PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN
POLIETILEN GLIKOL 400 MENGGUNAKAN MIXER
Venny Claudia Hermanto 128114139
INTISARI
Kojic acid dipalmitate (KAD) merupakan bentuk ester dari kojic acid (KA) yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antioxidant scavenger. KAD bersifat liposoluble dan diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi ketika berada dalam suatu formula yang stabil. Salah satu bentuk sediaan yang stabil yaitu sediaan nanokrim. Nanokrim adalah sediaan nanoemulsi yang berbentuk semisolid. Penelitian ini bertujuan untuk membuat nanokrim KAD yang stabil secara fisik dengan menggunakan kombinasi Tween 80 dan polietilen glikol (PEG) 400 sebagai surfaktan dan kosurfaktan, menggunakan metode emulsifikasi energi tinggi sistem high-shear stirring dengan mixer.
Parameter sifat fisik yang diamati meliputi sifat organoleptis, homogenitas, pH, tipe nanokrim, ukuran droplet, viskositas, daya sebar, dan daya lekat. Uji stabilitas dilakukan dengan metode uji stabilitas dipercepat pada suhu 40 ± 2°C dengan RH sebesar 75 ± 5% selama 30 hari menggunakan climatic chamber. Jika selama penyimpanan tidak terjadi pemisahan fase, maka data akan diolah dengan uji statistik menggunakan program R 3.2.2. dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanokrim KAD memiliki sifat fisik yang baik dengan ukuran droplet yang memenuhi kriteria nanokrim yaitu sebesar 270 nm, tetapi tidak stabil secara fisik karena mengalami pemisahan fase dengan rasio sebesar 0,93.
ABSTRACT
Kojic acid dipalmitate (KAD) is one of the ester form of kojic acid (KA) which known to have an activity as antioxidant scavenger. KAD is a liposoluble material and have a higher antioxidant activity in a stable formulation. One of the stable formulation is nano-cream which is a nanoemulsion in semisolid form. This research purpose is to make a stable KAD nano-cream from a combination of Tween 80 as surfactant and polyethylene glycol (PEG) 400 as cosurfactant with high energy emulsification method and high-shear stirring system using mixer.
Physical properties parameter that being observed are organoleptic properties, homogeneity, pH, nano-cream type, droplet size, viscosity, dispersive power, and adhesion power. Stability test was conducted using an accelerated stability test at 40 ± 2 °C with 75 ± 5% RH for 30 days using a climatic chamber. If during the storage phase separation does not occur. Data was processed by statistical tests using the program R 3.2.2. with a 95% confidence level.
The results showed that KAD nano-cream has good physical properties with 270 nm droplet sizes that was met nano-cream's criteria, but it was physically unstable due to phase separation with ratio 0,93.
PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN
POLIETILEN GLIKOL 400 MENGGUNAKAN MIXER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Venny Claudia Hermanto
NIM : 128114139
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN
POLIETILEN GLIKOL 400 MENGGUNAKAN MIXER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Venny Claudia Hermanto
NIM : 128114139
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
EVERYTHING SEEMS IMPOSSIBLE UNTIL IT’S DONE
- NELSON MANDELA
We rejoice in our SUFFERINGS, knowing that suffering produces ENDURANCE, and endurance produces CHARACTER,
and character produces HOPE. and this hope will not lead to DISSAPOINMENT :) – Romans 5 : 3-5
Skripsi ini saya persembahkan untuk
Mami, Papi, Nike, diriku sendiri, dan Ongky
Semua teman-temanku :)
dan untuk semuanya, terima kasih dan aku cinta kalian semua
vi PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan para malaikat atas
berkat, perlindungan, dan kasih karunia yang selalu diberikan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang
berjudul “Pembuatan Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate dengan Kombinasi Surfaktan Tween 80 dan Kosurfaktan Polietilen Glikol 400 menggunakan Mixer”
yang sengaja disusun dalam rangka pemenuhan persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih diucapkan kepada:
1. Bapak Hermanto dan Ibu Indayanti selaku orang tua penulis, yang selalu
membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dalam
bentuk apapun, dari sebelum pembuatan skripsi dilakukan hingga akhir
penyusunan skripsi berakhir.
2. Kakak Nike Sylvia Hermanto dan Adik Ongky Reinaldo Hermanto selaku
saudara kandung penulis, yang selalu mengingatkan akan berjalannya skripsi
ini.
3. Dr. Sri Hartati Yuliani Apt. selaku dosen pembimbing I yang selalu setia
membimbing dan memberi masukan terhadap skripsi yang dibuat.
4. Beti Pudyastuti M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing II yang sangat murah
vii
5. Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji, yang memberikan saran
dan dukungannya terhadap skripsi ini.
6. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji, yang
memberikan saran dan dukungannya terhadap skripsi ini.
7. Seluruh dosen, karyawan dan semua orang dari Fakultas Farmasi maupun
Universitas Sanata Dharma yang telah membantu baik secara langsung maupun
secara tidak langsung, sehingga penelitian dapat dilaksanakan dengan lancar.
8. Semua laboran, karyawan laboratorium Universitas Sanata Dharma yang selalu
sabar, ramah, baik hati, yang baik secara langsung maupun secara tidak
langsung sehingga penelitian dapat dilaksanakan dengan lancar.
9. Agnesia Brilianti Kananlua dan Suzan selaku teman skripsi KAD yang selalu
membantu dan sangat murah hati sehingga skripsi ini dapat selesai dibuat.
10.Medaliana Hartini dan Stephanie selaku teman skripsi nano yang selalu
membantu penulis sehingga penelitian ini dapat dibuat dengan lancar.
11.Semua teman-teman FSM D, FST B 2012, farmasi 2012 dan 2013, teman-teman
PVARC yang selalu hadir untuk mendukung peneliti, terutama untuk
teman-teman yang sering menjadi pasangan kelompok tugas maupun saat praktikum.
Tiada mawar yang tak berduri, begitulah kata pepatah untuk
menggambarkan ketidaksempurnaan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Begitu
pula dengan penelitian ini, yang juga bukan merupakan penelitian yang sempurna.
Penulis menyadari terdapatnya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga
viii
skripsi ini. Penulis berharap skripsi yang dibuat dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangsih bagi ilmu pengetahuan di Indonesia dan di seluruh dunia.
Yogyakarta, 10 Desember 2015
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
PRAKATA ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
xi
B. Tujuan penelitian ... 6
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA ... 7
A. Kojic Acid Dipalmitate (KAD) ... 7
B. Nanokrim ... 8
C. Metode Pembuatan Nanokrim ... 10
1. Metode emulsifikasi energi tinggi ... 11
2. Metode emulsifikasi energi rendah ... 13
D. Stabilitas Nanokrim ... 14
1. Creaming dan flokulasi ... 14
2. Koalesens ... 16
3. Ostwald ripening ... 16
E. Rheologi ... 19
1. Newtonian ... 20
2. Non-Newtonian ... 21
F. Pemerian Bahan ... 23
1. Tween 80 ... 23
2. Polietilen glikol (PEG) 400 ... 24
3. Virgin Coconut Oil (VCO) ... 24
4. Aquadest ... 25
G. Landasan Teori ... 26
xii
BAB III. METODE PENELITIAN ... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 28
a. Variabel penelitian ... 28
b. Definisi operasional ... 29
C. Bahan Penelitian ... 30
D. Alat Penelitian ... 30
E. Tata cara penelitian ... 30
1. Formula sediaan nanokrim KAD ... 30
2. Pembuatan sediaan nanokrim KAD ... 31
3. Evaluasi sifat fisik sediaan nanokrim KAD ... 32
4. Evaluasi stabilitas fisik sediaan nanokrim ... 34
F. Analisis Data ... 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Metode Pembuatan ... 36
B. Uji Sifat Fisik Nanokrim ... 38
1. Uji organoleptis, homogenitas, dan pH ... 38
2. Uji tipe nanokrim ... 40
3. Uji ukuran droplet ... 41
4. Uji viskositas ... 42
5. Uji daya sebar ... 44
6. Uji daya lekat ... 44
xiii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
LAMPIRAN ... 53
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Formula acuan nanokrim ... 30
Tabel II. Formula nanokrim KAD ... 31
Tabel III. Data organoleptis, homogenitas, dan pH nanokrim ... 39
Tabel IV. Data hasil uji ukuran droplet, viskositas, daya sebar, dan daya lekat
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur molekul kojic acid dipalmitate (KAD) ... 7
Gambar 2. Representasi skematik metode emulsifikasi energi tinggi ... 11
Gambar 3. Ilustrasi konsep Newtonian ... 20
Gambar 4. Ilustrasi konsep non-Newtonian tipe plastik ... 21
Gambar 5. Ilustrasi konsep non-Newtonian tipe pseudoplastik... 22
Gambar 6. Ilustrasi konsep non-Newtonian tipe dilatan ... 22
Gambar 7. Struktur molekul Tween 80 ... 23
Gambar 8. Struktur molekul PEG 400 ... 24
Gambar 9. Hasil pengujian tipe nanokrim ... 40
Gambar 10. Grafik hasil pengukuran droplet ... 41
Gambar 11. Grafik rheologi nanokrim KAD ... 43
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Kojic Acid Dipalmitate... 54
Lampiran 2. Data Perhitungan HLB Gabungan ... 55
Lampiran 3. Data Penimbangan Formula Nanokrim ... 55
Lampiran 4. Data Hasil Uji Organoleptis Nanokrim ... 55
Lampiran 5. Data Hasil Uji Homogenitas, pH, Tipe Nanokrim. Viskositas, Daya Sebar, dan Daya Lekat Nanokrim ... 55
Lampiran 6. Data Perhitungan Ukuran Droplet ... 56
Lampiran 7. Data Pengujian Viskositas ... 56
Lampiran 8. Data Perhitungan Rasio Pemisahan Fase ... 59
Lampiran 9. Dokumentasi Nanokrim KAD ... 60
xvii INTISARI
Kojic acid dipalmitate (KAD) merupakan bentuk ester dari kojic acid (KA) yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antioxidant scavenger. KAD bersifat liposoluble dan diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi ketika berada dalam suatu formula yang stabil. Salah satu bentuk sediaan yang stabil yaitu sediaan nanokrim. Nanokrim adalah sediaan nanoemulsi yang berbentuk semisolid. Penelitian ini bertujuan untuk membuat nanokrim KAD yang stabil secara fisik dengan menggunakan kombinasi Tween 80 dan polietilen glikol (PEG) 400 sebagai surfaktan dan kosurfaktan, menggunakan metode emulsifikasi energi tinggi sistem high-shear stirring dengan mixer.
