• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR STUDI PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI BERDASARKAN JATUH TEGANGAN (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR STUDI PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI BERDASARKAN JATUH TEGANGAN (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

TUGAS AKHIR

STUDI PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

BERDASARKAN JATUH TEGANGAN

(Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota)

OLEH :

NIM : 05 0402 009

BASTANNA ERLAYAS BANGUN

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

ABSTRAK

Sistem distribusi adalah sistem tenaga listrik yang menyalurkan energi listrik dari pembangkit sampai ke konsumen dalam sekala tegangan menengah sampai dengan tegangan rendah. Dimana dalam penyaluran energi listrik diperlukan jarak yang cukup jauh dari GI (Gardu Induk) untuk sampai pada konsumen atau pelanggan, ditambah dengan dalam penyalurannya diperlukan arus yang cukup besar, sehingga terdapat regulasi tegangan yang cukup besar sepanjang saluran sampai menuju konsumen. Pada kenyataannya terdapat transformator distribusi yang jaraknya cukup jauh dari GI (Gardu Induk) sehingga terjadi tegangan jatuh (drop voltage) yang sampai pada sisi primer transformator distribusi lebih dari yang diijinkan. Oleh sebab itu diperlukan penataan ulang dari segi panjang saluran sistem distribusi primer dengan mengatur penempatan transformator distribusi agar kinerja transformator menjadi lebih baik.

Pada tugas akhir ini akan membahas pengaruh panjang saluran distribusi primer terhadap tegangan jatuh dan rugi-rugi daya yang dimulai dari GI (Gardu Induk) Paya Geli sampai pada transformator distribusi pada PT.PLN (Rayon Medan Kota). Dan untuk tegangan jatuh pada saluran distribusi primer lebih dari yang diijinkan, dianalisa kembali penempatan transformator distribusi sehingga kinerja transformator distribusi tersebut menjadi lebih baik.

(3)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kasih karunia, pengetahuan, dan tuntunannya selama Penulis melaksanakan studi hingga terselesaikannya tugas akhir ini

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat bagi Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatra Utara.

Adapun judul tugas akhir ini adalah :

STUDI PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI BERDASARKAN JATUH TEGANGAN

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian tugas akhir ini, Penulis banyak memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh ketulusan hati, Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orangtua tercinta, baik yang telah Tuhan panggil yaitu Ir.T.R. Bangun dan yang masih tetap bersama Penulis hingga saat ini yaitu Ir.L. br Sembiring yang selalu memberikan dukungan, perhatian dan doa yang tak henti-hentinya selama hidup Penulis.

2. Kakakku dr.Trisna Dewi br Bangun, abangku Morgan Bangun,S.P, dan Mahabrata Bangun,S.T yang selalu memberikan dukungan dan cinta yang tulus selalu.

3. Bapak Prof.Dr.Ir.Usman Baafai selaku Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rahmad Fauzi,ST,MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik , Universitas Sumatera Utara.

(4)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

5. Bapak Ir.Panusur SML. Tobing selaku Dosen Pembimbing Penulis yang telah meluangkan waktu dan tempat untuk membimbing dan membantu Penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Bapak Ir.Sumantri Zulkarnain selaku Dosen Wali Penulis selama menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara yang juga banyak memberi inspirasi, masukan dan dorongan spiritual kepada Penulis dalam menyelesaikan studi di Departemen Teknik Elektro FT-USU.

7. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu.

8. Bapak Kasman Goci selaku Manajer SDM dan Organisasi PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara yang memberikan ijin kepada Penulis untuk mengadakan riset di PT.PLN (Persero) Rayon Medan Kota.

9. Bapak Ferry selaku mentor Penulis di PT.PLN (Persero) Rayon Medan Kota yang memberikan bantuan berupa data-data yang dibutuhkan dalam tugas akhir, selama pengerjaan tugas akhir berlangsung.

10. Teman satu kelompokku di UKM KMK UP FT-USU, B’Teta, B’Mue, K’Marta, Roy, Budi, Christina, dan Lemuel.

11. Semua rekan-rekan di Fakultas Teknik Elektro USU terutama angkatan 2005 yang telah banyak memberi masukan dan arahan dalam hidup dan perkuliahan Penulis.

12. Teman yang telah memberi banyak masukan kepada Penulis selama penulis kuliah yaitu K’Hana, Kristina, dan Icha.

13. Teman-teman di UKM UP FT-USU dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat Penulis sebut satu per satu, yang membantu Penulis selama dalam perkuliahan.

14. Semua orang yang tidak dapat disebutkan satu per satu, Penulis mengucapkan terimakasih banyak.

(5)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan isi dan analisa yang disajikan. Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi Pembaca.

Medan, Oktober 2009

Bastanna Erlayas Bangun NIM. 05 0402 009

(6)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

DAFTAR ISI

Abstrak ... i Kata Pengantar ... ii Daftar Isi ... v Daftar Gambar ... ix Daftar Tabel ... xi BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang ... 1 I. 2 Tujuan Penulisan ... 2 I. 3 Batasan Masalah ... 2 I. 4 Metode Penulisan ... 3 I. 5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II SISTEM DISTRIBUSI II.1 Umum ... 6

II. 2 Distribusi Primer ... 8

II.2.1 Sistem Radial ... 9

II.2.2 Sistem Lup... 11

II.2.2.1 Sistem Lup Terbuka (Open Loop) ... 11

II.2.2.2 Sistem Lup Tertutup (Closed Loop) ... 12

II.2.3 Sistem Jaringan Primer ... 13

II.2.4 Sistem Spindel ... 14

(7)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

II.3.1 Pelayanan Dengan Transformator Sendiri ... 17

II.3.2 Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai ... 17

II.3.3 Bangking Sekunder ... 18

II.3.4 Jaringan Sekunder ... 19

II.4 Gardu Distribusi ... 22

II.5 Sistem Tiga Phasa ... 23

II.5.1 Sistem Y Dan Delta ... 25

II.5.2 Beban Seimbang Terhubung Delta ... 25

II.5.3 Beban Seimbang Terhubung Y ... 26

II.5.4 Daya Dalam Sistem Tiga Phasa ... 27

II.6 Losses Pada Jaringan Distribusi... 28

II.6.1 Losses Pada Penghantar Phasa ... 29

II.6.2 Losses Akibat Beban Tidak Seimbang ... 29

II.6.3 Losses Pada Sambungan Tidak Baik ... 30

BAB III PENINJAUAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI PADA SISTEM DISTRIBUSI III.1 Umum ... 31

III.2 Prinsip Kerja Transformator ... 32

III.2.1 Keadaan Transformator Tanpa Beban ... 33

III.2.2 Keadaan Transformator Berbeban ... 37

(8)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

III.3.1 Rugi Tembaga ( Pcu ) ... 39

III.3.2 Rugi Besi ( Pi ) ... 39

III.4 Konstruksi Transformator ... 40

III.4.1 Kontruksi Transformator Tiga Phasa ... 40

III.4.2 Kontruksi Transformator Tiga Phasa ... 42

III.5 Spesifikasi Umum Tegangan Primer Transformator Distribusi ... 47

III.6 Spesifikasi Umum Tegangan Sekunder Transfomator Distribusi ... 48

III.7 Spesifikasi Umum Penyadapan (Taping) Transformator Distribusi ... 49

III.8 Spesifikasi Umum Daya Pengenal Transformator Distribusi ... 49

III.9 Spesifikasi Umum Rugi-Rugi Transformator Distribusi... 50

III.10 Regulasi Tegangan Transformator Distribusi ... 51

III.11 Efisiensi Transformator Distribusi ... 52

BAB IV ANALISA PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI BERDASARKAN JATUH TEGANGAN PADA SISI 20 KV IV.1 Umum ... 54

