• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

35

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sekilas tentang Kota Salatiga.

Salatiga merupakan kota kecil yang berada di antara kota Semaranng dan kota Solo. Secara astronomis Kota Salatiga terletak di antara 1100.27'.56,81" - 1100.32'.4,64" BT dan 0070.17'. - 0070.17'.23" LS. Kota Salatiga teletak pada ketinggian antara 450 - 825 dpl (dari permukaan air laut) serta memiliki iklim tropis dimana kota ini memiliki udara yang sangat segar dan sejuk. Kota Salatiga ini berada di kaki Gunung Merbabu dan dikelilingi oleh gunung-gunung kecil diantaranya adalah Gajah Mungkur, Telomoyo, dan Payung Rong. Kabupaten Semarang merupaka kawasan yang mengelilingi kota Salatiga, selain itu Salatiga juga memiliki 3 bagian relief yaitu 65% merupakan daerah bergelombang yang meliputi Kelurahan Dukuh, Ledok, Kutowinangun, Salatiga, Sidorejo Lor, Bugel, Kumpulrejo, dan Kauman Kidul, sebesar 25% daerah miring dimana di dalamnya terdapat beberapa Kelurahan yaitu Tegalrejo, Mengunsari, Sidorejo Lor, Sidorejo Kidul, Tingkir Lor, Pulutan, Kecandran, Randuacir, Tingkir Tengah, dan Cebongan, dan 10% daerah datar yang meliputi empat kelurahan yaitu Kelurahan Kalicacing, Noborejo, Kalibening, dan Blotongan1.

Luas wilayah Salatiga Kota Salatiga adalah 56.781 km2, memiliki 4

kecamatan yaitu Sidorejo, Sidomukti, Argomulyo, dan Tingkir dan memiliki 22 kelurahan. Jumlah penduduk kota Salatiga pada tahun 2011 tercatat sebanyak 177.088 orang. Apabila dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin maka jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 87.900 orang sedangkan penduduk berjenis kelamin perempuan berjumlah 89.188 orang2.

1 Diakses dari http://salatigakota.go.id/TentangGeografi.php, pada hari sabtu tanggal 11 juni 2016

pukul 14.05

2 Diakses dari http://salatigakota.go.id/TentangPenduduk.php, pada hari sabtu tanggal 11 Juni

(2)

36

Salatiga memiliki sebuah semboyan yaitu “Salatiga Kota Beriman”3. Semboyan “Hati Beriman” tertuang dalam Perda Kodya Tingkat II Salatiga Nomor 10 Tahun 1993 tentang Penetepan Semboyan Kota Salatiga Hati Beriman yang merupakan singkatan dari beberapa kata yaitu :

S E H A T (kesehatan jasmani, rohani, dan lingkungan). T E R T I (kesadaran sosial dan disiplin).

B E R S I H (kondisi kehidupan yang bersih secara fisik dan psikis). I N D A H (keindahan alam).

A M A N (keamanan lingkungan pemukiman, kerja, dan umum).

3

Diakses dari http://salatigakota.go.id/TentangSesanti.php, pada hari sabtu tanggal 11 Juni 2016 pukul 22.10

(3)

37

Gambar 2 (Peta Kota Salatiga)

4.2 Sekilas tentang Pancuran.

Pancuran merupakan sebuah daerah yang ada di kota Salatiga. Daerah ini termasuk dalam Kecamatan Tingkir dan berada di bawah kelurahan Kutowinangun Lor. Pancuran berada di tengah kota dimana terletak di belakang MAL Taman Sari yang berlokasi di Jalan Pemuda dan dekat sekali dengan Pasar Salatiga yang meliputi Pasar Raya, Shopping Center dan pasar Blauran.

Berdasarkan data rekapitulasi jumlah penduduk Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, wilayah pancuran memiliki jumlah

(4)

38

penduduk sebanyak 1.872 jiwa. Apabila dibedakan berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki memiliki jumlah yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 907 jiwa untuk penduduk laki-laki dan 966 jiwa untuk penduduk perempuan. Dalam kecamatan Kutowinagun Lor, Pancuran merupakan dalam RW IV, dimana RW IV terdapat 18 RT didalamya. Apabila dijumlahkan di dalam wilayah Pancuan terdapat sebanyak 669 kepala keluarga (KK).

Pancuran dikenal dengan wilayah padat penduduk namun hal tersebut tidak didukung dengan luas wilayah yang memadai dimana luas wilayah Pancuran tidak tertalu besar.

