekin, kafein, minyak atsiri, serta

flavonoid. Masing-masing kandungan tersebut memiliki manfaat, yaitu kafein dan

minyak atsiri yang menimbulkan rasa nikmat dan aroma yang sedap, tanin dan

katekin mampu mencegah atau membantu penyembuhan penyakit yang ringan

hingga berat seperti influenza dan kanker, serta sebagai penambah daya tahan tubuh, flavonoid salah satu golongan polifenol yang mampu meredam radikal bebas dan antioksidan (Bambang, 1994).

Pengusahaan teh di Indonesia terdiri dari perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Estimasi luasan areal pengusahaan teh pada tahun 2011 di Indonesia secara keseluruhan yaitu 123 554 ha dengan rincian yaitu 56 529 ha (45.75%) untuk perkebunan rakyat, 38 920 ha (31.50%) untuk perkebunan besar negara, dan 28 105 ha (22.75%) untuk perkebunan besar swasta. (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).

Dalam dunia perdagangan, teh memiliki kontribusi yang penting khususnya sebagai sumber devisa non migas yang mampu menambah pemasukan kas negara. Tetapi saat ini, produksi teh di Indonesia sedang mengalami penurunan, terlihat dari data tahun 2009, produksi teh total dapat mencapai 156 901 ton dengan luasan areal 123 506 ha menghasilkan produktivitas

(18)

sebesar 1 270.4 kg/ha/tahun, sedangkan tahun 2010 produksi teh total hanya mencapai 150 342 ton dengan luasan areal 124 573 ha yang menghasilkan produktivitas sebesar 1 206.9 kg/ha/tahun. Volume ekspor teh Indonesia pada tahun 2009 sebesar 92 305 ton dengan nilai ekspor mencapai US $ 171 628 000 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).

Menurut FAO (2011), pada tahun 2008 Indonesia menduduki peringkat ketujuh sebagai produsen teh terbesar di dunia setelah China, India, Kenya, Sri Lanka, Turki, dan Vietnam. Peningkatan hasil produksi dan kualitas teh dapat dilakukan melalui suatu perencanaan kerja dari mulai penanaman hingga pemanenan yang harus dilakukan secara terpadu. Salah satu aspek penting yang mempengaruhi kualitas teh adalah pemetikan. Pemetikan merupakan pemungutan hasil pucuk tanaman teh yang memenuhi syarat-syarat pengolahan dan berfungsi pula sebagai usaha membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006).

Studi pengelolaan pemetikan perlu dilakukan atas dasar permasalahan yang terjadi di perkebunan, seperti kapasitas pemetik, jumlah tenaga pemetik, sistem transportasi pucuk dan cara penanganannya, serta dalam rangka meningkatkan keterampilan dalam teknik pemetikan. Hal ini disebabkan kapasitas pemetik di beberapa perkebunan seperti pada Unit Perkebunan Tambi dan Perkebunan Jolotigo yang masih dibawah standar. Dalam hal sistem trasportasi pucuk, terjadi kekurangan sarana pengangkutan, terlihat dengan adanya penjejalan pucuk. Melalui “Studi Pengelolaan Pemetikan Pucuk Daun Teh (Camellia

sinensis (L.) O. Kuntze) Di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi, Wonosobo,

Jawa Tengah”, diharapkan mampu mengidentifikasi dan memberikan pemecahan tentang permasalahan yang ada dan meningkatkan keterampilan dalam teknik pemetikan.

Tujuan

Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah untuk melatih keterampilan penulis melalui proses kegiatan kerja secara nyata di suatu perusahaan tertentu. Tujuan khusus magang ini adalah untuk mempelajari aspek pengelolaan pemetikan di perkebunan teh yang berguna untuk memberikan solusi terhadap masalah pengelolaan pemetikan yang terjadi.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Teh

Tanaman teh dengan nama latin Camellia sinensis, merupakan salah satu tanaman perdu berdaun hijau (evergreen shrub). Tanaman teh berasal dari daerah pegunungan di Assam, China, Burma, Thailand, dan Vietnam. Tanaman teh merupakan tanaman berbentuk pohon, tingginya mencapai belasan meter. Tanaman teh tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian antara 400 s/d 1 200 m di atas permukaan laut dengan suhu antara 13o-25oC. Semakin tinggi daerah penanaman teh, maka semakin tinggi mutu teh yang dihasilkan (Siswoputranto, 1978). Hal ini berkaitan dengan metabolisme primer dan sekunder yang terjadi, karena di dataran tinggi memiliki intensitas cahaya yang rendah, yang mengakibatkan proses metabolisme lebih cenderung ke arah metabolisme sekunder (pertumbuhan pucuk) dibandingkan metabolisme primer (fotosintesis).

Tanaman teh tumbuh baik pada kondisi tanah vulkanik muda dengan drainase yang baik dan tanah yang masam (pH 4.5-5.5). Ketinggian tanaman dapat mencapai 2.75 m untuk teh cina, sedangkan untuk teh jenis Assamica dapat mencapai 6-8 m. Tanaman teh berakar tunggang menyebar secara merata baik vertikal maupun horizontal. Selain itu, teh juga memiliki akar cabang yang tidak terlalu panjang. Tumbuhnya akar pada tanaman teh sangat dipengaruhi oleh pendeknya jarak tanaman dan tinggi pangkasan. Teh mempunyai bentuk daun yang beraneka ragam tergantung pada varietasnya. Daun teh berupa daun tunggal yang berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berwarna hijau, dan tepinya bergerigi. Daun teh bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya berkilat dan berwarna hijau kelam (Setyamidjaja, 2000).

Teh memiliki bunga yang muncul di ketiak daun, di cabang-cabang dan ujung daun, bunganya tunggal dan ada yang tersusun dari rangkaian terkecil. Bunga teh berbentuk bulat, berwarna putih dan dilapisi lilin, yang terdiri atas putik, bakal buah, petal berjumlah 4-6, dan benang sari berjumlah 100-300. Buah teh termasuk bunga sempurna yang mempunyai putik (calyx) dengan mahkota

(20)

(sepal) berjumlah 5-7. Tetapi, pada perkebunan teh jarang sekali terlihat bunga teh karena sering dipangkas.

Pemetikan Teh

Pengambilan hasil tanaman teh berupa pucuk dan daun muda yang sudah memenuhi ketentuan dan berada pada bidang petik disebut pemetikan (Suwardi, 1999). Pemetikan juga merupakan pekerjaan memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daun yang masih muda, untuk diolah menjadi produk teh kering yang merupkan komoditi perdagangan (Setyamidjaja, 2000). Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), pemetikan adalah pemungutan hasil pucuk tanaman teh yang memenuhi syarat-syarat pengolahan. Definisi lain dari pemetikan adalah kegiatan pemungutan hasil berupa pucuk yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus yang bertujuan untuk memperoleh hasil berupa tunas dan daun muda sebanyak-banyaknya sesuai dengan persyaratan dalam pengolahan teh.

