• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan nanokrim kojic acid dipalmitate dengan kombinasi surfaktan tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua 12814129

ABSTRACT

Kojic acid dipalmitate (KAD) is a synthetic compound that is derived from Kojic Acid (KA), which has antioxidant activity and depigmentation activity. Its lipophilic property allow KAD to be formulated as a nanocream which has droplet size range 20 nm until 500 nm. Nanocream formulations need surfactant and co-surfactant combination in order to reduce droplet size. Furthermore, method of nanocream formulations also affect in reducing droplet size. The purpose of this study is to obtain KAD nanocream which has good stability with combination of Tween 80 as a surfactant and propylene glycol as a co-surfactant using a mixer.

KAD nanocream was made using a mixer that is a rotor stator system and involved in high energy emulsification method. The level one of mixer speed was used in this process for 75 minutes. Accelerated stability testing conducted at temperature/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% for a month.

The result show that mixer method could produce homogeneous nanocream with droplet size 181,398 nm, pH 7,004 ± 0,076, and viscosity 8,50183 ± 0,97 Pa.s. The result of stability testing showed that KAD nanocream was not stable with degree of phase separation 0,8 ± 0,1.

(2)

INTISARI

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) merupakan senyawa sintetik turunan Kojic Acid (KA) yang memiliki khasiat sebagai antioksidan dan agen depigmentasi.

Sifatnya yang lipofilik memungkinkan KAD untuk diformulasikan dalam bentuk sediaan nanokrim dengan ukuran droplet 20 nm hingga 500 nm. Nanokrim membutuhkan kombinasi surfaktan dan atau kosurfaktan untuk memperkecil ukuran droplet. Selain itu, metode pembuatan juga berpengaruh pada pengecilan ukuran droplet. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer.

Proses pembuatan nanokrim KAD menggunakan alat mixer yang merupakan sistem rotor stator dan termasuk dalam metode emulsifikasi menggunakan energi tinggi. Level kecepatan mixer yang digunakan yaitu level satu dengan total waktu pembuatan 75 menit. Uji stabilitas nanokrim KAD menggunakan uji stabilitas dipercepat menggunakan suhu/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% selama satu bulan. Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi organoleptis, homogenitas, pH, tipe emulsi, ukuran droplet, viskositas dan rheologi, daya sebar, serta daya lekat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan nanokrim KAD dengan

mixer dapat memperkecil ukuran droplet hingga 181,398 nm dengan sifat fisik

antara lain homogen, pH 7,004 ± 0,076, dan memiliki viskositas 8,50183 Pa.s ± 0,97. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa nanokrim KAD tidak stabil karena mengalami pemisahan fase, yaitu sedimentasi, dengan rasio pemisahan fase sebesar 0,8 ± 0,1.

(3)

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua

NIM : 128114129

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua

NIM : 128114129

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)

Pengesahan Skripsi Berjudul

PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MER

Panitia Penguji

Oleh:

Agnesia Brilianti Kananlua

NIM: 128114129

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dhama

Pada tanggal: 19 Januari 2016

I. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.

2. Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt.

3. Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt.

4. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt.

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha.”

“Langit tidak perlu menjelaskan bahwa dirinya tinggi. People know you are

good if you are good.”

-Anonim-Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria

Papa dan Mama

Ignasius

Tante Sulis

(8)

v PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria

karena telah memberkati dan membimbing setiap langkah penulis dalam

menyelesaikan skripsi yang berjudul “PEMBUATAN NANOKRIM KOJIC ACID

DIPALMITATE DENGAN KOMBINASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN

KOSURFAKTAN PROPILEN GLIKOL MENGGUNAKAN MIXER”. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

Program Studi Farmasi (S. Farm.).

Selama proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, penulis

mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Papa dan Mama yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan

semangat selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku pembimbing satu dan Beti

Pudyastuti, M.Sc., Apt., selaku pembimbing dua, yang dengan sabar

membimbing penulis selama pengerjaan skripsi.

3. Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. dan Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt.

selaku penguji yang telah memberikan saran demi perbaikan naskah skripsi.

4. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku kepala laboratorium Universitas Sanata

Dharma yang memberikan izin menggunakan laboratorium dan izin lembur

(9)

vi

5. Para laboran, terutama Pak Musrifin dan Mas Agung yang membantu dalam

pelaksanaan penelitian.

6. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu

memberikan dukungan sejak awal semester hingga saat ini.

7. Suzan, Venny, Meda, dan Stephanie selaku teman seperjuangan yang selalu

memberikan semangat dan masukan demi terselesaikannya penelitian ini.

8. Teman-teman FSM D dan FST B yang telah mewarnai hari-hari selama 3,5

tahun ini dan memberikan pengalaman yang tak terlupakan.

9. Kakak-kakak tingkat yang telah membantu, membagikan pengalaman, dan

memberikan semangat.

10. Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

yang telah membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi

perkembangan dan kemajuan ilmu pendidikan, terutama ilmu kefarmasian.

Penulis

(10)

PENYATAAN KEASLIAN RY A

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan datar pustaka, sebagaimana layaknya kaya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indiasi plagiarisme dalam naskah

ini, mka saya ersedia menanggung segala anksi sesuai peratuan

perundang-undangan yang berlaku.

vii

Y ogyakarta, 4 Desember 2015 Penulis

(11)

LEBAR PERNYATAAN PERSETUUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang ertanda tangan di bawah ini, aya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Anesia Brilianti Kannlua

N1 : 128114129

Demi pengembngan ilmu pengetahun, saya memerikan kepada pepusn Universitas Sanaa Dhama kaya ilmiah aya yang bejudul:

PEBUATAN NANOM KOJIC ACID DIPAMITATE DENGN

KOBNASI SURFAKTAN TWEEN 80 DAN KOSURFAKTAN

PROPILEN GLIKOL ENGGUNAKAN MER

Denan demikin, saya memerikan kepada Perpustakaan Universitas Snata

Dhrma hak untuk menyimpan, · mengalihkan dalam entuk media lain,

mengolahnya dalam entuk pangkalan daa, mendisribusikan scara terbatas, dan

mempublikasiannya di intenet atau media lain untuk kepentingn akademis anpa

perlu meminta ijin dari aya maupun memberikan royalti kepada aya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian surat enyataan ini yang saya buat dengn sebennya.

Dibuat di Y ogykarta

Pada tanggal: 19 esemer 2016

Yang menyatakan

Anesia Brilianti Kananlua

••

(12)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..……. ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv

PRAKATA………...………. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……… viii

DAFTAR ISI………. ix

3. Manfaat penelitian……… 6

B. Tujuan Penelitian………... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………. 7

A. Kojic Acid Dipalmitate (KAD) ……….. 7

B. Nanokrim………... 8

C. Stabilitas Fisik Nanokrim……… 11

D. Metode Pembuatan Nanokrim………. 13

1. Metode emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi)……… 13

2. Metode emulsifikasi energi rendah (metode kondensasi)… 17 E. Rheologi………... 18

1. Tipe Newtonian………. 19

(13)

x

F. Evaluasi Fisik Nanokrim………. 22

1. Organoleptis………... 22

9. Rasio pemisahan fase….……… 25

G. Pemerian Eksipien………... 26

1. Tween 80………... 26

BAB III. METODE PENELITIAN………... 30

A. Jenis Rancangan Penelitian……….. 30

B. Variabel dan Definisi Operasional………... 30

1. Variabel penelitian………. 30

2. Definisi operasional………... 31

C. Bahan Penelitian………... 32

D. Alat Penelitian………... 32

E. Tata Cara Penelitian………... 32

1. Formulasi nanokrim KAD………. 33

2. Evaluasi sifat fisik nanokrim KAD……… 34

3. Evaluasi stabilitas fisik nanokrim KAD……… 35

F. Analisis Data………... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 37

(14)

xi

B. Evaluasi Fisik Nanokrim KAD………..……….. 38

1. Organoleptis, homogenitas, dan pH………... 38

2. Tipe emulsi………... 39

3. Ukuran droplet..………... 40

4. Viskositas dan rheologi………..……… 42

5. Daya sebar………..………... 43

6. Daya lekat………..……... 44

C. Stabilitas Fisik………... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 46

A. Kesimpulan………... 46

B. Saran………... 46

DAFTAR PUSTAKA………... 47

LAMPIRAN………... 51

(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I Keaslian Penelitian………….………... 5