“Iya padat penduduk. Disini kalau di Kota Salatiga kan termasuk daerah kumuh. Iya dan ini juga masalah pembuangan TA satu pun kan disini masih menggunakan sungai. Banyak yang belum punya jamban. Dan disini juga kesulitan untuk buat fondasi. Disini aja satu setengah meter dibuat fondasi sudah keluar air. Di sini gak bisa. Tempet saya aja itu saptitank nya tidak ada, jadi plung lap...karena kita buat itu juga kan sudah kesulitan. Kalau bahasanya kita “plung lap” hahahaha”4. (Iya padat penduduk, disini kalu di Kota Salatiga termasuk

dalam daerah kumuh. Iya dan ini juga terdapat masalah pembuangan TA disini masih menggunakan sungai. Banyak yang belum mempunyai toilet. Disini juga kesulitan untuk membuat fondasi. Disini satu sentengah meter sudah keluar air apabila membuat fondasi. Rumah saya tidak ada saptitank, jadi “plung lap” karena kita sulit membuat itu. Bahasa yang digunakan orang disini adalah plung lap)

Daerah ini memiliki warga yang berasal dari beragam latar belakang pekerjaan, seperti pedangang, mahasiswa atau masih bersekolah, PNS, TNI, buruh harian lepas, dan lain sebagainya.Berdasarkan umur, sebagian besar warga Pancuran berusia antara 35-39 tahun menduduki posisi pertama dengan jumlah sebanyak 172 jiwa dan disusul dengan usia 30-34 tahun dengan jumlah sebesar 160 jiwa yang berada di urutan kedua. Pancuran memiliki luas wilayah yang dapat dikatakan kecil. Dengan jumlah warga yang cukup banyak, dalam gambar di bawah ini dapat

4 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

(5)

39

dilihat bahwa Pancuran memiliki wilayah yang sempit dimana di dalamya terdapat jumlah penduduk yang besar yaitu sebanyak 1872 jiwa.

4.3 Gambaran Umum Drumblek Pancuran

Drumblek kampung Pancuran saat ini dikenal dengan nama Drumblek GEMPAR (Generasi Muda Pancuran). Menurut wawancara dengan Bapak Didik Subiantoro Marsyuri, kewajiban daerah Pancuran saat itu untuk berpartisipasi dalam peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan awal mula munculnya ide untuk membuat drumblek. Saat itu warga Pancuran diwajibkan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan HUT RI ke 50 tahun.

Kota Salatiga memiliki kegiatan tahunan yaitu setiap bulan agustus pada tanggal 18, kota Salatiga mengadakan karnaval untuk memperingati hari kemerdekaan RI. Menurut penuturan bapak Dididk Subiantoro Marsyuri kampung Pancuran saat itu tidak pernah berpartisipasi dalam karnaval tersebut, namun kampung pancuran sendiri selalu memperingati kemerdekaan RI dengan mengadakan acara yang sering disebut dengan “panggung gembira”. Persiapan dimulai sejak bulan Juli dimana mulai dibentuknya panitia Panggung Ceria. Adapun faktor yang membuat warga Pancuran jarang mengikuti karnaval yang pertama adalah kondisi cuaca yang biasanya panas ketika harus berkeliling Kota Salatiga. Kedua, kegiatan tersebut dianggap hanya akan menghabiskan energi. Ketiga, kesibukan warga kampung pancuran yang padat dalam persiapan memperingati perayaan kemerdekaan di Kampung Pancuran. Keempat, keterbatasan dana yang dimiliki Kampung Pancuran, dimana dana yang dimiliki merupakan sisa dari kegiatan peringatan pancuran yang biasanya hanya digunakan untuk pembubaran panitia. Sampai pada akhirnya satu minggu sebelum karnaval, warga pancuran diberi tahu oleh kelurahan bahwa warga Pancuran diwajibkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan tahunan Kota Salatiga tersebut.