IV.2 Persamaan Yang Digunakan Dalam Perhitungan ... 55

IV.2.1 Perhitungan Besar Arus Pada Sisi Primer Transformator... 55

(9)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

IV.2.2 Perhitungan Resistansi Dan Induktansi Keseluruhan

Dari Saluran Primer Yang Menuju Transformator ... 56

IV.2.3 Perhitungan Jatuh Tegangan Pada Jaringan Distribusi Primer ... 56

IV.2.4 Perhitungan Losses Pada Jaringan Distribusi Primer ... 57

IV.2.5 Perhitungan Persentase Drop Voltage Pada Saluran Distribusi Primer ... 58

IV.2.6 Perhitungan Besar Daya Output Transformator ... 58

IV.2.7 Perhitungan Besar Efisiensi Transformator ... 58

IV.3 Metode Pengambilan Data Transformator Distribusi ... 58

IV.4 Data Hasil Ukur KVA Dan Dimensi Saluran Distribusi Primer Yang Di Salurkan Dari Gardu Induk Paya Geli Menuju PT. PLN (Rayon Medan Kota) ... 59

IV.5 Analisa Data... 66

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(10)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik... 8

Gambar 2.2 Skema Saluran Radial ... 10

Gambar 2.3 Penggunaan Saluran Alternatif Dengan Saklar Pindah ... 10

Gambar 2.4 Skema Rangkaian Lup Terbuka ... 12

Gambar 2.5 Skema Rangkaian Lup Tertutup ... 13

Gambar 2.6 Skema Sistem Jaringan Primer ... 14

Gambar 2.7 Skema Prinsip Sistem Spindel ... 15

Gambar 2.8 Sambungan Pemakai Besar Dengan Gardu Distribusi Tersendiri ... 17

Gambar 2.9 Penggunaan Satu Gardu Distribusi Untuk Sejumlah Pemakai ... 18

Gambar 2.10 Bangking Sekunder, Dengan Dua Gardu Distribusi Dihubungkan Juga Pada Sisi Tegangan Rendah ... 19

Gambar 2.11 Jaringan Sekunder Tegangan Rendah ... 21

Gambar 2.12 (a) Skema Gardu Distribusi Dengan Satu Transformator ... 22

Gambar 2.12 (b) Skema Gardu Distribusi Dengan Dua Transformator ... 22

Gambar 2.13 Bentuk Gelombang Pada Sistem Tiga Phasa ... 24

Gambar 2.14 Sistem Y dan Sistem Delta ... 25

Gambar 2.15 Sambungan Kabel ... 30

Gambar 3.1 Transformator Dalam Keadaan Tanpa Beban ... 33 Gambar 3.2 Rangkaian Ekivalen Transformator Dalam

(11)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Keadaan Tanpa Beban ... 33

Gambar 3.3 Gambar Vektor Transformator Dalam Keadaan Tanpa Beban ... 34

Gambar 3.4 Gambar Gelombang Io Tertinggal 90o Dari V1 ... 34

Gambar 3.5 Gambar Gelombang

e

1 Tertinggal 90oDari Φ ... 35

Gambar 3.6 Transformator Dalam Keadaan Berbeban ... 37

Gambar 3.7 Rangkaian Ekivalen Transformator Dalam Keadaan Berbeban ... 37

Gambar 3.8 Blok Diagram Rugi–Rugi Pada Transformator ... 39

Gambar 3.9 Konstruksi Transformator Tiga Fasa Tipe Inti ... 40

Gambar 3.10 Transformator Tiga Fasa Tipe Cangkang ... 41

Gambar 3.11 Transformator Hubungan YY ... 43

Gambar 3.12 Transformator Hubungan YΔ ... 44

Gambar 3.13 Transformator Hubungan ΔY ... 45

Gambar 3.14 Transformator Hubungan ΔΔ ... 46

Gambar 3.15 Sistem Hubungan Zig-Zag (Z) ... 47

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Arus Dengan Tegangan Jatuh ... 81

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Tegangan Jatuh Dengan Rugi-Rugi Daya ... 81

(12)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

Tabel 3.1 Nilai Daya Pengenal Transformator Distribusi ... 50 Tabel 3.2 Nilai Rugi-Rugi Transformator Distribusi ... 50 Tabel 4.1 Konstanta Jaringan / SPLN 64 Tahun 1985 Yang

Digunakan Pada Penyulang Paya Geli... 59 Tabel 4.2 Data Saluran Penyulang G.I Paya Geli (Rayon Medan Kota) ... 60 Tabel 4.3 Data Hasil Ukur Transformator Distribusi (Rayon Medan Kota)

Pada Penyulang Paya Geli ... 61 Tabel 4.4 Analisa Data Tegangan Jatuh Pada Saluran Distribusi Primer

Dari Gardu Induk Paya Geli Sampai Pada Transformator

Distribusi (Rayon Medan Kota) Pada Saat Beban Puncak ... 68 Tabel 4.5 Data Tranformator Yang Tegangan Jatuh Pada Sisi Primer

Sebelum Mengalami Perbaikan (>5%) ... 74 Tabel 4.6 Hasil Analisa Daya Input Dan Output, Rugi-Rugi Daya Dan

(13)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pusat beban, hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar dalam penyaluran daya listrik. Kerugian tersebut disebabkan oleh saluran yang cukup panjang. Sehingga dalam penyaluran daya listrik melalui transmisi maupun distribusi akan mengalami tegangan jatuh sepanjang saluran yang dilalui.

Ditinjau dari segi panjang saluran distribusi dari gardu induk menuju transformator distribusi maupun dari transformator distribusi ke beban yang dapat juga menyebabkan tegangan jatuh yang cukup besar. Selain tegangan jatuh yang semakin besar menyebabkan juga kinerja transformator distribusi tersebut kurang maksimal. Dengan adanya kondisi tersebut diperlukan evaluasi dan perencanaan kembali yang memperhatikan kriteria-kriteria perencanaan seperti jatuh tegangan yang diijinkan dan kelangsungan pelayanan listrik sehingga muncul optimasi pada jaringan yang dipakai.

Pada tugas akhir ini metode yang dipakai adalah dengan menganalisa dan menghitung nilai losses dan tegangan jatuh (drop voltage) pada suatu feeder. Lalu disesuaikan dengan perhitungan berdasarkan tegangan jatuh yang diijinkan PLN. Maka untuk mendapatkan tegangan jatuh yang cukup kecil dan sesuai dengan yang diijinkan PLN, diperlukan suatu jarak yang sesuai dalam penempatan transformator distribusi.

(14)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

I.2 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Memperdalam pengetahuan tentang pengaruh panjang saluran dengan tegangan jatuh pada saluran distribusi, dan salah satu cara mengurangi tegangan jatuh pada saluran distribusi yaitu dengan penentuan letak penempatan transformator.

2. Mengoptimalkan kinerja transformator distribusi dengan membuat tegangan jatuh pada saluran distribusi primer tidak terlalu besar dan sesuai dengan yang diijinkan oleh PT.PLN (Persero).

I.3 BATASAN MASALAH

Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terarah pada judul dan bidang yang telah disebutkan diatas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas,

1. Membahas tegangan jatuh pada saluran sistem distribusi primer hanya dilihat dari panjang saluran distribusi primer dari gardu induk sampai pada transformator distribusi.

2. Tegangan jatuh yang dibahas hanya pada saluran GI. Paya Geli yang menuju kawasan PT.PLN (Persero) Rayon Medan Kota. 3. Tidak membahas tegangan jatuh pada sisi saluran distribusi

sekunder.

4. Tidak membahas masalah ketidakseimbangan beban.

(15)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

I.4 METODE PENULISAN

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi literatur

yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain.

2. Studi lapangan

yaitu dengan melaksanakan pengambilan data hasil ukur transformator yang terdapat sepanjang saluran primer sistem distribusi yang berasal dari GI.Paya Geli yang menuju transformator distribusi yang menjadi kawasan PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota.

3. Studi bimbingan

yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU, dan teman-teman sesama mahasiswa .

I.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

(16)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

BAB II SISTEM DISTRIBUSI

Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran sistem distribusi secara umum. Jenis-jenis saluran distribusi baik saluran primer maupun saluran sekunder. Serta losses yang terjadi pada saluran sistem distribusi.

BAB III PENINJAUAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI PADA

SISTEM DISTRIBUSI

Bab ini menjelaskan tentang transformator distribusi secara umum, sistem tiga phasa, daya dalam sistem tiga phasa, aplikasinya pada sistem distribusi, losses pada saluran distribusi, regulasi tegangan transformator distribusi dan efissiensi transformator distribusi.

