• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRATEGI KNOW WANT TO LEARN (KWL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH STRATEGI KNOW WANT TO LEARN (KWL)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRATEGI KNOW WANT TO LEARN (KWL) DAN DIRECT READING ACTIVITY ( DRA) TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA

INTENSIF DITINJAU DARI KEBIASAAN MEMBACA

(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Wilayah Sragen Barat)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Oleh:

Laili Etika Rahmawati S 840908019

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

PENGARUH STRATEGI KNOW WANT TO LEARN (KWL) DAN DIRECT READING ACTIVITY ( DRA) TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA

INTENSIF DITINJAU DARI KEBIASAAN MEMBACA

(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Wilayah Sragen Barat)

Disusun Oleh: Laili Etika Rahmawati

S 840908019

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada Tanggal: Pembimbing I , Dr. Budhi Setiawan, M. Pd. NIP 196105241989011001 Pembimbing II, Dr. Retno Winarni, M. Pd. NIP 195601211982032003

(3)

Mengetahui

Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia

Prof. Dr. Herman J. Waluyo NIP 194403151978041001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Mahatinggi karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini akhirnya dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar magister pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Muh. Syamsulhadi, Sp. Kj., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini;

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini;

3. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan motivasi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar;

4. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd, selaku Sekretaris Program Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dalam administrasi pelaksanaan penelitian ini; 5. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dalam penulisan tesis ini;

6. Dr. Retno Winarni, M.Pd., selaku Pembimbing II yang memberikan bimbingan dan dukungan sehingga tesis ini dapat selesai;

7. Drs. Agus Suhono, M.Pd., selaku kepala SMA Negeri 1 Sumberlawang yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian;

8. Drs. Muh. Amir Zubaidi., selaku kepala SMA Negeri 1 Gemolong yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian;

(5)

9. Bapak Jumadi, S.Pd., selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Gemolong yang rela melaksanakan perlakuan yang banyak menyita waktu dan tenaga;

10. Kedua orang tua Bapak Drs. Sucipto dan Ibu Rukini yang telah memberikan motivasi dan dukungan materi, sehingga tesis ini dapat terselesaikan;

11. Suamiku tercinta Andra Kurniawan, S.Pd yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan;

12. Ananda tercinta, Rafiqah Izza Tazkiyah dan calon buah hatiku yang senantiasa menemani dalam proses pembuatan tesis ini;

13. Bapak dan ibu mertua, Untung Sudrajat, A.Mg dan Agus Nuriyah, A.Mg. yang senantiasa memberi motivasi dan dukungan.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat imbalan dari Allah Yang Maha Tinggi.

Walaupun disadari dalam tesis ini masih ada kekurangan, diharapkan tesis ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Desember 2009

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN TESIS... iii

PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x DAFTAR GAMBAR... xi ABSTRAK ... xii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 10

A. Kajian Teoretis ... 10

1. Hakikat Kemampuan Membaca Intensif... 10

a. Pengertian Membaca ... 10

b. Kemampuan Membaca Intensif ... 14

c. Evaluasi Kemampuan Membaca Intensif... 20

2. Hakikat Strategi Know Want to Learn (KWL) ... 25

a. Prinsip Pengajaran Membaca ... 25

b. Pengertian Strategi Know Want to Learn (KWL)... 28

(7)

3. Hakikat Strategi Directed Reading Activity (DRA)... 35

a. Pengertian Strategi Directed Reading Activity (DRA) ... 35

b. Fase-fase Strategi Directed Reading Activity (DRA) ... 38

4. Hakikat Kebiasaan Membaca... 41

a. Pengertian Kebiasaan ... 41

b. Kebiasaan Membaca ... 44

B. Penelitian yang Relevan ... 48

C. Kerangka Berpikir... 49

D. Hipotesis Penelitian... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

B. Metode dan Desain Penelitian... 55

C. Populasi, Sampling, dan Sampel Penelitian ... 55

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 57

E. Teknik Pengumpulan Data... 59

F. Prosedur Penelitian ... 59

G. Instrumen Penelitian ... 61

H. Teknik Analisis Data... 65

I. Hipotesis Statistik ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 72

A. Deskripsi Data ... 72

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 89

C. Pengujian Hipotesis ... 94

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 102

E. Keterbatasan Penelitian ... 104

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 106

A. Simpulan ... 106

B. Implikasi ... 108

C. Saran ... 110

(8)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya: (1) perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang diajar dengan strategi KWL dan strategi

DRA; (2) perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang mempunyai

kebiasaan membaca baik dan kebiasaan membaca buruk; dan (3) interaksi antara strategi membaca (KWL dan DRA) dan kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca intensif siswa.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri Wilayah Sragen Barat. Sampel diambil dengan teknik Multistage Cluster Random Sampling terdiri dari 70 siswa. Teknik pengumpulan data variabel kemampuan membaca intensif digunakan tes dan kebiasaan membaca digunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah Anava dua jalan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan Scheffe, dengan desain faktorial 2x2.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) terdapat perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang diajar dengan strategi KWL dan strategi

DRA, yaitu kemampuan membaca intensif siswa yang diajar dengan strategi KWL

lebih baik daripada siswa yang diajar dengan strategi DRA (FA>Ft = 11,232>3,99 pada taraf signifikansi 0,05); (2) terdapat perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang mempunyai kebiasaan membaca baik dan kebiasaan membaca buruk, yaitu kemampuan membaca intensif siswa yang mempunyai kebiasaan membaca baik lebih baik daripada siswa yang mempunyai kebiasaan membaca buruk (FB>Ft = 22,159>3,99 pada taraf signifikansi 0,05); dan (3) terdapat interaksi antara strategi membaca (KWL dan DRA) dan kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca intensif siswa (FAB>Ft= 10,323>3,99 pada taraf signifikansi 0,05).

Berdasarkan hasil analisis uji beda dengan metode Scheffe, dapat disimpulkan interaksi sebagai berikut: (1) kemampuan membaca intensif siswa yang mempunyai kebiasaan membaca baik maupun buruk jika sama-sama diajar dengan menggunakan strategi KWL tidak jauh berbeda (F1<Ft=1,124<3,99 pada taraf signifikansi 0,05); (2) kemampuan membaca intensif siswa yang mempunyai kebiasaan membaca baik jika diajar dengan strategi KWL maupun DRA tidak jauh berbeda (F2<Ft=0,0009<3,99 pada taraf signifikansi 0,05); (3) kemampuan membaca intensif siswa yang diajar dengan strategi KWL dan mempunyai kebiasaan membaca baik lebih baik daripada siswa yang diajar dengan strategi

DRA dan mempunyai kebiasaan membaca buruk (F3>Ft=36,670>3,99 pada taraf

signifikansi 0,05); (4) kemampuan membaca intensif siswa yang diajar dengan strategi KWL dan mempunyai kebiasaan membaca buruk dengan siswa yang diajar dengan strategi DRA dan mempunyai kebiasaan membaca baik tidak jauh berbeda (F4<Ft= 0,8255<3,99 pada taraf signifikansi 0,05); (5) kemampuan membaca intensif siswa yang mempunyai kebiasaan membaca buruk jika diajar dengan strategi KWL lebih baik daripada siswa yang diajar dengan strategi DRA (F5>Ft=22,197>3,99 pada taraf signifikansi 0,05); dan (6) kemampuan membaca

(9)

siswa yang mempunyai kebiasaan membaca buruk jika sama-sama diajar dengan strategi DRA (F6>Ft=31,160>3,99 pada taraf signifikansi 0,05).

ABSTRACT

The objectives of the research were to observe whether: (1) there was difference on students intensive reading ability taught by KWL strategy and DRA strategy; (2) there was difference on students intensive reading ability which have good reading habits or bad reading habits; and (3) there was interaction between reading strategy (KWL and DRA) and reading habits to students intensive reading ability.

The research used experiment method. The research population were eleventh class students of West Sragen Region National Highschool. The sample was taken by Multistage Cluster Random Sampling technique to 70 students. Data collecting technique for intensive reading ability variable was taken by test and reading habits variable was taken by questionnaire. Data analysis technique used was two ways anava followed by further test of Scheffe, 2x2 factorial design.

