• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KUALITAS BRIKET BIOMASSA DARI HASIL BLENDING KARBON CANGKANG KEMIRI DAN BATUBARA DENGAN PEREKAT SAGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "UJI KUALITAS BRIKET BIOMASSA DARI HASIL BLENDING KARBON CANGKANG KEMIRI DAN BATUBARA DENGAN PEREKAT SAGU"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

1

TUGAS AKHIR

UJI KUALITAS BRIKET BIOMASSA DARI HASIL BLENDING KARBON CANGKANG KEMIRI DAN BATUBARA DENGAN

PEREKAT SAGU

Disusun Oleh :

Nur Fausiah Kadir Maiwa (45 12 044 026)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2018

(2)

2

HALAMAN PENGESAHAN

UJI KUALITAS BRIKET BIOMASSA DARI HASIL BLENDING KARBON CANGKANG KEMIRI DAN BATUBARA DENGAN PEREKAT SAGU

Disusun oleh:

Nur Fausiah Kadir Maiwa (45 12 044 026)

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal 28 Februari 2018 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. A. Zulfikar Syaiful, MT) NIDN : 09-1802-6902

Penguji I Penguji II

( M. Tang, ST., M PKim) NIDN : 09-1302-7503

Makassar, 28 Februari 2018 Ketua Program Studi Teknik Kimia

(Hermawati, S.Si, M.Eng) NIDN : 00-207-7101

(Al Gazali, ST., MT) NIDN : 09-0506-7302

(Hermawati, S.Si., M.Eng) NIDN : 00-207-7101

(3)

3

LEMBAR PENGESAHAN

Mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Teknik Kimia Universitas Bosowa Makassar yang tersebut di bawah ini :

Nama / Nim : Nur Fausiah Kadir Maiwa/ (4512044026)

Judul Tugas Akhir : UJI KUALITAS BRIKET BIOMASSA DARI HASIL BLENDING KARBON CANGKANG KEMIRI DAN BATUBARA DENGAN PEREKAT SAGU

Telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat untuk mengikuti Ujian Seminar Tugas Akhir.

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. A, Zulfikar Syaiful, ST.,MT) NIDN : 09-1802-6902

MENGETAHUI

Dekan Fakultas Teknik Ketua Jurusan Teknik Kimia

(Dr. Hamsina, ST, M.Si) (Hermawati, S.Si, M.Eng) NIDN : 09-2406-7601 NIDN : 00-2407-7101

(Al Gazali, ST., MT) NIDN : 09-0506-7302

(4)

4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan bahan bakar minyak, gas, dan batubara semakin meningkat dari tahun ke tahun, namun peningkatan kebutuhan ini tidak diimbangi dengan peningkataan ketersediaan bahan bakar fosil tersebut. Dalam arti lain, ketersediaan bahan bakar tersebut semakin menurun bahkan hampir habis karena bahan bakar ini tergolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Dari berbagai bahan bakar tersebut hanya batubara yang mempunyai potensi menjadi bahan bakar alternatif mengingat cadangannya yang masih melimpah. Menurut Assosiasi Batubara Kanada, cadangan batubara sebagai bahan bakar fosil menempati peringkat pertama di dunia yaitu mencapai 91%, sementara gas hanya 5% dan sisanya minyak sekitar 4% (Roesyadi, et al., 2005).

Di Indonesia cadangan batubara mencapai 38,8 milyar ton, namun kualitas batubara Indonesia hanya sebagian kecil yang termasuk kategori kualitas sedang-tinggi, berupasub-bituminus (26,63%) dan bituminus (14,38%), serta kualitas tinggi berupa antrasit (0,36%). Sisanya sebagian besar masih tergolong batubara muda dengan kualitas rendah, yaitu berupa lignit (58,6%) (Suyartono, et al., 2000). Batubara asal Sulawesi terkonsentrasi di provinsi Sulawesi Selatan, yang termasuk tiga besar daerah dengan kandungan cadangan batubara di Indonesia setelah Kalimantan dan Sumatera. Total cadangan batubara di Sulawesi Selatan mencapai 120 juta ton terdiri atas cadangan terukur 21,2 juta ton dan cadangan terunjuk 96,13 juta ton yang tersebar di beberapa daerah kabupaten.

Di Indonesia, tempurung kemiri (Aleurites moluccuna Wild), merupakan hasil sampingan pengolahan biji kemiri. Dari setiap kilogram biji kemiri akan dihasilkan 30% inti dan 70% cangkang. Adapun komposisi cangkang kemiri yaitu CaO, SiO2, Al2O3, MgO, H2O, Fe2O3. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian, produksi kemiri nasional terus meningkat dari 74.317 ton pada tahun 2009 menjadi 89.155 ton pada tahun 2010. Dengan demikian potensi cangkang

(5)

5

kemiri sekitar 52.021,9 ton pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 62.408,5 ton.

Umumnya cangkang kemiri dibuang begitu saja dan dibiarkan menumpuk.

Cangkang kemiri memiliki sifat keras dengan nilai kalor 4164 kal/g, sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar (Setiawan, 1992). Ada beberapa alasan penggunaan hasil limbah kemiri (cangkang kemiri) sebagai bahan energi alternatif yakni (1) kualitas panas yang dihasilkan besar dan tahan lama dalam proses pembakaran, (2) bisa dikombinasikan dengan bahan bakar lainnya (kayu dan batubara), (3) isu krisis energi secara global mendorong pemanfaatan potensi cangkang kemiri, (4) potensi hutan sebagai sumber energi untuk menjawab kebutuhan saat ini, di samping sumber daya bahan bakar cangkang kemiri yang melimpah dan murah. Saat ini, cangkang kemiri merupakan suatu potensi baru yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih besar lagi, salah satunya adalah sebagai bahan campuran dalam blending batubara peringkat rendah. Pemanfaatan hasil blending batubara dan cangkang kemiri dapat diproses menjadi bahan bakar padat dengan proses densifikasi, dibentuk briket dengan menggunakan alat press tipe hidrolik maupun alir.

Pembriketan merupakan metode yang efektif untuk mengkonversi bahan baku padat menjadi suatu bentuk hasil kompaksi yang lebih mudah untuk digunakan. Pemanfaatan briket sebagai bahan bakar alternatif sangat membantu bagi masyarakat petani pedesaan, yang pada umumnya sekarang menggunakan gas LPG dan minyak tanah. Kedua bahan bakar tersebut berasal dari fosil, bersifat tidak dapat diperbaharui sehingga ketersediannya terbatas dan harga dari bahan bakar minyak cenderung meningkat.

Pembuatan briket arang atau biomassa lainnya meliputi tahapan:

pengarangan, penggilingan, pencampuran dengan perekat, pencetakan /pengempaan dan pengeringan. Bahan perekat yang digunakan untuk memberikan daya rekat pada briket sebagai bahan bakar padat. Penggunaan bahan perekat harus diatur sehingga bahan perekat tersebut dapat aktif dalam penggunaannya. Perekat diperlukan dalam pembuatan briket bioarang karena sifat alami bubuk arang yang cenderung saling memisah, dengan bantuan bahan perekat atau lem butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai kebutuhan. Bahan perekat yang umum digunakan adalah tar atau aspal, tetes tebu, dan tepung kanji.

(6)

6

Pengempaan dilakukan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Tekanan diperlukan agar perekat dapat menyebar sempurna ke dalam celah-celah dan keseluruhan permukaan serbuk arang. Besarnya tekanan pengempaan akan berpengaruh terhadap kerapatan briket arang yang dihasilkan (Wijayanti, 2012). Untuk memenuhi standar tersebut perlu suatu kajian yang lebih komprehensif dengan mengkaji beberapa aspek antara lain : Pertama mengetahui karakteristik bahan baku (hasil blending batubara dan cangkang kemiri) dengan mengoptimasi rasio campuran batubara dancangkang kemiri dengan perekat sagu, kedua aspek kerapatan dan ukuran partikel yaitu mengoptimalkan tekanan pengempaan agar diperoleh kerapatan biomassa briket yeang terbaik memiliki daya rekat yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, bahwa untuk mengetahui karakteristik briket biomassa dari hasil blending cangkang kemiri dan batubara menggunakan perekat sagu maka diperlukan beberapa langkah antara lain:

1. Bagaimana kualitas briket biomassa dengan cara blending menggunakan perekat.

2. Seberapa besar pengaruh rasio perekat terhadap karakteristik briket biomassa.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menguji kualitas kalor briket biomassa dari hasil optimum blending cangkang kemiri dan batubara dengan perekat sagu.

