• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG MENDAYAGUNAKAN KULIT KOPI SEBAGAI BAHAN PAKAN DALAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK RUMINANSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELUANG MENDAYAGUNAKAN KULIT KOPI SEBAGAI BAHAN PAKAN DALAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK RUMINANSIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG MENDAYAGUNAKAN KULIT KOPI SEBAGAI BAHAN PAKAN DALAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-

TERNAK RUMINANSIA

S . PRAWIRODIGDO

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Laboratorium Klepu, Jl. Soekarno-Hatta 10 A, Bergas

Kabupaten Semarang 50552, Jawa Tengah

ABSTRAK

Kesulitan pengadaan pakan ternak ruminansia pada musim kemarau di pedesaan selalu menjadi keluhan monoton petani ternak. Kondisi kronis ini perlu mendapat solusi terapan . Sementara hampir di berbagai daerah Indonesia terdapat limbah industri perkebunan kopi(Coffea conephora)berupa kulit kopi yang belum dimanfaatkan secara intensif untuk bahan pakan ternak . Makalah ini mendiskusikan peluang pemanfaatan Wit kopi untuk komponen pakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ruminansia . Di Indonesia produksi kulit kopi dari tahun 2001-2005 cenderung naik (569 .600-679 .200 ton kering udara). Kulit kopi terdiri dari tiga lapis fraksi utama yaitu (1) kulit buah (coffee pulp), (2) daging buah (mucilage), dan (3) tempurung (coffee hulls)yang masing-masing mengandung protein kasar 11,2 ; 4,1 dan 2 .44% . Disayangkan, materi ini mengandung substansi anti nutrisi berupa tannin, kafein, asam chlorogenic, lignin, dan silika yang menghambat pemanfaatannya untuk pakan ternak . Dikonfirmasikan bahwa tingkat penggunaan terbaik untuk coffee pulp tanpa diproses dalam pakan sapi pedaging periode pertumbuhan adalah 20% (bahan kering) . Sedangkan pada ternak domba periode pertumbuhan, introduksi campuran kulit kopi total tanpa diproses adalah 100g/ransum harian (pertambahan bobot hidup 54 g/h) . Lebih lanjut, introduksi tape kulit kopi ini dalam pakan ternak teresebut yang terbaik adalah 200g/ransum harian (pertambahan bobot hidupnya 101g/h).

Di lain pihak ternak ruminansia dapat kontribusifaecesdanurineyang berguna sebagai bahan pupuk organik untuk tanaman kopi . Berdasarkan potensi kuantitas, kualitas, dan konfirmasi kegunaan kulit kopi sebagai komponen pakan dapat disimpulkan bahwa peluang penerapan sistem integrasi tanaman kopi-ternak ruminansia sangat besar .

Kata kunci : Kulit buah, tempurung kopi, bahan pakan, ruminansia, peluang, sistem integrasi

PENDAHULUAN

Secara meluas telah dipahami bahwa eksistensi ternak dalam budidaya pertanian sangat membantu perekonomian petani . Berdasarkan hasil konfirmasi langsung, PRAWIRODIGDO et al. (2004b ) mendukung pernyataan KNIPSCHEER et al . (1994) bahwa kontribusi ternak terhadap nilai out put pertanian di Indonesia sangat bermakna.

KNIPSCHEER et al . (1994) memberikan contoh bahwa introduksi ternak kambing atau domba dalam skala kecil terhadap sistem usaha tani pada suatu keluarga miskin di pedesaan umumnya mampu meningkatkan 30% lebih dari pendapatan petani tersebut . Selanjutnya, untuk mendorong efisiensi pengelolaan lahan dan mempercepat peningkatan pendapatan petani perlu segera diintesilkan sistem integrasi tanaman-ternak (SITT) .

Ditinjau dari sisi budidaya ternak, para peneliti (NULIK dan HAU, 2005 ; NUSCHATI et al., 2005 ; PRAWIRODIGDO et al ., 2005ab) secara konsisten menyatakan bahwa kesulitan pengadaan pakan di pedesaan pada musim kemarau selaiu menjadi keluhan monoton petani ternak domba dan kambing . Keluhan serupa ternyata juga timbul dari para peternak sapi (PRAWIRODIGDOet al.,2004a; ROHAENIet al.,2006) .

Akhir-akhir ini HALOHO dan YUFDI (2006) memberikan highlight bahwa daya tampung padang alam di Sumatera Utara untuk penggembalaan ternak kerbau juga sudah tidak mecukupi kebutuhan . Padahal potensi ternak kerbau sebagai sumber daging alternatif sangat tinggi . Fenomena potensi ini mendapat perhatian serius dari para peneliti senior (DIWYANTO dan HANDIWIRAWAN, 2006 ; SUBANDRIYO, 2006; SUHUBDY, 2006 ; MUHARSINI et al., 2006 ; dan MUTALIB, 2006)

(2)

terutama dalam hal strategi penerapan teknologi untuk mencapai budidaya ternak kerbau efisien dan berhasil-guna . Walaupun

demikian, sampai sekarang berbagai rekomendasi untuk solusi masalah tersebut belum ada yang diadobsi seccara intensif oleh para petani .

Terfokus pada pentingnya kecukupan pakan dalam budidaya ternak ruminansia,

PRAwIRODIGDO

et al. (2007) menyatakan bahwa kondisi kronis kekurangan pakan tersebut perlu mendapat solusi terapan . Meskipun pada musim panen selalu tersedia jerami padi melimpah, namun kualitas limbah tanaman pangan ini sangat rendah; yaitu hanya memiliki profil protein kasar 3,2%, mengandung serat kasar sangat tinggi (30 .9%), dan daya cernanya sangat rendah (0,1%)

(HARTADI

et al., 1997). Oleh karena itu, bahan ini tidak sesuai untuk basis komponen pakan dalam usaha penggemukan ternak ruminansia .