The conclusion from the research are : (1) there was difference on students intensive reading ability taught by KWL or DRA strategy, i.e. students intensive reading ability taught by KWL strategy better than students intensive reading ability taught by DRA strategy (FA>Ft = 11,232>3,99 on 0,05 significance level); (2) there was difference on students intensive reading ability that have good or bad reading habits, i.e. students intensive reading ability that have good reading habits better than bad reading habits (FB>Ft = 22,159>3,99 on 0,05 significance level); (3) there was interaction between reading strategy (KWL and DRA) and reading habits to students intensive reading ability. ((FAB>Ft= 10,323>3,99 on 0,05 significance level).

The interaction conclusion according to Scheffe method are: (1) students intensive reading ability that have good or bad reading habits taught by KWL was not quite different (F1<Ft=1,124<3,99 on 0,05 significance level); (2) students intensive reading ability that have good reading habits taught by KWL or DRA was not quite different (F2<Ft=0,0009<3,99 on 0,05 significance level); (3) students intensive reading ability taught by KWL and have good reading habits were better than students who taught by DRA and have bad reading habits (F3>Ft=36,670>3,99 on 0,05 significance level) ; (4) students intensive reading ability taught by KWL and have bad reading habits and students taught by DRA and have good reading habits was not quite different (F4<Ft= 0,8255<3,99 on 0,05 significance level); (5) students intensive reading ability that have bad reading habits taught by KWL were better than taught by DRA

(10)

(F5>Ft=22,197>3,99 on 0,05 significance level); and (6) students intensive reading ability that have good reading habits were better than students that have bad reading habits who taught by DRA (F6>Ft=31,160>3,99 on 0,05 significance

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan berbahasa merupakan bagian dari kehidupan manusia. Kegiatan berbahasa ada yang bersifat reseptif dan ada pula yang bersifat produktif. Kedua kegiatan berbahasa ini saling melengkapi dalam keseluruhan aktivitas komunikasi. Kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif meliputi kegiatan membaca dan menyimak, sedangkan kegiatan membaca yang bersifat produktif meliputi berbicara dan menulis.

Kegiatan membaca sangat penting untuk pemeliharaan dan pengembangan kehidupan, baik sebagai perseorangan, maupun sebagai bangsa. Sebagai perseorangan dan sebagai bangsa, seseorang ingin bertahan di muka bumi ini. Untuk itu seseorang melakukan kegiatan atau perbuatan yang bermanfaat. Seseorang yang mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat itu harus belajar, baik melalui pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Dalam hubungan belajar demikian itu, seseorang harus banyak membaca. Oleh karena itu, kegiatan membaca harus tertanam menjadi kebiasaan baik. Agar kegiatan membaca tumbuh menjadi kebiasaan, maka pelajaran membaca perlu ditumbuhkembangkan sedini mungkin.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan

(12)

wawasan dan pengetahuan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup di masa-masa mendatang.

Burns, Betty, dan Ross (dalam Farida Rahim, 2007: 1) mengemukakan bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Namun, anak-anak yang tidak memahami pentingnya membaca tidak akan termotivasi untuk belajar. Belajar membaca merupakan usaha yang terus menerus, dan anak-anak yang melihat tingginya nilai (value) membaca dalam kegiatan pribadinya akan lebih giat belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menemukan keuntungan dari kegiatan membaca.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat negara maju ditandai oleh telah berkembangnya budaya baca. Negara-negara yang masyarakatnya sangat maju dan kuat dalam diri masyarakatnya sudah tertanam kebiasaan membaca yang tinggi.

Sementara itu, masyarakat di negara-negara berkembang ditandai oleh rendahnya kemampuan baca serta budaya baca yang belum tertanam dengan baik fakta menunjukkan bahwa Indonesia kemampuan membaca penduduknya berada pada urutan terakhir dari 27 negara yang diteliti (IEA, 1992; Asia’s Weeks, 1997 dalam Iskandarwassid dan Dadang Sunendar: 2008: 245-245). Selain itu, tidak sedikit temuan penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan membaca dan memahami teks pada anak-anak sekolah di berbagai negara berkembang masih sangat rendah. Penelitian Gutrie yang dilakukan terhadap anak-anak sekolah dasar dan sekolah menengah di negara-negara Asia-Pasifik dan Asia Tenggara

(13)

menunjukkan rendahnya kemampuan membaca dan memahami teks, kemampuan mereka tidak melampaui 37,50%. Temuan penelitian ini tentunya termasuk di dalamnya anak-anak di Indonesia. Padahal kemampuan membaca dan memahami teks pada anak sekolah merupakan sarana yang sangat mendasar dan penting bagi perkembangan di masa mendatang untuk memburu, menyerap, dan memanfaatkan informasi guna pengembangan ilmu dan teknologi ketika kelak mereka sudah mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Untuk itu peningkatan kemampuan memahami teks sejak dini, menjadi suatu keharusan bagi proses pembelajaran di dalam sistem pendidikan. Hal ini relevan dengan Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2000-2004 yang telah dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional bahwa ukuran pendidikan seharusnya tidak hanya dominan pada aspek kognitif seperti NEM, nilai rapor, tetapi harus pula mengembangkan cara berpikir, penalaran, serta kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan cara berpikir, penalaran, dan memecahkan masalah akan berkembang pada siswa manakala mereka terbiasa dikembangkan kegairahan dan kemampuan membaca serta memahami teks dengan baik sehingga mampu menyerap, mengolah, dan menganalisis informasi yang terkandung di dalamnya.

Suatu kesulitan muncul untuk menjawab pertanyaan: bagaimanakah strategi pembelajaran yang efektif untuk memfasilitasi siswa meningkatkan kemampuan membaca dan memahami teks? Apa sajakah langkah-langkah proses pembelajaran yang seyogianya ditempuh agar siswa terbiasa mengembangkan kemampuan membaca dan memahami teks? Kesulitan ini muncul karena pada

(14)

umumnya dalam proses pembelajaran, para guru biasanya mengajar memulai dengan menyampaikan intisari yang terkandung di dalam teks yang hendak dibaca serta menjelaskan alasan mengapa siswa harus mampu membaca teks tersebut. Meskipun terdapat petunjuk bagi guru tentang cara-cara mengetahui apa yang telah diketahui siswa berkaitan dengan suatu topik, tetapi seringkali guru kurang menghiraukannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Durkin dengan cara mengobservasi kelas menunjukkan bahwa bagian yang paling sering diabaikan dalam pelajaran membaca adalah cara-cara guru menggali latar belakang pengetahuan siswa berkenaan dengan topik yang dipelajari. Padahal, temuan-temuan terdahulu telah menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan awal atau bekal awal ini untuk terjadi proses pembelajaran yang bersifat interaktif. Dalam konteks ini, seringkali bahan bacaan yang dipakai untuk mengajarkan membaca pada anak-anak di sekolah mengabaikan pentingnya pengetahuan tentang apa yang telah dibawa anak-anak dari rumah berkaitan dengan materi bacaan.

Strategi pengajaran membaca berkembang cukup pesat, meskipun strategi maupun teknik tradisional masih digunakan oleh sebagian besar pengajar. Kebiasaan pengajar meminta para peserta didik untuk membaca teks selama waktu tertentu, kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti apa jenis teks yang dibaca, siapa pengarangnya, kapan dibuatnya, mengapa, bagaimana, dan siapa? Keseluruhan pertanyaan tersebut masih dilakukan karena masih relevan dengan tuntutan keterampilan membaca para peserta didik.

(15)

Sayangnya, tidak semua orang dapat membaca dengan benar. Hal itu tercermin antara lain dari kenyataan bahwa setelah membaca mereka tidak mampu mengambil intisari bacaan. Mereka tidak dapat membedakan antara gagasan utama dan gagasan pendukung dalam suatu teks. Akibatnya, mereka gagal memperoleh informasi secara efektif.

Kita masing-masing mempunyai kebiasaan atau cara membaca. Namun satu hal yang perlu diusahakan adalah kemampuan membaca yang semakin cepat tetapi juga semakin intensif dan efektif. Semakin intensif yang dimaksudkan adalah cermat dalam menyerap dan menilai pesan-pesan atau informasi yang terkandung dalam bahan bacaan dalam waktu sesingkat mungkin. Semakin efektif berarti semakin cepat dan tepat mencari informasi yang benar-benar diperlukan saja.

