• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

63

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD

Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

sampel sebanyak 30 pasien. Eksperimen sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu

15 pasien kelompok perlakuan (diberi deksametason) dan 15 pasien kelompok

kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Ada tidaknya perbaikan klinis diamati 5

hari sesudah perlakuan.

1. Karakteristik dasar subyek penelitian

Beberapa karakteristik dari sampel diukur dan dibandingkan antara kedua

kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui homogenitas kedua

kelompok sampel sebagai syarat kelayakan prosedur eksperimen. Variabel

karakteristik yang berbentuk kategorik dideskripsikan dengan angka frekuensi dan

prosentase, selanjutnya diuji beda antara kedua kelompok dengan uji chi square.

Variabel karakteristik yang berbentuk numerik dideskripsikan dengan nilai rata-rata

(mean) dan simpangan baku (standar deviasi), selanjutnya diuji beda antara kedua

(2)

commit to user

normalitas atau dengan uji mann-whitney apabila tidak memenuhi syarat

normalitas. Karakteristik dasar subyek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian

Variabel Kel. Perlakuan (n = 15) Kel. Kontrol (n = 15) P Jenis Kelamin, f (%) Laki-laki Perempuan 8 (53,3) 7 (46,7) 11 (73,3) 4 (26,7) 0,256 Umur, mean SD 52,33 14,41 58,80 17,19 0,274 IMT, mean SD 21,03 1,22 20,97 1,74 0,406 Kebiasaan Merokok, f (%) Perokok Bekas Perokok Bukan Perokok 5 (33,3) 2 (13,3) 8 (53,3) 6 (40,0) 0 (0,0) 9 (60,0) 0,341 Riwayat Pengobatan Sebelumnya, f (%) Ya Tidak 6 (40,0) 9 (60,0) 2 (13,3) 13 (86,7) 0,215 Penyakit Penyerta, f (%) Keganasan 4 (26,7) 1 (6,7) 0,330 Penyakit Hati 2 (13,3) 3 (20,0) 1,000 CHF 3 (20,0) 3 (20,0) 1,000 Penyakit Serebrovaskular 1 (6,7) 1 (6,7) 1,000 CKD 1 (6,7) 0 (0,0) 1,000 DM 1 (6,7) 4 (26,7) 0,330 Lain-lain 2 (13,3) 3 (20,0) 1,000 Kultur Bakteri, f (%) No Growth Tidak Dikultur Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumonia Acinetobacter baumanni Lain-lain 6 (40,0) 3 (20,0) 2 (13,3) 1 (6,7) 2 (13,3) 1 (6,7) 8 (53,3) 0 (0,0) 1 (6,7) 2 (13,3) 0 (0,0) 4 (26,7) 0,170 Leukosit, mean SD 14960,00 4619,96 12986,67 5896,84 0,329 PORT, mean SD 85,73 20,09 80,67 17,60 0,469

Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data variabel umur dan PORT dinyatakan memenuhi syarat normalitas sehingga diuji beda dengan independent samples t test. Adapun data variabel IMT dan leukosit dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga diuji beda dengan mann-whitney test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

(3)

commit to user

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa secara demografis proporsi pasien

laki-laki pada kelompok kontrol relatif lebih besar dan umurnya juga relatif lebih

tua. Proporsi pasien kelompok perlakuan dengan riwayat pengobatan sebelumnya

relatif lebih besar dan kadar leukositnya juga relatif tinggi. Hasil kultur baik

proporsi no growth, sampel tidak dikultur (karena tidak dapat mengeluarkan

dahak), maupun tumbuhnya jenis-jenis bakteri tertentu, menunjukkan sedikit

perbedaan antara kedua kelompok. Meskipun begitu pada semua variabel

karakteristik tidak terdapat adanya perbedaan signifikan antara kedua kelompok

(p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sampel pada kedua kelompok termasuk

homogen dan memenuhi kelayakan eksperimen.