Pemetikan harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengolahan yang berlaku. Ghani (2002) menyatakan bahwa strategi dasar pemetikan teh adalah menghasilkan pucuk dengan mutu standar sebanyak-banyaknya secara berkesinambungan. Mutu standar teh sangat bergantung pada jenis petikan, dengan jenis petikan yang pas atau sesuai maka akan mendapatkan mutu teh yang tinggi. Jenis petikan yang menghasilkan mutu teh yang tinggi adalah petikan halus dan medium. Tetapi, sebagian besar perkebunan teh menerapkan jenis petikan medium karena tidak hanya memperhitungkan mutu tetapi juga hasil produksi yang ingin dicapai. Pemetikan dilakukan sebagai usaha untuk membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006). Teknik pemetikan yang efektif dan efisien sangat menentukan optimum atau tidaknya produksi teh. Pemetikan yang berlebihan, kurang baik karena akan menyebabkan tanaman ada dalam kondisi tertekan. Teknik pemetikan yang efektif dilakukan sesuai atau memenuhi standar analisis pucuk yang ditetapkan, yaitu pucuk yang memenuhi syarat (MS) dan pucuk tidak memenuhi syarat (TMS). Menurut Tobroni et al (1985) dan Fernando (1977), pemetikan sangat berpengaruh dan memiliki hubungan yang sangat penting terhadap hasil produksi

(21)

5

dan mutu teh jadi. Pemetikan pucuk yang terlalu muda akan menghasilkan mutu pucuk yang baik, tetapi hasilnya sedikit (Suwardi, 1999). Sebaliknya, jika banyak memetik pucuk yang tua, hasilnya akan banyak tetapi mutu pucuk rendah.

Peningkatan kualitas teh dapat dilakukan dengan melakukan suatu teknik pemetikan yang sesuai dengan standar analisis pucuk yang telah ditetapkan oleh perkebunan. Tujuannya adalah untuk memperkirakan persentase mutu teh yang akan dihasilkan dari pucuk yang dihasilkan. Selain itu, kualitas teh tidak hanya dipengaruhi oleh mesin, peralatan yang baik, ataupun teknik pengolahannya, tetapi juga pada jenis dan cara pemetikan. Proses pemetikan berpengaruh pada kesehatan tanaman, kelestarian produksi, dan mutu jadi teh. Pemetikan banyak dilakukan oleh tenaga manusia yang sebagian besar tenaga wanita karena pemetikan teh umumnya dilakukan secara teliti.

Macam Pemetikan

Pemetikan terbagi atas tiga macam, yaitu pemetikan jendangan, pemetikan produksi, dan pemetikan gendesan (Setyamidjaja, 2000). Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata, dengan ketebalan lapisan daun pemeliharaan yang cukup agar tanaman memilki potensi produksi yang tinggi. Pemetikan jendangan ini dimulai jika 60% dari luas areal pertumbuhan telah memenuhi syarat untuk dijendang yaitu kondisi pucuk sudah melebihi 15-20 cm dari luka pangkasan. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), tinggi bidang petikan jendangan dari bidang pangkasan tergantung pada tinggi rendahnya pangkasan. Semakin tinggi bidang pangkasan, maka tinggi bidang petikan jendangan semakin kecil, hal ini akan mempermudah dalam melakukan pemetikan. Tetapi sebaliknya, semakin rendah bidang pangkasan, maka tinggi bidang petikan jendangan semakin tinggi dan hal ini juga akan memudahkan dalam melakukan pemetikan karena tinggi bidang pangkasan yang rendah. Biasanya pemetikan jendangan dilakukan 6-10 kali petikan, kemudian diteruskan dengan pemetikan produksi.

Pemetikan produksi merupakan pemetikan yang dilakukan setelah pemetikan jendangan sampai menjelang pemetikan gendesan dengan memperhatikan kesehatan tanaman. Pemetikan produksi juga dilakukan secara

(22)

teratur dan mengutamakan kerataan bidang petik, artinya apabila bidang petik sudah terbentuk rata baik dalam barisan maupun antar barisan dan pada bidang petik telah tumbuh banyak tunas muda (Suwardi, 1999). Dalam petikan produksi, pucuk yang dipanen adalah pucuk yang telah manjing (pas untuk dipetik) dan berada di atas bidang petikan, pucuk yang berada di bawah bidang petik tidak dipetik dan ketebalan daun pemeliharaan antara 20-30 cm. Tujuan dari pemetikan produksi ini adalah untuk mencapai hasil (produksi) yang sebanyak-banyaknya.

Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan segera (seminggu) menjelang pemangkasan dengan cara dipetik habis semua pucuk yang layak, tanpa memperhatikan bagian pucuk yang ditinggalkan pada perdu dan hanya dilakukan sekali. Tujuan dari pemetikan gendesan ini adalah memanfaatkan tunas-tunas dan daun-daun muda yang ada pada perdu, yang jika tidak dipetik akan terbuang dengan dilaksanakannya pemangkasan. Pemetikan gendesan dilakukan seminggu sebelum pemangkasan dimulai (Setyamidjaja, 2000).

Jenis Petikan

Pelaksanaan pemetikan produksi di suatu areal perkebunan menggunakan jenis petikan tertentu yang sesuai dengan kebijakan di perkebunan teh yang bersangkutan dan sesuai dengan jenis petikan. Definisi dari jenis petikan adalah macam pucuk yang dihasilkan dari pemetikan. Jenis petikan yang ada pemetikan produksi ada tiga, yaitu petikan halus, petikan medium serta petikan kasar. Dalam rangka menghasilkan mutu teh perlu dilakukan petikan halus, yaitu pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko (p) dengan satu daun (p+1), atau pucuk burung (b) dengan satu daun yang muda (m) dengan rumus b+1m. Petikan medium yaitu pemetikan halus dan ditambah satu daun di bawahnya atau pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan dua daun (p+2) serta pucuk burung dengan dua atau tiga muda (b+2m, b+3m).

Ada juga perusahaan yang melakukan pemetikan medium dengan pemetikan halus dan ditambah satu daun di bawahnya. Petikan kasar yaitu memetik pucuk daun (peko) dengan tiga atau lebih daun di bawahnya, termasuk batangnya. Petikan kasar sering dilakukan di beberapa perkebunan rakyat (Siswoputranto, 1978). Petikan kasar yaitu pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan tiga daun (p+3) atau lebih, dan pucuk burung dengan

(23)

7

beberapa daun tua, dengan rumus b+(1-4t). Umumnya, jenis petikan yang dikehendaki adalah jenis petikan medium.