Keterbatasan dana yang dimiliki merupakan kendala dari warga pancuran, saat itu dana yang dimiliki oleh warga pancuran hanya sekitar sebesar Rp. 81.000. Hal tersebut membuat warga pancuran mencari solusi

(6)

40

untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan tahunan tersebut. Terdapat banyak blek dan tempat yang berasal dari plastik di kawasan kampung Pancuran, hal tersebut memunculkan sebuah ide untuk membentuk sebuah drumband namun dengan memanfaatkan barang-barang yang saat itu mudah sekali ditemui di daerah kampung Pancuran. Saat itu di tong-tong plastik dan kaleng blek sangat mudah ditemui di daerah Pancuran. Melihat hal itu, akhirnya diputuskan untuk menggunakan blek dan tong tong plastik, tempat air yang berasal dari plastik sebagai alat musik. Kentongan, cakram motor yang sudah tdak terpakai, dan salah satu alat musik gamelan yang bernama “wilah” digunakan pula untuk melengkapi irama yang nantinya akan dihasilkan.

Dengan itulah munculah drumblek yang alat musiknya berasal dari barang-barang bekas yang tidak terpakai. Saat itu warga Pancuran belum menamai kegiatan tersebut dengan sebutan drumblek, namun diberi nama drumband “Lepas Landas”. Penampilan perdana mereka mendapatkan respon yang sangat baik dan mampu menarik perhatian warga Salatiga. Warga Pancuran saat itu berhasil memeriahkan karnaval tahunan dan mendapatkan hati warga Kota Salatiga. Sejak saat itu drumblek Pancuran banyak mendapatkan undangan untuk tampil di berbagai acara. Semenjak penampilan perdananya, drumblek selalu dihadirkan dalam karnaval Kota Salatiga dan drumblek pancuran mendapatkan undangan untuk hadir di berbagai event salah satunya adalah Ulang Tahun Emas Republik Indonesia, Peringatan hari HAM dan lain-lain.

Kemunculan drumblek Pancuran memberikan dampak yang sangat besar yaitu memicu wilayah-wilayah lain untuk membuat drumblek di wilayah mereka. Saat ini beragam drumblek mulai bermunculan di beberapa daerah di kota Salatiga seperti, drumblek Pungkursari, drumblek Banjaran, drumblek MTS Yasita, drumblek Turusan (Laskar Patimura), Bung Teddy Drumblack Club, dan CS Marchingblek dari UKSW5.

5http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/drumblek-kesenian-yang-jadi-ikon-salatiga/, diunduh

(7)

41

Drumblek Pancuran yang sekarang dikenal dengan drumblek GEMPAR (Generasi Muda Pancuran) ini beranggotakan warga Pancuran. Drumblek ini sudah ada sejak tahun 1984 namun mulai berkembang lebih lagi pada tahun 1986. Ide awal dibentuknya drumblek ini bermula dari ide bapak Didik, namun pada proses pelaksanaan dan pembentukan dibantu oleh beberapa warga yang sepakat akan ide tersebut. Mereka sering berkumpul untuk mendiskusikan mengenai lagu yang dipakai, alat musik apa yang digunakan dan lain sebagainya. Hal tersebut dijelaskan dalam wawancara dengan bapak Budi Sutrisno dibawah ini :

“Dulu yang waktu itu orang-orangnya ya ayahnya pak Didik itu

bapak pak Sururi dulu anggota DPR Kota Salatiga, Lilik kalau dulu namanya Lilik cebol, trus Ponimin, trus pak Gendon itu, ya pokoknya anak-anak ya sekitar situ itu banyak sekali. Ya minimal dulu 1 kelompok hampir 10 orang, trus tambah pak Gondo, sekarang sudah tua-tua...Pak Gondo, Pak Nosaden dulu juga ikut di dalam orang 10 itu. Bapak Mariono sekarang pindah dimana di deket LL itu, dimana ya di daerah Gendongan. Trus itu didukung oleh semua unsur, kok drumband itu kok anu masyarakat kita itu antusias. Semua yo (ya) ada yang pake apa dibawa, kadang-kadang ada kaleng dirumah itu dibawa. Trus juga itu penari, memang dulu itu kan penarinya sederhana ya dari ibu-ibu, bapak-bapak, juga kawula muda juga ikut nari (menari). Kemarin kalau penabuhnya hampir meh (hampir sampai) antara 200 sampai 250, penarinya kadang-kadang ya 100 jadi gak tentu. Kadang-kadang momen-momennya itu loh, kalau 17-an itu memang keluar semua. Pak RT sama pak RW itu dulu juga ikut semua yang kegiatan itu, kadang-kadang dana untuk 17-an itu masuknya di drumblek semua gitu. Trus berkembang-berkembang sekarang menjadi itu apa istilahnya icon di Salatiga. Jadi kalau yang mengiklan itu pertama kali ya Pancuran”6.

