• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran 1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran 1."

Copied!
290
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PEMEBLAJARAN KONTEKTUAL UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses belajar yang nampak pada kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I melalui penerapan pembelajaran kontekstual. Kualitas proses yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perhatian dan keaktifan siswa terhadap pembelajaran, sedangkan kualitas hasil diperoleh dari soal evaluasi dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Subjek dari penelitian ini adalah siswa Kelas VA SD Negeri Ungaran I. Penelitian ini berlangsung dalam satu siklus dengan kegiatan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Latar belakang dari penelitian ini adalah dijumpainya siswa yang kurang perhatian dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan suasana kelas kurang kondusif dan berpengaruh pula pada hasil belajar siswa yang masih kurang optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti memilih menggunakan pembelajaran kontekstual dengan penerapan tujuh komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui perhatian, observasi untuk mengetahui keaktifan siswa, soal evaluasi dan LKS, serta didukung dengan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri Ungaran I mengalami peningkatan dengan penerapan pembelajaran kontektual. Peningkatan tersebut melalui terciptanya kegiatan pembelajaran yang mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yang meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

(2)

ABSTRACT

IMPLEMENTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TO IMPROVE THE QUALITY OF TEACHING AND LEARNING PROCESS

AND RESULT ON SOCIAL SCIENCE VA GRADERS OF UNGARAN I ELEMENTARY SCHOOL

Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

This research was aimed to improve the quality of teaching and learning that appear on the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning. Quality processes focus on the attention and students active involvement in the learning processes, meanwhile the quality of the results was obtained from the evaluation questions and the students' atmosphere is not conducive and also affect the learning outcomes of students that are still less than optimal. To solve this problems, researcher choose contextual teaching and learning with applicate the seven komponents. Data collection techniques in this research were questionnaires to determine the attention, observation to determine the active involvement of the student, evaluation questions and worksheets to determine the learning results, and supported by interviews.

The results showed that the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning can be improved. The improvement through the teaching and learning processes refers to the seven components that concists of constructivism contextual learning, asking questions, finding, learning community, modeling, reflection, and the outentic assessment.

Keywords: attention, active involvement, results learning, contextual learning and learning

(3)

i

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL

BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Triyanti Fitasari

091134126

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

ii

SKRIPSI

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL

BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

Oleh:

Triyanti Fitasari

NIM : 091134126

Telah disetujui oleh :

Pembimbing I

E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A.Ed.D. Tanggal 7 Juni 2013

Pembimbing II

Eny Winarti,S.Pd, M.Hum., Ph.D. Tanggal 7 Juni 2013

(5)

iii

SKRIPSI

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL

BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Triyanti Fitasari

NIM : 091134126

Telah dipertanggungjawabkan di depan penguji

pada tanggal 12 Juni 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. ...

Sekretaris : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D ...

Anggota 1 : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D ...

Anggota 2 : Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. ...

Anggota 3 :Theresia Yunia S., S.Pd., M.Hum. ...

Yogyakarta, 12 Juni 2013

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

 Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan mencurahkan kasihNya

padaku

 Bapak, ibu, dan kedua kakakku, dan Papah Yoa tersayang selaku keluarga

yang tak hentinya berdoa dan berharap serta selalu memberikan bantuan

dan dukungan baik secara material maupun spiritual

 E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D dan Eny Winarti, M.Hum., Ph.D.

selaku dosen pembimbing yang selalu menemani, membimbing,

menginspirasi, dan memotivasi serta mendoakan peneliti dengan penuh

komitmen dan kesetiaan.

 Teman-teman yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini khususnya, Mbak Primandani, Pak Hans, Eka

Yus, Laura, Mas Wahyu, Vivin, Cik Yeng, Hema, Puje, Lely, Vita, Uswa,

Ipin, Novi, Endah, Aprilia, Galih, dan Prima

 Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah membentukku

menjadi seseorang yang lebih berkualitas berkualitas

(7)

v

MOTTO

 Pada hati yang tertambat sesama, ilmu tak mungkin membisu

 Keberanian bukan berarti tidak mempunyai rasa takut melainkan berani

bertindak walau merasa takut

 Thinking globally and act locally

 Talk Less, Do More!!

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 April 2013

Penulis

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Triyanti Fitasari

NIM : 091134126

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PENERAPAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN

PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA

SD NEGERI UNGARAN I beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian,

saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internat atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 30 Mei 2013

Yang menyatakan

(10)

viii

ABSTRAK

PENERAPAN PEMEBLAJARAN KONTEKTUAL UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses belajar yang nampak pada kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I melalui penerapan pembelajaran kontekstual. Kualitas proses yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perhatian dan keaktifan siswa terhadap pembelajaran, sedangkan kualitas hasil diperoleh dari soal evaluasi dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Subjek dari penelitian ini adalah siswa Kelas VA SD Negeri Ungaran I. Penelitian ini berlangsung dalam satu siklus dengan kegiatan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Latar belakang dari penelitian ini adalah dijumpainya siswa yang kurang perhatian dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan suasana kelas kurang kondusif dan berpengaruh pula pada hasil belajar siswa yang masih kurang optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti memilih menggunakan pembelajaran kontekstual dengan penerapan tujuh komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui perhatian, observasi untuk mengetahui keaktifan siswa, soal evaluasi dan LKS, serta didukung dengan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri Ungaran I mengalami peningkatan dengan penerapan pembelajaran kontektual. Peningkatan tersebut melalui terciptanya kegiatan pembelajaran yang mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yang meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

(11)

ix

ABSTRACT

IMPLEMENTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TO IMPROVE THE QUALITY OF TEACHING AND LEARNING PROCESS

AND RESULT ON SOCIAL SCIENCE VA GRADERS OF UNGARAN I ELEMENTARY SCHOOL

Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

This research was aimed to improve the quality of teaching and learning that appear on the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning. Quality processes focus on the attention and students active involvement in the learning processes, meanwhile the quality of the results was obtained from the evaluation questions and the students' atmosphere is not conducive and also affect the learning outcomes of students that are still less than optimal. To solve this problems, researcher choose contextual teaching and learning with applicate the seven komponents. Data collection techniques in this research were questionnaires to determine the attention, observation to determine the active involvement of the student, evaluation questions and worksheets to determine the learning results, and supported by interviews.