Parameter sifat fisik yang diamati meliputi sifat organoleptis, homogenitas, pH, tipe nanokrim, ukuran droplet, viskositas, daya sebar, dan daya lekat. Uji stabilitas dilakukan dengan metode uji stabilitas dipercepat pada suhu 40 ± 2°C dengan RH sebesar 75 ± 5% selama 30 hari menggunakan climatic chamber. Jika tidak terjadi pemisahan fase, maka dilakukan pengujian sifat fisik setelah penyimpanan. Data akan diolah dengan uji statistik menggunakan program R 3.2.2. dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanokrim KAD memiliki sifat fisik yang baik dengan ukuran droplet yang memenuhi kriteria nanokrim yaitu sebesar 270 nm, tetapi tidak stabil secara fisik karena mengalami pemisahan fase dengan rasio sebesar 0,93.
xviii ABSTRACT
Kojic acid dipalmitate (KAD) is one of the ester form of kojic acid (KA) which known to have an activity as antioxidant scavenger. KAD is a liposoluble material and have a higher antioxidant activity in a stable formulation. One of the stable formulation is nano-cream which is a nanoemulsion in semisolid form. This research purpose is to make a stable KAD nano-cream from a combination of Tween 80 as surfactant and polyethylene glycol (PEG) 400 as cosurfactant with high energy emulsification method and high-shear stirring system using mixer.
Physical properties parameter that being observed are organoleptic properties, homogeneity, pH, nano-cream type, droplet size, viscosity, dispersive power, and adhesion power. Stability test was conducted using an accelerated stability test at 40 ± 2 °C with 75 ± 5% RH for 30 days using a climatic chamber. If during the storage phase separation does not occur. Data was processed by statistical tests using the program R 3.2.2. with a 95% confidence level.
The results showed that KAD nano-cream has good physical properties with 270 nm droplet sizes that was met nano-cream's criteria, but it was physically unstable due to phase separation with ratio 0,93.
1 BAB I
PENGANTAR A. Latar Belakang
Kojic acid (KA) merupakan antioxidant scavenger dan agen anti-tirosinase yang baik karena kemampuannya sebagai agen pengkelat logam transisi
seperti Cu2+ dan Fe3+ (Gonçalez, Correa, and Chorilli, 2013). Tetapi KA memiliki
beberapa kelemahan dalam formulasinya seperti diperlukannya KA dalam dosis
tinggi (diatas 2%) untuk mencapai aktivitasnya, kesulitan dalam formulasi pada
sediaan berbasis minyak karena sifatnya yang tidak liposoluble (tidak larut lemak),
serta sifat KA yang tidak stabil terhadap suhu dan cahaya (Cho et al., 2012; Lajis
et al., 2013; Gonçalez, Marcussi, Calixto, Correa, and Chorilli, 2015). Oleh karenanya, dibuat KA dalam bentuk ester yang memiliki aktivitas lebih tinggi
karena bersifat liposoluble (larut lemak) dan stabil terhadap suhu dan cahaya. Kojic
acid dipalmitate (KAD) merupakan bentuk ester dari KA yang secara in situ akan terhidrolisis oleh enzim esterase pada sel kulit menjadi KA (Cho et al., 2012; Gonçalez et al., 2015).
Pengembangan formulasi yang baik masih diperlukan dalam pembuatan
sediaan senyawa liposoluble seperti KAD (Gonçalez et al., 2015), dan pengembangan KAD dalam bentuk nanokrim merupakan salah satu solusinya.
Pemilihan nanokrim sebagai bentuk sediaan antioksidan dan anti-aging merupakan
pilihan yang tepat, mengingat manfaat penggunaan krim yang dapat melembapkan
Pasha, and Jilani, 2014). Nanokrim adalah sediaan nanoemulsi yang berbentuk semisolid. Nanoemulsi merupakan dispersi koloid oil in water (O/W) atau water in oil (W/O) yang memiliki rentang diameter droplet sebesar 20-500 nm, terbentuk dari proses dispersi dari satu fase cair ke dalam fase cair lainnya untuk membentuk
droplet (Usón, Garcia, and Solans, 2004). Krim adalah bentuk sediaan setengah padat (semisolid) mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 2013). Terdapat banyak keuntungan dari
pemilihan nanoemulsi sebagai sediaan topikal, salah satunya adalah adanya
peningkatan kapasitas kelarutan zat aktif yang membuat aktivitas termodinamik zat
aktif pada kulit juga meningkat (Abdulkarim et al., 2010c). Selain itu, pemilihan nanoemulsi sebagai teknologi untuk sediaan KAD memiliki peluang yang besar
dalam bidang industri kosmetik, di mana enam pemegang hak paten nanoteknologi
terbesar di US adalah perusahaan kosmetik (Nasir, 2010).
Formulasi sediaan nanoemulsi terdiri dari air, minyak, surfaktan, dan
kosurfaktan. Surfaktan berfungsi menurunkan tegangan antar muka antara fase
minyak dengan fase air dengan membentuk lapisan film sehingga terbentuk suatu
nanoemulsi, sedangkan kosurfaktan berfungsi dalam memberikan penurunan
tegangan antar muka lebih lanjut serta memfluidisasi lapisan film surfaktan (Tsai,
Fu, Lin, Huang, and Wu, 2014). Tween 80 merupakan surfaktan hidrofil non-ionik
yang bersifat tidak toksik dan memiliki critical micellar concentration (CMC) lebih
rendah dibanding dengan surfaktan ionik. Polietilen glikol 400 (PEG 400)
digunakan sebagai kosurfaktan yang berfungsi sebagai menstabilkan lapisan film
PEG 400 memiliki nilai HLB sebesar 15 dan 13,1, sudah sesuai dengan kriteria
surfaktan kosurfaktan nanoemulsi O/W yaitu surfaktan dengan nilai HLB>10
(Anjana et al., 2012; Jain, Kumar, Sood, and Gowthamarajan, 2013). Penelitian
Suciati et al., (2014) dan Yadav, Singh, dan Poddar (2012) telah menunjukkan bahwa penggunaan surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400 dapat
menghasilkan nanoemulsi yang stabil.
Terdapat dua metode dalam pembuatan nanoemulsi yaitu metode energi
rendah dan metode energi tinggi. Salah satu jenis dari metode energi rendah yaitu
metode emulsion inversion point (EIP) atau sering disebut dengan metode titrasi,
pada metode ini nanoemulsi O/W akan terbentuk ketika jumlah air yang
ditambahkan telah melebihi batas titik perubahan tipe nanoemulsi (Koroleva and
Yurtov, 2012). Sebelumnya, Al-Edresi dan Baie (2010) telah melakukan
pembuatan nanokrim KAD dengan metode EIP, tetapi terdapat kelemahan dari
metode ini seperti diperlukannya peralatan yang lebih kompleks dibandingkan
dengan metode energi tinggi, dan banyak titik kritis yang harus dikontrol terutama
dalam suhu. Karena kelemahan tersebut, maka diperlukan penelitian mengenai
pembuatan nanokrim KAD dengan alat yang lebih sederhana.
