• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Lompat Jauh

Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dalam cabang olahraga atletik. Lompat jauh adalah gerakan melompat yang menggunakan tumpuan dengan satu kaki yang bertujuan untuk mencapai jarak yang sejauh – jauhnya. Dalam hal ini Aip Syarifuddin (1992:90) mengemukakan bahwa :

Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh – jauhnya.

Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakan. Untuk mendapatkan hasil lompatan yang maksimal harus diawali dengan berlari dengan kecepatan yang maksimal. Selanjutnya menolak sekuat – kuatnya dengan menggunakan salah satu kaki. Karena lari dengan kecepatan maksimal dan tolakan dengan kekuatan tinggi akan mendapat keuntungan berupa dorongan ke depan pada saat badan terangkat ke atas. Pada lompat jauh menurut Soegito (1992:39) terdapat tiga macam gaya, antara lain:

”1) Gaya jongkok di udara (sit down in the air) 2) Gaya bergantung di udara (hanging in the air) 3) Gaya berjalan di udara (walking in the air)”

Tujuan dari lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh – jauhnya. Untuk dapat mencapai jarak lompatan yang maksimal, sangat diperlukan penguasaan teknik dan kondisi fisik yang baik. Gunter Bernhard (1993:45) berpendapat bahwa:

Unsur – unsur dasar bagi suatu prestasi dalam lompat jauh dan pembangunannya adalah:

a. Faktor – faktor kondisi: kecepatan, tenaga lompat dan tujuan yang diarahkan kepada keterampilan.

7

(2)

commit to user

b. Faktor – faktor teknik: ancang – ancang, persiapan lompat dan perpindahan, fase melayang dan pendaratan.

Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa secara garis besar faktor – faktor yang menentukan terhadap kemampuan lompat jauh adalah faktor teknik dan kondisi fisik. Untuk mencapai prestasi yang maksimal dalam lompat jauh, unsur – unsur tersebut harus dikembangkan melalui latihan secara intensif dengan berdasarkan pada prinsip latihan yang benar.

a. Faktor Kondisi Fisik yang Mempengaruhi Kemampuan Lompat Jauh Dalam olahraga khususnya lompat jauh, disamping memiliki kemampuan teknik yang baik, juga harus mempunyai kondisi fisik yang baik pula. M. Sajoto (1995:8) mengatakan bahwa, ”Kondisi fisik adalah suatu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan prestasi seorang atlet, bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau ditawar – tawar lagi”. Kondisi fisik sebagai modal dasar yang dapat dijadikan sebagai syarat untuk melakukan lompatan dengan jarak yang semaksimal mungkin.

Unsur fisik yang diperlukan untuk masing – masing olahraga tidak sama, sesuai dengan karakteristik dari olahraga tersebut. Demikian juga unsur fisik yang diperlukan untuk mencapai prestasi dalam nomor lompat jauh, tidak sama dengan nomor olahraga yang lain. Unsur kondisi fisik yang harus dimiliki oleh pelompat jauh menurut Tamsir Riyadi (1985:95) antara lain adalah ”daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi”.

Dari berbagai unsur kondisi fisik tersebut, unsur yang paling menentukan terhadap pencapaian prestasi dalam lompat jauh adalah kecepatan lari dan daya ledak otot tungkai. Hal ini sesuai dengan pendapat Jess Jarver (1986:32) yang mengatakan bahwa: ”jauhnya lompatan tergantung pada kecepatan lari, kekuatan dan percepatan pada saat take off (memindahkan kecepatan horisontal ke gerakan bersudut)”. Dalam upaya

(3)

commit to user

untuk meningkatkan prestasi dalam lompat jauh, maka kecepatan dan daya ledak otot tungkai pelompat harus ditingkatkan.

Dalam lompat jauh, power otot tungkai sangat besar peranannya dalam memperoleh prestasi yang maksimal. Bahkan dapat dikatakan bahwa power otot tungkai merupakan kondisi fisik yang utama dalam lompat jauh.

Dengan otot tungkai yang kuat, maka akan berpengaruh terhadap daya eksplosif otot tungkai dalam tolakan untuk mendapatkan dorongan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki otot tungkai yang lemah.