The results showed that the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning can be improved. The improvement through the teaching and learning processes refers to the seven components that concists of constructivism contextual learning, asking questions, finding, learning community, modeling, reflection, and the outentic assessment.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Sembah, puji, dan syukur kami naikkan ke hadirat Bapa, Putera, dan Roh

Kudus yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga skripsi dengan

judul PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKTUAL UNTUK

MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES

PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I dapat peneliti

selesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana kependidikan pada Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan

Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan skripsi ini banyak

pihak yang terlibat memberi bimbingan dan bantuan baik secara material maupun

spiritual. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D selaku dosen pembimbing yang selalu

menemani, membimbing, menginspirasi, dan mendoakan peneliti dengan

penuh komitmen dan kesetiaan.

(13)

xi

4. Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan dorongan, motivasi, bimbingan kepada peneliti.

5. Kuswandi, S.Pd. Selaku kepala SD Negeri Ungaran I, Yogyakarta yang telah

memberikan ijin kepeda peneliti untuk melaksanakan penelitian ini.

6. Pak Mulyono selaku guru kelas VA SD Negeri Ungaran I dan partner peneliti

yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

7. Siswa kelas V SD Negeri Ungaran I selaku subjek dari penelitian ini.

8. Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah

memberikan pengetahuan selama proses perkuliahan.

9. Bapak, ibu, dan kedua kakakku tersayang yang tak hentinya berdoa dan

berharap serta selalu memberikan bantuan dan dukungan baik secara material

maupun spiritual.

10.Teman-teman yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini khususnya, Mbak Primandani, Pak Hans, Eka Yus,

Laura, Mas Wahyu, Vivin, Cik Yeng, Hema, Puje, Lely, Vita, Uswa, Ipin,

Novi, Endah, Aprilia, Galih, dan Prima.

11.Papahku tersayang Yoakhim Riwi Tiyoso yang selalu setia menemani,

membantu, memberi semangat, dan yang selalu ada dikala suka maupun duka

dalam proses penulisan skirpsi ini.

Yogyakarta

, 7

Juni 2013

Peneliti,

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 11

1.3 Perumusan Masalah ... 11

1.4 Tujuan Penelitian ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

(15)

xiii BAB II TINJAUAN LITERATUR

2.1 Kajian Pustaka ... 16

2.1.1 Teori yang Mendukung ... 16

2.1.1.1 Pembelajaran Kontruktivis ... 16

2.1.1.2 Pembelajaran Kontekstual ... 18

2.1.2 Kualitas Proses Pembelajaran ... 28

2.1.2.1 Perhatian ... 30

2.1.2.2 Keterlibatan Aktif ... 32

2.1.3 Hasil Belajar ... 35

2.1.4 Belajar dan Pembelajaran ... 36

2.1.4.1 Belajar ... 36

2.1.4.2 Pembelajaran ... 37

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial ... 39

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 43

2.3 Kerangka Berpikir ... 51

2.4 Hipotesis Tindakan ... 53

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 54

3.2 Setting Penelitian ... 55

3.3 Rencana Tindakan ... 56

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5 Instrumen Penelitian ... 62

(16)

xiv

3.7 Analisis Data ... 81

3.8 Indikator Keberhasilan ... 82

3.9 Jadwal Penelitian ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 86

4.1.1 Kegiatan Perencanaan ... 86

4.1.2 Kegiatan Pelaksanaan ... 87

4.1.3 Observasi ... 89

4.1.4 Refleksi ... 89

4.2 Kualitas Proses pembelajaran ... 93

4.2.1 Perhatian ... 93

4.2.2 Keterlibatan Aktif ... 97

4.3 Hasil Belajar... 105

4.3 Pembahasan ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 128

5.2 Saran ... 130

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitas Prose dan hasil Pembelajaran IPS

di Kelas VA SD N Ungaran 1 ... 5

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas V Semester 2 43 Tabel 3. Indikator dan Instrumen Penelitian ... 63

Tabel 4. Kisi-kisi Kuesioner Perhatian ... 64

Tabel 5. Pedoman Penskoran ... 66

Tabel 6. Perhitungan Nilai Menggunakan PAN Tipe I ... 67

Tabel 7. Lembar Observasi Kualitas Pembelajaran ... 68

Tabel 8. Rubrik Penilaian Soal Evaluasi ... 69

Tabel 9. Rubrik Penilaian Lembar Kerja Siswa ... 70

Tabel 10. Kriteria Reliabilitas ... 72

Tabel 11. Hasil Perhitungan Validasi Silabus ... 74

Tabel 12. Hasil Perhitungan Validasi RPP ... 75

Tabel 13. Kisi-kisi Kuesioner untuk Item-item Valid ... 77

Tabel 14. Reliabilitas Kuesioner Perhatian ... 79

Tabel 15. Hasil Perhitungan Pearson Correlation Soal Evaluasi ... 80

Tabel 16. Reliabiilitas Soal Evaluasi ... 80

Tabel 17. Indikator Keberhasilan Proses dan Hasil Belajar dalam Siklus Pertama ... 82

Tabel 18. Jadwal Penelitian... 85

Tabel 19. Kegiatan Pembelajaran ... 87

(18)

xvi

Tabel 21. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Tertarik pada

Suatu Objek ... 94

Tabel 22. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Mengarahkan Reseptor Sensori yang Sesuai ke Arah Objek ... 95

Tabel 23. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Memusatkan Pikiran pada Suatu Objek ... 96

Tabel 24. Partisipasi Siswa dalam Mengajukan Ide/Pertanyaan ... 97

Tabel 25. Partisipasi Siswa dalam Menjawab Pertanyaan ... 98

Tabel 26. Interaksi Siswa dalam Kelompok ... 105

Tabel 27. Kemampuan Kelompok dalam Mengerjakan LKS ... 106

Tabel 28. Kondisi Awal, Indikator Keberhasilan Tindakan, dan Realisasi Tindakan ... 107

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Permasalahan ... 8

Gambar 2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pembelajaran... 39

Gambar 3. Skema Penelitian yang Relevan ... 51

Gambar 4. Siklus PTK menurut Kemmis & Taggart ... 56

Gambar 5. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan I ... 100

Gambar 6. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan II ... 102

Gambar 7. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan III ... 104

Gambar 8. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan I ... 114

Gambar 9. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan II ... 114

Gambar 10. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan III ... 116

Gambar 11. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan I ... 117

Gambar 12. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan II ... 118

Gambar 13. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan III ... 119

Gambar 14. Poster yang Dibuat oleh Kelompok I ... 121

Gambar 15. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Baik ... 122

Gambar 16. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Kurang Baik ... 123

Gambar 17. Refleksi Salah Satu Anggota Kelompok VI ... 125

Gambar 18. Refleksi Fikri ... 126

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 136

Lampiran 2. Perangkat Pembelaajran Sebelum Validasi ... 138

Lampiran 3. Perangkat Pembelajaran Sesudah Validasi ... 173

Lampiran 4. Validitas Perangkat Pembelajaran ... 194

Lampiran 5. Contoh Hasil Kerja Siswa ... 200

Lampiran 6. Validasi Kuesioner ... 214

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kuesioner ... 228

Lampiran 8. Hasil Observasi Siswa ... 264

Lampiran 9. Hasil Belajar Siswa ... 266

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan terdapat enam hal yang akan diuraikan oleh peneliti.

