BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pinus (Pinus merkusii Jungh et. De Vriese) 1. Tata nama
P. merkusii Jungh et. De Vriese termasuk suku Pinaceae, sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P. sumatrana Jung, P. finlaysoniana Blume, P. latteri Mason, P. merkusii var. Tonkinensis, P. merkusiana Cooling & Gaussen. Nama daerah antara lain : Damar Batu, Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam (Sumatra), Pinus (Jawa), Sral (Kamboja), Thong Mu (Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Philipina), Indochina pine, Sumatra Pine, Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan lain-lain (Harahap & Izudin 2002).
2. Penyebaran dan Habitat
P. merkusii secara alami ditemukan di Sumatra, namun juga dapat dibudidayakan dengan sukses di Pulau Jawa. Keberadaannya di Sumatra hanya di Sumatra Utara saja, di daerah Gayo yang ditemukan pada tahun 1841 oleh Junghun, selain itu ditemukan beberapa kelompok di Kerinci pada tahun 1867 oleh Cordes (Beekman 1996).
P. merkusii tersebar di Asia Tenggara, antara lain: Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina (Harahap & Izudin 2002). P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Di Daerah Sumatra tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain, sebagai berikut:
a. Strain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar, Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus pada umumnya terdapat pada ketinggian 800 – 2000 mdpl.
b. Strain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli ke Selatan Danau Toba. Tegakan pinus alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardoman. Di pegunungan Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar. Di daerah ini tegakan pinus terdapat pada ketinggian 1000 – 1500 mdpl.
c. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami yang luas terdapat antar Bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan pinus tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian 1500 – 2000 mdpl (Butarbutar et al. 1998)
3. Habitus
Tinggi pohon pinus Sumatra bisa mencapai ketinggian ± 35 m. Di Birma jarang sekali ditemukan pinus dengan ketinggian lebih dari 20 m. Di Philipina pernah mencapai ketinggian 25 m atau lebih. Ketinggian pohon pinus pernah ditemukan oleh Fernandes setinggi 60 – 70 m dengan diameter 70 - 150 cm. Pertumbuhan batang akan lurus, ramping dan bulat apabila ditanam dalam kondisi rapat. Apabila dalam keadaan lebar, maka pertumbuhannya akan berkelok-kelok, miring dan menggarpu (Beekman 1996).
4. Sifat-sifat kayu
Pohon pinus tidak berbanir, kulit kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam dan memiliki serat yang panjang. Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV (Siregar 2005).
5. Silvikultur
Pembungaan Pinus tergantung pada kondisi iklim. Setelah melewati musim kering munculah pembungaan yang besar dan menghasilkan biji-biji yang baik. Pada kondisi iklim yang basah, pembungaan agak kurang dan biji yang dihasilkan bermutu jelek. Pembungaan utama berlangsung antara bulan Maret-Juni. Pematangan biji setelah pembungaan berlangsung selama kurang lebih satu tahun. Jika pembungaan berlangsung bulan Mei – Juni, maka biji akan matang kira-kira awal Mei. Perkecambahan mulai 8 sampai 11 hari setelah biji-biji disemaikan. Setelah 8 – 11 hari akar akan tumbuh membentuk serat (benang) dan akan terus bertambah panjang tergantung kondisi tanah.
Tanaman Pinus merupakan tanaman tumbuh dengan memerlukan sinar matahari yang banyak, sehingga tanaman ini dikategorikan tanaman jenis pionir.
Bisa tumbuh di daerah yang kurang subur, daerah-daerah yang tidak bervegetasi selama tumbuhan ini mendapat sinar matahari yang cukup (Beekman 1996).
6. Kegunaan
P. merkusii Jungh et. De Vriese merupakan salah satu jenis pohon industri yang mempunyai nilai produksi tinggi dan merupakan salah satu prioritas jenis untuk reboisasi terutama di luar Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti produksi alfa pinen. Kelemahan dari P. merkusii adalah peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami. Kebakaran hutan umumnya terjadi pada musim kemarau, karena saat itu kandungan air, baik pada ranting-ranting dan serasah di lantai hutan maupun pada pohon menjadi berkurang sehingga kemungkinan untuk mengalami kebakaran menjadi besar. Selain itu, produksi serasah pinus termasuk tinggi, sebesar 12,56 – 16,65 ton/hektar (Komarayati et al. 2002).
Menurut Harahap dan Izudin (2002) kegunaan P. merkusii untuk bangunan perumahan, lantai, mebel, kotak, korek api, pulp, tiang listrik, papan wol kayu, resin, gondorukem, dan kayu lapis.
Selain itu, kegunaan pinus sangat banyak, antara lain kayunya dapat digunakan untuk triplek, venir, pulp sutra tiruan, dan bahan pelarut. Getahnya dapat dijadikan gondorukem, sabun, perekat, cat dan kosmetik. Daur panen untuk kebutuhan pulp 12 tahun dan non pulp 20 tahun (Khaerudin 1999).