2. Pengaruh pemberian deksametason terhadap penurunan kadar TNF- serum

Secara empirik untuk membuktikan bahwa pemberian deksametason dapat

menyebabkan penurunan kadar TNF- yang lebih baik, maka perlu dilakukan

empat tahap analisis sebagai berikut:

a. Perbandingan kadar TNF- sebelum (pre) perawatan antara kelompok

perlakuan dengan kelompok kontrol

Sebagaimana diketahui bahwa kedua biomarker yaitu TNF- diukur

sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan pada kedua kelompok. Kaidah

eksperimen mensyaratkan bahwa agar hasil pengukuran akhir atau sesudah

(4)

commit to user

perlakuan masing-masing kelompok maka hasil pengukuran awal atau

sebelum perlakuan dari kedua kelompok haruslah sama atau secara statistik

tidak berbeda signifikan (homogen).

Biomarker dideskripsikan dengan nilai rata-rata (mean) dan simpangan

baku (standar deviasi). Uji beda antara kedua kelompok dilakukan dengan uji

t (independent samples t test) apabila memenuhi syarat normalitas atau

dengan mann-whitney test apabila tidak memenuhi syarat normalitas.

Perbandingan kadar TNF- sebelum perawatan antara kedua kelompok dapat dilihat

pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbandingan kadar TNF- sebelum (pre) perawatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Variabel Kel. Perlakuan Kel. Kontrol P

TNF- (pre) 20,05 18,83 41,40 30,20 0,005

Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data TNF- sebelum (pre) perlakuan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kedua kelompok dilakukan dengan mann-whitney test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa secara deskriptif rata-rata

kadar TNF- sebelum perawatan dengan pemberian deksametason pada

kelompok perlakuan adalah 20,05 18,83 sedangkan rata-rata kadar TNF-

sebelum perawatan tanpa pemberian deksametason pada kelompok kontrol

adalah 41,40 30,20. Terdapat selisih atau perbedaan kadar TNF- awal

antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dan secara statistik

(5)

commit to user

tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar TNF- awal kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol tidak homogen.

b. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan

Pengaruh perawatan dengan pemberian deksametason diketahui

berdasarkan uji beda kadar TNF- serum antara hasil pengukuran sebelum

(pre) dan sesudah (post) perawatan dengan pemberian deksametason selama 5

hari pada kelompok perlakuan. Uji beda dilakukan dengan uji t (paired

samples t test) apabila memenuhi syarat normalitas atau dengan wilcoxon signed rank test apabila tidak memenuhi syarat normalitas. Perubahan kadar

TNF- serum pada kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan

Variabel Pre Post Post – Pre P

TNF- 20,05 18,83 15,93 12,06 -4,12 23,09 0,570

Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data selisih (post – pre) TNF- dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kadar sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan dilakukan dengan wilcoxon signed rank test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa secara deskriptif kadar

kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan mengalami penurunan.

Rata-rata kadar TNF- sebelum perawatan dengan pemberian deksametason adalah

20,05 18,83 sedangkan rata-rata kadar TNF- serum sesudah perawatan

dengan pemberian deksametason adalah 15,93 12,06. Terdapat selisih atau

perbedaan kadar TNF- serum dengan rata-rata sebesar -4,12 23,09 (tanda

(6)

commit to user

Secara statistik perbedaan ini dinyatakan tidak signifikan (p = 0,570).

Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya

pemberian deksametason selama 5 hari perawatan tidak terjadi perubahan

kadar TNF- serum yang signifikan.

c. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok kontrol

Pengaruh perawatan tanpa pemberian deksametason diketahui

berdasarkan uji beda kadar TNF- serum antara hasil pengukuran sebelum

dan sesudah perawatan tanpa pemberian deksametason pada kelompok

kontrol. Perubahan kadar TNF-α serum pada kelompok kontrol dapat dilihat

pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perubahan kadar TNF- serum pada kelompok kontrol

Variabel Pre Post Post – Pre P

TNF- 41,40 30,20 44,82 34,98 3,42 15,31 0,865

Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data selisih (post – pre) TNF- dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kadar sebelum (pre) dan sesudah (post) perlakuan dilakukan dengan wilcoxon signed rank test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar TNF-

serum sebelum perawatan tanpa pemberian deksametason adalah 41,40

30,20 sedangkan rata-rata kadar TNF- serum sesudah perawatan tanpa

pemberian deksametason adalah 44,82 34,98. Terdapat selisih atau

perbedaan kadar TNF- dengan rata-rata sebesar 3,42 15,31 (tanda positif

menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi berupa kenaikan). Secara statistik

