• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Dasar Bedah Laparaskopi Dalam Bidang Ginekologi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prinsip Dasar Bedah Laparaskopi Dalam Bidang Ginekologi."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PRINSIP DASAR BEDAH LAPARASKOPI DALAM BIDANG

GINEKOLOGI

Tono Djuwantono

Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Unpad / RS dr. Hasan Sadikin Bandung

Klinik Fertilitas ASTER RS dr. Hasan Sadikin Bandung

Disampaikan pada: Seminar Sehari Bedah Laparoskopi. Diselenggarakan RS Hermina Group. Bandung 2 Februari 2010.

PENDAHULUAN

Kepustakaan paling awal mengenai adanya bedah endoskopi ditemukan pada masa Talmud dari Babylon, sedangkan istilah endokopi itu sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Avicenna antara tahun 980 dan 1037 AD. Teknik laparaskopi mulai dipopulerkan oleh Abbulkasim antara tahun 912 dan 1013 AD.Pada tahun 1587 Tuleo Caesare Aranzi di Venice telah menggunakan sumber cahaya untuk bedah laparaskopi. Kemudian teknik laparaskopi dikembangkan oleh Boesch (1936), Palmer (1948), Semm (1955), dan Barnes (1958).

Dalam dua dekade terakhir ini, kemajuan laparaskopi demikian pesat. Bedah laparaskopi menggunakan kauterisasi atau laser untuk pengobatan endometriosis stadium lanjut mulai digunakan sejak tahun 80an. Seiring dengan populernya penggunaan laparaskopi, ditemukan berbagai komplikasi seperti komplikasi akibat penggunaan jarum Verres atau trokar, serta komplikasi akibat penggunaan elektrokauterisasi. Sehingga operator perlu mengetahui dan memahami prinsip dasar bedah laparaskopi untuk meminimalisir komplikasi yang mungkin terjadi.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BEDAH LAPARASKOPI

(2)

Persiapan sebelum operasi seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat menentukan dalam pengambilan keputusan. Hal ini penting untuk menentukan apakah terdapat kontraindikasi atau tidak.

Kontraindikasi bedah laparaskopi meliputi :

 Obstruksi usus

 Ileus

 Peritonitis

 Perdarahan intraperitoneal

 Hernia diafragmatika

 Penyakit kardiorespirasi

Tiga kontraindikasi pertama berhubungan dengan perforasi. Walaupun peritonitis difusa merupakan kontraindikasi, tetapi laparaskopi berguna pada diagnosis PID dan abses tuboovarial. Juga berguna pada kehamilan ektopik dengan tanda vital yang stabil dimana gambarannya menyerupai peritonitis.

Pada hernia diafragma dikhawatirkan akan mengalami eksaserbasi akut karena pneumoperitoneum yang mengelevasi diafragma. Pada penyakit kardiovaskuler yang berat, akibat posisi Trendelenburg terjadi penurunan venous return karena kompresi gas pada pembuluh darah besar.

Pasien dengan tumor abdomen yang besar, kehamilan intrauterine lanjut, atau penyakit infeksi saluran cerna harus dikerjakan secara lebih hati-hati.

(3)

Selain itu pengambilan keputusan harus didasarkan adanya keuntungan dan keterbatasan dari laparoskopi itu sendiri. Keuntungan laparoskopi antara lain adalah : trauma terhadap otot dan kulit dapat dikurangi, nyeri pasca operatif lebih ringan, hari rawat pasien lebih singkat, sering pasien sudah dapat berjalan dalam beberapa jam setelah operasi. Selain itu bedah laparoskopi juga mengurangi kejadian infeksi, karena permukaan jaringan yang kontak dengan udara luar terbatas dibandingkan dengan laparatomi.

Sedangkan keterbatasan dari bedah laparoskopi adalah selain peralatannya mahal dan memerlukan ruang operasi khusus, juga operator yang akan melakukan bedah laparoskopi harus sudah melalui pelatihan tertentu.