2.2 Parameter Individu Pohon 1. Umur Pohon
Umur merupakan jarak waktu antara tahun tanam hingga waktu kini dan yang akan datang. Umur suatu pohon dapat diperoleh dari register tahun tanam, hitungan jumlah lingkaran tahun, dan hitungan jumlah lingkaran cabang. Jumlah lingkaran tahun didapat melalui hasil pengeboran pohon dengan alat ukur berupa bor riap (Belyea, diacu dalam Novendra 2008).
2. Diameter pohon
Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya. Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh karena itu, dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh), yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah. Di USA, diameter pohon berdiri diukur pada 4,5 ft diatas permukaan tanah, sedangkan pada negara dengan sistem metrik, diameter pohon berdiri diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaaan tanah. Diameter pada titik lainya sepanjang batang pohon sering ditunjukkan dengan : d0,5h = diameter pada setengah tinggi total, d0,1h = diameter pada 0,1 tinggi total, d6 = diameter pada ketinggian 6 m dari permukaan tanah (Husch et al. 2003).
Diameter pohon merupakan salah satu dimensi pohon yang penting karena selain secara langsung menentukan volume pohon juga akan berperan sebagai pengganti dimensi umur pada hutan alam. Meskipun tidak selamanya pohon yang berdiameter kecil menunjukkan umur yang masih kecil (Richards 1994).
3. Tinggi Pohon
Tinggi pohon adalah jarak antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar melalui titik bawah pangkal pohon. Dalam inventarisasi hutan antara lain dikenal beberapa macam tinggi pohon, sebagai berikut:
a. Tinggi total, yaitu tinggi dari pangkal pohon di permukaan tanah sampai puncak pohon.
b. Tinggi batas bebas cabang atau permulaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan, sampai cabang pertama yang membentuk tajuk.
4. Bentuk Batang
Menurut Husch et. al. (2003), bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu pohon ada 4 macam, yaitu: silinder, paraboloid, kerucut, dan neiloid. Keempat macam bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai adalah bentuk neiloid, kerucut, dan paraboloid.
Gambar 1 Bentuk geometrik bagian batang pohon (Husch et al. 2003).
Menurut Husch (1963), bedasarkan bentuk fisiknya, bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, sebagai berikut :
a. Excurrent, bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang dan biasanya terdapat pada jenis-jenis konifer atau daun jarum.
b. Deliquescent, pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenis-jenis kayu berdaun lebar.
5. Volume Batang
Husch (1963) menyatakan bahwa volume adalah besaran tiga dimensi suatu benda yang dinyatakan dalam satuan kubik. Volume didapatkan dari hasil perkalian satuan dasar panjang, yaitu panjang, lebar, dan tinggi.
Cara penentuan volume pohon dapat dilakukan dengan tiga cara, sebagai berikut:
a. Cara analitik, dengan menggunakan rumus standar.
b. Cara langsung, dilakukan tanpa mengukur dimensinya. Menggunakan alat xylometer, dengan prinsip hukum Archimedes dimana volume benda sama dengan volume cairan yang dipindahkan.
c. Cara grafik, cara yang yang dapat digunakan unutk menghitung volume berbagai bentuk benda putar tanpa memandang ciri-ciri permukaannya. Cara
ini dapat mencari volume suatu benda yang berpenampang melintang berbentuk lingkaran dengan diameter berbeda sepanjang sumbunya. Dasar kerjanya yaitu bahwa angka-angka diameter atau kuadratnya dengan panjang atau tinggi yang di plotkan pada kertas milimeter atau garis sumbu koordinat.
6. Angka Bentuk
Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai/ angka hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut :
a. Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama.
b. Merupakan suatu angka pecahan (<1) hasil dari pembagian antara volume pohon sebenarnya oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama.
Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada atau normal (Husch 1963).
7. Kusen Bentuk
Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris, sehingga ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besar keruncingan perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai dari perbandingan ini yang disebut dengan kusen bentuk. Macam kusen bentuk ada dua kusen yaitu kusen bentuk normal yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10 % tinggi dari pangkal pohon (Belyea, diacu dalam Novendra 2008).
8. Persamaan Taper
Menurut Husch et. al. (2003), taper diartikan sebagai suatu bentuk yang meruncing. Sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya. Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk.
Laasasenaho, diacu dalam Wijaksana (2008) menyatakan bahwa bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut :
(d/D) = f (h/H) Keterangan :
d = Diameter ujung batang pada ketinggian h D = Diameter setinggi dada (dbh)
H = Tinggi total pohon dari atas permukaan tanah h = Tinggi batang sampai diameter d
9. Tajuk Pohon
Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dengan titik ujungnya pada garis lingkaran tajuk (Husch 1963). Diameter tajuk dapat diukur dengan menggunakan alat bantu berupa meteran yaitu dengan cara mengukur proyeksi vertikal panjang garis yang melalui pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran ini dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan. Sedangkan tinggi tajuk merupakan jarak antara awal percabangan tajuk dengan puncak pohon (Husch et al. 2003).