2. Mengetahui rasio optimum briket biomassa dengan menggunakan perekat sagu melalui uji waktu nyala.

3. Mengetahui karakteristik nyala api dari hasil briket biomassa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi apresiasi kepada peneliti yang lain untuk meningkatkan pemanfaatan cangkang kemiri dengan

(7)

7

memblendingnya dengan batubara dan berbagai biomassa dari limbah hasil pertanian dan perkebunan menjadi bahan bakar alternatif untuk industri dan rumah tangga, serta memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang sumber daya energi.

(8)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Batubara

Batubara (coal) adalah sedimen batuan organik yang mudah terbakar (dengan komposisi utama karbon, hidrogen, dan oksigen), terbentuk dari sisa- sisa tumbuhan selama periode waktu yang panjang (puluhan sampai ratusan juta tahun). Senyawa anorganik sebagai komponen minor batubara dalam bentuk (Davis, 2000; Hessley, et al., 1986) :

a. Senyawa-senyawa mineral seperti karbonat,oksida, sulfida, sulfat dan pospat.

b. Element volatile, berupa : As, Hg, Mo, Sb dan Se biasanya berasosiasi dengan pirit, Cd dan Cu berasosiasi dengan sulfida (terkadang dengan Pb dan Zn sulfida), Ca, Mg dan Mn dalam senyawa karbonat.

c. Fly ash, yaitu : SiO2, Al2O3, Fe2O3, Cao, MgO, Na2O, K2O, TiO2 dan SO3. Sekalipun senyawa sulfur dalam batubara sebagai komponen minor, tetapi sangat menentukan kualitas batubara yang bersangkutan, Kandungan sulfur batubara berkisar 0,5 - 4% (Kirk, et al., 1979) bahkan batubara Turki mencapai 13% (Demirbas, 2002). Senyawa sulfur dalam batubara berupa :

a. Sulfur organik, pada umumnya komposisi lebih kecil sekitar 1,5% terdiri 0,144% sulfur organik non aromatik dan sisanya aromatik cincin 1-5%.

b. Sulfur anorganik, terutama dijumpai dalam bentuk sulfur iron (mayor) dalam bentuk pirit atau markasit (FeS2). Sulfur sulfat (minor) dalam bentuk gipsun dan jarosite [ Fe3(SO4)3(OH)6].

Berdasarkan kualitasnya, batubara memiliki kelas (grade) yang secara umum diklasifikasi menjadi empat kelas utama menurut standar (ASTM 1981, opcit Wood et al., 1983) atau lima kelas jika dimasukkan peat atau gambut sebagai jenis batubara yang paling muda.

(9)

9

Tabel-2.1 Klasifikasi Batubara

Sumber : ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983, (2011)

2.2 Tinjauan Umum Kemiri

Kemiri (Aleurites Moluccana Willd), merupakan pohon yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Tenaman Kemiri (Aleurites Moluccana ) termasuk suku Euphorbiaceae. Ketinggian tanaman dapat mencapai 40 meter dan diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1,25 meter. Buah kemiri

Class Group

Fixed Carbon ,% ,

dmmf

Volatile Matter Limits, % ,

dmmf

Calorific Value Limits BTU per pound (mmmf) Equal

or Greater

Than Less Than

Greater Than

Equal or Less Than

Equal or Greater

Than

Less Than

Agglomerating Character

I Anthracite*

1.Meta-anthracite 98 2 nonagglomerat

ing 2.Anthracite 92 98 2 8

3.SemianthraciteC 86 92 8 14

II Bituminous

1.Low volatile

bituminous coal 78 86 14 22 2.Medium

volatilebituminous coal

69 78 22 31 3.High volatile A

bituminous coal 69 31 14000D commonly

4.High volatile B

bituminous coal 13000D 14000 agglomerating*

*E

5.High volatile C

bituminous coal 11500 13000

10500 11500 agglomerating

III

Subbituminous

1.Subbituminous

A coal 10500 11500

2.Subbituminous

B coal 9500 10500

3.Subbituminous

C coal 8300 9500 nonagglomerat

ing

IV. Lignite 1.Lignite A 6300 8300

1.Lignite B 6300

(10)

10

termasuk buah batu, berbentuk bulat telur dan ada bagian yang menonjol ke samping. Daging buahnya kaku dan mengandung 1-2 biji yang diselimuti oleh kulit biji yang keras. Dimana, menurut Elizabeth (2012) kulit biji yang keras (cangkang kemiri) memiliki kandungan kimia sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Cangkang Kemiri

No. Komponen Kadar (%)

1. Holosellulose 49,22

2. Pentose 14,55

3. Lignin 54,46

4. Abu 8,73

Daerah yang paling banyak pertanaman kemirinya adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (luas area 84.941 hektar dan produksi 1.390 ton) diikuti oleh propinsi Sulawesi Selatan (luas area 52.722 hektar dan produksi 26.194 ton), Aceh (luas area23.645hektar dan memproduksi 16.671 ton), Sumatera Utara (luas area 15.680 hektar danproduksi 8.177 ton) dan propinsi lainnya.(www.pusatbudidaya.com, 2011). Kemiri sudah banyak ditanam oleh rakyat, meskipun masih banyak pula yang tumbuh secara liar di hutan-hutan.

Rakyat menanam kemiri umumnya bertujuan untuk diambil buahnya, sedangkan dinas kehutanan menanamnya lebih untuk diambil kayunya. Penanaman kemiri sebagai tanaman reboisasi atau penghijauan seperti halnya yang dilakukan oleh dinas kehutanan ini menyebabkan penyebaran tanaman kemiri jauh lebih cepat.

Tanaman kemiri merupakan tanaman industri, sebab produk yang dihasilkannya dapat dipakai untuk bahan berbagai barang industri. Kayunya yang ringan dapat digunakan untuk bahan pembuat perabot (peralatan) rumah tangga atau bahan industri lain seperti batang korek api dan kotak korek api. Batang kemiri juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bahan pulp (bahan pembuat kertas). Biji buah kemiri banyak digunakan oleh masyarakat untuk bumbu masak. Biji buah kemiri juga dapat diambil minyaknya untuk berbagai keperluan bahan industri, misalnya untuk bahan cat, pernis, sabun, obat-obatan dan kosmetik. Kulit

(11)

11

bijinya (cangkang atau batoknya) dapat dimanfaatkan untuk bahan obat nyamuk bakar atau arang untuk bahan bakar. Ampas dari pengolahan minyak dapat digunakan untuk pakan ternak dan pupuk tanaman sebab mengandung unsur NPK yang cukup tinggi. (Situmorang, 2012)

Cangkang kemiri juga merupakan limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif, dengan cara mengubahnya menjadi briket. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Ida Bagus (2012) briket arang cangkang kemiri dikombinasikan dengan Ampas Kelapa dengan perbandingan 20% : 80%, menghasilkan nilai kalor sebesar 7.619,6 kal/gr.

Biomassa didefenisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan atau limbah hasil pertanian atau perkebunan yang dimanfaatkan sebagai sumber energi berupa bahan bakar. Secara umum biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari limbah tanaman seperti hasil pertanian berupa sekam padi, tongkol jagung, jerami, dan hasil perkebunan berupa ampas tebu, kulit durian, cangkang maupun tandang sawit, dan hasil pengolahan hutan berupa berupa cangkang kemiri, serbuk gergaji, dari semua biomassa tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung semuanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif terbarukan yang ramah lingkungan dan harga yang relative murah. Biomassa adalah campuran material atau bahan organik yang sangat komplek, pada umumnya tersusun dari karbohidrat, protein, lemak dan beberapa unsur mineral seperti besi, kalium, pospor, dan sodium. Adapun komponen utama penyusun biomassa adalah karbohidrat, lignin, dan sellulose. Khususnya untuk bimoassa diperkirakan 140 juta metrik ton digunakan pertahunnya, karena sumber bahan bakar tersebut dapat terabrukan. (Ayub, 2015)

2.3 Tinjauan Umum Blending

Dalam penelitian ini, blending adalah proses pencampuran antara dua jenis batubara atau lebih dengan proporsi perbandingan dan metode tertentu.

Blending merupakan cara terbaik untuk memperbaiki dan menyatukan sifat dan kualitas batubara dari daerah atau dengan jenis yang berbeda, sehingga memungkinkan dapat memenuhi persyaratan konsumen. Biasanya blending dilakukan antara batubara peringkat rendah dan peringkat tinggi, kadar abu tinggi dan abu rendah, kadar sulfur tinggi dan sulfur rendah (Suprapto, 2009).

