• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Soemohadiwidjojo (2015:10) menyatakan bahwa Kinerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Soemohadiwidjojo (2015:10) menyatakan bahwa Kinerja"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja dan Pengukuran Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja

Menurut Soemohadiwidjojo (2015:10) menyatakan bahwa “Kinerja (Performance) adalah tingkat pencapaian hasil kerja seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi dalam suatu periode waktu tertentu sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi, dan dilakukan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika”.

Sedangkan menurut Mahsun (2013:25) menyatakan bahwa “Kinerja (Performance) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program yang dibuat dalam sebuah kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi suatu organisasi”. Menurut Mangkunegara 2007 (dalam Sopiah dan Etta, 2018) “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan tingkat pencapaian kerja secara kualitas dan kuantitas oleh seseorang atau sekelompok orang sesuai dengan tanggung jawabnya, yang dilakukan secara legal untuk mencapai suatu tujuan organisasi.

Menurut Soemohadiwidjojo (2015:14) “Pengukuran Kinerja adalah alat manajemen yang digunakan untuk menilai kemajuan atas pencapaian tujuan dan

(2)

12 sasaran organisasi, sekaligus sebagai referensi dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas”. Selanjutnya, menurut Sopiah dan Etta (2018:357) menyatakan bahwa “Pengukuran Kinerja merupakan suatu proses untuk mengetahui seberapa bagus kinerja yang dilakukan individu atau kelompok dalam rangka mencapai sasaran strategis yang dilakukan secara berkelanjutan dan memberikan umpan balik”.

Cascio (2003) (dalam Sopiah dan Etta 2018:355) menjelaskan bahwa Pengukuran Kinerja yang efektif setidaknya harus memiliki kriteria sebagai berikut:

a) Relevan (relevance).

Relevan mempunyai makna, (1) terdapat kaitan yang erat antara standar untuk pekerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian;

b) Sensitivitas (sensitivity).

Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif;

c) Reliabilitas (reliability).

Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrument tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda untuk menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama;

(3)

13 d) Akseptabilitas (acceptability).

Akseptabilitas berarti pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya;

e) Praktis (practicality).

Praktis berarti instrument penilaian yang disepakati mudah dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.

Dari defenisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Pengukuran Kinerja adalah proses untuk menilai pencapaian tujuan organisasi yang digunakan manajemen untuk pengambilan keputusan dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi penggunaan sumber daya yang memiliki kriteria yang harus di penuhi dan memberikan umpan balik untuk melakukan perbaikan.

2.1.2. Tujuan Pengukuran Kinerja

Menurut Ulum (2012:21), secara umum tujuan sistem pengukuran kinerja adalah:

1) Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up).

2) Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian.

3) Untuk mengakomodasikan pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.

4) Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

(4)

14 2.1.3 Manfaat Pengukuran Kinerja

Ulum (2012:21) menyatakan manfaat pengukuran kinerja dalam organisasi antara lain sebagai berikut:

1) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.

2) Memberikan arahan untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.

3) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerjanya.

4) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward &

punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai

dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

5) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.

6) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

Mahsun (2013:33) mengemukakan bahwa manfaat pengukuran kinerja baik internal maupun eksternal organisasi sektor publik yaitu:

1) Memastikan pemahaman para pelaksana dalam hal ini yaitu karyawan terhadap ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.

(5)

15 2) Memastikan tercapainya rencana kinerja berupa strategi perusahaan

yang telah disepakati.

3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja kemudian membandingkannya dengan rencana kinerja untuk memperbaiki kinerja.

4) Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana yang telah dicapai sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

5) Menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.

6) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

2.1.4 Karakteristik Sistem Pengukuran Kinerja

Noe et al. 2003 (dalam Sopiah dan Etta 2018:356) mengemukakan bahwa karakteristik sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1) Mempunyai keterkaitan yang strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi;

2) Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan;

(6)

16 3) Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan cara membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrument tersebut reliabel;

4) Akseptabilitas (acceptability). Aksestabilitas berarti pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.

Hal ini menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliable, akan tetapi cukup banyak yang menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman menggunakannya;

5) Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami apa yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami apa yang diharapkan dari mereka dan cara untuk mencapai kinerja tersebut.

Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen kinerja.