Tabel II. Formula Acuan Sediaan Nanokrim………... 33

Tabel III. Formula Modifikasi Sediaan Nanokrim……… 33

Tabel IV. Data Organopeltis, Homogenitas, dan pH Nanokrim KAD.. 38

Tabel V. Hasil Uji Viskositas, Daya Sebar, Daya lekat, dan

(16)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur KAD……….. 7

Gambar 2. Jenis Sistem Emulsi……… 9

Gambar 3. Struktur Sederhana Surfaktan………. 10

Gambar 4. Tipe Konfigurasi Misel………... 10

Gambar 5. Skema Fenomena Ketidakstabilan Nanoemulsi………. 11

Gambar 6. Metode Emulsifikasi Energi Tinggi (Metode Dispersi)……. 14

Gambar 7. Desain Emulsifikasi Membran……… 17

Gambar 8. Kurva Tipe Sifat Alir……….. 19

Gambar 9. Struktur Tween 80……….. 26

Gambar 10. Struktur Propilen Glikol………. 26

Gambar 11. Pengujian Tipe Emulsi……… 40

Gambar 12. Kurva Distribusi Ukuran Droplet Nanokrim KAD………… 42

(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis Kojic Acid Dipalmitate (KAD)… 52

Lampiran 2. Perhitungan HLB……….. 53

Lampiran 3. Data Pengujian Organoleptis Nanokrim KAD…………. 53

Lampiran 4. Data Pengujian Homogenitas, pH, Tipe Emulsi, Daya

Sebar, Daya Lekat, dan Viskositas Nanokrim KAD…… 53

Lampiran 5. Data Pengujian Viskositas……… 54

Lampiran 6. Data Pengujian Ukuran Droplet dan Perhitungannya…... 57

Lampiran 7. Perhitungan % Polydispersity (% Pd)………... 58

Lampiran 8. Data Perhitungan Rasio Pemisahan Fase……….. 58

(18)

xv INTISARI

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) merupakan senyawa sintetik turunan Kojic Acid (KA) yang memiliki khasiat sebagai antioksidan dan agen depigmentasi.

Sifatnya yang lipofilik memungkinkan KAD untuk diformulasikan dalam bentuk sediaan nanokrim dengan ukuran droplet 20 nm hingga 500 nm. Nanokrim membutuhkan kombinasi surfaktan dan atau kosurfaktan untuk memperkecil ukuran droplet. Selain itu, metode pembuatan juga berpengaruh pada pengecilan ukuran droplet. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol menggunakan mixer.

Proses pembuatan nanokrim KAD menggunakan alat mixer yang merupakan sistem rotor stator dan termasuk dalam metode emulsifikasi menggunakan energi tinggi. Level kecepatan mixer yang digunakan yaitu level satu dengan total waktu pembuatan 75 menit. Uji stabilitas nanokrim KAD menggunakan uji stabilitas dipercepat menggunakan suhu/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% selama satu bulan. Evaluasi fisik yang dilakukan meliputi organoleptis, homogenitas, pH, tipe emulsi, ukuran droplet, viskositas dan rheologi, daya sebar, serta daya lekat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan nanokrim KAD dengan

mixer dapat memperkecil ukuran droplet hingga 181,398 nm dengan sifat fisik

antara lain homogen, pH 7,004 ± 0,076, dan memiliki viskositas 8,50183 Pa.s ± 0,97. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa nanokrim KAD tidak stabil karena mengalami pemisahan fase, yaitu sedimentasi, dengan rasio pemisahan fase sebesar 0,8 ± 0,1.

(19)

xvi ABSTRACT

Kojic acid dipalmitate (KAD) is a synthetic compound that is derived from Kojic Acid (KA), which has antioxidant activity and depigmentation activity. Its lipophilic property allow KAD to be formulated as a nanocream which has droplet size range 20 nm until 500 nm. Nanocream formulations need surfactant and co-surfactant combination in order to reduce droplet size. Furthermore, method of nanocream formulations also affect in reducing droplet size. The purpose of this study is to obtain KAD nanocream which has good stability with combination of Tween 80 as a surfactant and propylene glycol as a co-surfactant using a mixer.

KAD nanocream was made using a mixer that is a rotor stator system and involved in high energy emulsification method. The level one of mixer speed was used in this process for 75 minutes. Accelerated stability testing conducted at temperature/RH 45°C ± 2°C/75% ± 5% for a month.

The result show that mixer method could produce homogeneous nanocream with droplet size 181,398 nm, pH 7,004 ± 0,076, and viscosity 8,50183 ± 0,97 Pa.s. The result of stability testing showed that KAD nanocream was not stable with degree of phase separation 0,8 ± 0,1.

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kulit sebagai lapisan terluar dari tubuh memiliki fungsi penting dalam

memproteksi organ-organ yang berada di bawah kulit dari invasi patogen, senyawa

atau pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan. Kulit juga mengatur suhu

tubuh dan keseimbangan elektrolit dan cairan dalam tubuh sehingga mencegah

terjadinya dehidrasi. Kulit manusia dapat mengalami penuaan yang akan

menyebabkan menurunnya kualitas kulit dalam memberikan fungsi proteksi.

Selama proses penuaan, kulit berubah menjadi lebih tebal, berkeriput, dan terlihat

tidak kencang (kendur). Salah satu penyebab penuaan pada kulit yaitu radikal

bebas. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkal radikal bebas

tersebut, sehingga mencegah penuaan kulit (Dayan, 2008).

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) merupakan salah satu senyawa antioksidan

yang memiliki dua mekanisme antioksidan yaitu sebagai free radical scavenger dan

agen pengkelat besi. Selain sebagai antioksidan, KAD juga memiliki fungsi sebagai

agen depigmentasi dengan mengkelat ion tembaga pada sisi aktif enzim tirosinase.

Enzim tersebut berperan dalam pembentukan melanin pada kulit (Gon alez, Corrêa,

and Chorolli, 2013; Gon alez, Marcussi, Calixto, Corrêa, and Chorilli, 2015). KAD

adalah senyawa sintetik, derivat dari senyawa Kojic Acid (KA) yang memiliki sifat

(21)

KAD bersifat lipofilik dan stabil terhadap panas serta cahaya dalam rentang pH

yang luas, yaitu 4-9 (Gon alez et al., 2013).

KAD yang bersifat lipofilik lebih mudah diformulasikan ke dalam suatu

sistem emulsi, yang terdiri dari fase air dan fase minyak. Penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Al-Edresi and Baie (2009) telah memformulasikan KAD dalam

bentuk nanokrim tipe minyak dalam air (M/A). Nanokrim adalah bentuk semisolid

dari nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan suatu sistem emulsi yang terbentuk dari

dispersi fase minyak ke dalam fase air atau sebaliknya, dan memiliki rata-rata

diameter droplet 20-500 nm. Seperti halnya nanoemulsi, sistem nanokrim terdiri

dari dua jenis, yaitu nanokrim minyak dalam air (M/A) dan nanokrim air dalam

minyak (A/M) (Al-Edresi and Baie, 2010). KAD yang diformulasikan ke dalam

bentuk sediaan nanokrim memiliki waktu tinggal yang lebih lama di kulit dari pada

KAD yang diformulasikan dalam krim biasa. Uji in vivo pada tikus yang dilakukan

oleh Al-Edresi and Baie (2010) menunjukkan bahwa nanokrim KAD dapat tertahan

di folikel rambut selama tujuh hari, sehingga memperlama aktivitas KAD pada

kulit.

Nanoemulsi dapat terbentuk jika di dalam sistem terdapat komponen

minyak, air, dan kombinasi surfaktan dan surfaktan atau kombinasi surfaktan dan

kosurfaktan. Surfaktan berperan penting dalam menurunkan tegangan antarmuka

minyak dan air, sementara kosurfaktan akan memperbesar penetrasi fase minyak ke

dalam area hidrofobik dari monomer surfaktan sehingga mengurangi tegangan

antarmuka (Kawakami et al., 2002; Shafiq, Shakeel, Talegaonkar, Ahmad, Khar,

(22)

menggunakan Emulium Kappa® sebagai emulsifier dan propilen glikol sebagai

kosurfaktan. Penelitian lainnya oleh Abdulkarim, Abdullah, Chitneni, Mahid, Yam,

Faisal et al., (2010) mengenai nanokrim piroxicam menggunakan kombinasi

surfaktan Tween 80 dan surfaktan Span 20.

Tween 80 dan propilen glikol yang sudah umum digunakan dalam

formulasi sediaan nanokrim, digunakan sebagai surfaktan dan kosurfaktan dalam

penelitian ini. Tween 80 (polyethoxysorbitan monooleate) merupakan surfaktan

non-ionik bersifat tidak mengiritasi dan tidak bersifat toksik. Tween 80 bersifat

hidrofilik dan memiliki nilai HLB sebesar 15 (Rowe, Sheskey, and Quin, 2009).