(Dahulu orang-orangnya ya ayahnya Pak Didik yang bernama Pak Sururi, dulu aggota DPR Kota Salatiga.lilik kalau dahulu dikenal dengan nama Lilik cebol, terus Ponimin, terus Pak Gondon itu, ya anak anak disekitar itu banyak sekali. Ya minimal dahulu 1 kelompok berisikan hampir 10 orang, terus ditambah Pak Gondo, sekarang sudah tua-tua...Pak Gondo, Pak Nosaden dahulu ikut dalam kesepuluh orang tersebut. bapak Mariono sekarang sudah pindah di dekat LL itu, di daerah Gendongan. Terus didukung oleh semua unsur, masyarakat kita antusias dengan drumblek. Kaleng-kaleng yang ada di rumah dibawa. Terus juga penari memang dahulu penarinya sederhana ya dari ibu-ibu, bapak-bapak juga kawula muda ikut menari. Kemarin penabuhnya hampir berjumlah 200 sampai 250 orang, penarinya terkadang sebanyak 100 tetapi itu tidak menentu. Kadang momen-momennya kalau 17 Agustus itu memang keluar semua. Pak RT dan Pak RW dahulu juga ikut kegiatan tersebut,

6 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

(8)

42

terkadang dana untuk 17 Agustus masuk semua ke drumblek. Terus berkembang dan berkembang, sekarang menjadi icon di Salatiga. Jadi yang mengklankan atau menampilkan pertama kali itu Pancuran)

Saat ini drumblek dikelola oleh pemuda Pancuran yang memiliki posisi berada di bawah kepemimpinan RW. Hal tersebut terlihat dari pernyataan bapak RW sebagai berikut7 :

“Eee...gini lho. dulu drumblek itu dibawah seksi kepemudaan. Lha pemuda itu..eee.. dibawahnya RW”. (Eee...begini. Dahulu drumblek

ada di bawah seksi kepemudaan. Pemuda itu berada di bawah RW)

Setiap warga boleh secara bebas bergabung dalam drumblek Pancuran atau yang dikenal dengan drumblek GEMPAR tersebut, baik yang masih berusia remaja atau sudah tua. Setiap warga mempunyai kebebasan untuk bergabung tanpa adanya suatu larangan dan paksaan untuk ikut. Namun terdapat kebijakan mengenai batas minimum yang dapat mengikuti drumblek yaitu minimum anak SMP atas pertimbangan postur tubuh dan tenaga. Hal tersebut di nyatakan dalam pernyataan berikt ini8 :

“Kita juga lihat posturnya juga kan. Ada yang SMP masih kecil badannya..ya kasihan. Setidaknya SMP, kalau yang SD juga ada yang ikut..ya itu tadi yang pegang bendera”. (kita juga melihat postur tubuh

yang dimiliki juga. Ada yang SMP tetapi memiliki badan yang masih kecil..ya kasihan. Setidaknya SMP, kalau anak SD juga ada yang ikut...ya tetapi yang pegang bendera)

Berikut adalah pernyataan mengenai tidak adanya pembatasan usia dimana orang tua yang ingin berpartisipasi boleh mengikuti kegiatan tersebut yaitu9 :

“Tidak ada. Sampe kadang-kadang orang tua yo sudah tua pun juga ikut. Dulu itu yang namanya mbah Ginem itu sudah tua, yo melu joged, bapak-bapak RT yang tua-tua juga ikut. Seneng lah. Kalau sekarang sudah banyak yang muda-muda ikut. Kalau dulu itu seneng,

7 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

WIB di kediamannya.

8 Wawancara dengan warga Pancuran, Bram pada 20 Mei 2016 pukul 12.30 WIB di kediamannya. 9 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

(9)

43

rasa memiliki drumblek itu tinggi sampai sekarang”. (Tidak ada. Sampai

terkadang orang yang sudah tua pun mengikuti. Dahulu ada yang namanya mbah Ginem itu sudah tua, tetapi ikut menari, bapak-bapak yang sudah tua juga ikut. Bahagia sekali. Kalau dulu itu bahagia, memiliki rasa memiliki drumblek itu sangat tinggi bahkan sampai sekarang)