Pembuatan nanoemulsi dengan metode energi tinggi terbagi menjadi
empat jenis metode, diantaranya adalah metode high-shear stirring yang dapat membentuk droplet nanoemulsi karena adanya peningkatan intensitas pengadukan.
Alat yang digunakan dalam high-shear stirring berupa alat bersistem rotor-stator
dengan zat aktif piroksikam dan surfaktan Tween 80-Span 20 menggunakan alat
propeller (berbentuk baling-baling) bersistem rotor-stator.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai pembuatan nanokrim KAD yang dibuat dengan surfaktan Tween 80 dan
kosurfaktan PEG 400 menggunakan metode yang digunakan Abdulkarim et al., (2010a) dengan alat yang berprinsip sama dan sederhana yaitu mixer.
1. Perumusan masalah
Apakah nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan polietilen glikol 400 yang stabil secara fisik dapat
dibuat dengan menggunakan mixer?
2. Keaslian penelitian
Penelitian terkait kojic acid dipalmitate dan formulasi sediaan nanokrim serta nanoemulsi yang pernah dilakukan antara lain:
a. In-Vitro and In-Vivo Evaluation of a Photo-Protective Kojic Dipalmitate Loaded into Nano-Creams (Al-Edresi and Baie, 2010), mengenai evaluasi foto-protektif kojic acid dipalmitate dalam nanokrim yang dibuat dengan menggunakan metode energi rendah jenis emulsion inversion point dengan
alat pengaduk magnetik yang termodifikasi dengan elektroda.
pembuatan nanokrim piroksikam dam surfaktan Tween 80-Span 20 dengan
metode energi tinggi jenis high-shear stirring dengan alat propeller.
c. Development of Transdermal Nanoemulsion Formulation for Simultaneous Delivery of Protein Vaccine and Artin-M Adjuvant (Suciati et al., 2014), mengenai pembuatan nanoemulsi dengan menggunakan Tween 80 sebagai
surfaktan dan PEG 400 sebagai kosurfaktan.
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian mengenai
“Pembuatan Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate dengan Kombinasi Surfaktan Tween 80 dan Kosurfaktan Polietilen Glikol 400 menggunakan Mixer” belum
pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmiah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan tentang pembuatan
nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan
kosurfaktan polietilen glikol 400 yang stabil secara fisik dengan
menggunakan mixer.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan nanokrim
kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan polietilen glikol 400 yang stabil secara fisik yang dibuat dengan
menggunakan mixer, yang nantinya dapat bermanfaat bagi perkembangan
B. Tujuan Penelitian
Menghasilkan nanokrim kojic acid dipalmitate yang stabil secara fisik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan polietilen glikol 400 dengan
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kojic Acid Dipalmitate (KAD)
Gambar 1. Struktur molekul kojic acid dipalmitate (KAD) (Balaguer, Salvador, and Chisvert, 2008)
KAD (gambar 1) berupa serbuk putih yang bersifat liposoluble, stabil terhadap panas dan cahaya, serta stabil dalam rentang kondisi pH yang lebar yaitu
dalam rentang pH 4 hingga pH 9 yang secara in situ akan terhidrolisis oleh enzim
esterase pada sel kulit menjadi KA (Cho et al., 2012; Gonçalez et al., 2015). KA
merupakan antioxidant scavenger dan agen anti-tirosinase yang baik karena memiliki kemampuan sebagai agen pengkelat logam transisi seperti Cu2+ dan Fe3+
(Gonçalez et al., 2013). Antioxidant scavenger adalah salah satu mekanisme penetralan radikal bebas yang bersifat tidak stabil dan reaktif dalam mencari
elektron. Keberadaan radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya
aging (Ardhie, 2011).
Formulasi dengan KA sebagai zat aktif memiliki beberapa kendala,
diantaranya diperlukan KA dalam dosis tinggi (di atas 2%) untuk mencapai
aktivitasnya, kesulitan dalam formulasi pada sediaan berbasis minyak karena
cahaya. Karena kendala tersebut, KA dibuat dalam bentuk ester agar memiliki
aktivitas lebih tinggi karena bersifat liposoluble, dan stabil terhadap suhu dan cahaya, di mana salah satu bentuk ester dari KA adalah KAD (Cho et al., 2012;
Lajis, et al., 2013; Gonçalez, et al., 2015).
KAD menunjukkan sifat antioksidan dalam konsentrasi 1,25% dalam
sediaan emulsi W/O/W. Sifat antioksidan dibuktikan dengan menggunakan uji
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) dan menunjukkan hasil bahwa sediaan
emulsi W/O/W yang mengandung 1,25% KAD dapat melakukan inhibisi DPPH.
Sifat antioksidan KAD akan meningkat jika KAD terdapat dalam suatu sediaan
yang stabil, dibuktikan dari hasil perbandingan nilai % inhibisi yang diperoleh
antara % inhibisi KAD bebas (tidak di dalam suatu sediaan), % inhibisi KAD yang
terkandung dalam sediaan bukan emulsi W/O/W, dan % inhibisi KAD dalam
sediaan emulsi W/O/W yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, dan
nilai % inhibisi KAD pada sediaan emulsi W/O/W menujukkan nilai yang terbesar
(Gonçalez et al., 2015).
B. Nanokrim
Nanokrim adalah sediaan nanoemulsi yang berbentuk semisolid. Nanoemulsi merupakan dispersi koloid oil in water (O/W) atau water in oil (W/O)
yang memiliki rentang diameter droplet sebesar 20-500 nm, terbentuk dari proses
dispersi dari satu fase cair ke dalam fase cair lainnya untuk membentuk droplet (Usón et al., 2004). Krim adalah sediaan setengah padat (semisolid) mengandung
(Anonim, 2013). Sehingga pengertian nanokrim secara lengkap adalah suatu
dispersi koloid O/W atau W/O berbentuk semisolid yang terdiri dari fase minyak
yang terdispersi ke dalam fase air atau sebaliknya membentuk droplet dengan diameter sebesar 20-500 nm. Nanoemulsi memiliki sistem dispersi O/W jika fase
minyak (oil) terdispersi sebagai droplet dalam fase air (water), atau begitu pula sebaliknya (McClements, 2012).
Terdapat banyak keuntungan dari penggunaan nanoemulsi sebagai sediaan
topikal dalam sistem penghantaran obat. Keuntungan yang pertama dan utama
adalah lebih banyaknya zat aktif yang dapat diformulasikan dalam satu sediaan
dikarenakan adanya peningkatan kapasitas kelarutan zat aktif sehingga membuat
aktivitas termodinamik zat aktif pada kulit juga meningkat. Keuntungan kedua
yaitu laju permeasi zat aktif yang dapat meningkat karena adanya efek sinergis dari
berbagai komponen yang dapat membantu proses penghantaran zat aktif yang
melewati kulit. Keuntungan ketiga adalah komponen utama nanoemulsi yang
berupa fase minyak, fase air, dan kombinasi surfaktan kosurfaktan dapat menjadi
satu yang secara sinergis dapat meningkatkan flux zat aktif (Abdulkarim et al., 2010c). Selain itu, sebagai sediaan semisolid seperti krim, nanokrim juga memiliki
manfaat yang sangat baik untuk mengatasi aging karena dapat melembapkan dan
memperbaiki garis halus serta kerutan pada kulit (Duraivel et al., 2014).
Nanoemulsi memiliki beberapa kelemahan yaitu seperti dibutuhkannya
surfaktan dan kosurfaktan dalam jumlah yang besar agar dapat membentuk droplet
kondisi lingkungan seperti pH dan suhu (Haritha, Basha, Rao, and Vedantham,
2013).
Komponen nanoemulsi terdiri dari minyak, air, surfaktan, dan kosurfaktan.