(7)

17 2.1.5 Metode Pengukuran Kinerja

Menurut Griffin (dalam Fahmi 2016:153) ada dua kategori dasar dari metode pengukuran kinerja yang sering digunakan dalam organisasi yaitu:

1) Metode objektif (objective methods) menyangkut dengan sejauh mana seseorang bisa bekerja dan menunjukkan bukti kemampuan ia bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi banyak pihak, metode objektif bisa memberikan hasil yang tidak begitu akurat atau mengandung bias karena bisa saja seorang karyawan, jika ia memiliki kesempatan yang bagus maka ia terlihat mampu bekerja dengan sangat baik dan penuh semangat, sedangkan ada karyawan yang tidak memiliki kesempatan dan ia tidak bisa menunjukkan kemampuannya secara maksimal.

2) Metode pertimbangan (judgemental methods) adalah metode pengukuran berdasarkan nilai rangking yang dimiliki oleh seorang karyawan, jika ia memiliki nilai rangking yang tinggi maka artinya ia memiliki kualitas kinerja yang bagus, dan begitu pula sebaliknya.

Sistem penilaian rangking ini dianggap memiliki kelemahan jika seorang karyawan ditempatkan dalam kelompok kerja yang memiliki rangking yang bagus maka penilaiannya akan mempengaruhi posisinya sebagai salah satu karyawan yang dianggap baik, begitu pula sebaliknya jika seseorang ditempatkan dalam kelompok dengan rangking buruk maka otomatis rangkingnya juga tidak bagus.

(8)

18 2.1.6 Permasalahan yang Terjadi dalam Pengukuran Kinerja

Menurut Fahmi (2016:155) pada saat dilakukan pengukuran kinerja ada beberapa permasalahan yang sering ditemui, yaitu:

1) Penilaian kinerja yang dilakukan kadang kala bersifat subjektif. Dalam artian pihak yang menilai kinerja menyimpulkan dan merekomendasikan berdasarkan pandangan dan pemikiran yang dimilikinya.

2) Hasil penilaian kinerja kadang kala jika tidak sesuai dengan yang diharapkan akan menimbulkan goncangan psikologis bagi penerima karena ia merasa hasil dan kenyataan adalah tidak sesuai, dan ini bisa memberi pengaruh pada penurunan kinerja pihak yang bersangkutan.

3) Jika metode kinerja yang dibuat adalah bersifat ingin melihat kinerja jangka pendek, maka para manajemen perusahaan akan berusaha menampilkan kualitas kinerja jangka pendek yang terbaik. Dan ini memberi pengaruh negatif pada kinerja jangka panjang yang secara tidak langsung terabaikan, padahal suatu organisasi harus menyeimbangkan target kinerja jangka pendek dan jangka panjang.

4) Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penilaian kinerja tidaklah murah. Apalagi jika itu mengundang tenaga ahli dari luar seperti konsultan psikolog.

5) Hasil penilaian kinerja akan menjadi bahan masukan pada pimpinan.

Maka para manajemen perusahaan khususnya karyawan akan berusaha menampilkan hasil kerja yang terbaik, sehingga lambat laun akan terbentuk budaya yang tidak tidak sehat karena karyawan hanya berfikir

(9)

19 ia baik dimata pimpinan buka di mata sesama rekan kerja. Kondisi ini bisa merusak kerjasama tim.

6) Jika hasil penelitian kinerja dipublikasikan dan para karyawan mengetahui hasil penilaian tersebut maka, itu bisa menjadi bahan pembicaraan atau gosip yang lambat laun jika tidak diatasi akan menjadi efek bola salju. Apalagi jika hasil penilaian dicantumkan seperti “kinerja diatas rata-rata, kinerja rata-rata, kinerja dibawah rata-rata”. Penilaian seperti ini bisa menimbulkan stress dan bahkan bisa menurunkan motivasi kerja di tingkat perusahaan, terutama yang mendapatkan penilaian kinerja dibawah rata-rata, apalagi jika hasil penilaian tersebut telah diterima beberapa kali dan tidak berubah.

2.2 Sumber Daya Manusia

2.2.1 Pengertian Sumber Daya Manusia

Menurut Sedarmayanti (2018:4) menyatakan bahwa “Sumber Daya Manusia merupakan kekuatan daya pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam diri, yang perlu digali, dibina, dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia. SDM adalah semua potensi yang dimiiki manusia yang dapat disumbangkan/diberikan kepada masyarakat untuk menghasilkan barang/jasa”.

Menurut Nawawi (dalam Sulistiyani dan Rosidah, 2018:15) bahwa

“Sumber Daya Manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pegawai atau karyawan). Sumber Daya Manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya”.