Selama ini cara membaca yang biasa dilakukan oleh siswa adalah membaca dari halaman awal sampai pada halaman akhir. Apabila mereka belum paham, pembacaan diulang seperti semula. Kalau diperlukan mereka melakukannya sampai beberapa kali. Cara membaca dengan strategi seperti ini tidak tepat guna dan membuat siswa tidak maju dalam belajarnya. Membaca dengan strategi ini, mereka dapat lulus ujian, tetapi mempunyai kecenderungan hanya dengan prestasi yang cukup. Untuk itu, perlu digunakan strategi membaca yang lain, yang lebih efektif, yaitu strategi Know Want to Learn yang selanjutnya disebut dengan KWL atau Directed Reading Activity yang selanjutnya disebut

(16)

Strategi KWL merupakan strategi membaca dengan langkah-langkah apa yang diketahui (K), apa yang ingin diketahui (W), dan yang telah dipelajari (L). Strategi KWL memberikan kepada siswa tujuan membaca dan memberikan suatu peran aktif siswa sebelum, saat, dan sesudah membaca. Strategi ini dikembangkan untuk membantu guru menghidupkan latar belakang pengetahuan siswa dan minat siswa pada suatu topik.

Strategi DRA merupakan strategi membaca dengan langkah-langkah persiapan, membaca dalam hati, dan tindak lanjut. Pada fase persiapan mencakup empat komponen, yaitu tugas membaca, menghubungkan degan isi pelajaran sebelumnya, memperkenalkan kosakata baru, dan menyusun tujuan membaca. Fase membaca dalam hati dan fase tindak lanjut.

Selain dipengaruhi oleh strategi membaca yaitu, strategi KWL dan DRA, kebiasaan membaca juga mempunyai peranan penting dalam kegiatan membaca. Salah satu unsur penting dalam membaca adalah membangun kebiasaan untuk terus menerus belajar atau menjadi manusia pembelajar yang senantiasa haus akan informasi dan pengetahuan. Siswa yang mempunyai kebiasaan membaca yang baik tentunya mampu membaca efektif dan efisien.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneliti bermaksud melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Strategi Know Want to Learn (KWL) dan Direct Reading Activity (DRA) terhadap Kemampuan Membaca Intensif Ditinjau dari Kebiasaan Membaca (Studi Eksperimen Siswa Kelas XI SMA Negeri Wilayah Sragen Barat )”.

(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang diajar dengan strategi KWL dan DRA?

2. Apakah ada perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang mempunyai kebiasaan membaca baik dan buruk?

3. Apakah ada interaksi antara strategi membaca (KWL dan DRA) dan kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca intensif siswa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh strategi membaca (KWL dan DRA) dan kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca intensif siswa.

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mendeskripsikan:

1. perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang diajar dengan strategi

KWL dan DRA;

2. perbedaan kemampuan membaca intensif siswa yang memiliki kebiasaan membaca baik dan buruk;

3. interaksi antara strategi membaca (KWL dan DRA) dan kebiasaan membaca terhadap kemampuan membaca intensif siswa.

(18)

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam pembelajaran membaca intensif yang dipengaruhi oleh strategi membaca dan kebiasaan membaca siswa.

2. Secara Praktis a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa sebagai berikut: 1) menambah pemahaman siswa tentang proses membaca;

2) siswa lebih mudah berkonsentrasi ketika membaca; 3) siswa lebih mudah menentukan ide pokok suatu teks; 4) siswa berusaha mempunyai kebiasaan membaca yang baik. b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru sebagai berikut: 1) dapat menjadi rujukan untuk meningkatkan pengajaran membaca;

2) dapat menjadi sarana untuk membantu siswa memahami bahan bacaan dengan strategi KWL dan DRA;

c. Bagi Pengambil Kebijakan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan sebagai berikut:

1) mampu memberikan kebijakan yang tepat dalam peningkatan mutu pendidikan;

(19)

2) mampu memberikan motivasi kepada guru untuk mengajar dengan strategi yang tepat;

3) mampu memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadikan kegiatan membaca sebagai kebiasaan sehingga kemampuan membacanya juga meningkat.

(20)

BAB II

KAJIAN TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Teoretis 1. Hakikat Kemampuan Membaca Intensif a. Pengertian Membaca

Darmiyati Zuchdi (2007:19) memberikan definisi membaca sebagai ”penafsiran yang bermakna terhadap bahasa tulis”. Tidak jauh berbeda dengan pendapat tersebut, Burhan Nurgiyantoro (2001:246-247) menyatakan bahwa membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang dituturkan pihak lain melalui sarana tulis. Kegiatan membaca merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat reseptif kedua setelah menyimak. Hubungan antara penulis dan pembaca bersifat tidak langsung, yaitu melalui lambang tulisan.

Tidak sesederhana pendapat yang disampaikan oleh Burhan Nurgiyantoro, Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008:246) memberikan batasan membaca sebagai kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis dalam teks. Untuk keperluan tersebut, selain perlu menguasai bahasa yang dipergunakan, seorang pembaca perlu juga mengaktifkan berbagai proses mental dalam sistem kognisinya.

Dengan demikian membaca bukanlah suatu kegiatan yang sederhana seperti apa yang diperkirakan banyak pihak sekarang ini. Kegiatan membaca bukan hanya kegiatan yang terlihat secara kasat mata; dalam hal ini siswa melihat

(21)

sebuah teks, membacanya dan setelah itu diukur dengan kemampuan menjawab sederet pertanyaan yang disusun mengikuti teks tersebut sebagai alat evaluasi, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam maupun dari luar pembaca. Kegiatan membaca bukan hanya kegiatan yang melibatkan prediksi, pencetakan skema, atau dekoding, akan tetapi juga merupakan interaksi grafofonemik, sintaktik, semantik, dan skematik. Di samping itu keterlibatan pembaca di dalam mencari arti dari teks yang dibaca juga mempengaruhi.

Membaca adalah kegiatan yang tersusun dari 4 komponen: strategi, kelancaran, pembaca, dan teks. Strategi adalah kemampuan pembaca menggunakan beragam strategi untuk mencapai tujuan dalam membaca. Kelancaran ialah kemampuan membaca dengan kecepatan tertentu dengan pemahaman yang cukup. Gabungan dari teks, strategi, kelancaran, dan pembaca ini yang disebut membaca (Anderson, 2003:68). Pemahaman dalam hal ini merupakan tujuan dari membaca.

Berbeda dengan pendapat di atas, Yuni Pratiwi (2007:1.5) memberikan definisi membaca sebagai kegiatan berbahasa yang secara aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui media tulis, seperti buku, artikel, modul, surat kabar, atau media tulis lainnya. Disebut aktif karena membaca bukan hanya sekadar memahami lambang tulis, tapi juga membangun makna, memahami, menerima, menolak, membandingkan, dan meyakini isi tulisan.

Di lain pihak Soedarso (2002:4) memberikan batasan membaca sebagai aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi: orang harus menggunakan pengertian dan khayalan,

(22)

mengamati, dan mengingat-ingat. Kita tidak dapat membaca tanpa menggerakkan mata atau tanpa menggunakan pikiran. Pemahaman dan kecepatan membaca menjadi amat tergantung pada kecakapan dalam menjalankan setiap organ tubuh yang diperlukan untuk itu.

Memperkuat pernyataan tersebut, Bennete (1997:23) menyatakan bahwa

”Reading is a visual process-vision is a symbolic process of seeing an item or symbol and translating it into an idea or image. Images are processed into concept and whole dimensions of thought.”

Singhal (2001) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses memaknai yang melibatkan interaksi antara pembaca dan teks. Pembaca menggunakan aktivitas mental untuk menyusun makna dari teks. Aktivitas-aktivitas ini secara umum merujuk pada membaca strategi atau keterampilan membaca (dalam http://www.alteeh.ac.ip/-itesj.Articles.Singhal-Reading L12.ht).

Harmer dalam Furqanul Aziez dan Chaedar Alwasilah (1996:111-113) mengajukan enam keterampilan yang harus diperhatikan dalam membaca, yakni (1) keterampilan prediktif; (2) menentukan informasi tertentu; (3) memperoleh gambaran umum; (4) memperoleh informasi secara rinci; (5) menggali fungsi dan pola wacana; dan (6) menarik makna dari konteks. Enam keterampilan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Pertama, memprediksi teks. Seorang pembaca efisien mampu

memperkirakan apa yang akan ditemuinya dalam suatu teks. Proses memahami teks adalah proses melihat apakah isi teks sesuai dengan prediksinya.

(23)

Bagaimanapun, prediksi pembaca terus bergeser, begitu pembaca menerima beragam informasi dari teks yang dibaca.

Kedua, menemukan informasi tertentu. Pembaca sering membaca suatu

teks, karena ingin menemukan informasi tertentu darinya, menemukan satu atau dua fakta.