Propilen glikol merupakan kosurfaktan yang bersifat hidrofilik dengan HLB

sebesar 11,6. Kosurfaktan dengan struktur rantai pendek ini akan menembus

permukaan dari monomer surfaktan secara efektif (Borhade, Pathak, Sharma, and

Patrayale, 2012).

Metode emulsifikasi nanoemulsi dibedakan menjadi dua, yaitu

emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi) dan emulsifikasi energi rendah (metode

kondensasi). Metode dispersi menggunakan energi mekanik dalam proses

emulsifikasi, misalnya ultrasonik, homogenizer berenergi tinggi, dan pengadukan

dengan kecepatan tinggi. Pada metode ini, droplet dipecah menjadi ukuran yang

lebih kecil dengan adanya energi mekanik dari luar. Metode kondensasi

memanfaatkan sifat fisikokimia dari sistem tersebut di mana perubahan ukuran

droplet dan fase transisi terjadi dalam proses emulsifikasi, misalnya metode phase

inversion temperature (PIT), emulsion inversion point (EIP) dan nanoemulsifikasi

(23)

Penelitian Al-Edresi dan Baie (2009) menggunakan metode kondensasi,

yaitu EIP, dalam pembuatan nanokrim KAD. Titik kritis dari metode EIP adalah

volume air pada sistem. Metode EIP dalam pembuatan nanokrim KAD tersebut

dilakukan pada suhu tinggi (65°C) yang akan menyebabkan meningkatnya

kecepatan evaporasi air sehingga volume air menjadi berkurang dan gagalnya

transisi fase emulsi dari A/M ke M/A. Oleh karena itu, Al-Edresi dan Baie (2010)

menambahkan komponen alat elektroda yang dicelupkan ke dalam sistem emulsi

dan disambungkan ke voltmeter. Elektroda tersebut berfungsi untuk mengetahui

titik inversi fase.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Abdulkarim et al., (2010)

mengenai nanokrim dengan zat aktif piroxicam menggunakan metode dispersi,

yaitu dengan mixer kecepatan rendah. Bila membandingkan metode ini dengan

metode EIP, maka pembuatan nanokrim dengan menggunakan mixer lebih

sederhana. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

menyederhanakan metode pembuatan nanokrim KAD dengan kombinasi surfaktan

Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol, yaitu menggunakan mixer.

1. Perumusan masalah

Apakah dapat dihasilkan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik

yang baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen

glikol menggunakan mixer?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terkait KAD dan formulasi nanokrim yang pernah dilakukan

(24)

Tabel I. Keaslian penelitian

Judul Pengarang Isi Perbedaan

Formulation and

Pengujian in vitro dan in

vivo mengenai permeabilitas

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitian

mengenai “Pembuatan Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate dengan Kombinasi

Surfaktan Tween 80 dan Kosurfaktan Propilen Glikol Menggunakan Mixer”

(25)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan mengenai formulasi sediaan nanokrim KAD.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu metode

pembuatan sediaan nanokrim KAD yang sederhana, serta menghasilkan

sediaan nanokrim KAD yang bersifat stabil secara fisik dan dapat

bermanfaat bagi masyarakat.

B. Tujuan Penelitian

Menghasilkan sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang

baik dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol

(26)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Kojic Acid Dipalmitate (KAD)

Gambar 1. Struktur KAD (Balaguer, Salvador, and Chisvert, 2008)

Kojic Acid Dipalmitate (KAD) (C38H66O6) (gambar 1) merupakan

senyawa sintetik derivat kojic acid (KA), yang memiliki sifat lebih stabil bila

dibandingkan dengan KA. KA memiliki sifat mudah teroksidasi karena pengaruh

cahaya dan panas. KAD berupa serbuk berwarna putih dengan berat molekul 618,9

g/mol. Titik lebur KAD yaitu 93°C - 97°C. KAD bersifat lipofil dan stabil terhadap

panas serta cahaya dalam rentang pH yang luas, yaitu 4-9. Konsentrasi KAD yang

direkomendasikan untuk sediaan perawatan kulit, yaitu 0,5-3% (Spec-Chem, 2013).

KAD memiliki fungsi sebagai antioksidan dengan dua mekanisme

antioksidan yaitu sebagai free radical scavenger dan agen pengkelat besi. Gon alez

et al. (2015) melakukan uji in vitro untuk mengetahui aktivitas antioksidan KAD

sebagai free radical scavenger pada KAD bebas, KAD dalam emulsi W/O/W, dan

emulsi W/O/W tanpa KAD. Aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode

Blois, yaitu DPPH, sebagai radikal bebas, akan berkurang konsentrasinya karena

adanya antioksidan. Hasil dari penelitian tersebut yaitu KAD dalam emulsi W/O/W

(27)

menyebutkan bahwa KAD yang terpenetrasi ke dalam lapisan epidermis kulit akan

terhidrolisis menjadi KA dengan adanya enzim esterase yang terdapat di sel kulit.

Senyawa tersebut berperan sebagai antioksidan dengan mengkelat ion besi

(Gon alez et al., 2013).

Kojic Acid (KA) bebas di dalam kulit yang merupakan hasil hidrolisis dari

KAD, juga berperan sebagai agen depigmentasi. Mekanisme depigmentasi KA

yaitu dengan cara mengkelat ion tembaga pada sisi aktif enzim tirosinase. Enzim

tersebut berperan dalam melanogenesis. Pengkelatan sisi aktif enzim tirosinase

mengakibatkan terhambatnya proses melanogenesis. Melanogenesis merupakan

proses biosintesis untuk membentuk melanin. Melanin merupakan pigmen yang

memberi warna kulit. Melanin terbentuk di dalam suatu organel yang disebut

melanosom dengan bantuan enzim tirosinase. Melanosom yang merupakan tempat

terjadinya melanogenesis disekresikan oleh sel melanosit yang terdapat pada

lapisan basal (Dayan, 2008; Chang, 2012; Gon alez et al., 2015).

B. Nanokrim

Krim merupakan sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih obat

yang terlarut atau terdispersi dalam emulsi air dalam minyak (A/M) atau minyak

dalam air (M/A) atau basis emulsi mudah tercuci air (Allen, Popovich, and Ansel,

2005). Nanoemulsi merupakan dispersi koloidal yang transparan, yang terbentuk

dari dispersi suatu fase cair ke dalam fase cair lainnya sehingga membentuk droplet

dengan rentang ukuran 20-500 nm (Al-Edresi and Baie, 2009). Oleh karena itu,

nanokrim dapat diartikan sebagai sediaan semisolid yang terbentuk dari dispersi

(28)

Secara umum, krim dibedakan menjadi dua jenis, yaitu krim hidrofobik

dan krim hidrofilik. Krim hidrofobik memiliki sistem emulsi air dalam minyak

(A/M), sementara krim hidrofilik memiliki sistem emulsi minyak dalam air (M/A)

(gambar 2) (WHO, 2015). Sistem emulsi A/M terdiri dari fase air sebagai fase

internal dan fase minyak sebagai fase eksternal. Sebaliknya emulsi M/A terdiri dari

fase minyak sebagai fase internal dan fase air sebagai fase eksternal. Fase internal

merupakan fase yang terdispersi dan fase eksternal merupakan medium pendispersi

(Allen, Popovich, and Ansel, 2011). Jenis emulsi ditentukan oleh nilai Hydrophilic

Lipophilic Balance (HLB) surfaktan dan atau kosurfaktan yang terdapat di dalam

sistem. Jenis emulsi M/A memiliki HLB 8 – 18, sedangkan jenis emulsi A/M

memiliki HLB 3 – 6 (Tadros, 2013).

Gambar 2. Sistem emulsi kedua jenis krim: (a) emulsi M/A untuk krim hidrofilik; (b) emulsi A/M untuk krim hidrofobik (Schramm, 2005)

Sama seperti halnya nanoemulsi, surfaktan dan atau kosurfaktan

merupakan komponen terpenting dalam pembuatan nanokrim. Kedua komponen ini

berfungsi untuk menstabilkan nanoemulsi, yang tidak stabil secara termodinamika,

dengan cara menurunkan tegangan antarmuka di dalam sistem yang terbentuk

karena adanya dua cairan yang tidak saling campur. Selain menurunkan tegangan

a b

(29)

antarmuka sehingga emulsi mudah terbentuk, surfaktan juga berfungsi sebagai

lapisan proteksi untuk menjaga agar emulisi tidak pecah (Schramm, 2005).