Enam hal tersebut adalah latar belakang masalah, pembatasan masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi

operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Guru memiliki tugas dan tanggungjawab yang tidak mudah. Menurut Peter

(dalam Sudjana, 2000: 15) ada tiga tugas dan tanggungjawab guru, yaitu guru

sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, dan guru sebagai administrator kelas.

Tugas dan tanggungjawab guru sebagai pengajar yaitu menyampaikan ilmu

pengetahuan atau materi pelajaran sedemikian rupa sehingga mampu merangsang

siswa memperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkannya sesuai dengan

kreativitas siswa. Tanggungjawab guru sebagai pembimbing merupakan

tanggungjawab dimana guru membantu masalah siswa yang berhubungan dengan

belajarnya dan membantu siswa untuk mengembangkan kepribadian baik siswa.

Guru sebagai administrator kelas maka guru yang bertanggungjawab untuk

keefektifan kegiatan pembelajaran dan situasi kelas yang kondusif untuk belajar.

Tidak dapat dipungkiri bahwa situasi kelas atau lingkungan pembelajaran yang

kondusif akan sangat membantu untuk mencapai proses pembelajaran yang

efektif.

Pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran yang berhasil

(22)

2

dapat tercapai dengan baik diperlukan suatu proses pembelajaran yang

berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas dapat dilihat dari terciptanya iklim

kelas yang kondusif. Iklim kelas yang kondusif ditandai dengan adanya perhatian

dan keterlibatan yang aktif baik pada pihak guru maupun siswa yang didasari

dengan perasaan senang, terbuka dan tanpa adanya rasa takut, serta tidak ada pula

tekanan-tekanan yang dilakukan oleh guru kepada siswa-siswanya (Maswardi,

dalam Aunurahman, 1998).

Menarik perhatian dan keterlibatan siswa yang aktif dalam pembelajaran

masuk dalam tanggungjawab guru sebagai pengajar. Dalam hal ini, guru dituntut

untuk bisa menciptakan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan siswa

belajar. Guru bertugas memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar

dengan mudah. Sementara siswa harus aktif mencari informasi, memecahkan

masalah, mengemukakan gagasan dan berlatih agar mempunyai kemampuan baru

yang bersifat permanen (Gora, 2010: 10)

Namun demikian, hal ideal seperti dipaparkan di atas belum tentu terjadi

di realita pembelajaran yang ada di sekolah, misalnya di SD Negeri Ungaran I.

Berdasarkan wawancara dengan guru kelas VA SD Negeri Ungaran I pada tanggal

18 September 2012, diperoleh keterangan bahwa pembelajaran di kelas VA dirasa

kurang kondusif. Menurut beliau, kurang kondusifnya pelaksanaan pembelajaran

di kelas VA SD Negeri Ungaran I adalah siswa yang cenderung ramai dan ribut

sekali ketika guru sedang menjelaskan. Selain itu, guru juga mengatakan bahwa

fasilitas sekolah masih kurang untuk mendukung proses pembelajaran, seperti

(23)

dan kurang melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran dan cenderung sibuk

dengan aktifitasnya sendiri. “Biasanya untuk menarik perhatian mereka, saya sesekali menunjuk siswa yang nilainya masih agak kurang dan kurang

memperhatikan pada saat saya menjelaskan” jelas guru kelas ketika ditanya

bagaimana caranya suapaya siswa bisa terlibat dalam pembelajaran. Selain itu,

guru juga mengatakan “Belum lagi mbak, setiap ada guru mapel yang baru pertama masuk di kelas saya, selesai mengajar pasti mengatakan, uedyan tenan pak, kelase ramene pol (gila benar pak, kelasnya ramai sekali)”, jelas guru kelas lebih lanjut. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya guru kelas yang

merasakan dan menganggap kelas tersebut memiliki tingkat keramaian (noise level) yang lebih tinggi dari kelas lain (guru kelas, komunikasi pribadi, 18 September 2012).

Hasil wawancara tersebut ditindaklanjuti dengan kegiatan observasi oleh

peneliti. Observasi pertama dilaksanakan pada tanggal 18 September 2012. Saat

itu adalah jam tambahan dari guru dan aktifitas yang dilakukan adalah

mengerjakan soal IPS yang didiktekan guru. Pada observasi tersebut, terlihat

bahwa siswa yang duduk di bagian belakang lebih sering asyik berbicara dan

bercanda dengan teman yang duduk di dekatnya dengan topik di luar pelajaran

ketika guru sedang diam atau tidak mebacakan soal. Suara mereka cukup

terdengar oleh peneliti dan teman-teman yang lainnya. Ada pula siswa yang

terlihat melamun dan tidak mendengarkan atau mengikuti apa yang dikatakan

guru, dan dia pada saat itu justru ke belakang dan minum. Sebanyak 5 dari 34

(24)

4

sebenarnya sudah diulang beberapa kali oleh guru. Untuk menenangkan kelas

yang dilakukan guru pada saat itu adalah berkata-kata dengan volume yang keras

ketika ada siswa yang tidak memperhatikan, ribut dengan suara yang

mengganggu, atau banyak bertanya.

Observasi kedua yang dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2013. Dalam

pelajaran IPS hari ini, materi yang diajarkan adalah tentang perlawanan terhadap

penjajah di berbagai daerah. Guru terlihat mendominasi pelajaran. Metode yang

digunakan untuk menyampaikan materi, yaitu ceramah dan tanya jawab. Selama

pembelajaran hanya ada dua dari 34 siswa yang berinisiatif bertanya kepada guru.

Salah satu pertanyaan, “Pak, kenapa sih, Pattimura punya dua nama, marahi(membuat) bingung?”. Kemudian guru menjelaskan, “Pattimura adalah nama yang dikenal ketika ia menjadi tentara Inggris dengan pangkat sersan mayor. Nah, sebelum terkenal dengan nama Kapitan Pattimura, beliau punya nama kecil, yaitu ...”. “Thomas Matulessy”, jawab siswa yang bertanya. Selain dua siswa yang bertanya, delapan siswa juga menjawab pertanyaan karena

ditunjuk oleh guru. Guru menunjuk siswa yang ramai dengan temannya atau yang

terlihat melamun dan tidak memperhatikan.

Berdasarkan wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa, dan

berdasarkan hasil observasi, serta kuesioner maka peneliti melakukan pengkajian

diagnostik terhadap suasana kelas ketika proses pembelajaran dilaksanakan untuk

mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi. Hasil pengkajian dan refleksi dapat

mengidentifikasi gejala kurangnya kualitas proses dan hasil pembelajaran kelas

VA SD Negeri Ungaran I disajikan dalam Tabel 1.

(25)

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran IPS di Kelas VA SD Negeri Ungaran I

Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data

Perhatian

Tertarik pada suatu objek

Kesukaan terhadap pelajaran IPS

Berdasarkan kuesioner dan didukung dengan observasi pembelajaran dan wawancara dengan siswa dan guru diperoleh data bahwa terdapat delapan dari 34 siswa atau 23,52% mengaku cukup menyukai pelajaran IPS

(lampiran hal. 228-229)

Berdasarkan kuesioner dengan didukung wawancara guru dan siswa diperoleh keterangan bahwa terdapat 11 siswa yang memiliki ketertarikan terhadap pembelajaran IPS atau sebesar 32,35% (lampiran hal.230-231 )

32,35%

Dari kuesioner yang dibagikan untuk data awal dietahui bahwa ada 18 siswa mengaku melihat ke guru ketika guru menjelaskan. Pada saat didukung dengan observasi peneliti menjumpai metode yang digunakan guru adalah ceramah sehingga siswa lebih terlihat pasif dan aktivitas yang mungkin adalah mendengarkan. Selain

mendengarkan, terdapat 18 siswa yang membuka buku dan sesekali melihat ke buku IPS

(lampiran hal.232-233 )

Berdasarkan kuesioner diketahui bahwa terdapat 14 siswa yang memberi perhatian terhadap penjelasan guru. Didukung dengan wawancara guru yang mengatakan

41,18%

(26)

6

Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data kurang dari 50% jumlah siswa yang memperhatikan

penjelasan guru (lampiran hal. 234-235).

wawancara guru

Mencatat materi IPS yang diajarkan

Berdasarkan observasi dan hasil kuesioner ditemukan bahwa siswa yang memiliki catatan yang cukup lengkap tentang materi IPS adalah sejumlah 17 siswa atau 50% (lampiran hal. 236-237).

Berdasarkan kuesioner, wawancara dengan guru dan siswa diperoleh keterangan informasi bahwa terdapat 6 siswa yang perhatian terhadap materi IPS dan mengikuti pembelajaran IPS dengan baik (lampiran hal.238-239 ).

17,65%

Berdasarkan kuesioner dan wawancara siswa diperoleh informasi bahwa terdapat 11 siswa yang mengaku memahami materi IPS dan tahu apa yang dipelajari, sedangkan siswa lain mengaku sedikit memahami dan hanya menghafalkan (lampiran hal.240-241 ).

32,35%

Dalam observasi pembelajaran dijumpai dua siswa yang mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi, sedangkan siswa lain hanya diam, atau bahkan ada yang berbicara dengan teman.

8,82%

Dalam dua kali observasi, metode yang digunakan guru adalah ceramah dan tidak ada diskusi. Siswa juga dalam mengerjakan tugas secara individu. Interaksi yang terjadi hanyalah interaksi untuk kepentingan siswa sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran.

0%

Siswa yang menjawab pertanyaan dari guru biasanya

adalah siswa yang ditunjuk oleh guru. Berdasarkan 41,18%

(27)

Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data pertanyaan pertanyaan dari

guru

observasi, diketahui terdapat 12 siswa ditunjuk oleh guru untuk menjawab dan hanya ada dua siswa berinisiatif tunjuk jari untuk menjawab pertanyaan dari guru.

guru,wawancara

Siswa bekerja secara individu dan guru kurang memfasilitasi menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran IPS sehingga siswa tidak menanggapi atau menjawab pertanyaan teman kecuali jika ditunjuk guru. Dalam observasi terlihat bahwa guru sempat meminta konfirmasi dari empat teman berkaitan dengan

pertanyaan siswa.

Interaksi antarsiswa yang terkait dengan pembelajaran tidak terjadi karena siswa belajar secara individu. Metode yang digunakan guru adalah ceramah dan tidak ada diskusi. Siswa juga dalam mengerjakan tugas secara individu. Interaksi yang terjadi hanyalah interaksi untuk kepentingan siswa sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran.

Pada saat observasi, siswa hanya mendengarkan dan guru tidak menyediakan LKS untuk mereka kerjakan yang sesuai dengan materi, kegiatan, dan bahan ajar.

0%

Observasi, wawancara

Daya serap siswa Kemampuan siswa menjawab soal evaluasi

Berdasarkan rata-rata dari nilai Ulangan Harian, nilai Ulangan Tengah Semester dan nilai Ulangan Kenaikan Kelas semester lalu terdapat 12 siswa tidak lulus KKM atau belum melampaui nilai 72 (lampiran hal. 267).

64,71%

(28)

8

Berdasarkan keterangan guru dan beberapa fenomena yang teramati dalam

proses pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri Ungaran I dapat diidentifikasi

dalam peta permasalahan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Permasalahan

Dari skema di atas, dapat dilihat bahwa pengelolaan pembelajaran

berpengaruh untuk mencapai proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif.

Pengelolaan pengajaran berkaitan dengan materi yang diberikan kepada siswa

menggunakan metode mengajar tertentu untuk menarik perhatian dan keterlibatan

aktif siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran yang efektif (Rohani,

2004:123). Pengelolaan pembelajaran yang baik akan mampu menciptakan suatu

pembelajaran berkualitas, suasana yang kondusif dan siswa memberikan perhatian

dan aktif terlibat dalam aktivitas pembelajaran.

Berdasarkan skema di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan situasi

dan kondisi pembelajaran yang kurang kondusif di kelas VA SD Negeri Ungaran I

adalah siswa kurangnya perhatian dan keterlibatan aktif siswa terhadap aktivitas Pengelolaan

(29)

pembelajaran. Oleh karena itu, siswa menjadi kurang melibatkan diri dalam

aktivitas pembelajaran. Siswa yang kurang terlibat dengan aktivitas pembelajaran

akan lebih cenderung melibatkan diri pada aktivitas lain di luar aktivitas

pembelajaran, misalnya berbicara dengan teman atau memainkan barang-barang

yang ada di sekitarnya. Aktivitas lain di luar pembelajaran yang dilakukan siswa

biasanya akan mengganggu proses pembelajaran, menjadikan situasi

pembelajaran tidak kondusif dan proses pembelajaran dirasa kurang optimal.

Untuk menarik perhatian dan keterlibatan siswa bisa dilakukan dengan

cara merencanakan pembelajaran yang menarik dan memberi kesempatan untuk

siswa aktif mempelajari materi. Sesuai dengan filsafat konstruktivisme yang

menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri oleh siswa

sehingga siswa sendirilah yang harus aktif untuk belajar. Ada banyak metode

pembelajaran yang menarik dan dapat mengaktifkan siswa, seperti Problem Based Learning, Inquiry Based Learning, Cooperative Learning, dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). Untuk mengatasi akar permasalahan yang sudah diungkapkan sebelumnya, peneliti memilih

menggunakan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL).

Pembelajaran kontekstual atau CTL merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

(30)

10

terdapat tujuh komponen. Komponen tersebut, yaitu konstruktivisme, bertanya,

menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

Pembelajaran kontekstual dipilih untuk memecahkan masalah kurangnya

perhatian dan keterlibatan aktif siswa karena dalam pembelajaran kontekstual

terdapat tujuh komponen yang mampu menarik perhatian dan membuat siswa

terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga memungkinkan untuk siswa

berinteraksi dengan teman, guru, maupun lingkungan dan benda yang mendukung

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, ciri utama dari pembelajaran

kontekstual adalah penemuan makna (Johnson: 2010, 35). Penemuan makna

dalam pembelajaran kontekstual akan muncul dalam refleksi dengan dukungan

aktivitas pembelajaran yang sesuai atau komponen-komponen dalam

pembelajaran kontekstual.

Penggunaan CTL juga mendapat dukungan dari sebuah penelitian oleh

Sinaga (2010) yang berjudul Meningkatkan Keterlibatan dan Prestasi Belajar IPS

Melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas IV SD Kanisius Sengkan

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010-2011. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa

penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterlibatan dan prestasi

belajar IPS pada pokok bahasan kenampakan alam dan keanekaragaman sosial

budaya. Dukungan dari penelitian yang berikutnya adalah oleh Purwanta (2010)

dengan judul Penggunaan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kualitas

Proses dan Hasil Belajar Siswa kelas IV SD Negeri Samirono Yogyakarta pada

Mata Pelajaran IPS. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan penilain berbasis

(31)

keseluruhan. Peningkatan kualitas pembelajaran dengan penerapan penilaian

berbasis kelas dan memperbanyak aktifitas siswa untuk mengkonstruksi

pengetahuan secara mandiri.

1.2 Pembatasan Masalah

Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat menarik perhatian

dan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran IPS, yaitu Cooperative Learning, Problem Based Learning, Inkuiry Based Learning, Brain Based Learning dan pembelajaran kontekstual. Tetapi karena penelitian ini dibatasi oleh waktu dan materi IPS yang terlalu luas serta banyaknya fenomena perilaku siswa

yang terjadi dalam proses pembelajaran, maka peneliti menentukan pembatasan

masalah yang akan diteliti, yaitu penelitian ini dilaksanakan dengan berfokus pada

meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri

Ungaran I semester genap tahun pelajaran 2012/2013 dengan menggunakan

pembelajaran kontekstual. Fokus kualitas proses dalam penelitian menuju pada

perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran IPS dan kualitas hasil

dilihat dari kemampuan kelompok mengerjakan LKS dan kemampuan siswa

mengerjakan soal evaluasi.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian

ini dirancang untuk menjawab masalah penelitian:

1.3.1 Bagaimana pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam upaya

meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas VA SD Negeri Ungaran I

(32)

12

1.3.2 Bagaimana pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam upaya

meningkatkan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I Tahun

Ajaran 2012/2013?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Mengetahui pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya

meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri

Ungaran I Tahun Ajaran 2012/2013. Kualitas proses pembelajaran yang

menjadi fokus adalah perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam

pembelajaran IPS.

1.4.2 Mengetahui pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya

meningkatkan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I Tahun

Ajaran 2012/2013. Hasil belajar IPS kelas VA yang menjadi fokus adalah

kemampuan kelompok dalam mengerjakan LKS dan daya serap siswa atau

kemampuan siswa dalam mengerjakan soal evaluasi dalam pembelajaran

IPS.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti, guru,

siswa, pimpinan sekolah, program studi/pimpinan universitas pada umumnya.

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana penerapan

pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar

siswa dalam mata pelajaran IPS.

Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman baru dalam

(33)

penelitian selanjutnya. Disamping itu, penelitian ini juga dapat menambah

wawasan baru tentang model pembelajaran inovatif yang digunakan dalam proses

pembelajaran selain model pembelajaran tradisional (ceramah) sehingga mampu

meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Penelitian ini juga

memberikan pengetahuan baru tentang cara meningkatkan kualitas proses

pembelajaran dan hasil belajar IPS di kelas V.

Bagi guru yang bersangkutan, penelitian ini dapat bermanfaat untuk

meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Selain itu,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu alternatif pilihan lain dalam

guru melakukan pembelajaran selanjutnya.

Bagi siswa, hasil penelitian ini merupakan bentuk latihan untuk

mengendalikan dan bertanggung jawab dalam bertingkah laku di dalam kelas

terutama pada saat melakukan aktivitas pembelajaran. Selain itu, mereka juga

lebih berkembang dalam sikap kepedulian dan tanggung jawab sosialnya karena

siswa mendapatkan kesempatan untuk merefleksikan perbuatannya ketika dia

melakuakan suatu perbuatan yang bersifat mengganggu proses kegiatan

pembelajaran.

Bagi pimpinan sekolah hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran

sekaligus masukan dalam rangka membuat kebijakan dan pembinaan untuk

mengatasi permasalahan tertentu. Permasalahan tersebut, misalnya permasalahan

yang berkaitan dengan tugas guru sebagai pengajar dan pembimbing yang

(34)

14

Bagi bidang keilmuan, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pertimbangan atas pengelolaan kegiatan pembelajaran yang efektif dan

menyenangkan. Dengan demikian, pembelajaran akan mampu menciptakan suatu

lingkungan belajar yang kondusif sehingga tercapai pembelajaran yang efektif.

Bagi Universitas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi

untuk penelitian selanjutnya dan menambah referensi tentang penelitian tindakan

kelas. Informasi yang dapat diambil antara lain tentang penerapan pembelajaran

kontektual.

1.6 Definisi Operasional

Adanya definisi operasional bertujuan agar istilah atau konsep yang

dipakai tidak menimbulkan pertanyaan dan tidak menimbulkan multi tafsir.

Definisi operasioanl yang dipakai adalah sebagai berikut.

1.6.1 Kualitas proses pembelajaran merupakan persoalan bagaimana kegiatan

pembelajaran yang dilakukan berjalan baik. Kualitas proses yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam

pembelajaran.

1.6.2 Perhatian adalah proses pemusatan baik pikiran (mental) maupun fisik

terhadap suatu objek. Objek dalam hal ini adalah guru, siswa atau teman,

dan bahan ajar.

1.6.3 Keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran merupakan tindakan atau

tingkah laku siswa ikut berpartisipasi dalam pembelajaran secara

menyeluruh, seperti kegiatan mengemukakan gagasan/ide/pertanyaan baik

(35)

dan berinteraksi dengan guru atau teman sesuai kegiatan pembelajaran yang

dilakukan. Keterlibatan aktif merupakan wujud keaktifan siswa dalam

pembelajaran.

1.6.4 Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku baik yang terjadi secara

fisik maupun mental. Hasil belajar dalam pembelajaran disebut dengan

prestasi belajar. Hasil belajar dari penelitian ini dilihat dari kemampuan

kelompok mengerjakan LKS dan daya serap siswa (kemampuan siswa

mengerjakan soal evaluasi).

1.6.5 Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan salah satu pembelajaran yang membantu siswa untuk membuat

hubungan antara pengetahuan yang diterima (materi yang diberikan oleh

guru) pada saat pembelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan nyata

siswa.

1.6.6 Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin

ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang

diorganisasikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan

(36)

16

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

Bagian tinjauan literatur terdapat empat hal yang dibahas. Empat hal

tersebut adalah kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan

hipotesis tindakan. Kajian teori berisi tentang teori konstruktivis, pembelajaran

kontekstual, perhatian, keterlibatan aktif, hasil belajar, dan Ilmu pengetahuan

Sosial (IPS). Penelitian yang relevan berisi lima penelitian yang pernah dilakukan

oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan variable dan treatmen yang sama

dengan yang akan digunakan oleh peneliti dan sudah terbukti berhasil dalam

penelitiannya. Pada kerangka berpikir berisi mengenai alur penelitian yang

dilakukan oleh peneliti. Sedangkan pada hipotesis tindakan diuraikan tentang

dugaan sementara dari peneliti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian

ini

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Pembelajaran Konstruktivis

Pembelajaran konstruktivis berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Menurut

Glasersfeld (dalam Komalasari, 2011: 15) menyatakan bahwa konstruktivisme

adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita

adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pernyataan tersebut didukung dengan

pernyataan Piaget (dalam Suparno, 2001: 122) yang juga menyatakan teori

(37)

(konstruksi) orang itu sendiri. Bila orang itu adalah siswa, maka pengetahuan itu

adalah bentukan siswa sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah sesuatu

yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang tetapi sesuatu yang kita

bentuk sendiri dalam pikiran kita (Suparno, 2007:8). Siswa sendirilah yang yang

harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap

pengalaman mereka (Lorbarch & Tobin dalam Komalasari, 2011: 15).

Glasersfeld (dalam Komalasari, 2011: 15-16) menyebutkan beberapa

kemampuan yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Pertama,

kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan

ini sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan

pengalamn-pengalaman tersebut. Kedua adalah kemampuan membandingkan,

mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan.

Kemampuan membandingkan penting untuk dapat menarik sifat yang lebih umum

dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan dari

pengalamannya untuk membuat klasfikasi dan membangun suatu pengetahuan.

Ketiga, yaitu kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada

yang lain untuk memunculkan nilai dari pengalaman yang terbentuk

Menurut Suyono & Hariyanto (2011: 107) prinsip dalam konstruktivisme,

yaitu belajar merupakan pencarian makna dari apa yang dipelajari. Pemaknaan

memerlukan pemahaman bahwa keseluruhan (wholes) itu sama pentingnya seperti bagian-bagiannya. Sedangkan bagian-bagian harus dipahami dalam konteks

(38)

18

mengkonstruksi makna dari pengetahuan yang dipelajari dan tidak sekedar

mengingat jawaban yang benar dan menolak makna milik orang lain.

2.1.1.2 Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan

demikian, siswa belajar dengan cara mengalami bukan mengetahui dan siswa

belajar dari pengalamannya secara langsung ketika berinteraksi dengan

lingkungannya (Riyanto, 2010: 163). Hal tersebut juga didukung oleh Nurhadi

(dalam Sugiyanto, 2009: 14) yang mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual

adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi

yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam

kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pendapat lain menurut Nurhadi (2003: 3)

pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menggabungkan isi

kandungan pembelajaran dengan pengalaman harian individu, pengalaman dalam

masyarakat dan alam peserta didik. Dalam Johnson (2007: 83) kata konteks

berasal dari kata kerja Latin contexere yang berarti menjalin bersama. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang

berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya. Sehingga dapat diartikan

bahwa kontekstual sebagai keadaan yang berhubungan dengan lingkungan atau

(39)

yang memanfaatkan lingkungan sekitar siswa dalam proses pembelajaran.

Blanchard (dalam Trianto, 2009: 105) juga menambahkan pembelajaran

kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dalam

pengalaman sesungguhnya. Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dimana

pada saat pembelajaran berlangsung guru memfasilitasi dan memotivasi siswa

untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan

dalam kehidupan sehari-hari siswa sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.

Pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar dengan

pembelajaran yang diikuti, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan

yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam pembelajaran

kontekstual siswa perlu mengetahui makna, manfaat, dan tujuan dari proses

belajarnya. Oleh karena itu, proses dalam pembelajaran menjadi penting agar apa

yang dilakukan siswa dapat berguna bagi kehidupanya.

CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif.

Komponen-komponen tersebut, meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat

belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu

bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Riyanto,

2010: 169). Siswa akan belajar lebih bermakna ketika membangun

(40)

20

Rusman (2010: 193), yaitu konstruktivisme merupakan landasan berpikir

(filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan

bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan

diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui

pengalaman nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan

bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman

belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep

atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata

terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kehidupan siswa (Rusman,

2010:195-196).

2. Bertanya

Bertanya merupakan unsur utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya

dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau

kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong

pada kualitas dan produktivitas pembelajaran. Alasan jika pengembangan

bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya,

maka dapat menggali informasi, mengecek pengetahuan siswa, membangkitkan

respon siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal

yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa, membangkitkan lebih

banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan menyegarkan kembali pengetahuan yang

telah dimiliki siswa (Rusman, 2010:195).

(41)

3. Menemukan

Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis

CTL. Pengetahun dari keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat

seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Aktivitas inquiri juga

merupakan aktivitas yang mengkombinasikan seluruh keterampilan berpikir

seperti memproses informasi, menggunakan nalar, kreatifitas, dan evaluasi

(A’Echevarria, 2008: 68). CTL dengan pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan) secara prinsip tidak banyak berbeda, intinya sama,

yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu

maupun secara kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan

pengalaman masing-masing (Rusman, 2010: 194).

4. Masyarakat Belajar

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk

melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman

belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai

pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.

Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.

Seorang guru yang mengajar siswanya bukanlah contoh masyarakat belajar karena

hanya siswa yang belajar. dalam masyarakat belajar dua kelompok atau lebih yang

(42)

22

bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya

(Riyanto, 2010: 173).

5. Pemodelan

Guru dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki akan

mengalami hambatan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan

kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model

dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa

memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan membantu mengatasi

keterbatasan yang dimiliki oleh guru (Rusman, 2010: 196-197).

Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau

pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru oleh siswa (Kunandar, 2009:

313). Pemodelan penting dalam pembelajaran kontekstual karena dengan adanya

pemodelan dan kontekstual siswa akan terhindar dari pengetahuan yang bersifat

abstrak. Pemodelan dapat dilakukan oleh guru dalam bentuk demonstrasi,

memperagakan suatu contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Akan tetapi,

guru bukan satu-satunya model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan

siswa, mendatangkan sumber ahli ke kelas, atau guru bisa menggunakan

gambar-gambar dan video (Komalasari, 2011: 12).

6. Refleksi

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan pada masa lalu

(Riyanto, 2010: 174). Rusman (2010: 197) juga mengatakan bahwa refleksi

(43)

Dengan kata lain refleksi adalah berpikir kebelakang tentang apa yang sudah

dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai

struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari

pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi siswa diberi kesempatan untuk

mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi

dengan dirinya sendiri (learning to be).

Melalui pembelajaran CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan

dimiliki ketika siswa berada di kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu adalah

bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar dari kelas, yaitu pada

saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahn nyata yang

dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan

manakala pengalaman belajar itu telah terinternalisasi dalam setiap jiwa siswa dan

di sinilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan

pembelajaran (Rusman, 2010:197). Selain itu, dalam kegiatan reflaksi juga akan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan penilaian terhadap

tingkah laku atau hal-hal yang telah siswa perbuat selama proses pembelajaran

berlangsung.

7. Penilaian Autentik

Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang

amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil

pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan data

(44)

24

pengalaman belajar siswa. Gambaran tentang kemajuan belajar siswa diperlukan

di sepanjang proses pembelajaran, maka penilaian tidak hanya dilakukan di akhir

program pembelajaran, akan tetapi secara integral dilakukan selama proses

pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut guru akan secara nyata mengetahui

tingkat kemampuan siswa yang sebenarnya (Rusman, 2010:198).

Selain ketujuh komponen tersebut, Nurhadi (2003: 40) mengatakan

bahwa pembelajaran kontekstual memiliki ciri-ciri, antara lain pembelajaran

dilaksanakan dalam konteks autentik atau sebenarnya. Selain itu, siswa diberikan

kesempatan untuk mengerjakan tugas yang bermakna atau pembelajaran yang

dilaksanakan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.

Pembelajaran juga dapat dilakukan dengan cara berkelompok, berdiskusi, saling

mengoreksi antar teman dan memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa

kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara siswa satu dengan

lainnya. Sesuatu yang tidak kalah penting adalah pembelajaran dilaksanakan

dalam situasi yang menyenangkan dan dilaksanakan secara aktif, kreatif,

produktif, dan mementingkan kerjasama.

Selain ciri-ciri dari pembelajaran kontekstual yang telah disebutkan, Bern

& Erickson (dalam Komalasari, 2010: 23) mengemukakan lima strategi dalam

mengimplementasikan pembelajaran kontekstual. Strategi tersebut adalah

pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah untuk mengumpulkan dan menyatukan informasi

serta mempresentasikan penemuan. Strategi berikutnya, yaitu pembelajaran

(45)

kelompok belajar kecil dimana guru memberi aktivitas kepada siswa untuk

bekerja bersama sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu,

pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dengan mendorong siswa untuk bekerja secara mandiri membangun kegiatan pembelajaran dan pada akhir

pembelajaran siswa menghasilkan karya nyata. Kemudian ada pula strategi

pembelajaran pelayanan (service learning) dengan guru memberikan aktivitas kepada siswa untuk bekerja sama dengan masyarakat yaitu dengan

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di

masyarakat melalui proyek dan aktivitas, dan pembelajaran berbasis kerja ( work-based learning) dengan mendorong siswa untuk menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran. Selain itu, Nurhadi (2003: 50) juga

menambahkan strategi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran

kontekstual. Strategi tersebut, antara lain 1) pembelajaran berbasis masalah, 2)

memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar, 3)

memberi aktivitas kelompok, 4) membuat aktivitas belajar mandiri, 5) membuat

aktivitas belajar bekerjasama dengan teman, dan 6) menerapkan penilaian

autentik.

Johnson (dalam Sugiyanto, 2009: 15) mengatakan tentang tiga prinsip

dalam CTL. Prinsip pertama adalah CTL mencerminkan prinsip

kesaling-bergantungan. Prinsip kesaling-bergantungan memungkinkan siswa untuk

membuat hubungan yang bermakna, berpikir kreatif dan kritis. Prinsip ini dapat

juga membentuk sikap kerja sama pada siswa. Dengan adanya bekerja sama,

(46)

26

pemecahan masalah. Dalam prinsip ini pendidik bertindak hanya menolong para

siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna. Prinsip kedua

adalah CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Dalam prinsip ini siswa ditantang

untuk mencipta keunikan, keragaman dan kreativitas terhadap kegiatan

pembelajarn. Selain itu, prinsip deferensiasi mengajak siswa untuk bekerja sama

dengan orang lain. Melalui prinsip ini siswa belajar untuk mampu menyatukan

perbedaan dan bekerja sama dalam menemukan makna dalam setiap

pembelajaran. Prinsip ketiga adalah CTL mencerminkan prinsip pengaturan diri.

Prinsip pengaturan diri mendorong para pendidik untuk membantu siswa mencari

dan menemukan kemampuan, minat dan potensi siswa yang berbeda. Proses

belajar dapat bermakna jika siswa terlibat secara aktif dan mengalami sendiri apa

yang dipelajari dalam kegiatan pembelajaran. Siswa sendirilah yang harus

mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap

pengalaman-pengalaman mereka (Komalasari, 2011: 15).

Johnson (dalam Komalasari, 2011: 7-8) mengidentifikasi delapan

karakteristik pembelajaran kontekstual. Karakteristik pertama, melakukan

hubungan yang bermakna (making meaningful connections), artinya siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam

mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri

atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat

(learning by doing). Kedua, melakukan kegiatan penting (doing significant work), artinya siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks

(47)

masyarakat. Ketiga, belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), yaitu siswa melakukan kegiatan penting ada hubungannya dengan orang lain, penentuan

pilihan, dan ada produk/hasil yang nyata. Keempat, bekerja sama (collaborating), artinya siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa secara efektif dalam

kelompok, membantu mereka memahami bagaiman mereka saling memengaruhi

dan saling berkomunikasi. Kelima, berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), artinya siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisi, memecahkan masalah, membuat

keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti. Keenam, mengasuh atau

memelihara pribadi siswa (nurturing the individual), artinya siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang

tinggi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Ketujuh, mencapai standar yang

tinggi (reaching high standards), artinya siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya,

dan kedelapan menggunakan penilaian autentik (using authentic assesment). Setelah karakteristik tersebut, Riyanto (2009: 168) menambahkan tentang

penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Beliau mengatakan bahwa sebuah

kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika menerapkan ketujuh

komponen utama pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat

diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang

bagaimanapun keadaannya. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas

dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu kembangkan pikiran bahwa anak

(48)

28

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, laksanakanlah

sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik, kembangkan sifat ingin tahu

siswa dengan bertanya, ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam

kelompok-kelompok), hadirkan model sebagai contoh pembelajaran, lakukan refleksi di

akhir pertemuan dan lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara bukan

hanya dengan tes.

2.1.2 Kualitas Proses Pembelajaran

Kualitas proses pembelajaran merupakan persoalan bagaimana kegiatan

pembelajaran yang dilakukan berjalan baik. Kualitas proses pembelajaran menurut

Amin (2012) merupakan salah satu titik tolak ukur yang dapat menentukan

berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Yang dimaksud proses pembelajaran

di sini adalah efektif tidaknya proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan

pembelajaran. Rohmad (dalam Amin, 2012) mengatakan bahwa proses

pembelajaran yang akan membuahkan hasil belajar yang dicapai siswa

dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari lingkungan dan faktor dari

diri siswa seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan

belajar, ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik dan psikis serta faktor utama

yaitu kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk cepat memahami segala

sesuatu.

Sabri (dalam Amin, 2012) juga menambahkan tiga unsur yang sangat

mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi guru, karakteristik kelas

dan karakteristik sekolah. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan secara

(49)

mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah satu proses yang terjadinya interaksi

antara pendidik dan siswa, salah satu yang mempengaruhi kualitas pembelajaran

adalah guru (dalam hal ini adalah kompetensi yang dimilikinya). Dengan asumsi,

bahwa guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Ini

tidaklah berarti mengesampingkan variabel lain, yaitu seperti media pembelajaran.

Selain karena faktor guru, kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh

karakteristik kelas. Karakteristik kelas antara lain besarnya kelas (class size).

Artinya, banyak sedikitnya jumlah peserta didik yang mengikuti proses

pengajaran. Berikutnya adalah suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis

akan memberi peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingan dengan

suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas penuh pada guru. Selain

itu, pemanfaatan fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Sering kita temukan

dalam proses belajar di kelas bahwa guru sebagai sumber belajar satu-satunya.

Padahal seharusnya peserta didik diberi kesempatan untuk berperan sebagai

sumber belajar dalam proses belajar. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas

pembelajaran di sekolah adalah karakteristik sekolah itu sendiri, yang mana

sangat berkaitan erat dengan disiplin (tata tertib) sekolah, media pembelajaran

yang dimiliki, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika dan etika

dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman, kepuasan peserta didik, bersih,

rapi dan memberikan inspirasi. Dalam penelitian ini, faktor dari kualitas

pembelajaran yang menjadi fokus adalah faktor dari siswa terutama untuk

Gambar

Gambar 3. Skema Penelitian yang Relevan
Gambar 4. Siklus PTK Menurut Kemmis dan Taggart
Tabel 3. Indikator dan Instrumen Penelitian
Tabel 4. Kisi-kisi Kuisioner Perhatian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan ( ex aequo et bono ) dan

Jumlah peserta yang mendaftar sampai dengan sebelum dimulainya Rapat Penjelasan Pekerjaan (Aanwijzing) berjumlah 12 (Dua Belas) Peserta.. Tidak

ditinjau dalam struktural rumah konstruksi kayu memakai kayu sebagai komponen utama rumah,ditinjau dari struktural rumah konstruksi beton bertulang yaitu pencucian

Implementasi Need Assessment dalam Pengelolaan Pendidikan di SDIT al Firdaus Banjarmasin .... Implementasi Need Assessment dalam Pengelolaan Pendidikan

Tentunya, upaya pengembangan individu dalam skala yang lebih luas ini harus dilakukan juga oleh orang tua dalam membina karakter anak-anaknya di dalam

Faktor sosial individu menganggap bahwa orang-orang lain yang penting menyakinkannya untuk menggunakan atau tidak menggunakan sistem informasi baru. (Handayani

Untuk Kegiatan Non Fisik Pada Kantor Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya

Dari hasil penganalisaan yang telah dilakukan, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan analisa rata-rata (Mean), didapatkan jumlah rata-rata sebesar 3,21 yang