Ketiga, memperoleh gambaran umum. Pembaca juga sering membaca

suatu teks karena ingin memperoleh gambaran umum. Pembaca ingin mengetahui butir-butir utama suatu teks, tanpa begitu mempedulikan rinciannya. Keterampilan ini sering disebut keterampilan ‘skimming’.

Keempat, memperoleh informasi rinci. Seorang pembaca yang baik harus

mampu menjadikan teks sebagai sarana memperoleh informasi yang rinci. Informasi yang diperoleh ada berbagai macam. Informasi yang ingin diraih sering bukan berupa fakta, melainkan berupa sikap atau pendapat penulis tentang sesuatu. Kegiatan yang memperhatikan informasi rinci ini, akan mengarang pembaca terampil dalam scanning dan skimming.

Kelima, mengenali fungsi dan pola wacana. Pembaca perlu mengenali

penanda dalam wacana, karena hal ini penting dalam memahami konstruksi teks. Dengan mengetahui penanda-penanda (frase mana yang digunakan penulis untuk menyusun wacana), pembaca akan menjadi pembaca yang efisien.

Keenam, menarik makna dari teks. Salah satu subketerampilan yang tidak

kalah penting dalam proses membaca, dibandingkan yang lain, adalah menarik makna yang belum dikenal melalui konteks. Keterampilan ini penting tidak saja karena ia dapat menambah kosakata, tetapi juga menjaga kelangsungan proses

(24)

membaca. Pembaca tidak harus berhenti dari waktu ke waktu hanya untuk berkonsultasi dengan kamus.

b. Kemampuan Membaca Intensif

Sunarno (2009) menyatakan bahwa ragam membaca itu ada bermacam-macam. Salah satunya adalah membaca intensif. Membaca intensif adalah membaca dengan cermat materi bacaan dengan maksud memahami sepenuhnya informasi yang terkandung dalam bacaan. Karena pembacaannya dilakukan secara cermat, membaca intensif acap disebut membaca cermat. Selain itu, membaca intensif dimaksudkan untuk memahami berbagai informasi dalam bacaan itu, membaca intensif acap pula disebut membaca pemahaman (dalam http://sunarno5.wordpress.com/).

Menurut Pearson dan Johnson (dalam Nunan, 1992:66-67) pemahaman adalah membangun jembatan antara yang baru dengan yang sudah diketahui. Di bawah metafor yang sederhana ini terdapat suatu perangkat implikasi yang kaya dan rumit tentang proses itu sendiri dan tentang proses mengajar pemahaman. 1) Pemahaman adalah aktif, bukan pasif; artinya, pembaca tidak bisa lain

daripada menafsirkan dan mengubah apa yang dibacanya sesuai dengan pengetahuan sebelumnya mengenai topik yang dibahas. Pemahaman bukan sekadar masalah merekam dan melaporkan secara harfiah apa yang telah dibaca.

2) Pemahaman memerlukan sejumlah besar pengambilan kesimpulan. Sebenarnya, jumlah kesimpulan yang diperlukan untuk memahami tulisan prosa yang paling sederhana pun dapat membingungkan.

(25)

3) Pemahaman merupakan dialog antara penulis dan pembaca. Oleh karena itu, kita menafsirkan pernyataan menurut persepsi kita tentang apa yang diusahakan oleh penulis untuk memberi tahu kita, mengajak kita, atau mengarahkan kita.

Membaca pemahaman menurut Kinayati Djojosuroto (2009:69) adalah memahami makna atau pesan penulis melalui teks yang ditulis. Membaca pemahaman pada hakikatnya adalah kegiatan membaca yang dimaksudkan untuk memahami makna yang terkandung dalam suatu teks (Depdiknas, 2004:3).

Berdasarkan konsep-konsep tersebut benar yang dinyatakan oleh Heilman (1981:242) bahwa: ”Reading comprehension is a process of making sense of

written ideas through meaningful interpretation and interaction with language. Reading comprehension is best viewed as a multifaceted process affected by several thinking and language abilities.”

Membaca pemahaman merupakan suatu proses mencari makna dari gagasan-gagasan tertulis melalui interpretasi bermakna dan interaksi dengan bahasa. Membaca pemahaman dipandang sebagai suatu proses beragam yang dipengaruhi oleh berbagai pemikiran kemampuan berbahasa. Dengan demikian, model proses pemahaman adalah: (1) pemahaman arti kata (pemahaman harfiah); (2) pemahaman interpretasi; dan (3) pemahaman kritis. Memahami gagasan-gagasan dan informasi secara eksplisit dinyatakan dalam wacana. Kemampuan-kemampuannya adalah pengetahuan tentang makna-makna kata, mengingat rincian-rincian yang dinyatakan secara langsung atau parafrase dalam kata-kata sendiri. Memahami aturan-aturan gramatikal-subjek, kata kerja, kata ganti benda,

(26)

kata penghubung, dan lainnya merekam ide utama yang dinyatakan secara eksplisit, dan pengetahuan tentang urutan informasi yang disajikan dalam wacana. Membaca pemahaman adalah proses intelektual kompleks yang melibatkan sejumlah kemampuan. Pemahaman melibatkan tingkat dalam hierarki berpikir. Semakin tinggi tingkat pemahaman pada dasarnya akan mengandung tingkat berpikir yang semakin tinggi. Kemampuan membaca pemahaman mengandung empat kategori pemahaman, yaitu: (1) pemahaman arti kata (literer

comprehension); (2) pemahaman interpretasi (interpretative comprehension); (3)

pemahaman kritis (critical comprehension); dan (4) membaca kreatif (creative

reading) (Vacca dan Vacca dalam Noldy Pelenkahu, 2006:879).

Banyak ahli menggambarkan tentang tingkatan pemahaman. Salah satu di antaranya adalah Harold L. Herber (dalam Kinayati Djojosuroto, 2006: 69-70), ia mengklasifikasikan pemahaman membaca menjadi tiga tingkat, yaitu literal, interpretatif, dan aplikasi. Pada pemahaman tingkat literal, pembaca menentukan apa yang dikatakan oleh penulis melalui kata-kata yang secara eksplisit dituangkannya dalam teks. Pembaca dalam fase ini memerlukan pengetahuan tentang bahasa, antara lain mengkonstruksi kata, konstruksi kalimat, kosakata, dan makna kata, untuk dapat mengawakode (to decode) teks secara tepat.

Pada pemahaman tingkat interpretatif, pembaca menentukan apa yang dimaksudkan penulis di balik apa yang dikatakannya. Untuk itu, pembaca perlu mengembangkan konsep intrinsik dari hubungan yang mereka pahami dari informasi yang diperoleh melalui pemahaman literal. Konsep tersebut bersifat intrinsik karena konsep itu diformulasikan berdasarkan informasi yang

(27)

dikemukakan dalam teks. Hasil pengembangan tersebut berupa gagasan yang tidak secara eksplisit dikemukakan oleh penulis.

Pada pemahaman tingkat aplikasi, pembaca menggunakan skematanya untuk memahami apa yang ditemuinya dalam teks. Dengan demikian, pemahaman pembaca terhadap teks dipengaruhi oleh kekayaan skematanya. Apabila pada tingkat interpretatif konsep idenya bersifat intrinsik, pada tingkat aplikasi konsepnya bersifat ekstrinsik karena konsep tersebut berada di luar teks, meskipun terkait dengan gagasan yang berada di dalamnya.

Tingkat-tingkat pemahaman yang lebih rinci dikemukakan oleh Nuttall (1996:4). Ia mengemukakan hal itu dalam kaitannya dengan tipe pertanyaan dalam kaitannya dengan tipe pertanyaan dalam membaca pemahaman. Tipe pertama adalah pertanyaan pemahaman literal, yaitu pertanyaan yang jawabannya dinyatakan secara langsung dan jelas di dalam teks. Tipe kedua adalah pertanyaan yang melibatkan kegiatan reorganisasi dan reinterpretasi. Pertanyaan tipe ini menuntut pembaca menginterpretasikan kembali informasi literal atau mencari informasi tersebut dari berbagai tempat dalam teks, kemudian mengutarakannya kembali dengan cara lain. Tipe ketiga adalah pertanyaan inferensi. Tipe pertanyaan ini menuntut pembaca mempertimbangkan informasi yang terimplikasikan (tetapi tidak dinyatakan secara jelas) dalam teks. Sebagaimana tipe kedua, pertanyaan tipe ketiga ini juga menuntut pembaca mengorganisasikan informasi-informasi yang tersebar di dalam teks. Tipe keempat adalah pertanyaan tingkat evaluasitif. Tipe pertanyaan ini menghendaki pembaca menilai teks dalam kaitannya dengan tujuan penulis dan cara penulis mencapai tujuan itu. Tipe

(28)

kelima adalah pertanyaan respons pribadi, pertanyaan tipe ini menghendaki pembaca merespons kualitas teks berdasarkan kriteria atau alasan tertentu yang dapat dirujuk dalam teks. Tipe keenam adalah pertanyaan yang berkaitan dengan cara penulis mengutarakan maksudnya. Pertanyaan tipe ini dimaksudkan untuk memberi kepada pembaca strategi menangani teks secara keseluruhan, bukan semata-mata membantu pembaca memahami jenis teks tertentu.