Surfaktan merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidrofobik

dan hidrofilik (gambar 3). Mekanisme surfaktan dalam menurunkan tegangan

antarmuka yaitu adsorpsi dan agregasi. Adsorpsi diartikan sebagai perpindahan

molekul surfaktan pada wilayah antarmuka dua material yang tidak saling campur

(hidrofilik dan hidrofobik) sehingga meminimalkan kontak antar kedua material

tersebut. Proses adsorpsi ini menghasilkan perubahan sifat pada wilayah antarmuka.

Agregasi diartikan sebagai pembentukan agregat (misel) dari surfaktan sehingga

membatasi kontak antara kedua material yang tidak saling campur. Bentuk-bentuk

dari misel tergantung pada konsentrasi surfaktan (gambar 4)(Farn, 2006).

Gambar 3. Struktur sederhana dari surfaktan (Farn, 2006)

Gambar 4. Tipe konfigurasi misel (Farn, 2006)

Penggunaan surfaktan yang dikombinasikan dengan kosurfaktan akan

lebih menguntungkan. Kosurfaktan merupakan alkohol rantai pendek hingga

panjang (C3 – C8). Kombinasi surfaktan dan kosurfaktan akan memperbanyak

(30)

meningkatkan mobilitas dari rantai hidrokarbon yang memungkinkan penetrasi fase

minyak yang lebih besar ke dalam wilayah lipofilik. Kosurfaktan dapat

meningkatkan ketercampuran fase air dan fase minyak dengan cara partisi ke dua

fase tersebut (Azeem, Rizwan, Ahmad, Iqbal, Khar, Aqil, and Talegaonkar, 2009;

Yadav, Singh, and Poddar, 2012).

C.Stabilitas Fisik Nanokrim

Nanokrim dengan basis emulsi dapat mengalami ketidakstabilan fisik,

seperti flokulasi, koalesen, creaming, dan Ostwald ripening (gambar 5). Fenomena

ketidakstabilan tersebut dapat terjadi karena faktor lingkungan dan penyimpanan

dalam waktu yang lama (Tadros, 2013).

Gambar 5. Skema fenomena ketidakstabilan nanoemulsi (Tadros, 2013)

Creaming dan sedimentasi merupakan pemisahan fase emulsi berdasarkan

perbedaan bobot jenis antara fase internal dan fase eksternal. Jika bobot jenis fase

internal lebih tinggi dari bobot jenis fase eksternal, maka akan terjadi sedimentasi.

Sebaliknya, jika bobot jenis fase internal lebih rendah dari bobot jenis fase

(31)

reversible, artinya fase internal akan terdispersi kembali ke fase eksternal jika

dilakukan pengocokan. Kecepatan creaming dan sedimentasi dapat dijelaskan

menggunakan Hukum Stokes (Koroleva and Yurtove, 2012; Ali, Alam, Alam,

Anwer, and Safhi, 2013). Berikut merupakan rumus hukum Stokes.

v =

2 ρ− ρ0 g

Di mana v merupakan kecepatan creaming dan sedimentasi, r merupakan jari-jari

droplet, merupakan bobot jenis droplet, o merupakan bobot jenis medium, g

merupakan gaya gravitasi, dan η merupakan viskositas. Dari rumus di atas dapat

dijelaskan bahwa creaming dapat dicegah dengan mengecilkan ukuran partikel fase

internal, meningkatkan viskositas, dan mengecilkan perbedaan bobot jenis antara

fase internal dan fase eksternal (Ali et al., 2013).

Flokulasi merupakan peristiwa penggabungan droplet fase internal yang

bersifat reversible karena ikatan antar droplet yang lemah. Flokulasi dapat dicegah

dengan menggunakan surfaktan non-ionik sehingga droplet-droplet fase internal

dapat saling tolak menolak dengan adanya gaya van der Waals. Gaya van der Waals

antar droplet dipengaruhi oleh diameter droplet itu sendiri. Diameter droplet kecil,

memiliki gaya tolak menolak antar droplet fase internal yang kecil. Meningkatnya

konsentrasi surfaktan pada sistem mengakibatnya meningkatnya ketebalan lapisan

yang mengelilingi maka halangan sterik yang dihasilkan menjadi lebih besar dan

emulsi menjadi lebih stabil (Ali et al., 2013).

Flokulasi dapat memicu terjadinya koalesen yang sifatnya irreversible.

(32)

droplet yang lebih besar. Fenomena ketidakstabilan ini dapat dicegah dengan

adanya halangan sterik (Ali et al., 2013).

Ostwald ripening merupakan suatu fenomena ketidakstabilan fisik dalam

nanoemulsi, di mana terjadi pertumbuhan ukuran droplet dari waktu ke waktu.

Ostwald ripening disebabkan karena besarnya kelarutan droplet di dalam minyak

sehingga dapat berdifusi melewati fase eksternal. Minyak rantai panjang memiliki

viskositas yang tinggi, dapat mencegah Ostwald ripening pada nanoemulsi. Akan

tetapi, pembentukan nanoemulsi menggunakan minyak rantai panjang akan lebih

sulit terjadi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan kombinasi surfaktan dan

kosurfaktan yang dapat saling berinteraksi secara sinergis dalam menurunkan

tegangan permukaan (Wooster et al., 2008).

D.Metode Pembuatan Nanokrim

Pembuatan nanoemulsi dapat dilakukan dengan menggunakan energi

rendah (metode kondensasi) maupun energi tinggi (metode dispersi). Metode

dispersi meliputi pengadukan dengan kecepatan tinggi, emulsifikasi ultrasonik, dan

homegenisasi bertekanan tinggi, emulsifikasi microfluidies, dan emulsifikasi

membran. Sementara itu, metode kondensasi terdiri dari phase inversion

temperature (PIT), emulsion inversion point (EIP), dan emulsifikasi spontan

non-equilibrium (Al-Edresi and Baie, 2009; Koroleva and Yurtove, 2012).

1. Metode emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi)

Nanoemulsi yang dibuat dengan menggunakan metode dispersi akan

menghasilkan droplet fase internal yang masuk dalam rentang ukuran

(33)

pembuatannya. Akan tetapi, ukuran droplet dapat meningkat karena

ketidaksesuaian jumlah surfaktan dalam sistem tersebut. Surfaktan tersebut

tidak dapat teradsorpsi secara sempurna pada permukaan droplet oleh seluruh

droplet yang terdispersi, akibatnya terjadi koalesen pada sistem dan rata-rata

ukuran droplet meningkat (Koroleva and Yurtove, 2012).

Gambar 6. Macam-macam metode emulsifikasi energi tinggi (metode dispersi): (a) sistem rotor-stator, (b) homogenisasi energi tinggi, (c) emulsifikasi ultrasonik,

dan (d) dispersi membran (Schultz, Wagner, Urban, and Ulrich, 2004)

a. Sistem rotor-stator

Metode pengadukan dengan kecepatan tinggi (sistem rotor-stator)

dapat dilakukan dengan berbagai alat seperti mixer, colloid mills, dan

Silverson flow mixer. Peningkatan intensitas pengadukan dapat

memperkecil ukuran droplet secara signifikan, hanya saja ukuran droplet

tersebut hanya berkisar 200-300 nm. Rotor dengan kecepatan tinggi akan

menghasilkan penghalusan tingkat tinggi di dalam kepala rotor dan

memaksa komponen emulsi terhisap ke dalam sistem rotor stator tersebut.

Adanya gaya sentrifugal pada sistem ini, mengakibatkan emulsi terlempar

(34)

dan dinding dalam stator (Koroleva and Yurtove, 2012). Sistem rotor-stator

dapat dioperasikan secara diskontinu dan kontinu. Mixer dioperasikan

secara diskontinu karena mixer hanya dapat memproduksi nanoemulsi

dalam skala bets. Colloid mills dan Silverson flow mixer dioperasikan secara

kontinu (Schultz et al., 2004; Al-Edresi and Baie, 2009).

b. Homogenisasi energi tinggi

Sistem emulsi yang memiliki viskositas rendah hingga sedang

dapat dibuat menggunakan metode homogenisasi tekanan tinggi. Metode ini

dapat dioperasikan secara kontinu. Di bawah kondisi tekanan tinggi, sistem

akan dipengaruhi oleh gaya geser, turbulen, dan kavitasi. Ukuran droplet

pada emulsi ditentukan oleh aliran cairan yang tergantung oleh alat,

viskositas cairan, dan tekanan dari homogenizer. Jika sistem mengandung

jumlah surfaktan yang sesuai, maka metode ini dapat menghasilkan ukuran

droplet 50-350 nm (Koroleva and Yurtove, 2012).

c. Ultrasonik

Pembentukan nanoemulsi dengan menggunakan ultrasonik terjadi

karena kavitasi, yaitu hilangnya gelembung dan pelepasan energi secara

lokal. Energi yang dihasilkan berasal dari sonotrodes (sonicator probes).