Surfaktan dan kosurfaktan merupakan komponen penting dalam pembuatan
nanoemulsi karena dapat menurunkan tegangan antar muka antara fase air dan fase
minyak sehingga dapat terbentuk sebuah sistem emulsi. Surfaktan memiliki ekor
non polar yang akan menjulur ke dalam inti lipofilik dari fase minyak. Bagian
kepala surfaktan yang bersifat polar akan menonjol ke luar yaitu ke bagian fase air,
sehingga surfaktan dapat menurunkan tegangan antar muka antara fase air dan fase
minyak (McClements, 2012). Tipe nanoemulsi yang terbentuk bergantung pada
nilai hidrofil lipofil balance (HLB) yang dimiliki surfaktan (Sevcikova, Vltavska,
Kasparkova, and Krejci, 2011). Surfaktan dengan nilai HLB < 7 akan cenderung
membentuk emulsi tipe W/O, sedangkan surfaktan dengan nilai HLB > 7 akan
cenderung membentuk emulsi dengan tipe O/W (Tadros, Izquierdo, Esquena, and
Solans, 2004). Surfaktan dengan nilai HLB > 10 merupakan surfaktan yang sangat
sesuai dalam membentuk droplet berukuran nano (Kotta, Khan, Ansari, Sharma,
and Ali, 2014).
Penggunaan kosurfaktan dibutuhkan karena kosurfaktan dapat
menurunkan tegangan muka antar fase lebih lanjut serta menfluidisasi lapisan film
surfaktan, sehingga penggunaan kosurfaktan dapat menurunkan jumlah surfaktan
C. Metode Pembuatan Nanokrim
Proses pembuatan suatu nanoemulsi membutuhkan energi eksternal untuk
dapat menyatukan semua bahan menjadi suatu sistem dispersi koloid (McClements,
2012). Metode pembuatan nanokrim terdiri dari metode emulsifikasi energi tinggi
dan metode emulsifikasi energi rendah. Metode emulsifikasi energi tinggi meliputi
high-shear stirring, emulsifikasi ultrasonik, homogenisasi bertekanan tinggi, mikrofluidisasi, dan emulsifikasi membran. Sedangkan metode emulsifikasi energi
rendah meliputi metode phase inversion temperature (PIT), emulsion inversion point (EIP), dan emulsifikasi spontan (Koroleva and Yurtov, 2012).
1. Metode emulsifikasi energi tinggi
Pembuatan nanoemulsi menggunakan metode emulsifikasi energi
tinggi (gambar 2) memerlukan konsumsi energi yang tinggi untuk pembentukan
dispersi, terutama jika nanoemulsi yang dibuat memiliki viskositas yang tinggi.
Ukuran droplet yang terbentuk bergantung pada jumlah surfaktan yang digunakan karena surfaktan adalah bahan yang berfungsi untuk menurunkan
tegangan antar muka fase dispersi agar dapat terdispersi dalam medium
dispersi, kurangnya surfaktan akan membuat ukuran droplet menjadi lebih besar karena terjadinya koalesens (Gupta, Pandit, Kumar, Swaroop, and Gupta,
Gambar 2. Representasi skematik dari metode emulsifikasi energi tinggi: (a) sistem rotor-stator, (b) homogenisasi bertekanan tinggi, (c) emulsifikasi ultrasonik, dan (d)
emulsifikasi membran (Koroleva and Yurtov, 2012)
a. High-shear stirring
Alat yang digunakan dalam high-shear stirring adalah alat yang memiliki sistem rotor-stator, salah satunya adalah mixer. Penurunan ukuran
droplet terjadi seiring dengan peningkatan intensitas pengadukan (mixing). Ketika media emulsi yang akan dibuat sangat kental, efisiensi dari sistem
high-shear stirring akan menurun dan ukuran droplet emulsi yang dihasilkan dapat mencapai lebih dari satu mikrometer (Koroleva and
Yurtov, 2012).
b. Emulsifikasi ultrasonik
Pembentukan droplet berukuran nanometer terjadi melalui proses sonikasi. Pada proses sonikasi terjadi pembentukan gelembung udara dari
aliran nanoemulsi (kavitasi) akibat dari pelepasan sejumlah energi secara
c. Homogenisasi bertekanan tinggi
Sistem ini merupakan sistem yang paling sering digunakan dalam
membuat emulsi yang memiliki viskositas rendah hingga sedang.
Pembentukan droplet terjadi karena adanya shear forces, turbulensi, dan kavitasi. Hal yang mempengaruhi besar ukuran droplet tergantung dari desain alat, viskositas, dan tekanan yang dihasilkan oleh alat (Gadhave,
2014).
d. Mikrofluidisasi
Mekanisme emulsifikasi pada sistem ini terjadi karena adanya
tumbukan antar cairan yang tidak saling campur di dalam microchannels yang bertekanan tinggi (Gupta et al., 2010)
e. Emulsifikasi membran
Pada sistem ini, pembentukan droplet terjadi dengan cara ekstrusi
atau pendorongan keluar fase dispersi melalui pori atau microchannels pada
membran. Ukuran droplet yang terbentuk bergantung pada ukuran pori yang
terdapat pada membran (Schultz, Wagner, Urban, and Ulrich, 2004).
2. Metode emulsifikasi energi rendah
Teknologi emulsifikasi energi rendah berdasar pada inversi fase pada
emulsi yang terjadi karena adanya perubahan komposisi dan suhu (Koroleva
and Yurtov, 2012).
a. Phase inversion temperature (PIT)
Metode emulsifikasi PIT bergantung pada sifat surfaktan yang
ethoxylated yang dapat merubah afinitas air dan minyak berdasarkan suhu. Surfaktan nonionik ethoxylated akan bersifat lipofob (larut dalam air) di suhu rendah karena adanya hidrasi dari gugus polar, dan akan membentuk
lapisan monolayer dan menghasilkan emulsi O/W. Peningkatan suhu akan
membuat gugus ehoxylated pada surfaktan berubah menjadi bersifat lipofil,
dan akan membentuk emulsi dengan jenis W/O (Gadhave, 2014).
b. Emulsion inversion point (EIP)
Pada metode ini, proses emulsifikasi bergantung pada perubahan
substansi yang memicu terjadinya perubahan nilai HLB pada sistem pada
suhu yang tetap. Metode EIP juga sering disebut dengan metode phase inversion composition (PIC) atau terkadang disebut dengan metode titrasi. Nanoemulsi O/W akan terbentuk ketika jumlah air yang ditambahkan telah
melebihi batas titik perubahan tipe nanoemulsi (Koroleva and Yurtov,
2012).
c. Nanoemulsifikasi spontan
Nanoemulsifikasi spontan terjadi dengan melakukan pengadukan
berkelanjutan terhadap fase minyak yang telah bercampur dengan surfaktan
ke dalam fase air (Gullota, Saberi, Nicoli, and McClements, 2014).
D. Stabilitas Nanokrim
Nanokrim dan nanoemulsi merupakan tipe sediaan emulsi yang dapat
berubah menjadi bentuk yang tidak stabil terkait dengan adanya faktor pengaruh
bentuk ketidakstabilan emulsi dapat berupa creaming, flokulasi, koalesens, dan Ostwald ripening (Ali, Alam, Alam, Anwer, and Safhi, 2013).
1. Creaming dan flokulasi
Creaming adalah pemisahan fase emulsi yang disebabkan oleh perbedaan densitas antara fase dispersi dengan medium dispersi. Creaming bersifat reversible dan dapat dihilangkan dengan perlakuan penggojogan. Creaming dapat dicegah dengan mengecilkan perbedaan densitas antara fase dispersi dengan medium dispersi (Ali et al., 2013).
Flokulasi adalah keadaan di mana droplet saling bergabung karena adanya ikatan antar droplet yang lemah. Flokulasi bersifat reversible dan dapat
dihilangkan dengan perlakuan penggojogan yang kuat. Droplet yang terflokulasi ditandai dengan kemampuannya untuk mempertahankan bentuk
dan ukuran. Flokulasi juga dapat menyebabkan terjadinya koalesens yang
bersifat irreversible (Ali et al., 2013).
Pada sistem emulsi yang menggunakan surfaktan non-ionik, terdapat
gaya tarik-menarik antar droplet yang disebabkan oleh adanya gaya van der Waals, tetapi gaya itu dapat dilemahkan dengan menurunkan jarak antar
droplet. Seiring dengan peningkatan konsentrasi surfaktan, maka lapisan film antar muka yang membentuk droplet juga akan semakin menebal dan menandakan bahwa halangan sterik antar droplet juga membesar. Halangan sterik yang besar berfungsi dalam mencegah terjadinya penyatuan droplet yang
menghasilkan suatu emulsi yang lebih stabil, dan pada pembuatannya
nanoemulsi membutuhkan konsentrasi surfaktan dalam jumlah tinggi sehingga
flokulasi bukan merupakan bentuk ketidakstabilan utama yang terjadi dalam
nanoemulsi (Abdulkarim et al., 2010b; Ali et al., 2013).