BAB IV ANALISA PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

BERDASARKAN JATUH TEGANGAN PADA SISI 20 KV

Bab ini menjelaskan tentang menentukan tegangan jatuh serta rugi-rugi daya pada saluran distribusi primer dari GI. Paya Geli sampai transformator distribusi yang menjadi kawasan PT.PLN (Persero) Rayon Medan Kota. Dan memperbaiki penempatan lokasi dari transformator tersebut apabila tegangan jatuh yang dihitung lebih dari yang diijinkan.

(17)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

BAB V PENUTUP

(18)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

BAB II

SISTEM DISTRIBUSI

II.1 UMUM

Awalnya tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan PLTD dan yang lainnya, dengan tegangan yang pada umumnya merupakan tegangan menengah (TM) 6, 11, 20 kV. Pada umumnya pusat pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pengguna tenaga listrik, untuk mentransmisikan tenaga listrik dari pembangkit ini, maka diperlukan penggunaan tegangan tinggi (TT) yaitu 70 kV, 150 kV, atau tegangan ekstra tinggi (TET) yaitu 500 kV untuk Jawa dan 275 kV untuk Sumut. Tegangan yang lebih tinggi ini diperoleh dengan transformator penaik tegangan (step up transformator).

Pemakaian tegangan tinggi ini diperlukan untuk berbagai alasan efisiensi, antara lain penggunaan penampang penghantar menjadi efisien, karena arus yang mengalir akan menjadi lebih kecil, ketika tegangan tinggi diterapkan.

Setelah saluran transmisi mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu daerah industri atau suatu kota. Tegangan melalui gardu induk (GI) diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20kV. Setiap gardu induk (GI) sesungguhnya merupakan pusat beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya berubah-ubah sepanjang waktu sehingga daya yang di bangkitkan dalam pusat-pusat listrik harus selalu berubah. Perubahan daya yang dilakukan di pusat pembangkit ini bertujuan untuk mempertahankan tenaga listrik tetap pada frekuensi 50Hz. Proses perubahan ini dikoordinasikan dengan pusat pengaturan beban (P3B).

(19)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Tegangan menengah dari gardu induk (GI) ini melalui saluran distribusi primer, untuk disalurkan ke gardu-gardu distribusi (GD) atau pemakai tegangan menengah (TM). Dari saluran distribusi primer, tegangan menegah (TM) diturunkan menjadi tegangan rendah (TR) 220V/380 V melalui gardu distribusi (GD). Tegangan rendah dari gardu distribusi disalurkan melalui saluran tegangan rendah ke konsumen tegangan rendah.

Pada Gambar 2.1 terlihat jelas bahwa arah mengalirnya enegi listrik berawal dari pusat tenaga listrik melalui saluran-saluran transmisi dan distribusi dan sampai pada instalasi pemakai yang merupakan unsur utilisasi.

Keterangan Gambar 2.1 :

TR = Tegangan Rendah

TM = Tegangan Menengah

TT = Tegangan Tinggi

TET = Tegangan Ekstra Tinggi

GI = Gardu Induk

GD = Gardu Distribusi

(20)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Pembangkit Listrik Transformator Penaik Transformator Penurun TM GI GI TT/TET Ke Pemakai TM Ke GD GD TM TR kWH meter Instalasi Pemakai TR Pembangkit Saluran Transmisi Saluran Distribusi Primer Saluran Distribusi Sekunder Utilisasi

Gambar 2.1. Sistem Tenaga Listrik

II.2 DISTRIBUSI PRIMER

Distribusi primer adalah sistem distribusi yang mempergunakan tegangan menengah. Pada distribusi primer terdapat tiga jenis dasar, yaitu :

1. Sistem Radial 2. Sistem Lup

(21)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

3. Sistem Jaringan Primer 4. Sistem Spindel

Jaringan tegangan menengah adalah jaringan tenaga listrik yang berfungsi untuk menghubungkan gardu induk sebagai suplai tenaga listrik dengan gardu-gardu distribusi maupun ke pelanggan yang memakai tegangan menengah seperti industri.

II.2.1 Sistem Radial

Sistem Radial merupakan sitem yang paling sederhana dan paling banyak dipakai, terdiri atas fider (feeders) atau rangkaian tersendiri, yang seolah-olah keluar dari suatu sumber atau wilayah tertentu secara radial. Fider itu dapat juga dianggap sebagai terdiri atas suatu bagian utama dari mana saluran samping atau lateral lain bersumber dan dihubungkan dengan transformator distribusi sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2. Saluran samping sering disambung pada fider dengan sekring (fuse). Dengan demikian maka gangguan pada saluran samping tidak akan mengganggu seluruh fider. Bilamana sekring itu tidak bekerja atau terdapat gangguan pada fider, proteksi pada saklar daya di gardu induk akan bekerja, dan seluruh fider akan kehilangan energi. Pemasokan pada rumah sakit atau pemakai vital lain tidak boleh mengalami gangguan yang berlangsung lama. Dalam hal demikian, satu fider tambahan disediakan, yang menyediakan suatu sumber penyedia energi alternatif. Hal ini dilakukan dengan suatu saklar pindah, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3. Saklar pindah itu dapat juga bekerja secara otomatis. Bila tegangan pada saluran operasional hilang, saklar dengan sendirinya akan memindahkan sambungan pada saluran alternatif.

(22)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

GI GD GD GD GD GD GD GD SALURAN UTAMA SALURAN SAMPING SALURAN SAMPING SALURAN SAMPING SALURAN UTAMA

Gambar 2.2. Skema Saluran Radial Keterangan Gambar 2.2 : GI = Gardu Induk GD = Gardu Distribusi SAKLAR PINDAH GD Saluran Operasional Saluran Alternatif

Gambar 2.3. Penggunaan Saluran Alternatif Dengan Saklar Pindah Keterangan Gambar 2.3 :

(23)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

II.2.2 Sistem Lup

Suatu cara lain guna mengurangi lama interupsi daya yang disebabkan gangguan adalah dengan mendesain fider sebagai lup (loop) dengan menyambung kedua ujung saluran. Hal ini mengakibatkan bahwa suatu pemakai dapat memperoleh pasokan energi dari dua arah. Bilamana pasokan dari salah satu arah terganggu, pemakai itu akan disambung pada pasokan arah lainnya. Kapasitas cadangan yang cukup besar harus tersedia pada tiap fider. Sistem lup dapat dioperasikan secara terbuka, ataupun secara tertutup.

II.2.2.1 Sistem Lup Terbuka (Open Loop)

Pada sistem lup terbuka, bagian-bagian fider tersambung melalui alat pemisah (disconnectors), dan kedua ujung fider tersambung pada sumber energi. Pada suatu tempat tertentu pada fider, alat pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Pada asasnya, sistem ini terdiri atas dua fider yang dipisahkan oleh suatu pemisah, yang dapat berupa sekring, alat pemisah, saklar daya. Terlihat pada Gambar 2.4. bila terjadi gangguan, bagian saluran dari fider yang terganggu dapat dilepas dan menyambungnya pada fider yang tidak terganggu. Sistem demikian biasanya dioperasikan secara manual dan dipakai pada jaringan yang relatif kecil.

Merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai dari diperlukannya kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manuver beban pada saat terjadi gangguan.

(24)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

GI

GD GD

GD GD

SD 1

SD 2

Gambar 2.4. Skema Rangkaian Lup Terbuka Keterangan Gambar 2.4 :

SD 1 = Saklar Daya, Posisi Tertutup SD 2 = Saklar Daya, Posisi Terbuka

II.2.2.2 Sistem Lup Tertutup (Closed Loop)

Pada sistem lup tertutup pada Gambar 2.5 diperoleh suatu tingkat keandalan yang lebih tinggi. Pada sistem ini alat-alat pemisah biasanya berupa saklar daya yang lebih mahal. Saklar-saklar daya itu digerakkan oleh relai yang membuka saklar daya pada tiap ujung dari bagian saluran yang terganggu, sehingga bagian fider yang tersisa tetap berada dalam keadaan berenergi. Pengoperasian relai yang baik diperoleh dengan mempergunakan kawat pilot yang menguhubungkan semua saklar daya. Kawat pilot ini cukup mahal untuk dipasang dan dioperasikan. Kadang-kadang rangkaian telepon yang disewa dapat dipakai sebagai pengganti kawat pilot.