(12)

12

Dalam industri penambangan, pencampuran bertujuan untuk memenuhi standar kualitas yang sesuai dengan permintaan konsumen, serta memenuhi faktor utama dalam pemanfaatan batubara yaitu layak secara teknis, dimana karakteristik batubara harus sesuai dengan persyaratan teknis yang diinginkan dalam aplikasinya, tidak merusak lingkungan, layak secara ekonomis dan dapat diterima oleh masyarakat. Sedangkan dalam suatu pembangkit listrik sistem blending dapat memberikan banyak keuntungan yaitu meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) dan memperluas kisaran batubara yang dapat digunakan, diversifikasi pasokan batubara untuk keamanan pasokan dan membantu mengatasi masalah yang terjadi apabila digunakan batubara yang diluar spesifikasi (Suprapto, 2009).

Dalam pelaksanaan pencampuran harus mengikuti hasil perhitungan secara teoritis yang telah didukung oleh analisis skala laboratorium agar didapat kualitas batubara yang diharapkan. Prinsip kerja pencampuran adalah mencampur dua jenis batubara atau lebih yang berbeda kualitas dengan proporsi perbandingan yang telah ditentukan, hasil pencampuran harus benar-benar homogen (tercampur rata) agar didapat hasil perhitungan yang akurat (Nukman, 2007).

Variabel Blending

Blending batubara peringkat rendah dan cangkang kemiri dalam penelitian ini akan dilakukan dengan rasio batubara 100% : 0% cangkang kemiri, batubara 75% : 25% cangkang kemiri, batubara 50% : 50% cangkang kemiri, batubara 25% : 75% cangkang kemiri dan batubara 0% : 100% cangkang kemiri. Proses blending tersebut dilakukan dengan basis basah dan kering. Ukuran batubara peringkat rendah dan cangkang kemiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 mesh. Sampel batubara ukuran 100 mesh yang dipilih untuk digunakan dalam proses blending pada penelitian ini karena berdasarkan hasil pengujian sebelumnya, batubara ukuran ini memiliki kandungan kalori yang lebih tinggi dan sulfur yang sedang dibandingan dengan ukuran 150 dan 200 mesh pada basis kering. Sementara pada basis basah, batubara ukuran 100 mesh memiliki kandungan sulfur dan kalori yang sedang dibandingkan dengan ukuran 150 dan 200 mesh.Dari hasil pengujian sampel dilaboratorium diperoleh rasio

(13)

13

pencampuran yang paling optimum untuk upgrading batubara peringkat rendah dengan cangkang kemiri adalah pada rasio 50% batubara dan 50% cangkang kemiri (Yustin, 2015).

2.4 Pirolisis

Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, di mana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis ekstrim, yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi. Pirolisis adalah kasus khusus dari thermolysis terkait dengan proses kimia charring, dan yang paling sering digunakan untuk organik bahan. Hal ini terjadi secara spontan pada temperatur tinggi (misalnya, di atas 300 ° C untuk kayu, itu berbeda untuk bahan lainnya), misalnya dalam kebakaran atau ketika vegetasi datang ke dalam kontak dengan lava dalam letusan gunung berapi. Secara umum, gas dan cairan menghasilkan produk dan meninggalkan residu padat kaya kandungan karbon. Extreme pirolisis, yang daun karbon sebagai residu, disebut karbonisasi. Hal itu tidak melibatkan reaksi dengan oksigen atau reagen lainnya, tetapi dapat terjadi dalam kehadiran mereka.

Pirolisis yang banyak digunakan dalam industri kimia, misalnya, untuk menghasilkan arang, karbon aktif, metanol dan bahan kimia lainnya dari kayu, untuk mengubah ethylene dichloride ke vinil klorida untuk membuat PVC, untuk memproduksi kokas dari batubara, untuk mengubah biomassa menjadi gas sintesis, untuk mengubah limbah menjadi bahan sekali pakai dengan aman, dan untuk retak menengah-berat hidrokarbon dari minyak untuk memproduksi lebih ringan yang seperti bensin. Berikut adalah contoh gambar proses pirolisis.

(14)

14

Gambar 2.4.a : Proses Pirolisis

Sumber : artsetiadi.wordpress.com

Gambar 2.4.b : Skema Pembuatan Arang Tempurung menggunakan Drum

Sumber : agrobagustani.blogspot.com

2.5 Arang

Pirolisis telah digunakan sejak zaman untuk mengubah kayu menjadi arang dalam skala industri. Selain kayu, proses juga dapat menggunakan serbuk

(15)

15

gergaji dan produk-produk limbah kayu lainnya. Arang diperoleh dengan memanaskan kayu sampai lengkap pirolisis (karbonisasi), hanya meninggalkan karbon dan anorganik abu. Di banyak bagian dunia, arang masih diproduksi semi-industri, dengan membakar tumpukan kayu yang telah sebagian besar tertutup lumpur atau batu bata. Panas yang dihasilkan oleh pembakaran bagian dari kayu dan produk sampingan pyrolyzes volatile sisa tumpukan. Terbatasnya pasokan oksigen mencegah dari pembakaran arang juga. Alternatif yang lebih modern adalah dengan memanaskan kayu dalam kapal logam kedap udara, yang jauh lebih sedikit polusi dan memungkinkan produk volatile akan terkondensasi.

Asli struktur vaskular dari kayu dan pori-pori yang diciptakan oleh gas melarikan diri bergabung untuk menghasilkan sebuah cahaya dan materi berpori. Dengan dimulai dengan padat seperti kayu-materi, seperti nutshells atau persik batu, satu memperoleh suatu bentuk arang dengan pori-pori yang sangat bagus (dan dengan demikian pori-pori yang lebih besar luas permukaan), yang disebut karbon aktif, yang digunakan sebagai adsorben untuk berbagai berbagai zat kimia.

2.6 Briket

Bahan bakar adalah suatu materi yang dapat diubah menjadi energi.Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan dimanipulasi.

Klasifikasi bahan bakar berdasarkan bentuknya dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Bahan Bakar Padat

Bahanbakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat,dan kebanyakan menjadi sumber energi panas misalnya kayu dan batubara.

b. Bahan Bakar Cair

Bahan bakar yang berbentuk cair, paling popular adalah bahan bakar minyak atau BBM.Selain dapat digunakan untuk memanaskan air menjadi uap, bahan bakar cair biasa digunakan oleh kendaraan bermotor. Karena bahan bakar cair seperti bensin bias dibakar dalam karburator dan menjalankan mesin.

c. Bahan Bakar Gas

Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compresed Natural Gas (CNG) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).CNG pada dasarnya terdiri dari metana sedangkan LPG dari campuran propana, butana, dan bahan kimia lainnya.

(16)

16

LPG yang digunakan untuk kompor rumah tangga, sama bahannya dengan bahan bakar gas yang biasa digunakan untuk sebagian kendaraan bermotor (Ida, 2012).

Briket arang merupakan bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Proses pembriketan adalah proses pengolahan karbon hasil karbonisasi yang mengalami perlakuan penggerusan, pencampuran bahan baku, pencekatan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas biomassa sebagai bahan bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan. Secara umum tahap-tahap proses pembriketan adalah:

a. Penggerusan/crushing adalah menggerus bahan baku briket untuk mendapatkan ukuran butir tertentu.

b. Pencampuran/mixing adalah mencampur bahan baku briket dengan binder pada komposisi tertentu untuk mendapatkan adonan yang homogen.

c. Pencetakan adalah mencetak adonan briket untuk mendapatkan bentuk tertentu sesuai yang diinginkan.

d. Pengeringan adalah proses mengeringkan briket dengan menggunakan udara panas pada temperature tertentu untuk menurunkan kandungan air briket.

e. Pengepakan/packaging adalah pengemasan produk briket sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah ditentukan.

Beberapa tipe/bentuk briket yang umum dikenal, antara lain: bantal (oval), sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder), telur (egg), dan lain-lain (M.Yusuf, 2010).

Adapun keuntungan dari briket arang adalah sebagai berikut:

1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran.

3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar.

(17)

17

Briket bioarang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan arang biasa (konvensional), antara lain:

1. Panas yang dihasilkan oleh briket relatif lebih tinggi dibandingkandengan kayu biasa dan nilai kalor dapat mencapai 5.000 kalori.

2. Briket bioarang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau sehingga bagi masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi perumahannya kurang mencukupi, sangat praktis menggunakan briket bioarang.