Gerak explosif power dapat dilihat pada seorang pelompat jauh saat menolakkan kaki tumpu sekuat mungkin pada balok tumpu dalam waktu yang singkat untuk dapat mengangkat tubuh naik ke depan secara parabola, serta dapat memperoleh jangkauan lompatan yang lebih jauh. Semakin besar daya ledak otot tungkai dalam melakukan tumpuan atau tolakan, maka akan memperoleh tekanan atau tolakan yang sama besarnya dan perlawanan arahnya, sehingga dapat memperoleh jarak lompatan yang jauh.

b. Tehnik Lompat Jauh Gaya Jongkok

Teknik merupakan unsur yang sangat penting yang harus dikuasai agar dapat berprestasi dalam olahraga termasuk lompat jauh. Penguasaan teknik yang baik akan memberikan keuntungan dan kegunaan dengan terjadinya efisiensi dan efektifitas gerakan untuk mencapai hasil yang optimal. Penguasaan teknik yang baik juga akan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya cedera, memberi perasaan lebih mantap dan percaya diri dalam penampilan.

Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang terdiri dari lari awalan, tumpuan pada papan tumpu, melayang di udara dan pendaratan pada bak lompat. Yusuf Adisasmita (1992:65) menyatakan bahwa: ”lompat jauh terdiri dari unsur – unsur awalan, tumpuan, melayang di udara dan cara melakukan pendaratan”.

(4)

commit to user

Dari beberapa uraian dapat disimpulkan bahwa teknik dasar yang ada dalam lompat jauh terdiri dari empat tahap, yaitu awalan (ancang – ancang), tolakan (take off), melayang di udara dan pendaratan (landing).

Gerakan – gerakan dalam lompat jauh tersebut merupakan suatu rangkaian yang harus dilakukan secara harmonis, tidak terputus – putus atau secara berurutan di dalam pelaksanaannya. Unsur – unsur teknik lompat jauh tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Awalan

Tujuan dari awalan yaitu untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimum untuk tolakan. Awalan dalam lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat – cepatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soegito (1992:36) yang menyatakan bahwa, ”Kecepatan waktu mengambil awalan untuk lompat jauh harus sama dengan lari jarak pendek”.

Pelompat harus lari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan penuh dapat dicapai sesaat sebelum salah satu kaki menumpu. Kecepatan yang tinggi dalam melakukan awalan akan mendapatkan dorongan ke depan yang lebih besar saat badan melayang di udara. Jarak kira – kira 3 atau 4 langkah sebelum sampai di balok tumpuan, dengan tanpa mengurangi kecepatan pelompat harus dapat berkonsentrasi untuk melakukan tumpuan dengan kuat. Menurut Soegito (1992:36) rangkaian cara dalam mengambil awalan sebagai berikut:

a. Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasi sejenak.

b. Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok tumpuan.

c. Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada tumpuan tanpa mengurangi kecepatan.

d. Pada saat melakukan tumpuan, badan agak condong ke belakang.

(5)

commit to user

Di dalam awalan lompat jauh terdapat suatu gerakan lari yang tujuannya memperoleh jarak lompatan yang maksimal. Lari tersebut harus mencapai kecepatan maksimal jika ingin memperoleh jarak yang maksimal. Kecepatan maksimal dalam lari di lompat jauh yaitu pada jarak 30-40 meter, tetapi sebagian banyak pelompat sering menggunakan jarak 30 meter untuk memperoleh keepatan maksimal.

Pelaksanaan awalan dalam lompat jauh dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1. Awalan Lompat Jauh (Soegito, 1992:37)

Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan simultan dan dengan kecepatan yang maksimal. Jarak atau panjangnya awalan merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhitungkan.

Panjangnya awalan dalam lompat jauh yaitu kira – kira 30 – 40 meter dari balok tumpuan.

2) Tumpuan

Tumpuan merupakan gerak lanjutan dari kecepatan lari yang maksimal. Tumpuan dalam lompat jauh adalah menjejakkan salah satu kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tumpuan yang baik. Tujuan gerakan tumpuan ini adalah untuk merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan.