Pada dasarya memang telah diakui bahwa perlakuan amoniasi

(SUNARSO,

2005 mensitasi

SUTRISNO,

2002), pemakaian kostik soda (NaOH;

BONDY,

1987), dan ' pemeraman menggunakan biodecomposer lignoselulolitik

(GUNADI

et al., 1998) mampu merombak pakan kasar (rougage) dengan merenggangkan rangkaian rantai polisakarida pakan tersebut . Walaupun demikian kemampuan ternak ruminansia melakukan dekomposisi jerami padi perlu dipertimbangkan . Artinya, dalam anjuran penerapan teknologi dimaksud perlu analisis valid tentang : (1) efisiensi tenaga kerja yang dialokasikan untuk proses dekomposisi jerami padi, (2) profil nutrien jerami padi basil proses dekomposisi yang dapat diperoleh dan'' berguna bagi ternak, dan (3) keunggulan ekonomis yang bermakna bagi petani pengguna teknologi .

Lama sebelumnya telah dinyatakan dalam pustaka klasik

(MORISON,

1951) bahwa amoniasi jerami padi tidak mampu memperbaiki nilai manfaatnya pada ternak sapi . Hal ini logis karena di samping profil nutrien jerami padi rendah, menurut kodrat fisiologi pencernaannya ternak sapi dan kerbau digolongkan sebagai hewan yang mampu mencerna pakan kasar (roughage eaters,

CHURCH

dan

POND,

1988;

CHEEKE,

1990) . Sehubungan dengan itu, seharusnya perhatian sudah mulai diarahkan untuk menggali potensi limbah-limbah organik dari tanaman-tanaman

lainnya yang kualitas dan kuantitasnya berpotensi baik untuk komponen pakan ruminansia di Indonesia .

Kulit kopi adalah limbah industri perkebunan kopi (Coffea conephora) yang dapat dijumpai hampir di berbagai daerah Indonesia. Kulit tersebut belum dimanfaatkan secara intensif untuk bahan pakan ternak . O1eh karena itu, makalah ini difokuskan untuk mengulas peluang pemanfaatan kulit kopi untuk komponen pakan dalam sistem integrasi tanaman-ternak ruminansia .

POTENSI KULIT KOPI

. Suatu bahan dapat dinyatakan sebagai komponen pakan ternak potensial apabila profil dan yang lebih penting lagi karakter nutriennya layak untuk keperluan tersebut . Selain kualitasnya layak, persyaratan lain yang seharusnya terpenuhi adalah bahwa bahan ini juga mudah diperoleh dalam jumlah banyak dan tidak membahayakan kesehatan ternak . Determinasi yang berkaitan dengan aspek- aspek yang memberikan justifikasi kelayakan pemanfaaan kulit kopi untuk komponen pakan adalah sebagai berikut .

Deskripsi fraksi-fraksi pada kulit kopi Sebernarnya kulit kopi terdiri dari tiga lapis fraksi utama yang membungkus biji kopi .

ELIAS

(1979) yang membahas secara terperinci tentang fraksi-fraksi yang terdapat pada kulit kopi menyatakan bahwa susunan lapisan fraksi utama kulit kopi adalah (1) kulit buah (coffee pulp), (2) daging buah (mucilage), dan (3) kulit biji atau tempurung (coffee hulls) . Uraian mengenai karakter dari masing-masing fraksi tersebut adalah sebagai berikut .

Kulit buah kopi (Coffee pulp) . Adalah bagian kulit kopi terluar yang terkelupas ketika dilakukan proses depulping. Dalam kondisi kering proporsi coffee pulp bervariasi antara 26,5 - 29% (tergantung varietas) dari buah kopi glondong (buah yang masih terbungkus oleh kulit biji dan kulit buahnya ;

BRESSANI,

1979 ;

ELIAS,

1979) . Profil nutrien coffee pulp ini tercantum pada Tabel 1 .

WAS

(1979) menambahkan bahwa coffee

pulp mengandung asam amino lebih tinggi

dibandinkan dengan yang terdapat pada

(3)

jagung . Kelemahannya, coffee pulp tersebut hanya mengandung 60% nitrogen penyusun protein . Sedangkan sisanya merupakan nitrogen non-protein yang terdapat dalam bentuk kafein, trigopnelline, niacin, purine, pyrimidine, nitrogen anorganik, dan fraksi lain yang belum teridentifikasi . Oleh karena itu ketika digunakan dalam percobaan sebagai komponen diet unggas tidak dapat mencapai proporsi tinggi (ZAENUDDIN dan MURTISARI,

Daging buah (Mucilage) . Mucilage merupakan lapisan yang terletak di antara coffee pulp dan coffee hulls dengan proporsi 13,7% dari bobot buah kopi (Arabica) glondong kering (BRESSANI, 1979) . Fraksi ini tebalnya antara 0,5-2 mm, melekat kuat pada coffee hulls, dan ditinjau dari penampilan fisiknya mucilage merupakan sistem larutan koloid mengandung air, pektin, gula, dan bahan organik lainnya (label 1) . ELIAS (1979) menegaskan bahwa mucilage tidak meng- andung tannin ataupun kafein, tetapi mengandung pectin-degrading enzymes . Memperhatikan isi fraksi ini dapat disimpulkan bahwa mucilage tidak menimbulkan ganguan kesehatan ternak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan .

Kulit biji kopi (Coffeehulls) .Coffee hulls adalah fraksi kulit kopi terdalam yang terletak diantara mucilage dan kulit perak (silver skin) dan membungkus biji kopi . Proporsinya dalam buah kopi glondong kering adalah antara 10-

Tabel 1. Komposisi kimiawi kulit kopi (kulit buah, daging buah, dan tempurung)*

1995) . Selain itu, coffee pulp juga mengandung tannin, substansi pitat, gula-reduksi, gula- nonreduksi, dan asam chlorogenic (ELIAS, 1979), seperti yang tercantum pada Tabel 1 . Meskipun demikian terdapat peluang besar memanfaatkan coffee pulp sebagai bahan pakan ternak ruminansia, karena pada volume tertentu substansi tersebut sangat bermanfaat untuk bypass protein.

Su mber : *ELIAS (1979); 'Selulose + abu; 'Serat kasar + bahan ekstrak tanpa nitrogen

11,9% (BRESSANI, 1979) . Karena mengandung lignin, pentosa, dan heksosa sangat tinggi (ELIAS, 1979) seperti yang disajikan pada Tabel 1, maka fraksi ini sulit dicerna oleh ternak. Sehubungan dengan itu pemakaian coffe hulls sebagai komponen pakan perlu proses lebih lanjut .

Proses produksi kulit kopi

Kualitas bahan pakan tidak hanya ditentukan oleh profil nutriennya, tetapi juga dipengaruhi oleh proses produksi dan penanganannya . Pada prinsipnya kulit kopi diperoleh sebagai hasil sampingan dalam proses produksi biji kopi ose . Di Indonesia terdapat dua teknologi produksi biji kopi ose.

Pertama, biji kopi ose diperoleh dengan depulping yaitu suatu proses pengelupasan coffee pulp dari buah kopi glondong (coffee berry) yang kemudian menjemurnya hingga

Uraian Komposisi (g/kg)

Coffee pulp Mucilage Cof

fee

hulls

Bahan kering 874 158 928

Protein kasar (N x 6,25) 112 41 24,4

Serat kasar 210 - 962'

Gula reduksi 124 300

Gula non-reduksi 20 200

Tannin 18-85 0 0

Kafein 13 0 0

Asam chlorogenic 26

Heksosa - - 450

Pentosa - 203

Lignin 175 0 244

Selulosa 177 170'

Hemiselulosa 23

(4)

kering, dan terakhir dilakukan pengelupasan coffee hulls melalui proses dehulling sehingga diperoleh kopi ose . Kedua, cara tradisional yang umumnya dilakukan di pedesaan (Contohnya di Kecamatan Jumo dan Pringsurat, Kabupaten Temanggung), adalah dengan prosedur menjemur buah kopi glondong hingga kering, menumbuk secara manual atau menggunakan mesin penggiling kopi seperti untuk rice mill, kemudian memisahkan biji dari fraksi-fraksi kulitnya . Pada penerapan teknologi yang pertama, pengolahan kopi glondong menjadi kopi ose menghasilkan produk sampingan berupa coffee pulp dan coffee hulls secara terpisah ; Di lain pihak, penggunaan teknologi kedua menghasil- kan produk sampingan berupa campuran antara coffee pulp dan coffee hulls tersebut .

Berpijak pada kepentingan memanfaatkan limbah industri kopi untuk bahan pakan ternak, hasil kulit kopi dari penerapan teknologi yang pertama hambatannya tidak sekompleks seperti pada pemanfaatan hasil sampingan dari aplikasi teknologi kedua. Masalah serius dalam pemanfaatan coffee pulp yang tidak tercampur dengan coffee hulls untuk bahan pakan ruminansia adalah terdapatnya substansi- substansi toksik yang bersifat anti nutritive factor. Di lain pihak, pemanfaatan kulit kopi untuk pakan dari hasil penerapan teknologi kedua memerlukan teknologi lebih lanjut yang valid guna mengatasi masalah kandungan anti nutritive factor baik yang toksik (dalam coffee pulp) maupun non-toksik (contoh lignin dalam coffee hulls). Walaupun terdapat hambatan, perkembangan bioteknologi yang pesat di Indonesia akhir-akhir ini tampaknya aplikasi teknologi ini akan memberikan harapan besar untuk penggunaan kulit kopi secara intensif sebagai komponen pakan ruminansia .

Produksi berat kering, bahan kering, dan protein kasar Wit kopi

Kuantitas ketersediaan kulit kopi merupakan salah satu indikator keunggulan yang memberikan konfirmasi tentang potensi materi ini sebagai komponen pakan di

Indonesia. Menurut BPS (2006) produksi kopi di Indonesia pada tahun 2005 adalah 649 .900 ton. Produksi kopi ini yang 647 .100 ton dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat dan sisanya (2 .900 ton) oleh Perkebunan Besar . Disayangkan BPS (2006) tidak memberikan informasi lokasi pusat-pusat produksi kopi di Indonesia .

Sementara BPSP JAWA TENGAH (2006) mendokumentasikan bahwa dari 29 daerah Kabupaten di Jawa Tengah hanya tiga Kabupaten (Blora, Demak, dan Sukoharjo) yang tidak memproduksi kopi . Fenomena ini memberikan pengertian bahwa hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah dapat ditemukan kulit kopi.

Prediksi kuantitas produksi kopi menurut DINAS PERKEBUNAN PROPINSI JAWA TENGAH (komunikasi pribadi), adalah sebagai berikut . Bahwa untuk jenis Robusta proporsi biji kopi ose (yaitu biji kopi yang telah bersih dari tiga fraksi kulit kopi), adalah 25% dari buah kopi glondong basah . Sedangkan untuk jenis Arabica proporsi biji kopi ose adalah 20% dari buah kopi glondong basah . Berdasarkan data tersebut maka dapat ditentukan bahwa untuk kopi Robusta kulitnya 75%, sedangkan proporsi kulit kopi Arabica adalah 80% . Namun demikian, karena tidak dilakukan pengamatan tentang proporsi kehilangan berat dari penyusutan air yang terkandung di dalam kulit kopi, maka produksi kulit kopi kering udara tidak dapat diprediksi .