3. Setelah briket bioarang terbakar (menjadi bara) tidak perlu dilakukan pengipasan atau diberi udara.

4. Teknologi pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan kimia lain kecuali yang terdapat dalam bahan briket itu sendiri.

5. Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada dibentuk sesuai kebutuhan (Yudanto, 2005).

Standar kualitas secara baku untuk briket arang Indonesia mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan juga mengacu pada sifat briket arang buatan Jepang, Inggris, dan USA seperti pada tabel berikut:

(18)

18

Tabel 2.6.a Sifat Briket Arang

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994

Tabel 2.6.b Mutu Briket Berdasarkan SNI

Parameter Standar Mutu Briket Arang Kayu (SNI No. 01/6235/2000)

Kadar Air (%) ≤ 8

Kadar Abu (%) ≤ 8

Volatile Matter (%) ≤ 15

Nilai Kalor (kal/g) ≥ 5000

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994) dalam Santosa.

Sifat arang

briket Jepang Inggris Amerika SNI

Kadar air (moisture content) %

6-8 3,6 6,2 8

Kadar zat menguap (volatile matter

content) %

15-30 16,4 19-28 15

Kadar abu (ash content) %

3-6 5,9 8,3 8

Kerapatan (density) g/cm3

1,0-1,2 0,46 1 -

Kadar karbon terikat (fixed carbon

content) %

60-80 75,3 60 77

Keteguhan

tekan g/cm2 60-65 12,7 6 12,7 60 -

Nilai kalor (caloriffc value)

cal/g 6000-7000 7289 6230 5000

(19)

19

2.7 Perekat

Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak. Berdasarkan fungsi dari perekat dan kualitasnya, pemilihan bahan perekat/pengikat dapat dibagi sebagai berikut:

1. Berdasarkan sifat/bahan baku perekatan briket.

Adapun karakteristik bahan baku perekatan untuk pembuatan briket adalah sebagai berikut:

a. Memiliki gayakohesi yang baik bila dicampur dengan semikokas atau batubara.

b. Mudah terbakar dan tidak berasap.

c. Mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah harganya.

d. Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya.

2. Berdasarkan jenis

Jenis bahan baku yang umum dipakai sebagai perekat untuk pembuatan briket, yaitu:

a. Perekat anorganik

Perekat anorganik dapat menjaga ketahanan briket selama proses pembakaran sehingga dasar permeabilitas bahan bakar tidak terganggu.

Perekat anorganik ini mempunyai kelemahan yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari perekat sehingga dapat menghambat pembakaran dan menurunkan nilai kalor. Contoh dari perekat anorganik, antara lain:

semen, lempung, natrium silikat.

b. Perekat organik

Perekat organik menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket dan umumnya merupakan bahan perekat yang efektif.

Contoh dari perekat organik diantaranya kanji, tar, aspal, amilum, molase dan paraffin (M. Yusuf, 2010). Pemakaian bahan perekat maka tekanan akan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan briket tanpa memakai bahan perekat. Dengan adanya penggunaan atau pemakaian bahan perekat maka ikatan antar partikel akan semakin kuat, buti-butiran arang akan saling mengikat yang menyebabkan air terikat dalam pori-pori arang (Nodali, 2009).

(20)

20

Salah satu perekat yang digunakan dalam proses ini sebagai pengikat (binder) adalah sagu (Metroxylon). Dengan menggunakan tepungnya (tepung sagu) diharapkan memiliki sifat kuat dalam pembuatan biobriket cangkang kemiri ini. Penambahan campuran sagu dan air berfungsi untuk merekatkan bahan biobriket cangkang kemiri. Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan. Dengan adanya bahan perekat maka susunan partikel akan lebih baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan arang briket akan semakin baik.

2.8 Parameter Kualitas Briket a. Nilai Kalor / caloric value

Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkandan diukur sebagai nilai kalor kotor (groos calorific value) atau nilai kalor netto (nett calorific value). (Jamilatun, 2008). Prinsip penentuan nilai kalor adalah dengan mengukur energi yang ditimbulkan pada pembakaran dalam satuan massa, biasanya dinyatakan dalam satuan gram. Pengukuran nilai kalor bakar dihitung berdasarkan banyaknya kalor yang dilepaskan dengan banyaknya kalor yang diserap (Darun, 2013). Nilai kalor atas atau ”gross heating value” atau “higher heating value” adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau cair, atau satu satuan volume bahan bakar gas, pada tekanan tetap, suhu 250 oC, apabila semua air yang mula-mula berwujud cair kembali. Nilai kalor bawah atau “net heating value” atau “lower heating value” adalah nilai kalor yang besarnya sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan oleh air yang terkandung dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran bahan bakar untuk menguap pada 250 oC dan tekanan tetap. Air dalam sistem, setelah pembakaran berwujud uap air pada 250 oC (M. Yusuf, 2010).

Pengujian terhadap kalor bertujuan untuk mengetahui sejauh mana nilai panas pembakaran yang dihasilkan oleh briket, nilai kalor sangat

(21)

21

menentukan kualitas briket. Briket dengan nilai kalor tertinggi adalah briket yang berkualitas paling baik (Darun, 2013).

b. Kadar Air / Moisture

Kadar air yang dianalisa merupakan kandungan kadar air bebas dari briket. Kadar air bebas dapat hilang dengan penguapan misalnya dengan air drying. Pengurangan berat briket setelah dipanaskan merupakan kadar air bebas dari briket tersebut.Kadar air yang terkandung dalam bahan bakar padat terdiri dari:

1. Kadar air internal atau air kristal, yaitu air yang terikat secara kimiawi.

2. Kadar air eksternal atau air mekanikal, yaitu air yang menempel pada permukaan bahan terikat secara fisis atau mekanis.

Air yang terkandung dalam bahan bakar menyebabkan penurunan mutu bahan bakar karena:

1. Menurunkan nilai kalor dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan.

2. Menurunkan titik nyala.

3. Memperlambat proses pembakaran dan menambah volume gas buang.

Keadaan tersebut mengakibatkan:

1. Pengurangan efisiensi ketel uap ataupun efisiensi motor bakar.

2. Penambahan biaya perawatan ketel.

3. Menambah biaya transportasi, merusak saluran bahan bakar cair (fuel line) dan ruang bakar. (M.yusuf, 2010)

c. Kadar Abu

Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak dapat terbakar tertinggal setelah proses pembakaran dan reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Abu berperan menurunkan mutu bahan bakar padat karena dapat menurunkan nilai kalor (Jamilatun, 2011). Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tertinggal disebut abu. (M.yusuf, 2010)

(22)

22

Kadar abu dapat dihasilkan dari clay, pasir dan bermacam-macam pengotor lainnya, bisa juga berasal dari pengotoran bawaan dalam proses pemungutan buah kemiri maupun pengotoran yang berasal dari proses pengelupasannya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. Di dalam dapur atau dalam generator gas, abu dapat meleleh pada suhu tinggi, menghasilkan massa yang disebut “slag”. Sifat kandungan abu dapat ditandai oleh perubahan- perubahan yang terjadi bila suhu naik. Slag dapat menutup aliran udara yang masuk di antara batang-batang rooster ( kisi-kisi ) dalam ruang pembakaran, menutupi timbunan bahan bakar dan merusak dapur, serta abu yang terbawa oleh gas asap mengikis bidang pemanasan ketel (M.Yusuf, 2010).

d. Kadar Zat Terbang

Zat mudah menguap dalam biobriket arang adalah senyawa-senyawa selain air, abu dan karbon. Zat menguap terdiri dari unsur hydrogen, hidrokarbon CO2 – CH4 metana dan karbon monoksida. Adanya unsur hidrokarbon (alifatik dan aromatik) akan menyebabkan makin tinggi kadar zat yang mudah menguap sehingga biobriket arang akan menjadi mudh terbakar karena senyawa alifatik dan aromatik ini mudah terbakar. Kadar zat mudah menguap sebagai kehilangan berat (selain karena hilangnya air) dari arang yang terjadi pada saat proses pengarangan berlangsung selama 7 menit pada suhu 900oC pada tempat tertutup tanpa adanya kontak dengan udara luar.