INDIKASI LAPARASKOPI

LAPARASKOPI DIAGNOSTIK

Laparaskopi diagnostik merupakan instrument penting untuk mengevaluasi pasien dengan nyeri pelvis akut atau kronis. Kehamilan ektopik, penyakit radang panggul, endometriosis, torsi adneksa, dan kelainan pelvis lain dapat segera didiagnosis dengan laparaskopi.Keuntungan laparaskopi adalah mengurangi secara signifikan komplikasi akibat keterlambatan diagnosis. Laparaskopi juga digunakan untuk mengevaluasi faktor tuba dan peritoneum pada kasus infertilitas.

LAPARASKOPI OPERATIF

(4)

INSTRUMEN LAIN 1. Probe

2. Forseps

3. Gunting dan pisau 4. Aspirator dan irrigator 5. Morselator

6. elektrokoagulasi 7. Thermokoagulasi 8. Laser

LAPAROSKOP

Laparoskop diagnostik tersedia dalam berbagai macam sudut pandang, baik yang lurus ( 0 degre deflection ) atau yang foreoblique. Pemilihan jenis laparoskop tergantung operator, tetapi yang lurus penyesuaiannya lebih mudah dan lebih sering digunakan. Laparoskop diagnostik dan operatif juga bervariasi dalam ukuran diameternya, antara 4-12 mm. Laparoskop yang kecil lebih lebih memuaskan untuk diagnostik dan bermanfaat untuk pasien dengan risiko tinggi tertusuk trokar karena tenaga yang dibutuhkan untuk menembus abdomen lebih kecil.

Sedangkan pada laparaskopi operatif digunakan laparoskop yang lebih besar , karena akan dilalui instrument dengan diameter bervariasi antara 3-8 mm.

JARUM PNEUMOPERITONEAL

(5)

TROKAR

Trokar akan menembus dinding abdomen setelah dilakukan insuflasi. Terdapat dua model dasar trokar yaitu flapper valve dan trumpet valve. Flapper valve memungkinkan memasukkan dan mengeluarkan laparoskop serta instrument lain tanpa kehilangan gas.Ujung trokar berbentuk piramid atau kerucut. Mekanisme memasukkan trokar kedalam abdomen seperti melakukan insersi jarum Verres.

INSUFLATOR GAS

Insuflator gas digunakan untuk membuat pneumoperitoneum yang terkontrol. Tindakan laparaskopi hanya mungkin dilakukan bila pneumoperitoneum terpelihara saat berbagai alat dimasukkan. Prosedur laparaskopi operatif memerlukan beberapa tempat insersi yang memungkinkan adanya kebocoran gas. Irigasi yang kemudian diikuti dengan aspirasi juga mempunyai kontribusi terhadap hilangnya gas. Oleh karena itu ditekankan tersedianya insuflator dengan aliran tinggi pada prosedur laparaskopi operatif.

SUMBER CAHAYA

Visualisasi yang adekuat tergantung pada kualitas dan kekuatan sumber cahaya. Sumber cahaya dengan intensitas tinggi menggunakan halogen dan xenon. Cahaya ditransmisikan melalui kabel fiberoptik, yang harus utuh untuk memelihara visualisasi yang optimal. Fiber yang rusak akan terlihat sebagai spot yang gelap.

KAMERA

(6)

PROBE

Probe yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah blunt probe. Penting untuk visualisasi yang memerlukan manipulasi seperti ovarium.

FORSEPS

Kemampuan untuk mempertahankan struktur jaringan agar tidak traumatis merupakan kunci bagi banyak prosedur operatif. Forseps atraumatis lebih sering digunakan. Forsep kecil digunakan untuk memegang tuba falopii dan fimbrioplasti. Forsep dengan sendok besar digunakan untuk mengambil jaringan trofoblastik pada salpongostomi, untuk mengangkat dinding kista ovarium dan untuk mengambil irisan jaringan miom.