2. Koalesens
Koalesens terjadi ketika droplet-droplet saling menyatu dan membentuk suatu droplet baru yang memiliki ukuran lebih besar dan bersifat
irreversible (Abdulkarim et al., 2010b). 3. Ostwald ripening
Ostwald ripening merupakan bentuk ketidastabilan yang utama pada nanoemulsi. Ostwald ripening atau difusi molekuler muncul dari adanya polidispersitas dan perbedaan kelarutan antara droplet yang berukuran besar dengan droplet yang berukuran kecil. Terdapat beberapa hal yang dapat mengurangi kecepatan terjadinya Ostwald ripening seperti peningkatan konsentrasi surfaktan dan penyimpanan nanoemulsi di tempat dengan suhu
optimum. Peningkatan konsentrasi surfaktan dapat mengurangi kecepatan
terjadinya Ostwald ripening karena dengan meningkatnya kuantitas misel pada
medium dispersi dapat mencegah molekul minyak untuk berdifusi ke dalam
medium dispersi sehingga dapat membentuk droplet kecil yang memiliki tegangan permukaan yang rendah dan bersifat monodispers (Gadhave, 2014).
Uji stabilitas perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas sediaan terhadap
cahaya sehingga dapat diketahui shelf-life dari sediaan tersebut (Abdulkarim et al.,
2010b).
Pengujian stabilitas suatu sediaan jangka panjang (real time stability
testing) dapat dilakukan dalam waktu minimal selama enam bulan, di mana membutuhkan waktu dan biaya dalam melakukannya. Oleh karena itu, uji stabilitas
dilakukan dengan metode uji stabilitas dipercepat atau accelerated stability testing
yang dapat memprediksi stabilitas sediaan dengan perlakuan penyimpanan produk
pada kondisi tertentu, yaitu untuk penyimpanan sediaan nanoemulsi dilakukan pada
suhu 40 ± 2°C dengan relative humidity (RH) sebesar 75 ± 5% selama satu bulan
atau 30 hari (Kumar, Sasikanth, Sabareesh, and Donabaru, 2011).
Parameter yang diukur dalam uji stabilitas meliputi sifat fisikokimia
nanoemulsi meliputi:
1. Sifat organoleptis
Sifat organoleptis meliputi pengamatan secara visual terhadap bau,
warna, bentuk sediaan nanokrim. Sifat organoleptis dapat mencerminkan
keadaan fisik sediaan yang dirasakan oleh indra manusia (Abdulkarim et al.,
2010b).
2. Homogenitas
Homogenitas menunjukkan ketercampuran yang baik dari
bahan-bahan sediaan. Sediaan yang homogen menunjukkan keberadaan zat aktif yang
merata dan kesamaan dosis di setiap penggunaan. Jika terjadi perubahan
homogenitas menandakan terjadinya ketidak-rataan bahan dan zat aktif
3. pH
Perubahan yang terjadi pada pH sediaan mengindikasikan terjadinya
degradasi atau ionisasi dari salah satu atau lebih bahan dalam sediaan. Efek
yang dapat ditimbulkan dari degradasi bahan dalam sediaan adalah jika bahan
terdegradasi menjadi senyawa bersifat toksik yang membahayakan
(Abdulkarim et al., 2010b). pH sediaan topikal disesuiakan dengan pH kulit yaitu sebesar 4,5-7 untuk mencegah terjadinya iritasi (Swastika, Mufrod, and Purwanto, 2013).
4. Tipe nanokrim
Suatu sediaan nanokrim dapat memiliki tipe oil in water (O/W) atau
tipe water in oil (W/O). Perubahan tipe nanokrim mengindikasikan terjadinya
ketidakstabilan emulsi (Abdulkarim et al., 2010b).
5. Ukuran droplet
Pengukuran droplet merupakan faktor terpenting dalam melihat stabilitas emulsi karena perubahan ukuran droplet yang terjadi dapat menunjukkan langsung terjadinya ketidakstabilan emulsi (Abdulkarim et al., 2010b).
6. Viskositas
Penurunan nilai viskositas setelah masa penyimpanan dapat
mengindikasikan ketidakstabilan emulsi secara kinetika, di mana droplet dapat
bergerak bebas dan saling bergabung dan memiliki kecenderungan untuk
7. Daya sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kelunakan krim saat
digunakan pada kulit sehingga dapat diketahui area kulit yang terpapar oleh
sediaan saat sediaan digunakan atau dioleskan ke kulit. Nilai daya sebar
berbanding terbalik dengan nilai viskositas. Jika viskositas rendah, maka daya
sebar akan tinggi, begitu pula sebaliknya (Prasad, Kumar, and Prabhudutta, 2012). Daya sebar sediaan krim dengan diameter ≤ 5 cm menunjukkan jenis
semistiff krim, sedangkan diameter yang bernilai > 5 cm sampai < 7 cm menunjukkan sifat semifluid krim (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).
8. Daya lekat
Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan
kenyamanan pada saat sediaan digunakan. Sediaan topikal yang lebih disukai
pasien adalah sediaan yang tidak berlemak dan memiliki daya lekat yang rendah
(Yadav et al., 2014). Perubahan yang terjadi pada nilai daya lekat menunjukkan
perbedaan sifat fisik sediaan yang tidak diinginkan terkait dengan estetika dan
tujuan sediaan (Gonçalves et al., 2011).
9. Rasio pemisahan fase
Uji rasio pemisahan fase dilakukan jika terjadi pemisahan fase emulsi
pada nanokrim. Uji rasio pemisahan fase dilakukan untuk mengetahui dan
menghitung rasio volume emulsi yang memisah dibandingkan volume total
emulsi. Hubungan antara viskositas emulsi dan ukuran droplet terhadap kecepatan pemisahan dapat dilihat dari hukum Stokes. Kecepatan pemisahan
semakin lambat kecepatan pemisahan fase dan semakin stabil emulsi yang
dihasilkan. Sedangkan kecepatan pemisahan berbanding lurus dengan ukuran
droplet, semakin besar ukuran droplet menandakan kecepatan pemisahan emulsi yang meningkat (Aulton, 2003).
E. Rheologi
Rheologi merupakan ilmu tentang aliran yang ditunjukkan melalui sifat
viskositas dari sediaan serbuk, cairan, dan semisolid (Sinko and Singh, 2011). Viskositas adalah sifat tahanan atau resistensi suatu cairan untuk mengalir atau
bergerak. Semakin besar viskositas, semakin besar pula resistensinya untuk
mengalir (Aulton, 2003). Rheologi penting untuk dipelajari karena rheologi terkait
dengan analisa kriteria sediaan yang meliputi proses pencampuran dan sifat alir
bahan, pengisian sediaan ke dalam kemasan, dan cara pengeluaran sediaan dari
kemasan seperti pada saat pengeluaran sediaan dari dalam kemasan tube, botol, atau
jarum suntik (Allen, Popovich, and Ansel, 2011). Selain itu, pemilihan alat, proses,
dan cara pembuatan dari suatu sediaan juga dipengaruhi oleh sifat rheologi sediaan
(Sinko and Singh, 2011).
Berdasarkan sifat alir yang dimiliki suatu bahan atau sediaan, rheologi
terbagi menjadi dua kategori yaitu Newtonian dan non-Newtonian. Aliran
Newtonian akan menunjukkan nilai viskositas yang konstan (tidak berubah)
Aliran non-Newtonian terdiri dari tiga tipe yaitu tipe plastik, tipe pseudoplastik, dan
tipe dilatan (Allen et al., 2011).
[image:42.595.85.514.187.643.2]1. Newtonian
Gambar 3. Ilustrasi konsep Newtonian (Allen et al., 2011)
Tipe Newtonian (gambar 3) digambarkan melalui perumpamaan
cairan sebagai balok yang terdiri dari lapisan-lapisan paralel, seperti setumpuk
kartu dengan lapisan dasar yang tertempel pada dasar. Ketika tekanan diberikan
pada lapisan atas, maka lapisan atas tersebut akan berpindah dalam kecepatan
yang tetap. Setiap lapisan akan berpindah dengan dengan suatu kecepatan yang
berbanding lurus dengan jarak dengan lapisan dasar yang diam, sehingga dapat
dikatakan bahwa semakin besar viskotas, maka semakin besar pula tekanan
(shear stress) yang dibutuhkan untuk memperoleh rate of shear tertentu (Allen
et al., 2011; Sinko and Singh, 2011). 2. Non-Newtonian
Tipe aliran New-Newtonian adalah tipe aliran yang tidak mengikuti
prinsip hukum Newton seperti pada tipe Newtonian. Tipe non-Newtonian
biasanya dimiliki oleh sediaan cair dan padat yang heterogen seperti larutan
a. Plastik
Gambar 4. Ilustrasi konsep non-Newtonian tipe plastik (Allen et al., 2011)
Bahan yang bersifat plastik (gambar 4) atau disebut Bingham bodies tidak akan mengalir sebelum shear stress yang diberikan melampaui yield value tertentu, dan selama shear stress belum melampaui
yield value maka bahan akan bersifat elastis. Sifat plastik dapat dihubungkan dengan terjadinya flokulasi, semakin besar flokulasi yang
terjadi maka semakin besar pula yield value (Allen et al., 2011; Sinko and
Singh, 2011).
b. Pseudoplastik
Gambar 5. Ilustrasi konsep non-Newtonian tipe pseudoplastik (Allen et al., 2011)
Bahan bersifat pseudoplastik (gambar 5) akan mengalami
terdapatnya yield value seperti pada tipe plastik. Pada tipe pseudoplastik,
peningkatan shear stress akan membuat rate of shear juga meningkat sehingga bahan dengan tipe ini juga sering disebut shear-thinning system
(Allen et al., 2011).