(7)

commit to user

tersebut dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya pemberian deksametason

selama 5 hari perawatan tidak terjadi perubahan kadar TNF- serum yang

signifikan.

d. Perbandingan kadar TNF- serum sesudah (post) perawatan antara kedua

kelompok

Pengaruh pemberian deksametason diketahui berdasarkan uji beda

kadar TNF- serum sesudah perawatan antara kelompok perlakuan dengan

kelompok kontrol. Perbandingan kadar TNF-α serum sesudah perawatan

antara kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perbandingan kadar TNF- serum sesudah perawatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Variabel Kel. Perlakuan Kel. Kontrol P

TNF- (post) 15,93 12,06 44,82 34,98 0,002

Keterangan: Berdasarkan uji shapiro-wilk, data TNF- sesudah (post) perlakuan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dinyatakan tidak memenuhi syarat normalitas sehingga uji beda antara kedua kelompok dilakukan dengan mann-whitney test. Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa secara deskriptif kadar

TNF- serum sesudah perawatan pada kelompok perlakuan lebih rendah

dibandingkan pada kelompok kontrol. Tahap analisis sebelumnya diketahui

bahwa secara deskriptif kadar TNF- serum pada kelompok perlakuan

mengalami penurunan sedangkan pada kelompok kontrol mengalami kenaikan

namun secara statistik dinyatakan bahwa baik penurunan maupun kenaikan

(8)

commit to user

TNF- serum sesudah perawatan dengan pemberian deksametason selama 5

hari pada kelompok perlakuan adalah 15,93 12,06 sedangkan rata-rata kadar

TNF- serum sesudah perawatan tanpa pemberian deksametason pada

kelompok kontrol adalah 44,82 34,98. Terdapat selisih kadar TNF- akhir

antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol, dan secara statistik

perbedaan tersebut dinyatakan signifikan (p = 0,002); oleh karena kadar

serum awal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol

dinyatakan tidak homogen maka pengujian statistik perbedaan kadar TNF-

serum akhir antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol tidak dapat

digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan. Sesuai kaidah eksperimen,

hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian deksametason tidak terbukti

berpengaruh dalam menurunkan kadar TNF- serum.

3. Pengaruh pemberian deksametason terhadap peningkatan pencapaian perbaikan klinis

Pengaruh pemberian deksametason terhadap perbaikan klinis selama 5 hari

perawatan diketahui berdasarkan uji beda proporsi pencapaian perbaikan klinis

antara kedua kelompok. Uji beda dilakukan dengan uji fisher’s exact. Hasilnya

dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Perbandingan pencapaian perbaikan klinis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Perbaikan Klinis Kel. Perlakuan (n = 15) Kel. Kontrol (n = 15) P Ya Tidak 15 (100,0) 0 (0,0) 10 (66,7) 5 (33,3) 0,042 Keterangan: Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

(9)

commit to user

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan dari

15 sampel semuanya (100,0%) mengalami perbaikan klinis sedangkan pada

kelompok kontrol dari 15 sampel hanya 10 sampel (66,7%) yang mengalami

perbaikan klinis. Secara deskriptif terdapat selisih atau perbedaan proporsi

pencapaian perbaikan klinis antara kedua kelompok di mana proporsi pada

kelompok perlakuan lebih tinggi. Secara statistik perbedaan ini dinyatakan

signifikan (p = 0,042); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian

deksametason berpengaruh lebih baik dalam pencapaian perbaikan klinis.

4. Hubungan antara kadar TNF- serum dengan perbaikan klinis

Hubungan antara kadar TNF- dengan perbaikan klinis secara statistik

dapat diuji dengan teknik korelasi bivariat. Pengujian korelasi dilakukan dengan

uji fisher’s exact. Hubungan kadar TNF-α serum sesudah perawatan dengan

perbaikan klinis dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hubungan antara kadar TNF- sesudah perawatan dengan perbaikan klinis selama 5 hari perawatan

Biomarker Perbaikan Klinis P

Ya Tidak TNF- (post) 27 pg/ml > 27 pg/ml 17 (56,7) 8 (26,7) 1 (3,3) 4 (13,3) 0,128 Keterangan: Perbedaan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05.

