• Tidak ada hasil yang ditemukan

Epilepsi Pada Anak Dengan Cerebral Palsy.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Epilepsi Pada Anak Dengan Cerebral Palsy."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

EPILEPSI PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY

Uni Gamayani

Divisi Neuropediatri, Bag. I. P. Saraf, RS. Hasan Sadikin/ FK. UNPAD

ABSTRAK

Latar belakang dan tujuan : Epilepsi adalah penyerta yang sering terjadi pada penderita cerebral palsy (CP). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kejadian epilepsi, karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan epilepsi pada penderita CP yang berobat jalan di Klinik PUSPPA Suryakanti.

Metoda penelitian : Penelitian dilakukan secara retrospektif dari data medik terhadap penderita CP yang datang berobat ke Klinik PUSPPA Suryakanti pada periode 1 Januari 2002 sampai dengan 31 Desember 2002, diagnosis ditegakkan berdasarkan telaah rekam medis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, neurologi, dan pemeriksaan penunjang (EEG). Analisa data dilakukan secara diskriptif dan chi kuadrat untuk menguji proporsi, nilai kemaknaan p ditentukan 0,05.

Hasil penelitian : Dari 114 orang penderita CP, 56 penderita (49,1%) disertai dengan epilepsi, laki-laki 27 orang (48,2%), perempuan 29 orang (51,8%). Tipe CP adalah tetraparesis 49 orang (43 %), diikuti oleh tipe hemiparesis 6 orang (5,3%) dan tipe campuran 1 orang (0,9%). Terdapat hubungan yang bermakna antara tipe CP dan adanya penyerta epilepsi (p=0,015). Sebagian besar bentuk kejang adalah kejang umum (42 orang; 75%), dan 14 orang (25%) kejang parsial dengan onset kejang pertama pada 2 tahun pertama kehidupan. Hasil pemeriksaan EEG abnormal pada 51 orang (91,1%), secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara epilepsi dengan hasil EEG abnormal (p=0,000). Gambaran EEG multi fokus pada 27 orang (48,2%).

Kesimpulan : Epilepsi banyak menyertai penderita CP, terutama tipe tetraparesis. Onset kejang pada dua tahun pertama kehidupan, bentuk kejang terutama kejang umum. Sebagian besar hasil pemeriksaan EEG abnormal.

Kata kunci : epilepsi, anak, cerebral palsy, PUSPPA Suryakanti

Epilepsi adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh aktivitas abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron serebral baik pada kelompok yang kecil maupun besar. (Aicardi, 1994. Wallace, 1996). Tiap kelainan yang mengganggu fungsi otak, baik yang fokal maupun umum dapat mengakibatkan bangkitan kejang atau serangan epilepsi. Pola serangan epilepsi diklasifikasikan sesuai International League Against Epilepsy, 1981 (ILAE,1981) yaitu :

(2)

kejang parsial kompleks dan kejang parsial umum sekunder.

2. Kejang umum yang terdiri dari lena, lena yang atipikal, mioklonik, tonik, tonik klonik dan atonik

3. Kejang yang tidak terklasifikasikan

Bangkitan epilepsi pada anak dapat mengganggu perkembangan secara luas seperti terganggunya migrasi sel, rangkaian yang terjadi pada reseptor, formasi sinaps dan juga stabilisasi sinaps (Holmes, GL, 1998). Bangkitan epilepsi dapat mengganggu migrasi neuron, arborisasi neurit, formasi sinaps atau perubahan proses yang normal. Aktivasi NMDA yang berulang meningkatkan migrasi neuronal dan menyebabkan koneksivitas yang kurang baik (Holmes GL, 2001).

Cerebral Palsy (CP) adalah sekelompok sindroma klinik yang ditandai dengan defisit motorik sentral yang bersifat tidak progresif, disebabkan oleh kerusakan otak yang belum matur. CP adalah istilah diskriptif non spesifik yang digunakan untuk gangguan fungsi motorik yang timbul pada masa kanak-kanak dini dan ditandai dengan perubahan tonus otot (biasanya spastisitas), gerakan involunter, ataksia, atau kombinasi seluruh kelainan tersebut yang tidak bersifat episodik ataupun progresif. Keluhan paling sering mengenai ekstremitas, namun dapat juga mengenai batang tubuh (Swaiman, 1999). Pada penderita CP seringkali didapatkan penyakit penyerta, baik sebagai etiologi ataupun sebagai komplikasi dari CP (Ratanawongsa, 2001). Hal-hal yang seringkali ditemukan sebagai komplikasi atau penyakit penyerta pada CP adalah gangguan pada fungsi otak, diantaranya adalah epilepsi. (Seay R, 1993).