Dalam jenis petikan yang telah diuraikan, terdapat istilah-istilah pucuk yang dipetik, yaitu pucuk peko dan pucuk burung. Pucuk peko adalah pucuk yang sedang berada pada periode tumbuh aktif yang ditandai dengan bentukan daun yang menggulung, sedangkan pucuk burung adalah pucuk yang mengalami masa dorman. Periode istirahat dan tumbuh aktif dari pucuk harus berselang-seling. Selain itu, memiliki hubungan yang erat pada pertumbuhan tanaman teh, jika kondisi tanaman sehat dan kebutuhan akan unsur hara cukup maka periode aktif akan semakin lama. Sebaliknya, pada kondisi yang tidak sehat dan kekurangan unsur hara maka periode dorman akan semakin lama. Munculnya pucuk burung dapat digunakan sebagai indikasi menurunnya kesehatan tanaman (Gustiya, 2005).

Daur Petik

Daur petik merupakan salah satu aspek pemetikan yang menentukan hasil dan mutu pucuk serta potensi kualitas hasil teh jadi (Restiandi D. dan Sudradjat, 1998). Menurut Tobroni dan Adimulya (1997), daur petikan merupakan jangka waktu antara satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalam hari. Daur petik disebut juga siklus atau gilir petik, dipengaruhi oleh umur pangkas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan tanaman. Berdasarkan ketinggian, gilir petik dibagi menjadi dua yaitu dataran tinggi dengan gilir petik 10-12 hari dan dataran rendah dengan gilir petik 9-10 hari.

Daur petik sangat dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan pucuk. Kecepatan pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, ketinggian tempat, umur pangkas, dan kesehatan tanaman. Tanaman yang berada pada dataran tinggi, pada waktu musim kemarau, umur pangkas yang tua serta keadaan tanaman yang kurang sehat maka pertumbuhan pucuk lambat sehingga gilir petiknya panjang. Selain itu, Suwardi (1999) menyatakan daur petik yang tepat akan menghasilkan mutu pucuk yang bermutu tinggi. Menurut Anggorowati (2008), gilir petik yang diterapkan di Kebun Kemuning, Karanganyar, sudah sesuai dengan standar yaitu 10-12 hari.

(24)

Hanca Petik

Hanca petik adalah luas areal yang harus selesai dipetik dalam satu hari. Hanca petik dari tiap blok berbeda-beda, hal ini bergantung pada pengaturan mandor panen pada blok tersebut. Hanca petik ditentukan berdasarkan luas areal dan gilir petik. Pengaturan dan pelaksanaannya juga bergantung pada kondisi kebun. Kebun dengan topografi bergelombang dan berlereng curam biasanya mempunyai hanca petik yang lebih sempit. Hanca petik setiap pemetik berdasarkan jenis petikan akan berbeda-beda.

Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), hanca petik memiliki hubungan yang negatif dengan gilir petik dan dengan jumlah tenaga petik. Semakin besar hanca petik, maka gilir petik semakin pendek dan begitu juga sebaliknya. Semakin banyak jumlah tenaga kerja maka hanca petik semakin kecil. Berbeda halnya dengan luas areal dan kondisi pucuk, semakin baik kondisi pucuk dan luasan areal yang luas, maka semakin besar hanca petiknya. Gustiya (2005) menyatakan bahwa pada Perkebunan Jolotigo, PTPN IX di Pekalongan rata-rata hanca petik sebesar 2.26 patok/hari, sedangkan menurut Anggorowati (2008) pada Perkebunan Rumpun Sari Kemuning di Karanganyar rata-rata hanca petikan produksi sebesar 0.75 patok/HOK.

Tinggi Bidang Petik

Tinggi bidang petik merupakan salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan kegiatan pemetikan. Kenaikan bidang petik setiap tahunnya berkisar antara 10-15 cm dan pertumbuhan tanaman teh secara alami dapat mencapai 12-15 m. Hal tersebut menimbulkan kesulitan dalam pemetikan, maka untuk memudahkan pemetikan dilakukan pemangkasan setiap empat tahun sekali (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006). Ketinggian bidang petik yang ideal untuk pemetikan adalah sekitar 110-120 cm.

Qibtiyah (2009) menjelaskan bahwa di Unit Perkebunan Tambi, semakin lama umur pangkas teh maka bidang petik akan semakin tinggi dan rata-rata tinggi bidang petik yang diperoleh masih di bawah ketentuan. Salah satu blok di Unit Perkebunan Tambi yaitu blok tanah hijau memiliki tinggi bidang petik yang telah melebihi 100 cm sehingga menyulitkan kegiatan pemetikan.

(25)

9

Tebal Daun Pemeliharaan

Tebal daun pemeliharaan merupakan suatu kondisi dimana daun-daun teh yang tertinggal pada perdu yang sengaja dipelihara untuk bahan kegiatan produksi teh dan biasanya memiliki ketebalan dari pertumbuhan daun terbawah sampai permukaan bidang petik. Tebalnya daun pemeliharaan ini sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tunas baru pada tanaman teh. Menurut Pusat Penelitian Teh dan Kina (2006), tebal daun pemeliharaan yang optimal adalah 15-20 cm, lebih tebal atau lebih tipis dari ukuran tersebut pertumbuhan tunas akan terhambat. Tebal daun pemeliharaan ini perlu dipertahankan agar tanaman tetap ada dalam kondisi pertumbuhan yang sehat.

Menurut Qibtiyah (2009), pada tiap Blok di Unit Perkebunan Tambi terdapat adanya hubungan antara umur tanaman setelah pangkas dengan tebal daun pemeliharaan. Pada Blok Pemandangan dan Tanah Hijau terlihat bahwa semakin lama (semakin tua) umur pangkas maka daun pemeliharaan akan semakin tebal. Tetapi, keadaan berbeda terlihat pada Blok Taman dan Panama, pada kedua blok ini tanaman pada umur pangkas ke-IV memiliki tebal daun pemeliharaan yang tipis jika dibandingkan dengan tanaman pada umur pangkas ke-II dan ke-III. Tipisnya daun pemeliharaan di kedua Blok tersebut, disebabkan oleh cara pemetikan yang dilakukan oleh para pemetik yang terkait dengan keterampilan pemetik yang masih rendah.

(26)

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang ini dilaksanakan di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah, yang berlangsung selama empat bulan mulai

14 Februari sampai 14 Juni 2011.

Metode Pelaksanaan

Metode yang dilaksanakan selama kegiatan magang terbagi atas dua yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan bekerja secara aktif yaitu mengikuti kegiatan yang bersifat teknis di lapangan maupun yang bersifat manajerial, serta melakukan pengamatan terhadap peubah yang telah ditentukan selama kegiatan magang. Kegiatan yang bersifat teknis di lapangan meliputi pembibitan, pengendalian gulma, pemeliharaan tanaman, pemberantasan hama dan penyakit, pemupukan, serta pemetikan. Metode tidak langsung dilakukan dalam pengumpulan data sekunder melalui laporan manajemen (bulanan maupun tahunan) dan arsip kebun.