Selanjutnya disebutkan bahwa penguapan volatile matter ini terjadi sebelum berlangsungnya oksidasi karbon dan kandungan utamanya yaitu hidrokarbon serta sedikit nitrogen (Sudiro,2014).

e. Fixed Carbon

Fixed Carbon (FC) menyatakan banyaknya karbon yang terdapat dalam material sisa setelah volatile matter dihilangkan. FC ini mewakili sisa penguraian dari komponen organik batubara ditambah sedikit senyawa nitrogen, belerang, hidrogen dan mungkin oksigen yang terserap atau bersatu secara kimiawi. Kandungn FC digunakan sebagai indeks hasil kokas dari batubara pada waktu dikarbonisasikan, atau sebagai suatu

(23)

23

ukuran material padat yang dapat dibakar di dalam peralatan pembakaran batubara setelah fraksi zat mudah menguap dihilangkan. Apabila ash atau zat mineral telah dikoreksi, maka kandungan FC dapat dipakai sebagai indeks rank batubara dan parameter untuk mengklasifikasikan batubara.

Fixed Carbon ditentukan dengan perhitungan : 100% dikurangi persentase moisture, VM , dan ash (dalam basis kering udara). Data Fixed Carbon digunakan dalam mengklasifikasikan batubara, pembakaran, dan karbonisasi batubara. Fixed Carbon kemungkinan membawa pula sedikit presentase nitrogen, belerang, hidrogen, dan mungkin pula oksigen sebagai zat terabsorbsi atau bergabung secara kimia. Fixed Carbon merupakan ukuran dan padatan yang dapat terbakar yang masih berada dalam peralatan pembakaran setelah zat-zat mudah menguap yang ada dalam batubara keluar. Ini adalah salah satu nilai yang digunakan didalam perhitungan efesiensi peralatan pembakaran.

f. Total Sulfur

Dalam batubara, sulfur terdapat dari mineral carbonaceous atau berupa bagian dari mineral-mineral seperti sulfat dan sulfide. Gas sulfur dioksida (SO2) yang terbentuk selama pembakaran merupakan polutan yang dapat mengganggu ekosistem di bumi. Kandungan sulfur dalam coking coal tidak diinginkan karena akan berakumulasi di dalam cairan panas sehingga memerlukan proses desulphurisasi. Dalam batubara sulfur terdapat dalam 3 bagian. Bagian-bagian tersebut adalah :

a. Sulphate sulphur b. Pyritic sulphur c. Organic sulphur

Sulfur dalam batubara dapat ditetapkan dengan cara High Temperature Method (HTM) yang dapat menghitung kandungan sulphur secara keseluruhan sedangkan untuk bagian-bagian sulphur dapat ditetapkan dengan cara pengujian lanjutan yaitu dengan metode Forms of Sulphur (FOS). Kandungan sulfur dalam batubara adalah factor yang sangat penting didalam mengkalkulasi nilai energy kalor bersih dari energy kalor yang kotor.

(24)

24

2.9 Uji Nyala

Uji nyala api adalah suatu prosedur analisis yang digunakan dalam ilmu kimia untuk mendeteksi keberadaan unsur tertentu, terutama ion logam, berdasarkan karakteristik spektrum emisi masing-masing unsur. Warna nyala api secara umum juga bergantung pada temperatur, lihat warna nyala. Uji ini melibatkan introduksi sampel suatu unsur atau senyawa ke dalam nyala api panas, tak berwarna, dan mengamati warna nyala yang dihasilkan. Ide pengujian ini adalah bahwa atom-atom sampel menguap dan karena panas, mereka mengemisikan sinar ketika berada dalam nyala api. Sampel curah juga memancarkan cahaya, tetapi cahayanya tidak baik untuk analisis. Sampel curah memancarkan cahaya terutama karena pergerakan atom-atomnya, sehingga spektrumnya lebar, yang terdiri dari rentang warna yang luas. Atom-atom sampel yang terpisah dalam nyala api dapat mengalami emisi hanya karena transisi elektron antara tingkat energi atom. Transisi tersebut mengemisikan cahaya dengan frekuensi yang sangat spesifik, yang tidak lain merupakan karakteristik unsur kimia itu sendiri. Oleh karena itu, nyala api menjadi berwarna, yang ditentukan terutama oleh sifat-sifat unsur kimia yang dimasukkan ke dalam nyala. Uji nyala api adalah percobaan yang relatif mudah dilakukan, sehingga sering didemonstrasikan atau dilakukan dalam kelas sains di sekolah-sekolah.

Untuk keperluan analisis kualitatif anorganik, uji nyala api sering digunakan sebagai uji pendahuluan, dan termasuk uji organoleptik.

Kualitas Sifat-sifat Penyalaan Pada Pembakaran Ciri-ciri briket dengan kualitas yang baik :

 Tekstur halus

 Tidak mudah pecah

 Aman bagi lingkungan sekitar Sifat-sifat penyalaan yang baik :

 Mudah menyala

 Waktu nyala cukup lama

 Asap sedikit dan cepat hilang

 Nilai kalor yang cukup tinggi

(25)

25

Kualitas dan efisiensi pembakaran dipengaruhi oleh lama tidaknya menyala, semakin lama menyala dengan nyala api konstan maka akan semakin baik. Sifat batubara : kadar volatile rendah, dibawah 50%, kadar C tinggi, kadar abu sedang, nilai kalor tinggi. Sifat biomassa : kadar volatile lebih tinggi, diatas 50% ,kadar C rendah, kadar abu tergantung jenis bahan, nilai kalor sedang (tergantung jenis bahan dan kadar air) pada umumnya biomassa punya kadar volatile tinggi sehingga pembakaran dimulai pada temperatur rendah. Biomassa mudah dinyalakan dan dibakar tetapi pembakaran yang diharapkan terjadi sangat cepat dan sulit dikontrol. Pembakaran merupakan proses atau reaksi oksidasi yang sangat cepat antara bahan bakar dan oksidator dengan menimbulkan panas atau nyala.

Laju pembakaran tergantung pada:

- Konsentrasi oksigen (kenaikan konsentrasi oksigen dalam gas menimbulkan laju pembakaran yang lebih tinggi).

- Temperatur gas (temperatur pembakaran yang lebih tinggi menaikkan laju reaksi dan menyebabkan waktu pembakaran lebih singkat).

- Ukuran dan porositas arang (kecepatan gas yang tinggi pada permukaan menaikkan laju pembakaran bahan bakar padat karena laju perpindahan massadari oksigen ke permukaan partikel yang lebih tinggi.

Spesifikasi bahan bakar :

- Nilai kalor = ukuran panas atau energi yang dihasilkan dan diukur sebagai nilai kalor kotor atau nilai kalor netto.

- Volatile matter = zat terbang, maka semakin tinggi VM semakin mudah terbakar dan menyala.

- Kadar air = kandungan air pada bahan bakar padat semakin besar kadar air maka nilai kalor semakin kecil.

- Kadar abu = mineral yang tidak dapat terbakar dan tertinggal setelah proses pembakaran, abu menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor.

Karakteristik pembakaran biobriket :

1. Laju pembakaran biobriket tercepat adalah saat biomassa punya banyak kandungan VM.

(26)

26

2. Kandungan nilai kalor yang tinggi menyebabkan pencapaian temperatur yang tinggi tetapi pencapaian suhu optimum cukup lama.

3. Berat jenis semakin besar maka laju pembakaran semakin lama tetapi nilai kalor semakin tinggi.

4. Penggunaan yang baik untuk rumah tangga yaitu polutan rendah, paling cepat capai suhu maksimum, mudah terbakar saat penyalaan.

Macam-macam Warna Nyala

1. Api berwarna merah/kuning ini biasanya bersuhu dibawah 1000 derajat celcius. Api jenis ini termasuk api yang "kurang panas" dikarenakan jarang atau kurang sering digunakan di pabrik-pabrik industri baja/material. Kalau pada matahari, api ini berada pada bagian paling luarnya, yaitu bagian yang paling dingin.

2. Api berwarna biru merupakan api yang mungkin sering kita jumpai di dapur. Biasanya api ini sering kita lihat di kompor gas. Rata-rata suhu api yang berwarna biru kurang dari 2000 derajat celcius. Api ini berbahan bakar gas dan mengalami pembakaran sempurna. Jadi tingkatan api biru diatas merah.

3. Ini merupakan api paling panas yang ada di bumi. Warna putihnya itu dikarenakan suhunya melebihi 2000 derajat celcius. Api inilah yang berada di dalam inti matahari, dan muncul akibat reaksi fusi oleh matahari. Api ini paling banyak digunakan di pabrik-pabrik yang memproduksi material besi dan sejenisnya.

(27)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dalam periode waktu 1 bulan pada bulan maret 2017, di Lingkungan Sekitar Rumah serta Analisa Proximate, Analisa Nilai Kalor dan Sulfur pada Laboratorium PT. Semen Tonasa II dan Pengepresan pada Laboratorium Poltek Makassar.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan untuk membuat briket biomassa adalah batubara dan cangkang kemiri yang berasal dari Enrekang. Kemudian bahan lain yang digunakan adalah sagu sebagai perekatnya.