Serangan kejang pada penderita CP bervariasi, dapat dijumpai pada usia dini. Serangan kejang makin sering pada CP yang berat. Di Negara maju insidensi epilepsi pada CP bervariasi, kira-kira sepertiga dari penderita CP. Tingginya frekuensi epilepsi pada CP diperkirakan berhubungan dengan faktor penyebab (Kiban K, 1994). Studi lain menyebutkan insidensi epilepsi pada CP bervariasi antara 15-60 % (Kwong K, 1998). Pada CP dengan epilepsi, biasanya onset kejang pada usia dini dan perlu menggunakan obat anti epilepsi lebih dari satu jenis dan risiko terjadinya relaps setelah penghentian obat anti epilepsi lebih tinggi (Delgado, 1996).

(3)

pasien epilepsi (Lars S, 1996). Kejang banyak terdapat pada CP spastik terutama pada tipe hemiplegi kongenital (50%). CP dengan tipe atetoid, ataksik dan diplegi jarang disertai dengan kejang. Pada CP dengan tipe tetraplegi sebagian besar mempunyai multi fokus dengan bentuk kejang multifokal atau parsial umum sekunder, sedangkan CP tipe hemiparesis mungkin lebih banyak dengan bentuk epilepsi jacksonian parsial atau umum tonik-klonik.

Onset kejang lebih sering terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, tetapi kadang-kadang juga dapat terjadi pada usia yang lebih besar, dengan karakteristik kejang umum atau fokal atau multifokal. Jenis epilepsi tonik-klonik, myoklonik,dan atonik relatif sering terjadi pada retardasi mental yang berat dan mungkin intraktabel. Epilepsi parsial kompleks berhubungan dengan lesi di parieto-oksipital akibat dari gangguan sirkulasi saat periode perinatal.

Prognosis epilepsi pada CP tergantung pada tipe, extension dan topografi otak abnormal penyebab CP dan epilepsi. Selanjutnya investigasi terhadap lesi otak ini perlu dilakukan pada semua anak (Paolo, 1996).

Tujuan penelitian ini adalah :

1. untuk mengetahui kejadian epilepsi dan jenis epilepsi pada penderita CP, serta mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan epilepsi pada penderita CP yang berobat jalan di Suryakanti.

2. Menganalisa secara statistik hubungan antara epilepsi pada penderita CP dan faktor-faktor yang mungkin berhubungan dengan epilepsi.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Klinik Yayasan Pusat Pengembangan Potensi Anak Suryakanti (PUSPPA Suryakanti), Jalan Terusan Cimuncang no 9 Bandung, selama 1 (satu) tahun sejak 1 Januari 2002 sampai dengan 31 Desember 2002.

(4)

Bentuk penelitian : Penelitian berupa deskriptif analitik, data diperoleh secara retrospektif terhadap penderita yang memenuhi syarat diagnosis CP dengan atau tanpa epilepsi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan telaah rekam medis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis serta pemeriksaan pembantu ( EEG )

(5)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Data umum penderita CP

Karakteristik Jumlah penderita CP

(6)

penelitian lainnya, terutama di negara berkembang bahwa CP terbanyak adalah tipe tetraparesis.

Singhi (2002) melaporkan dari 1000 penderita CP yang diteliti di satu pusat perawatan CP di Chandigarh, India didapatkan 61 % penderita CP tetraparesis, 22 % diparesis, 17 % hemiparesis dan 8,4 % atetoid. Sianturi melaporkan penelitiannya di YPAC Medan, didapatkan penderita CP terbanyak adalah tipe tetraparesis (52,2 %), diikuti dengan campuran, hemiparesis, diparesis, dan atetoid (Sianturi, 2001). Rizal (2002) dari Bandung melaporkan dari 90 penderita CP yang diteliti, terbanyak adalah tipe tetraparesis (74 %), diikuti tipe hemiparesis (13 %), diparesis (10%), dan atetoid (3 %) (Rizal , 2002). Di Bali Suartaman (1998) melaporkan bahwa dari pnelitiannya tipe CP yang paling banyak ditemukan adalah tetraparesis (42%), demikian juga Supriyanto (1993) dari Jakarta melaporkan bahwa tipe CP yang paling sering ditemukan adalah tipe tetraparesis (72 %). (Suartaman, 1998, Supriayanto, 1993). Suzuki J, melaporkan hasil penelitiannya di Shiga, Jepang didapatkan tipe yang terbanyak adalah diparesis diikuti dengan tetraparesis, hemiparesis, atetoid dan ataksik (Suzuki J, 1999). Penelitian yang dilaporkan Reis, tipe CP yang terbanyak adalah tetraparesis (76,2 %) diikuti dengan hemiparesis, dan diparesis (Reis, 1999). Bruck melaporkan hasil penelitiannya pada 100 orang penderita CP, ditemukan 56 % penderita dengan tipe tetraparesis, diikuti dengan CP tipe hemiparesis, campuran dan diparesis (Bruck, 2001).