Estimasi produksi kulit kopi dapat diperoleh berdasarkan proporsinya terhadap produksi total biji kopiosedengan menerapkan formula BRESSANI (1979). Hasil penelitian intensif BRESSANI et al. (1972) yang dikutip oleh BRESSANI (1979) menunjukkan bahwa pada kopi Arabica, proporsi kulit buah, kulit biji dan daging buah (lapisan manis) pada kopi glondong kering udara, masing-masing adalah 26,5 ; 10, dan 13 .7% .

Berdasarkan standar proporsi ini dapat diestimasikan bahwa produksi bahan kering atau protein kasar kulit kopi di Indonesia dari tahun 2001 hingga 2005 konsisten tinggi (label 2) .

(5)

Tabel 2. Estimasi produksi kulit kopi di Indonesia tahun 2001-2005 (ton kering udara)

SUDARYANTO (1997) menyatakan bahwa kecernaan coffee pulpdancoffee hulls masing- masing 65 dan 51,4%. Sependapat dengan pernyataan itu maka apabila kedua fraksi tersebut digabung, estimasi profil protein tercernanya menjadi 588 g/kg . Lebih lanjut, apabila dilakukan penggemukan sapi pedaging dengan rata-rata bobot hidup awal 300 kg, maka dalam satu periode penggemukan (4 bulan) Indonesia berpotensi membesarkan 120 .000 hingga 140 .000 ekor sapi potong kereman (satu tahun 3 periode) . Walaupun demikian teori ini tidak mungkin diimplemen- tasikan secara langsung karena kulit kopi mengandung substansi anti nutritive factor dan kelemahan berupa defisiensi nutrien tertentu yang menghambat penggunaannya sebagai pakan tunggal (single component diet) . Oleh karena itu dalam penerapan untuk pakan, kulit kopi harus dicampur dengan bahan pakan lainnya .

Selanjutnya, dari uraian informasi di atas secara keseluruhan dapat dinyatakan, bahwa setidak-tidaknya sebagai dokumentasi Indonesia mempunyai potensi produksi kulit kopi melimpah yang dapat didayagunakan untuk sumber bahan pakan alternatif .

Sumber: *BPS(2006);'Dihitung berdasarkan data proporsi fraksi utama Wit kopi kering udara dariBRESSANI (1979) ;

'Bahan kering85,27%(kering udara), Protein kasar 11,4% (berbasis bahan kering)

Konfirmasi prospek introduksi Wit kopi dalam pakan ternak ruminansia

Kelayakan suatu bahan sebagai suatu komponen pakan akan lebih valid setelah lolos uji invivo karena profil nutrien tinggi tidak menjamin bahwa dayagunanya pasti baik bagi ternak .

Hasil konfirmasi kelayakan Wit kopi sebagai komponen pakan ternak sapi oleh CABEZAS et al. (1977) yang dikutip oleh CABEZAS et al. (1979) secara konsisten membuktikan bahwa introduksi 20% coffee pulp (berbasis bahan kering) dalam diet sapi pedaging periode pertumbuhan (growing calve) mempengaruhi (P<0,05) tingkat konsumsi bahan kering pakan, tetapi tidak menekan dayacerna proteinnya (Tabel 3) . Tabel 3 menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering coffee pulp pada sapi yang menerima pakan dengan tingkat introduksi 40% lebih baik (P<0,05) dari pada yang diberi 20% bahan tersebut . Konsumsi coffee pulp ini berkurang drastis (P<0,05) ketika introduksi komponen tersebut mencapai tingkat 60% bahan kering pakan . Lebih lanjut CABEZAS et al. (1979) menambahkan bahwa meskipun terjadi peningkatan dayacerna bahan organik yang bermakna (P<0,05) dan tidak mengganggu daya cerna energi pakan, introduksi kulit kopi hingga 40 dan 60% ternyata (P<0,05) meng- hambat pecernaan proteinnya .

Keterangan

Tahun produksi

2001 2002 2003 2004 2005

Produksi biji kopi * :

Perkebunan rakyat 542600,0 654300,0 645000,0 646700,0 647100,0

Perkebunan besar 27000,0 26700,0 29400,0 32300,0 3210U,0

Total produksi kopi : 569600,0 681000,0 674400,0 679000,0 679200,0 Estimasi produksi kering udara * :

Kulit buah(pulp) 301 .888,0 360.930,0 357.432,0 359.870,0 359.976,0 Daging buah(mucilage) 156.070,4 186.594,0 184.785,6 186 .046,0 186.100,8 Kulit biji(hulls) 113 .920,0 136.200,0 134.880,0 135 .800,0 135 .840,0 Total produksi kulit kopi : 571 .878,4 683 .724,0 677 .097,6 681 .716,0 681 .916,8 Estimasi produksi nutrien' :

Bahan kering (ton/total produksi) 487 .068,9 582.327,7 576.684 .0 580.617,5 580 .788,5 Protein kasar (ton/total produksi) 55 .5259,5 66.385,4 65 .741,9 66 .190,4 66.209,9

(6)

Tabel 3 . Pengaruh introduksi kulit buah kopi dalam pakan terhadap penampilan sapi pedaging periode pertumbuhan*

Lebih lanjut, hasil penelitian CABEZAS et al. (1997) yang dikutip oleh CABEZAS et al.

