• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muh. Hasbih Cukke, Muhammad Ilyas, Bachtiar Murtala, Frans liyadi ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Muh. Hasbih Cukke, Muhammad Ilyas, Bachtiar Murtala, Frans liyadi ABSTRAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

KESESUAIAN ANTARA TANDA-TANDA DEGENERASI DISKUS PADA FOTO

POLOS DENGAN MAGNETIC RESONACE IMAGING LUMBOSAKRAL

PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH

Congruity Between Degeneration Disc Signs on Plain X-Ray and Magnetic Resonance Imaging

of Lumbosacral in Low Back Pain patients

Muh. Hasbih Cukke, Muhammad Ilyas, Bachtiar Murtala, Frans liyadi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui kesesuaian antara tanda-tanda degenerasi diskus pada foto

polos dengan herniasi diskus berdasarkan MRI lumbosakral pada penderita nyeri punggung bawah.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode cross-sectional, dilaksanakan di RSUP

Wahidin Sudirohusodo Makassar dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2010. Terdapat 40 subjek

yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan ada kesesuaian : antara sklerotik

end plate pada foto polos lumbosakral dengan bulging pada MRI (p : 0,05), antara penyempitan

celah sendi pada foto polos dengan Protrusio dan Ekxtrusio pada MRI (p : 0,02). Sedangkan antara

ostofit pada foto polos lumbosakral dengan bulging, protrusio dan ekstrusio tidak terdapat

kesesuaian (p > 0,05).

Kata Kunci : Sklerotik, osteofit, Penyempitan Celah sendi, Bulging, Protrusio, Ekstrusio.

ABSTRACT

This study aimed to identify the congruity between the signs of disc degeneration on plain

lumbosacral X-Ray and disc herniation on lumbosacral MRI in low back pain patients.This was an

analytic study with cross-sectional methode, conducted at Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar

from July to October 2010. There are 40 subjects who fulfilled the inclusion criteria.The results

showed there are congruity: between sclerotic end plate on plain lumbosakral and bulging on MRI

(p: 0.05), between disc space narrowing on plain lumbosacral and Protrusio , Ekxtrusio on MRI

(p: 0.02). otherwise there isn,t congruity between osteophyte on plain lumbosakral and bulging,

protrusio and ekstrusio on MRI (p> 0.05).

Keywords: Sclerotic End Plate, Osteophyte, Disc Space Narrowing, Bulging, Protrusio, Ekstrusio.

PENDAHULUAN

Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi sebagai peredam kejut,

menyebarkan gaya pada kolumna spinal dan juga memungkinkan gerakan antar vertebra. Namun

dengan bertambahnya usia terjadi degenerasi diskus yang ditandai dengan perubahan ukuran dan

bentuk diskus. Dimulai dari dekade ke tiga, nukleus polpusus secara gradual akan mengalami

sedikit dehidrasi dan kadar proteoglikan akan menurun sehingga menyebabkan diskus bertambah

kaku dan bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris, akibatnya bisa

cedera atau robekan pada anulus dan nukleus bisa herniasi. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah

suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh dari nukleus pulposus mengalami penonjolan

kedalam kanalis spinalis (Awad JN. 2006). Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi

(purwanto.2003). Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah seimbang, yaitu : 1 : 1

(Ramachandran TS.et all.2008). Usia yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun (Feske S.et

all.2003). HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai diskus intervertebralis L5 – S1 dan L4 –

L5 (Purwanto.2003).

(2)

2

Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal sampai

lumbal/sakral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock absorber)

dan terdiri dari dua bagian utama yaitu : (1). Anulus fibrosus, terbagi menjadi tiga lapisan yaitu

lapisan terluar terdiri dari lamela fibrokolagen yang berjalan menyilang konsentris mengelilingi

nukleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring),

lapisan dalam terdiri dari jaringan fibrokartilagenus dan daerah transisi dan (2). Nukleus pulposus

adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaloronic long chain) mengandung kadar

air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis (purwanto.2003). Kemampuan

menahan air dari nukleus pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia. Mulai

usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi kedalam

diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nukleus sehingga diskus mengkerut, sebagai

akibatnya nukleus menjadi kurang elastis. Dengan penurunan kadar air, fungsi nukleus sebagai

bantalan berkurang, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris,

akibatnya bisa cedera atau robekan pada anulus dan nukleus bisa terdesak keluar (purwanto.2003

dan Masduchi.2010).

HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah (NPB) yang penting. Sekitar 40

% pasien NPB disebabkan oleh herniasi diskus (Maliawan S. 2009 Skinner HB.2003). Nyeri

punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan didaerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri

lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya (Meliala dkk.2000). NPB merupakan keluhan yang

spesifik dan paling banyak dikonsultasikan pada dokter umum. Hampir 70 – 80 % penduduk

negara maju pernah mengalaminya. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam satu tahun berkisar

antara 15%-20% sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru kedokter adalah 14,3%

(Maliawan S.2009). Di Inggris dilaporkan prevalensi NPB pada populasi lebih kurang 16.500.000

pertahun, yang melakukan konsultasi ke dokter umum lebih kurang antara 3 – 7 juta orang (Lubis

I.2003). Sementara di Indonesia walaupun data epidemiologik mengenai NPB belum ada namun

diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia antara 65 tahun pernah menderita nyeri

punggung dan prevalensinya pada laki-laki 18,2% dan pada perempuan 13,6% (Maliawan S.2009).

Modalitas radiologi yang paling baik untuk mengevalusi herniasi diskus adalah MRI dengan

sensitifitas dan spesifitas 96% dan 97% ( Jansen et all). Menurut Thornbury et all. sensifitas MRI

89% - 100% , namun spesifitas hanya 43% - 57%. MRI merupakan standar baku emas untuk

herniasi diskus. Disamping itu MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan lunak (otot, tendon, dan

ligamen) serta edema yang terjadi disekitar HNP dan mendeteksi kelainan serius lainnya seperti

tumor atau infeksi (Purwanto.2003) Modalitas MRI masih merupakan pemeriksaan yang jarang

terdapat didaerah serta memerlukan biaya yang relaitif tinggi. Disamping itu terdapat beberapa

keterbatasan pada pemeriksaan MRI yaitu kontraindikasi pada penderita yang mempunyai

pacemakers cardia dan benda-benda metal didalam tubuh penderita (Ramachandran TS, et.all.

2008, Yong PY. et all.2003).

Foto konvensional secara langsung tidak dapat menilai herniasi diskus, namun dapat

menggambarkan adanya degenerasi diskus dimana degenerasi diskus merupakan awal proses

terjadinya herniasi diskus. Pada foto polos tanda-tanda degenerasi diskus meliputi penyempitan

celah sendi, osteofit, vacum disc phenomena dan sclerosis end plate (sammer MBK, et all. 2006.

George J, et al. 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Yong PY et all. (2000). menemukan

hubungan yang bermakna (p < 0.025) antara gambaran foto polos dengan parameter : penyempitan

celah sendi, osteofit, sclerosis/iregularity end plate, vacum phenomena, spondylolisis dan

spondylolisthesis dengan herniasi diskus, root compression dan stenosis spinalis pada pemeriksaan

dengan MRI

(Yong PY, et all.2003). Pemeriksaan foto polos lumbosakral merupakan pemeriksaan

yang mudah dikerjakan karena hampir semua rumah sakit daerah mempunyai pesawat x-ray

konvensional dan harganya relatif murah serta tidak terdapat kontraindikasi untuk melakukan

pemeriksaan tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan

menggunakan modalitas foto polos lumbosakral untuk menentukan kesesuaian antara tanda-tanda

degenerasi diskus pada foto polos dengan MRI lumnbosakral pada penderita nyeri punggung

bawah.Penelitian mengenai akurasi foto polos dalam menilai degenerasi diskus pada penderita

(3)

3

nyeri punggung bawah belum pernah diteliti di Indonesia sehingga peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di bagian Radiologi RS Dr.Wahidin Sudirohusodo, dari bulan Juli 2010

sampai Oktober 2010 hingga jumlah sampel terpenuhi (40 orang). Populasi penelitian adalah

semua sampel penderita yang datang kebagian Radiologi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo untuk

pemeriksaan MRI dan Foto Polos Lumbosacral dengan keluhan Nyeri Punggung Bawah. Sampel

diambil dengan menggunakan metode consecutive random sampling. Pada semua sampel yang

memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan foto polos lumbosakral untuk menentukkan

tanda-tanda degenerasi diskus ( sklerosis end plate, osteofit, penyempitan celah sendi dan vacum

disk ) dan pemeriksaan MRI lumbosakral untuk menentukan penurunan intensitas diksus dan

herniasi diskus (Bulging, protrusio, ekstrusio dan sequesterasi). Data diolah dengan program SPSS

for windows, dengan Chi-Square test dan bila tidak memenuhi syarat diuji dengan test yang sesuai

(Fisher’s Exat test).

HASIL PENELITIAN

Umur subyek dalam penelitian, termuda adalah 16 tahun sedangkan tertua 76 tahun. Pada

penelitian ini terdapat 24 sampel laki-laki (60%) dan 16 sampel perempuan (40%) dengan

perbandingan 1,5 : 1.

Tabel 1. Karakteristik Subjek penelitian berdasarkan kelompok umur dan jenis Kelamin.

Kelompok Umur (Thun)

Frekuensi

Persentase

11-20

1

2.5

21-30

3

7,5

31-40

7

17,5

41-50

10

25,0

51-60

9

22,5

>61

10

25

Jenis Kelamin

Laki-laki

24

60

Perempuan

16

40

Tabel 2. Distribusi frekuensi tanda-tanda degenerasi diskus pada foto polos dan MRI

Lumbosakral.