Menurut Nurhadi (2004:57-61) kemampuan membaca pemahaman terdiri dari tiga tingkatan, yaitu kemampuan membaca literal, kritis, dan kreatif.

1) Kemampuan Membaca Literal

Kemampuan membaca literal adalah kemampuan pembaca mengenal dan menangkap bahan bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit). Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal (tampak jelas) dalam bacaan. Informasi itu ada dalam baris-baris bacaan (Reading the Lines). Pembaca tidak menangkap makna yang lebih dalam lagi, yaitu makna di balik baris-baris.

Ciri-ciri pembaca literal, antara lain: (1) merupakan jenis kemampuan membaca yang paling rendah; (2) ketika proses membaca berlangsung, pembaca tidak melibatkan aspek berpikir kritis; (3) pembaca hanya menerima apa adanya tentang apa-apa yang dikatakan pengarang; (4) saat berakhirnya kegiatan membaca, pembaca hanya mengingat kembali apa yang dikatakan pengarang; (5) pembaca bersikap pasif; (6) pemahaman membaca literal hanya terbatas pada aspek wacana yang tersurat; (7) keberhasilan membaca diukur dari kemampuan

(29)

berapa banyak mengingat kembali apa yang dikatakan pengarang, yaitu menjawab petanyaan: apa, siapa, kapan, di mana, persis seperti apa kata pengarang.

Keterampilan yang perlu dilatihkan untuk meningkatkan kemampuan membaca literal, antara lain: (1) mengenal kata, kalimat, paragraf, unsur detail, unsur urutan, unsur perbandingan, dan hubungan sebab akibat; (2) menjawab pertanyaan apa, siapa, kapan, dan di mana; (3) menyatakan kembali unsur urutan, perbandingan, dan sebab akibat.

2) Kemampuan Membaca Kritis

Kemampuan membaca kritis adalah kemampuan pembaca mengolah bahan bacaan secara kritis untuk menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat maupun makna tersiratnya, melalui tahap mengenal, memahami, menganalisis, mensintesis, dan menilai. Mengolah secara kritis artinya, dalam proses membaca seorang pembaca tidak hanya menangkap makna yang tersurat (makna baris-baris bacaan, tetapi juga menemukan makna antarbaris, dan makna di balik baris.

Ciri-ciri pembaca kritis, antara lain: (1) dalam kegiatan membaca sepenuhnya melibatkan kemampuan berpikir kritis; (2) tidak begitu saja menerima apa yang dikatakan pengarang; (3) membaca kritis adalah usaha mencari kebenaran yang hakiki; (4) membaca kritis selalu terlibat dengan permasalahan mengenai gagasan dalam bacaan; (5) membaca kritis adalah mengolah bahan bacaan, bukan mengingat (menghafal); dan (6) hasil membaca untuk diingat dan diterapkan, bukan untuk dilupakan.

(30)

Keterampilan-keterampilan dalam membaca kritis, antara lain: (1) menemukan informasi faktual; (2) menemukan ide pokok yang tersirat; (3) membuat kesimpulan; (4) membedakan fakta dan opini; (5) menilai kesesuaian antargagasan; dan (6) menilai kesesuaian antara judul dan isi bacaan.

3) Keterampilan Membaca Kreatif

Keterampilan membaca kreatif adalah kemampuan membaca yang tidak hanya sekadar menangkap makna tersurat, makna antarbaris, dan makna di balik baris, tetapi kemampuan secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari.

Ciri-ciri pembaca kreatif, antara lain: (1) kegiatan membaca tidak berhenti sampai pada saat menutup buku; (2) mampu menerapkan hasilnya untuk kepentingan hidup sehari-hari; (3) munculnya perubahan sikap dan tingkah laku setelah proses membaca selesai; (4) hasil membaca berlaku sepanjang masa; dan (5) mampu menilai secara kritis dan kreatif bahan bacaan (buku) dan memberikan umpan balik yang berupa kritik balikan, penilaian langsung, atau mengubahnya menjadi bentuk lain.

Keterampilan-keterampilan dalam membaca kreatif, antara lain (1) mengikuti petunjuk dalam bacaan kemudian menerapkannya; (2) membuat resensi buku; dan (3) memecahkan masalah sehari-hari melalui teori yang disajikan dalam buku.

c. Evaluasi Kemampuan Membaca Intensif

Tes kemampuan membaca adalah sebuah tes keterampilan berbahasa yang bisa dilakukan dalam pengajaran bahasa, baik dalam pengajaran bahasa pertama,

(31)

maupun bahasa kedua (asing). Kemampuan membaca merupakan salah satu dari keempat keterampilan berbahasa yang diajarkan dan karenanya juga berkonsekuensi diteskan, kepada pembelajar bahasa (Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2008:246-247). Ada banyak cara yang distandarkan untuk mengukur kemampuan membaca yang sering digunakan antara lain adalah dengan mempergunakan bentuk betul salah, melengkapi kalimat, pilihan ganda, pembuatan ringkasan atau rangkuman, cloze test, C-test, dan lain-lain. Teknik yang paling umum dipakai adalah format bentuk tes pilihan ganda.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001:249-253) tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan. Oleh karena itu, bacaan atau wacana yang diujikan hendaklah yang mengandung informasi yang menuntut untuk dipahami. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi kesulitan, panjang pendek, isi, dan jenis atau bentuk wacana.

Penekanan tes kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami informasi yang terkandung dalam wacana. Kegiatan tersebut sebagai suatu aktivitas kognitif yang dapat dibuat secara berjenjang, mulai dari tingkat ingatan (C1) sampai dengan tingkat evaluasi (C6) (Burhan Nurgiyantoro, 2001:253-267).

1) Tingkat Ingatan

Tes kemampuan membaca tingkat ingatan sekadar menghendaki siswa untuk menyebutkan kembali fakta, definisi, atau konsep yang terdapat di dalam wacana yang diujikan. Oleh karena fakta, definisi, atau konsep yang terdapat di

(32)

dalam wacana itu dapat ditemukan dan dibaca berkali-kali, pada hakikatnya tes tingkat ingatan tersebut hanya sekadar mengenali, menemukan, dan memindahkan fakta yang ada pada wacana ke lembar jawaban yang dituntut.

2) Tingkat Pemahaman

Tes kemampuan membaca tingkat pemahaman menuntut siswa untuk dapat memahami wacana yang dibacanya. Pemahaman yang dilakukan pun dimaksudkan untuk memahami isi bacaan, mencari hubungan antarhal, sebab akibat, perbedaan dan persamaan antarhal, dan sebagainya.

Butir tes kemampuan membaca untuk tingkat pemahaman ini belum tergolong sulit, masih dalam aktivitas kognitif tingkat sederhana, walau sudah lebih tinggi dari sekadar kemampuan ingatan.

3) Tingkat Penerapan

Tes tingkat penerapan menghendaki siswa untuk mampu menerapkan pemahamannya pada situasi atau hal lain yang ada kaitannya. Demikian pula halnya dengan tes kemampuan membaca. Siswa dituntut untuk mampu menerapkan atau memberikan contoh baru, misalnya tentang suatu konsep, pengertian, atau pandangan yang ditunjuk dalam wacana. Kemampuan siswa tersebut merupakan bukti bahwa siswa telah memahami isi wacana yang bersangkutan.

4) Tingkat Analisis

Tes kemampuan membaca pada tingkat analisis menuntut siswa untuk mampu menganalisis informasi tertentu dalam wacana, mengidentifikasi, atau membedakan pesan dan atau informasi, dan sebagainya yang sejenis. Aktivitas

(33)

kognitif yang dituntut dalam tugas ini lebih dari sekadar memahami isi wacana. Pemahaman yang dituntut adalah pemahaman secara lebih kritis dan terinci sampai bagian-bagian yang lebih khusus.