(1979) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingat coffee pulp dalam diet, semakin tinggi juga volume esksresi urine oleh sapi percobaan . Pola yang sama juga terlihat pada tingkat konsumsi bahan kering diet . Meskipun konsentrasi ekskresi nitrogen (N)/liter urine berbanding terbalik terhadap tingkat coffee pulp dalam diet, terlihat bahwa proporsi eksresi N/N terabsorbsi selaras dengan tingkat introduksi bahan pakan ini . Artinya, semakin tinggi tingkat introduksi coffee pulp dalam diet, semakin rendah tingkat retensi N nya.

Fenomena ini terjadi mungkin sebagai manifestasi pengaruh presensi anti nutritive factor dalam coffee pullp terhadap penampilan temak, seperti yang diutarakan oleh CABEZAS et al. (1979) serta CHEEKE dan SHULL (1985) . Secara keseluruhan, Tabel 3 mengkonfirmasi- kan bahwa introduksi 20% coffee pulp dalam diet sapi pedaging periode pertumbuhan mempunyai prospek cerah untuk direkomen- dasikan .

Akhir-akhir ini kelayakan penggunaan kulit kopi untuk ternak domba juga telah dievaluasi secara intensif (PRAWIRODIGDO et al., 2005 b ; 2007) . Hasil penelitian PRAWIRODIGDO et al . (2005") menunjukkan bahwa introduksi 100 g kulit kopi (campuran coffee pulp + hulls)l

LokakaryaNasional Pengembangan JejaringLitkajiSistem Integrasi Tanaman - Ternak

Sumber :*CABEZASet al . (1977)yang dikutipCABEZASet al. (1979);BK, Bahan kering; N, Nitrogen ; Superskrip a, b, dan cpada baris sama menunjukkan perbedaan bermakna (P<0,05)

ransuman harian dalam formulasi pakan seimbang memberikan pertambahan bobot badan domba jantan cenderung lebih balk (62 g/h ; P<0,06) dari pada yang diberi pakan tradisional petani . Walaupun demikian introduksi 200 g Wit kopi/ransuman harian dalam formula pakan seimbang juga, ternyata menunjukkan pertambahan bobot badan ternak domba mirip dengan yang menerima pakan tradisional petani (44 g/h versus 43 g/h) . Memperhatikan penampilan pertumbuhan ternak domba pada penelitian ini PRAWIRODIGDO et al . (2005") berspekulasi bahwa presensi tannin dan anti nutritive factor lainnya menjadi pembatas daya cerna pakan percobaan. Hasil penelitian ini mendorong pelaksanaan penelitian lebih lanjut dengan memproses menjadi tape kulit kopi terlebih dahulu untuk mengurangi atau mengeliminasi kemungkinan pengaruh negatif dari anti nutritive factor yang terkandung di dalam kulit kopi (PRAWIRODIGDO et al., 2007) . Prosedur pembuatan tape kulit kopi tersebut adalah sebagai berikut .

Awalnya, bioactivator berupa gabungan antara kapang tricoderma pseudokoningii dan bakteri cytopaga dengan takaran 1,25%

(GUNADI et al ., 1998) dan molases 2%

(CABEZAS et al., 1979) dari bobot kulit kopi yang diproses, dilarutkan dalam air . Kedua Uraian Proporsi coffee pulp dalam pakan (% bahan kering diet)

0 20 40 60

Profil protein pakan lengkap (% BK) 14,4 14,4 15,0 15,0

Konsumsi BK/h (kg/100kg bobot hidup)

Pakan lengkap 3,58 3,2 6 2,6 ° 2,1 °

Kulit buah kopi (coffee pulp) 0,0 0,68 1,06 0,3 °

Dayacema (% BK)

Bahan organik 51,28 50,68 54,06 53,96

Protein 47,0 8 45,78 38,76 36,2 6

Energi total (Gross) 48,0 48,4 49,6 51,4

Ekskresi urine

Liter/h 8,28 10,7 6 11,46 18,5`

Liter/kg konsumsi BK pakan 1,0 8 1,4 6 1,8` 33,8'

Ekskresi N dalam urine

g/liter urine 7,3 8 4,9 6 3,3 ° 2,1 d

N terabsorbsi 59,8 8 58,88 64,86 89,1`

(7)

larutan ini kemudian dicampur dengan kulit kopi (coffee pulp andhulls) hingga homogen dan diatur untuk mencapai tingkat kelembaban 60% . Campuran diperam di dalam kotak papan kayu dan ditutup dengan selembar kapang (bambu anyam) untuk memfasilitasi terjadinya kondisi aerob selama proses dekomposisi . Pemeraman dilakukan selama 21 hari dengan memonitor pertumbuhan kapang dan kenaikan temperatur material sehingga dapat mencapai suhu thermopilik (>55°C) . Pada hari ke 22 tape kulit kopi dipanen, dijemur, dan disimpan untuk komponen pakan percobaan (PRAWIRODIGDO et al., 2007) .

Tabel 4. Proporsi komponen (g/ransum harian) dalam susunan pakan percobaan '

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak

Penelitian menggunakan tiga macam susunan pakan percobaan yang masing-masing mengandung : 100 g kulit kopi tanpa proses dan 200 g atau 300 g tape kulit kopi (Tabel 4) . Pakan diformulasi untuk dapat memenuhi kebutuhan individu ternak domba terhadap bahan kering 560 g/hari, protein tercerna 57 g/hari, dan energi metabolis 6,8 MJ/hari (MCDONALD et al., 1992) .

Lebih lanjut, hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit kopi yang sudah diolah menjadi tape dapat memperbaiki penampilan pertum- buhan ternak domba (Tabel 5) .