Sistem lup tertutup ini layak digunakan untuk jaringan yang dipasok dari satu gardu induk, memerlukan sistem proteksi yang lebih rumit biasanya menggunakan rele arah (bidirectional). Sistem ini mempunyai kehandalan yang lebih tinggi dibanding sistem yang lain.

(25)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

GI GD GD GD GD SD SD SD SD SD

KAWAT PILOT UNTUK KEPERLUAN RELAI

Gambar 2.5. Skema Rangkaian Lup Tertutup Keterangan Gambar 2.5 :

SD = Saklar Daya GI = Gardu Induk GD = Gardu Distribusi

II.2.3 Sistem Jaringan Primer

Walaupun beberapa studi memberi indikasi bahwa pada kondisi-kondisi tertentu sistem jaringan primer lebih murah dan lebih handal daripada sistem radial, secara relatif tidak banyak sistem jaringan primer yang kini dioperasikan. Sistem ini terbentuk dengan menyambung saluran-saluran utama atau fider yang terdapat pada sistem radial sehingga merupakan suatu kisi-kisi atau jaringan terlihat pada Gambar 2.6. Kisi-kisi ini diisi dari beberapa sumber atau gardu induk. Sebuah saklar daya antara transformator dan jaringan yang dikendalikan oleh relai-relai arus balik (reverse currents) dan relai-relai penutupan kembali otomatis (automatic reclosing relays), melindungi jaringan terhadap terjadinya arus-arus gangguan bila hal ini terjadi pada sisi pengisian dari gardu induk. Bagian-bagian jaringan yang terganggu akan dipisahkan oleh saklar daya dan sekring.

(26)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Keterangan Gambar 2.6 : SD = Saklar Daya GI = Gardu Induk GD = Gardu Distribusi GI SD GD GD GD GD SD SD GD GD GD GD GD GD GD GD GD GI GI SD SD SD SD SD SD SD

Gambar 2.6. Skema Sistem Jaringan Primer

II.2.4 Sistem Spindel

Terutama di kota yang besar, terdapat suatu jenis gardu tertentu, yang tidak terdapat transformator daya. Gardu demikian dinamakan Gardu Hubung (GH). GH

(27)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

pada umumnya menghubungkan dua atau lebih bagian jaringan primer kota itu. Dapat pula terjadi bahwa pada suatu GH terdapat sebuah transformator pengatur tegangan. Karena besar kota itu, kabel-kabel tegangan menengah (TM) mengalami terlampau banyak turun tegangan. Tegangan yang agak rendah ini dinaikkan kembali dengan bantuan transformator pengatur tegangan. Dapat juga terjadi bahwa pada GH, ditumpangi atau “dititipi” sebuah Gardu Distribusi GD).

GI GI S A S S1 S1 S1 S1 GD GD GD GD GD GD GD GD GD S2 S2 S2 S2 B B B B Rel GI 1 Atau GH 1 Rel GI 2 Atau GH 2

Gambar 2.7. Skema Prinsip Sistem Spindel Keterangan Gambar 2.7 :

S = Saklar

GI = Gardu Induk GH = Gardu Hubung GD = Gardu Distribusi

A = Pengisi Khusus Tanpa Beban GD B = Pengisi biasa Dengan Beban GD

(28)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Gambar 2.7 merupakan skema prinsip dari sistem spindel. Spindel ini menghubungi rel dari satu Gardu Induk (GI) atau Gardu Hubung (GH) dengan rel dari Gardu Induk (GI) atau Gardu Hubung (GH) lain. Keistimewaannya adalah bahwa selain kabel-kabel, atau fider, yang mengisi beberapa buah GD, terdapat satu kabel (kabel A pada Gambar 2.7), yang tidak mendapat beban GD. Kabel A ini selalu menghubungi rel kedua GI (atau GH) itu. Sedangkan kabel-kabel B memperoleh pengisian hanya dari salah satu GI (atau GH). Bilamana salah satu kabel B atau salah satu GD terganggu, maka pengisian dapat dihindari terjadinya suatu pemadaman, ataupun pemadaman terjadi secara minimal.

Sistem ini banyak dipakai di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Sistem ini memberi keandalan operasi yang cukup tinggi dengan investasi tambahan berupa kabel A yang relatif rendah. Bilamana kabel A terganggu maka saklar S akan bekerja, dan sistem spindel ini sementara akan bekerja sebagai suatu sistem “biasa”.

II.3 DISTRIBUSI SEKUNDER

Distribusi sekunder mempergunakan tegangan rendah. Sebagaimana halnya dengan distribusi primer, terdapat pula pertimbangan-pertimbangan perihal kehandalan pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas empat jenis umum :

1. Pelayanan Dengan Transformator Tersendiri

2. Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai 3. Bangking Sekunder

(29)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

II.3.1 Pelayanan Dengan Transformator Tersendiri

Pelayanan dengan transformator tersendiri dilakukan untuk pemakai yang agak besar atau bila para pemakai terletak agak berjauhan terutama di daerah luar kota, sehingga saluran tegangan rendahnya akan menjadi terlampau panjang. Skema ini terlihat pada Gambar 2.8.

Saklar Daya Atau Sekring GD TR Pemakai TM

Gambar 2.8. Sambungan Pemakai Besar Dengan Gardu Distribusi Tersendiri Keterangan Gambar 2.8 :

TM = Tegangan Menengah TR = Tegangan Rendah GD = Gardu Distribusi

II.3.2 Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai

Yang mungkin terbanyak dipakai adalah sistem yang mempergunakan satu transformator dengan saluran tegangan rendah yang melayani sejumlah pemakai. Sistem ini memperhatikan beban dan keperluan pemakai yang berbeda-beda sifatnya. Gambar 2.9 memperlihatkan situasi ini. Di Indonesia sistem ini banyak dipakai.

(30)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

GD GD Saklar Daya Atau Sekring Saklar Daya Atau Sekring Saklar Daya Atau Sekring Saklar Daya Atau Sekring TR Pemakai Isolator Pemisah TM

Gambar 2.9. Penggunaan Satu Gardu Distribusi Untuk Sejumlah Pemakai Keterangan Gambar 2.9 :

TM = Tegangan Menengah TR = Tegangan Rendah GD = Gardu Distribusi

II.3.3 Bangking Sekunder

Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada beberapa transformator secara paralel. Sejumlah pemakai dilayani dari saluran tegangan rendah ini. Transformator-transformator diisi dari satu sumber energi. Hal ini disebut bangking sekunder transformator.

Sistem yang mempergunakan banking sekunder tidak begitu banyak dipakai. Antara transformator dan saluran sekunder biasanya terdapat sekring atau saklar daya otomatik guna melepaskan transformator dari saluran tegangan rendah bila terdapat gangguan pada transformator. Dapat juga dipasang sekring antara seksi-seksi pada saluran tegangan rendah. Lihat pada Gambar 2.10. Kelebihan sistem ini dianggap

(31)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

dapat memberikan pelayanan yang tidak terganggu dalam waktu begitu lama. Di lain pihak bilamana salah satu transformator terganggu, beban tambahan yang harus dipikul transformator-transformator lain dapat mengakibatkan banyak transformator turut terganggu. GD GD Saklar Daya Atau Sekring Saklar Daya Atau Sekring Saklar Daya Atau Sekring Saklar Daya Atau Sekring TR Pemakai Pembatas TM

Gambar 2.10. Bangking Sekunder, Dengan Dua Gardu Distribusi Dihubungkan Juga Pada Sisi Tegangan Rendah Keterangan Gambar 2.10 :

TM = Tegangan Menengah TR = Tegangan Rendah GD = Gardu Distribusi

II.3.4 Jaringan Sekunder

Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa transformator, yang pada gilirannya diisi oleh dua sumber energi atau lebih. Jaringan tegangan rendah ini melayani suatu jumlah pemakai yang cukup besar. Hal ini dikenal sebagai jaringan sekunder atau jaringan tegangan rendah.

(32)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Sistem jaringan sekunder yang baik pada saat ini memberikan taraf keandalan pada jaringan tegangan rendah di daerah dengan kepadatan beban yang tinggi, sehingga biayanya yang tinggi dapat dipertanggungjawabkan dan tingkat keandalan ini dipandang diperlukan. Pada keadaan tertentu dapat terjadi bahwa satu pelanggan tunggal mendapat penyediaan tenaga listrik dengan jenis sistem ini yang dikenal dengan nama jaringan spot (spot networks).