Selama kegiatan magang, penulis bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL) selama satu bulan (Lampiran 1), pendamping mandor selama satu bulan (Lampiran 2), dan pendamping kepala blok selama dua bulan (Lampiran 3). Pada pelaksanaan sebagai karyawan harian lepas selama satu bulan pertama, penulis diberikan kesempatan untuk melaksanakan aspek teknis yaitu pembibitan, pemupukan, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, serta pemetikan. Selain itu, juga dilakukan pencatatan teknis kegiatan yang dilakukan, prestasi kerja mahasiswa, dan prestasi kerja karyawan kebun.

Pada bulan kedua, penulis diberi tanggung jawab sebagai pendamping mandor dan melaksanakan tugas yang menyangkut aspek manajerial, seperti : membagi, mengarahkan, memotivasi dan mengawasi tugas tenaga kerja selama kegiatan di lapang, mengorganisir tenaga kerja pada setiap kegiatan, membantu dalam pencatatan jumlah tenaga kerja dan biaya operasional pada setiap kegiatan, mengamati kehidupan sosial tenaga kerja (usia, pendidikan).

(27)

11

Pada bulan ketiga dan keempat penulis bertanggung jawab sebagai pendamping kepala blok. Kegiatan yang dilakukan antara lain menganalisis kegiatan di lapangan, membantu mengelola dan mengawasi tenaga kerja serta membuat jurnal harian di tingkat blok. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan magang, seperti mandor lapangan, kepala blok dan pegawai perusahaan lainnya.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada kegiatan magang dilakukan dengan dua metode langsung maupun tidak langsung. Metode langsung dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan bekerja secara aktif dan pengamatan di lapang, diskusi, wawancara dengan staf dan karyawan kebun yang berhubungan dengan aspek pemetikan. Analisis terhadap faktor-faktor yang diamati dan diduga mempengaruhi proses pemetikan yang terjadi di lapangan serta kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak kebun terutama dalam hal pengelolaan pemetikan.

Pengumpulan data sekunder dilakukan metode tidak langsung yaitu diperoleh dari laporan manajemen (bulanan dan tahunan), arsip di kantor induk dan pihak-pihak yang terkait, serta melalui studi pustaka. Data-data sekunder meliputi letak geografis dan topografi, kondisi tanah dan iklim, curah hujan, luas areal dan tataguna lahan, kapasitas pemetik, ketenagakerjaan, rencana dan realisasi produksi basah dan kering pada tahun terakhir, produktivitas teh kering lima tahun terakhir berdasarkan tahun setelah pangkas dan struktur organisasi. Studi pustaka meliputi buku teks, jurnal ilmiah, laporan manajemen kebun dan sumber literatur lainnya diperlukan untuk melengkapi data yang diperoleh. Analisis selanjutnya dilakukan dengan membandingkan antara data primer (hasil pengamatan) dengan standar yang berlaku.

Peubah-peubah yang diamati selama kegiatan magang dengan aspek pemetikan (pemetikan produksi), yaitu:

1. Tinggi Bidang Petik

Tinggi bidang petik diukur dari permukaan tanah sampai permukaan bidang petik. Pengukuran tinggi bidang petik diamati dengan mengambil 20 tanaman contoh yang dipilih acak dan menyebar, dan dilakukan terhadap tanaman yang

(28)

mewaliki umur I, II, III dan IV tahun setelah pangkas. Frekuensi pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing tahun pangkas di tiap blok. 2. Diameter Bidang Petik

Diameter bidang petik diukur dengan mengukur dua sisi yang berbeda yang paling terluar lalu dirata-rata, sehingga hasil yang didapat lebih valid. Pengukuran diameter bidang petik dilakukan dengan mengambil 20 tanaman contoh dipilih acak dan meyebar, dan dilakukan terhadap tanaman yang mewaliki umur I, II, III dan IV tahun setelah pangkas. Frekuensi pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing tahun pangkas di tiap blok. 3. Tebal Daun Pemeliharaan

Pengukuran tebal daun pemeliharaan dimulai dari pertumbuhan daun terbawah sampai permukaan bidang petik. Pengukuran tebal daun pemeliharaan dilakukan dengan mengambil 20 tanaman contoh dipilih acak dan meyebar, dan dilakukan terhadap tanaman yang mewaliki umur I, II, III dan IV tahun setelah pangkas. Frekuensi pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali pada masing - masing tahun pangkas di tiap blok.

4. Persentase Potensi Tumbuh Pucuk

Jumlah pucuk peko dan pucuk burung dihitung dengan menggunakan lingkaran bambu yang berdiameter 75 cm yang diletakkan pada bidang pengamatan, lalu hitung jumlah pucuk peko dan burung yang ada di dalam bambu tersebut. Persentase didapatkan dengan cara membagi masing-masing jumlah jenis pucuk dengan jumlah keseluruhan pucuk yang ada. Sampel yang diambil untuk pengamatan ini yaitu 20 tanaman contoh dipilih acak dan menyebar, dan dilakukan terhadap tanaman yang mewaliki umur I, II, III dan IV tahun setelah

pangkas. Frekuensi pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing tahun pangkas di tiap blok.

5. Gilir Petik

Data diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan mandor petik, kepala blok maupun kepala subbagian kebun.

(29)

13

6. Hanca Petik

Hanca petik diperoleh dari pengamatan langsung dan data kemandoran pada blok yang diamati, diperoleh dengan rumus :

Hanca petik = luas areal yang dipetik/hari x jumlah patok/ha Jumlah tenaga pemetik

7. Jumlah Tenaga Pemetik

Tenaga pemetik (TP) dihitung secara langsung (riil) di lapang dari salah satu kemandoran yang dipilih dan dari laporan jumlah tenaga pemetik dari kantor. 8. Analisis Petik dan Analisis Pucuk

Analisis petik dan pucuk dilakukan dengan cara mengambil pucuk masing-masing satu genggam dari semua pemetik, campur secara merata, dan dari sampel tersebut diambil sebanyak 200 gram. Dalam analisis petik, pucuk tersebut dicampur secara merata, lalu dipisahkan berdasarkan rumus petiknya (petikan halus : p+1, p+2, dan b+1; petikan medium : p+3, b+2, dan b+3; petikan kasar : p+4 atau lebih, b+4 atau lebih; pucuk rusak : lembaran) guna mengetahui persentase masing-masing jenis pucuk, sedangkan analisis pucuk dilakukan dengan dengan memisahkan pucuk yang memenuhi syarat olah (MS) yaitu p+1, p+2m, p+2, p+3m, p+3, b+1m, b+2m, dan b+3m dan tidak memenuhi syarat olah (TMS) yaitu p+4, b+4m, b+1t, b+2t, b+3t, b+4t, lembaran, dan tangkai tua, kemudian ditimbang guna mengetahui persentase masing-masing jenis pucuk. Angka persentase (%) jenis pucuk baik analisis petik maupun pucuk diperoleh dengan membandingkan berat masing-masing kelompok pucuk yang bersangkutan dengan bobot total sampel. Kegiatan analisis petik dan pucuk dilakukan pada tanaman yang mewakili umur tanaman tahun pangkas I, II, III dan IV pada masing-masing blok.