[image:44.595.85.516.197.639.2]c. Dilatan
Gambar 6. Ilustrasi konsep non-Newtonian tipe dilatan (Allen et al., 2011)
Bahan yang bersifat dilatan (gambar 6) adalah bahan yang akan
F. Pemerian Bahan 1. Tween 80
Gambar 7. Struktur molekul Tween 80 (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009)
Tween 80 (gambar 7) memiliki rumus molekul C64H124O26, bobot
molekul 1310 g/mol, warna dan bentuk pada suhu 25°C yaitu cairan berminyak
warna kuning, dengan HLB sebesar 15, dan viskositas 425 mPas. Tween 80
larut dalam etanol dan air, namun tidak larut dalam mineral oil. Tween 80 bersifat stabil terhadap elektrolit, asam atau basa lemah, tetapi incompatible dengan basa kuat karena dapat menyebabkan terjadinya saponifikasi. Selain itu,
dapat terjadi pengendapan atau perubahan warna pada Tween 80 karena adanya
senyawa fenol, tanin, dan antimikroba golongan paraben (Rowe et al., 2009).
Tween 80 dapat berfungsi sebagai surfaktan karena dapat menurunkan
tegangan antar muka antara fase minyak dengan fase air dalam pembuatan suatu
sistem nanoemulsi (Tsai et al., 2014). Tween 80 telah digunakan secara luas di
bidang kosmetik maupun farmasetik karena sifatnya yang tidak iritatif dan tidak
toksik. Penggunaan Tween 80 pada bidang farmasi selain sebagai surfaktan
2. Polietilen glikol (PEG) 400
[image:46.595.86.514.106.670.2]
Gambar 8. Struktur molekul PEG 400 (Rowe et al., 2009)
PEG 400 (gambar 8) merupakan cairan jernih tidak berwarna, dengan
nilai viskositas sebesar 105-130 mPas., dan nilai HLB sebesar 13,1. PEG 400
merupakan senyawa tidak toksik dan tidak iritatif yang bersifat hidrofilik, larut
dalam air, alkohol, heksan, aseton, dan sedikit larut dalam hidrokarbon alifatik.
PEG digunakan dalam formula sediaan farmasi sebagai basis, suspending agent, solubilizing agent dan emulsifier (Rowe et al., 2009). Penggunaan PEG 400 sebagai kosurfaktan suatu nanoemulsi berfungsi pada stabilisasi lapisan
film pada droplet nanoemulsi dalam konsentrasi 6-19% (Suciati et al., 2014).
3. Virgin Coconut Oil (VCO)
VCO merupakan minyak nabati yang diperoleh dari kelapa (Cocos
nucifera L.), dengan atau tanpa penggunaan panas, dan tanpa proses pemutihan atau penambahan aroma. Beberapa cara dalam ekstraksi minyak kelapa antara
lain melalui proses kering mapun basah. VCO yang diperoleh dari proses
ekstraksi basah lebih disukai karena tidak memerlukan bahan kimia maupun
perlakuan panas yang tinggi (Sanjeewani and Sakeena, 2013; Suraweera et al.,
VCO merupakan minyak yang tidak mengiritasi kulit, dan telah
dikenal di kalangan peneliti maupun masyarakat karena manfaatnya bagi
kesehatan tubuh (Sanjeewani and Sakeena, 2013). Asam laurat yang
terkandung dalam VCO memiliki manfaat sebagai pemberi asupan vitamin,
serta memiliki aktivitas sebagai anti mikroba dan anti virus. VCO dapat
digunakan dalam produk makanan maupun produk kosmetik dan farmasi
(Mansor, Che, Shuhaimi, Abdul, and Ku, 2012). VCO dapat diaplikasikan
sebagai fase minyak dalam pembuatan sediaan nanokrim (Al-Edresi and Baie,
2010).
4. Aquadest
Aquadest digunakan sebagai pelarut dan pembawa pada formulasi farmasetika. Pada aplikasi farmasi, air dimurnikan dengan cara destilasi,
pertukaran ion, reverse osmosis (RO), atau beberapa proses lain yang sesuai untuk menghasilkan aquadest. Karakteristik aquadest adalah cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe et al., 2009).
G. Landasan Teori
KAD memiliki sifat sebagai antioxidant scavenger yang baik. Sifat liposoluble yang dimiliki oleh KAD membuat KAD dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan nanokrim. Nanokrim adalah sediaan nanoemulsi yang berbentuk
semisolid. Kelebihan sistem nanoemulsi sebagai sediaan topikal yaitu adanya peningkatan kapasitas kelarutan zat aktif sehingga membuat aktivitas termodinamik
aktif karena adanya efek sinergis dari berbagai komponen yang dapat membantu
proses penghantaran zat aktif yang melewati kulit.
Nanoemulsi dapat dibuat dengan metode energi rendah maupun metode
energi tinggi. Penelitian Al-Eldresi dan Baie (2010) telah memformulasikan
nanokrim KAD dengan metode energi rendah jenis EIP dengan alat pengaduk
magnetik termodifikasi elektroda. Kelemahan pada metode tersebut terletak pada
kerumitan alat dan kestabilan suhu yang harus terjaga, karenanya diperlukan
penelitian mengenai pembuatan nanokrim KAD yang stabil secara fisik dengan alat
yang lebih sederhana. Penelitian Abdulkarim et al. (2010a) telah membuktikan penggunaan metode energi tinggi dalam membuat nanokrim menggunakan alat
sederhana yaitu propeller dengan sistem high-shear stirring. Mixer merupakan alat
yang bersistem sama dengan propeller, sehingga pembuatan nanokrim KAD juga
dapat dilakukan dengan mixer. Nanokrim KAD dibuat dengan menggunakan surfaktan dan kosurfaktan Tween 80 dan PEG 400. Pemilihan surfaktan Tween 80
dan kosurfaktan PEG 400 mengacu pada penelitian pembuatan nanoemulsi yang
dilakukan Suciati et al. (2010).
Pengujian stabilitas nanokrim dapat dilakukan dengan pengujian stabilitas
dipercepat yang dilakukan pada suhu 40 ± 2°C dengan RH sebesar 75 ± 5% selama
30 hari, dengan parameter uji berupa sifat fisik seperti sifat organoleptis,
homogenitas, pH, tipe nanokrim, ukuran droplet, viskositas, daya sebar, dan daya
lekat. Nanokrim dikatakan stabil secara fisik jika tidak terjadi pemisahan fase dan
atau hasil analisa statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna antara sifat fisik
H. Hipotesis
Sediaan nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan polietilen glikol 400 yang stabil secara fisik dapat dibuat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang pembuatan nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan polietilen glikol 400 menggunakan
mixer termasuk jenis penelitian pra-eksperimental.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah formula dan
metode pembuatan sediaan nanokrim dengan menggunakan mixer.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat
fisik dan stabilitas fisik nanokrim kojic acid dipalmitate.
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah lama dan kecepatan pengadukan saat pembuatan
nanokrim, serta suhu dan kelembapan saat pengujian stabilitas dipercepat.
d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam
penelitian ini adalah suhu dan kelembapan ruang saat pembuatan nanokrim.