Kemampuan memahami wacana untuk tingkat analisis antara lain berupa kemampuan menentukan pikiran pokok dan pikiran-pikian penjelas dalam sebuah alinea, menentukan kalimat yang berisikan gagasan pokok, jenis alinea berdasarkan letak kalimat pokok, menunjukkan tanda penghubung antaralinea, dan sebagainya.

5) Tingkat Sintesis

Tes kemampuan membaca tingkat sintesis menuntut siswa untuk mampu menghubungkan dan atau menggeneralisasikan antara hal-hal, konsep, masalah, atau pendapat yang terdapat dalam wacana. Aktivitas kognitif tingkat sintesis ini berupa kegiatan untuk menghasilkan komunikasi yang baru, meramalkan, dan menyelesaikan masalah. Aktivitas kognitif tingkat sintesis merupakan aktivitas tingkat tinggi dan kompleks. Tes yang diberikan pun menuntut kerja kognitif yang tidak sederhana, maka tidak setiap siswa mampu berpikir atau mengerjakan tugas-tugas yang dimaksud dengan baik.

Hasil kerja kognitif tingkat sintesis menunjukkan cara dan proses berpikir siswa. Oleh karena itu, berbeda halnya dengan tes-tes kognitif tingkat sebelumnya, dalam tes tingkat sintesis dimungkinkan sekali adanya berbagai jawaban siswa yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

(34)

6) Tingkat Evaluasi

Tes kemampuan membaca pada tingkat evaluasi menuntut siswa untuk mampu memberikan penilaian yang berkaitan dengan wacana yang dibacanya, baik yang menyangkut isi atau permasalahan yang dikemukakan maupun cara penuturan wacana itu sendiri. Penilaian terhadap isi wacana misalnya penilaian terhadap gagasan, konsep, cara pemecahan masalah, dan bahkan menemukan dan menilai bagaimana pemecahan masalah yang sebaiknya.

Penilaian yang berkaitan dengan cara penuturan, misalnya berupa penilaian terhadap efektivitas cara penyajian masalah dan hal-hal yang berkaitan dengan bahasa. Tes tingkat evaluasi di samping memerlukan pengetahuan yang lebih mendalam tentang masalah yang bersangkutan, juga diperlukan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca intensif adalah kemampuan siswa melakukan kegiatan reseptif untuk menginterpretasikan simbol tertulis yang melibatkan berbagai aktivitas untuk memahami gagasan yang dituangkan secara utuh yang dapat diukur dengan tes melalui: (1) kemampuan memahami informasi berupa fakta, definisi, atau konsep; (2) kemampuan memahami makna kata, istilah, dan ungkapan; (3) kemampuan memahami dan menilai organisasi wacana tentang ide pokok, ide penjelas, kalimat topik, kalimat penjelas, dan jenis alinea; (5) kemampuan untuk mengidentifikasi tema, topik, atau judul wacana; (6) kemampuan menarik kesimpulan tentang hal, konsep, masalah, atau pendapat.

(35)

2. Hakikat Strategi Know Want to Learn (KWL) a. Prinsip Pengajaran Membaca

Sebelum membahas lebih jauh tentang strategi membaca, perlu diketahui prinsip yang mendasari kegiatan pengajaran membaca. Beberapa prinsip berikut mendasari kegiatan pengajaran membaca.

1) Ketahui latar pengetahuan siswa

Latar pengetahuan pembaca bisa mempengaruhi pemahaman siswa dalam membaca. Latar pengetahuan ini meliputi semua pengalaman yang ia bawa ke sebuah teks, misalnya, pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan mengenai bagaimana teks bisa diatur secara retorikal, pengetahuan bagaimana bahasa pertama atau kedua itu bekerja, serta latar belakang budaya. Pemahaman membaca dapat lebih ditingkatkan jika latar pengetahuannya itu diaktifkan melalui tujuan, pertanyaan, prediksi, struktur teks, dan sebagainya. Jika siswa membaca sebuah topik yang tidak familiar, maka guru perlu memulai proses bacaan dengan membangun latar pengetahuan.

2) Membangun dasar kosakata yang kuat

Kosakata mendapat tempat paling tinggi dalam pembelajaran bahasa. Banyak penelitian yang menekankan pentingnya kosakata dalam kesuksesan membaca. Kosakata menjadi penting untuk diajarkan baik bagi siswa yang belajar bahasa pertama maupun siswa yang belajar bahasa kedua dan penggunaannya dalam konteks agar mereka dapat menebak makna suatu kosakata yang jarang muncul.

(36)

3) Ajari pemahaman

Pada beberapa program instruksi membaca, penekanan kebanyakan pada pengetesan pemahaman membaca, alih-alih pada mengajarkan siswa bagaimana untuk paham. Memonitor pemahaman adalah penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses monitoring ini ialah memeriksa prediksi yang dihasilkan itu sudah benar dan mengecek apakah siswa telah menyesuaikan apa yang diperlukan ketika makna dalam bacaan itu belum diperoleh.

4) Usahakan meningkatkan kecepatan (kelancaran) membaca

Salah satu kendala bagi siswa yang belajar bahasa kedua dalam hal membaca adalah meski mereka bisa baca tetapi bacaannya kurang lancar. Dalam hal ini, prinsipnya ialah bahwa guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan. Yang paling penting untuk dicatat bahwa fokusnya itu bukan pada pengembangan kecepatan siswa dalam membaca, tapi pada kelancaran membaca. Seseorang dikatakan lancar membaca jika ia mampu membaca 200 kata per menit dengan sedikitnya 70% memahami bacaan itu (Anderson, 2003: 76).

5) Ajarkan strategi membaca

Guna meraih hasil yang diinginkan, siswa perlu belajar menggunakan strategi-strategi membaca yang sesuai dengan tujuannya. Mengajarkan mereka akan hal ini dapat menjadi pertimbangan utama dalam kelas membaca.

(37)

6) Dorong siswa menjelmakan strategi menjadi keterampilan

Ada perbedaan antara strategi dan keterampilan. Yang pertama merujuk pada tindak kesadaran untuk meraih tujuan atau sasaran. Yang kedua adalah strategi yang telah menjadi otomatis. Hal ini menekankan peran aktif yang dimainkan oleh siswa dalam strategi membaca. Sebagai pelajar yang secara sadar belajar dan mempraktikkan strategi membaca secara khusus, strategi itu berpindah dari kesadaran menuju ketaksadaran, yakni dari strategi menuju keterampilan. 7) Buat penilaian dan evaluasi

Penilaian dan evaluasi bisa secara kuantitatif atau kualitatif. Keduanya bisa diterapkan dalam kelas membaca. Penilaian kuantitatif meliputi informasi dari ujian pemahaman baca dan juga data kelancaran membaca. Informasi kualitatif diperoleh dari respon bacaan jurnal, survei, dan respon terhadap daftar cek yang dibuat untuk strategi membaca.

Joni (dalam Farida Rahim, 2007:36) menyatakan bahwa strategi adalah ilmu dan kiat di dalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki dan/atau yang dapat dikerahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengupayaan pencapaian tujuan akhir digunakan sebagai acuan di dalam menata kekuatan serta menutup kelemahan yang kemudian diterjemahkan menjadi program kegiatan merupakan pemikiran strategis.

Dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap teks, pembaca menggunakan strategi tertentu. Pemilihan strategi berkaitan erat dengan faktor-faktor yang terlibat dalam pemahaman, yaitu pembaca teks dan konteks.

(38)

Dalam teori membaca dikenal beberapa strategi membaca. Pada dasarnya strategi membaca menggambarkan bagaimana pembaca memproses bacaan sehingga dia memperoleh pemahaman terhadap bacaan tersebut.

Farida Rahim (2007: 36-47) menyebutkan beberapa jenis strategi membaca, antara lain, strategi bawah-atas, strategi atas-bawah, strategi campuran (eclectic), strategi interaktif, strategi KWL, strategi DRA, dan strategi DRTA. Strategi KWL dan DRA akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan selanjutnya. b. Pengertian Strategi Know Want to Learn (KWL)

Strategi ini dikembangkan oleh Ogle pada tahun 1986 untuk membantu guru menghidupkan latar belakang pengetahuan dan minat siswa pada suatu topik. Strategi KWL memberikan kepada siswa tujuan membaca dan memberikan suatu peran aktif siswa sebelum, saat, dan sesudah membaca. Strategi ini membantu mereka memikirkan informasi baru yang diterimanya. Strategi ini juga bisa memperkuat kemampuan siswa mengembangkan pertanyaan tentang berbagai topik. Siswa juga bisa menilai hasil belajar mereka sendiri (Farida Rahim, 2007:41).