9. Kapasitas Petik

Kapasitas petik diamati berdasarkan umur, pendidikan, serta pengalaman kerja (lama kerja) selama lima hari berturut-turut dari salah satu kemandoran yang dipilih di lapangan pada masing-masing blok. Selain itu, data juga diperoleh dari laporan produksi (data sekunder).

(30)

10. Sarana Transportasi Pucuk

Proses pengangkutan pucuk diamati dengan melihat jenis angkutan yang digunakan, jumlah unit kendaraan, dan kapasitas angkut.

Analisis Data dan Informasi

Analisis data dan informasi dilakukan dengan menggunakan uji t-student pada taraf 5%. Uji t-student dilakukan pada beberapa peubah yang dianalisis dari hasil rataan pengamatan lalu dibandingkan dengan standar yang berlaku di perkebunan teh yaitu tinggi bidang petik, tebal daun pemeliharaan, dan kapasitas petik.

Keterangan :

: Nilai tengah pengamatan dan standar beberapa perkebunan : Ragam pengamatan dan standar beberapa perkebunan

: Jumlah pengamatan dan standar beberapa perkebunan : Simpangan baku gabungan

Nilai berbeda nyata apabila thitung > ttabel dan tidak berbeda nyata apabila

thitung < ttabel ; ttabel diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5% dan db (n1 + n2 - 2)

(Walpole,1993). Standar perkebunan yang digunakan berjumlah tiga perkebunan yaitu Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi, Wonosobo; Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, PT Sumber Abadi Tirta Sentosa, Solo; dan Perkebunan Rumpun Sari Medini, Kendal.

Analisis data dan informasi juga dilakukan dengan menggunakan hasil rata-rata dan persentase dari pengamatan yang telah dilakukan, uji regresi linier dan korelasi, serta melakukan penjabaran secara deksriptif terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan, hasil wawancara dan studi pustaka.

(31)

KONDISI UMUM PERKEBUNAN

Sejarah Perkebunan Tambi

Pada tahun 1865, PT Perkebunan Tambi merupakan perkebunan teh milik Pemerintahan Hindia Belanda yang disewakan kepada pengusaha swasta Belanda yang bernama D. Nander Ships (mengelola Unit Perkebunan Tanjungsari) dan W.D Jong (mengelola Unit Perkebunan Bedakah dan Tambi). Selanjutnya, pada tahun 1880 perkebunan tersebut dibeli oleh Mr. M.P. Van Den Berg, A.W. Holle dan Ed. Jacobson yang kemudian bersama-sama mendirikan Bagelen Thee En

Kina Maatschappij (BTKM) di Wonosobo. Pengelolaan dan kepengurusan kebun

diserahkan kepada Firma Jhon Peet and Co yang berkedudukan di Jakarta. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka secara otomatis Kebun Bedakah, Kebun Tambi dan Kebun Tanjungsari diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan dibawah koordinasi Pusat Perkebunan Negara (PPN) yang berpusat di Surakarta, sedangkan Kantor Perkebunan Bedakah dan Tanjungsari dipusatkan di Magelang. Tetapi, kedaulatan pemerintah Indonesia atas ketiga kebun tersebut tidak bertahan lama, karena berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda tahun 1949, perusahaan asing di Indonesia yang sebelumnya telah diakui sebagai milik negara harus diserahkan kembali kepada pemilik semula, dalam hal ini ketiga kebun tersebut dikembalikan kembali kepada Bagelen Thee En Kina

Maatschappij (BTKM).

Akibat kevakuman yang dialami oleh para eks pegawai PPN, maka pada tanggal 21 Mei 1951 didirikanlah sebuah kantor bersama yang dinamakan Perkebunan Gunung yang dikelola bersama oleh para eks pegawai PPN. Setelah beberapa tahun, akhirnya pihak BTKM menjual perusahaannya yaitu Kebun Tambi, Kebun Bedakah dan Kebun Tanjungsari kepada para eks pegawai PPN. Dengan adanya perjanijan jual beli tersebut, pada tanggal 17 Mei 1954 didirikanlah sebuah PT oleh para eks pegawai PPN dan diberi nama PT NV ex PPN Sindoro Sumbing. Pada tahun 1957, terjadi kesepakatan antara Pemerintah Daerah Wonosobo dengan PT NV ex PPN Sindoro Sumbing untuk bersama-sama mengelola perkebunan tersebut dengan membentuk perusahaan baru dengan modal 50% dari Pemerintah Daerah Wonosobo dan 50% dari PT NV ex

(32)

PPN Sindoro Sumbing. Kesepakatan kerjasama tersebut direalisasikan dengan dibentuknya sebuah perusahaan baru yang diberi nama PT NV Perkebunan Tambi atau disingkat menjadi PT NV Tambi dengan akte notaris Raden Sujadi di Magelang pada tanggal 13 Agustus 1957 dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman pada tanggal 10 April 1958 Nomor 5/30/25, yang kemudian diterbitkan pada lembaran berita negara Nomor 65 tanggal 12 Agusutus 1960.

PT NV Perkebunan Tambi berkembang menjadi PT Perkebunan Tambi, yang memiliki tiga unit perkebunan yang lokasinya saling berjauhan, yaitu Unit Perkebunan Bedakah, Unit Perkebunan Tambi dan Unit Perkebunan Tanjungsari, dan ketiga Unit Perkebunan tersebut berada dibawah koordinasi dan pantauan Kantor Direksi yang berpusat di Wonosobo. Dari ketiga Unit Perkebunan tersebut, hanya Unit Perkebunan Tanjungsari yang tidak memiliki pabrik untuk mengolah pucuk daun teh. Hal ini atas dasar pertimbangan produksi pucuk yang dihasilkan paling sedikit di antara ketiga Unit Perkebunan yang ada serta luasan areal yang tidak memungkinkan untuk dibangunnya sebuah pabrik, sehingga hasil pucuk diolah di Unit Perkebunan Tambi dan Bedakah. Pada tahun 2011, kepemilikan saham terbaru PT Tambi yaitu 50% dipegang oleh Pemerintah Daerah Wonosobo dan 50% oleh PT Indoglobal.

Letak Wilayah Administratif

Unit Perkebunan Tanjungsari merupakan salah satu bagian unit perkebunan yang dikelola oleh PT Tambi dan secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sapuran dan Kecamatan Kalikajar. Lokasi kebun di Unit Perkebunan Tanjungsari berada di lereng Gunung Sumbing yang berjarak 14 km dari kota Wonosobo dan memiliki ketinggian tempat 700-1 040 m dpl. Kantor Unit Perkebunan Tanjungsari terletak di Desa Sedayu, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo. Batas administrasi Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Sedayu, Kedalon, Purwojiwo; sebelah timur berbatasan dengan Desa Ngadisalam, Purwojiwo, Tempuran Timur; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jolontoro, Ngadisalam, Sapuran; sebelah barat berbatasan dengan Desa Sedayu dan Jolontoro.