Foto Polos Lumbosakral

Frekuensi

Persentase

Sklerotik

31

77,5

Osteofit

31

77,5

Penyempitan celah sendi

22

55,0

Vacum Disk

0

0

Sklerotik + Osteofit

27

67,5

Sklerotik+Penyempitan

celah

sendi

20

50,0

Sklerotik + Penyempitan celah

sendi +Osteofit

19

47,5

MRI Lumbosakral

Penurunan Intensitas

40

100

Bulging

32

80,0

Protrusio

26

65,0

(4)

4

Ekstrusio

6

15,0

Sequesterasi

0

0

Berdasarkan tabel 2. Tanda-tanda degenerasi diskus pada foto polos yang paling sering muncul

adalah sklerotik dan osteofit dan pada penggabungan variabel yang paling sering muncul adalah

gabungan osteofit dan sklerotik , semua subjek mengalami penurunan intensitas dan pada herniasi

diskus yang paling sering muncul adalah bulging dan yang paling sedikit adalah ekstrusio. Oleh

karena vacum disk dan sequesterasi tidak pernah muncul dalam penelitian sehingga selanjutnya

variabel ini tidak dibahas.

Kesesuaian sklerotik pada foto polos lumbosakral dengan perubahan intensitas, bulging,

protrusio ekstrusio dan sequesterasi berdasarkan MRI lumbosakral.

Tabel 3. Krostabulasi sklerotik pada foto polos lumbosakral dengan perubahan intensitas diskus

berdasarkan MRI.

Perubahan intensitas Diskus

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

t

ik

Ya

31 (77,5%)

0 (0%)

31 (77,5%)

Tidak

9 (22,5%)

0 (0%)

9 (22,5%)

Total

40 (100%)

0 (0%)

40 (100%)

Berdasarkan tabel 3. dari 40 (100%) subjek yang ditemukan mengalami perubahan intensitas

diskus berdasarkan MRI terdapat 31 (77,5%) subjek yang sklerosis pada foto polos lumbosakral.

Oleh karena frekuensi perubahan intensitas diskus konstan sehingga tidak dapat dilakukan uji

statistik. Selanjutnya tabel yang memiliki variabel perubahan intensitas diskus tidak ditampilkan.

Tabel 4. Krostabulasi sklerotik pada foto polos lumbosakral dengan bulging berdasarkan MRI.

Bulging

Total

Ya

Tidak

S

k

le

r

o

ti

k

Ya

27 (67,5%)

4 (10,0)

31(77,5%)

Tidak

5 (12,5%)

4(10,0%)

9 (22,5%)

Total N

32(80,0%)

8 (20,0%)

40 (100,0%)

Berdasarkan tabel 4. dari 32 (80,0%) subjek yang ditemukan ada bulging berdasarkan MRI

lumbosakral, 27 (67,5%) yang mengalami sklerotik pada pemeriksaan foto polos lumbosakral.

Sedangkan dari 8 (20,0%) subjek yang tidak bulging, terdapat 4 (10,0%) subjek yang juga tidak

sklerotik. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p = 0,05. Ini

menunjukan terdapat kesesuaian yang bermakna.

Tabel 5. Krostabulasi sklerotik pada foto polos lumbosakral dengan Protrusio berdasarkan MRI

Protrusio

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

ti

k

Ya

20 (50,0%)

11 (27,5%)

31(77,5%)

Tidak

6 (15,0%)

3 (7,5%)

9 (22,5%)

Total

26 (65,0%)

14 (35,0%)

40 (100,0%)

(5)

5

Berdasarkan tabel 5 dari 26 (65,0%) subjek yang ditemukan ada protrusio berdasarkan MRI

lumbosakral, 20 (50,0%) subjek mengalami sklerotik pada pemeriksaan foto polos lumbosakral.

Sedangkan dari 14 (35,0%) subjek yang tidak protrusi, terdapat 3 (7,5%) subjek yang juga tidak

sklerotik. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact Test didapatkan nilai P = 1.00. Ini

menunjukan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

Tabel 6. Krostabulasi sklerotik pada foto polos lumbosakral dengan Ekstrusio berdasarkan MRI.

Ekstrusio

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

ti

k

Ya

5 (12,5%)

26 (65,0%)

31 (77,5%)

Tidak

1 (2,5%)

8 (20,0%)

9 (22,5%)

Total

6 (15,0%)

34 (85,0%)

40 (100,0%)

Berdasarkan tabel 6 dari 6 (15,0%) subjek yang ditemukan ada ekstrusio berdasarkan MRI

lumbosakral, ditemukan 5 (12,5 %) yang mengalami sklerotik pada pemeriksaan foto polos

lumbosakral. Sedangkan dari 34 (85,0%) subjek yang tidak ekstrusio, terdapat 8 (20,0%) subjek

yang tidak sklerotik. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p = 1.00.