(7)

Tabel 2. Hubungan tipe CP dengan penyerta epilepsi

Penyerta epilepsi

Tipe CP Ada

n (%) Tidak ada n (%) Jumlahn (%)

Tetraparesis 49 (43,0) 41 (36,0) 90 (79,0)

Hemiparesis 6 (5,3) 4 (3,5) 10 (8,8)

Diparesis - 10 (8,8) 10 (8,8)

Atetoid - 1(0,9) 1 (0,9)

Campuran 1(0,9) 2 (1,8) 3 (2,6)

Jumlah 56 (49,1) 58 (50,9) 114 (100)

2 = 12,413, p = 0,015

Terdapat hubungan yang bermakna antara tipe CP dan penyerta epilepsi

(8)

Dari perhitungan statistik ternyata didapat bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tipe CP dan adanya penyerta epilepsi. Menurut Aicardi, epilepsi yang terjadi pada penderita CP merupakan salah satu hal yang menunjukkan beratnya CP (Aicardi,1994) dan kerusakan otak biasanya lebih berat (Aicardi, 1990). CP tipe tatraparesis merupakan tipe yang terberat dan biasanya terjadi multifokal lesi di otak sehingga kemungkinan terjadi epilepsi lebih besar (Wallace, 1996).

Tabel 3. Gambaran bentuk kejang yang ditemukan pada penderita CP dengan penyerta epilepsi

Bentuk kejang

Jumlah penderita CP n (%)

UMUM

Tonik 5 (8,9)

Tonik klonik 7 (12,5)

Mioklonik 18 (32,1)

Lena 3 (9,4)

Campuran tonik + mioklonik 4 (7,1)

Campuran mioklonik+ lena 3 (5,4)

Campuran mioklonik+lena +tonik 1 (1,8) Campuran mioklonik+lena+tonik klonik 1 (1,8)

PARSIAL

Parsial sederhana 2 (3,6)

Parsial kompleks 2 (3,6)

Parsial umum sekunder 8 (14,3)

Parsial umum sekunder +mioklonik 2 (3,6)

Jumlah 56 (100)

(9)

umum (83,& %) dan sisanya adalah bentuk parsial (Reis, 1999). Aneja, pada penelitiannya mendapatkan bentuk kejang umum pada 32,9% penderita CP, diikuti oleh mioklonik pada 30,6 %, dan bentuk kejang yang berhubungan dengan lokasi lesi 24,7 % (Aneja A, 2001). Carlsson melaporkan pada penelitiannya ditemukan bentuk kejang yang terbanyak adalah parsial umum sekunder (15 penderita), diikuti dengan bentuk umum, parsial dengan beberapa bentuk kejang umum, parsial sederhana, dan spasme infantil (Carlsson, 2003).

Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu, bahwa tipe CP yang sering ditemukan tipe tetraparesis dan pada tipe tersebut sering disertai epilepsi, karena itu pula bentuk kejang yang sering ditemukan adalah bentuk umum atau persial umum sekunder, mengingat CP tipe tetraparesis didapatkan kerusakan otak yang luas (Wallace, 1996).

Tabel 5. Onset kejang pada penderita CP dengan epilepsi Onset

( bulan ) Jumlahn (%)

0 – 1 9 (16,1)

2 – 24 45 (80,4)

25 – 72 2 (3,5)

> 72

(10)