Pada umumnya, jaringan sekunder terjadi dengan menghubungkan semua sisi tegangan rendah dari gardu-gardu transformator yang diisi oleh dua atau lebih fider tegangan menengah. Pada sisi tegangan rendah gardu distribusi terdapat saklar daya yang dioperasikan secara otomatik dan dikenal dengan nama proteksi otomatik. Lihat Gambar 2.11. Proteksi ini akan melepaskan transformator dari jaringan sekunder bilamana pengisian primer hilang tegangan. Hal ini akan menghindari suatu arus balik dari sisi tegangan rendah ke sisi tegangan menengah. Saklar daya didukung oleh sebuah sekring sehingga, bilamana proteksi otomatik gagal, sekring akan bekerja dan melepaskan transformator dari jaringan sekunder.

Jumlah pengisi primer pada sisi tegangan menengah adalah penting. Bila misalnya ada hanya dua fider, dapat terjadi bahwa satu fider terganggu, maka akan perlu adanya kapasitas cadangan transformator yang cukup agar sistem yang masih bekerja tidak mengalami kelebihan beban. Jenis jaringan ini sering dinamakan jaringan kesiapan pertama (single-contingency network).

(33)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

GD GD PO SEKRING TM TM TR TR GD PO SEKRING GD PO SEKRING PO SEKRING

Gambar 2.11. Jaringan Sekunder Tegangan Rendah Keterangan Gambar 2.11 :

GD = Gardu Distribusi PO = Proteksi Otomatik TM = Tegangan Menengah

TR = Jaringan Sekunder Tegangan Rendah

Jaringan sekunder tegangan rendah mendapat pengisian terbanyak dari tiga atau lebih fider, sehingga bilamana salah satu fider primer terganggu, sisa jaringan sekunder akan dapat dengan mudah menampung beban dari fider yang terganggu itu. Sistem demikian dinamakan jaringan kedua (second-contingency network). Jaringan sekunder tegangan rendah harus didesain sedemikian rupa hingga terdapat

(34)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

pembagian beban dan pengaturan tegangan (voltage regulation) yang baik pada semua transformator, juga dalam keadaan salah satu pengisi tegangan menengah terganggu.

II.4 GARDU DISTRIBUSI

Sebuah gardu distribusi pada asasnya merupakan tempat memasang transformator distribusi beserta perlengkapan. Sebagaimana diketahui, transformator berfungsi untuk menurunkan tegangan menengah (di Indonesia 20 kV) menjadi tegangan rendah (di Indonesia 220/380). Dengan demikian transformator distribusi merupakan suatu penghubung antara jaringan tegangan menengah dan jaringan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di dalam sebuah gardu distribusi akan “masuk” saluran tegangan menengah, dan “keluar” saluran tegangan rendah.

TD TM S S TR P TR P

Gambar 2.12 (a). Skema Gardu Distribusi Dengan Satu Transformator

TD TD TR TR TR TR P P P P TM TM S S P P P S S S S

(35)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Keterangan Gambar 2.12 (a) dan (b) : TD = Transformator Distribusi P = Proteksi, sering berupa Sekring S = Saklar atau Pemisah

TM = Tegangan Menengah TR = Tegangan Rendah

Terbanyak gardu distribusi hanya berisi 1 transformator sebagaimana terlihat pada Gambar 2.12 (a). Kabel tegangan menengah memasuki gardu dan melalui sebuah saklar atau pemisah dihubungkan pada transformator. Saklar atau pemisah pada sisi tegangan rendah sering tidak terpasang, dan langsung disambungkan pada proteksi yang berupa sekring.

Gardu distribusi yang lebih besar dapat berisi dua transformator sebagaimana terlihat pada Gambar 2.12 (b). Pada sisi tegangan menengah terdapat kabel “masuk” dan kabel “keluar”. Hal demikian diperlukan bila gardu tidak berada di ujung kabel, dan itu terjadi pada Gambar 2.12 (a). Pemilihan lokasi gardu distribusi harus sedemikian hingga memiliki jarak jangkauan yang optimal.

II.5 SISTEM TIGA PHASA

Kebanyakan sistem listrik dibangun dengan sistem tiga phasa. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan ekonomi dan kestabilan aliran daya pada beban. Alasan ekonomi dikarenakan dengan sistem tiga phasa, penggunaan penghantar untuk transmisi menjadi lebih sedikit. Sedangkan alasan kestabilan dikarenakan pada

(36)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

sistem tiga fase daya mengalir sebagai layaknya tiga buah sistem phasa tunggal, sehingga untuk peralatan dengan catu tiga phasa, daya sistem akan lebih stabil bila dibandingkan dengan peralatan dengan sistem satu phasa. Sistem tiga phasa atau sistem phasa banyak lainnya, secara umum akan memunculkan sistem yang lebih kompleks, akan tetapi secara prinsip untuk analisa, sistem tetap mudah dilaksanakan.

Sedangkan bentuk gelombang dari sistem tiga phasa yang merupakan fungsi waktu ditunjukkan pada Gambar 2.13 dibawah ini :

VR VS VT VP -VP 0,5 -0,5

Gambar 2.13 Bentuk Gelombang Pada Sistem Tiga Phasa

Va = V cos ωt (Volt) ... ( 1.1 ) Vb = V cos (ωt – ) (Volt) ... ( 1.2 ) Vc = V cos (ωt + ) (Volt) ... ( 1.3 ) Pada Gambar 2.13 nampak bahwa antara tegangan phasa satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan phasa sebesar 120o atau 2/3. Pada umumnya phasa dengan sudut phasa 0o disebut dengan phasa R, phasa dengan sudut phasa 120o disebut phasa S dan phasa dengan sudut phasa 240o disebut dengan phasa T. Perbedaaan sudut phasa tersebut pada pembangkit dimulai dari adanya kumparan yang masing-masing tersebar secara terpisah dengan jarak 120o.

(37)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

II.5.1 Sistem Y Dan Delta

Sistem Y merupakan sistem sambungan pada sistem tiga phasa yang menggunakan empat kawat, yaitu fase R, S, T dan N. Sistem sambungan tersebut akan menyerupai huruf Y, yang memiliki empat titik sambungan yaitu pada ujung-ujung huruf dan pada titik pertemuan antara tiga garis pembentuk huruf. Sistem Y dapat digambarkan dengan skema pada Gambar 2.14.

ZT ZR ZS R S T (a) ZTR R S T ZRS ZST (b)

Gambar 2.14 Sistem Y Dan Sistem Delta

Sistem hubungan atau sambungan Y, sering juga disebut sebagai hubungan bintang. Sedangkan pada sistem yang lain yang disebut sebagai sistem Delta, hanya menggunakan phasa R, S dan T untuk hubungan dari sumber ke beban terlihat pada Gambar 2.14. Tegangan efektif antar phasa umumnya adalah 380 V dan tegangan efektif phasa dengan netral adalah 220 V.