(6)

commit to user

Tamsir Riyadi (1985:96) tehnik menumpu pada lompat jauh sebagai berikut:

1) Tolakan dilakukan dengan kaki yang terkuat.

2) Sesaat akan bertumpu sikap badan agak condong ke belakang (jangan berlebihan) untuk membantu timbulnya lambungan yang lebih baik (sekitar 45°).

3) Bertumpu sebaiknya tepat pada papan tumpuan.

4) Saat bertumpu kedua lengan ikut serta diayunkan ke depan atas.

Pandangan ke depan atas (jangan melihat ke bawah).

5) Pada kaki ayun (kanan) diangkat ke depan setinggi pinggul dalam posisi lutut ditekuk.

Teknik bertumpu pada balok tumpuan harus dilakukan dalam tempo yang cepat dan tepat. Dimana tumit bertumpu lebih dahulu baru diteruskan ke seluruh telapak kaki. Pandangan tetap ke depan. Teknik gerakan melompat dilakukan dengan mengayunkan kaki setinggi mungkin ke depan atas dan dengan bantuan ayunan kedua lengan ke atas agar seluruh badan terangkat ke atas. Cara bertumpu pada balok tumpuan harus kuat. Tumit bertumpu lebih dahulu diteruskan dengan seluruh telapak kaki. Pandangan mata tetap lurus ke depan agak ke atas, tidak menunduk melihat balok tumpuan. Pelompat jauh yang baik harus mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan berkonsentrasi pada gerakan berikut yang harus dilakukannya, yaitu gerakan melayang di udara. Sudut lompatan yang baik pada saat melayang di udara adalah ± 45°.

Gambar 2. Tumpuan Lompat Jauh (Soegito, 1992:38)

(7)

commit to user 3) Saat Melayang Di Udara

Pada saat badan melayang di udara diusahakan membuat gerakan sesuai dengan kemampuan, hal ini bertujuan untuk menambah jarak jangkauan. Sikap pada saat melayang adalah sikap setelah gerakan lompatan dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi ke atas. Pada tahap melayang, pelompat harus berusaha untuk dapat mempertahankan diri supaya tidak cepat jatuh ke tanah. Karena pada saat melayang diperlukan keseimbangan tubuh yang baik untuk mempersiapkan pendaratan. Jonath U. et all (1987:200) menyatakan: ”Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiakan pendaratan”.

Pada saat itu keseimbangan harus dijaga jangan sampai terjatuh, bahkan kalau mungkin harus diusahakan membuat sikap atau gerakan untuk menambah jarak jangkauan lompatan. Menurut Soegito (1992:39) menyatakan bahwa: ”Dalam mengambil sikap di udara adalah dalam melakukan gaya jongkok di udara, sikap melayang ini adalah sikap seolah – olah berjongkok di udara”. Secara lebih jelas, bentuk gerakan saat melayang di udara pada lompat jauh gaya jongkok dapat dilihat pada gambar:

Gambar 3. Melayang di Udara Pada Lompat Jauh Gaya Jongkok (Soegito, 1992:40)

(8)

commit to user 4) Mendarat

Pada waktu badan akan mendarat kedua tungkai diluruskan ke depan dan rapat, kedua lengan diayunkan ke depan bersamaan dengan membungkukkan badan ke depan. Pada saat jatuh di bak lompat, diusahakan jatuh pada kedua ujung kaki dan sejajar. Perlu dijaga agar dalam pendaratan jangan jatuh pada bagian pantat terlebih dahulu.

Setelah mendarat dengan segera tubuh dibawa ke depan, agar tidak jatuh ke belakang. Soegito (1992:41) mengemukakan mengenai hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pendaratan sebagai berikut:

1. Pada saat badan akan jatuh ke tanah lakukan gerakan pendaratan sebagai berikut:

a. Luruskan kedua kaki ke depan b. Rapatkan kedua kaki

c. Bungkukkan badan ke depan d. Ayunkan kedua tangan ke depan e. Berat badan dibawa ke depan 2. Pada saat jatuh di tanah atau mendarat:

a. Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar b. Segera lipat kedua lutut

c. Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arah belakang

Untuk lebih jelasnya, pelaksanaan teknik pendaratan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4. Pendaratan Dalam Lompat Jauh (Soegito, 1992:42)

(9)

commit to user 2. Latihan

a. Hakikat Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan latihan Sudjarwo (1993) menyatakan, “Latihan adalah suatu proses yang sistematis secara berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan beban latihan” (hlm. 14).