(10)

20 Menurut Sutrisno (2016:3) bahwa “Sumber Daya Manusia diartikan sebagai sumber dari kekuatan yang berasal dari manusia-manusia yang dapat didayagunakan oleh organiasi”.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Sumber Daya Manusia adalah suatu aset yang berupa kekuatan daya pikir manusia yang masih perlu digali dan dikembangkan dan menjadi sumber kekuatan bagi suatu organisasi untuk menghasilkan barang atau jasa sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.

2.2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Sutrisno (2016:6) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia mempunyai definisi sebagai suatu kegiatan perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan SDM untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun organisasi. Sementara itu Hasibuan (2017:10) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

Mangkunegara (2020:2) menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses untuk mengelola individu atau kelompok dalam sebuah organisasi dimana didalamnya

(11)

21 terdapat perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan tehadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian dan pemeliharaan sumber daya manusia dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

2.2.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Hasibuan (2017:21) mengemukakan sebelas fungsi manajemen sumber daya manusia, diantaranya:

1) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan;

2) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart);

3) Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik;

4) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan

(12)

22 rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan;

5) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan;

6) Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan;

7) Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsitensi;

8) Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya;

9) Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian

(13)

23 besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi;

10) Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial;

11) Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.

2.2.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Setiap perusahaan tentunya menetapkan tujuan-tujuan tertentu yang ingin mereka capai dalam memanajemen setiap sumber daya manusianya. Cushway dalam Sutrisno (2016:7) menyatakan tujuan MSDM meliputi:

1) Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa organisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal;

2) Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya;

3) Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM;

(14)

24 4) Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini

mencapai tujuannya;

5) Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam mencapai tujuannya;

6) Menyediakan media komunikasi antara pekerja dan manajemen organisasi;

7) Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen SDM.

2.3 Balanced Scorecard

2.3.1 Pengertian Balanced Scorecard

Menurut Kaplan dan Norton 1996 dalam (Febriyanti 2016:14) Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu:

a) Scorecard

Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya.

b) Balanced

Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari dua aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.

Sedangkan Menurut Fahmi (2010:209), Balanced Scorecard merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk mendukung perwujudan visi, misi dan

(15)

25 strategi perusahaan dengan target bersifat jangka panjang yang menekankan pada empat kajian yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Menurut Hansen & Mowen 2007:107 (dalam Erwin 2014:13) Balanced Scorecard (secara literatur berarti kartu skor seimbang) terdiri atas kumpulan

ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan dan mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Balanced Scorecard adalah suatu kumpulan kinerja yang telah diturunkan perusahaan yang

digunakan untuk mengukur kinerja karyawan yang bertujuan untuk mendukung perwujudan visi, misi dan strategi perusahaan.

2.3.2 Perspektif Balanced Scorecard

Balanced Scorecard adalah suatu penilaian kinerja perusahaan yang

menyeluruh. Untuk itu Balanced Scorecard memiliki empat perspektif yang saling berkaitan. Empat perspektif tersebut ialah perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Setiap perspektif pada Balanced Scorecard memiliki perbedaan, namun memiliki tujuan yang sama yaitu mencapai sasaran strategi yang sudah direncanakan oleh perusahaan dan keempat perspektif Balanced Scorecard yang berkaitan tersebut nantinya akan berusaha meningkatkan kinerja perusahaan.

Rangkuti (2019:5). Menjelaskan keempat perspektif Balanced Scorecard yaitu : 1) Perspektif Keuangan

Perspektif keuangan diukur dengan menggunakan ukuran :

(16)

26 a) Laba Investasi (Return on Investment)

b) Peningkatan Penjualan

c) Bauran pendapatan (Revenue Mix)

d) Pemanfaatan aktiva (diukur dengan asset turn over) e) Efisiensi biaya

Ukuran dari perspektif keuangan akan terlihat dari pencapaian ROE dan ROI, marjin laba serta efisiensi biaya yang semakin meningkat sehingga perusahaan dapat menguasai pasar dan lebih baik dibandingkan pesaing.

2) Perspektif Pelanggan

Kinerja perspektif pelanggan diukur melalui:

a) Jumlah pelanggan baru.

b) Jumlah pelanggan yang membeli kembali.

c) Loyalitas pelanggan.

Ukuran dari perspektif pelanggan akan terlihat dari pencapaian (pangsa pasar), kemampuan mempertahankan pelanggan, kemampuan meningkatkan jumlah pelanggan loyal, tingkat kepuasan pelanggan dan tingkat profitabilitas pelanggan.