II.5.2 Beban Seimbang Terhubung Delta

Pada sitem delta, bila tiga buah beban dengan impedansi yang sama disambungkan pada sumber tiga phasa, maka arus di dalam ketiga impedansai akan

(38)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

sama besar tetapi terpisah dengan sudut sebesar 120o, dan dikenal dengan arus phasa atau arus beban. Untuk keadaan yang demikian, maka dalam rangkaian akan berlaku :

Vdelta = Vline (Volt)... ( 1.4 )

I delta = (Ampere) ... ( 1.5 )

Z delta =

=

(Ohm) ... ( 1.6 )

Sdelta

= 3 × V

delta

×

I delta = × Iline

= 3 ×

=

×

Z delta (VA) ... ( 1.7 )

P = S cos φ (Watt) ... ( 1.8 ) Q = S sin φ (VAR) ... ( 1.9 )

II.5.3 Beban Seimbang Terhubung Y

Untuk sumber dan beban yang tersambung bintang (star) atau Y, hubungan antara besaran listriknya adalah sebagai berikut :

Vstar = (Volt) ... ( 1.10 )

I star = I line (Ampere) ... ( 1.11 )

Zstar =

=

(Ohm) ... ( 1.12 )

Sstar = 3 × Vstar × Istar = Vline × Iline = 3 ×

= 3 × × Z star (VA) ... ( 1.13 )

(39)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Q = S sin φ (VAR) ... ( 1.15 )

II.5.4 Daya Dalam Sistem Tiga Phasa

Daya sesaat pada suatu sumber sinusoida satu phasa juga berbentuk sinusoida dengan frekwensi dua kali frekwensi sumbernya. Maka :

P = VI Cos θ – VI Cos (2ωt-θ) (Watt) ... ( 1.16 ) Persamaan 1.16 di atas dapat diterapkan pada setiap phasa dalam suatu sistem tiga phasa seimbang. Satu-satunya perubahan yang diperlukan adalah adanya pergeseran phasa 120o di antara phasa-phasanya itu. Sesuai dengan hal tersebut, untuk masing-masing phasa dapat ditulis :

PR = VPIP Cos θ – VPIPCos (2ωt-θ) (Watt) ... ( 1.17 )

PS = VPIPCos θ – VPIPCos (2ωt-θ – 120o) (Watt) .... ( 1.18 )

PT = VPIPCos θ – VPIPCos (2ωt-θ – 240o) (Watt) .... ( 1.19 )

Dengan phasa R dipilih sebagai phasa acuan, Vp dan Ip menyatakan nilai-nilai

efektif tegangan phasa, dan arus phasanya serta θ menyatakan sudut impedansi beban tiga phasa seimbang yang menyerap daya. Jadi daya sesaat keseluruhannya adalah :

P = PR + PS + PT (Watt) ... ( 1.20 )

P = 3 VPIPCos θ – VPIP[ Cos (2ωt-θ) + Cos (2ωt-θ – 120o) +

Cos (2ωt-θ – 240o) ] (Watt) ... ( 1.21 ) P = 3 VPIPCos θ (Watt)... ( 1.22 )

Untuk suatu sistem tiga phasa yang dihubungkan secara Y, maka :

Vl = Vp (Volt) ... ( 1.23 )

(40)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Untuk suatu sistem tiga phasa yang dihubungkan secara ∆, maka :

Vl = VP (Volt) ... ( 1.25 )

Il = IP (Amp) ... ( 1.26 )

Untuk hubungan Y, dengan menggunakan Persamaan 1.23 dan 1.24, maka didapatkan :

P = 3 Il Cos θ = Vl IlCos θ (Watt) ... ( 1.27 )

Untuk hubungan Δ, dengan menggunakan Persamaan 1.25 dan 1.26 maka didapatkan :

P = 3 Il Cos θ = Vl IlCos θ (Watt) ... ( 1.28 )

Tampak bahwa kedua pernyataan diatas menunjukkan bahwa daya dalam suatu sistem tiga phasa adalah sama, baik untuk hubungan Y ataupun Δ bila dayanya dinyatakan dalam besaran-besaran salu ran ( lin e ). Tetap i p erlu diin g at bahwa θ menyatakan sudut impedansi beban perphasa dan bukan sudut antara Vl dengan Il.

II.6 LOSSES PADA JARINGAN DISTRIBUSI

Yang dimaksud losses adalah perbedaan antara energi listrik yang disalurkan (Ps) dengan energi listrik yang terpakai (Pp).

(41)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

II.6.1 Losses Pada Penghantar Phasa

Jika suatu arus mengalir pada suatu penghantar, maka pada penghantar tersebut akan terjadi rugi-rugi energi menjadi energi panas karena pada penghantar tersebut terdapat resistansi. Rugi-rugi dengan beban terpusat di ujung dirumuskan:

△V = I (R cos φ + X sin φ)L ... ( 1.30 ) △P = 3 I2

R L ... ( 1.31 ) Sedangkan jika beban terdistribusi merata di sepanjang saluran, maka rugi-rugi energi yang timbul adalah :

△V = (R cos φ + X sin φ)L ... ( 1.32 ) △P = 3 R L ... ( 1.33 ) Dengan :

I : Arus yang mengalir pada penghantar (Ampere) R : Tahanan pada penghantar (Ohm / km)

X : Reaktansi pada penghantar (Ohm / km) Cos φ : Faktor daya beban

L : Panjang penghantar (km)

II.6.2 Losses Akibat Beban Tidak Seimbang

Akibat pembebanan di tiap phasa yang tidak seimbang, maka akan mengalir arus pada hantaran netral. Jika di hantaran pentanahan netral terdapat nilai tahanan dan dialiri arus, maka kawat netral akan bertegangan yang menyebabkan tegangan pada trafo tidak seimbang.

(42)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Arus yang mengalir di sepanjang kawat netral, akan menyebabkan rugi daya di sepanjang kawat netral sebesar:

△P = IN 2 RN ... ( 1.34 )

Dimana : P = losses yang timbul pada konektor (watt)

IN = arus yang mengalir melalui kawat netral (ampere)

RN = tahanan pada kawat netral (ohm)

II.6.3 Losses Pada Sambungan Tidak Baik

Losses ini terjadi karena di sepanjang jaringan tegangan rendah terdapat

beberapa sambungan, antara lain :

1. Sambungan saluran jaringan tegangan rendah dengan kabel NYFGBY. 2. Percabangan saluran jaringan tegangan rendah.

3. Percabangan untuk sambungan pelayanan.

I I

R R

Gambar 2.15 Sambungan Kabel Besarnya rugi-rugi daya pada sambungan dirumuskan :

△P = I2

R ... ( 1.35 ) Dimana : P = losses yang timbul pada konektor (watt)

I = arus yang mengalir melalui konektor (ampere) R = tahanan konektor (ohm)

(43)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

BAB III

PENINJAUAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

PADA SISTEM DISTRIBUSI

III.1 UMUM

Transformator merupakan alat yang memegang peran penting dalam sistem distribusi. Transformator distribusi mengubah tegangan menengah menjadi tegangan rendah. Sebagaimana halnya dengan komponen-komponen lain dari rangkaian distribusi, rugi-rugi energi dan turun tegangan yang disebabkan arus listrik yang mengalir menuju beban. Sehingga harus dilakukan penentuan untuk pemilihan dan lokasi transformator.

Transformator distribusi yang umum digunakan adalah transformator

step-down 20KV/400V. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan tegangan rendah adalah

380V. Karena terjadi drop tegangan, maka pada rak tegangan rendah dibuat di atas 380V agar tegangan pada ujung penerima tidak lebih kecil dari 380V. Pada kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik, sehingga pada inti tansformator yang terbuat dari bahan ferromagnet akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya magnet (fluks = Ф).

Karena arus yang mengalir merupakan arus bolak-balik, maka fluks yang terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang berubah-ubah. Jika arus yang mengalir berbentuk sinusoidal, maka fluks yang terjadi akan berbentuk sinusoidal pula. Karena fluks tersebut mengalir melalui inti yang mana pada inti tersebut terdapat belitan primer dan sekunder, maka pada belitan primer dan

(44)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik) induksi, tetapi arah ggl induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder. Sedangkan frekuensi masing-masing tegangan sama dengan frekuensi sumbernya.

III.2 PRINSIP KERJA TRANSFORMATOR

Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder) yang bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun berhubungan secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi (reluctance) rendah. Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer. Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi)

e = (-) N (Volt) ... ( 2.1 ) Dimana : e = gaya gerak listrik (Volt)

N = jumlah lilitan (turn)

= perubahan fluks magnet (weber/sec)

Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik arus bolak-balik yang dapat ditransformasikan oleh transformator, sedangkan dalam bidang elektronika,

(45)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban untuk menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus bolak-balik antara rangkaian.

Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah untuk mengurangi reluktansi (tahanan magnetis) dari rangkaian magnetis (common magnetic circuit).

III.2.1 Keadaan Transformator Tanpa Beban

Bila kumparan primer suatu transformator dihubungkan dengan sumber tegangan V1 yang sinusoidal, akan mengalirkan arus primer I0 yang juga sinusoid dan

dengan menganggap belitan N1 reaktif murni. I0 akan tertinggal 900 dari V1. Arus

primer I0menimbulkan fluks (Ф) yang sefasa dan juga berbentuk sinusoid.