2. Definisi operasional
yaitu dalam rentang pH 4 hingga pH 9 yang secara in situ akan terhidrolisis
oleh enzim esterase pada sel kulit menjadi KA.
b. Nanokrim. Suatu dispersi koloid O/W berbentuk semisolid yang terdiri dari
fase minyak yang terdispersi ke dalam fase air dengan membentuk droplet
dengan diameter sebesar 20-500 nm.
c. Surfaktan. Suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik yang
dapat mempersatukan campuran air dan minyak. Surfaktan yang digunakan
adalah Tween 80.
d. Kosurfaktan. Suatu molekul yang dapat menurunkan tegangan muka antar
fase lebih lanjut serta menfluidisasi lapisan film surfaktan. Kosurfaktan
yang digunakan adalah PEG 400.
e. Mixer. Alat yang digunakan dalam pembuatan nanokrim dengan metode high-shear stirring.
f. Sifat fisik. Karakteristik fisik yang dimiliki sediaan nanokrim, meliputi sifat
organoleptis, homogenitas, pH sediaan sebesar 4,5-7, tipe nanokrim O/W,
ukuran droplet sebesar 20-500 nm, viskositas pada kecepatan 287 rpm, daya sebar sebesar 5-7 cm, dan daya lekat sebesar kurang dari 4 detik.
g. Stabilitas fisik. Stabilitas sediaan nanokrim, dilihat dari parameter sifat fisik
sediaan yang telah melalui uji stabilitas dipercepat pada suhu 40 ± 2°C
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kojic acid dipalmitate
(kualitas teknis, Cortico Mulia Sejahtera), Tween 80 (kualitas teknis, Bratachem),
PEG 400 (kualitas teknis, Bratachem), VCO (kuallitas teknis, Tekun Jaya), dan
aquadest.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex),
neraca analitik (OHAUS), mixer (Miyako SM-625), mangkuk plastik, anak timbang, kaca ekstensometer, gelas objek, stopwatch, particle size analyzer (PSA)
tipe dinamic light scattering (Horiba SZ-100), pH meter (SI Analytics), viskometer
(Rheosys Merlin VR), dan climatic chamber (Memmert).
E. Tata Cara Penelitian 1. Formula sediaan nanokrim KAD
Formula acuan yang digunakan dalam pembuatan sediaan nanokrim
[image:52.595.85.515.212.685.2]O/W tertera pada tabel I.
Tabel I. Formula acuan nanokrim
Bahan Fungsi Formula
(%b/b) POEs Fase minyak 25 Tween 80 Surfaktan 30,4
Span 20 Surfaktan 7,6 Aquadest Fase air 37
Berdasarkan formula acuan di atas dilakukan modifikasi pada
penggantian fase minyak yang sebelumnya digunakan POEs (palm oil esters)
menjadi VCO, penambahan zat aktif berupa kojic acid dipalmitate, penggantian
surfaktan Span 20 menjadi kosurfaktan PEG 400. Modifikasi juga meliputi
pengurangan fase minyak serta penambahan fase air yang dilakukan
berdasarkan pengamatan pada saat orientasi pembuatan dikarenakan
konsistensi nanokrim yang terlalu berminyak. Formula modifikasi yang
[image:53.595.93.513.220.627.2]dihasilkan tertera pada tabel II.
Tabel II. Formula nanokrim KAD
Bahan Fungsi Formula
(%b/b) VCO Fase minyak 20 KAD Zat aktif 1 Tween 80 Surfaktan 30,4
PEG 400 Kosurfaktan 7,6 Aquadest Fase air 42
2. Pembuatan sediaan nanokrim KAD
Metode pembuatan nanokrim KAD mengacu pada penelitian yang
dilakukan Abdulkarim et al. (2010a) mengenai pembuatan nanokrim piroksikam dengan metode energi tinggi jenis high-shear stirring dengan alat
propeller. Modifikasi dilakukan pada alat yang digunakan, yang sebelumnya digunakan propeller diganti dengan menggunakan mixer yang sama-sama memiliki sistem rotor-stator dan prinsip high-shear stirring.
Metode pembuatan nanokrim yang diacu dimulai dengan
selama 15 menit, kemudian ditambahkan zat aktif dan dicampur kembali selama
30 menit, lalu ditambahkan fase air dan kembali dicampur selama 30 menit.
Pada metode pembuatan nanokrim KAD yang dilakukan juga
sama-sama dimulai dengan mencampurkan fase minyak, surfaktan, dan kosurfaktan
yaitu VCO, Tween 80, dan PEG 400 dengan menggunakan mixer di dalam mangkuk plastik selama 15 menit. Setelah itu ditambahkan zat aktif KAD ke
dalam campuran dan dicampur kembali selama 30 menit. Aquadest sebagai fase
air ditambahkan ke dalam campuran dan dilakukan pencampuran kembali
selama 30 menit.
3. Evaluasi sifat fisik sediaan nanokrim KAD
a. Uji organoleptis. Pengamatan secara visual terhadap bau, warna, bentuk
atau konsistensi, dan ada tidaknya pemisahan fase sediaan nanokrim.
b. Uji homogenitas. Sediaan nanokrim diletakkan di atas gelas objek,
kemudian ditutup dengan penutup lalu diamati homogenitas dari dispersi
partikelnya.
c. Uji pH. Pengukuran pH sediaan nanokrim menggunakan pH meter,
dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam nanokrim dan hasil
pH akan langsung muncul pada layar setelah beberapa saat. Alat pH meter
harus terkalibrasi secara berkala sesuai dengan indikator kebutuhan
kalibrasi yang tertera pada layar pH meter. Kalibrasi dilakukan dengan
menggunakan larutan buffer standar dengan pH 4 dan pH 7, pH meter harus
bisa menunjukkan nilai pH yang benar sesuai dengan nilai pH buffer.
d. Uji tipe nanokrim. Uji dilakukan dengan mendispersikan nanokrim ke
dalam fase air (1:100) dan juga ke dalam fase minyak (1:100). Nanokrim
yang dapat terdispersi sempurna dalam fase air (aquadest) menunjukkan
tipe nanokrim O/W, dan jika nanokrim dapat terdispersi sempurna dalam
fase minyak (VCO) menunjukkan tipe nanokrim W/O.
e. Uji ukuran droplet. Pengujian ukuran dropletnanokrim dilakukan dengan
menggunakan PSA tipe dinamic light scattering. Pengujian dimulai dengan
mengencerkan sampel sampai 1000 kali menggunakan akuabides,
kemudian sampel dimasukkan ke dalam kuvet kaca dan diletakkan ke dalam
alat PSA. Alat PSA akan bekerja dengan menembak droplet dengan sinar
pada sudut 90°, droplet akan menghamburkan sinar dan hamburan sinar akan terbaca sebagai ukuran droplet pada program Horiba SZ-100.
f. Uji viskositas. Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer
Merlin VR dengan sistem co-axial cylinders. Sediaan nanokrim diisi ke dalam tabung co-axial cylinders sampai setengah penuh, kemudian silinder
bagian atas dari co-axial cylinders diturunkan dan diukur viskositasnya
pada rentang kecepatan 1-250 rpm. Hasil nilai viskositas langsung terbaca
dengan menggunakan program Rheosys micra.
g. Uji daya sebar. Sediaan nanokrim ditimbang sebanyak 1 gram, diletakkan
di atas kaca ekstensometer dengan alas millimeter block pada bagian tengah
dan ditutup selama 1 menit dengan penutup kaca dan beban sebesar 125
gram. Diameter sebaran sediaan diukur dengan mengambil panjang dari
h. Uji daya lekat. Sediaan nanokrim ditimbang sebanyak 0,03 gram, diletakkan
pada gelas objek dan ditambahkan beban sebesar 1 kg selama 60 detik.
Setelah itu beban diturunkan, dan gelas objek ditarik dengan beban anak
timbang seberat 80 gram. Waktu yang dibutuhkan gelas objek sampai saling
lepas dicatat.
i. Perhitungan rasio pemisahan fase. Uji rasio pemisahan fase dilakukan jika
terjadi pemisahan fase emulsi pada nanokrim. Uji rasio pemisahan fase
dihitung dengan membandingkan volume emulsi yang memisah dengan
volume total emulsi.
4. Evaluasi stabilitas fisik sediaan nanokrim
Evaluasi dilakukan dengan melihat parameter sifat fisik sediaan yang
telah melalui uji stabilitas dipercepat yaitu sediaan yang disimpan pada suhu 40
± 2°C dengan RH sebesar 75 ± 5% selama satu bulan atau 30 hari dengan
menggunakan climatic chamber. Apabila sampel tidak mengalami pemisahan
fase emulsi, maka selanjutnya dilakukan pengujian sifat fisik terhadap
nanokrim setelah penyimpanan.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data sifat fisik nanokrim
KAD yang meliputi sifat organoleptis, homogenitas, pH, tipe nanokrim, ukuran
droplet, viskositas, daya sebar, dan daya lekat dari nanokrim baik sebelum maupun setelah dilakukan penyimpanan (accelerated testing). Jika setelah masa
dilakukan kembali uji sifat fisik nanokrim. Uji statistik data menggunakan aplikasi
program R 3.2.2. Uji normalitas distribusi data dilakukan dengan melihat nilai p
(p-value) dengan tingkat kepercayaan 95%. Data yang terdistribusi normal akan diolah dengan uji T, sedangkan data yang tidak terdistribusi normal akan diolah dengan
uji Wilcoxon untuk mendapatkan p-value. Jika p-value kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan nilai yang bermakna setelah sampel mengalami
penyimpanan atau dapat dikatakan nanokrim mengalami ketidakstabilan.