Ogle (1986) dalam https://www.msu.edu/course/cep/886/Reading%20 Comprehension/7Learn_Serv_Proj_KWL.html memberikan definisi tentang strategi KWL sebagai berikut:

“KWL is an instructional reading strategy that is used to guide students through a text. Students begin by brainstorming everything they Know about a topic. This information is recorded in the K column of a KWL chart. Students then generate a list of questions about what they Want to Know about the topic. These questions are listed in the W column of the chart. During or after reading, students answer the questions that are in the W column. This new information that they have Learned is

(39)

KWL adalah sebuah strategi instruksional membaca yang digunakan untuk

memandu siswa selama kegiatan membaca. Para siswa memulai dengan mengumpulkan segala informasi yang mereka ketahui tentang sebuah topik. Informasi ini terekam dalam kolom K dari sebuah grafik KWL. Para siswa kemudian mengembangkan sebuah daftar pertanyaan tentang apa yang ingin mereka ketahui dalam sebuah topik. Daftar pertanyaan ini ditulis dalam kolom W dari grafik. Selama atau sesudah membaca, para siswa menjawab pertanyaan yang terdapat dalam kolom W. Informasi baru ini yang telah mereka pelajari terekam dalam kolom L dari grafik KWL.

Memperjelas pendapat tersebut, Shephard (2009) dalam http://literacylog.blogspot.com/2009/02/kwl-know-want-learn.html menjelas- kan tentang strategi KWL sebagai berikut:

“KWL is a simple literacy strategy that has quickly become a essential tool of literacy specialists. It stands for "Know, Want, Learn" and can be used to help students navigate a text.

Students start by brainstorming what they already know about the topic of the text. Then, they generate a list of things that they want to know. While reading, or while reflecting on the completed text, students make a list of things they learned.”

KWL adalah sebuah strategi sederhana dalam membaca yang dengan cepat

menjadi sebuah piranti yang penting bagi ahli membaca. Kepanjangan dari “Mengetahui, Ingin, Belajar” dan dapat digunakan untuk membantu siswa dalam membaca sebuah teks.

(40)

mengembangkan sebuah daftar sesuatu yang ingin mereka ketahui. Selama membaca, atau saat merefleksi sebuah bacaan, para siswa membuat daftar sesuatu yang mereka pelajari.

Mendukung beberapa pernyataan di atas, Huffman (1998:470-472) memberikan penekanan tentang penerapan strategi KWL sebagai berikut:

“Demonstrates how K-W-L (a simple strategy for developing reading comprehension by activating what you Know, determining what you Want to learn, and assessing what you Learned) can be further enhanced by incorporating focus questions into the basic procedure. Uses a lesson on "Learning with Visuals" to show how this can be done.”

Mempraktikkan bagaimana KWL (sebuah strategi sederhana untuk mengembangkan pemahaman membaca dengan mengaktifkan apa yang Anda ketahui, menentukan apa yang ingin Anda pelajari dan memahami apa yang Anda pelajari) kemudian dapat ditingkatkan dengan cara membuat pertanyaan fokus ke dalam prosedur dasar. Penggunaan sebuah latihan dalam “belajar dengan penglihatan” untuk menunjukkan bagaimana cara ini bisa dilakukan.

Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carr dan Ogle (1987:626) dengan hasil penelitian “Adds mapping and summarization to

the K-W-L (know, want to know, learned) strategy to produce a reading-thinking strategy, equally helpful to remedial and nonremedial high school students for content area textbooks.”

Membuat pemetaan dan penyimpulan terhadap strategi KWL (mengetahui, ingin mengetahui, belajar) untuk menghasilkan sebuah strategi berpikir-membaca,

(41)

yang bermanfaat untuk perbaikan ataupun bukan bagi siswa sekolah menengah untuk ranah membaca buku teks.

c. Langkah-langkah Strategi Know Want to Learn (KWL)

Strategi KWL melibatkan tiga langkah dasar yang dinamakan dengan ”three step procedures” karena di dalamnya mengandung tiga tahap proses kognitif dasar:(1) penilaian tentang ”apa yang saya ketahui”(What I Know (K)) ; (2) menentukan tentang ”apa yang saya ingin pelajari” (What I Want to Learn

(W)) ; dan (3) memanggil kembali :apa yang telah saya pelajari” (What I did Learn (L) sebagai hasil dari suatu bacaan (Mohammad Asrori, 2007: 229-234,

Farida Rahim, 2007:41).

1) Langkah K (What I ”Know”)

Langkah ini merupakan langkah awal atau langkah pembukaan. Pada langkah ini, ada dua tahapan untuk melakukan penilaian terhadap pengetahuan awal atau bekal awal siswa.

Langkah pertama, melakukan brainstorming (curah pendapat) mengenai

apa yang telah diketahui oleh para siswa berkenaan dengan topik atau teks yang akan dibacanya. Selama proses pada langkah ini, peranan guru adalah mencatat di papan tulis mengenai apa saja pendapat atau pikiran-pikiran yang secara suka rela diajukan oleh para siswa berkenaan dengan topik atau teks yang mereka baca. Kegiatan penting yang harus dilakukan guru di sini adalah mencari dan memilih konsep-konsep kunci dari proses curah pendapat tadi yang secara spesifik dipandang dapat mengantarkan pengetahuan siswa kepada topik atau teks yang akan mereka baca.

(42)

Curah pendapat itu sangat penting sebagai kegiatan pendahuluan sebelum melakukan kegiatan membaca teks karena diperlukan untuk mengaktifkan apapun pengetahuan atau struktur pemikiran yang telah dimiliki siswa yang akan sangat membantu mereka dalam menginterpretasikan informasi yang terkandung di dalam teks yang mereka baca.

Stimulasi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau mengajukan berbagai ketidakpastian kepada siswa merupakan bagian penting atau kunci dari kegiatan curah pendapat yang sangat berguna untuk mengantarkan pengetahuan awal siswa kepada teks yang akan mereka baca. Sebab, dengan cara demikian para siswa diberikan kesempatan secara leluasa untuk menemukakan sesuatu yang dirasa samar-samar, mengemukakan apa saja yang mereka ketahui, serta mengaktifkan memori dalam pikirannya sehingga sangat membantu mereka menemukan apa yang selama ini tidak mereka ketahui.

Untuk lebih memperdalam pemikiran siswa selama kegiatan curah pendapat itu adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang bersifat menggali jawaban-jawaban yang diajukan siswa. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat menantang siswa sehingga siswa dapat dibawa ke tingkat berpikir yang lebih tinggi lagi. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan dapat menciptakan suasana psikologis pada diri siswa bahwa mereka lebih leluasa dan lebih berani untuk mengajukan informasi yang barangkali bertentangan dengan siswa lainnya yang kemudian dapat dikonfirmasi bersama melalui teks yang mereka baca.

(43)

Langkah kedua, melibatkan siswa, melalui teks yang mereka baca, ke

dalam berpikir tentang kategori informasi yang lebih umum sebagaimana yang mereka temukan ketika membaca teks.

2) Langkah W (What do I ”Want” to Learn?)

Setelah siswa memikirkan tentang apa yang telah mereka ketahui berkenaan dengan topik dalam teks serta kategori informasi yang harus mereka rumuskan, munculkanlah sejumlah pertanyaan kepada mereka.

Peranan guru dalam langkah ini sangat sentral, yaitu: (1) harus dapat memperjelas hal-hal yang tidak disetujui oleh guru maupun antarsiswa mengenai informasi yang terkandung di dalam teks, (2) menunjukkan kesenjangan-kesenjangan yang terkandung di dalam informasi, dan (3) membantu siswa agar mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memfokuskan perhatian dan energi mereka terhadap bacaan.

Sebagian besar kegiatan dalam “langkah W” ini dilakukan dalam kegiatan kelompok, tetapi sebelum siswa mulai membaca teks, tiap-tiap siswa harus menulis di lembar kerja mereka mengenai pertanyaan-pertanyaan yang spesifik yang dipandang paling menarik yang akan dicari jawabannya dalam teks atau diskusi. Dengan cara ini, masing-masing siswa dapat mengembangkan komitmen pribadi yang akan membimbing mereka dalam membaca teks.