Sumber: 'PRAWIRODIGDOet al . (2007);KKTP = Kulit kopi tanpa proses ; TKKi dan TKK2 =TapeWitkopi ; 2Dikalkulasi berdasarkan data tabel komposisi pakan untuk Indonesia(HARTADIet al .,1997)danMULLER(1980)

Tabel 5. Pengaruh introduksi kulit kopi dalam pakan terhadap pertumbuhan temak domba jantan lokal*

Sumber: *PRAWIRODIGDOet al.(2007) KKTP, Kulit = kopi tanpa proses; TKK, - TapeWitkopi 200 g/ransum harian ; TKK2TapeWit kopi 300 g/ransum harian ; BK, Bahan kering ; ° danb

pada baris sama menunjukan perbedaan yang bermakna (P<0,05)

Penelitian ini mengkonfirmasikan bahwa memuaskan dengan konversi pakan yang introduksi 200 g tape kulit kopi/ransuman spektakuler . Tetapi introduksi 300gtape kulit harian dalam campuran pakan menghasilkan kopi ternyata memberikan pertambahan bobot pertambahan bobot badan ternak domba badan tidak sebagus seperti yang menerima

Keterangan Perlakuan pakan

Signifikansi

KKTP TKK, TK 2

Rata-rata bobot hidup awal (kg) 17,60 17,40 17,50 Rata-rata bobot hidup akhir (kg) 22,14 25,88 22,88

Rata-rata konsumsi BK pakan (g/hari) 676a

717b 693 86 P<0,05 Rata-rata pertambahan bobot hidup (g/hari) 54a 101 b 64 a P<0,05 Rata-rata nilai konversi pakan 12,58 7,1 b 10,8 8 P<0,05

Keterangan Pakan perlakuan

KKTP TKK, TKK2

Bahan pakan (g) :

Rumput gajah(Pennisetum pupureum) 2000 2100 2100

Daun glirisidia(Glerisidia maculata) 200 200 250

Daun kaliandra(Calliandra calothyrsus) 250 200 50

Kulit kopi kering tanpa proses(Coffea conephora) 100 -

Tapekulit kopi(Coffea conephora) - 200 300

Ubi singkong kering(Manihot esculenta) 130 100 50

Jumlah : 2680 2800 2750

Analisis profil bahan kering, protein kasar, serat kasar dan tannin :

Bahan kering (g/ransum harian) 724 778 770

Protein kasar (g/ransum harian) 296 301 284

Serat kasar (g/ransum harian) 152 218 258

Tannin dari kulit kopi (mg/ransum harian) 1651 .81 1388 .58 2082.87 Estimasi karakter protein dan energi2

Protein tercema (g/ransum harian) 67 69 69

Energi metabolis (MJ/ransum harian) 6,9 7,4 7,4

(8)

pakan mengandung 200 g tape kulit kopi . Tampaknya disamping kandungan tannin dan pholipenol lain dalam kulit kopi, presensi lignin juga sangat berpotensi dalam menghambat pencernaan dan retensi nutrien kulit kopi pada ternak domba . Walaupun demikian, hasil penelitian ini juga mengkonfirmasikan bahwa kulit kopi sangat prospektif untuk digunakan secara rutin dan intensif sebagai komponen pakan ternak domba .

Prospek integrasi industri kopi dengan ternak

Di pedesaan pada umumnya kulit kopi belum dimanfaatkan secara intensif. Sebagai contoh, dalam komunikasi langsung dengan seluruh anggota kelompok tani di Desa Jombor Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung diperoleh informasi bahwa kulit kopi biasanya dibiarkan menumpuk dan mengalami pelapu- kan secara alami . Petani tidak menggunakan sebagai pupuk tanaman secara langsung karena beresiko mengundang semut yang merusak tanaman . Alasan ini logis karena fraksi mucilate pada kulit kopi mengandung gula reduksi . Di sisi lain petani juga tidak memanfaatkannya sebagai komponen pakan karena tidak mempunyai pengetahuan tentang teknologi penerapannya .

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dibahas di atas, maka jelas sekali bahwa terdapat peluang besar dalam penerapan sistem integrasi tanaman kopi dengan ternak ruminansia. Dalam hal ini industri kopi menyediakan kulit kopi untuk komponen pakan ruminansia, sedangkan ternak ruminansia memproduksi residu dari dekom- posisi (pencernaan) pakan dalam bentuk feses dan urine sebagai materi setengah jadi yang dapat diproses secara cepat menjadi pupuk organik untuk tanaman kopi . Selanjutnya dapat ditegaskan bahwa berdasarkan peluang tersebut maka prospek pengembangan jejaring SITT khususnya tanaman kopi-ternak ruminansia

akan dapat direalisasikan .

KESIMPULAN

Berdasarkan potensi kuantitas, kualitas, dan konfirmasi kegunaan kulit kopi sebagai

komponen pakan dapat disimpulkan bahwa peluang penerapan sistem integrasi tanaman kopi dengan ternak ruminansia sangat realistis dan mempunyai peluang besar .

UNCKAPAN TERIMA KASIH

Makalah ini ditulis sebagai ungkapan terima kasih dan untuk mengenang mendiang DR. ANDI DJAJANEGARA, APU (Ahli Peneliti Utama), seorang sahabat istimewa, senior dan sekaligus guru penulis dalam ilmu pakan ternak ruminansia terapan yang sangat berjasa dengan persuasi dan encouragement beliau yang luar biasa. Selamat jalan DR. ANDI DJAJANEGARA, APU, semoga Tuhan menerima

amalmu dan memberikan tempat yang layak .