Alat utama berupa alat untuk pembakaran seperti presto dan pipa stainless untuk pembakaran cangkang kemiri, kompor gas, ayakan, neraca digital, alat press untuk pemadatan, cetakan untuk memadatkan bentuk bio- briket.

3.3. Pengamatan Penelitian Variabel Tetap

1. Jumlah hasil blending Cangkang Kemiri dan Batubara sebanyak 100 gram

2. Lama pengepresan = 5 menit

3. Bahan perekat yang digunakan adalah sagu 4. Ukuran Mesh: 90 Mesh

3.4. Prosedur Penelitian

a. Preparasi Blending BatuBara dan Cangkang Kemiri

Pada tahap ini batubara dihancurkan kemudian dihaluskan dan cangkang kemiri yang telah dikeringkan dilakukan proses pirolisis kemudian dihaluskan dan diayak untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam dengan ukuran butiran 90 mesh. Masing-masing diambil 50 gr batubara dan 50 gr cangkang kemiri.

(28)

28

b. Pencampuran Biomassa dan Perekat

Setelah cangkang kemiri dan batubara diblending, selanjutnya dilakukan pencampuran biomassa dan perekat dengan rasio tertentu yang selanjutnya dikarakterisasi meliputi: analisis proximate (kandungan abu, air, zat terbang, fixed carbon), analisa nilai kalor dan sulfur.

c. Prosedur Analisis Proximate dan Ultimate A. Penentuan Kadar Air

Kadar air briket dapat ditentukan dengan cara menimbang cawan porselin kosong kemudian sampel briket dimasukkan ke cawan sebanyak 5 gram. Sampel diratakan dan dimasukkan ke dalam oven yang telah diatur suhunya sebesar 105°C selama 3 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang bobotnya. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan ((triplo).

B. Penentuan Kadar Abu

Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengeringkan cawan porselin dalam tanur bersuhu 600°C selama 30 menit. Selanjutnya cawan didinginkan di dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Kemudian ke dalam cawan kosong tersebut dimasukkan sampel sebanyak 1 gram. Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 850°C selama 4 jam sampai sampel menjadi abu. Selanjutnya cawan diangkat dari dalam tanur dan didinginkan di dalam eksikator, lalu ditimbang. Penentuan kadar abu dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (triplo).

C. Penentuan Kadar Zat yang Hilang pada Suhu 950ºC

Cara penentuan kadar zat yang hilang pada Suhu 950ºC briket yaitu cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan di dalam tanur selama 30 menit dan didinginkan di dalam eksikator. Kemudian ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel ke dalam cawan kosong tersebut. Cawan selanjutnya ditutup dan dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 950°C selama 7 menit. Penentuan kadar zat yang hilang pada suhu 950°C dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (triplo).

(29)

29

D. Penentuan Fixed Carbon

Fixed carbon tidak dapat dihitung melalui pengujian secara laboratorium, melainkan hasilnya didapatkan dari hasil perhitungan jenis analisa proximate lainnya adalah pengurangan dari kadar abu, kadar air dan kadar zat terbang.

E. Penentuan Nilai Kalor

Kalorimeter bom adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan, bahan bakar. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung. Kalorimeter bom terdiri dari tabung baja tebal dengan tutup kedap udara. Sejumlah tertentu zat yang akan diuji ditempatkan dalam cawan platina dan sebuah “kumparan besi”

yang diketahui beratnya (yang juga akan dibakar) ditempatkan pula pada cawan platina sedemikian sehingga menempel pada zat yang akan diuji.

Kalorimeter bom kemudian ditutup dan tutupnya lalu dikencangkan.

Setelah itu "bom" diisi dengan O2 hingga tekanannya mencapai 25 atm.

Kemudian "bom" dimasukkan ke dalam kalorimeter yang diisi air. Setelah semuanya tersusun, sejumlah tertentu aliran listrik dialirkan ke kawat besi dan setelah terjadi pambakaran, kenaikan suhu diukur.

F. Penentuan Kadar Total Sulfur

Total sulfur yang mewakili keselurahan yang ada dalam batubara dianalisa dengan High Temperature Method (HTM) contoh dibakar pada suhu 1350°C. Belerang yang melepas sebagai sulfur dioksida diabsorpsi dengan perhidrol lalu sulfat yang terbentuk dihitung secara titrimetri yaitu penitaran dengan larutan penitar natrium tetraborat hingga larutan berubah menjadi warna hijau terang ( mencapai titik akhir titrasi).

Mencatat volume akhit titrasi pada format yang tersedia untuk analisa total sulfur.

(30)

30

Diagram Alir Proses

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembriketan

Bahan Baku

(Cangkang Kemiri) Pengeringan

Penghalusan

Pengayakan

Arang

Pencampuran/Blending (50 gr arang + 50 gr

batubara)

Press

Pengeringan Pembriketan (hasil blending+perekat)

100 gr Pirolisis

Briket Analisa Proximate

dan Ultimate

(31)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Proses karakteristik biobriket cangkang kemiri ini didasarkan atas dua analisis yaitu Analisis Proximate (Ash, Moisture, Volatile Matter, dan Fixed Carbon) dan Analisis Nilai Kalor dan Sulfur.

Tabel 4.1 Data Hasil Briket Biomassa dan Perekat Perekat Abu/Ash

(%)

Air/Moisture (%)

Volatile Matter (%)

Fixed Carbon

(%)

Nilai Kalori

(%)

Sulfur (%)

5 % 5,39 5,48 47,64 47,12 5672 0,59

10 % 5,42 5,55 47,40 41,63 5528 0,58

15 % 5,81 5,73 45,23 43,23 5448 0,53

20 % 6,05 5,94 42,01 40,37 5403 0,51

4.2 Pembahasan

A. Kadar Abu Briket Biomassa dengan Rasio Campuran Biobriket dan Perekat

Berdasarkan data tersebut diatas dibuat grafik hubungan komposisi campuran briket biomassa dengan kadar abu/Ash biobriket

Gambar.4.2.a : Grafik Kadar Abu/Ash Bio-briket sebagai Fungsi Komposisi Campuran Biomassa dan Perekatnya

Berdasarkan data pada grafik (gambar.4.2.a) tersebut nampak kadar abu/ash yang terendah sebesar 5,39 % dimiliki oleh perbandingan campuran biobriket dan perekatnya yaitu 100 : 5. Sedangkan untuk yang memiliki kadar kadar abu/ash yang tertinggi adalah 6,05 % di miliki oleh perbandingan campuran biobriket dan perekatnya 100 : 20. Berdasarkan standar spesifikasi bahan bakar padat untuk rumah tangga yaitu Standar

5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6 6.1

0 10 20 30

Kadar Abu (%)

Rasio Biomassa dan Perekat

(32)

32

Nasional Industri (SNI) No. 01-6235-2000 yaitu kadar abu/ash biobriket campuran biomassa cangkang kemiri dan perekatnya memenuhi standar karena kurang dari 8%. Pada penelitian ini nampak bahwa kadar ash biobriket meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi hasil blending cangkang kemiri dan batubara pada perekat, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya perekat pada biobriket maka kadar abu akan semakin tinggi karena kadar zat terbangnya rendah yang menyebabkan laju pembakaran melambat.

B. Kadar air/moisture Briket Biomassa dengan Rasio Campuran Biobriket dan Perekat

Berdasarkan data tersebut diatas dibuat grafik hubungan komposisi campuran briket biomassa dengan kadar air biobriket

Gambar.4.2.b : Grafik Kadar Air/Moisture Bio-briket sebagai Fungsi Rasio Campuran Biomassa dan Perekatnya.

Berdasarkan pada grafik diatas terlihat bahwa kadar air/ moisture yang terendah sebesar 5,48 % untuk biobriket dan perekatnya dengan rasio 100 : 5. Sedangkan kadar air / moisture tertinggi sebesar 5,94 % untuk biobriket dan perekatnya dengan rasio 100 : 20. Berdasarkan standar Spesifikasi bahan bakar padat untuk rumah tangga yaitu Standar Nasional Industri (SNI) No. 01-6235-2000 yaitu kadar air/moisture untuk semua variasi campuran biobriket dan perekatnya sagu memenuhi standar dikarenakan kadar air/moisture berada dibawah 8%. Pada penelitian ini terlihat bahwa kadar air/moisture bioberiket meningkat seiring meningkatnya rasio campuran hasil blending cangkang kemiri dan batubara pada perekat. Fenomena kenaikan kadar air/moisture ini disebabkan oleh komposisi perekat yaitu sagu, semakin tinggi jumlah

5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6

0 5 10 15 20 25 30

Kadar Air (%)

Rasio Biomassa dan Perekat

(33)

33

perekat akan semakin tinggi pula kadar air yang terkandung dalam biobriket sehingga laju pembakaran pun melambat.