Unit Perkebunan Tanjungsari terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Kutilang, Blok Murai dan Blok Gelatik. Masing-masing blok berada di ketinggian yang

(33)

17

berbeda-beda, Tetapi letaknya tidak terlalu berjauhan (Lampiran 4). Blok Kutilang terletak di ketinggian tempat 800-1 040 m dpl dan merupakan blok yang paling tinggi. Blok Murai terletak di antara Blok Kutilang dan Blok Gelatik, dengan ketinggian tempat 780-800 m dpl. Blok Gelatik, terletak di lokasi yang paling rendah dengan ketinggian tempat 700-780 m dpl. Blok Gelatik merupakan blok yang paling heterogen, karena di dalam areal Blok Gelatik terdapat areal pembibitan, kebun buah, kebun perbanyakan (tanaman induk) serta Agrowisata Tanjungsari.

Keadaan Iklim dan Tanah

Berdasarkan data curah hujan Unit Perkebunan Tanjungsari selama 10 tahun terakhir (2001 -2010), curah hujan berkisar 2 951-5 968 mm per tahun dengan rata-rata 4 050.7 mm per tahun dan 164.4 hari hujan. Tipe iklim berdasarkan curah hujan selama 10 tahun terakhir menurut Schmidth-Ferguson adalah tipe B (Lampiran 5) dengan rata-rata 9 bulan basah (BB), 1.7 bulan kering (BK). Suhu harian pada tahun 2010 di Unit Perkebunan Tanjungsari berkisar antara 22.8-24.3oC dengan suhu rata-rata 23.8oC dan selama Januari-Mei 2011 suhu harian berkisar 23.1o-24.0oC dengan suhu rata-rata 23.6oC. Jenis tanah di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah jenis tanah yang rendah akan unsur hara yaitu Latosol dengan pH 4.5-5.5.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2011, luas areal keseluruhan Unit Perkebunan Tanjungsari adalah 208.07 ha. Luasan untuk areal tanaman teh sebesar 193.12 ha yang meliputi areal tanaman tua menghasilkan (TTM), tanaman muda menghasilkan (TMM) dengan range umur 2.5-3 tahun, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan replanting, sedangkan untuk areal non tanaman sebesar 14.95 ha. Rincian penggunaan lahan serta luasan areal di Unit Perkebunan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 1.

(34)

Tabel 1. Luas Areal dan Tata Guna Lahan Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2011

No Keterangan Luas Areal (ha)

I Tanaman Teh

1. Tanaman Tua Menghasilkan (TTM) 19.18 2. Tanaman Muda Menghasilkan

(TMM) 142.12 3. TBM 16.88 4. Replanting 14.94 Jumlah 193.12 II Lain-lain 1. Pembibitan 0.80 2. Emplasmen/Kantor 2.78 3. Pabrik 0.00 4. Agrowisata 3.33 5. Jalan Besar 4.37 6. Alur/Jurang 0.00 7. Lapangan 1.10 8. Kebun Perbanyakan 1.57 9. Tanaman Acasia sp. 0.00 10. Kebun Buah 1.00 Jumlah 14.95 Jumlah Total 208.07

Sumber : RKAP Unit Perkebunan Tanjungsari 2011

Keadaan Tanaman dan Produksi

Jenis klon teh yang terdapat dan dibudidayakan di Unit Perkebunan Tanjungsari antara lain Gambung 7, TRI 2024,TRI 2025, klon-klon teh lokal yang jumlahnya sedikit seperti Ranca Bolang 3 (RB 3), CIN 143, Tambi Merah (TB Merah), dan Pasir Sarongge (PS), serta tanaman yang berasal dari biji hasil persilangan dua jenis klon (seedling). Jarak tanam yang berlaku di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah 120 cm x 75 cm. Rata-rata populasi tanaman teh per ha di Unit Perkebunan Tanjungsari sebesar 10 000 pohon, tetapi populasi tanaman teh tiap nomor kebun pada masing-masing blok berbeda-beda karena tergantung dari luasan areal masing-masing nomor kebun.

(35)

19

Beberapa jenis tanaman teh yang mendominasi areal perkebunan di Unit Perkebunan Tanjungsari adalah TRI 2024, Gambung 7, dan seedling. Luasan areal masing-masing jenis tanaman teh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luasan Areal untuk Masing-masing Jenis Tanaman Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari

Blok Luas Blok Luasan Areal untuk Jenis Tanaman Teh TRI 2024 Gambung 7 Seedling

...ha... Kutilang 65.55 23.35 24.93 16.34 Murai 65.26 44.17 14.16 5.89 Gelatik 66.28 31.19 29.13 5.76 Jumlah 197.09 98.71 68.22 27.99 % 50.08 34.61 14.20

Sumber: Data Populasi Tanaman Teh Unit Perkebunan Tanjungsari

Tabel 2 menunjukan bahwa luasan areal yang paling besar dimiliki oleh klon TRI 2024. Akan tetapi, saat ini di Unit Perkebunan Tanjungsari, klon yang menjadi unggulan di Unit Perkebunan Tanjungsari yaitu Gambung 7 meskipun luasan arealnya hanya menempati uruan kedua setelah TRI 2024 (Lampiran 6). Hal ini terjadi karena beberapa keunggulan yang dimiliki klon Gambung 7, antara lain lebih tahan terhadap penyakit cacar daun, memiliki potensi hasil produksi yang tinggi, sedangkan untuk TRI 2024 lebih rentan terkena penyakit cacar daun dan produksinya lebih sedikit. Bahan tanam dari klon memiliki jumlah populasi yang lebih besar daripada bahan tanam seedling, yaitu sekitar 10 000 pohon/ha (untuk klon) dan sekitar 3 500 pohon/ha (untuk seedling).

Keadaan tanaman teh di Unit Perkebunan Tanjungsari sedang dalam kondisi yang tidak sehat, karena adanya serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman teh yaitu serangan cacar daun yang mencapai 21.81% dan serangan hama Empoasca sp. yang mencapai 11%. Oleh sebab itu, saat ini, Program Recovery sedang dilaksanakan oleh PT Tambi dan baru terealisasi pada Unit Perkebunan Tanjungsari. Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi yang terus-menerus dari tahun 2008-2010, sehingga diperlukan langkah baru yang lebih inovatif sebagai upaya pemulihan kondisi kebun.

(36)

Program Recovery merupakan serangkaian tindakan dengan melakukan perlakuan-perlakuan yang berbeda dari standar yang pernah ada, dan dilakukan saat kebun dalam kondisi yang tidak optimal/tidak sehat. Program Recovery bertujuan untuk menyehatkan kembali kondisi kebun, memulihkan kondisi kebun agar mampu menghasilkan produksi dan produktivitas yang lebih tinggi dari sebelumnya. Tim Konsultan dari Gambung merupakan tim yang dipercaya oleh PT Tambi dalam pelaksanaan Program Recovery selama satu tahun dari bulan Januari hingga Desember 2011.