Latihan yang sistematis adalah program latihan direncanakan secara matang, dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan, dan evaluasi sesuai dengan alat yang benar. Penyajian materi harus dilakukan dari materi yang paling mudah ke arah materi yang paling sukar, dari materi yang sederhana mengarah kepada materi yang paling kompleks.

Latihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya latihan harus dilakukan minimal tiga kali dalam seminggu. Dengan pengulangan ini diharapkan gerakan yang pada saat awal latihan dirasakan sukar dilakukan, pada tahap-tahap berikutnya akan menjadi lebih mudah dilakukan.

Beban latihan harus meningkat maksudnya, penambahan jumlah beban latihan harus dilakukan secara periodik, sesuai dengan prinsip-prinsip latihan, dan tidak harus dilakukan pada stiap kali latihan, namun tambahan beban harus segara dilakukan ketika atlet merasakan latihan yang dilaksanakan terasa ringan.

b. Tujuan Latihan

Latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu, dilakukan dalam waktu yang lama dan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Russel R. Pate., BruceMc. Clenaghan & Robert Rotella (1993) tujuan akhir latihan yaitu,

“Untuk meningkatkan penampilan olahraga”(hlm. 317). Menurut Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin (1996) bahwa, “Tujuan utama latihan adalah untuk membantu atlit meningkatkan keterampilan dan prestasi

(10)

commit to user

olahraganya semaksimal mungkin” (hlm.126). Sedangkan Bompa (1990) menyatakan tujuan umum latihan yaitu:

1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multiralteral.

2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni.

3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya.

4) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang diperlukan.

5) Untuk mengelola kualitas kemauan.

6) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal.

7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit.

8) Untuk pencegahan cidera.

9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori (hlm. 4).

Tujuan umum latihan pada prinsipnya sangat luas. Namun hal yang utama dari latihan olahraga prestasi yaitu, untuk meningkatkan keterampilan dan mencapai prestasi setinggi mungkin dari atlit yang berlatih.Untuk mencapai tujuan tersebut, ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam latihan yaitu, “(1) Latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik dan, (4) latihan mental (Yusuf Adisasmita & Aip Syarifuddin, 1996: 126-127). Dari keempat aspek tersebut saling berkaitan antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya.Untuk mencapai tujuan latihan, maka perlu diterapkan metode latihan yang tepat.

c. Prinsip-Prinsip Latihan

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratrur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan latihan maka harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut Sudjarwo (1993) prinsip-prinsip latihan di antaranya: “(1) Prinsip individu, (2) Prinsip penambahan beban, (3) Prinsip interval, (4) Prinsip penekanan beban (stress), (5) Prinsip makanan baik dan, (6) Prinsip latihan sepanjang tahun” (hlm.21-23).

(11)

commit to user

Prinsip-prinsip latihan tersebut sangat penting untuk diperhatikan dalam latihan. Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip- prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya prinsip-prinsip latihan dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Prinsip Individu

Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih.

Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan.

Menurut Andi Suhendro (1999) bahwa, “Prinsip individual merupakan salah satu syarat dalam melakukan olahraga kontemporer. Prinsip ini harus diterapkan kepada setiap atlet, sekali atlet tersebut memiliki prestasi yang sama. Konsep latihan ini harus disusun dengan kekhususan yang dimiliki setiap individu agar tujuan latihan dapat tercapai”(hlm. 3.15).

Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi setiap atlet. Sudjarwo (1993) menyatakan, “Pemberian beban latihan harus selalu mengingat kemampuan dan kondisi masing-masing atlet. Faktor-faktor individu yang harus mendapat perhatian misalnya tingkat ketangkasan atlet, umur atau lamanya berlatih, kesehatan dan kesegaran jasmani serta psychologis”(hlm. 21).