Pada penelitian ini ditemukan bahwa onset kejang pertama paling banyak terjadi pada dua tahun pertama kehidupan.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian sebelumnya. Aksu, pada penelitiannya melaporkan bahwa onset kejang pertama pada penderita CP terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan onset kejang pertama pada penderita epilepsi tanpa CP, dan onset kejang pertama ini mencapai puncaknya pada periode infancy .(Aksu, 1990). Hadjipanayis, melaporkan pada penelitiannya bahwa onset kejang pertama yang terjadi pada penderita CP dengan epilepsi berhubungan dengan tipe CP, yaitu pada tipe CP tetraparesis onset kejang pertama terjadi pada usia yang sangat muda, terutama pada tahun pertama kehidupan. Pada tahun pertama kehidupan, onset kejang pertama penderita CP tipe tetraparesis ditemukan pada 58 %, sedangkan pada CP hemiparesis ditemukan pada 19,6 %, tipe diparesis pada 29,6 % dan pada epilepsi tanpa CP 6,3% (Hadjipanayis, 1997). Epilepsi pada penderita CP mempunyai onset kejang pertama pada usia yang lebih muda bila dibandingkan dengan penderita epilepsi tanpa CP, 47 % penderita CP dengan epilepsi, onset kejang pertama terjadi pada tahun pertama kehidupan. Pada CP tipe tetraparesis, 60 % penderita mengalami kejang pertama saat periode infancy (Kwong K, 1998). Zafeiriou (1999) mengemukakan bahwa pada penelitiannya, onset kejang pertama ditemukan pada 69,7 % penderita saat tahun pertama kehidupan. Bruck (2001) melaporkan bahwa onset kejang pertama rata-rata pada usia 12,59 bulan, dan 74,2 % terjadi pada tahun pertama kehidupan. Gururaj mengemukakan bahwa dari penelitiannya didapatkan bahwa onset kejang pertama pada penderita CP dengan epilepsi 78,6 % terjadi pada tahun pertama kehidupan dibandingkan pada penderita epilepsi tanpa CP (4,1 %), dan kejang neonatal terjadi pada 42,1 % penderita CP dibandingkan dengan 28,6 % penderita epilepsi tanpa CP (Gururaj, 2003).

Tabel 6. Hasil pemeriksaan EEG pada anak CP dengan atau tidak ada penyerta epilepsi

Hasil pemeriksaan EEG Penyerta epilepsi Normal

n (%)

Abnormal n (%)

(11)

Ada 5 (8,9) 51 (91,1) 56 (100)

Tidak ada 35 (71,4) 14 (28,6) 49 (100)

Jumlah 40 (38,1) 65 (61,9) 105 (100)

2 = 43,278, p = 0,0000

Terdapat hubungan yang bermakna antara hasil pemeriksaan EEG dengan penyerta epilepsi pada penderita CP.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa penderita CP dengan epilepsi hasil pemeriksaan EEG sebagian besar abnormal dan hal ini sangat medukung untuk diagnosis epilepsi. Hasil peneltian ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya.

(12)

Pemeriksaan EEG adalah pemeriksaan penunjang diagnostik epilepsi, namun pada pemeriksaan EEG ini terdapat keterbatasan, karena EEG hanya dapat merekam aktivitas listrik di otak di daerah permukaan, sehingga adanya lesi subkortikal seringkali tidak terdeteksi. Hal lain adalah saat perekaman EEG yang dilakukan pada interiktal seringkali tidak dapat menggambarkan aktivitas listrik yang abormal. Karena itu mungkin saja bangkitan klinis ada, tetapi hasil EEG normal

Tabel 7. Gambaran kelainan EEG pada beberapa tipe CP dengan epilepsi Gambaran EEG

Pada penelitian ini hasil pemeriksaan EEG pada penderita CP dengan epilepsi sebagian besar ditemukan multi fokus (51,8 %).

(13)

pada penderita CP dengan epilepsi didapatkan bahwa hasil EEG abnormal dan beratnya ketidaknormalan itu sesuai dengan beratnya epilepsi (Panteliadis, 2002).

Hasil pemeriksaan EEG yang multi fokus sesuai dengan tipe CP yang banyak ditemukan pada penelitian ini dan sesuai juga dengan bentuk bangkitan kejang yang terjadi, yaitu sebagian besar adalah umum dan pada beberapa kasus terdapat bentuk kejang yang lebih dari satu.

KESIMPULAN

1. Penderita CP dengan penyerta epilepsi pada penelitian ini adalah 56 orang (49,1 %), laki-laki 27 orang (48,2%), perempuan 29 orang (51,8%) dan sebagian besar ditemukan pada CP tipe tetraparesis (43%)

2. Bentuk kejang yang ditemukan sebagian besar adalah bentuk umum (42 orang; 75%)

3. Onset kejang pertama pada penderita CP dengan epilepsi sebagian besar pada dua tahun pertama kehidupan.

4. Gambaran EEG penderita CP dengan epilepsi sebagian besar abnormal, didapatkan pada 51 orang (91,1 %) dengan adanya multifokus (27 orang; 48,2%)

Daftar Pustaka

Aicardi J. Epilepsy as a presenting manifestation of brain tumours and of other selected brain disorders. Dalam : Epilepsy in children, 2nd Ed. Aicardi J, Ed., Raven Press, New York 1994: 350-1.