Jika selama masa penyimpanan terjadi pemisahan fase sebagai bentuk
ketidakstabilan, maka tidak dilakukan uji sifat fisik tetapi dilakukan perhitungan
rasio pemisahan fase dengan menghitung rasio volume nanokrim yang memisah
37 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Metode Pembuatan
Nanokrim KAD dibuat dengan menggunakan metode emulsifikasi energi
tinggi high-shear stirring karena dibuat dengan menggunakan mixer yang memiliki
sistem rotor-stator. Tata cara pembuatan nanokrim mengacu pada pembuatan nanokrim piroksikam yang telah dilakukan oleh Abdulkarim et al., pada tahun 2010
dengan perbedaan pada bahan, zat aktif, dan jenis alat yang digunakan, tetapi alat
yang digunakan sama-sama bersistem rotor-stator. Nanokrim KAD telah dibuat oleh Al-Edresi dan Baie (2010) dengan menggunakan metode energi rendah (EIP)
dengan menggunakan alat pengaduk magnetik termodifikasi dengan elektroda dan
dihasilkan nanokrim KAD dengan ukuran droplet sebesar < 350 nm.
Perbedaan antara metode energi tinggi dengan metode energi rendah
terletak pada energi yang dibutuhkan untuk pembuatan serta pada titik kritis yang
menentukan keberhasilan dalam membuat droplet berukuran nano. Metode energi
tinggi memerlukan energi yang lebih tinggi dibandingkan metode energi rendah,
karena pada metode ini energi berpengaruh langsung terhadap proses pembentukan
droplet, atau dapat dikatakan energi berperan sebagai pembentuk droplet sehingga terbentuk suatu nanoemulsi. Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil droplet pada metode energi tinggi adalah jumlah surfaktan, karena surfaktan merupakan
bahan yang dapat menurunkan tegangan muka antar fase sehingga fase minyak
Pada pembuatan nanoemulsi energi rendah, tidak diperlukan energi
sebesar metode energi tinggi karena proses pembentukan droplet tidak dipengaruhi
oleh besarnya energi, tetapi bergantung pada perubahan komposisi bahan dan suhu
pada saat pembuatan. Nanokrim KAD pada penelitian Al-Edresi dan Baie (2010)
dilakukan dengan menggunakan energi rendah EIP, di mana faktor kritis
pembentukan droplet terletak pada perubahan nilai HLB yang disebabkan oleh berubahnya jumlah air pada campuran bahan. Oleh karena itu, pembuatan
nanoemulsi yang dilakukan Al-Edresi dan Baie (2010) dilakukan dengan
menggunakan pengaduk magnetik yang telah termodifikasi dengan elektroda agar
dapat mengetahui titik terjadinya perubahan fase emulsi dari W/O menjadi O/W.
Sedangkan pada nanokrim KAD yang dibuat dalam penelitian ini, dibuat dengan
menggunakan metode energi tinggi high-shear stirring dengan alat mixer. Droplet
berukuran nano terbentuk dari adanya proses pencampuran (mixing) yang
dilakukan oleh mixer.
Nanokrim KAD dibuat dengan menggunakan surfaktan dan kosurfaktan.
Penambahan kosurfaktan dilakukan agar dapat menurunkan jumlah surfaktan yang
digunakan karena kosurfaktan dapat menurunkan tegangan muka antar fase lebih
lanjut dan memfluidisasi lapisan film surfaktan, atau dengan kata lain kosurfaktan
dapat membantu kerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antar fase. Surfaktan
dan kosurfaktan yang digunakan adalah Tween 80 dan PEG 400 yang memiliki
nilai HLB sebesar 15 dan 13,1 dengan perbandingan 8 : 2 dalam konsentrasi 38%,
dan memiliki nilai HLB gabungan sebesar 14,62 (lampiran 2). Nilai HLB yang
diperlukan dalam membuat suatu nanoemulsi menggunakan surfaktan Tween 80
dan kosurfaktan PEG 400, dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan Suciati et
al., (2010) yang membuat nanoemulsi yang stabil dengan menggunakan surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400 dengan nilai HLB gabungan sebesar 14,37.
Nanokrim KAD yang dibuat dalam penelitian ini memiliki ukuran droplet
sebesar 270,21 nm. Ukuran droplet nanokrim KAD memenuhi kriteria ukuran droplet sediaan nanokrim yaitu sebesar 20-500 nm. Hal ini menunjukkan bahwa nanokrim KAD dapat dibuat baik dengan menggunakan metode energi tinggi
high-shear stirring dengan alat mixer maupun dengan metode energi rendah EIP menggunakan alat pengaduk magnetik yang telah termodifikasi elektroda.
B. Uji Sifat Fisik Nanokrim
Sediaan dikatakan berkualitas jika memenuhi kriteria sifat fisik dan
mampu mempertahankannya selama masa penyimpanan (stabil). Pengujian sifat
fisik yang dilakukan meliputi sifat organoleptis, homogenitas, pH, tipe nanokrim,
ukuran droplet, viskositas, daya sebar, dan daya lekat nanokrim.
1. Uji organoleptis, homogenitas, dan pH
Uji organoleptis yang dilakukan meliputi pengamatan fisik terhadap
bau, warna, dan bentuk nanokrim. Uji organoleptis penting untuk dilakukan
karena terkait dengan estetika produk dan penerimaan produk oleh konsumen.
Uji organoleptis dapat mengamati secara langsung bentuk ketidakstabilan
emulsi yang terjadi seperti pemisahan fase, perubahan bau dan warna. Hasil uji
Tabel III. Data organoleptis, homogenitas, dan pH nanokrim
Parameter Hasil
Bau Khas kelapa Warna Putih kekuningan Bentuk Emulsi kental Pemisahan fase Tidak ada
Homogenitas Homogen
pH (x̄ ± SD) 7,19 ± 0,07
Hasil uji organoleptis terhadap nanokrim KAD menunjukkan bahwa
nanokrim memiliki bau khas kelapa yang berasal dari VCO yang merupakan
fase minyak dari nanokrim, berwarna putih kekuningan, berbentuk emulsi
kental, dan tidak terdapat pemisahan fase emulsi.
Uji homogenitas dilakukan untuk memastikan bahwa semua bahan
dalam nanokrim telah tercampur secara homogen sehingga terjadi keseragaman
dosis saat digunakan. Pengukuran uji homogenitas didasarkan pada pengamatan
secara visual terhadap distribusi partikel. Hasil dari pengamatan uji
homogenitas nanokrim KAD menunjukkan bahwa nanokrim yang dibuat telah
homogen, karena memiliki partikel yang terdistribusi secara merata, serta tidak
mengalami penggumpalan.
Sebagai sediaan topikal, nanokrim sebaiknya memiliki pH yang sama
dengan pH kulit yaitu antara 4,5 hingga 7 untuk mencegah terjadinya iritasi
kulit yang timbul akibat perbedaaan pH. Nanokrim KAD yang dibuat memiliki
pH sebesar 7,19 yaitu sudah sesuai dengan pH kulit.
2. Uji tipe nanokrim
Uji tipe nanokrim dilakukan untuk mengetahui tipe emulsi nanokrim.
dihasilkan memiliki tipe O/W karena nanokrim dapat terdispersi sempurna
dalam air, tetapi tidak larut di dalam minyak (gambar 9). Tipe nanokrim O/W
merupakan tipe nanokrim yang diinginkan, karena dalam tipe ini fase minyak
VCO yang mengandung KAD terdispersi menjadi droplet berukuran nano.
[image:62.595.84.515.215.637.2]
Gambar 9. Hasil pengujian tipe nanokrim, (a) didispersikan dalam aquadest, (b) didispersikan dalam VCO
Penentuan tipe nanokrim yang diperoleh diperkuat dengan perhitungan
nilai HLB sediaan. Nanokrim KAD memiliki nilai HLB sebesar 14,62. Sediaan
dengan nilai HLB > 7 akan cenderung membentuk tipe emulsi O/W, sehingga
berdasarkan perhitungan nilai HLB maka tipe nanokrim yang dibuat akan
memiliki tipe emulsi O/W.
3. Uji ukuran droplet
Tujuan dari pengujian ukuran droplet adalah untuk mengetahui ukuran
droplet nanokrim KAD. Hasil pengujian ukuran droplet (lampiran 6) menunjukkan bahwa ukuran droplet n