2) Prinsip Penambahan Beban (Over Load Principle)

Prinsip beban lebih merupakan dasar dan harus dipahami seorang pelatih dan atlet. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja.

Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu di atas dari beban latihan

(12)

commit to user

yang biasa diterimanya. Andi Suhendro (1999) menyatakan, “Seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya apabila dalam latihan mengabaikan prinsip beban lebih” (hlm. 37).

Salah satu hal yang harus tetap diperhatikan dalam peningkatan beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi fisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit.

3) Prinsip Interval

Interval atau istirahat merupakan bagian penting dalam latihan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi atlet. Berkaitan dengan prinsip interval Sudjarwo (1993) menyatakan, “Latihan secara interval adalah merupakan serentetan latihan yang diselingi dengan istirahat tertentu (interval). Faktor istirahat (interval) haruslah diperhatikan setelah jasmani melakukan kerja berat akibat latihan” (hlm. 22).

Istirahat atau interval merupakan factor yang harus diperhatikan dalam latihan. Kelelahan akibat dari latihan harus diberi istirahat. Dengan istirahat akan memulihkan kondisi atlet, sehingga untuk melakukan latihan berikutnya kondisinya akan lebih baik.

4) Prinsip Penekanan Beban (Stress)

Pemberian beban latihan pada suatu saat harus dilaksanakan dengan tekanan yang berat atau bahkan dapat dikatakan membuat atlet stress. Penekanan beban latihan harus sampai menimbulkan kelelahan secara sungguh-sungguh, baik kelelahan local maupun kelelahan total jasmani dan rokhani atlet. Dengan waktu tertentu serta beban latihan dengan intensitas maksimal akan berakibat timbulnya kelelahan lokal yaitu otot-otot tertentu atau pun fungsi organisme. Kelelahan total disebabkan adanya beban latihan dengan volume yang besar, serta

(13)

commit to user

intensitasnya maksimal dengan waktu yang cukup lama. Prinsip penekanan beban (stress) diberikan guna meningkatkan kemampuan organisme, penggemblengan mental yang sangat diperlukan untuk menghadapi pertandingan-pertandingan.

5) Prinsip Latihan Sepanjang Tahun

Pencapaian prestasi yang tinggi dibutuhkan latihan yang teratur dan terprogram. Sudjarwo (1993) menyatakan, “Kembali kepada sistematis dari latihan yang diberikan secara teratur dan ajeg serta dilaksanakan sepanjang tahun tanpa berseling. Hal ini bukan berarti tidak ada istirahat sama sekali, ingat akan prinsip interval”(hlm. 23). Sistematis suatu latihan sepanjang tahun akan diketahui melalui periode-periode latihan. Oleh karena itu, latihan sepanjang tahun harus dijabarkan dalam periode-periode latihan. Melalui penjabaran dalam periode-periode latihan, maka tujuan kan lebih fokus, sehingga prestasi yang tinggi dapat dicapai.

d. Komponen-Komponen Latihan

Setiap pelatihan olahraga akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, kejiwaan dan keterampilan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas, serta frekuensi penampilan (densitas).

Semua komponen dibuat sedemikian rupa dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah direncanakan. Cabang olahraga yang banyak menentukan keterampilan yang tinggi termasuk tenis lapangan, maka kompleksitas latihan merupakan hal yang sangat

(14)

commit to user

diutamakan. Menurut Andi Suhendro (1999) komponen-komponen penting yang harus diperhatikan dalam suatu latihan meliputi: “(1) volume latihan, (2) intensitas latihan, (3) density atau kekerapan latihan dan, (4) kompleksitas latihan”(hlm. 3.17).

Komponen-komponen latihan tersebut sangat penting dalam latihan olahraga prestasi. Komponen-komponen latihan tersebut berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, komponen-komponen latihan tersebut harus diterapkan dengan baik dan benar agar tujuan latihan dapat tercapai. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:

1) Volume Latihan

Volume latihan merupakan syarat yang sangat penting untuk mencapai kemampuan fisik yang yang lebih baik. Menurut Suharno HP bahwa, “Volume latihan adalah isi beban latihan yang biasanya dinyatakan dengan satuan jarak, jumlah beberapa elemen bahan latihan, total waktu, berat beban, jumlah set dalam latihan interval”

Unsur-unsur latihan meliputi: (1) waktu atau lama latihan, (2) jarak tempuh atau berat beban yang diangkut setiap waktu dan (3) jumlah ulangan latihan atau unsur teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat latihan. Untuk meningkatkan kemampuan fisik, maka volume latihan harus ditingkatkan secara berangsur-angsur (progresif).