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa secara deskriptif kadar TNF-

serum akhir pada sampel yang mengalami perbaikan klinis sebagian besar berada

pada batas nilai normal. Pasien dengan kadar TNF- serum normal ( 27 pg/ml)

(10)

commit to user

perawatan. Pasien dengan kadar TNF- serum di atas normal (> 27 pg/ml)

sebagian besar yaitu 8 orang (26,7%) mencapai perbaikan klinis selama 5 hari

perawatan, meskipun yang tidak mencapai perbaikan klinis juga cukup banyak

yaitu 4 orang (13,3%). Batas nilai TNF-α diambil dari penelitian sebelumnya oleh

Menendez dkk tahun 2012 tentang peningkatan aktivitas sitokin dan biomarker

oleh mikroorganisme pada pneumonia komunitas. Korelasi antara kadar TNF-

serum dengan perbaikan klinis dinyatakan tidak signifikan secara statistik (p =

0,128); dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara kadar TNF- dengan perbaikan klinis selama 5 hari perawatan.

B. PEMBAHASAN

Pengobatan pneumonia terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif, namun

dengan adanya pemberian kortikosteroid ternyata menunjukkan perbaikan pada

sistem pernapasan, kekebalan tubuh, dan hemodinamik (Salluh, 2008). Kortikosteroid

merupakan kelompok hormon steroid yang berperan pada banyak sistem fisiologis

tubuh, misalnya respon stres, respon imun, pengaturan inflamasi, metabolisme

karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah dan perilaku manusia

(Suherman, 2005; Goldfen, 2005).

Deksametason merupakan kortikosteroid kuat yang memiliki efek anti inflamasi dan

anti alergi dengan pencegahan pelepasan histamin. Deksametason memiliki efek

antiinflamasi dengan cara menghambat aktivitas NF-kB sehingga terjadi penurunan produksi

(11)

commit to user

dari 30 hari dipertimbangkan sebagai terapi jangka pendek dan mempunyai efek samping

cenderung tidak berat, meskipun begitu beberapa efek samping berat dapat timbul bila

diberikan dalam dosis tinggi. Kortikosteroid dosis rendah akan lebih berperan menurunkan

faktor proinflamasi, sedangkan pada dosis tinggi cenderung akan meningkatkan efek

anti-inflamasi. Penelitian meta-analisis prospektif mengevaluasi efek kortikosteroid dosis tinggi

pada mortalitas pasien sepsis, hasilnya tidak ditemukan adanya perbaikan pada mortalitas.

Pemberian kortikosteroid dosis rendah selama 7 hari masih memperlihatkan ekspresi NF-κβ

yang jumlahnya secara bermakna lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol tanpa

kortikosteroid, terutama pada hari pertama hingga hari kelima (Guntur, 2011). Boyles dan

Rima menyatakan bahwa pengobatan penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut

dengan kortikosteroid selama 5 hari tidak kurang efektif daripada pemberian kortikosteroid

selama 1-2 minggu atau bahkan lebih lama. Pengobatan dengan kortikosteroid dapat

mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan mempersingkat waktu pemulihan, tetapi

penggunaan jangka panjang dapat memperburuk keadaan pasien dan mortalitas yang lebih

besar (Davies et al, 1999; Groenewegen et al, 2003; Boyles and Rima, 2014). Berdasarkan

beberapa penelitian tersebut maka kortikosteroid (deksametason) diberikan dalam dosis

rendah (5 mg) dengan jangka waktu 5 hari. Penelitian ini diharapkan dapat menurunkan

kadar TNF-α serum serta mempercepat perbaikan klinis penderita pneumonia.