V2 I2 V1 I0 N1 N2 AC m Ф

Gambar 3.1 Transformator Dalam Keadaan Tanpa Beban

I1 I0

Ic Im

Rc Xm

V1 V2

(46)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

V1 E1

I0

Φ

Gambar 3.3 Gambar Vektor Transformator Dalam Keadaan Tanpa Beban

90o 0 ωt V1 I , Φ o 2π π o

Gambar 3.4 Gambar Gelombang Io Tertinggal 90o Dari V1

Ф = Фmax sin ωt (weber) ... ( 2.2 )

Fluks yang sinusoid ini akan menghasilkan tegangan induksi е1 (Hukum Faraday):

e1 = -N1 ... ( 2.3 )

(47)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

e1 = - N1ω cos ωt (Volt) ... ( 2.5 )

e1 = N1ω Фmaxsin (ωt – 90) (tertinggal 90odari Ф) ... ( 2.6 )

Dimana :

e

1 = gaya gerak listrik (Volt)

N1 = jumlah belitan di sisi primer (turn)

ω = kecepatan sudut putar (rad/sec) Φ = fluks magnetik (weber)

90o 0

e

i

2

π

π

ωt Φ 1 2,

e

Φ

Gambar 3.5 Gambar Gelombang

e

1 Tertinggal 90oDari Φ

Harga efektif :

(48)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

E1 = ... ( 2.8 )

E1 = ... ( 2.9 )

E1 = ... ( 2.10 )

E1 = 4,44 N1 f (Volt) ... ( 2.11 )

Pada rangkaian sekunder, fluks (Φ) bersama tadi juga menimbulkan :

e2 = - N2 ... ( 2.12 )

e2 = N2ω Фmaxcos ωt (Volt)

Harga efektifnya :

E2 = 4,44 N2f Фmax (Volt) ... ( 2.13 )

Bila rugi tahanan dan adanya fluksi bocor diabaikan, maka akan terdapat hubungan :

= = = a

... ( 2.14)

Dimana : E1 = ggl induksi di sisi primer (Volt)

E2 = ggl induksi di sisi sekunder (Volt)

V1 = tegangan terminal sisi primer (Volt)

V2 = tegangan terminal sisi sekunder (Volt)

N1 = jumlah belitan sisi primer (turn)

N2 = jumlah belitan sisi sekunder (turn)

(49)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

III.2.2 Keadaan Transformator Berbeban

Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban ZL, I2 mengalir pada

kumparan sekunder, dimana I2 = .

’ AC I1 N1 ZL I2 N2 V1 V2 Ф2Ф 2 ‘ Фm

Gambar 3.6 Transformator Dalam Keadaan Berbeban

R1 X1 V1 RC XM I1 I 0 IC IM ZL I'2 R2 X2 V2 I2

Gambar 3.7 Rangkaian Ekivalen Transformator Dalam Keadaan Berbeban Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2 I2 yang

cenderung menentang fluks (Ф) bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan. Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I2', yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2, hingga

keseluruhan arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi:

(50)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Bila komponen arus rugi inti (Ic) diabaikan, maka I0 = Im , sehingga :

I1 = Im + I2’ (Ampere) ... ( 2.16 )

Dimana: I1 = arus pada sisi primer (Ampere)

I'2 = arus yg menghasilkan Φ'2 (Ampere)

I0 = arus penguat (Ampere)

Im = arus pemagnetan (Ampere)

Ic = arus rugi-rugi inti (Ampere)

Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan oleh arus pemagnetan IM, maka berlaku hubungan :

N1 IM = N1 I1 – N2 I2 ... ( 2.17 )

N1 IM = N1 (IM + I2’) – N2 I2... ( 2.18 )

N1 I2’ = N2 I2 ... ( 2.19 )

Karena IM dianggap kecil, maka I2’ = I1. Sehingga :

N1 I1 = N2 I2 ... ( 2.20 )

V1 I1 = V2 I2 ... ( 2.21 )

(51)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

III.3 RUGI-RUGI PADA TRANSFORMATOR

Rugi Tembaga Rugi Tembaga

Rugi Besi Histeresis Dan Eddy Current

Gambar 3.8 Blok Diagram Rugi – Rugi Pada Transformator

III.3.1 Rugi Tembaga ( Pcu )

Rugi yang disebabkan arus mengalir pada kawat tembaga yang terjadi pada kumparan sekunder dapat ditulis sebagai berikut :

Pcu = I2 R (Watt) ... ( 2.22 ) Formula ini merupakan perhitungan untuk pendekatan. Karena arus beban berubah–ubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung pada beban. Dan perlu diperhatikan pula resistansi disini merupakan resistansi AC.

III.3.2 Rugi Besi ( Pi )

Rugi besi terdiri atas :

• Rugi histerisis (Ph), yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak – balik pada inti besi yang dinyatakan sebagai :

Ph = kh f Bmaks1.6 watt ... ( 2.23 ) Sumber Kumparan primer Fluks Bersama Kumparan Sekunder Out Put

(52)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum (weber)

• Rugi arus eddy (Pe) , yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi. Dirumuskan sebagai :

Pe = ke f2 B2maks (Watt) ... ( 2.24 ) Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum ( weber ) Jadi, rugi besi ( rugi inti ) adalah :

Pi = Ph + Pe (Watt) ... ( 2.25 )

III.4 KONSTRUKSI TRANSFORMATOR

III.4.1 Kontruksi Transformator Tiga Phasa

Untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh arus pusar di dalam inti, rangkaian magnetik itu biasanya terdiri dari setumpuk laminasi tipis. Untuk konstruksi tipe inti dapat dilihat pada Gambar 3.9.

SEKUNDER PRIMER

R S T

r s t

(53)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Salah satu jenis konstruksi yang biasa dipergunakan yaitu tipe cangkang diperlihatkan pada Gambar 3.10 :

R S T r s t PRIMER SEKUNDER

Gambar 3.10 Transformator Tiga Fasa Tipe Cangkang

Dalam jenis inti (core type) kumparan dililitkan disekitar dua kaki inti magnetik persegi. Dalam jenis cangkang (shell type) kumparan dililitkan sekitar kaki tengah dari inti berkaki tiga dengan laminasi silikon-steel. Umumnya digunakan untuk transformator yang bekerja pada frekuensi dibawah beberapa ratus Hz. Silikon-steel memiliki sifat-sifat yang dikehendaki yaitu murah, rugi inti rendah dan permeabilitas tinggi pada rapat fluks tinggi. Inti transformator yang dipergunakan dalam rangkaian komunikasi pada frekuensi tinggi dan tingkat energi rendah,

(54)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

kadang-kadang dibuat dari campuran tepung ferromagnetik yang dimanfaatkan sebagai permalloy.

III.4.2 Kontruksi Transformator Tiga Phasa

Secara umum hubungan belitan tiga fasa terbagi atas dua jenis, yaitu hubungan wye (Y) dan hubungan delta (Δ). Masing-masing hubungan belitan ini memiliki karakteristik arus dan tegangan yang berbeda-beda, selanjutnya akan dijelaskan dibawah ini. Baik sisi primer maupun sekunder masing-masing dapat dihubungkan wye ataupun delta.

Pada transformator tiga phasa selain terdapat dua hubungan belitan utama yaitu hubungan delta dan hubungan bintang. Ada empat kemungkinan lain hubungan transformator tiga phasa yaitu :

1. Hubungan YY Transformator Tiga Phasa

Hubungan YY pada transformator tiga phasa dapat dilihat pada Gambar 3.11 berikut ini :

(55)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

. . . . . . + + + -a a' b b' c c' Np1 Ns1 Ns2 Ns3 Np2 Np3 VLP V pФ V sФ VLS

Gambar 3.11 Transformator Hubungan YY

Pada hubungan Y-Y, tegangan primer pada masing-masing phasa adalah : = VLP / (Volt) ... ( 2.26 )

Tegangan phasa primer sebanding dengan tegangan phasa sekunder dan perbandingan belitan transformator. Maka diperoleh perbandingan tegangan pada transformator adalah :

= = a ... ( 2.27 ) Pada hubungan Y-Y ini jika beban transformator tidak seimbang maka tegangan pada phasa transformator tidak seimbang.