Jumlah anggota drumblek tidak dapat dihitung secara pasti, karena drumblek ini bersifat fleksibel dimana boleh diikuti oleh semua warga Pancuran. Drumblek Pancuran ini lebih menekankan pada aspek kebersamaan dan kekompakan. Pernyataan dari Bapak Budi Sutrisno ini menjelaskan mengenai jumlah warga yang ikut dan adanya kebebasan warga untuk ikut drumblek10 :

“Jumlahnya ya sekitar...kalau event besar itu ya sampe 200 an penabuhnya, penarinya 100 lebih gitu. Tapi kalau latihan itu..aaa...yang baru-baru itu sekitar 50/70, tapi akan menjelang hari-h itu keluar semua. ada Yang sudah tau, ada yang hanya melihat tok...trus keluar. Biasanya kurang 10 hari kalau yang tua-tua itu keluar semua”. (jumlahnya ya

sekitar...kalau event besar sampai 200 penabuhnya, penarinya sekitar lebih dari 100. Tetapi kalau ada latihan yang ada baru sekitar 50/70 orang, tetapi menjelang hari-h itu mulai keluar semua. Ada yang sudah tahu, ada yang hanya melihat saja terus keluar. Biasanya kurang dari 10 hari yang tua-tua mulai keluar semua)

Salah satu warga Pancuran pun mengutarakan bahwa di dalam drumblek terdapat kebebasan untuk dapat ikut berpartisipasi yaitu sebagai berikut11 :

“Jadi kalau latihan itu kadang orangnya dikit. Tapi kalau

mendekati tampil pasti banyak. Pada nongol semua. Gak dipanggilin, tapi pasti nongol satu-satu. kadang ada yang bawa alat sendiri. Gak ikut latihan tapi ikut tampil itu ada, itu gak papa sebenerne. Tapi kewalahannya dalam hal konsumsi itu loh mbak, kan uda diperkirakan misalnya orange jumlah 40 an tiba-tiba waktu hari-H orang ne 70, kan kasihan..istilahe gitu. Tapi kalau tampil itu pasti minimal 100 an lebih”.

(Jadi kalau latihan itu terkadang orangnya sedikiy. Tetapi kalau mendekati hari-h pasti bnayak. Pada keluar semua. Tidak dipanggil, tapi pasti keluar satu-satu. Kadang ada yang bawa alat sendiri. Tidak ikut latihan tetapi ikut tapil, itu seenarnya tidak apa-apa. Tapi kewalahannya dalam hal konsumsi itu mbak, kan ada dana yang sudah diperkirakan

10 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

WIB di kediamannya.

11 Wawancara dengan warga asli Pancuran MI pada 05 Mei 2016 pukul 19.20 WIB di Cosmo

(10)

44

misalnya orangnya berjumlah 40 orang tiba-tiba yang datang pada hari-h 70 orang, kan kasihan...istilahnya begitu. Tetapi kalau tampil pasti minimal lebih dari 100 orang)

Setiap warga boleh ikut apabila ia berminat untuk bergabung karena tidak ada pembatasan usia, namun ada pembatasan usia minimum anak SMP. Hal tersebut diputuskan atas pertimbangan postur tubuh dan tenaga anak. Meskipun ada pembatasan usia minimal, setiap anak yang dibawah usia SMP tetap dapat berpartisipasi dalam dumblek. Biasanya anak akan ditempatkan pada bagian penari dan pemegang bendera.

Adapun anggota dari dumblek ini turun temurun dari generasi ke generasi, dimana biasanya anak yang ikut pada masa sekarang mempunyai orang tua yang juga dahulunya juga ikut drumblek. Berikut ini adalah pernyataan mengenai hal tersebut12 :

“Kalau yang dulu itu memang remaja plus orang tua, kalau sekarang juga seperti itu. Kalau sekarang banyak remajanya, kalau dulu ya katakanlah sudah mempunyai anak kalau dulu. Ya semuanya keluar gitu. Nek sekarang no udah tua-tua semua usianya sudah 54 tahun, sekarang sudah beberapa generasi lah. Dari tahun 84 sampai sekarang. 2016 itu yo sekitar 7 generasi. Dulu awal ikut sekatang putunya sudah ikut ug...hahahhaha. udah ada yang punya anak trus uda ikut”13. (kalau

dahulu itu memang remaja dan orang tua, kalau sekarang juga seperti itu. Kalau sekarang lebih banyak remajanya, kalau orang dulu sekarang sudah memiliki anak. Ya semuanya keluar begitu. Kalau sekarang sudah tua-tua semua usianya sudah 54 tahun, sekarang sudah ada beberapa generasi. Dari tahun 84 sampai sekarang tahun 2016 itu ya sudah sekitar 7 generasi. Dahulu ikut pada masa Awal sekarang cucunya juga ikut...hahahaha. sudah ada yang punya nak terus anaknya ikut)