Ini menunjukan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

Kesesuaian osteofit pada foto polos lumbosakral dengan bulging, protrusio dan ekstrusio

berdasarkan MRI lumbosakral.

Tabel 8 Krostabulasi Osteofit pada foto polos lumbosakral dengan bulging berdasarkan MRI.

Bulging

Total

Ya

Tidak

O

st

eo

fi

t

Ya

26 (65,0%)

5 (12.5%)

31 (77,5%)

Tidak

6 (15,0%)

3 (7,5%)

9 (22,5%)

Total N

32 (80,0%)

8 (20,0%)

40 (100,0%)

Berdasarkan tabel 8 dari 32 (80,0%) subjek yang ditemukan ada bulging berdasarkan MRI

lumbosakral ditemukan osteofit pada 26 (65,0%) subjek pada pemeriksaan foto polos

lumbosakral. Sedangkan dari 8 (20,0%) subjek yang tidak bulging, terdapat 3 (7,5%) subjek yang

juga tidak ada osteofit. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p =

0,34. Ini menunjukan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

Tabel 9 Krostabulasi osteofit pada foto polos lumbosakral dengan protrusio berdasarkan MRI.

Protrusio

Total

Ya

Tidak

O

st

eo

fi

t

Ya

21 (52,5%)

10 (25,%)

31 (77,5%)

Tidak

5 (12.5%)

4 (10,0%)

9 (22,5%)

Total

26 (65,0%)

14(35,0%)

40(100,0%)

Berdasarkan tabel 9 dari 26 (65,0%) subjek yang ditemukan ada protrusio berdasarkan MRI

lumbosakral ditemukan osteofit pada 21 (52,5%) subjek pada pemeriksaan foto polos

lumbosakral. Sedangkan dari 14(35,0%) subjek yang tidak protrusio, terdapat 4 (10,0%) subjek

(6)

6

yang juga tidak ada osteofit. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p =

0,69. Ini menunjukan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

Tabel 10. Krostabulasi osteofit pada foto polos lumbosakral dengan Ekstrusio berdasarkan MRI.

Ekstrusio

Total

Ya

Tidak

O

st

eo

fi

t

Ya

6 (15,0%)

25 (62,5%)

31 (77,5%)

Tidak

0 (0%)

9 (22,5%)

9 (22,5%)

Total

6 (15,0%)

34 (85,0%)

40 (100,0%)

Berdasarkan tabel 10 dari 6 (15,0%) subjek yang ditemukan ada ekstrusio berdasarkan MRI

lumbosakral ditemukan osteofit pada 6 (15,0%) subjek pada pemeriksaan foto polos

lumbosakral. Sedangkan dari 34 (85,0%) subjek yang tidak ekstrusio, terdapat 9 (22,5%) subjek

yang juga tidak ada osteofit. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p =

0,30 . Ini menunjukan tidak terdapat kesesuaianyang bermakna.

Kesesuaian penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral dengan bulging, protrusio

dan ekstrusio berdasarkan MRI.

Tabel 11. Krostabulasi penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral dengan bulging

berdasarkan MRI.

bulging

Total

Ya

Tidak

P

en

y

em

p

it

a

n

c

el

a

h

s

en

d

i

Ya

18 (45,0%)

4 (10,0%)

22(55,0%)

Tidak

14 (35,0%)

4 (10,0%)

18 (45,0%)

Total

32 (80,0%)

8 (20,0%)

40 (100,0%)

Berdasarkan tabel 11. dari 32 (80,0%) subjek yang ditemukan ada bulging berdasarkan MRI

lumbosakral, ditemukan penyempitan celah sendi pada 18 (45,0%) subjek pada pemeriksaan foto

polos lumbosakral. Sedangkan dari 8 (20,0%) subjek yang tidak bulging, terdapat 4 (10,0%)

subjek yang juga tidak mengalami penyempitan celah sendi. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s

Exact Test didapatkan nilai p = 1.00. Ini menunjukan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

Tabel 12. Krostabulasi penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral dengan Protrusio

berdasarkan MRI.

Protrusio

Total

Ya

Tidak

P

en

y

em

p

it

a

n

c

el

a

h

s

en

d

i

Ya

18 ((45,0%)

4 (10,0%)

22 (55,0%)

Tidak

8 (20,0%)

10 (25,0%)

18 (45,0%)

(7)

7

Total

26 (65,0%)

14 (35,0%)

40 (100,0%)

Berdasarkan tabel 12. dari 26 (65,0%) subjek yang ditemukan ada protrusio berdasarkan MRI

lumbosakral, ditemukan penyempitan celah sendi pada 18 (45,0%) subjek pada pemeriksaan foto

polos lumbosakral. Sedangkan dari 14 (35,0%) subjek yang tidak protrusio, terdapat 10 (25,0%)

subjek yang juga tidak mengalami penyempitan celah sendi. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s

Exact Test didapatkan nilai p = 0,02. Ini menunjukan terdapat kesesuaian yang bermakna.