Beberapa kegiatan dari Program Recovery antara lain adanya tindakan

skipping off dan penggabaran dalam pemetikan, pelaksanaan pemupukan lewat

daun dan pengendalian hama penyakit yang dilakukan secara bersamaan, serta penggunaan insektisida dalam pengendalian hama. Penggabaran dan skipping off merupakan tindakan meniadakan kegiatan pemetikan untuk beberapa waktu.

Penggabaran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemetikan seperti biasa, lalu selanjutnya dibiarkan selama 2-3 siklus petik yang bertujuan untuk meninggikan tebal daun pemeliharaan. Skipping off dilakukan dengan terlebih dahulu meratakan melakukan pemetikan tanpa memperhitungkan jenis pucuk yang dipetik karena lebih memfokuskan untuk meratakan bidang petik. Tujuan dari skipping off adalah untuk meratakan bidang petik dan untuk menyehatkan kembali tanaman yang sedang dalam kondisi tidak baik. Perlakuan

skipping off dilaksanakan selama dua bulan. Adanya Program Recovery ini

diharapkan mampu meningkatkan produksi dan produktivitas Unit Perkebunan Tanjungsari. Produk yang dihasilkan oleh PT Tambi yaitu teh hitam, 80% diekspor ke beberapa negara tujuan di luar negeri seperti USA, Rusia, Belanda, Unit Emirat Arab (UEA), India serta Jepang, dan sisanya sebanyak 20% ditujukan ke daerah sekitar (lokal). Hasil teh kering berupa teh hitam dijual dalam berbagai bentuk, seperti teh celup, teh tubruk. Saat ini, semakin dengan pesatnya kemajuan teknologi, terdapat hasil olahan teh yang dijual dalam bentuk bubuk.

Produksi dan produktivitas di Unit Perkebunan Tanjungsari berfluktuasi selama lima tahun terakhir (2006-2010). Rata-rata produksi pucuk basah di Unit

Perkebunan Tanjungsari selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu 2 033 791 kg/tahun, produksi teh kering 428 039 kg/tahun, produktivitas teh

(37)

21

kering dan basah berturut-turut yaitu 2 206.39 kg/ha/tahun dan 10 510.55 kg/ha/tahun.Produktivitas teh kering di Unit Perkebunan Tanjungsari pada tahun 2010 yaitu sebesar 1 963.23 kg/ha/tahun. Nilai tersebut menunjukan nilai yang tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas kering nasional yang hanya mencapai 1 206.9 kg/ha/tahun pada tahun 2010. Rincian produksi dan produktivitas pucuk kering dan pucuk basah selama lima tahun terakhir (2006-2010) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi dan Produktivitas Pucuk Teh di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2006-2010

Tahun Luas TM (ha)

Produksi Pucuk Produktivitas Teh Basah Kering Basah Kering . ...kg/tahun... ...kg/ha/tahun... 2006 197.11 1 791 828 395 719 9 090.50 2 007.60 2007 197.11 2 139 322 467 999 10 853.44 2 374.30 2008 197.11 2 266 373 487 392 11 498.01 2 472.69 2009 197.11 2 050 846 441 746 10 404.58 2 241.11 2010 179.39 1 920 588 347 341 10 706.22 1 936.23 Rata-rata 2 033 791 428 039 10 510.55 2 206.39

Sumber : Kantor Kebun dan Kantor Induk Unit Perkebunan Tanjungsari 2011

Berdasarkan umur pangkas tanaman teh, produktivitas pucuk keringpada tahun 2010 di Unit Perkebunan Tanjungsari semakin meningkat dengan bertambahnya umur pangkas, tetapi mengalami penurunan pada tanaman teh tahun pangkas IV. Pencapaian produktivitas pucuk kering tertinggi yaitu pada tanaman teh tahun pangkas III yaitu mencapai 2 563 kg/ha/tahun. Rincian produktivitas pucuk kering pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produktivitas Pucuk Kering Berdasarkan Tahun Pangkas di Unit Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2010

Blok Tahun Pangkas

I II III IV ... (kg/ha/tahun)... Kutilang 2 457 1 188 2 319 2 079 Murai 1 876 3 601 3 315 2 293 Gelatik 2 072 2 447 2 055 2 634 Produktivitas Kering UP Tanjungsari 2 135 2 412 2 563 2 335

(38)

Pada tahun 2010 realisasi produksi basah Unit Perkebunan Tanjungsari yang dapat dicapai hanya 95.79% dari rencana produksi yang telah ditetapkan dengan selisih (kekurangan) produksi sebesar 84 412 kg. Rincian rencana dan realisasi produksi basah Unit Perkebunan Tanjungsari tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 7.

Realisasi produksi secara keseluruhan di Unit Perkebunan Tanjungsari selama bulan Januari-Mei 2011 tidak mampu mencapai rencana yang telah ditetapkan yaitu hanya mencapai 681 395 kg. Hal ini dapat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi kebun yang tidak sehat, adanya serangan hama dan penyakit, serta adanya pelaksanaan perlakuan-perlakuan khusus dari Program Recovery sehingga mempengaruhi produksi pucuk. Perlakuan-perlakuan khusus tersebut antara lain penggabaran, skipping off. Rincian realisasi produksi Unit Perkebunan Tanjungsari selama bulan Januari-Mei 2011 dapat dilihat pada Lampiran 8.

Berdasarkan Lampiran 8, maka dapat dilihat pola produksi Unit Perkebunan Tanjungsari per bulan pada tahun 2011. Pola produksi yang ada menunjukkan adanya penurunan lalu peningkatan kembali, yang puncaknya di tahun 2011. Berdasarkan uji korelasi, terdapat suatu persamaan antara produksi

pucuk basah basah per bulannya yang menunjukan hubungan yang positif, y = 16 156x + 87 811 dengan tingkat keeratan yang cukup tinggi karena memiliki

koefisien korelasi (r) 0.818. Pola produksi pucuk basah per bulan di tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pola Produksi Pucuk Basah per Bulan pada Tahun 2011 di Unit Perkebunan Tanjungsari

(39)

23

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Unit Perkebunan Tanjungsari dipimpin oleh seorang Pimpinan Unit Perkebunan yang diangkat oleh Direktur Utama PT Tambi. Pimpinan Unit Perkebunan bertanggungjawab kepada Direktur Utama, dan Pimpinan Unit secara langsung membawahi Subbagian Kebun, Subbagian Kantor, Subbagian Verifikasi (Lampiran 9). Pimpinan Unit Perkebunan bertugas dalam memimpin, merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan kebun dan administrasi kantor induk dalam rangka mendukung usaha perkebunan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Kepala Subbagian Kantor bertanggung jawab kepada Pimpinan Unit Perkebunan dan membawahi secara langsung perbendaharaan dan bagian admisnistrasi. Kepala Subbagian Kantor bertugas dalam mencatat administrasi kantor maupun kebun (pembukuan keuangan), pengarsipan, sumber daya manusia dan masalah umum perkebunan serta kegiatan kantor lainnya dalam rangka mendukung usaha perusahaan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Kepala Subbagian Kebun bertanggungjawab kepada Pimpinan Unit Perkebunan, dan membawahi Kepala Blok dan Bagian Administrasi Kantor Kebun. Kepala Subbagian Kebun bertugas dalam memimpin, merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan di kebun termasuk pengelolaan kebun untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.