Pengakuan serupa juga diberikan oleh dari anggota drumblek yang juga membantu menjadi asisten pelatih yaitu sebagai berikut14 :

“Iya begitu, pasang surut. Untuk waktu yang lain misalnya yang kerja lagi ada di Salatiga, ya pasti banyak yang ikut. Tapi saat mungkin udah pada kemana...yaudah berapa kita yang ada aja. Tapi kita selalu

12 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

WIB di kediamannya.

13 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

WIB di kediamannya.

14 Wawancara dengan warga Pancuran, Bram pada 20 Mei 2016 pukul 12.30 WIB di

(11)

45

regenerasi, misalkan yang gede-gede udah gak ikut...ya mulai yang muda-muda pada ikut. Sampai bisa dikatakan yang kecil-kecil gentian”. Orang tua sangat mendukung apabila anaknya mengikuti kegiatan ini. Berikut ini merupakan pendapat mengenai dukungan orang tua mengikuti drumblek yaitu :

“Mendukung, karna dulu pernah ikut. Jadi generasi ke generasi gitu”15. (Mendukung karena dahulu pernah ikut. Jadi generasi ke

generasi begitu)

Para orang tua sangat mendukung anak-anaknya untuk bergabung dalam kegiatan ini, bahkan sampai rela mengeluarkan biaya, seperti untuk membeli atribut seperti kaos kali yang nantinya akan dikenakan anaknya. Hal tersebut terjadi karena adanya keterbatasan dana yang berasal dari kas RW yang tidak mampu mencukupi seluruh keperluan mengingat jumlah warga yang ikut banyak dan tidak dapat diprediksi. Berikut adalah wawancara dengan Bapak Budi Sutrisno mengenai hal tersebut16 :

“Disini ndak ada, ndak ada kendala. Ya itu kesadaran itu. Beli opo...beli yang dipakai untuk kegiatan itu beli sendiri ug. Seandainya ada alat kurang atau apa itu beli sendiri ug gitu. Jadi tidak ada “kamu harus gini!” itu ndak. Malah ini kurang ig...yo tuku dewe. Orang tuanya juga mendukung, “buk aku belikan kaos kaki atau belikan apa” itu mendukung semua”. (Disini tidak ada, tidak ada kendala. Itu kesadaran

sendiri. Beli yang dipakai untuk kegiatan itu beli sendiri. Seandainya ada alat yang kurang atau apa itu beli sendiri. Jadi tidak ada “kamu harus begini!” itu tidak ada. Malah kalau ada yang kurang..ya beli sendiri. Orang tuanya juga mendukung, “buk atu belikan kaos kali atai belikan apa” itu mendukung semua)

Tidak adanya syarat dalam keikutsertaan menjadi anggota drumblek, membuat jumlah anggota untuk ikut drumblek tidak dapat diprediksi. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi dalam masyarakat seperti omongan-omongan yang tidak enak atau perasaan dibedakan dan rasa penolakan yang timbul dalam benak warga Pancuran karena tidak boleh ikut. Saat ini drumblek Pancuran juga tidak mengikuti lomba-lomba drumblek. Kejadian tersebut

15 Wawancara dengan warga Pancuran, Huda pada 16 Mei 2016 pukul 20.20 WIB di Star Steak. 16 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

(12)

46

dilatar belakangi oleh syarat jumlah anggota peserta lomba yang biasanya ditentukan, sedangkan dari Pihak Pancuran sendiri tidak dapat membatasi jumlah anggota yang ikut karena pada prinsipnya dalam drumblek Pancuran semua warganya boleh ikut berpartisipasi dan atas pertimbangan untuk menjaga perasaan warganya karena apabila tetap ikut dan mengirim perwakilan akan ada warga yang merasa terluka hatinya karena tidak ikut berpartisispasi. Berikut penuturan bapak Budi Sutrisno17 :