Sonotrodes tersebut akan kontak dengan cairan dan memberi getaran pada

cairan tersebut sehingga terjadi kavitasi. Kavitasi adalah pembentukan dan

penghilangan rongga uap pada cairan yang mengalir. Penghilangan rongga

tersebut mengakibatkan gelombang kejut yang meradiasi cairan sehingga

(35)

Peningkatan kekuatan ultrasonik sampai pada batas tertentu

menghasilkan ukuran droplet yang lebih kecil. Peningkatan kekuatan

melampaui batas tersebut tidak akan menghasilkan perubahan droplet yang

signifikan. Akan tetapi penggunaan sonikasi energi tinggi dapat memicu

terjadinya dekomposisi suhu dari air menjadi radikal H● dan ●OH yang akan

menyebabkan terjadinya dekomposisi molekul surfaktan dan terkumpul

pada permukaan kavitasi gelembung. Selain itu emulsifikasi ultrasonik yang

dapat digunakan dalam skala kecil (Koroleva and Yurtove, 2012).

d. Microfluidizer

Emulsifikasi pada microfluidizer terjadi melalui tumbukan antara

dua aliran cairan yang tidak saling campur dari microchannel yang

berlawanan. Kedua aliran cairan tersebut didorong oleh suatu pompa yang

bertekanan tinggi hingga 150 MPa. Tekanan tersebut memaksa cairan

masuk ke dalam microchannel dan pada area tertentu terjadi tumbukan dan

timbul gaya gesek besar sehingga menghasilkan emulsi yang sangat kecil.

Selain karena gaya gesek dan tekanan, emulsifikasi pada microfluidizer juga

disebabkan oleh kavitasi. Ukuran droplet yang dihasilkan tergantung pada

sifat kedua cairan, aliran cairan, geometri channel, dan sifat dari permukaan

channel. Ukuran droplet akan semakin kecil jika menurunkan kecepatan

aliran dan viskositas fase eksternal dan meningkatkan kecepatan aliran dari

(36)

e. Emulsifikasi membran

Pada metode membran, droplet fase internal terbentuk dengan

adanya ekstrusi cairan melalui pori-pori atau microchannel pada membran.

Metode ini memiliki beberapa jenis desain emulsifikasi, yaitu emulsifikasi

satu langkah, emulsifikasi dengan pre-emulsifikasi, dan emulsifikasi

dengan pre-emulsifikasi dan inversion phase (gambar 7). Emulsifikasi

membran dengan pre-emulsifikasi akan menghasilkan ukuran droplet yang

lebih kecil. Metode membran memiliki kekurangan yaitu produktivitas

moderat karena kecepatan ekstrusi fase internal harus cukup rendah untuk

mencegah pembentukan jet flowing secara terus menerus (Koroleva and

Yurtove, 2012).

Gambar 7. Beberapa desain emulsifikasi membran: (a) emulsifikasi satu langkah, (b) dengan pre-emulsifikasi (tanpa phase inversion), (c) dengan pre

emulsifikasi dan phase inversion (Koroleva and Yurtove, 2012).

2. Metode emulsifikasi energi rendah (metode kondensasi)

Metode kondensasi didasarkan pada perubahan fase dalam emulsi yang

terjadi karena perubahan komposisi atau suhu dalam sistem. Perubahan fase akan

terjadi pada suhu tertentu, sistem akan mencapai suatu titik di mana kurvatur

surfaktan monolayer bernilai nol dan tegangan antarmuka rendah. Perubahan

(37)

sebagai contoh, saat fase air atau konsentrasi komponen lain berubah (Koroleva

and Yurtove, 2012).

Metode PIT dan EIP termasuk dalam metode kondensasi. Perubahan

fase pada metode PIT tergantung pada suhu, sedangkan pada EIP, perubahan

fase terjadi karena perubahan komposisi air (Solè, Maestro, González, Solans,

and Gutiérrez, 2006). Pengaturan suhu pada metode PIT bertujuan untuk

mengubah sifat dari surfaktan. Molekul polyoxyethylene yang merupakan

surfaktan non-ionik bersifat hidrofilik dalam suhu rendah karena adanya hidrasi

dari gugus polar dan akan bersifat hidrofobik dalam suhu tinggi karena adanya

dehidrasi pada gugus polar tersebut (Koroleva and Yurtove, 2012). Pada metode

EIP, perubahan komposisi air merupakan titik kritis perubahan fase dari A/M

menjadi M/A. Metode EIP dilakukan dengan menambahkan air pada campuran

surfaktan dan minyak yang telah membentuk lameral. Air ini akan meningkatkan

hidrasi dari gugus polar surfaktan sehingga meningkatkan pembentukan kurvatur

secara spontan dan merusak lameral minyak sehingga minyak berubah menjadi

droplet berukuran kecil. Selain itu, ukuran droplet juga dipengaruhi oleh

komposisi air. Semakin besar komposisi air yang ditambahkan, maka akan

terbentuk droplet yang semakin kecil. Hal ini disebabkan karena droplet air akan

bergabung dengan droplet air lainnya dan membentuk fase eksternal (Al-Edresi

and Baie, 2009).

E. Rheologi

Rheologi mempelajari aliran, yang menunjukkan viskositas dari cairan atau

(38)

untuk mengalir. Semakin besar viskositas, semakin besar pula resistensi cairan

tersebut. Rheologi suatu bahan dibedakan menjadi dua, yaitu tipe Newtonian dan

non-Newtonian. Kedua tipe ini dibedakan oleh sifat alir dari bahan. Tipe Newtonian

(gambar 8) memiliki viskositas yang konstan dengan peningkatan shear rate.

Sementara itu, tipe non-Newtonian memiliki viskositas yang berubah dengan

peningkatan shear rate. Tipe non-Newtonian dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu

plastis, pseudoplastis, dan dilatan (gambar 8). Contoh bahan yang memiliki tipe alir

non-Newtonian yaitu larutan koloidal, emulsi, suspensi cair, dan ointments.

Rheologi memiliki arti penting dalam pembuatan sediaan, yaitu menentukan proses

pencampuran, kemasan, stabilitas fisik, dan ketersediaan hayati secara biologis

(Allen et al., 2011; Sinko and Singh, 2011).

Gambar 8. Kurva tipe sifat alir: (a) Newtonian, (b) Plastis, (c) Pseudoplastis, (d) Dilatan (Allen et al., 2011)

1. Tipe Newtonian

Tipe Newtonian digambarkan dengan rumus sebagai berikut. (d)

(b)

(39)

F´ A = �

�� ��

di mana F´/A merupakan gaya yang bekerja pada cairan susunan lapisan cairan,

dv/dr atau share rate merupakan perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan

cairan yang dipisahkan oleh jarak dr, dan � merupakan koefisien viskositas atau

viskositas. Dari hubungan di atas, dapat diturunkan suatu hubungan sebagai

berikut.

� =

di mana F (shearing stress) = F´/A dan G (shear rate) = dv/dr (Allen et al.,

2011; Sinko et al., 2011).

Berdasarkan rumus di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin

besar viskositas larutan, maka semakin besar shearing stress yang diperlukan

untuk menghasilkan shear rate tertentu (Allen et al., 2011).