C. Kadar Zat Terbang/Volatile Matter Briket Biomassa dengan Rasio Campuran Biobriket dan Perekat

Volatile Matter dalam bahan bakar padat berfungsi sebagai stabilitas nyala dan mempercepat pembakaran awal. Semakin besar kadar volatile matter pada bahan bakar maka semakin cepat terbakar dan waktu penyalaan semakin singkat dan begitupun sebaliknya.

Berdasarkan data tersebut diatas dibuat grafik hubungan komposisi campuran briket biomassa dengan kadar air biobriket

Gambar.4.2.c : Grafik Kadar Zat Terbang/volatile matter Bio-briket sebagai Fungsi Rasio Campuran Biomassa dan Perekatnya

Berdasarkan pada grafik diatas terlihat bahwa kadar zat terbang/volatile matter yang terendah sebesar 42,01 % untuk biobriket rasio campuran 100 : 20. Sedangkan kadar zat terbang/volatile matter tertinggi sebesar 47,64 % untuk biobriket rasio campuran 100 : 5.

Berdasarkan standar Spesifikasi bahan bakar padat untuk rumah tangga yaitu Standar Nasional Industri (SNI) No. 01-6235-2000 yaitu kadar zat terbang/volatile matter biobriket campuran hasil blending cangkang kemiri dan batubara dengan perekatnya memiliki semua kadar zat terbang diatas belum memenuhi standar karena harus kurang dari 15%. Pada penelitian terlihat bahwa zat terbang dengan rasio campuran biobriket dan perekatnya menurun seiring dengan meningkatnya komposisi rasio perekat karena kandungan kadar abunya tinggi sehingga laju pembakaran melambat.

41 42 43 44 45 46 47 48

0 5 10 15 20 25

Kadar Zat Terbang (%)

Rasio Biomassa dan Perekat

(34)

34

D. Kadar Total Sulfur Briket Biomassa dengan Rasio Campuran Biobriket dan Perekat

Berdasarkan data tersebut diatas dibuat grafik hubungan komposisi campuran briket biomassa dengan kadar total sulfur biobriket

Gambar.4.2.d : Grafik Kadar Total Sulfur Bio-briket sebagai Fungsi Rasio Campuran Biomassa dan Perekatnya

Berdasarkan pada grafik diatas terlihat bahwa kadar total sulfur yang terendah sebesar 0,51 % untuk biobriket dan perekatnya dengan rasio 100 : 20. Sedangkan kadar total sulfur tertinggi sebesar 0,59 % untuk biobriket dan perekatnya dengan rasio 100 : 5. Pada penelitian terlihat bahwa kadar total sulfur dengan rasio campuran biobriket dan perekatnya menurun seiring dengan meningkatnya komposisi rasio perekat. Namun pada pembuatan briket biomassa sebaiknya kadar sulfur tidak tinggi karena akan menyebabkan terganggunya kondisi disekitar lingkungan.

E. Nilai Kalori Briket Biomassa dengan Rasio Campuran Biobriket dan Perekat

Dari data tersebut diatas dibuat grafik hubungan komposisi campuran briket biomassa dengan nilai kalori biobriket

0.5 0.51 0.52 0.53 0.54 0.55 0.56 0.57 0.58 0.59 0.6

0 5 10 15 20 25

Kadar Total Sulfur (%)

Rasio Biomassa dan Perekat

(35)

35 Gambar4.2.e : Grafik Nilai Kalori Biobriket Sebagai Fungsi Rasio Campuran

Biomassa dan Perekatnya

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa nilai kalori biobriket dari keempat rasio perekat yang memiliki nilai kalori tertinggi sebesar 5672 kal/g pada perbandingan hasil blending cangkang kemiri dan batubara dengan perekatnya 100 : 5. Sedangkan nilai kalori terendah sebesar 5403 kal/g dengan rasio perekat 100 : 20. Ini menandakan bahwa semakin sedikit perekat yang digunakan maka nilai kalori akan semakin besar karena memiliki kandungan kadar air yang rendah, sedangkan jika perekatnya semakin banyak maka laju pembakaran pun akan semakin lambat yang menyebabkan kadar abu tinggi otomatis kadar zat terbangnya pun rendah.

Berdasarkan standar spesifikasi bahan bakar padat untuk rumah tangga yaitu Standar Nasional Industri (SNI) No. 01-6235-2000 yaitu nilai kalori biobriket dan perekatnya memenuhi standar karena lebih besar dari 5000 kal/g. Maka dari hasil penelitian blending cangkang kemiri dan batubara dengan perekat sagu, campuran yang paling optimum adalah rasio 100 : 5.

5350 5400 5450 5500 5550 5600 5650 5700

0 5 10 15 20 25

NIlai Kalori

Rasio Biomassa dan Perekat

(36)

36

4.3 Analisa Uji Nyala

Uji nyala digunakan untuk mengetahui kemampuan briket arang sebagai bahan bakar.Pada hasil uji nyala biobriket blending cangkang kemiri dan batubara dengan perekat sagu diperoleh data sebagai berikut :

Table 4.3 Data Analisa Uji Nyala Rasio Briket

Biomassa dan Perekat (gr)

Lama Waktu Nyala

Suhu Bakar

100 : 5 6 menit 1350C

100 : 10 6,90 menit 2350C 100 : 15 7,60 menit 2700C 100 : 20 8,32 menit 3100C

Berdasarkan dari data diatas rasio briket biomassa dan perekat mulai dari 100 : 5 sampai 100 : 20, lama waktu nyalanya akan semakin meningkat karena kandungan kadar air yang ditambahkan pada setiap perekatnya juga bertambah sehingga kalorinya pun menurun yang menyebabkan lamanya proses nyala pada briket biomassa cangkang kemiri dan batubara. Dan adapun warna api yang dihasilkan adalah merah.

(37)

37

BAB V KESIMPULAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rasio pencampuran yang paling optimum pada uji kualitas briket biomassa dari hasil blending karbon cangkang kemiri dan batubara dengan perekat sagu adalah 100 : 5. Adapun faktor yang menyebabkan karena pada rasio ini nilai kalorinya yang paling tinggi sehingga pada proses uji nyala laju pembakarannya yang paling cepat.

1. Adapun hasil analisa yang diperoleh dari rasio tersebut, antara lain :

 Kadar Abu/Ash = 5,39 %

 Kadar Air /Moisture = 5,48 %

 Kadar Zat Terbang/Volatile Matter = 47,64 %

 Fixed Carbon = 47,12 %

 Nilai Kalor = 5672 kal/g

 Total Sulfur = 0,59 %

2. Pada analisa uji nyala diperoleh lama waktu nyala api yaitu selama 6 menit sampai menjadi abu dengan suhu pembakaran 135oC. Adapun warna api yang dihasilkan adalah merah.

V.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya melakukan penelitian asap cair terhadap bahan baku cangkang kemiri.

(38)

38

DAFTAR PUSTAKA

bps.go.id (diakses tgl 23 Januari 2016, pukul 19.00) Buletin Dislitbang. Edisi 19. Hal. 27 & 28.

Gde Gianyar, Ida Bagus, Nurchayati, dan Allo Padang Yesung. 2012. Pengaruh Presentase Arang Tempurung Kemiri Terhadap Nilai Kalor Briket Campuran Biomassa Ampas Kelapa – Arang Tempurung Kemiri. Vol. 2.

No. 2. Universitas Mataram: Mataram.

Hardiawan, Ayub Nur & Halim, Fadli. 2015. Peningkatan Kualitas Bio-Briket Dari Campuran Batubara – Biomassa. Univrsitas Muslim Indonesia: Makassar.

Jamilatun, Sitti. 2010. Sifat-sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket Batubara dan Arang Kayu. Jurnal Rekayasa Proses. Vol.2 No. 2.

Universitas Ahmad Dahlan: Yogyakarta.

Jamilatun, Sitti. 2011. Kualitas Sifat-sifat Penyalaan dari Pembakaran Briket tempurung Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati, Briket Sekam Padi dan Briket Batubara. Universitas Ahmad Dahlan: Yogyakarta.