DAFTAR PUSTAKA

ABDUL, M.H . 2006 . Potensi sumberdaya temak kerbau di Nusa Tenggara Barat . Pros.

Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi . SUBANDRIYO, K . DIwYANTo, I . INOUNU, B . HARYANTO, A. DJAJANEGARA, A . PRIYANTI dan E. HENDRAWAN (Eds .) . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Petemakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa . Hlm: 64-72 . BoNDY, A .A . 1987 . Animal Nutrition . John Wiley &

Sons, New York.

BADAN PUSAT STATISTIK . 2006 . Statistik Indonesia 2005/2006 . Penerbit Badan Pusat Statistik Indonesia, Jakarta.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH . 2006 . Jawa Tengah Dalam Angka 2006 . Penerbit Badan Pusat Statistk Provinsi Jawa Tengah dan BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

BRESSANI, R . 1979 . The by-products of coffee berries . In Coffee pulp: Composition, Technology, and Utilization . BRAHAM, J .E . and R. BRESSANI, (Eds .) . International Deve- lopment Research Centre, Ottawa, Canada . pp. : 5-10 .

(9)

CABEZAS, M .T., A. FLORES, and J .I . EGANA. 1979.

Use of coffee pulp in ruminant feeding . In Coffee pulp: Composition, Technology, and utilization . J .E. BRAHAM and R. BREssANI, (Eds .) . International Development Research Centre, Ottawa, Canada, pp . : 25-38 .

CHEEKE, P .R. 1990 . Applied animal nutrition : Feeds and feeding. Macmillan Publishing Company, New York.

CHEEKE, P .R . and L .R . SHULL . 1985 . Natural toxicants in feed and poisonous plants . Avi Publishing Company, Inc . Westport, Connecticut .

CHURCH, DC . and W.G . POND. 1988 . Basic animal nutrition and feeding . John Wiley and Son . New York .

DIWYANTO, K . dan E . HENDRAWAN . 2006 . Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi . Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi . SUBANDRIYO, K . DIWYANTO, I . INOUNU, B . HARYANTO, A . DJAJANEGARA, A. PRIYANTI dan E . HENDRAWAN (Eds.) . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertenakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Petemakan Propinsi Nusa Tenggara Barat ., Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa . Him . : 3-12.

ELiAS, L .G. 1979 . Chemical composition of coffee- berry by-product . In : Coffee pulp : Composition, Technology, and utilization . J .E.

BRAHAM and R. BRESSANI (Eds.) . International Development Research Centre, Ottawa, Canada, pp . : 11-16 .

GUNADI, D .H ., Y . AWAY, Y. SUNKIN, Y . YUSUF, H.H. GUNAWAN dan P. ARITONANG . 1998 . Teknologi produksi kompos bioaktif tandan kosong kelapa sawit . Materi Pertemuan Teknis Bioteknologi Perkebunan untuk Praktek. Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor . HALOHo, L . dan P . YUFDI . 2006 . Kondisi temak

kerbau di kawasan agropolitan dataran tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara . Pros . Lokakarya Nasional Usaha Temak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi . SUBANDRIYO, K . DIWYANTO, I. INOUNU, B. HARYANTO, A . DJAJANEGARA, A . PRIYANTI dan E . HENDRAWAN (Eds.) . Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Petemakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat ., Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa . Him. : 157-162.

KNIPSCHEER, H .C ., H .W. SCHwu-ENG, and A . MULYADI . 1994 . Opportunities for commercialization of small ruminant production in Indonesia. In Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and The Pacific . SUBANDRIYO and R.M . GATENBY (Eds.). Small Ruminant- Collaborative Research Support Program, University of California Davis, USA.

Proceedings of a symposium held in conjunction with 71h

Asian-Australasian Association of Animal Production Societies Congress, pp. 157-170 .

MCDONALD, P ., R.A . EDWARDS and J .F .D . GREENHALGH . 1992 . Animal nutrition, 4`h Ed . Longman Scientific & Technical . Longman Group UK Ltd ., England .

MULLER, Z .O . 1980 . Feed from animal waste : State of knowledge. Food and Agriculture Organization . Rome.

MUHARSINI, S ., L . NATALIA, SUHARDONO dan DARMINTO . 2006 . Inovasi teknologi dalam pengendaiian penyakit ternak kerbau . Pros . Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi . SUBANDRIYO, K . DIWYANTO, 1. INOUNU, B . HARYANTO, A . DJAJANEGARA, A. PRIYANTI dan E . HENDRAWAN (Eds .) . Badan Penelitian

NULIK, J dan D.K . HAU . 2005 . Pembuatan pakan awet pada ternak sapi Bali Timor. Pros . Seminar Nasional Teknologi Petemakan dan Veteriner (I .W. MATHIUS, S . BAHRI, TARMUDJI, L .H. PRASETYO, E . TRIWULANINGSIH, B . TIESNAMURTI, I . SENDOW dan SUHARDONO, Editor). Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Him .-. 119-1241 . NUSCHATI, U., T .R . PRASTUTI dan S .S. PIAY . 2005 .

Profil usaha ternak dan permasalahan pakan yang dihadapi peternak kambing Peranakan Etawah (PE) Ras Kaligesing. Prosiding Seminar Nasional Memacu Pembangunan Pertanian di Era Pasar Global . A . HERMAWAN, T. PRASETYO, SUPRAPTO, R, DJAMAL, MURYANTO dan MULATTO (Eds .) . Him . : 705- 710 .

Litbang Pertanian, Puslitbang Petemakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Petemakan, Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Barat . Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa . Him . : 41-48 .