2. Hubungan YΔ Transformator Tiga Phasa

Hubungan YΔ pada transformator tiga phasa dapat dilihat pada Gambar 3.12 berikut ini :

(56)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

. . . . . . a a' b b' c c' Np1 Ns1 Ns2 Ns3 Np2 Np3 VLP V p VLS V sФ Ф

Gambar 3.12 Transformator Hubungan YΔ

Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sebanding dengan tegangan phasa primer VLP = dan tegangan kawat ke kawat sekunder sama

dengan tegangan phasa VLS = VΦS. Sehingga diperoleh perbandingan tegangan pada

hubungan ini adalah sebagai berikut :

= = a... ( 2.28 ) Hubungan ini lebih stabil dan tidak ada masalah dengan beban tidak seimbang dan harmonisa.

3. Hubungan ΔY Transformator Tiga Phasa

Hubungan ΔY pada transformator tiga phasa ditunjukkan pada Gambar 3.13 berikut ini :

(57)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

VLS . . . . . . + + -a a' b b' c c' Np1 Ns1 Ns2 Ns3 Np2 Np3 VLP V p V s -Ф Ф

Gambar 3.13 Transformator Hubungan ΔY

Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat primer sama dengan tegangan phasa primer VLP = VΦP dan tegangan sisi sekunder VLS = . Maka

perbandingan tegangan pada hubungan ini adalah :

=

=

... ( 2.29 ) Hubungan ini memberikan keuntungan yang sama dan beda phasa yang sama seperti pada hubungan YΔ.

4. Hubungan ΔΔ Transformator Tiga Phasa

(58)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

VLS . . . . . . + + -a a' b b' c c' Np1 Ns1 Ns2 Ns3 Np2 Np3 VLP V p V s -Ф Ф

Gambar 3.14 Transformator Hubungan ΔΔ

Pada hubungan ini tegangan kawat ke kawat dan tegangan phasa sama untuk primer dan sekunder transformator VLP = VΦP dan VLS = VΦS. Maka hubungan

tegangan primer dan sekunder transformator adalah sebagai berikut :

=

= a

... ( 2.30 )

Perbedaan phasa pada hubungan ini tidak ada dan stabil terhadap beban tidak seimbang dan harmonisa.

5. Sistem Hubungan Zig-Zag (Z)

Hubungan zig-zag adalah hubungan bintang dari kumparan-kumparan phasa suatu transformator phasa banyak, dimana tiap kumparan phasa dibentuk dari

(59)

bagian-Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

bagian yang mempunyai tegangan imbas yang phasanya bergeser. Pada sistem ini juga hanya menggunakan phasa R, S, dan T . Sistem hubungan zig-zag dapat dilihat pada Gambar 3.15 berikut ini :

Z

R

R

S

T

Z

S

Z

T

I

S

I

R

I

T

Gambar 3.15 Sistem Hubungan Zig-Zag (Z)

III.5 SPESIFIKASI UMUM TEGANGAN PRIMER TRANSFORMATOR

DISTRIBUSI

Tegangan primer sesuai dengan tegangan nominal sistem pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang berlaku dilingkungan ketenagalistrikan yaitu 6 KV dan 20 KV. Dengan demikian ada dua macam transformator distribusi yang dibedakan oleh tegangan primernya, yaitu :

a. Transformator distibusi bertegangan primer 6 KV b. Transformator distribusi betegangan primer 20 KV

(60)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Catatan :

Pada sistem distribusi tiga phasa, 4 kawat, maka transformator phasa tunggal yang dipasang tentunya mempunyai tegangan pengenal misalnya untuk 20 kV yaitu :

=

12 kV

III.6 SPESIFIKASI UMUM TEGANGAN SEKUNDER TRANSFOMATOR

DISTRIBUSI

Tegangan sekunder ditetapkan tanpa disesuaikan dengan tegangan nominal sistem jaringan tegangan rendah (JTR) yang berlaku dilingkungan PLN (127 V & 220 V untuk sistem phasa tunggal dan 127/220 V dan 220/380 V untuk sistem tiga phasa), yaitu 133/231 V dan 231/400 V (pada keadaan tanpa beban). Dengan demikian ada empat macam transformator distribusi yang dibedakan oleh tegangan sekundernya, yaitu :

a. Transformator distribusi bertegangan sekunder 133/231 V b. Transformator distribusi bertegangan sekunder 231/400 V

c. Transformator distribusi bertegagan sekunder 133/231 V dan 231/400 V yang dapat digunakan secara serentak (simultan).

Catatan :

Bilamana dipakai tidak serentak maka dengan bertegangan sekunder 231/400 V daya transformator tetap 100 % daya pengenal, sedang dengan tegangan sekunder 133/231 V dayanya hanya 75 % daya pengenal.

(61)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

d. Transformator distribusi bertegangan sekunder 133/231 V dan 231/400 V yang digunakan terpisah.

III.7 SPESIFIKASI UMUM PENYADAPAN (TAPING)

TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

Ada tiga macam penyadapan tanpa beban (STB), yaitu : a. Sadapan tanpa beban tiga langkah : 21 ; 20 ; 19 kV

b. Sadapan tanpa beban lima langkah : 22 ; 21 ; 20 ; 19 ; 18 kV c. Sadapan tanpa beban lima langkah : 21 ; 20,5 ; 20 ; 19,5 ; 19 kV

Penyadapan dilakukan dengan pengubah sadapan (komutator) pada keadaan tanpa beban pada sisi primer.

Catatan :

Nilai-nilai tegangan sadapan, khususnya penyadapan utama (principle tapping), adalah nilai-nilai yang bersesuaian dengan besaran-besaran pengenal (arus, tegangan, daya).

III.8 SPESIFIKASI UMUM DAYA PENGENAL TRANSFORMATOR

DISTRIBUSI

Nilai-nilai daya pengenal tranformator distribusi yang lebih banyak dipakai dalam SPLN 8 : 1978 IEC 76 – 1 (1976) seperti pada Tabel 3.1, sedang yang bertanda * adalah nilai-nilai standar transformator distribusi yang dipakai PLN.

(62)

Bastanna Erlayas Bangun : Studi Penempatan Transformator Distribusi Berdasarkan Jatuh Tegangan (Studi Kasus Pada PT. PLN (Persero) Rayon Medan Kota), 2010.

Tabel 3.1 Nilai Daya Pengenal Transformator Distribusi KVA 5 6,3 8 10 12,5 16* 20 25* 31,5 40 50* 63 80 100* 125 160* 200* 250* 315* 400* 500* 630* 800* 1000* 1250* 1600* Dst

III.9 SPESIFIKASI UMUM RUGI-RUGI TRANSFORMATOR DISTRIBUSI

Berbagai nilai dari rugi-rugi transformator distribusi menurut SPLN 50 tahun 1997 dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini :

Tabel 3.2 Nilai Rugi-rugi Transformator Distribusi KVA Rating Rugi Besi (Watt) Rugi Tembaga (Watt) 25 50 100 160 200 315 400 680 800 1000 1250 1600 115 190 320 400 550 770 930 1300 1950 2300 2700 3300 700 1100 1750 2000 2850 3900 4600 6500 10200 12100 15000 18100

Gambar

Tabel                 Halaman
Gambar 2.1. Sistem Tenaga Listrik
Gambar 2.2. Skema Saluran Radial  Keterangan Gambar 2.2  :  GI   =   Gardu Induk  GD  =   Gardu Distribusi  SAKLAR PINDAH GD Saluran OperasionalSaluran Alternatif
Gambar 2.4. Skema Rangkaian Lup Terbuka  Keterangan Gambar 2.4 :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4 di atas menunjukan bahwa nilai Nagelkerke R Square adalah 0,623 atau 62,30 %, berarti bahwa Audit Delay, Opini Audit dan Reputasi Auditor secara bersama-sama

Grafik saham BDMN setelah ditransformasi log dan difference (d=1)... Grafik saham BMRI

Dengan ini saya menyatakan menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas

Menurut Budihardjo (2008:367) Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan

Klarifikasi dihadiri oleh Direktur/Kuasa Direktur dengan membawa seluruh dokumen asli penawaran dan dokumen asli sesuai formulir isian kualifikasi.. Membawa 1

[r]

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru.Sedangkan yang menjadi objeknya

Data yang telah disimpan di dalam database mesin pencari akan dianalisa berdasarkan persentase jumlah kata, penggunannya di title, meta, heading