Jika tiap-tiap siswa sudah memfokuskan pada topik bacaan dalam teks, maka kegiatan membaca oleh siswa dapat segera dimulai. Namun, jika teks yang akan dibaca merupakan suatu artikel panjang atau tidak mengikuti suatu pola dasar artikel pada umumnya sehingga dapat membingungkan siswa, maka akan

(44)

sangat berguna jika guru membahasnya lebih dahulu guna melihat kesesuaian antara harapan siswa dengan konstruksi artikel yang akan mereka baca. Selanjutnya, bagian-bagian yang sulit dan tidak jelas dapat dicatat untuk kemudian dijelaskan kepada siswa.

3) Langkah L (What I ”Learn)

Setelah selesai membaca suatu artikel, arahkan pada siswa untuk menulis tentang apa yang telah mereka pelajari dari bacaan tersebut. Guru hendaknya mengecek apakah mereka sudah merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana artikel yang dibacanya berkenaan dengan minat mereka. Jika tidak, anjurkan ke bacaan selanjutnya untuk memenuhi keingintahuan siswa. Dengan cara ini, guru dapat mengetahui dengan jelas tentang prioritas yang ingin mereka pelajari.

Setiap siswa yang telah membaca teks harus diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskannya sendiri. Dengan merumuskan pertanyaan-pertanyaan spesifik berkenaaan dengan teks yang telah mereka baca, siswa juga dapat memberikan penilaian secara lebih baik tentang variasi yang terkandung di dalam artikel yang berbeda-beda yang telah mereka baca. Selain itu, cara ini sangat baik bagi siswa mengembangkan kesadaran lebih kritis tentang keterbatasan interaksi antara penulis dengan pembaca (Mohammad Asrori, 2007; Farida Rahim, 2007).

(45)

Tabel 1. Lembar Kerja KWL Apa yang diketahui

(K)

Apa yang ingin diketahui

(W)

Apa yang telah dipelajari

(L)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi KWL adalah strategi membaca dengan tiga langkah pokok, yaitu menggali latar belakang pengetahuan siswa dengan cara brainstorming, kemudian menentukan hal-hal yang ingin diketahui dengan merumuskan pertanyaan yang berkaitan dengan teks yang akan dibaca, dan yang terakhir menentukan hal-hal yang telah dipelajari dengan cara menjawab pertanyaan yang telah mereka rumuskan pada langkah sebelumnya.

3. Hakikat Strategi Directed Reading Activity (DRA) a. Pengertian Strategi Directed Reading Activity (DRA)

Strategi DRA atau dalam bahasa Indonesia biasa dikenal dengan istilah strategi Kegiatan Membaca Langsung (KML) dirancang oleh Betts pada tahun 1946. Betts dalam http://www.nea.org/tools/18345.htm memberikan definisi tentang strategi DRA sebagai berikut:

“DRA is a strategy that provides students with instructional support before, during, and after reading. The teacher takes an active role as he or she prepares students to read the text by preteaching important vocabulary, eliciting prior knowledge, teaching students how to use a specific reading skill, and providing a purpose for reading.

(46)

During reading, the teacher asks individual students questions about the text to monitor their comprehension. After reading, the teacher engages students in a discussion focusing on the purpose for reading, and follow-up activities that focus on the content of the text and the specific skill that students learned to use.”

DRA adalah sebuah strategi yang memberikan siswa mengenai petunjuk

instruksional sebelum, selama, dan setelah membaca. Guru mengambil peran aktif yang mempersiapkan siswa dalam kegiatan membaca dengan mengajarkan kosakata yang penting, memberikan pengetahuan sebelum membaca, mengajar siswa tentang bagaimana menggunakan sebuah keahlian khusus dalam membaca dan menjelaskan tujuan membaca.

Selama kegiatan membaca, guru memberikan pertanyaan pada siswa tentang isi bacaan untuk memonitor pemahaman siswa. Setelah kegiatan membaca, guru menyuruh siswa untuk berdiskusi dalam rangka mencapai tujuan membaca dan menindaklanjuti kegiatan yang terfokus pada isi bacaan dan keahlian khusus yang dipelajari siswa dalam memahami bacaan.

Pada dasarnya, stategi DRA langkah-langkahnya mengikuti petunjuk mempersiapkan siswa sebelum, saat membaca dalam hati, dan melanjutkan kegiatan membaca dengan pengecekan pemahaman dan keterampilan memahami pelajaran. Strategi ini telah diadaptasi sejak dikenal pembelajaran membaca isi suatu mata pelajaran (Content Area Literacy). Strategi DRA didefinisikan sebagai kerangka berpikir untuk merencanakan pembelajaran membaca suatu mata pelajaran yang menekankan membaca sebagai media pengajaran dan kemahiraksaraan sebagai alat belajar (Eanes dalam Farida Rahim, 2007:44).

(47)

Lebih lanjut Eanes mengemukakan bahwa strategi DRA mempunyai asumsi utama, yaitu pemahaman bisa ditingkatkan dengan membangun latar belakang pengetahuan, menyusun tujuan khusus membaca, mendiskusikan dan mengembangkan pemahaman sesudah membaca.

Didukung dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Indah Tri Purwanti (2007:48-54) dibuktikan bahwa strategi DRA dapat meningkatkan kemampuan memahami materi pelajaran Dasar-dasar Linguistik mahasiswa dengan hasil sebagai berikut:

“This classroom action research was conducted to increase students’ ability in comprehending content subject Introduction to Linguistics through the use of Directed Reading Activity strategy. The subjects were the fourth semester students taking Introduction to Linguistics. Before the treatment was conducted, a pre – test was administered and a post test was also held at the end of the treatment. The procedures of applying Directed Reading Activity strategy are : preparation, directed silent reading, and follow up. From the two cycles applied, there was an increase of the mean score form the pre-test (61.43) to the mean score after the first cycle (68.13) in which it still did not achieve the standart competency applied, and to the mean score after the second cycle (73) which was higher than the standard competency (e” 70). ‘t’ test was used to test the effectiveness of the approach by analyzing the difference between the result of pre – test and post – test. The result indicates that the ‘t’ observed value (7.57) is greater than the value of ‘t’ table at the level of significance of 0.5 ( 2.021) and 0.1 (2.704). This means that Directed reading activity strategy is effective in increasing the students’ ability in comprehending content subject Introduction to Linguistics.”

Berdasarkan penelitian di atas diketahui bahwa strategi DRA efektif untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk memahami materi pelajaran Dasar-dasar Linguistik.

Sebagai kritikan terhadap strategi DRA, muncul strategi membaca yang disebut dengan Directed Reading Thinking Activity (DRTA). Menurut Stauffer

Gambar

Tabel 1. Lembar Kerja KWL  Apa yang diketahui
Tabel 2. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
Tabel 3. Rancangan Faktorial 2 x 2  Kebiasaan  Membaca  B  A  B 1 (Baik)  B 2 (Buruk)  A 1 (KWL)   A1B1  A1B2  Strategi  Membaca A 2
Gambar 1. Histogram Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Intensif Siswa  yang Diajar dengan Strategi KWL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai-nilai karakter bangsa itu berkaitan erat dengan hajat hidup dan kehidupan manusia Indonesia yang tidak hanya mengejar kepentingan diri sendiri, tetapi juga berkaitan

Kedua, menentukan profil pembelajaran dengan mengkaji upaya proses pembelajaran untuk menghadirkan bahan ajar secara otentik dan konkrit, sehingga akan ditemukan adanya

hidroksi dengan asam asetat yang menghasilkan eugenil asetat [7], hal ini nampak jelas dari analisis GC-MS produk hasil reaksi nitratasi (Gambar 3). Gambar 3 menunjukkan

Beban diberikan pada saat sistem mencapai keadaan steady state. Hal ini dapat terlihat pada grafik bahwa respon turun ketika terjadi pembebanan. Namun setelah itu respon naik ketika

Pengguna PHP dalam aplikasi ini memungkinkan data diolah oleh server sehingga keamanan data lebih terjamin dan dapat langsung disimpan dalam suatu database. Dari keselurahan

150 4.36 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Data Peningkatan KS ……… 150 4.37 Deskripsi DM Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran… 152 4.38 Analisis Deskriptif Data DM

Steganografi Pada File Citra Bitmap 24 Bit Untuk Pengamanan Data Menggunakan Metode Least Significant Bit (LSB) Insertion.. An Introduction to

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan oleh peneliti dalam dua siklus dengan menggunakan me- dia pembelajaran flash cards dalam