“Iya...memang kita gak mau lomba, karena lomba itu kan terbatas orangnya. Biasanya kalau lomba-lomba di salatiga itu...aaa...dibawah katakanlah 50...70 orang. Kalau kita gak bisa, dan kita kalau ikut yo banyak sekali bisa sampai 300 orang. Kita gak bisa menolak orang, itu gak bisa...kalau kita menolak oramg, otomatis kan akan jadi masalah akhirnya kan mengegerkan kan orang kan kita gak mau, ya siapa yang mau ikut monggo ikut. Ya sekarang memang kita tidak ikut event-event atau lomba-lomba memang tidak, karena kita ya yang saya katakan tadi. Kita kolosal, kalau kita memilih peserta itu justru nanti chaos di kitanya. Jadi kalau mau ikut ya semua, kalau endak ya ndak semua. Ditempat saya seperti itu, itu loh dek gunjingan di masyarakat “peh peh ne, omonge juga kan gak enak gitu lho”.

(iya...memang kita tidak mau mengikuti lomba, kerena lomba itu jumlah orang terbatas. Biasanya kalau lomba-lomba di Salatiga itu dibawah 50...70 orang. Kalau kita tidak bisa, kalu kita ikut itu bnayak sekali jumlahnya bisa sampai 300 orang. Kita tidak bisa menolak orang, itu kita tidak bisa...kalau kita menolak orang, otomatis akan terjadi masalah akirya akan mengegerkan orang kan kita tidak mau, ya siapa yang mau ikut silahkan bergabung. Ya memang sekarang kita tidak mengikuti lomba atau event, karena seperti yang saya katakan tadi. Kita kolosal, kalau kita memilih peserta itu nantinya akan terjadi keributan di sini. Jadi kalau mau ikut ya semua, kalau tidak ya tidak semua. Di tempat saya kalau ada gunjingan kan tidak enak)

Warga Pancuran yang merupakan pengurus drumblek GEMPAR menyatakan hal serupa yaitu18 :

“Kita lebih mending ngalahi untuk tidak ikut lomba dari pada ada kecemburuan sosial. Itu malah jadi buruk di kita, buruk bagi drumblek sendiri itu loh mbak kalau kita menyanggupi dengan batasan partisipan tersebut. Di internalnya kampung itu malah sakit hati, “loh kok aku ra dimeluke”. Intinya kita menghindari itu. Kalau keluar ya keluar semua kalau bisa”. (kita lebih memilih mengalah untuk tidak ikut

lomba, daripada ada kecemburuan sosial. Itu malah menjadi buruk untuk

17 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

WIB di kediamannya.

18 Wawancara dengan warga asli Pancuran MI pada 05 Mei 2016 pukul 19.20 WIB di Cosmo

(13)

47

kita, buruk bagi drumblek itu sendiri itu mbak kalau kita menyanggupi adanya batasan partisipan tersebut. di internalnya kampung malah sakit hati, “lho kenapa aku tidak diikutsertakan”. Intinya kita menghindari itu. Kalau mau keluar ya keluar semua kalau bisa)

Rasa kepemilikan dan gotong royong sangat terlihat dari sikap warga pancuran dalam hal menanggapi kegiatan drumblek ini dimana mereka mau berpertisipasi dalam kegiatan ini. Contohnya ketika latihan para ibu-ibu secara spontan menyiapkan makanan dan minuman untuk warga yang berlatih, terdapat pula warga yang menjadi official dimana secara sukarela membawakan minuman dan ikut berjalan bersama pemain drumblek ketika sedang mengikuti event dan memberikan minuman kepada para pemain tersebut. berikut pengakuan akan hal tersebut 19:

“Dan misalkan juga waktu kita main gitu, mereka juga ikut berpartisipasi...misalkan bawa minuman, terus jadi petugas P3K, seperti itu...nggak ada yang nyuruh. Mereka punya inisiatif sendiri”.

Kaum ibu pun juga berpartisipasi, seperti mempersiapkan konsumsi berikut pernyataannya20 :

“Iya inisiatif warga. Apalagi kalau kita event main gitu, udah pasti ibu-ibu biasanya itu bawa minum buat semua. Gak Cuma buat anaknya doang”. (Iya, inisiatif warga. Apalagi kalau kita ada event main,

sudah pasti ibu-ibu biasanya membawa minum untuk semua. Tidak hanya untuk anaknya saja)

Para pemain drumblek terdiri dari warga yang berjenis kelamin laki-laki, hal tersebut dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa laki-laki memiliki tenaga yang lebih besar apabila dibandingkan dengan perempuan karena nantinya akan membawa alat yang cukup berat dan mengeluarkan tenaga yang banyak ketika memainkan alat musik tersebut. Warga yang berjenis kelamin perempuan juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan drumblek ini, warga perempuan biasanya di tempatkan pada bagian penari yang nantinya akan mengiringi alunan musik drumblek ketika dilantunkan.