3) Perspektif proses internal

Kinerja pada perspektif proses internal diukur dengan menggunakan ukuran:

a) Waktu proses

b) Pengiriman tepat waktu c) Efektifitas proses

(17)

27 Ukuran dari perspektif proses internal bisnis akan terlihat dari pencapaian tingkat inovasi (munculnya produk baru), operasional, dan produksi yang semakin baik serta layanan purnajual.

4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Kinerja pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan diukur dengan menggunakan ukuran:

a) Tingkat keahlian SDM b) Komitmen SDM c) Suasana kerja

Ukuran dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan terlihat dari pencapaian peningkatan keahlian SDM, kemampuan sistem informasi, tingkat komitmen dan motivasi SDM.

2.4 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan pengukuran kinerja dan yang membedakan dengan beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian peneliti yang berjudul “Pengembangan Indikator Kinerja Layanan pada PT PLN (Persero) Unit Layanan Pelanggan Mattoanging Makassar” yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Avrianto dkk. (2018) dengan judul Pengembangan Indikator Kinerja Utama untuk Mengukur Keberlanjutan Penelitian pada Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan indikator kunci untuk menilai kapasitas riset Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Kapasitas riset dapat ditinjau dari empat faktor utama keberlanjutan penelitian yaitu antara lain

(18)

28 faktor keuangan, manajemen organisasi, pendukung riset dan infrastruktur.

Dalam penelitian ini terdapat sembilan indikator kunci yang dikembangkan dari jurnal dan sumber literatur lainnya. Terdapat 11 KPI sumber Renstra FT UNDIP, 9 KPI yang dikembangkan. Indikator tersebut digolongkan sesuai faktor keberlanjutan penelitian antara lain : 6 KPI faktor financial, 3 KPI faktor manajemen organisasi, 6 KPI pendukung riset dan 5 KPI infrastructure. Setelah dikembangkan dilakukan penilaian dengan terlebih dahulu melakukan pembobotan KPI menggunakan metode AHP dan kemudian dilakukan scoring dengan metode OMAX.

Berdasarkan penilaian tabel OMAX setiap kategori didapatkan 7 KPI yang posisi lampu merah, 4 KPI yang posisi lampu kuning dan 9 KPI posisi lampu hijau. Tahap selanjutnya dirancang rekomendasi perbaikan dari beberapa literatur untuk meningkatkan kapasitas riset dan kemudian divalidasi dengan menggunakan metode delphi.

2. Penelitian yang dilakukan oeh Martief (2022) dengan judul Pengembangan Indikator Penilaian Keberhasilan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis indikator yang selama ini digunakan serta mengembangkan indikator baru atau tambahan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif. Data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui studi kepustakaan. Data dianalisis secara deskriptif dengan melakukan kategorisasi dan sintesis dengan teori-teori yang digunakan seperti pemberdayaan dan partisipasi masyarakat serta

(19)

29 mengacu pada syarat indikator yang SMART. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator yang selama ini digunakan yakni partisipasi dan jumlah tenaga kerja sangat terbatas untuk menggambarkan kinerja irigasi secara komprehensif. Penelitian ini berhasil mengembangkan indikator baru penilaian P3-TGAI yakni tingkat partisipasi anggota P3A/GP3A/IP3A dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, tingkat transparansi pelaksanaan P3-TGAI, tingkat akuntabilitas pelaksanaan P3- TGAI, tingkat aktivitas kelembagaan petani, tingkat pengetahuan dan keterampilan petani, tingkat layanan luasan irigasi, tingkat pemenuhan air irigasi, tingkat produksi hasil pertanian, tingkat keberlanjutan P3-TGAI.

Dari hasil penelitian ini dapat direkomendasikan agar hasil pengembangan indikator-indikator tersebut dapat digunakan dalam melakukan penilaian keberhasilan P3-TGAI.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2017) yang dimuat di dalam jurnal dengan judul “Perancangan Sitem Pengukuran Kinerja dengan Metode HR Scorecard pada Sub-bidang SDM PT PLN (Persero) Pusat Pengatur Beban

(P2B) Kantor Induk”. Penelitian tersebut menggunakan HR Scorecard yang merupakan sebuah bentuk pengukuran human resources untuk menunjukkan peran sumber daya manusia yang selama ini dianggap sebagai intangible untuk diukur perannya dalam pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa pada perspektif strategis dan pelanggan baik dengan nilai kinerja masing- masing 4,197 dan 3,667. Sedangkan untuk perspektif operasi dan

(20)

30 keuangan kinerja cukup baik dengan nilai kinerja 2,968 dan 2,667. Nilai kinerja keseluruhan yaitu 3,538 yang berarti kinerja baik.