Katenni dan Yusuf, Yustiar. 2013. Pembuatan Briket Bio-Batubara dari Campuran Batubara-Biomassa Terkarbonisasi. Universitas Muslim Indonesia:

Makassar.

Naim, Darun. 2013. Pengaruh Variasi Temperatur Cetakan Terhadap Karakteristik Briket Kayu Sengon Pada Tekanan Kompaksi 5000 Psig. Universitas Negeri Semarang: Semarang.

Ndraha, Nodali. 2010. Uji Komposisi Bahan Pembuat Briket Bioarang Tempurung Kelapa dan Serbuk Kayu Terhadap Mutu Yang Dihasilkan. Universitas Sumatera Utara: Medan.

Situmorang, Elizabeth. 2012. Pembuatan dan Karakteristik Briket Bioarang Cangkang Kemiri – Kulit Durian sebagai Bahan Bakar Alternatif.

Universitas Sumatera Utara: Medan

Soelaiman, Jalal Rosyidi. 2013. Perbandingan Karakteristik antara Briket-briket Berbahan dasar Sekam Padi sebagai Energi Terbarukan. Universitas Jember: Jember.

(39)

39

Sudiro, S. Sigit. 2014. Pengaruh Komposisi Dan Ukuran Serbuk Briket Yang Terbuat Dari Batubara Dan Jerami Padi Terhadap Karakteristik Pembakaran. Politeknik Indonusa: Surakarta.

Sutiyono dan Edahwati, Luluk. 2006. Pemanfaatan Kulit Kemiri untuk Pembuatan Arang Aktif dengan Cara Pirolisis. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. Vol.6 No.2: 133 – 140. UPN-Veteran: Suarabaya.

Thoha, M. Yusuf dan Fajrin, Diana Ekawati. 2010. Pembuatan Briket Arang dari Daun Jati dengan Sagu Aren sebagai Pengikat. Jurnal Teknik Kimia. (1).

Vol. 17. Universitas Sriwijaya: Palembang.

Widayanto, Anton. 2012. Analisa Komposit Arang Sekam Padi dan Arang Serbuk Gergaji pada Rekayasa Filter Air. Universitas Muhammadiyah: Surakarta Wijayanti, Tri. 2012. Pembuatan Biobriket dari Campuran Limbah Kacang Tanah

dan Limbah Kacang Mete menggunakan Perekat Tetes Tebu. Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.

Yudanto, Angga dan Kusmaningrum, Kartika. 2005. Pembuatan Briket Bioarang dari Arang Serbuk Gergaji Kayu Jati. Universitas Diponegoro: Semarang.

(40)

40

LAMPIRAN

A. Perhitungan Analisa Proximate dan Ultimate 1. Analisa Kadar Abu/Ash

Standar Metode ASTM D-3174-04

Nilai Ash diperoleh dari perhitungan menggunakan rumus : Kadar Abu

Dimana :

M1 = Bobot Cawan Kosong

M2 = Bobot Cawan + Biomassa sebelum pemanasan M3 = Bobot Cawan + Biomassa Setelah Pemanasan

2. Analisa Kadar Air/Moisture

Standar Metode ASTM D-3173-03

Perhitungan Kadar Air/Moisture menggunakan rumus : Kadar Air/Moisture

Dimana :

M1 = Bobot Cawan Kosong

M2 = Bobot Cawan + Biomassa sebelum pemanasan M3 = Bobot Cawan + Biomassa Setelah Pemanasan

3. Analisa Kadar Zat Terbang/Volatile Matter Standar Metode ASTM D-3175-02

Perhitungan Kadar Zat Terbang menggunakan rumus :

% Loss Dimana :

% Volatile Matter = % Loss - % Moisture M1 = Bobot Cawan Kosong

M2 = Bobot Cawan + Biomassa sebelum pemanasan M3 = Bobot Cawan + Biomassa Setelah Pemanasan Adapun standar ASTM pengukuran volatile matter adalah

(41)

41

4. Fixed Carbon

Standar Metode ASTM D7582-12 Kadar karbon mempengaruhi nilai kalor.

% FC = 100% - % Ash - % Moisture - % VM

5. Nilai kandungan sulfur dan kalori diperoleh dari penggunaan alat LECO SC 632 dan Bomb Calorimeter.

Standar Metode ASTM D5373-13 untuk sulfur Standar Metode ASTM D240 untuk nilai kalor

Panas yang diserap air dalam bomb calorimeter dihitung dengan menggunakan rumus :

Q = m.Cp.ΔT (4) Dimana :

Q : Panas yang diserap (kJ)

m : Massa air di dalam bomb calorimeter (gram) Cp : Specific heat 4,186 kJ/kgoC

ΔT : Perbedaan temperatur (oC)

LHV dan HHV dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

LHV = (𝑚 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 Δ𝑇)𝑘𝑒𝑡 (5)

Untuk menghitung HHV digunakan rumus : HHV = (T2 – T1- Tkp) x Cv (kJ/kg) LHV = HHV – 3240 kJ/kg

Maka, HHV = LHV + 3240 kJ/kg (6) Dimana :

T1 = Temperatur air pendingin bomb calorimeter sebelum pembakaran (oC) T2 = Temperatur air pendingin bomb calorimeter sesudah pembakaran (oC) Tkp = Kenaikan temperature disebabkan kawat pembakaran, 0.05oC.

HHV = Higthest Heating Value (kJ/kg) LHV = Lowest Heating Value (kJ/kg)

(42)

42

B. Hasil Analisa Proximate dan Nilai Kalor, Kadar Sulfur Tabel.B.1 : Data Perhitungan dan Hasil Analisa Kadar Abu/Ash

Komposisi Kadar Abu/Ash

Biomassa Perekat M1 M2 M3 %

100 5 25,497 26,0510 25,0561 5,39

100 10 24,1140 25,1154 24,1683 5,42

100 15 24,9236 25,9239 24,9817 5,81

100 20 24,9956 25,9964 25,0561 6,05

Tabel.B.2 : Data Perhitungan dan Hasil Analisa Kadar Air/Moisture

Komposisi Kadar Air/Moisture

Biomassa Perekat M1 M2 M3 %

100 5 24,1442 25,1470 25,0920 5,48

100 10 24,6365 25,6384 25,5828 5,55

100 15 24,1872 25,1893 25,1319 5,73

100 20 24,0889 25,0897 25,0303 5,94

Tabel.B.3 : Data Perhitungan dan Hasil Analisa Kadar Zat Terbang/Volatile Matter

Komposisi Kadar Zat Terbang/Volatile Matter

Biomasa Perekat M1 M2 M3 % Loss % VM

100 5 49,5623 50,5628 50,0288 47,56 42,01 100 10 49,5703 50,5726 50,0380 53,34 47,40 100 15 38,6786 39,6790 39,1717 50,71 45,23 100 20 38,6793 39,6795 39,2038 53,37 47,64

Tabel.B.4 : Data Perhitungan dan Hasil Analisa Fixed Carbon Komposisi (%) Fixed Carbon (%) Biomassa Perekat

100 5 47,12

100 10 41,63

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis DEA menunjukkan bahwa ada lima bank syariah yang menunjukkan nilai efisiensi mencapai 100% atau berada dalam taraf efisien, yaitu Bank Bank Bukopin

Sedangkan Sofjan Assauri (2004:7) berpendapat lain dengan mengatakan bahwa “Proses produksi adalah hasil dari kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan

Berdasarkan tabel di atas peningkatan kemampuan motorik kasar anak pada : Aspek 1: Anak mampu berjalan berjinjit melalui busa geometri, anak yang memperoleh

Pada bagian ini dikemukakan pembahasan mengenai hasil observasi peningkatan perkembangan sosial emosional anak. Pada kondisi awal, peneliti.. Selain itu masih banyak

Cempaka Kepala Sekolah maupun guru- guru berasal dari kader PKK yang pada umumnya lulusan SMA, sedangkan menurut ketentuan kualifikasi guru PAUD memiliki ijazah Diploma empat

Hasil analisis disebutkan bahwa koefisien jalur motivasi berpengaruh terhadap kinerja guru sebesar -0,045 dengan nilai Sig sebesar 0,749 > 0,05 probabilitas

Meskipun hasil literature review ini mayoritasnya menyatakan bahwa NMES dapat digunakan baik secara tunggal maupun dikombinasikan, tetapi penelitian lebih lanjut tetap

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umar (2011) dengan judul Pengaruh Upah, Motivasi Kerja, dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pekerja pada Industri