Tabel 13. Krostabulasi penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral dengan Ekstrusio

berdasarkan MRI.

Ekstrusio

Total

Ya

Tidak

P

en

y

em

p

it

a

n

ce

la

h

se

n

d

i

Ya

6 (15,0%)

16 (40,0%)

22 (55,0%)

Tidak

0 (0%)

18 (45,0%)

18 (45,0%)

Total

6 (15,0%)

34 (85,0%)

40 (100,0%)

Berdasarkan tabel 13. dari 6 (15,0%) subjek yang ditemukan ada ekstrusio berdasarkan MRI

lumbosakral, ditemukan penyempitan celah sendi sebanyak 6 (15,0%) subjek pada pemeriksaan

foto polos lumbosakral. Sedangkan dari 34 (85,0%) subjek yang tidak ekstrusio, terdapat 18

(45,0%) subjek yang tidak mengalami penyempitan celah sendi. Berdasarkan hasil uji statistik

Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p = 0,02. Ini menunjukan terdapat kesesuaian yang

bermakna.

Tabel 15. Krostabulasi Sklerotik + Penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral dengan

Bulging berdasarkan MRI.

Bulging

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

ti

k

+

p

en

y

em

p

it

a

n

ce

la

h

se

n

d

i

Ya

17 (42,5%)

3 (7,5%)

20 (50,0%)

Tidak

15 (37,5%)

5 (12,5%)

20 (50,0%)

Total

32 (80%)

8 (20,0%)

40 (100%)

Berdasarkan tabel 15. Dari 32 (80%) subjek yang ditemukan ada bulging pada MRI lumbosakral,

ditemukan sebanyak 17 (42,5%) subjek yang sklerotik disertai penyempitan celah sendi pada foto

polos lumbosakral. Sedangkan dari 8 (20,0%) subjek yang tidak bulging terdapat 5 (12,5) yang

juga tidak sklerotik dan tidak mengalami penyempitan celah sendi. Dari hasil uji statistik Fisher’s

Exact Test didapatkan nilai p = 0,69. Ini menunjukan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna

(8)

8

Tabel 16. Krostabulasi Sklerotik + Penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral dengan

Protrusio berdasarkan MRI.

Protrusio

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

ti

k

+

p

en

y

em

p

it

a

n

ce

la

h

s

en

d

i

Ya

17 (42,5%)

3 (75%)

20 (50%)

Tidak

9 (22,5%)

11 (27,5%)

20 (50%)

Total

26 (65%)

14 (35%)

40 (100%)

Berdasarkan tabel 16. Dari 26 (65%) subjek yang ditemukan ada protrusio berdasarkan MRI

lumbosakral terdapat 17 (42,5%) subjek yang mengalami sklerotik dan penyempitan celah sendi

pada foto polos lumbosakral. Sedangkan dari 14 (35%) subjek yang tidak protrusio terdapat 11

(27,5%) subjek yang juga tidak mengalami sklerotik dan penyempitan celah sendi. Berdasarkan

hasil uji statistik Chi – Square diperoleh nilai X

2

hitung = 7.033. Df = 1. (x

2

tabel = 3,841). sesuai

uji tersebut ini menunjukkan adanya kesesuaian yang bermakna. (X

2

hitung > X

2

tabel ). p =

0,008.

Tabel 17. Krostabulasi Sklerotik + Penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral dengan

Ekstrusio berdasarkan MRI.

Ekstrusio

Total

Ya

Tidak

`S

k

le

ro

ti

k

+

p

en

y

em

p

it

a

n

ce

la

h

s

en

d

i

Ya

5 (12,5%)

15 (37,5%)

20 (50%)

Tidak

1( 2,5%)

19 (47,5%)

20 (50%)

Total

6 (15%)

34 (85%)

40 (100%)

Berdasarkan tabel 17. Dari 6 (15%) subjek yang ekstrusio pada MRI, terdapat 5 (12,5%) subjek

yang mengalami sklerotik dan penyempitan celah sendi pada foto polos lumbosakral. Dari 34

(85%) subjek yang tidak ditemukan ekstrusio pada MRI, terdapat 19 subjek yang juga tidak

sklerotik dan mengalami penyempitran celah sendi. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact

test didapatkan nilai p = 0,18. Ini menunjukkan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

(9)

9

Tabel 18. Krostabulasi Sklerotik + Penyempitan celah sendi dan osteofit pada foto polos

lumbosakral dengan Bulging berdasarkan MRI.