1. Penurunan kadar TNF- serum setelah pemberian deksametason

Berdasarkan data dasar subyek penelitian kadar TNF-α serum pada

kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pemberian deksametason didapatkan

(12)

commit to user

sedangkan kadar TNF-α serum pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah

perawatan didapatkan kenaikan sebesar 3,42 15,31 (tabel 4.4). Hal ini secara

statistik tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kesimpulan seperti

pada kadar prokalsitonin serum dikarenakan penurunan kadar TNF-α serum yang

tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian deksametason

tidak terbukti berpengaruh dalam menurunkan kadar TNF- serum.

Berbeda dengan penelitian Hilde yang menunjukkan bahwa pemberian

terapi ajuvan deksametason dapat mengurangi konsentrasi IL-6, IL-8, TNF-α, dan

MCP-1 secara signifikan dibandingkan dengan pemberian plasebo pada pasien

dengan pneumonia komunitas (Hilde, 2012). Penelitian oleh Meijvis tentang

pemberian terapi ajuvan baik deksametason maupun plasebo pada pasien

non-immunocompromised dengan pneumonia komunitas juga didapatkan hasil

penurunan kadar sitokin dan kemokin yang signifikan pada pasien dengan

pemberian deksametason dibandingkan dengan kelompok placebo (Meijvis et al,

2011).

Gen inflamasi diaktifkan oleh rangsangan inflamasi seperti TNF-α, yang

mengakibatkan aktivasi inhibitor I-kB kinase (IKK)-2, dan mengaktifkan faktor

transkripsi NF-kβ. Pemberian deksametason akan menghambat kinerja NF-kβ

sehingga akan menekan pelepasan sitokin proinflamasi, salah satunya yaitu TNF-α. (Barnes, 2005). Penelitian ini didapatkan hasil yang kurang signifikan

(13)

commit to user

penelitian Whang dkk, kadar TNF-α serum dalam darah akan mencapai kadar

puncak pada 12 jam pertama setelah infeksi bakteri dan menurun dalam 24 jam

(Whang et al, 2000). Pengambilan sampel pada penelitian ini mungkin dilakukan

setelah kadar TNF-α mencapai puncak dan mulai menurun, sehingga pemberian

deksametason menurunkan kadar TNF-α serum secara tidak signifikan.

2. Pengaruh pemberian deksametason terhadap peningkatan pencapaian perbaikan klinis

Hasil penelitian pada kelompok perlakuan didapatkan 15 sampel (100%)

mengalami perbaikan klinis sedangkan pada kelompok kontrol dari 15 sampel

hanya 10 sampel (66,7%) yang mengalami perbaikan klinis. Secara statistik

perbedaan ini dinyatakan signifikan dengan nilai p = 0,042 (tabel 4.6). Hal ini

membuktikan bahwa pemberian deksametason berpengaruh lebih baik dalam

pencapaian perbaikan klinis.

Deksametason memiliki efek anti inflamasi dan imunomodulator. Kortisol

menghambat transkripsi pengkodean gen sitokin proinflamasi dengan cara

menurunkan aktivitas NF-κβ, sebagai hasilnya kortikosteroid akan menghambat

sintesis atau aksi sebagian besar sitokin proinflamasi (Guntur, 2011). Sitokin

proinflamasi yaitu IL-1β dan TNF-α akan menimbulkan wasting syndrome dan

kehilangan protein disebabkan adanya proteolitik dan katabolisme dari jaringan

tubuh. Respon kardiovaskuler berupa vasodilatasi pembuluh darah tepi dan

penurunan kemampuan kontraksi otot jantung. Akibatnya, akan terjadi gangguan

(14)

commit to user

berpendapat laktat sangat mungkin untuk pengukuran metabolisme anaerobik dan

hipoksi jaringan. Penekanan aktivitas NF-kβ oleh deksametason akan menekan

pengeluaran sitokin proinflamasi, sehingga tekanan darah, cardiac output,

delivery oxygen dapat membaik (Guntur, 2011). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Meijvis yang menyatakan bahwa pemberian deksametason secara

intravena mempercepat perawatan di rumah sakit dibandingkan dengan

pemberian plasebo pada pasien non-immunocompromised yang dirawat di rumah

sakit dengan pneumonia komunitas (Meijvis et al, 2011).