Kepala Blok bertangggung jawab kepada Kepala Subbagian Kebun dan membawahi mandor atau pembimbing lapang seperti mandor petik, mandor pemeliharaan, mandor pembibitan, dan mandor proteksi tanaman. Mandor Petik bertugas mengawasi kegiatan pemetikan pucuk daun teh, melakukan penimbangan hasil pucuk di lapangan, serta melaporkan hasil produksi harian, bulanan dan tahunan kepada bagian administrasi kebun. Mandor Pemeliharaan bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan pemeliharan kebun dan melaporkan hasil kegiatan kepada kepala blok dan administrasi kebun.

Mandor Pembibitan bertugas mengawasi seluruh kegiatan pada pembibitan dan melaporkan hasil kegiatan kepada kepala blok dan administrasi kebun. Mandor Proteksi Tanaman bertugas mengawasi kegiatan dalam hal proteksi tanaman dan melaporkan hasil kegiatan kepada kepala blok dan

(40)

administrasi kebun. Bagian Administrasi Kantor Kebun bertugas mengerjakan laporan-laporan yang diterima dari mandor petik, pemeliharaan, proteksi tanaman, pembibitan serta kegiatan yang lain yang berkaitan dengan kebun.

Jumlah keseluruhan tenaga kerja di Unit Perkebunan Tanjungsari sebanyak 255 orang, yang terdiri dari karyawan I, karyawan II (A,B,C,D dan E), karyawan borong tetap dan karyawan lepas. Karyawan I adalah karyawan yang oleh pengusaha ditetapkan menjadi karyawan I dengan diberi Surat Keputusan dan di Unit Perkebunan Tanjungsari berjumlah 9 orang. Karyawan II adalah karyawan yang oleh pengusaha mengingat masa kerja dan prestasi dibidang kerjanya ditetapkan menjadi karyawan II yang gajinya dibayarkan secara bulanan dan tingkat atau statusnya dibawah karyawan I yang terdiri atas karyawan II A (10 orang), II B (11 orang), II C (5 orang), II D (17 orang), dan II E (1 orang).

Indeks tenaga kerja (ITK) merupakan jumlah tenaga kerja dalam luasan lahan tertentu. Nilai ITK di suatu perkebunan akan mencerminkan perkebunan tersebut berjalan secara efisien atau tidak. Sebagai contoh, di Unit Perkebunan Bedakah dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 461 orang dan luasan areal sebesar 355.27 ha, memiliki ITK sebesar 1.30 orang/ha. Pada Unit Perkebunan Tanjungsari berdasarkan jumlah keseluruhan tenaga kerja yaitu 255 orang dengan luasan areal efektif tanaman di tahun 2011 yaitu 165.10 ha, maka didapatkan nilai ITK Unit Perkebunan Tanjungsari sebesar 1.54 orang/ha. Nilai tersebut menunjukan bahwa ITK di Unit Perkebunan Tanjungsari telah sesuai dengan standar yang ada, karena standar ITK untuk perkebunan teh hanya 1.5-2 orang/ha (Iskandar, 1988).

Karyawan borong tetap adalah karyawan yang upahnya dibayarkan menurut hasil kerjanya dan di Unit Perkebunan Tanjungsari berjumlah 146 orang untuk karyawan borong petikan dan 56 orang untuk karyawan borong bagian pemeliharaan. Karyawan lepas adalah karyawan yang jumlahnya tidak tetap dan menurut kebutuhan serta tergantung proyek yang sedang dilaksanakan. Tiap karyawan (kecuali karyawan lepas) mendapatkan fasilitas-fasilitas yang terdiri dari gaji bulanan, bonus, tunjangan hari raya (THR), tunjangan cuti, asuransi keselamatan kerja, pendidikan, perumahan serta rekreasi. Tunjangan pendidikan diberikan sampai pada tingkat perguruan tinggi. Selain itu, karyawan juga

(41)

25

mendapat tunjangan pensiun dengan syarat telah berumur 50-55 tahun dan masa kerjanya telah mencapai 20 tahun. Sarana penunjang yang tersedia terdiri dari sarana untuk menunjang keselamatan dan kesejahteraan karyawan serta adanya koperasi karyawan.

Gambar

Gambar  1.    Pola  Produksi  Pucuk  Basah  per  Bulan  pada  Tahun  2011  di  Unit Perkebunan Tanjungsari
Gambar 15.  Rata-rata Tinggi  Bidang Petik    Berdasarkan Tahun Pangkas  di Unit  Perkebunan Tanjungsari pada Tahun 2011
Tabel  21. Perbandingan Rata-rata Hasil Tebal Daun Pemeliharaan dengan    Beberapa Standar Kebun
Gambar  17.  Hubungan  antara  Tahun  Pangkas  dengan  Persentase  Potensi  Tumbuh Pucuk
+2

Referensi

Dokumen terkait

Contoh saja di Jurusan Teknik Mesin, Bapak Listiyono, Ir., MT selaku dosen Prodi Teknik Otomotif Elektronik (TOE) menjelaskan bahwa beliau memberikan kesempatan kepada 5

Dengan demikian pemerintahan pusat adalah pemegang kekuasaan di tingkat pusat, yang tidak lain adalah presiden, wakil presiden, dan menteri kabinet yang memegang kekuasaan

Studi ini menyimpulkan bahwa gizi balita yang ren- dah, pemberian ASI yang tidak eksklusif, dan status ekonomi ibu yang ren- dah merupakan faktor-faktor risiko

Daya putus daging terendah didapat pada level penambahan ampas VCO 2,0% dalam pakan yaitu 3,38 kg/cm 2 , hal ini disebabkan karena daging pada perlakuan ampas VCO 2,0% memiliki

dapat disimpulkan bahwa adanya hamabatan yang besar bagi pendatang baru dan memiliki hubungan yang baik dengan pemasok dapat menjadi peluang bagi UD.Budi Veneer

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan perkembangan moral anak melalui cerita bergambar, dengan memerankan sikap moral yang baik menurut cerita,

Bedasarkan hasil analisis data asosiasi antara variabel persepsi kualitas dan loyalitas merek pada penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagaian besar dari responden

Kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimaksud dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai kemampuan siswa menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya