ABSTRAK
PENERAPAN PEMEBLAJARAN KONTEKTUAL UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I
Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses belajar yang nampak pada kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I melalui penerapan pembelajaran kontekstual. Kualitas proses yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perhatian dan keaktifan siswa terhadap pembelajaran, sedangkan kualitas hasil diperoleh dari soal evaluasi dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Subjek dari penelitian ini adalah siswa Kelas VA SD Negeri Ungaran I. Penelitian ini berlangsung dalam satu siklus dengan kegiatan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Latar belakang dari penelitian ini adalah dijumpainya siswa yang kurang perhatian dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan suasana kelas kurang kondusif dan berpengaruh pula pada hasil belajar siswa yang masih kurang optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti memilih menggunakan pembelajaran kontekstual dengan penerapan tujuh komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui perhatian, observasi untuk mengetahui keaktifan siswa, soal evaluasi dan LKS, serta didukung dengan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri Ungaran I mengalami peningkatan dengan penerapan pembelajaran kontektual. Peningkatan tersebut melalui terciptanya kegiatan pembelajaran yang mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yang meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.
ABSTRACT
IMPLEMENTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TO IMPROVE THE QUALITY OF TEACHING AND LEARNING PROCESS
AND RESULT ON SOCIAL SCIENCE VA GRADERS OF UNGARAN I ELEMENTARY SCHOOL
Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
This research was aimed to improve the quality of teaching and learning that appear on the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning. Quality processes focus on the attention and students active involvement in the learning processes, meanwhile the quality of the results was obtained from the evaluation questions and the students' atmosphere is not conducive and also affect the learning outcomes of students that are still less than optimal. To solve this problems, researcher choose contextual teaching and learning with applicate the seven komponents. Data collection techniques in this research were questionnaires to determine the attention, observation to determine the active involvement of the student, evaluation questions and worksheets to determine the learning results, and supported by interviews.
The results showed that the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning can be improved. The improvement through the teaching and learning processes refers to the seven components that concists of constructivism contextual learning, asking questions, finding, learning community, modeling, reflection, and the outentic assessment.
Keywords: attention, active involvement, results learning, contextual learning and learning
i
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL
BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh:
Triyanti Fitasari
091134126
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
SKRIPSI
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL
BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I
Oleh:
Triyanti Fitasari
NIM : 091134126
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I
E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A.Ed.D. Tanggal 7 Juni 2013
Pembimbing II
Eny Winarti,S.Pd, M.Hum., Ph.D. Tanggal 7 Juni 2013
iii
SKRIPSI
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL
BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Triyanti Fitasari
NIM : 091134126
Telah dipertanggungjawabkan di depan penguji
pada tanggal 12 Juni 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. ...
Sekretaris : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D ...
Anggota 1 : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D ...
Anggota 2 : Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. ...
Anggota 3 :Theresia Yunia S., S.Pd., M.Hum. ...
Yogyakarta, 12 Juni 2013
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan mencurahkan kasihNya
padaku
Bapak, ibu, dan kedua kakakku, dan Papah Yoa tersayang selaku keluarga
yang tak hentinya berdoa dan berharap serta selalu memberikan bantuan
dan dukungan baik secara material maupun spiritual
E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D dan Eny Winarti, M.Hum., Ph.D.
selaku dosen pembimbing yang selalu menemani, membimbing,
menginspirasi, dan memotivasi serta mendoakan peneliti dengan penuh
komitmen dan kesetiaan.
Teman-teman yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini khususnya, Mbak Primandani, Pak Hans, Eka
Yus, Laura, Mas Wahyu, Vivin, Cik Yeng, Hema, Puje, Lely, Vita, Uswa,
Ipin, Novi, Endah, Aprilia, Galih, dan Prima
Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah membentukku
menjadi seseorang yang lebih berkualitas berkualitas
v
MOTTO
Pada hati yang tertambat sesama, ilmu tak mungkin membisu
Keberanian bukan berarti tidak mempunyai rasa takut melainkan berani
bertindak walau merasa takut
Thinking globally and act locally
Talk Less, Do More!!
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 April 2013
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Triyanti Fitasari
NIM : 091134126
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PENERAPAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN
PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA
SD NEGERI UNGARAN I beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian,
saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internat atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 30 Mei 2013
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
PENERAPAN PEMEBLAJARAN KONTEKTUAL UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I
Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses belajar yang nampak pada kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I melalui penerapan pembelajaran kontekstual. Kualitas proses yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perhatian dan keaktifan siswa terhadap pembelajaran, sedangkan kualitas hasil diperoleh dari soal evaluasi dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Subjek dari penelitian ini adalah siswa Kelas VA SD Negeri Ungaran I. Penelitian ini berlangsung dalam satu siklus dengan kegiatan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Latar belakang dari penelitian ini adalah dijumpainya siswa yang kurang perhatian dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan suasana kelas kurang kondusif dan berpengaruh pula pada hasil belajar siswa yang masih kurang optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti memilih menggunakan pembelajaran kontekstual dengan penerapan tujuh komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui perhatian, observasi untuk mengetahui keaktifan siswa, soal evaluasi dan LKS, serta didukung dengan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri Ungaran I mengalami peningkatan dengan penerapan pembelajaran kontektual. Peningkatan tersebut melalui terciptanya kegiatan pembelajaran yang mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yang meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.
ix
ABSTRACT
IMPLEMENTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TO IMPROVE THE QUALITY OF TEACHING AND LEARNING PROCESS
AND RESULT ON SOCIAL SCIENCE VA GRADERS OF UNGARAN I ELEMENTARY SCHOOL
Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
This research was aimed to improve the quality of teaching and learning that appear on the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning. Quality processes focus on the attention and students active involvement in the learning processes, meanwhile the quality of the results was obtained from the evaluation questions and the students' atmosphere is not conducive and also affect the learning outcomes of students that are still less than optimal. To solve this problems, researcher choose contextual teaching and learning with applicate the seven komponents. Data collection techniques in this research were questionnaires to determine the attention, observation to determine the active involvement of the student, evaluation questions and worksheets to determine the learning results, and supported by interviews.
The results showed that the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning can be improved. The improvement through the teaching and learning processes refers to the seven components that concists of constructivism contextual learning, asking questions, finding, learning community, modeling, reflection, and the outentic assessment.
x
KATA PENGANTAR
Sembah, puji, dan syukur kami naikkan ke hadirat Bapa, Putera, dan Roh
Kudus yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga skripsi dengan
judul PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKTUAL UNTUK
MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES
PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I dapat peneliti
selesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana kependidikan pada Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan
Universitas Sanata Dharma.
Peneliti menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan skripsi ini banyak
pihak yang terlibat memberi bimbingan dan bantuan baik secara material maupun
spiritual. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. selaku Ketua Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D selaku dosen pembimbing yang selalu
menemani, membimbing, menginspirasi, dan mendoakan peneliti dengan
penuh komitmen dan kesetiaan.
xi
4. Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan dorongan, motivasi, bimbingan kepada peneliti.
5. Kuswandi, S.Pd. Selaku kepala SD Negeri Ungaran I, Yogyakarta yang telah
memberikan ijin kepeda peneliti untuk melaksanakan penelitian ini.
6. Pak Mulyono selaku guru kelas VA SD Negeri Ungaran I dan partner peneliti
yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
7. Siswa kelas V SD Negeri Ungaran I selaku subjek dari penelitian ini.
8. Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah
memberikan pengetahuan selama proses perkuliahan.
9. Bapak, ibu, dan kedua kakakku tersayang yang tak hentinya berdoa dan
berharap serta selalu memberikan bantuan dan dukungan baik secara material
maupun spiritual.
10.Teman-teman yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini khususnya, Mbak Primandani, Pak Hans, Eka Yus,
Laura, Mas Wahyu, Vivin, Cik Yeng, Hema, Puje, Lely, Vita, Uswa, Ipin,
Novi, Endah, Aprilia, Galih, dan Prima.
11.Papahku tersayang Yoakhim Riwi Tiyoso yang selalu setia menemani,
membantu, memberi semangat, dan yang selalu ada dikala suka maupun duka
dalam proses penulisan skirpsi ini.
Yogyakarta
, 7
Juni 2013Peneliti,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Pembatasan Masalah ... 11
1.3 Perumusan Masalah ... 11
1.4 Tujuan Penelitian ... 12
1.5 Manfaat Penelitian ... 12
xiii BAB II TINJAUAN LITERATUR
2.1 Kajian Pustaka ... 16
2.1.1 Teori yang Mendukung ... 16
2.1.1.1 Pembelajaran Kontruktivis ... 16
2.1.1.2 Pembelajaran Kontekstual ... 18
2.1.2 Kualitas Proses Pembelajaran ... 28
2.1.2.1 Perhatian ... 30
2.1.2.2 Keterlibatan Aktif ... 32
2.1.3 Hasil Belajar ... 35
2.1.4 Belajar dan Pembelajaran ... 36
2.1.4.1 Belajar ... 36
2.1.4.2 Pembelajaran ... 37
2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial ... 39
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 43
2.3 Kerangka Berpikir ... 51
2.4 Hipotesis Tindakan ... 53
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 54
3.2 Setting Penelitian ... 55
3.3 Rencana Tindakan ... 56
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60
3.5 Instrumen Penelitian ... 62
xiv
3.7 Analisis Data ... 81
3.8 Indikator Keberhasilan ... 82
3.9 Jadwal Penelitian ... 85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 86
4.1.1 Kegiatan Perencanaan ... 86
4.1.2 Kegiatan Pelaksanaan ... 87
4.1.3 Observasi ... 89
4.1.4 Refleksi ... 89
4.2 Kualitas Proses pembelajaran ... 93
4.2.1 Perhatian ... 93
4.2.2 Keterlibatan Aktif ... 97
4.3 Hasil Belajar... 105
4.3 Pembahasan ... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 128
5.2 Saran ... 130
5.3 Keterbatasan Penelitian ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 132
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitas Prose dan hasil Pembelajaran IPS
di Kelas VA SD N Ungaran 1 ... 5
Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas V Semester 2 43 Tabel 3. Indikator dan Instrumen Penelitian ... 63
Tabel 4. Kisi-kisi Kuesioner Perhatian ... 64
Tabel 5. Pedoman Penskoran ... 66
Tabel 6. Perhitungan Nilai Menggunakan PAN Tipe I ... 67
Tabel 7. Lembar Observasi Kualitas Pembelajaran ... 68
Tabel 8. Rubrik Penilaian Soal Evaluasi ... 69
Tabel 9. Rubrik Penilaian Lembar Kerja Siswa ... 70
Tabel 10. Kriteria Reliabilitas ... 72
Tabel 11. Hasil Perhitungan Validasi Silabus ... 74
Tabel 12. Hasil Perhitungan Validasi RPP ... 75
Tabel 13. Kisi-kisi Kuesioner untuk Item-item Valid ... 77
Tabel 14. Reliabilitas Kuesioner Perhatian ... 79
Tabel 15. Hasil Perhitungan Pearson Correlation Soal Evaluasi ... 80
Tabel 16. Reliabiilitas Soal Evaluasi ... 80
Tabel 17. Indikator Keberhasilan Proses dan Hasil Belajar dalam Siklus Pertama ... 82
Tabel 18. Jadwal Penelitian... 85
Tabel 19. Kegiatan Pembelajaran ... 87
xvi
Tabel 21. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Tertarik pada
Suatu Objek ... 94
Tabel 22. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Mengarahkan Reseptor Sensori yang Sesuai ke Arah Objek ... 95
Tabel 23. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Memusatkan Pikiran pada Suatu Objek ... 96
Tabel 24. Partisipasi Siswa dalam Mengajukan Ide/Pertanyaan ... 97
Tabel 25. Partisipasi Siswa dalam Menjawab Pertanyaan ... 98
Tabel 26. Interaksi Siswa dalam Kelompok ... 105
Tabel 27. Kemampuan Kelompok dalam Mengerjakan LKS ... 106
Tabel 28. Kondisi Awal, Indikator Keberhasilan Tindakan, dan Realisasi Tindakan ... 107
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Permasalahan ... 8
Gambar 2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pembelajaran... 39
Gambar 3. Skema Penelitian yang Relevan ... 51
Gambar 4. Siklus PTK menurut Kemmis & Taggart ... 56
Gambar 5. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan I ... 100
Gambar 6. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan II ... 102
Gambar 7. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan III ... 104
Gambar 8. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan I ... 114
Gambar 9. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan II ... 114
Gambar 10. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan III ... 116
Gambar 11. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan I ... 117
Gambar 12. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan II ... 118
Gambar 13. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan III ... 119
Gambar 14. Poster yang Dibuat oleh Kelompok I ... 121
Gambar 15. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Baik ... 122
Gambar 16. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Kurang Baik ... 123
Gambar 17. Refleksi Salah Satu Anggota Kelompok VI ... 125
Gambar 18. Refleksi Fikri ... 126
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 136
Lampiran 2. Perangkat Pembelaajran Sebelum Validasi ... 138
Lampiran 3. Perangkat Pembelajaran Sesudah Validasi ... 173
Lampiran 4. Validitas Perangkat Pembelajaran ... 194
Lampiran 5. Contoh Hasil Kerja Siswa ... 200
Lampiran 6. Validasi Kuesioner ... 214
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kuesioner ... 228
Lampiran 8. Hasil Observasi Siswa ... 264
Lampiran 9. Hasil Belajar Siswa ... 266
1
BAB I PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan terdapat enam hal yang akan diuraikan oleh peneliti.
Enam hal tersebut adalah latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi
operasional.
1.1 Latar Belakang Masalah
Guru memiliki tugas dan tanggungjawab yang tidak mudah. Menurut Peter
(dalam Sudjana, 2000: 15) ada tiga tugas dan tanggungjawab guru, yaitu guru
sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, dan guru sebagai administrator kelas.
Tugas dan tanggungjawab guru sebagai pengajar yaitu menyampaikan ilmu
pengetahuan atau materi pelajaran sedemikian rupa sehingga mampu merangsang
siswa memperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkannya sesuai dengan
kreativitas siswa. Tanggungjawab guru sebagai pembimbing merupakan
tanggungjawab dimana guru membantu masalah siswa yang berhubungan dengan
belajarnya dan membantu siswa untuk mengembangkan kepribadian baik siswa.
Guru sebagai administrator kelas maka guru yang bertanggungjawab untuk
keefektifan kegiatan pembelajaran dan situasi kelas yang kondusif untuk belajar.
Tidak dapat dipungkiri bahwa situasi kelas atau lingkungan pembelajaran yang
kondusif akan sangat membantu untuk mencapai proses pembelajaran yang
efektif.
Pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran yang berhasil
2
dapat tercapai dengan baik diperlukan suatu proses pembelajaran yang
berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas dapat dilihat dari terciptanya iklim
kelas yang kondusif. Iklim kelas yang kondusif ditandai dengan adanya perhatian
dan keterlibatan yang aktif baik pada pihak guru maupun siswa yang didasari
dengan perasaan senang, terbuka dan tanpa adanya rasa takut, serta tidak ada pula
tekanan-tekanan yang dilakukan oleh guru kepada siswa-siswanya (Maswardi,
dalam Aunurahman, 1998).
Menarik perhatian dan keterlibatan siswa yang aktif dalam pembelajaran
masuk dalam tanggungjawab guru sebagai pengajar. Dalam hal ini, guru dituntut
untuk bisa menciptakan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan siswa
belajar. Guru bertugas memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar
dengan mudah. Sementara siswa harus aktif mencari informasi, memecahkan
masalah, mengemukakan gagasan dan berlatih agar mempunyai kemampuan baru
yang bersifat permanen (Gora, 2010: 10)
Namun demikian, hal ideal seperti dipaparkan di atas belum tentu terjadi
di realita pembelajaran yang ada di sekolah, misalnya di SD Negeri Ungaran I.
Berdasarkan wawancara dengan guru kelas VA SD Negeri Ungaran I pada tanggal
18 September 2012, diperoleh keterangan bahwa pembelajaran di kelas VA dirasa
kurang kondusif. Menurut beliau, kurang kondusifnya pelaksanaan pembelajaran
di kelas VA SD Negeri Ungaran I adalah siswa yang cenderung ramai dan ribut
sekali ketika guru sedang menjelaskan. Selain itu, guru juga mengatakan bahwa
fasilitas sekolah masih kurang untuk mendukung proses pembelajaran, seperti
dan kurang melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran dan cenderung sibuk
dengan aktifitasnya sendiri. “Biasanya untuk menarik perhatian mereka, saya sesekali menunjuk siswa yang nilainya masih agak kurang dan kurang
memperhatikan pada saat saya menjelaskan” jelas guru kelas ketika ditanya
bagaimana caranya suapaya siswa bisa terlibat dalam pembelajaran. Selain itu,
guru juga mengatakan “Belum lagi mbak, setiap ada guru mapel yang baru pertama masuk di kelas saya, selesai mengajar pasti mengatakan, uedyan tenan pak, kelase ramene pol (gila benar pak, kelasnya ramai sekali)”, jelas guru kelas lebih lanjut. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya guru kelas yang
merasakan dan menganggap kelas tersebut memiliki tingkat keramaian (noise level) yang lebih tinggi dari kelas lain (guru kelas, komunikasi pribadi, 18 September 2012).
Hasil wawancara tersebut ditindaklanjuti dengan kegiatan observasi oleh
peneliti. Observasi pertama dilaksanakan pada tanggal 18 September 2012. Saat
itu adalah jam tambahan dari guru dan aktifitas yang dilakukan adalah
mengerjakan soal IPS yang didiktekan guru. Pada observasi tersebut, terlihat
bahwa siswa yang duduk di bagian belakang lebih sering asyik berbicara dan
bercanda dengan teman yang duduk di dekatnya dengan topik di luar pelajaran
ketika guru sedang diam atau tidak mebacakan soal. Suara mereka cukup
terdengar oleh peneliti dan teman-teman yang lainnya. Ada pula siswa yang
terlihat melamun dan tidak mendengarkan atau mengikuti apa yang dikatakan
guru, dan dia pada saat itu justru ke belakang dan minum. Sebanyak 5 dari 34
4
sebenarnya sudah diulang beberapa kali oleh guru. Untuk menenangkan kelas
yang dilakukan guru pada saat itu adalah berkata-kata dengan volume yang keras
ketika ada siswa yang tidak memperhatikan, ribut dengan suara yang
mengganggu, atau banyak bertanya.
Observasi kedua yang dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2013. Dalam
pelajaran IPS hari ini, materi yang diajarkan adalah tentang perlawanan terhadap
penjajah di berbagai daerah. Guru terlihat mendominasi pelajaran. Metode yang
digunakan untuk menyampaikan materi, yaitu ceramah dan tanya jawab. Selama
pembelajaran hanya ada dua dari 34 siswa yang berinisiatif bertanya kepada guru.
Salah satu pertanyaan, “Pak, kenapa sih, Pattimura punya dua nama, marahi(membuat) bingung?”. Kemudian guru menjelaskan, “Pattimura adalah nama yang dikenal ketika ia menjadi tentara Inggris dengan pangkat sersan mayor. Nah, sebelum terkenal dengan nama Kapitan Pattimura, beliau punya nama kecil, yaitu ...”. “Thomas Matulessy”, jawab siswa yang bertanya. Selain dua siswa yang bertanya, delapan siswa juga menjawab pertanyaan karena
ditunjuk oleh guru. Guru menunjuk siswa yang ramai dengan temannya atau yang
terlihat melamun dan tidak memperhatikan.
Berdasarkan wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa, dan
berdasarkan hasil observasi, serta kuesioner maka peneliti melakukan pengkajian
diagnostik terhadap suasana kelas ketika proses pembelajaran dilaksanakan untuk
mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi. Hasil pengkajian dan refleksi dapat
mengidentifikasi gejala kurangnya kualitas proses dan hasil pembelajaran kelas
VA SD Negeri Ungaran I disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran IPS di Kelas VA SD Negeri Ungaran I
Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data
Perhatian
Tertarik pada suatu objek
Kesukaan terhadap pelajaran IPS
Berdasarkan kuesioner dan didukung dengan observasi pembelajaran dan wawancara dengan siswa dan guru diperoleh data bahwa terdapat delapan dari 34 siswa atau 23,52% mengaku cukup menyukai pelajaran IPS
(lampiran hal. 228-229)
Berdasarkan kuesioner dengan didukung wawancara guru dan siswa diperoleh keterangan bahwa terdapat 11 siswa yang memiliki ketertarikan terhadap pembelajaran IPS atau sebesar 32,35% (lampiran hal.230-231 )
32,35%
Dari kuesioner yang dibagikan untuk data awal dietahui bahwa ada 18 siswa mengaku melihat ke guru ketika guru menjelaskan. Pada saat didukung dengan observasi peneliti menjumpai metode yang digunakan guru adalah ceramah sehingga siswa lebih terlihat pasif dan aktivitas yang mungkin adalah mendengarkan. Selain
mendengarkan, terdapat 18 siswa yang membuka buku dan sesekali melihat ke buku IPS
(lampiran hal.232-233 )
Berdasarkan kuesioner diketahui bahwa terdapat 14 siswa yang memberi perhatian terhadap penjelasan guru. Didukung dengan wawancara guru yang mengatakan
41,18%
6
Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data kurang dari 50% jumlah siswa yang memperhatikan
penjelasan guru (lampiran hal. 234-235).
wawancara guru
Mencatat materi IPS yang diajarkan
Berdasarkan observasi dan hasil kuesioner ditemukan bahwa siswa yang memiliki catatan yang cukup lengkap tentang materi IPS adalah sejumlah 17 siswa atau 50% (lampiran hal. 236-237).
Berdasarkan kuesioner, wawancara dengan guru dan siswa diperoleh keterangan informasi bahwa terdapat 6 siswa yang perhatian terhadap materi IPS dan mengikuti pembelajaran IPS dengan baik (lampiran hal.238-239 ).
17,65%
Berdasarkan kuesioner dan wawancara siswa diperoleh informasi bahwa terdapat 11 siswa yang mengaku memahami materi IPS dan tahu apa yang dipelajari, sedangkan siswa lain mengaku sedikit memahami dan hanya menghafalkan (lampiran hal.240-241 ).
32,35%
Dalam observasi pembelajaran dijumpai dua siswa yang mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi, sedangkan siswa lain hanya diam, atau bahkan ada yang berbicara dengan teman.
8,82%
Dalam dua kali observasi, metode yang digunakan guru adalah ceramah dan tidak ada diskusi. Siswa juga dalam mengerjakan tugas secara individu. Interaksi yang terjadi hanyalah interaksi untuk kepentingan siswa sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran.
0%
Siswa yang menjawab pertanyaan dari guru biasanya
adalah siswa yang ditunjuk oleh guru. Berdasarkan 41,18%
Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data pertanyaan pertanyaan dari
guru
observasi, diketahui terdapat 12 siswa ditunjuk oleh guru untuk menjawab dan hanya ada dua siswa berinisiatif tunjuk jari untuk menjawab pertanyaan dari guru.
guru,wawancara
Siswa bekerja secara individu dan guru kurang memfasilitasi menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran IPS sehingga siswa tidak menanggapi atau menjawab pertanyaan teman kecuali jika ditunjuk guru. Dalam observasi terlihat bahwa guru sempat meminta konfirmasi dari empat teman berkaitan dengan
pertanyaan siswa.
Interaksi antarsiswa yang terkait dengan pembelajaran tidak terjadi karena siswa belajar secara individu. Metode yang digunakan guru adalah ceramah dan tidak ada diskusi. Siswa juga dalam mengerjakan tugas secara individu. Interaksi yang terjadi hanyalah interaksi untuk kepentingan siswa sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran.
Pada saat observasi, siswa hanya mendengarkan dan guru tidak menyediakan LKS untuk mereka kerjakan yang sesuai dengan materi, kegiatan, dan bahan ajar.
0%
Observasi, wawancara
Daya serap siswa Kemampuan siswa menjawab soal evaluasi
Berdasarkan rata-rata dari nilai Ulangan Harian, nilai Ulangan Tengah Semester dan nilai Ulangan Kenaikan Kelas semester lalu terdapat 12 siswa tidak lulus KKM atau belum melampaui nilai 72 (lampiran hal. 267).
64,71%
8
Berdasarkan keterangan guru dan beberapa fenomena yang teramati dalam
proses pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri Ungaran I dapat diidentifikasi
dalam peta permasalahan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema Permasalahan
Dari skema di atas, dapat dilihat bahwa pengelolaan pembelajaran
berpengaruh untuk mencapai proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif.
Pengelolaan pengajaran berkaitan dengan materi yang diberikan kepada siswa
menggunakan metode mengajar tertentu untuk menarik perhatian dan keterlibatan
aktif siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran yang efektif (Rohani,
2004:123). Pengelolaan pembelajaran yang baik akan mampu menciptakan suatu
pembelajaran berkualitas, suasana yang kondusif dan siswa memberikan perhatian
dan aktif terlibat dalam aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan skema di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan situasi
dan kondisi pembelajaran yang kurang kondusif di kelas VA SD Negeri Ungaran I
adalah siswa kurangnya perhatian dan keterlibatan aktif siswa terhadap aktivitas Pengelolaan
pembelajaran. Oleh karena itu, siswa menjadi kurang melibatkan diri dalam
aktivitas pembelajaran. Siswa yang kurang terlibat dengan aktivitas pembelajaran
akan lebih cenderung melibatkan diri pada aktivitas lain di luar aktivitas
pembelajaran, misalnya berbicara dengan teman atau memainkan barang-barang
yang ada di sekitarnya. Aktivitas lain di luar pembelajaran yang dilakukan siswa
biasanya akan mengganggu proses pembelajaran, menjadikan situasi
pembelajaran tidak kondusif dan proses pembelajaran dirasa kurang optimal.
Untuk menarik perhatian dan keterlibatan siswa bisa dilakukan dengan
cara merencanakan pembelajaran yang menarik dan memberi kesempatan untuk
siswa aktif mempelajari materi. Sesuai dengan filsafat konstruktivisme yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri oleh siswa
sehingga siswa sendirilah yang harus aktif untuk belajar. Ada banyak metode
pembelajaran yang menarik dan dapat mengaktifkan siswa, seperti Problem Based Learning, Inquiry Based Learning, Cooperative Learning, dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). Untuk mengatasi akar permasalahan yang sudah diungkapkan sebelumnya, peneliti memilih
menggunakan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL).
Pembelajaran kontekstual atau CTL merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
10
terdapat tujuh komponen. Komponen tersebut, yaitu konstruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.
Pembelajaran kontekstual dipilih untuk memecahkan masalah kurangnya
perhatian dan keterlibatan aktif siswa karena dalam pembelajaran kontekstual
terdapat tujuh komponen yang mampu menarik perhatian dan membuat siswa
terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga memungkinkan untuk siswa
berinteraksi dengan teman, guru, maupun lingkungan dan benda yang mendukung
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, ciri utama dari pembelajaran
kontekstual adalah penemuan makna (Johnson: 2010, 35). Penemuan makna
dalam pembelajaran kontekstual akan muncul dalam refleksi dengan dukungan
aktivitas pembelajaran yang sesuai atau komponen-komponen dalam
pembelajaran kontekstual.
Penggunaan CTL juga mendapat dukungan dari sebuah penelitian oleh
Sinaga (2010) yang berjudul Meningkatkan Keterlibatan dan Prestasi Belajar IPS
Melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas IV SD Kanisius Sengkan
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010-2011. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterlibatan dan prestasi
belajar IPS pada pokok bahasan kenampakan alam dan keanekaragaman sosial
budaya. Dukungan dari penelitian yang berikutnya adalah oleh Purwanta (2010)
dengan judul Penggunaan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kualitas
Proses dan Hasil Belajar Siswa kelas IV SD Negeri Samirono Yogyakarta pada
Mata Pelajaran IPS. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan penilain berbasis
keseluruhan. Peningkatan kualitas pembelajaran dengan penerapan penilaian
berbasis kelas dan memperbanyak aktifitas siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri.
1.2 Pembatasan Masalah
Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat menarik perhatian
dan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran IPS, yaitu Cooperative Learning, Problem Based Learning, Inkuiry Based Learning, Brain Based Learning dan pembelajaran kontekstual. Tetapi karena penelitian ini dibatasi oleh waktu dan materi IPS yang terlalu luas serta banyaknya fenomena perilaku siswa
yang terjadi dalam proses pembelajaran, maka peneliti menentukan pembatasan
masalah yang akan diteliti, yaitu penelitian ini dilaksanakan dengan berfokus pada
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri
Ungaran I semester genap tahun pelajaran 2012/2013 dengan menggunakan
pembelajaran kontekstual. Fokus kualitas proses dalam penelitian menuju pada
perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran IPS dan kualitas hasil
dilihat dari kemampuan kelompok mengerjakan LKS dan kemampuan siswa
mengerjakan soal evaluasi.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian
ini dirancang untuk menjawab masalah penelitian:
1.3.1 Bagaimana pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas VA SD Negeri Ungaran I
12
1.3.2 Bagaimana pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam upaya
meningkatkan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I Tahun
Ajaran 2012/2013?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Mengetahui pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya
meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri
Ungaran I Tahun Ajaran 2012/2013. Kualitas proses pembelajaran yang
menjadi fokus adalah perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam
pembelajaran IPS.
1.4.2 Mengetahui pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya
meningkatkan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I Tahun
Ajaran 2012/2013. Hasil belajar IPS kelas VA yang menjadi fokus adalah
kemampuan kelompok dalam mengerjakan LKS dan daya serap siswa atau
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal evaluasi dalam pembelajaran
IPS.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti, guru,
siswa, pimpinan sekolah, program studi/pimpinan universitas pada umumnya.
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana penerapan
pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar
siswa dalam mata pelajaran IPS.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman baru dalam
penelitian selanjutnya. Disamping itu, penelitian ini juga dapat menambah
wawasan baru tentang model pembelajaran inovatif yang digunakan dalam proses
pembelajaran selain model pembelajaran tradisional (ceramah) sehingga mampu
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Penelitian ini juga
memberikan pengetahuan baru tentang cara meningkatkan kualitas proses
pembelajaran dan hasil belajar IPS di kelas V.
Bagi guru yang bersangkutan, penelitian ini dapat bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu alternatif pilihan lain dalam
guru melakukan pembelajaran selanjutnya.
Bagi siswa, hasil penelitian ini merupakan bentuk latihan untuk
mengendalikan dan bertanggung jawab dalam bertingkah laku di dalam kelas
terutama pada saat melakukan aktivitas pembelajaran. Selain itu, mereka juga
lebih berkembang dalam sikap kepedulian dan tanggung jawab sosialnya karena
siswa mendapatkan kesempatan untuk merefleksikan perbuatannya ketika dia
melakuakan suatu perbuatan yang bersifat mengganggu proses kegiatan
pembelajaran.
Bagi pimpinan sekolah hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
sekaligus masukan dalam rangka membuat kebijakan dan pembinaan untuk
mengatasi permasalahan tertentu. Permasalahan tersebut, misalnya permasalahan
yang berkaitan dengan tugas guru sebagai pengajar dan pembimbing yang
14
Bagi bidang keilmuan, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pertimbangan atas pengelolaan kegiatan pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan. Dengan demikian, pembelajaran akan mampu menciptakan suatu
lingkungan belajar yang kondusif sehingga tercapai pembelajaran yang efektif.
Bagi Universitas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi
untuk penelitian selanjutnya dan menambah referensi tentang penelitian tindakan
kelas. Informasi yang dapat diambil antara lain tentang penerapan pembelajaran
kontektual.
1.6 Definisi Operasional
Adanya definisi operasional bertujuan agar istilah atau konsep yang
dipakai tidak menimbulkan pertanyaan dan tidak menimbulkan multi tafsir.
Definisi operasioanl yang dipakai adalah sebagai berikut.
1.6.1 Kualitas proses pembelajaran merupakan persoalan bagaimana kegiatan
pembelajaran yang dilakukan berjalan baik. Kualitas proses yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam
pembelajaran.
1.6.2 Perhatian adalah proses pemusatan baik pikiran (mental) maupun fisik
terhadap suatu objek. Objek dalam hal ini adalah guru, siswa atau teman,
dan bahan ajar.
1.6.3 Keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran merupakan tindakan atau
tingkah laku siswa ikut berpartisipasi dalam pembelajaran secara
menyeluruh, seperti kegiatan mengemukakan gagasan/ide/pertanyaan baik
dan berinteraksi dengan guru atau teman sesuai kegiatan pembelajaran yang
dilakukan. Keterlibatan aktif merupakan wujud keaktifan siswa dalam
pembelajaran.
1.6.4 Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku baik yang terjadi secara
fisik maupun mental. Hasil belajar dalam pembelajaran disebut dengan
prestasi belajar. Hasil belajar dari penelitian ini dilihat dari kemampuan
kelompok mengerjakan LKS dan daya serap siswa (kemampuan siswa
mengerjakan soal evaluasi).
1.6.5 Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan salah satu pembelajaran yang membantu siswa untuk membuat
hubungan antara pengetahuan yang diterima (materi yang diberikan oleh
guru) pada saat pembelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan nyata
siswa.
1.6.6 Pendidikan IPS merupakan penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin
ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan
16
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
Bagian tinjauan literatur terdapat empat hal yang dibahas. Empat hal
tersebut adalah kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan
hipotesis tindakan. Kajian teori berisi tentang teori konstruktivis, pembelajaran
kontekstual, perhatian, keterlibatan aktif, hasil belajar, dan Ilmu pengetahuan
Sosial (IPS). Penelitian yang relevan berisi lima penelitian yang pernah dilakukan
oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan variable dan treatmen yang sama
dengan yang akan digunakan oleh peneliti dan sudah terbukti berhasil dalam
penelitiannya. Pada kerangka berpikir berisi mengenai alur penelitian yang
dilakukan oleh peneliti. Sedangkan pada hipotesis tindakan diuraikan tentang
dugaan sementara dari peneliti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
ini
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Pembelajaran Konstruktivis
Pembelajaran konstruktivis berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Menurut
Glasersfeld (dalam Komalasari, 2011: 15) menyatakan bahwa konstruktivisme
adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita
adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pernyataan tersebut didukung dengan
pernyataan Piaget (dalam Suparno, 2001: 122) yang juga menyatakan teori
(konstruksi) orang itu sendiri. Bila orang itu adalah siswa, maka pengetahuan itu
adalah bentukan siswa sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang tetapi sesuatu yang kita
bentuk sendiri dalam pikiran kita (Suparno, 2007:8). Siswa sendirilah yang yang
harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap
pengalaman mereka (Lorbarch & Tobin dalam Komalasari, 2011: 15).
Glasersfeld (dalam Komalasari, 2011: 15-16) menyebutkan beberapa
kemampuan yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Pertama,
kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan
ini sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan
pengalamn-pengalaman tersebut. Kedua adalah kemampuan membandingkan,
mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan.
Kemampuan membandingkan penting untuk dapat menarik sifat yang lebih umum
dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan dari
pengalamannya untuk membuat klasfikasi dan membangun suatu pengetahuan.
Ketiga, yaitu kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada
yang lain untuk memunculkan nilai dari pengalaman yang terbentuk
Menurut Suyono & Hariyanto (2011: 107) prinsip dalam konstruktivisme,
yaitu belajar merupakan pencarian makna dari apa yang dipelajari. Pemaknaan
memerlukan pemahaman bahwa keseluruhan (wholes) itu sama pentingnya seperti bagian-bagiannya. Sedangkan bagian-bagian harus dipahami dalam konteks
18
mengkonstruksi makna dari pengetahuan yang dipelajari dan tidak sekedar
mengingat jawaban yang benar dan menolak makna milik orang lain.
2.1.1.2 Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan
demikian, siswa belajar dengan cara mengalami bukan mengetahui dan siswa
belajar dari pengalamannya secara langsung ketika berinteraksi dengan
lingkungannya (Riyanto, 2010: 163). Hal tersebut juga didukung oleh Nurhadi
(dalam Sugiyanto, 2009: 14) yang mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pendapat lain menurut Nurhadi (2003: 3)
pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menggabungkan isi
kandungan pembelajaran dengan pengalaman harian individu, pengalaman dalam
masyarakat dan alam peserta didik. Dalam Johnson (2007: 83) kata konteks
berasal dari kata kerja Latin contexere yang berarti menjalin bersama. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang
berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya. Sehingga dapat diartikan
bahwa kontekstual sebagai keadaan yang berhubungan dengan lingkungan atau
yang memanfaatkan lingkungan sekitar siswa dalam proses pembelajaran.
Blanchard (dalam Trianto, 2009: 105) juga menambahkan pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dalam
pengalaman sesungguhnya. Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dimana
pada saat pembelajaran berlangsung guru memfasilitasi dan memotivasi siswa
untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari siswa sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
Pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar dengan
pembelajaran yang diikuti, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan
yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam pembelajaran
kontekstual siswa perlu mengetahui makna, manfaat, dan tujuan dari proses
belajarnya. Oleh karena itu, proses dalam pembelajaran menjadi penting agar apa
yang dilakukan siswa dapat berguna bagi kehidupanya.
CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif.
Komponen-komponen tersebut, meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Riyanto,
2010: 169). Siswa akan belajar lebih bermakna ketika membangun
20
Rusman (2010: 193), yaitu konstruktivisme merupakan landasan berpikir
(filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui
pengalaman nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan
bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman
belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep
atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata
terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kehidupan siswa (Rusman,
2010:195-196).
2. Bertanya
Bertanya merupakan unsur utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya
dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau
kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong
pada kualitas dan produktivitas pembelajaran. Alasan jika pengembangan
bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya,
maka dapat menggali informasi, mengecek pengetahuan siswa, membangkitkan
respon siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal
yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa, membangkitkan lebih
banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan menyegarkan kembali pengetahuan yang
telah dimiliki siswa (Rusman, 2010:195).
3. Menemukan
Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahun dari keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Aktivitas inquiri juga
merupakan aktivitas yang mengkombinasikan seluruh keterampilan berpikir
seperti memproses informasi, menggunakan nalar, kreatifitas, dan evaluasi
(A’Echevarria, 2008: 68). CTL dengan pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan) secara prinsip tidak banyak berbeda, intinya sama,
yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu
maupun secara kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan
pengalaman masing-masing (Rusman, 2010: 194).
4. Masyarakat Belajar
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk
melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman
belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai
pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.
Seorang guru yang mengajar siswanya bukanlah contoh masyarakat belajar karena
hanya siswa yang belajar. dalam masyarakat belajar dua kelompok atau lebih yang
22
bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya
(Riyanto, 2010: 173).
5. Pemodelan
Guru dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki akan
mengalami hambatan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model
dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa
memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan membantu mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh guru (Rusman, 2010: 196-197).
Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau
pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru oleh siswa (Kunandar, 2009:
313). Pemodelan penting dalam pembelajaran kontekstual karena dengan adanya
pemodelan dan kontekstual siswa akan terhindar dari pengetahuan yang bersifat
abstrak. Pemodelan dapat dilakukan oleh guru dalam bentuk demonstrasi,
memperagakan suatu contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Akan tetapi,
guru bukan satu-satunya model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan
siswa, mendatangkan sumber ahli ke kelas, atau guru bisa menggunakan
gambar-gambar dan video (Komalasari, 2011: 12).
6. Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan pada masa lalu
(Riyanto, 2010: 174). Rusman (2010: 197) juga mengatakan bahwa refleksi
Dengan kata lain refleksi adalah berpikir kebelakang tentang apa yang sudah
dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi siswa diberi kesempatan untuk
mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi
dengan dirinya sendiri (learning to be).
Melalui pembelajaran CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan
dimiliki ketika siswa berada di kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu adalah
bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar dari kelas, yaitu pada
saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahn nyata yang
dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan
manakala pengalaman belajar itu telah terinternalisasi dalam setiap jiwa siswa dan
di sinilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan
pembelajaran (Rusman, 2010:197). Selain itu, dalam kegiatan reflaksi juga akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan penilaian terhadap
tingkah laku atau hal-hal yang telah siswa perbuat selama proses pembelajaran
berlangsung.
7. Penilaian Autentik
Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang
amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil
pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan data
24
pengalaman belajar siswa. Gambaran tentang kemajuan belajar siswa diperlukan
di sepanjang proses pembelajaran, maka penilaian tidak hanya dilakukan di akhir
program pembelajaran, akan tetapi secara integral dilakukan selama proses
pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut guru akan secara nyata mengetahui
tingkat kemampuan siswa yang sebenarnya (Rusman, 2010:198).
Selain ketujuh komponen tersebut, Nurhadi (2003: 40) mengatakan
bahwa pembelajaran kontekstual memiliki ciri-ciri, antara lain pembelajaran
dilaksanakan dalam konteks autentik atau sebenarnya. Selain itu, siswa diberikan
kesempatan untuk mengerjakan tugas yang bermakna atau pembelajaran yang
dilaksanakan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.
Pembelajaran juga dapat dilakukan dengan cara berkelompok, berdiskusi, saling
mengoreksi antar teman dan memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa
kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara siswa satu dengan
lainnya. Sesuatu yang tidak kalah penting adalah pembelajaran dilaksanakan
dalam situasi yang menyenangkan dan dilaksanakan secara aktif, kreatif,
produktif, dan mementingkan kerjasama.