Peningkatan beban latihan harus disesuaikan dengan perkembangan yang dicapai. Hal ini karena, semakin tinggi kemampuan seseorang makin besar volume latihannya, karena terdapat korelasi antara volume latihan dan prestasi.

(15)

commit to user 2) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan komponen kualitas latihan yang mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu tertentu. Semakin banyak kerja yang dilakukan, semakin tinggi intensitasnya. Suharno HP. menyatakan, “Intensitas adalah takaran kesungguhan pengeluaran tenaga atlet dalam melakukan aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan” (1992: 15).

Intensitas latihan tercermin dari kuatnya stimuli (rangsangan) syaraf dalam latihan. Kuatnya rangsangan tergantung dari beban, kecepatan gerakan dan variasi interval atau istirahat antar ulangan. Antara intensitas latihan dan volume latihan sulit untuk dipisahkan, karena latihan selalu mengkaitkan antara kuantitas dan kualitas latihan. Untuk mencapai hasil latihan yang baik, maka intensitas latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Intensitas suatu latihan yang tidak memadai atau terlalu rendah, maka pengaruh latihan yang ditimbulkan sangat kecil bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya bila intensitas latihan terlalu tinggi dapat menimbulkan cidera.

3) Densitas Latihan

Densitas merupakan frekuensi (kekerapan) dala melakukan serangkaian stimuli (rangsangan) harus dilakukan dalam setiap unit waktu dalam latihan. Dalam hal ini Andi Suhendro (1999) menyatakan,

“Density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan”(hlm. 3.24).

Densitas menunjukkan hubungan yang dicerminkan dalam waktu antara aktifitas dan pemulihan (recovery) dalam latihan. Ketepatan densitas dinilai berdasarkan perimbangan antara aktivitas dan pemulihan.

Perimbangan ini berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan seseorang. Lama waktu isntirahat atau interval antar aktivitas tergantung pada berbagai faktor antar alain: intensitas latihan, status kemampuan peserta, fase latihan, serta kemampuan spesifik yang ditingkatkan.

(16)

commit to user 4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas dikaitan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks, dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Seperti dikemukakan Astrand dan Rodahl dalam Bompa (1990) “Semakin sulit bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi mekanismenya”(hlm. 28).

3. Sistem Energi Utama Lompat Jauh

Setiap melakukan aktifitas tubuh membutuhkan energi. Semakin berat aktifitas yang dilakukan, akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu penting untuk mengetahui bagaimana energi diproduksi, seberapa besar energi yang dihasilkan dan berapa lama energi tersebut dapat untuk menunjang kelangsungan aktifitas. Terutama bagi pelatih, pengetahuan ini dapat untuk membantu dalam penyusunan program latihan.

Sebelum lebih lanjut membahas tentang energi, terlebih dahulu membahas tentang energi itu sendiri. Menurut Merle L. Foss & Steven J.

Keteyian (1998:18) mendefinisikan, “Energi adalah kapasitas atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan”. Energi memberi seorang atlet kapasitas untuk melakukan usaha. Energi adalah persyaratan untuk melakukan usaha fisik selama pelatihan dan perlombaan. Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998 : 18) membagi energi menjadi enam bentuk, yaitu : (1) kimia, (2) mekanik, (3) panas (kalor), (4) cahaya, (5) listrik, dan (6) nuklir. Energi dapat berubah dari bentuk satu ke bentuk yang lain. Perubahan tersebut dinamakan “Transformasi

(17)

commit to user

energi”. Energi yang digunakan tubuh untuk melakukan kerja dipasok dari makanan yang kita makan, akan tetapi energi tersebut tidak dapat langsung diserap dari makanan, melainkan harus melalui proses-proses mekanik sehingga dihasilkan senyawa-senyawa energi yang tinggi yang dikenal sebagai adenosine trifosfat (ATP). ATP ini akan disimpan dalam sel otot. ATP terdiri dari satu molekul adenosine dan tiga molekul fosfat.

Energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot dilepaskan dengan mengubah ATP energi tinggi menjadi ADP + Pi (adenosine difosfat + fosfat anorganik). Ketika satu ikatan fosfat pecah yang menyebabkan ADP dan Pi terpecah pula, maka energi dilepaskan. Jumlah ATP yang tersimpan di dalam otot dibatasi, sehingga tubuh terus menerus mengisi kembali cadangan ATP untuk melakukan aktifitas selanjutnya. Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998:18) mengungkapkan bahwa, “Hanya dari energi yang dilepaskan oleh pemecahan ATP, sel dapat melakukan usaha khususnya”, kemudian Merle L.

Foss & Steven J. Keteyian (1998:19) menambahkan bahwa, “Energi yang dilepaskan pada saat pemecahan ATP ini menyatakan sumber energi yang segera dapat digunakan oleh sel otot untuk melakukan usaha”. Tubuh dapat mengisi kembali cadangan ATP dengan salah satu dari tiga sistem energi yang tergantung dari jenis kegiatan fisik. Dua diantaranya secara anaerob yang berarti oksigen tidak mutlak diperlukan dalam peoses menghasilkan ATP, yaitu sistem ATP-PC dan sistem LA. Sedangkan cara yang ketiga adalah sistem aerobik, yaitu sistem yang membutuhkan oksigen untuk dapat menghasilkan ATP. Jenis energi yang digunakan tergantung dari intensitas dan waktu yang diperlukan untuk melakukan aktifitas tersebut. Estimasi waktu akan menentukan kebutuhan energi saat melakukan aktifitas.

Ketika melakukan aktifitas, otot membutuhkan pasokan energi (ATP) secara terus menerus, sedangkan persediaan ATP dalam otot terbatas. Untuk dapat tetap melakukan aktiftas ATP harus selalu dihasilkan kembali. Proses- proses pembetukan ATP menurut Soekarman (1991:9), melalui :

a. Sistem ATP-PC (Fosfagen), b. Sistem asam laktat dan

(18)

commit to user c. Sistem aerobik.

Estimasi waktu dan energi yang digunakan untuk melakukan aktiftas adalah sebagai berikut :

Berdasarkan gambaran estimasi waktu dan energi yang digunakan untuk melakukan aktifitas di atas, intensitas latihan menjadi hal yang penting untuk dapat membantu dalam menyusun program latihan. Perencanaan program latihan akan lebih efektif dan efisien.

Sedangkan proses pemecahan ATP sebagai berikut :

ATP ADP + Pi + Energi

Dibackup

ATP – PC P + C + Energi (digunakan untuk resistensis ADP+P)

Lompat jauh gaya jongkok dilakukan dengan intensitas yang maksimal, dengan power yang maksimal. Aktivitas yang dilakukan dengan intensitas tinggi dalam waktu kurang lebih dari 10 detik menggunakan sistem energi ATP-PC. Menurut Edward L. Fox & D. Mathews (1981:242), aktifitas lompat jauh gaya jongkok diperkirakan menggunakan ATP-PC dan LA sebesar 98% dan LA-O2 sebesar 2 %.

a) Sistem ATP – PC (Fosfagen)

Semua energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas barasal dari ATP. ATP dalam otot tersedia dalam jumlah yang terbatas. Namun apabila otot terlatih untuk melakukan aktifitas maka jumlah ATP yang tersedia akan semakin meningkat. Saat kontraksi, ATP akan pecah menjadi ADP dan Pi yang menghasilkan pelepasan energi. Energi yang dihasilkan

ATP ATP – PC ATP – PC – LA Aerob (Oksigen)

1 detik

Aktifitas antara 15-20 detik Aktifitas antara 20 detik – 2 menit Lebih dari 2 menit

55 % menjadi panas 45% digunakan untuk action

(19)

commit to user

55% berupa panas sedangkan sisanya 45% untuk melakukan kontraksi tersebut. Apabila aktifitas/kontraksi yang dilakukan masih berlanjut maka ATP akan habis sehingga harus dibentuk kembali. Guna memenuhi kembali jumlah ATP perlu adanya posokan dari cadangan energi. Merle L. Foss &

Steven J. Keteyian (1998:20) menyatakan bahwa ketika cadangan habis dalam aktivitas yang berintensitas sangat (ultra) tinggi, misalnya sprinting, mereka tidak dapat diisi kembali secara efektif hingga pemulihan dimulai.