2. Tipe non-Newtonian a. Plastis

Material yang memiliki sifat alir plastis disebut juga Bingham

bodies. Pada sifat alir plastis, cairan tidak akan mengalir sebelum shearing

strees melampaui yield value tertentu. Sifat alir plastis dihubungkan dengan

fenomena flokulasi pada suspensi. Adanya yield value merupakan akibat

dari kontak antara partikel yang berdekatan karena interaksi van der Waals,

sehingga diperlukan suatu gaya untuk dapat memecah interaksi tersebut

agar cairan dapat mengalir. Oleh karena itu, semakin besar flokulasi,

(40)

b. Pseudoplastis

Sifat alir pseudoplastis dimiliki oleh larutan polimer, seperti

sodium alginate dan methylcellulose. Yield value tidak ada pada tipe aliran

ini. Viskositas pseudoplastik akan menurun dengan meningkatnya shear

rate. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya shear rate, rantai polimer

akan tersusun menjadi suatu rantai panjang yang lurus sehingga

menurunkan resistensi sistem. Selain itu, pelarut yang berhubungan dengan

molekul terdispersi mungkin akan dilepaskan, sehingga menurunkan

konsentrasi dan ukuran dari molekul terdispesi (Sinko and Singh, 2011).

c. Dilatan

Sifat alir dilatan berlawanan dari sifat alir pseudoplastis. Semakin

besar shear rate, maka viskositas dilatan akan semakin besar. Maka dari itu,

sifat alir dilatan disebut juga shear-thickening system. Pada keadaan diam,

partikel dalam larutan akan dikelilingi dengan volume interpartikel (void)

yang kecil. Jumlah pembawa cukup untuk mengisi void tersebut dan

memungkinkan pergerakan partikel pada shear rate yang rendah. Akan

tetapi, jika shear stress ditingkatkan maka bulk pada sistem akan membesar

(dilatasi). Partikel akan bergerak secara cepat dan memperbesar void.

Akibatnya, pembawa dengan jumlah yang tetap tidak cukup untuk mengisi

void antar partikel yang melebar. Maka dari itu, viskositas sistem akan

(41)

F. Evaluasi Fisik Nanokrim 1. Organoleptis

Evaluasi fisik terhadap oganoleptis sediaan sangat penting karena akan

berkaitan langsung dengan penerimaan pasien atau konsumen. Evaluasi

organoleptis bersifat subjektif karena hanya menggunakan panca indera. Warna,

bau, tekstur, dan fenomena creaming (pemisahan fase emulsi) merupakan

hal-hal yang perlu diamati dalam evaluasi organoleptis sediaan krim (Joshi and

Barhate, 2011; Ali, Akhtar, and Khan, 2013).

2. Homogenitas

Pengujian homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui

tercampurnya bahan-bahan sediaan krim. Homogenitas suatu sediaan ditandai

dengan fase internal yang terdistribusi merata dalam fase eksternal. Suatu

sediaan krim yang homogen akan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat

penggunaan di kulit (Putra and Setyawan, 2013).

3. pH

pH sediaan dapat diukur menggunakan pH meter yang sederhana atau

pH meter jenis probe. pH sediaan topikal harus mendekati pH kulit, yaitu pH

netral. Apabila terlalu basa atau terlalu asam, maka akan terjadi iritasi pada kulit

(Dash, Singh, and Tolman, 2014). pH permukaan kulit sekitar 4 - 6 dan pH

bagian dalam kulit sekitar 7,4 (Serup, Jemec, and Grove, 2006).

4. Tipe krim

Evaluasi terhadap tipe krim dilakukan untuk memastikan bahwa krim

(42)

penentuan tipe emulsi yaitu dengan uji pengenceran fase, uji kelarutan pewarna,

dan uji konduktivitas. Prinsip dari uji pengenceran fase yaitu emulsi hanya dapat

diencerkan oleh larutan yang menjadi fase eksternalnya. Uji kelarutan pewarna

dilakukan dengan menggunakan pewarna dengan sifat tertentu (hidrofilik atau

hidrofobik). Jika warna tersebar merata pada emulsi, maka pewarna tersebut

larut pada fase eksternalnya. Uji konduktivitas didasarkan pada sifat air yang

dapat menghantarkan listrik dan sifat minyak tidak dapat menghantarkan listrik

(Florence and Siepmann, 2010).

5. Ukuran droplet

Ukuran droplet merupakan parameter terpenting dalam menentukan

jenis emulsi, apakah makroemulsi, mikroemulsi, atau nanoemulsi. Ukuran

droplet dapat diukur dengan berbagai metode. Salah satu metode terbaru yaitu

laser light scattering analyzer. Metode ini didasarkan pada interaksi bahan dan

cahaya. Pada makroemulsi, sudut difraksi meningkat ketika ukuran droplet

semakin kecil (Nielloud and Marti-Mestres, 2000).

6. Viskositas

Viskositas berpengaruh pada absorpsi perkutan dari obat. Viskositas

yang semakin tinggi akan memiliki laju difusi obat yang rendah. Evaluasi

terhadap parameter rheologi tidak hanya penting untuk melihat laju difusi obat

tetapi juga mengevaluasi konsistensi dari sediaan, yang memiliki efek signifikan

pada daya sebar dan durasi aksi sediaan tersebut. Viskositas sediaan semisolid

dipengaruhi oleh struktur fisik dari produk, teknik sampling, suhu sampel saat

(43)

viskositas sediaan. Suhu yang tinggi akan menurunkan viskositas suatu sediaan

semisolid (Dash et al., 2014).

7. Daya sebar

Daya sebar menunjukan luas area penyebaran sediaan ketika sediaan

tersebut diaplikasikan pada kulit (Ravindra and Muslim 2013). Daya sebar

merupakan salah satu sifat fisik yang penting dalam efektivitas sediaan pada

target obat, ekstrusi sediaan dari kemasan, kemudahan saat diaplikasikan, dan

memenuhi keinginan konsumen (Dash et al., 2014). Daya sebar suatu sediaan

dipengaruhi oleh viskositas sediaan. Semakin tinggi viskositas suatu sediaan,

maka semakin rendah daya sebar sediaan tersebut (Garg, Aggrawal, Garg, and

Singla, 2002).

Daya sebar juga digunakan dalam menentukan jenis krim berdasarkan

konsistensinya. Krim sebanyak satu gram diletakkan pada suatu kaca dan diberi

beban 125 gram pada bagian atas. Selanjutnya dilakukan pengukuran diameter

sediaan setelah satu menit. Apabila diameter krim ≤ 50 mm disebut semistiff

cream, sedangkan jika diameter krim > 50 mm tetapi < 70 mm disebut semifluid

cream (Garg et al., 2002).

8. Daya lekat

Daya lekat suatu krim berhubungan dengan lamanya kontak antara krim

dengan kulit. Selain itu, daya lekat juga berkaitan dengan kenyamanan pasien

saat menggunakan krim tersebut. Krim yang baik akan dapat menjamin waktu

kontak sediaan dengan kulit yang efektif sehingga tujuan penggunaan tercapai,

(44)

efektivitas kerja dari zat aktif di lokasi pemberian krim. Semakin lama krim

melekat pada kulit maka diharapkan semakin efektif dalam memberikan efek

terapetik karena semakin banyak zat aktif yang dilepaskan dari basis dan

terabsorpsi melalui kulit. Viskositas berpengaruh terhadap daya lekat sediaan.

Semakin tinggi viskositas sediaan, maka semakin besar daya lekatnya atau

semakin lama waktu lekatnya (Swastika, Mufrod, and Purwanto, 2013).

9. Rasio pemisahan fase

Rasio pemisahan fase merupakan salah satu parameter stabilitas fisik

krim emulsi. Pengukuran rasio pemisahan fase dilakukan dengan

membandingkan volume fase emulsi yang terpisah terhadap volume total emulsi.

Berikut merupakan rumus untuk menentukan rasio pemisahan fase (Putra and

Setyawan, 2013).

Rasio pemisahan fase (F) = � �� � �ℎ

� �

Suatu emulsi dikatakan stabil bila rasio volume pemisahan fase sama

dengan satu. Jika rasio pemisahan fase mendekati satu, dapat dikatakan bahwa

emulsi semakin stabil. Kecepatan pemisahan fase berbanding terbalik dengan

viskositas sediaan. Semakin tinggi viskositas krim, maka semakin lambat

kecepatan pemisahan fase dan krim akan semakin stabil (Putra and Setyawan,

(45)

G. Pemerian Eksipien 1. Tween 80

Gambar 9. Struktur Tween 80 (Rowe et al., 2009)

Tween 80 (C64H124O26) (gambar 9) merupakan surfaktan non-ionik

dengan berat molekul 1.310 g/mol. Pada suhu 25°C, Tween 80 berupa cairan

minyak berwarna kuning. Tween 80 bersifat hidrofilik dengan nilai HLB

sebesar 15. Viskositas dari Tween 80 yaitu 425 mPa s. Tegangan permukaan

dari Tween 80 pada suhu 20°C yaitu 422,5 mN/m. Tween 80 larut dalam etanol

dan air, serta tidak larut dalam mineral oil dan vegetable oil. Rentang

konsentrasi Tween 80 yang digunakan sebagai emulsifier yang dikombinasikan

dengan emulsifier hidrofilik yaitu 1-10%. Tween 80 juga digunakan sebagai

agen solubilisasi dengan rentang konsentrasi 1%-15% dan wetting agent dengan

rentang konsentrasi 0,1% - 3% (Rowe et al., 2009).