Bulging

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

ti

k

+

p

en

y

em

p

it

a

n

ce

la

h

se

n

d

i

+

o

st

eo

fi

t

Ya

16(40%)

3 (7,5%)

19 (47,5%)

Ya

16 (40%)

5 (12,5%)

21 (52,5%)

Total

32 (80%)

8 (20%)

40 (100%)

Berdasarkan tabel 18. Dari 32 (80%) subjek yang ditemukan ada bulging pada MRI, 16 (40%)

ditemukan adanya gabungan sklerotik, penyempitan celah sendi dan osteofit pada foto polos

lumbosakral. Sedangkan dari 8 (20%) subjek yang tidak ditemukan adanya bulging terdapat 5

(12,5%) subjek yang tidak sklerotik, tidak mengalami penyempitan celah sendi dan tidak terdapat

osteofit. Berdasarka hasil uji statistik fisher’s Exat Test didapatkan nilai p = 0,69. Ini menunjukkan

tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

Tabel 19. Krostabulasi Sklerotik + Penyempitan celah sendi dan osteofit pada foto polos

lumbosakral dengan Protrusio berdasarkan MRI.

Protrusio

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

ti

k

+

p

en

y

em

p

it

a

n

ce

la

h

se

n

d

i

+

o

st

eo

fi

t

Ya

16 (40%)

3 (7,5%)

19 (47,5%)

Tidak

10(25%)

11(27,5%)

21 (52,5%)

Total

26 (65%)

14 (35%)

40 (100%)

Berdasarkan tabel 19. Dari 26 (65%) subjek yang ditemukan ada protrusio pada MRI, terdapat 16

(40%) subjek yang mengalami gabungan sklerotik, penyempitan celah sendi dan osteofit pada foto

polos lumbosakral. Sedangkan dari 14 (35%) subjek yang tidak ditemukan adanya bulging terdapat

11 (27,5%) subjek yang tidak sklerotik, tidak mengalami penyempitan celah sendi dan tidak

tedapat osteofit. Berdasarkan hasil uji statistik Chi – Square diperoleh nilai X

2

hitung = 5,871. Df

= 1. (x

2

tabel = 3,841). sesuai uji tersebut ini menunjukkan terdapat kesesuaian yang bermakna

antara gabungan sklerosis, penyempitan celah sendi dan osteofit pada foto polos lumbosakral

(10)

10

Tabel 20. Krostabulasi Sklerotik + Penyempitan celah sendi dan osteofit pada foto polos

lumbosakral dengan Bulging berdasarkan MRI.

Ekstrusio

Total

Ya

Tidak

S

k

le

ro

ti

k

+

p

en

y

em

p

it

a

n

ce

la

h

se

n

d

i

+

o

st

eo

fi

t

Ya

5 (12,5%)

14 (35%)

19 (47,5%)

Tidak

1 (2.5%)

20 (50%)

21 (52,5%)

Total

6 (15%)

34 (85%)

40 (100%)

Berdasarkan tabel 20. Dari 6(12,5%) subjek yang ditemukan ada ekstrusio pada MRI, juga

terdapat 5 (15%) subjek yang mengalami gabungan sklerotik, penyempitan celah sendi dan

osteofit pada foto polos lumbosakral. Dari 34 (85%) subjek yang tidak ditemukan adanya ekstrusio

terdapat 20(50%) subjek yang tidak sklerotik, tidak mengalami penyempitan celah sendi dan tidak

terdapat osteofit. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher’s Exact test didapatkan nilai p = 0,07 Ini

menunjukkan tidak terdapat kesesuaian yang bermakna.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan umur termudah yaitu 16 tahun dan frekuensi terbanyak pada umur

41-50 dan > 61 tahun ( masing-masing 10). Dari tabel karakteristik subjek penelitian berdasarkan

kelompok umur diperlihatkan frekuensi kejadian degenerasi diskus bertambah seiring dengan

pertambahnya usia. Menurut Purwanto (2003) terjadinya proses perubahan degenerasi diskus

dimulai pada usia 20 tahun. Dimana nukleus polpusus secara gradual akan mengalami dehidrasi

dan kadar proteoglikan akan menurun sehingga kemampuan menahan air dari nukleus polpusus

berkurang secara progresif dengan bertambahnya umur.

Sklerosis End Plate

Kandungan fibrokartilago pada end plate meningkat dengan bertambahnya usia dan selama

maturasi vertebral end plate mengalami osifikasi sehingga end plate menjadi tebal. Normal

ketebalan end plate kurang dari 1 mm, namun bila telah mengalami sklerosis / opasifikasi seiring

dengan bertambahnya usia ketebalan end plate menjadi lebih dari 1mm (Boos et all 2002. Robert et

all 2006). Akibat proses degenerasi pada end plate akan terjadi kekakuan, mikrofraktur dan

kerusakan end plate yang menyebabkan perubahan titik tekan sehingga akan mempengaruhi

tekanan hydrostatik diskus. Hal ini akan meningkatkan permeabilitas cairan, sehingga akan dengan

mudah terjadi eksudasi cairan dari end plate ketika menerima beban yang pada akhirnya dapat

menyebabkan transfer beban yang tidak efektif dan tidak merata, sehingga dapat menyebabkan

kerusakan lebih lanjut pada diskus.