3. Hubungan kadar TNF- serum dengan perbaikan klinis

Hubungan antara kadar TNF- serum dengan perbaikan klinis dinyatakan

tidak signifikan secara statistik, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara kadar TNF- dengan perbaikan klinis selama 5 hari perawatan.

Penulis belum menemukan penelitian yang sejenis untuk membandingkan hasil

penelitian ini. Tumor necrosis factor-α merupakan salah satu sitokin proinflamasi

mayor yang mengaktivasi sistem imun dan berperan dalam respon inflamasi akut

(Moldoveanu et al, 2009). Invasi bakteri pneumonia dikenali oleh TLR yang

kemudian akan menginisiasi sinyal transduksi ke nukleus melalui aktivasi NF-қB

sehingga terjadi pelepasan sitokin proinflamasi salah satunya yaitu TNF-α. Kadar

TNF-α meningkat pada pasien pneumonia (Martinez et al, 2011; Moldoveanu et

al, 2009; Greene, 2002). Teori tersebut kurang sesuai dengan hasil penelitian ini

(15)

commit to user

penelitian sebelumnya oleh Menendez, kadar TNF-α serum pada penelitian ini

tidak berhubungan dengan perbaikan klinis. Hal ini kemungkinan dikarenakan

waktu paruh TNF-α yang mencapai puncak pada 12 jam setelah infeksi

berlangsung dan menurun setelahnya (Menendez et al, 2012; Whang et al, 2000).

C. KETERBATASAN

Penelitian ini tidak dapat mengendalikan keadaan pasien yang memiliki penyakit

penyerta yang dapat mempengaruhi kadar TNF-α serum, serta waktu pengambilan

sampel yang mungkin dilakukan setelah kadar TNF-α mencapai puncak dan mulai

menurun, sehingga pemberian deksametason menurunkan kadar TNF-α serum

secara tidak signifikan.

Secara patogenesis pemberian deksametason selama 5 hari dapat dijelaskan

bahwa deksametason menghambat laju aktivitas NF-κβ untuk memproduksi sitokin

proinflamasi. Sitokin proinflamasi yang berlebihan mengakibatkan kerusakan

jaringan normal yang luas. Hasil penelitian menunjukkan TNF-α serum berhubungan

dengan perbaikan klinis pada pneumonia. Terdapat 2 hal yang dapat disampaikan

yaitu peran pemberian deksametason selama 5 hari dengan dosis 5 mg menurunkan

Gambar

Tabel 4.1.  Karakteristik dasar subyek penelitian
Tabel 4.2.  Perbandingan  kadar  TNF-   sebelum  (pre)  perawatan  antara  kelompok  perlakuan dan kelompok kontrol
Tabel 4.3.  Perubahan kadar TNF-  serum pada kelompok perlakuan
Tabel 4.4.  Perubahan kadar TNF-  serum pada kelompok kontrol
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkembangan budaya masyarakat Bulukumba jika dilihat dalam perspektif kebudayaan tentulah berangkat dari dimensi historis, karena dipahami bahwa sebelum Islam

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan tentang pengaruh pemahaman konsep Bhinneka Tunggal Ika terhadap hubungan sosial siswa berbeda suku

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik dengan melihat pengaruh pajak, kepemilikan asing, ukuran perushaan dan leverage

Studi korelasi dilakukan oleh peneliti untuk memfasilitasi keputusan yang digunakan untuk menguji variabel yang telah digunakan sebagai kriteria

Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis akne vulgaris, namun secara umum ada 4 mekanisme utama yang mempunyai peran terbesar yaitu (1) hiperproliferasi

Kepala saya mengatakan, “Kamu harus segera keluar dari biara itu, pindah ke paroki yang membuat kamu bisa bertemu dengan banyak orang, yang membuat kamu memiliki kesempatan

Untuk melengkapi penulisan ini, kami melakukan sebuah studi kasus dengan mengembangkan sebuah situs khususnya Link Pusat Layanan Karir STMIK Jakarta STI&amp;K untuk

ME mengundang pasangan suami istri yang ingin menghangatkan kembali relasi suami istri dan belum pernah bergabung dalam ME untuk mengikuti Week-end yang akan diadakan