2. Propilen glikol

(46)

Propilen glikol (C3H8O2) (gambar 10) dengan berat molekul 76,09

g/mol, memiliki titik didih 188°C. Propilen glikol memiliki viskositas 58,1

mPa.s dan bobot jenis 1,038 g/cm3 pada suhu 20°C. Tegangan permukaan

propilen glikol pada suhu 25°C yaitu 40,1 mN/m. HLB dari propilen glikol yaitu

11,6. Rentang konsentrasi propilen glikol yang dibutuhkan sebagai kosurfaktan

yaitu 5-80%. Selain sebagai kosurfaktan, propilen glikol juga digunakan

sebagai humektan sediaan topikal dengan konsentrasi sekitar 15% dan

preservatif sediaan larutan dan semisolid dengan konsentrasi 15% - 30% (Rowe

et al., 2009).

3. Virgin Coconut Oil (VCO)

VCO sebagian besar terdiri dari trigliserida rantai medium, dengan

komposisi terbesar yaitu lauric acid. Selain lauric acid, terdapat myristic acid,

palmitic acid, oleic acid, caprylic acid, capric acid, straric acid, linoleic acid,

dan caproic acid. VCO tidak berwarna, tidak terdapat sedimen, tidak berbau

tengik, dan memiliki rasa yang khas. Berat jenis relatif dari VCO yaitu

0,915-0,920 (APCC, 2009).

4. Akuades

Akuades biasa digunakan sebagai pembawa dan pelarut dalam sediaan

farmasetik dan produk obat selain obat parentral. Titik didih akuades yaitu

100°C. Akuades memiliki tegangan permukaan 71,97 mN/m dan viskositas

(47)

H.Landasan Teori

KAD merupakan senyawa sintetik turunan KA yang bersifat lipofil dan

stabil terhadap panas dan cahaya, serta stabil dalam rentang pH yang luas, yaitu

4-9. Sifatnya yang lipofil memungkinkan KAD diformulasikan dalam bentuk sediaan

emulsi, yang terdiri dari fase air dan fase minyak. Penelitian sebelumnya telah

memformulasikan KAD dalam bentuk nanokrim M/A dengan emulsifier Emulium

Kappa® dan kosurfaktan propilen glikol. Pembuatan nanokrim KAD tersebut

menggunakan metode kondensasi, yaitu Emulsion Inversion Phase (EIP)

(Al-Edresi and Baie, 2009).

Selain metode kondensasi, nanokrim yang merupakan nanoemulsi

semisolid, memiliki metode pembuatan lain yaitu metode dispersi. Salah satu jenis

metode dispersi adalah metode emulsifikasi dengan pengadukan kecepatan tinggi.

Pembuatan nanokrim piroxicam yang dilakukan oleh Abdulkarim et al. (2010)

menggunakan mixer yang termasuk dalam sistem rotor stator atau metode

emulsifikasi dengan pengadukan kecepatan tinggi. Mixer memiliki rotor yang dapat

memutar dengan kecepatan tinggi dan mengakibatkan penghalusan droplet tingkat

tinggi. Penghalusan droplet tingkat tinggi tersebut terjadi karena adanya gaya

sentripetal yang menyebabkan emulsi terhisap ke dalam rotor dan terlempar ke

ruang antara rotor dan dinding dalam stator sehingga terjadi emulsifikasi yang

intens. Mekanisme mixer yang seperti ini dapat memperkecil ukuran nanokrim

piroxicam hingga 132 nm (Abdulkarim et al., 2010; Koroleva and Yurtove, 2012).

Pembentukan nanokrim juga dipengaruhi oleh jenis serta komposisi

(48)

kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol. Tween 80 telah

digunakan dalam formulasi nanokrim piroxicam, sedangkan propilen glikol sebagai

kosurfaktan dalam formulasi nanokrim KAD. Surfaktan dan kosurfaktan ini akan

mempengaruhi stabilitas fisik nanokrim (Al-Edresi and Baie, 2009; Abdulkarim et

al., 2010; Koroleva and Yurtove, 2012). Parameter stabilitas fisik nanokrim yang

dapat dilihat, antara lain organoleptis, homogenitas, pH, ukuran droplet, tipe krim,

viskositas, daya lekat, dan daya sebar.

I. Hipotesis Penelitian

Sediaan nanokrim KAD yang memiliki stabilitas fisik yang baik dapat

dihasilkan dengan kombinasi surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan propilen glikol

(49)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian tentang metode pembuatan nanokrim KAD merupakan

penelitian pra eksperimental.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode pembuatan

nanokrim menggunakan mixer.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah hasil

sifat fisik dan stabilitas fisik nanokrim KAD, meliputi organoleptis,

homogenitas, pH, ukuran droplet, tipe krim, viskositas, daya lekat, dan daya

sebar.

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian

ini adalah kecepatan pengadukan, lama pengadukan, suhu dan kelembaban

saat penyimpanan sediaan.

d. Variabel pengacau tidak terkendali. Variabel pengacau tidak terkendali pada

penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan saat pembuatan dan

(50)

2. Definisi operasional

a. Kojic Acid Dipalmitate (KAD). KAD merupakan zat aktif yang digunakan

dalam penelitian ini. KAD merupakan senyawa sintetis, derivat dari kojic

acid, yang memiliki aktivitas antioksidan serta depigmentasi.

b. Nanokrim. Nanokrim merupakan nanoemulsi berbentuk semisolid dengan

ukuran droplet 20 nm – 500 nm. Tipe nanokrim yang diinginkan yaitu tipe

M/A.

c. Surfaktan. Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofil

dan gugus hidrofobik, sehingga dapat mencampurkan air dan minyak

menjadi satu fase. Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Tween

80.

d. Kosurfaktan. Kosurfaktan merupakan alkohol rantai pendek hingga medium

(C3-C8) yang berfungsi mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan

miscibility dari fase air dan fase minyak. Kosurfaktan yang digunakan pada

penelitian ini adalah propilen glikol.

e. Mixer. Mixer merupakan alat yang digunakan untuk mencampur semua

komponen nanokrim KAD. Mixer yang digunakan yaitu mixer tipe Miyako

SM-625. Level kecepatan yang digunakan yaitu level satu.

f. Sifat fisik. Sifat fisik merupakan karakteristik nanokrim, meliputi

organoleptis, homogenitas, pH (4,5- 7), ukuran droplet (20 – 500 nm), tipe

krim (M/A), viskositas (8 Pa.s – 14 Pa.s), daya lekat (1 s – 3 s), dan daya

(51)

g. Stabilitas fisik. Stabilitas fisik merupakan kestabilan nanokrim yang telah

terbentuk yang dinilai dari hasil evaluasi sifat fisik nanoemulsi setelah uji

stabilitas dipercepat pada suhu 40°C ± 2°C dan RH 75% ± 5% selama satu

bulan. Sediaan dikatakan stabil bila tidak terjadi pemisahan fase dan hasil

analisis statistika sifat fisik menunjukkan nilai p lebih dari 0,05.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kojic Acid

Dipalmitate (KAD) (kualitas PT. Cortico Mulia Sejahtera), Tween 80 (kualitas

Bratachem), propilen glikol (kualitas Bratachem), Virgin Coconut Oil (VCO)

(kualitas Tekun Jaya), dan akuades.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

(Pyrex), neraca analitik (OHAUS dan Mettler PC 16), mixer (Miyako SM-625),

wadah plastik, anak timbang, kaca ekstensometer, gelas objek, stopwatch, particle

size analyzer tipe Dynamic Light Scattering (Horiba SZ-100), pH meter (SI

Analytics), viscometer/rheometer (Rheosys Merlin VR), dan climatic chamber

(Memert) (Laboratorium Kimia Fisika dan Laboratorium Teknologi dan Formulasi

Sediaan Padat).

E. Tata Cara Penelitian 1. Formulasi nanokrim KAD

a. Formula nanokrim KAD. Formula acuan yang digunakan untuk membuat

(52)

Tabel II. Formula acuan sediaan nanokrim

Berdasarkan formula tersebut, dilakukan modifikasi seperti yang tertera pada

tabel III.