Selain ciri-ciri dari pembelajaran kontekstual yang telah disebutkan, Bern
& Erickson (dalam Komalasari, 2010: 23) mengemukakan lima strategi dalam
mengimplementasikan pembelajaran kontekstual. Strategi tersebut adalah
pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah untuk mengumpulkan dan menyatukan informasi
serta mempresentasikan penemuan. Strategi berikutnya, yaitu pembelajaran
kelompok belajar kecil dimana guru memberi aktivitas kepada siswa untuk
bekerja bersama sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu,
pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dengan mendorong siswa untuk bekerja secara mandiri membangun kegiatan pembelajaran dan pada akhir
pembelajaran siswa menghasilkan karya nyata. Kemudian ada pula strategi
pembelajaran pelayanan (service learning) dengan guru memberikan aktivitas kepada siswa untuk bekerja sama dengan masyarakat yaitu dengan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di
masyarakat melalui proyek dan aktivitas, dan pembelajaran berbasis kerja ( work-based learning) dengan mendorong siswa untuk menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran. Selain itu, Nurhadi (2003: 50) juga
menambahkan strategi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran
kontekstual. Strategi tersebut, antara lain 1) pembelajaran berbasis masalah, 2)
memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar, 3)
memberi aktivitas kelompok, 4) membuat aktivitas belajar mandiri, 5) membuat
aktivitas belajar bekerjasama dengan teman, dan 6) menerapkan penilaian
autentik.
Johnson (dalam Sugiyanto, 2009: 15) mengatakan tentang tiga prinsip
dalam CTL. Prinsip pertama adalah CTL mencerminkan prinsip
kesaling-bergantungan. Prinsip kesaling-bergantungan memungkinkan siswa untuk
membuat hubungan yang bermakna, berpikir kreatif dan kritis. Prinsip ini dapat
juga membentuk sikap kerja sama pada siswa. Dengan adanya bekerja sama,
26
pemecahan masalah. Dalam prinsip ini pendidik bertindak hanya menolong para
siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna. Prinsip kedua
adalah CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Dalam prinsip ini siswa ditantang
untuk mencipta keunikan, keragaman dan kreativitas terhadap kegiatan
pembelajarn. Selain itu, prinsip deferensiasi mengajak siswa untuk bekerja sama
dengan orang lain. Melalui prinsip ini siswa belajar untuk mampu menyatukan
perbedaan dan bekerja sama dalam menemukan makna dalam setiap
pembelajaran. Prinsip ketiga adalah CTL mencerminkan prinsip pengaturan diri.
Prinsip pengaturan diri mendorong para pendidik untuk membantu siswa mencari
dan menemukan kemampuan, minat dan potensi siswa yang berbeda. Proses
belajar dapat bermakna jika siswa terlibat secara aktif dan mengalami sendiri apa
yang dipelajari dalam kegiatan pembelajaran. Siswa sendirilah yang harus
mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap
pengalaman-pengalaman mereka (Komalasari, 2011: 15).
Johnson (dalam Komalasari, 2011: 7-8) mengidentifikasi delapan
karakteristik pembelajaran kontekstual. Karakteristik pertama, melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningful connections), artinya siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri
atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat
(learning by doing). Kedua, melakukan kegiatan penting (doing significant work), artinya siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks
masyarakat. Ketiga, belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), yaitu siswa melakukan kegiatan penting ada hubungannya dengan orang lain, penentuan
pilihan, dan ada produk/hasil yang nyata. Keempat, bekerja sama (collaborating), artinya siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa secara efektif dalam
kelompok, membantu mereka memahami bagaiman mereka saling memengaruhi
dan saling berkomunikasi. Kelima, berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), artinya siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisi, memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti. Keenam, mengasuh atau
memelihara pribadi siswa (nurturing the individual), artinya siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang
tinggi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Ketujuh, mencapai standar yang
tinggi (reaching high standards), artinya siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya,
dan kedelapan menggunakan penilaian autentik (using authentic assesment). Setelah karakteristik tersebut, Riyanto (2009: 168) menambahkan tentang
penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Beliau mengatakan bahwa sebuah
kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika menerapkan ketujuh
komponen utama pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang
bagaimanapun keadaannya. Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas
dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu kembangkan pikiran bahwa anak
28
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, laksanakanlah
sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik, kembangkan sifat ingin tahu
siswa dengan bertanya, ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam
kelompok-kelompok), hadirkan model sebagai contoh pembelajaran, lakukan refleksi di
akhir pertemuan dan lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara bukan
hanya dengan tes.
2.1.2 Kualitas Proses Pembelajaran
Kualitas proses pembelajaran merupakan persoalan bagaimana kegiatan
pembelajaran yang dilakukan berjalan baik. Kualitas proses pembelajaran menurut
Amin (2012) merupakan salah satu titik tolak ukur yang dapat menentukan
berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Yang dimaksud proses pembelajaran
di sini adalah efektif tidaknya proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan
pembelajaran. Rohmad (dalam Amin, 2012) mengatakan bahwa proses
pembelajaran yang akan membuahkan hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari lingkungan dan faktor dari
diri siswa seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan
belajar, ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik dan psikis serta faktor utama
yaitu kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk cepat memahami segala
sesuatu.
Sabri (dalam Amin, 2012) juga menambahkan tiga unsur yang sangat
mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi guru, karakteristik kelas
dan karakteristik sekolah. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan secara
mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah satu proses yang terjadinya interaksi
antara pendidik dan siswa, salah satu yang mempengaruhi kualitas pembelajaran
adalah guru (dalam hal ini adalah kompetensi yang dimilikinya). Dengan asumsi,
bahwa guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Ini
tidaklah berarti mengesampingkan variabel lain, yaitu seperti media pembelajaran.
Selain karena faktor guru, kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh
karakteristik kelas. Karakteristik kelas antara lain besarnya kelas (class size).
Artinya, banyak sedikitnya jumlah peserta didik yang mengikuti proses
pengajaran. Berikutnya adalah suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis
akan memberi peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingan dengan
suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas penuh pada guru. Selain
itu, pemanfaatan fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Sering kita temukan
dalam proses belajar di kelas bahwa guru sebagai sumber belajar satu-satunya.
Padahal seharusnya peserta didik diberi kesempatan untuk berperan sebagai
sumber belajar dalam proses belajar. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas
pembelajaran di sekolah adalah karakteristik sekolah itu sendiri, yang mana
sangat berkaitan erat dengan disiplin (tata tertib) sekolah, media pembelajaran
yang dimiliki, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika dan etika
dalam arti sekolah memberikan perasaan nyaman, kepuasan peserta didik, bersih,
rapi dan memberikan inspirasi. Dalam penelitian ini, faktor dari kualitas
pembelajaran yang menjadi fokus adalah faktor dari siswa terutama untuk