GUNTING DAN PISAU

Gunting harus tajam, karena bila tumpul akan menyebabkan kerusakan jaringan. Tersedia berbagai jenis gunting seperti : toothed, serrated micro dan hooked scissor. Pisau dengan berbagai ukuran dan bentuk tersedia untuk digunakan dalam laparaskopi. Elektrokoagulasi monopolar dapat dihubungkan ke gunting atau pisau pada laparaskopi. Kombinasi antara memotong dan koagulasi berguna baik untuk adhesiolisis maupun salpingostomi linier.

ASPIRATOR DAN IRIGATOR

Aspirasi dapat dilakukan dan diatur secara mekanik atau manual dengan spuit yang besar. Kecepatan mengevakuasi hemoperitoneum sangat penting untuk mendapatkan visualisasi yang optimum.

MORSELATOR

Morselasi biasa dilakukan selama miomektomi, terkadang pada oophorectomy.

ELEKTROKOAGULASI

(7)

Pada sistim unipolar, arus listrik berjalan dari generator melalui instrument ke ground dan lalu kembali ke generator. Ground harus tertutup oleh jeli yang konduktif untuk mempertahankan kontak dengan pasien. Unit generator akan berhenti secara otomatis dan mengeluarkan suara peringatan bila ditemukan adanya perubahan resistensi jaringan. Harus diingat bahwa intensitas arus listrik disesuaikan dengan penggunaan dan diatur oleh operator. Ujung instrument harus terlihat oleh operator saat arus listrik aktif. Operator harus waspada terhadap arus listruk lateral yang menyebar dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada jarak tertentu. Kerusakan jaringan akan terlihat pada sejauh 2-3 cm dari koagulasi unipolar.

Sistim bipolar menggunakan dua gigi penyekat pada instrument untuk membawa arus listrik ke dan dari generator. Forsep bipolar menggunakan frekuensi tinggi, voltase rendah. Densitas power dicapai lebih rendah pada arus koagulasi daripada arus cutting, karena arus koagulasi mengeringkan permukaan jaringan, meningkatkan resistensi jaringan. Kerusakan perifer karena koagulasi bipolar lebih sedikit dibandingkan dengan unipolar. Kerusakan kira-kira 1-2 cm sekeliling titik koagulasi, bila terjadi pada area yang lebih luas maka jaringan akan lepas.

PENJAHITAN

Penjahitan ternyata telah menambah dimensi baru dalam laparaskopi operatif. Beberapa Ligasi loop merupakan modifikasi dari tonsilektomi atau polip rektal. Loop dapat ditempatkan pada sekitar struktur dan diikatkan pada jaringan atau pembuluh darah.

PERSIAPAN SEBELUM OPERASI

(8)

TEKNIK BEDAH LAPARASKOPI

Sebelum memulai prosedur operasi, evaluasi preoperasi yang seksama sangat penting. Indikasi untuk prosedur ini dan kegunaannya harus ditelaah. Kontraindikasi untuk bedah endoskopi harus diketahui. Informed consent harus dilakukan untuk memastikan pasien mengerti jalannya prosedur operasi, risiko, komplikasi dan alternatif operasi lain. Informed consent juga harus mengandung ijin pasien untuk kemungkinan laparatomi dan mengetahui hal apa yang akan menyebabkan pasieh harus dilaparatomi.

Walaupun prosedur sterilisasi dapat dilaksanakan dengan anestesi lokal, lebih disukai anestesi umum dimana otot berrelaksasi baik untuk prosedur diagnostic dan operatif. Bedah laparaskopi memerlukan inspeksi yang cermat dari kavum peritoneum dan pelaksanaannya memakan waktu berjam-jam. Anestesi umum lebih nyaman baik bagi operator maupun pasien dan juga lebih aman. Pasien harus diintubasi dan di beri ventilasi karena posisi Trendelenburg dan pneumoperitoneum menyebabkan hiperkarbia.