4. Ikbar dkk. (2021) dengan judul penelitian Penyusunan Indikator Kinerja Berbasis IT Balanced Scorecard di RSUD Kota Batu. Pada penelitian ini peneliti menyusun Indikator kinerja berbasis IT BSC yang merupakan alat untuk mengukur kinerja dari suatu sistem teknologi informasi yang memandang unit bisnis teknologi informasi dari empat perspektif.

Penelitian ini menghasilkan rancangan indikator kinerja baru di unit dan layanan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Batu menggunakan IT BSC. Indikator kinerja baru didapat berdasarkan penyesuaian matriks yang ada pada COBIT Process pada COBIT 5 dengan ruang lingkup di RS.

5. Setyo (2018) yang meneliti tentang Sistem Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia menggunakan Metode Human Resource Scorecard dan OMAX Studi Kasus pada PT Mitra Kemas Paperindo. Pada penelitian ini penyusunan indikator kinerja menggunakan Human Resuorce Scorecard dimana metode yang digunakan untuk mengukur kontribusi SDM dalam kesuksesan strategi perusahaan dan terdiri dari 4 perspektif yaitu perspektif financial, perspektif custumer, perspektif internal business process dan perspektif learning and growth. Hasil pengukuran kinerja

diperoleh nilai index total 8,3 untuk keseluruhan kinerja SDM dan berdasarkan Traffic Light System dapat disimpulkan bahwa keseluruhan indikator kinerja mencapai target yang telah ditetapkan.

(21)

31 6. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2016) dengan judul Pengembangan Indikator Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Dana Desa (Studi pada Desa Sidoarum Kabupaten Sleman). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan indikator sebagai alat bantu untuk menjalankan amanat pemantauan dan evaluasi Dana Desa dalam PP Nomor 8 Tahun 2016. Peneliti menawarkan indikator pemantauan dan evaluasi penggunaan Dana Desa yang sesuai dengan prinsip 3E berdasarkan Kerangka Empat Kuadran Friedman dengan membagi indikator berdasarkan fungsinya, yaitu indikator umum dan indikator khusus. Indikator-indikator tersebut disesuaikan dengan bidang kegiatan prioritas Dana Desa yang berada di wilayah tipologi dataran rendah.

(22)

32 2.4 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir PT PLN (Persero) ULP Mattoanging

Mengembangkan Indikator Kinerja Layanan Menganalisis Jenis

Keluhan Layanan dan Penyebabnya

Menganalisis Indikator yang Terkait dengan Keluhan Layanan

Menganalisis Kelemahan Indikator Kinerja

Melakukan Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi

Hasil dan Kesimpulan Pengembangan Indikator Kinerja Layanan pada PT PLN

(Persero) Unit Layanan Pelanggan Mattoanging

Sumber: Data diolah, 2022

Referensi

Dokumen terkait

selama 2 (dua) tahun dari izin konsesi baru untuk hutan konversi termasuk moratorium di bidang pembalakan hutan, pembuatan database penurunan/ perubahan lahan, perencanaan lahan,

Hasil reduksi dimensi menggunakan metode PCA menghasilkan total komponen utama yang digunakan sebagai variabel prediktor pada pemodelan MOS di stasiun Tanjung Priok

Perendaman pada larutan asam klorida dan basa kalium hidroksida konsentrasi tinggi dan perendaman paling lama kapasitansi semakin meningkat dan impedansi semakin menurun..

(2) Pengangkatan dalam Jabatan Struktural setingkat lebih tinggi diutamakan bagi PNS di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi

warisan, serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

Mengingat fenomena akan profitabilitas, yang mana (Munawir dalam Enang Sumarna, 2008) menyebutkan bahwa “ profitabilitas merupakan tujuan dari suatu kredit yang

Bahwa di samping itu ketentuan Pasal 253 ayat (1) UU Pemilu yang berbunyi ”Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai

Non Performing Loan (NPL), manajemen yang diproksikan dengan Net Interest Margin (NIM), rentabilitas yang diproksikan dengan Biaya Operasional dibanding Pendapatan