(14)

Bruck I, Antoniuk AS, Spessatto A, Hausberger R, Pacheco CG. Epilepsy in children with cerebral palsy. Arq Neuropsiquatr 2001; 59(1): 35-9.

Bushan V, Paneth N, Kieky JL. Impack of improved survival of very low birth weight infants on recent secular trends in the prevalence of cerebral palsy. Pediatrics 1993; 91: 1094-100.

Cooke RWI. Cerebral palsy in very low birth weight infants. Arch Dis Child, 1990; 65: 210-6.

Hadjipanayis A, Hadjichristodoulou C, Youroukos S. Epilepsy in patiens with cerebral palsy. Dev Med Child Neurol 1997, 39: 659-63

Holmes GL. Ben-Ari Y . The Neurobiology and Consequences of Epilepsy in the Developing Brain. Pediatric Research. 2001: 320–5.

Kaushik A, Agarwal RP, Sadhna. Association of cerebral palsy with epilepsy. J. Indian Med. Assoc 1997 Oct; 95 (10): 552-4, 565. (Abstract).

Kuban KCK, Leviton A. Cerebral Palsy. N. Engl J Med 1994; 330: 188-93.

Menkes JH, Sarnat HB. Perinatal Asphyxia and Trauma. Dalam: Menkes JH, Sarnat HB, Ed. Textbook of Child Neurology, Edisi 6. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2000: 401-9.

Miller F, Bachrach SJ. Cerebral Palsy, 1th Ed. Baltimore : John Hopkins Press, 1995: 3–253.

Ratanawongsa B. Cerebral Palsy. Dalam : e-Medicine Journal, 2001, Volume 2, Number 2. Diambil dari internet di http://www.e-medicine.com

Rizal Ahmad. Gambaran klinis, etiologi dan penyakit penyerta pada penderita cerebral palsy di Yayasan Suryakanti Bandung Periode 1 Januari 2002 – 30 Oktober 2002. UNPAD. 2003. Tesis.

Sianturi Pertin. Kejadian epilepsi pada penderita Palsi Serebral di Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Medan. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2001. Tesis

(15)

Suartaman, Putu. Prevalensi dan faktor-faktor risiko palsi serebral pada anak di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, 1998. Tesis.

Supriyanto, Bambang. Asfiksia neonatal sebagai faktor risiko terjadinya palsi serebral : penelitian kasus kontrol. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1993. Tesis.

Sussova J, Seidl Z, Faber J. Hemiparetic forms of cerebral palsy in relation to epilepsy and mental retardation. Dev Med Child Neurol 1990, 32: 782–5.

Suzuki J, Ito M, Tomiwa K, Okuno T. A clinical study of cerebralpalsy in Shiga; 1977-1986. Severity of the disability and complications in various types of cerebral palsy. No To Hattatsu. Jul 1999; 31 (4): 336-42 (Abstract).

Gambar

Tabel 1.  Data umum penderita CP
Tabel 3. Gambaran bentuk kejang yang ditemukan pada penderita CP dengan  penyerta epilepsi
Tabel 5.  Onset kejang  pada penderita CP dengan epilepsi

Referensi

Dokumen terkait

69% anak epilepsi dengan palsi serebral mengalami kejang pertama pada 12 bulan awal kehidupan mereka.. terdapat hubungan yang bermakna

10,11 Gangguan tersebut terjadi akibat: (1) epilepsi itu sendiri, yaitu usia saat menderita epilepsi (onset), frekuensi bangkitan, lama menderita epilepsi, tipe bangkitan

memiliki riwayat epilepsi keluarga, atau kejang demam sederhana pada bangkitan kejang demam pertama.. Kata kunci: faktor yang berhubungan, kejang

Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin

Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh

Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin

Faktor karakteristik klinis yang bermakna terhadap status bebas kejang pascaoperasi bedah epilepsi lobus temporal adalah usia onset epilepsi yang kurang dari sama

Anak dengan riwayat beberapa kali kejang demam sederhana, saat kejang demam pertama di bawah usia 12 bulan, dan riwayat keluarga epilepsi, mempunyai risiko lebih tinggi kejang demam