POSISI PASIEN

(9)

PENGATURAN RUANG OPERASI

(10)

TEKNIK MEMASUKI RONGGA ABDOMEN

Penembusan dinding abdomen merupakan hal yang paling berbahaya dalam prosedur laparaskopi. Sebagian besar operator menggunakan jarum verres untuk memasukkan udara kedalam rongga abdomen. Biasanya dibuat insisi intra atau subumbilikal, dan kemudian jarum verres dimasukkan kedalam rongga abdomen.

Insuflator

Gen Elektosurgikal Aspirator

(11)

INSISI KULIT Lokasi insisi

Pemilihan lokasi insisi merupakan hal yang penting. Secara kosmetik sebaiknya dibuat sepanjang garis Langer pada lipatan umbilicus baik vertical maupun horizontal.

Sebagian besar operator memilih insisi bagian bawah dari umbilicus.

Ukuran insisi

Insisi kulit untuk tempat masuk trokar harus tepat ukurannya.Besarnya insisi dapat dinilai dengan bagian belakang pisau standar ( lebarnya sekitar 1 cm )atau secara langsung dengan memasukkan jari telunjuk operator kedalam lubang insisi.

Teknik insersi

(12)

melalui umbilicus lurus terhadap sumbu pelvis. Selama manuver dengan dua tangan ini, operator perlu mengingat tiga hal utama yaitu :

1. Menuju kearah uterus

2. Menjauhi pembuluh darah pelvis

3. Membentuk sudut terhadap kulit (jarak paling pendek terhadap peritoneum) Dengan manuver ini diharapkan lemak preperitoneal yang dilewati akan minimal.

Uji penembusan peritoneum.

Setelah jarum Verres masuk kedalam rongga abdomen, harus dilakukan pengetesan untuk meyakinkan bahwa masuknya jarum Verres sudah betul, yaitu dengan cara : 1.Tes aspirasi. Syringe yang diisi cairan NaCl dihubungkan dengan jarum Verres.

Kemudian cairan dimasukkan kedalam rongga abdomen. Bila tidak ada tahanan berarti jarum Verres dengan benar. Untuk meyakinkan dilakukan aspirasi cairan, bila cairan tidak dapat diaspirasi kembali, maka berarti jarum Verres benar masuk dalam rongga peritoneum, tetapi bila diaspirasi terdapat darah , feses atau urin, berarti jarum Verres masuk ditempat yang salah.

(13)

3.Palmer’s test. Setelah gas dimasukkan kedalam rongga peritoneum, jarum dihubungkan dengan syringe yang diisi cairan NaCl. Bila terdapat gelembung udara saat aspirasi, maka jarum Verres berada bebas dalam rongga abdomen.

PENGISIAN GAS (PNEUMOPERITONEUM)

Gas CO2 permulaan harus dimasukkan rata-rata 1 L/menit sampai yakin tidak ada obstruksi. Bila penempatan sudah tepat, gas dapat dialirkan lebih cepat. Tekanan abdomen yang optimum selama bedah laparaskopi biasanya antara 12-15 mmHg.

INSERSI TROKAR

Insersi trokar merupakan tindakan yang paling berbahaya dalam prosedur laparaskopi. Teknik dalam memasukkan jaru Verres digunakan untuk memasukkan trokar, tetapi dengan tekanan lebih kuat. Trokar tajam lebih mudah dimasukkan. Selama insersi trokar, operator tetap harus memperhatikan tiga aturan utama, yaitu : 1. menuju kearah uterus

2. menjauhi pembuluh darah pelvis 3. membentuk suduk terhadap kulit

Operator konsentrasi penuh pada kedua tangan sewaktu memasukkan trokar. Tangan kiri berfungsi untuk melindungi pembuluh darah, dan pengangkatan dinding abdomen tetap terus dipertahankan ( gb 8-14)

(14)

INSERSI TROKAR KEDUA

(15)

Operator tidak perlu melihat melalui laparoskop selama insersi trokar kedua, lebih baik melihat langsung ke trokar dari luar dan diarahkan menuju ke uterus menjauhi pembuluh darah illiaka komunis.