19 Wawancara dengan warga Pancuran, Bram pada 20 Mei 2016 pukul 12.30 WIB di

kediamannya.

20 Wawancara dengan warga Pancuran, Bram pada 20 Mei 2016 pukul 12.30 WIB di

(14)

48

Posisi mayoret yang berada di bagian depan yang memimpin drumblek juga diisi oleh warga yang berjenis kelamin perempuan.

“Wong ibu-ibu itu kan ada to yang sampai sekarang ikut. Kalau ibu-ibu kan biasane nari”21. (Ibu-ibu itu kan ada yang sampai sekarang

ikut. Ibu-ibu biasanya menari)

Dalam hal ini warga yang berjenis kelamin perempuan atau laki-laki mempunyai hak yang sama untuk ikut bergabung dalam kegiatan drumblek karena memiliki posisi yang saling mengisi satu dengan lain dimana di dalam drumblek tidak hanya terdiri dari pemain alat musik saja, namun juga di dukung oleh penari dan mayoret dan official drumblek yang bertugas untuk mempersiapkan kebutuhan drumblek seperti air minum yang dibutuhkan ketika sedang mengikuti event, ataupun mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Kekompakan merupakan ciri dari Pancuran yang merupakan latar belakang tidak adanya pembatasan warga, berikut merupakan permyataan mengenai hal itu22 :

“Maaf kita tidak bisa apa istilahnya membatasi warga. Kadang-kadang kita berapa orang gitu, kalau kita mengambil istilahnya satu persatu orang gitu ndak ada yang dateng malahan. Jadi justru malah ndak, emang kita itu kekompakan itu yang jadi. Termasuk icon pancuran itu kekompakan, jadi tidak ada..apa istilahnya itu... siji yang satunya jangan gitu malah menimbulkan tidak kompak”. (Maaf kita tidak dapat

membatasi warga, terkadang ada beberapa orang, kalau mengambil satu persatu (melakukan pemilihan peserta) itu malah nanti tidak ada yang datang. Jadi justru malah tidak, kekompakan itu yang jadi. Icon Pancuran itu adalah kekompakan, jadi tidak ada pemilihan misalnya satu dipilih yang satunya tidak dipilih, itu malah menimbulkan tidak kompak kalau ada pemilihan).

21 Wawancara dengan warga asli Pancuran MI pada 05 Mei 2016 pukul 19.20 WIB di Cosmo

Cafe.

22 Wawancara dengan ketua RW Pancuran, Bapak Budi Sutrisno pada 17 Mei 2016 pukul 17.30

(15)

49

Gambar 3 (Suasana Latihan)

(16)

50

Gambar 5 (Suasana saat Persiapan)

Gambar 6 (Suasana saat Persiapan)

(17)

51

Gambar 8 (Suasana saat Pawai tahun 2014)

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 16, menunjukkan hasil mikroskop optik dengan pembesaran 200x, untuk pengamatan struktur serat pada bambu setelah proses alkali, pada struktur serat tidak terlihat

Investor maupun calon investor agar lebih memperhatikan Earning Per Share karena variabel tersebut berpengaruh secara parsial terhadap harga saham Food and Beverage di

 Demensia Alzheimer; adanya hendaya memori dan dikaitkan dengan adanya sedikitnya satu dari gejala lain penurunan fungsi kognitif (afasia  Pasien ngomong tp kt tdk

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, hanya karena berkat-Nya lah penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk menyelesaikan studi

Sementara itu ada pandangan yang kuat dari pendidik radikal, bahwa pembelajaran pada dasarnya tidak pernah terbebas dari kepentingan politik ataupun terbebas demi

Bus Pengendali Berfungsi untuk mengirimkan isyarat yang menyatakan data “dibaca” atau “ditulis”dari atau dan ke memori utama, peranti masukkan

Coli yang lain; plasmid membawa sifat virulensi bagi bakteri; bakteri-bakteri tertentu seperti Agrobacterium tumefaciens membawa plasmid yang disebut TI

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data langsung yang diperoleh dari responden dengan cara observasi dan wawancara yang bertujuan untuk memperoleh