(10)

PRAWIRODIGDO, A . CHOLIQ dan SAMIJAN. 2OOS a . Pola pemberian pakan tidak efisien dan keterbatasan tenaga kerja berpotensi sebagai penyebab rendahnya motivasi usaha ternak kambing di pedesaan : Studi kasus . Prosiding Seminar Nasional Memacu Pembangunan Pertanian di Era Pasar Global . A. HERMAWAN, T . PRASETYO, SUPRAPTO, R, DJAMAL, MURYANTO dan MULATTO (Eds .) . Him. : 670- 679 .

PRAWIRODIGDO, S ., A . PRASETYO, U. NUSCHATI, E .M . HERWINARNI, G . SEJATI dan W . SOEPADI . 2004°. Laporan Kegiatan : Introduksi adequate feed untuk peningkatan efisiensi usaha sapi potong kereman . Departemen Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah . PRAWIRODIGDO, S., N . KusTIANI dan H . HARYANTO .

2007 . Introduksi

tape

kulit kopi dalam pakan ternak domba lokal periode pertumbuhan . Seminar Nasional : Teknologi Peternakan dan Veteriner . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor, 21-22 Agustus 2007(Inpress) .

PRAWIRODIGDO, S ., T . HERAWATI, dan B . UTOMO.

2005b

Pemanfaatan kulit kopio sebagai komponen pakan seimbang untuk untuk penggemukan temak domba . Prosiding Seminar Nasional : Teknologi Petemakan dan Veterinner . I .W. MATHIUS, S . BAHRI, TARMUDJI, L .H. PRASETYO, E.

TRIWULANINGSIH, B . TESNAMURTI, 1 . SENDOW, dan SUHARDONO (Eds). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian . Bogor . Him. : 438-444 .

ROHAENI, E .S ., A . SUBHAN dan A . DARMAwAN . 2006. Kajian penggunaan pakan lengkap dengan memanfaatkan janggel jagung terhadap pertumbuhan sapi . Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi . K . DIWYANTO, SUBANDRIYO, I . INOUNU, A . DJAJANEGARA, B . HARYANTO, dan A . PRIYANTI (Eds) . Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Him : 185-192.

SUBANDRYO. 2006 . Pengelolaan dan pemanfaatan data plasma nutfah ternak kerbau . Prosiding Lokakarya Nasional Usaha temak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi.

SUBANDRIYO, K . DIwYANTO, I . INOUNU, B . HARYANTO, A . DJAJANEGARA, A. PRIYANTI dan E. HENDRAWAN (Eds .) . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Barat ., Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa . Him . : 21-39 . SuDARYANTO, B . 1997 . Pemanfaatan limbah

perkebunan sebagai pakan ternak . Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan veteriner . U . KUSNADI, S . BAHRi, K . DIWYANTO, T.D . SOEDJANA, S . HARDJOUTOMO, B . HARYANTO, D . LuBis, DARMINTO, L.H . PRASETYO, SUHARDONo dan E . HANDIWIRAWAN (Eds .) . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.Hlm . : 248-253 .

SUHUBDY . 2006 . Inovasi teknologi pakan aplikatif untuk pengembangan usaha ternak kerbau . Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi . SUBANDRIYO, K . DIWYANTO, I . INOUNU, B. HARYANTO, A . DJAJANEGARA, A . PRIYANTI dan E . HENDRAWAN (Eds .). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa.

Him . : 40 .

SUNARso. 2005 . Strategi dan model penggemukan sapi potong dalam konsep zero-waste (Studi kasus Blora) . Prosiding Seminar Nasional Memacu Pembangunan Pertanian di Era Pasar Global . A . HERMAWAN, T. PRAsETYo, SUPRAPTO, R. DJAMAL, MURYANTO dan MULATTO (Eds .). Him . : 680-687 .

ZAENUDDIN, D. dan T . MURTISARL 1995 . Penggunaan limbah agro-industri buah

.

kopi (kulit buah kopi) dalam ransum ayam . Dalam Pros . Pertemuan Ilmiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian: Pendayagunaan Hasil-hasii Penelitian untuk Menunjang Industri Peternakan di Pedesaan. T . PRASETYO, SUBIHARTA, MURYANTO, dan W . DIRJOPRATONO (Eds .) . Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian . Him . : 71-79 .

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimiawi kulit kopi (kulit buah, daging buah, dan tempurung)*
Tabel 2. Estimasi produksi kulit kopi di Indonesia tahun 2001-2005 (ton kering udara)
Tabel 3 . Pengaruh introduksi kulit buah kopi dalam pakan terhadap penampilan sapi pedaging periode pertumbuhan*
Tabel 5. Pengaruh introduksi kulit kopi dalam pakan terhadap pertumbuhan temak domba jantan lokal*

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pertimbangan tersebut, teori dalam menganalisis penelitian ini adalah Intra Party Politics yang diungkapkan oleh Richard S. Adapun metode dalam

Mengapresiasi karya seni musik 13.1 Mengidentifikasi makna dan peranan musik non tradisional Nusantara dalam konteks kehidupan budaya masyarakat. 13.2 Menunjukkan nilai-nilai dari

Skripsi ini berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Dan Non Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah Sejiran Setason Setelah Implementasi Badan Layanan Umum dengan

He tried to make the other candidate (BTP) feel uncomfortable because he asked about his previous promise for DKI Jakarta as the governor in his period.

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning Berbasis Kearifan Lokal Kudus yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dapat

mengajar kelas pendidikan khas masalah penglihatan, guru ICT, guru data, guru bestari, warden, penasihat pengakap.. 93 Dapatan kajian dibahagikan kepada tiga tema iaitu

(2) Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan,

Ketika masyarakat khususnya wanita telah memiliki keyakinan mengenai bahaya dari penyakit kanker serviks yang saat ini telah menjadi penyakit kedua berbahaya