Saat kulit dan fascia ditembus, peritoneum di suprapubik lebih longgar dan perlu menembus secara hati-hati. Lebih aman dilakukan dengan visualisasi laparoskopi. Pangkal trokar harus terlihat setiap saat, langsung ke cavum Douglas menjauhi pembuluh darah epigastrik.

PENUTUPAN LUKA

Peritoneum dan fascia akan menutup tanpa perlu penjahitan setelah trokar diangkat. Jahitan kulit diperlukan untuk bekas luka trokar 10 mm, luka dijahit secara subkutikuler dengan benang 3.0 (absorbable). Sedangkan bekas luka trokar 5 mm dijahit dengan vicryl 4.0.

PERAWATAN PASCA OPERASI

Kebanyakan pasien dirawat selama 1 hari setelah operasi. Jika timbul komplikasi , maka diperlukan perawatan yang lebih lama. Penggunaan analgesi baik intramuskuler maupun intravena saat di ruang pemulihan akan mengurangi nyeri pasca operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Garry R, Reich Herry. Laparoscopic Hysterectomy 1st ed. Cambridge: Blackwell Scientific

Publications; 1993:46-60

2. Hulka and Reich. Textbook of Laparoscopy 2nd ed. W.B. Philadelphia: Saunders Company;

1994:85-95

3. Munro MG. Gynecology Endoscopy. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novak’s Gynecology

12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996:677-90

4. Namnoum AB, Murphy AA. Diagnostic and Operative Laparoscopy. In: Rock JA, Thompson JD.

Te Linde’s Operative Gynecology 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Raven; 1997:389-412

5. Sanfilippo JS, Singh M. Contemporary Operative Laparoscopy. In: Adashi EY, Rock JA,

Rosenwaks Z. Reproductive Endocrinology, Surgery, and Technology 1st ed.Pensylvania:

Gambar

Gambar dibawah ini memperlihatkan prinsip yang harus dilakukan saat memasukkan

Referensi

Dokumen terkait

kapittel 1 Aluminium Aluminiumplater 10 Eloksert aluminium og eloksalkvalitet plater 12 ANO NATuR 55HX 12 ANO BRuSH 13 ANO BRONZE 55HX 13 Lakkerte aluminium plater/coil

Sesuai penelitian mengenai pembelajaran Tari Merak di Sanggar Ngudi Laras sebagai upaya pelestarian tari tradisi, komponen-komponen belajar yang digunakan yaitu

Phylogeny and biogeography of 91 species of heroine cichlids (Teleostei: Cichlidae) based on sequences of the cytochrome b gene.. Principles and Techniques of

Perbedaan biji monokotil dan dikotil adalah pada bji monokotil embrio terdiri dari kotiledon, endosperm merupakan bagian yang besar, serta cadangan makanan pada endosperm belum

Sekalipun padang golf ini cukup jauh dari pusat Kota Medan dan jarang sekali melakukan kegiatan promosi berupa iklan TV ataupun radio, baliho, brosur atau media lainnya,

Selanjutnya menghubungkan antara indikator biomarker (Hg dalam rambut dan Hg dalam urine) dengan gangguan kesehatan yang muncul di masyarakat di wilayah Kecamatan

Dalam melakukan perawatan pada cedera kulit kepala penolong harus mengenali dengan baik keadaan yang sedang dihadapinya terutama berhubungan dengan ada tidaknya patah

Berdasarkan perbandingan data Tabel 2 dan Tabel 5, secara kimia masing-masing perlakuan belum mencapai batas optimum nilai gizi yang ditentukan, akan tetapi BNP1