Tabel III. Formula modifikasi sediaan nanokrim Bahan Fungsi Formula (% b/b)

KAD Zat aktif 1 VCO Fase minyak 20 Tween 80 Surfaktan 30,4 Propilen glikol Kosurfaktan 7,6

Akuades Fase air 42

b. Cara pembuatan nanokrim KAD. Metode pembuatan nanokrim KAD

mengacu pada penelitiaan Abdulkarim et al. (2010) mengenai formulasi dan

karakterisasi nanokrim piroxicam. Pada penelitian tersebut, nanokrim

piroxicam dibuat dengan mencampurkan minyak (palm oil esters) dan

surfaktan selama 15 menit pada 750 rpm di dalam sebuah beaker dengan

menggunakan mixer propeller. Kemudian piroxicam ditambahkan ke dalam

campuran tersebut dan diaduk menggunakan mixer selama 30 menit. Fase

eksternal, yaitu air dengan pH tertentu ditambahkan dan diaduk selama 30

menit.

Berdasarkan metode pembuatan nanokrim tersebut, peneliti

melakukan beberapa perubahan untuk menghasilkan nanokrim KAD.

Nanokrim KAD dibuat dengan mencampurkan minyak VCO, surfaktan, dan

(53)

satu selama 15 menit. KAD ditambahkan ke dalam campuran minyak,

surfaktan, dan kosurfaktan dan diaduk menggunakan mixer selama 30 menit.

Selanjutnya air ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran

tersebut dan diaduk dengan mixer selama 30 menit.

2. Evaluasi sifat fisik nanokrim KAD

a. Organoleptis. Pengamatan dilakukan secara visual terhadap warna, bau,

konsistensi, dan ada tidaknya pemisahan fase pada nanokrim KAD.

b. Homogenitas. Sediaan nanokrim KAD diletakkan di antara dua kaca obyek

dan diamati persebaran partikelnya.

c. pH. Sediaan nanokrim KAD diukur pH-nya menggunakan pH meter.

Elektroda dicelupkan pada sediaan dan ditunggu beberapa saat hingga muncul

nilai pH sediaan. Kalibrasi pH meter dilakukan dengan cara mencelupkan

elektroda pada larutan penyangga pH 4 dan pH 7.

d. Tipe emulsi. Sediaan nanokrim dilarutkan ke dalam akuades (1:100). Jika

nanokrim dapat terdispersi sempurna dalam akuades, maka tipe nanokrim

adalah minyak dalam air. Sediaan nanokrim dilarutkan ke dalam VCO

(1:100). Jika nanokrim terdispersi sempurna dalam VCO, maka tipe nanokrim

adalah air dalam minyak.

e. Ukuran droplet. Ukuran droplet nanoemulsi diukur menggunakan particle

size analyzer Horiba SZ-100. Sediaan nanokrim KAD diencerkan 1000 kali

menggunakan akuabides. Hasil pengenceran tersebut dimasukkan ke dalam

(54)

sinar secara otomatis dari sudut 90°. Ukuran partikel akan terbaca pada

komputer dengan menggunakan software Horiba SZ-100.

f. Viskositas dan rheologi. Pengukuran viskositas dan rheologi menggunakan

alat Rheosys Micra cup dan bob. Sediaan nanokrim dimasukkan ke dalam cup

hingga spindel tercelup seluruhnya. Kecepatan spindel yang digunakan yaitu

1 – 250 rpm, integral time yaitu 10 detik, delayed time yaitu 10 detik, zero

time yaitu 30 detik, dan titik pengujian sebanyak 10 titik.

g. Daya sebar. Sediaan nanokrim KAD sebanyak satu gram diletakkan di atas

kaca bulat berskala (ekstensometer). Beban seberat ± 125 g diletakkan di

atasnya dalam waktu satu menit. Kemudian dilakukan pengukuran diameter

sebanyak empat kali dengan posisi yang berbeda-beda.

h. Daya lekat. Sediaan nanokrim KAD diletakkan di antara kaca obyek dan

diberikan beban seberat satu kilogram selama satu menit. Kemudian kedua

sisi kaca obyek dijepit dan di salah satu ujungnya diberi pemberat 80 g. Waktu

yang dibutuhkan kedua kaca obyek tersebut untuk terpisah dicatat.

3. Evaluasi stabilitas fisik nanokrim KAD

Evaluasi stabilitas fisik sediaan nanokrim KAD dilakukan dengan

pengujian stabilitas yang dipercepat. Sediaan nanokrim KAD diletakkan dalam

wadah kaca dan disimpan dalam climatic chamber pada suhu 40°C ± 2°C dan

RH 75% ± 5% selama satu bulan. Evaluasi fisik sediaan nanokrim KAD

dilakukan pada suhu ruangan setelah satu bulan penyimpanan. Apabila terjadi

pemisahan fase, maka tidak dilakukan evaluasi sifat fisik, tetapi dilakukan

(55)

Rasio pemisahan fase = � � � � �� � �ℎ �

� � � � �

F. Analisis Data

Data hasil uji sifat fisik dan uji stabilitas diolah menggunakan aplikasi

program R-3.2.2. Normalitas data diuji menggunakan Shapiro Wilk. Jika hasil tes

tersebut menunjukkan data terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji T

berpasangan. Nilai p yang kurang dari 0,05 menandakan bahwa terdapat perbedaan

signifikan setelah sampel mengalami uji stabilitas, sehingga dikatakan sediaan

tersebut tidak stabil. Jika hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi

normal, maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Nilai signifikansi yang kurang dari

0,05 menandakan bahwa terdapat perbedaan sifat fisik yang signifikan setelah

sampel mengalami uji stabilitas, sehingga dikatakan sediaan tersebut tidak stabil

(56)

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate (KAD)

Nanokrim Kojic Acid Dipalmitate (KAD) dibuat dengan menggunakan

VCO sebagai fase minyak, Tween 80 sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai

kosurfaktan, dan akuades sebagai fase air. Metode yang digunakan dalam

pembuatan nanokrim KAD yaitu emulsifikasi energi tinggi dengan menggunakan

alat mixer. Mixer termasuk dalam sistem rotor stator. Mekanisme pengecilan

droplet oleh mixer yaitu menggunakan gaya sentripetal yang dihasilkan oleh

tungkai pengaduk yang berputar dengan kecepatan tinggi. Gaya sentripetal ini

mengakibatkan emulsi tertarik ke dalam sistem rotor dan terlempar ke luar sistem

rotor secara bergantian. Adanya sekat-sekat pada tungkai rotor memaksa droplet

untuk membentuk ukuran yang lebih kecil.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ukuran droplet nanokrim

KAD yaitu 181,398 nm. Ukuran tersebut sudah masuk dalam rentang persyaratan

ukuran droplet nanokrim, yaitu 20-500 nm. Ukuran droplet nanokrim yang dibuat

dengan mixer tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan penelitian Al-Edresi

and Baie (2009) mengenai pembuatan nanokrim KAD dengan metode EIP.

Nanokrim dengan metode EIP tersebut memiliki rata-rata ukuran droplet 171,3 nm

Gambar

Tabel I Keaslian Penelitian………….……………………………...
Tabel I. Keaslian penelitian
Gambar 1. Struktur KAD (Balaguer, Salvador, and Chisvert, 2008)
Gambar 2. Sistem emulsi kedua jenis krim: ( a) emulsi M/A untuk krim hidrofilik; (b) emulsi A/M untuk krim hidrofobik (Schramm, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN HIDROKLORTIAZIDA DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN TWEEN 80” ini, disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana

4.5 Turbiditas mikroemulsi minyak kelapa sawit dalam air menggunakan surfaktan Tween 80 – lesitin pada nilai HLB 14, rasio minyak dan surfaktan 15:85, pada rasio

Hasil uji statistika menggunakan uji T dengan software R.3.2.2 pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan pada pH,

Formulasi Ekstrak Etanol Daun Manggis ( Garcinia mangostana L .) Sebagai Antioksidan Dengan Variasi Surfaktan Tween 80 Dan Kosurfaktan PEG 400 Menggunakan Metode SNEDDS

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi Tween 80 5%, 6% dan 7% sebagai surfaktan terhadap efektivitas daya antibakteri minyak cengkeh 1% dalam sediaan

Penggunaan surfaktan Tween 80, Polivinil Alkohol, dan Dietanolamida sebagai aditif dalam campuran aspal emulsi dapat meningkatkan viskositas dimana viskositas dari variasi

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi Tween 80 5%, 6% dan 7% sebagai surfaktan terhadap efektivitas daya antibakteri minyak cengkeh 1% dalam sediaan

Optimasi formula nanoemulgel bahan aktif kuersetin dilakukan untuk bisa menemukan area kombinasi surfaktan tween-80 dan span-80 yang optimum agar bisa didapatkan