Sklerosis end plate merupakan variabel tanda-tanda degenerasi diskus pada foto polos yang paling

sering muncul. Yong et all (2000) dalam penelitiannya menemukan hubungan yang bermakna (p

< 0,025) antara gambaran sklerotik pada foto polos dengan herniasi diskus dengan MRI. Pada

penelitian yang kami lakukan dengan membandingkan sklerosis end plate pada foto polos dengan

Bulging pada MRI ditemukan adanya kesesuaian yang bermakna (p : 0,05). Sementara yang

lainnya antara sklerosis end plate dengan Protrusio dan Ekstrusio berdasarkan MRI, tidak

ditemukan adanya kesesuaian yang bermakna berdasarkan Fisher’s Exact Test dengan nilai p :

1.00.

(11)

11

Osteofit

Osteofit adalah spur yang terbentuk pada pojok-pojok sendi akibat proses degenerasi. Menurut

Choi SY. 2009, gangguan komplit internal dari perkembangan diskus sampai hilangnya puncak

diskus mengubah mekanik facet joint menghasilkan formasi osteofit pada tepi diskus.

Penelitian ini meneliti 40 subjek dan menemukan 31 (77,5%) diantaranya mengalami osteofit.

Kemudian penelitian ini membandingkan osteofit pada foto polos dengan herniasi diskus (bulging,

prtotrusio dan ekstrusio berdasarkan MRI, hasilnya tidak ditemukan adanya kesesuaian yang

bermakna berdasarkan Fisher’s Exact Test dengan masing-masing nilai P : 0,34 (osteofit –

bulging), p : 0,69 ( osteofit – protrusio) dan p : 0,30 (osteofit – ekstrusio). Berbeda dengan hasil

yang diperoleh dalam penelitian PY. Yong menemukan hubungan bermakna ( p < 0,025).

Penyempitan Celah Sendi

Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu anulus fibrosus dan nukleus polpusus.

Nukleus polpusus secara gradual akan mengalami dehidrasi dan kadar proteoglikannya akan

menurun sedangkan material fibrokartilago bertambah banyak mengakibatkan diskus menjadi

kaku, kemampuan untuk menyebarkan energi secara merata menurunan ketika mendapatkan

beban, sehingga nukleus polpusus dan anulus fibrosus mudah mengalami kerusakan lokal dan

rentan terjadi robekan, hal ini dapat menimbulkan herniasi diskus dan penyempitan celah sendi

(Choi SY.2000).

Penelitian yang dilakukan pada 40 subjek dengan membandingkan penyempitan celah sendi pada

foto polos dengan bulging pada MRI ditemukan p : 1,00 (Fisher’s Exact Test) menunjukkan tidak

terdapat kesesuaian yang bermakna, berbeda dengan penelitian oleh PY. Yong ( p < 0,025).

Sementara penyempitan celah sendi dengan protrusio dan ekstrusio memperlihatkan kesesuaian

yang bermakna dengan nilai p : 0,02 yang diperoleh secara statistik berdasarkan Fisher’s Exact

Test. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh PY. Yong (p < 0.025).

Pada penelitian ini terdapat variabel yang tidak pernah muncul dalam penelitian yaitu : Vacum Disc

Phenomena dan sequesterasi sehingga tidak dapat di analisis, hal ini mungkin disebabkan faktor

keterbatasan jumlah sampel. Sedangkan perubahan intensitas diskus frekuensi positifnya sangat

tinggi sehingga tidak mempunyai pembanding untuk di analisis, hal ini mungkin disebabkan oleh

sensitifitas yang sangat tinggi dari MRI (Gold Standar) untuk mendeteksi adanya perubahan

intensitas tidak sebanding dengan kemampuan foto polos dalam menilai proses degenerasi diskus.

Gabungan Variabel ( sklerosis dan penyempitan celah sendi, sklerosis, penyempitan celah

sendi dan osteofit.

Pada penggabungan variabel sklerosis dengan penyempitan celah sendi dan sklerosis, penyempitan

celah sendi dengan osteofit. Dari analisis data pada penelitian ini didapatkan hasil yang bermakna

hanya pada penyilangan antara sklerosis dan penyempitan celah sendi dengan protrusio dengan

nilai p = 0,008 (Chi-Square test) dan sklerosis, penyempitan celah sendi dan ostefit dengan

protrusio dengan nilai p = 0,02 (Chi-Cquare test), sementara penyilangan gabungan variabel

sklerosis dengan penyempitan celah sendi dan sklerosis, penyempitan celah sendi dan

osteofit dengan bulging dan ekstrusio dengan nilai p > 0,05.ini menunjukkan tidak ditemukan

adanya kesesuaian yang bermakna.

Secara teoritis variabel-variabel peneltian ini merupakan faktor predisposisi atau penyebab

terjadinya herniasi diskus. Dari hasil penelitian ini ada beberapa variabel yang tidak menghasilkan

kesesuaian yang bermakna ( p > 0,05) namun bila dicermati nilai p yang dihasilkan yaitu 0,07

(gabungan sklerosis, penyempitan celah sendi dan osteofit dengan ekstrusio) memang

menunjukkan tidak terdapat kesesuaian namun masih mempunyai arah hubungan yang positif

(hampir bermakna).

(12)

12

KESIMPULAN :

1.

Ada kesesuaian antara Protrusio dan Ekstrusio diskus pada MRI dengan penyempitan

celah sendi pada foto polos lumbosakral.

2.

Ada kesesuaian antara terjadinya Bulging diskus pada MRI dengan gambaran sklerotik

end plate pada foto polos lumbosakral.

3.

Osteofit pada foto polos lumbosakral bukan petanda yang baik untuk gambaran

degenerasi diskus intervertebralis pada MRI.

DAFTAR PUSTAKA

Awad JN. Moskovich R. Lumbar disc herniation. Clinical orthopaedic and related research 2006;

p.183-97.

Feske S. Greenberg S. Degenerative and compressive structural disorders in : textbook of clinical

neurology. Second edition. United state of america. Elsevier saunders.2003: p;583-88.

George J, Jaovisidha S, Siriwongpairat P. Disease of spine in : Peh WCG, Hiramatsu Y. Editors.

The asian-oceanian text book of radiology, Singapore. TTG Asia Media Pte Ltd. 2003 : p;

995-1002

Lubis I. Epidemiologi nyeri punggung bawah. dalam : Meliala L. Suryamiharja A. Purba JS. Sadeli

HA. Editors. Nyeri punggung bawah, Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (PERDOSSI),2003: p; 1-3.

Maliawan S. Diagnosis dan tatalaksana HNP lumbal. Dalam : Mahadewa TGB. Maliawan S.

Editors. Diagnosis dan tatalaksana kegawat daruratan tulang belakang. Jakarta. Sagung Seto.

2009:p;62-87

Maliawan S. Diagnosis dan tatalaksana low back pain (LBP). Dalam : Mahadewa TGB. Maliawan

S. Editors. Diagnosis dan tatalaksana kegawat daruratan tulang belakang. Jakarta. Sagung

Seto. 2009:p; 156-88.

Masduchi RH. Patofisiologi hernia nukleus pulposus [serial on line ] januari 28, 2010. [citied april

19.2010] available from :

http://narxiz.blogspot.com/2010/01/patofisiologi-hernia-nukleus-pulposus.html.

Purwanto ET. Hernia nukleus pulposus lumbalis dalam : Meliala L. Suryamiharja A. Purba JS.

Sadeli HA. Editors. Nyeri punggung bawah, Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (PERDOSSI),2003: p;133-48.

Ramachandran TS. Raghunathan UI. Latorre JGS. Chang JK. Disc herniation. [serial on line] Jul 2,

2008. [citied march 20, 2010] available from : http://emedicine.medscape.com/article.

Skinner HB. Diagnosis dan treatment in othopaedis. Third edition. California. Mc.Graw Hill.2003:

p;231-33.

Sammer MBK, Jarvik JG. Imaging of adulths with low back pain in the primary care setting. In :

Medina LS, Blackmore CC, editors. Evidence – base imaging optimizing imaging in

patient care. USA: Springer Science + Busines Media, Inc; 2006. p.294-305.

Yong PY, Alias NAA, Shuaib IL. Correlation of clincal presentation, radiography, and magnetic

resonance imaging for low back pain- a preliminary survey. Kuala Lumpur: J HK Coll

radiol, 2003.p.144-151

Referensi

Dokumen terkait

Nama Dokter Muda R Riio o D Diim ma as s S Su ug giia arrtta a T Ta an nd da a T Ta an ng ga an n NIM. NIM

Peranan waa sangat penting dalam pameran di samping mempengaruhi perasaan akan siuasi rungan juga memberi suatu yang lain, bersift kejiwaan Hal ini akan

Prediksi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten/kota se-Indonesia tahun 2015 dengan metode Smooth Support Vector Machine (SSVM) kernel RBF memberikan hasil

Leuwimunding Kabupaten Majalengka yang ditandai dengan PBU 038 di perbatasan antara Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon dengan Desa Leuwikujang Kecamatan

Koperasi dan UKM (P) Aplikom Statistik Manajemen Pengantar Manjemen Keuangan 1 Seminar Manj.. SDM 1 Perilaku Keorganisasian Manajemen Pengantar

Terimakasih banyak atas dukungan kalian semua sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik serta terimakasih karena telah membantu penulis dalam

Aiken, (1994) mengemukakan bahwa cara dari seseorang meninggal dapat menimbulkan perbedaan reaksi yang dialami oleh orang yang ditinggalkannya. Pada kematian yang

Alasannya karena partispasi masyarakat dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam hal ini Kepala Distrik sebagai pelaksana tugas yang dipercayakan oleh pemeritah