Oleh karena itu harus ada senyawa lain yang membatu menyediakan energi secepat mungkin. Proses pembentukan kembali ATP ini membutuhkan peran senyawa sederhana, yaitu PC (phosphocreatine). PC ini merupakan senyawa sederhana sumber energi tercepat untuk menghasilkan ATP.

Soekarman (1991:12) menyatakan, bahwa “PC merupakan sumber energi yang tercepat untuk membentuk ATP kembali”.

Proses pembentukan ATP ini dilakukan dengan memecah PC menjadi Pi dan C (creatine) yang menghasilkan energi. Energi ini yang digunakan untuk meresintesis ADP dan Pi untuk menjadi ATP kembali.

Proses pemecahan ini tidak memerlukan oksigen. Di dalam otot PC tersedia dalam jumlah sangat sedikit. Akan tetapi jumlahnya dapat ditingkatkan dengan melakukan latihan secara teratur. Hal ini berlangsung pada masa pemulihan (recovery) dari suatu latihan/kerja, dimana energi yang digunakan bagi resintesis ATP berasal dari pemecahan bahan-bahan makanan. ATP dan PC disebut sistem fosfagen (phosphagensistem) karena mengandung senyawa fosfat. Reaksi kimia dari sistem fosfagen adalah sebagi berikut :

(Merle L. Foss & Steven J. Keteyian, 1998:20)

Pentingnya sistem fosfagen bagi performa fisik menjadi semakin dominan. Tanpa sistem ini, gerakan yang cepat dan kuat tidak dapat

PC Pi + C + Energi

Energi + ADP + Pi ATP

(20)

commit to user

dilakukan, karena kegiatan-kegiatan ini memerlukan pasokan yang dapat disediakan dengan cepat. Soekarman (1991:13) menyatakan bahwa olahraga yang dilakukan dengan intensitas yang sangat tinggi seperti lari 60 meter, dibutuhkan persediaan energi yang sangat cepat. Hal ini hanya dapat dipenuhi oleh cadangan fosfat yang tersedia.

Soekarman (1991:13) mengemukakan juga bahwa sistem fosfagen ini merupakan sumber energi yang dapat digunakan secara cepat yang diperlukan untuk olahraga yang memerlukan kecepatan. Seorang pelompat jauh hanya dapat mempertahankan kecepatan maksimum selama 6 detik, selanjutnya kecepatan akan menurun. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009:21) berpendapat bahwa otot rangka hanya dapat menyimpan sejumlah ATP, kehabisan energi dalam usaha berintensitas tinggi selama 10 detik, sedangkan PCr dapat berkurang sebesar 50% sampai 70% dari nilai awal dalam latihan berintensitas tinggi selama 5 detik dan dapat benar-benar habis dalam merespon latihan yang kuat dan melelahkan. Sumbangan tertinggi terhadap produksi ATP oleh PCr terjadi dalam 2 detik pertama latihan inisiasi; sebesar 10 detik latihan, kemampuan PCr untuk memasok ATP berkurang sebesar 50% dan dengan 30 detik latihan PCr menyumbang sangat sedikit terhadap persediaan ATP. Pada waktu 10 detik, sumbangan sistem glikolisis terhadap pasokan ATP mulai meningkat.

Di dalam otot tubuh simpanan PC yang jumlahnya kira-kira lima kali lipat simpanan ATP dalam tubuh. Akan tetapi jumlah ATP tidak hanya bergantung pada berat badan dan massa otot. Latihan yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan jumlah ATP dalam otot. Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan prestasi terutama dalam pembahasan ini adalah lompat jauh, diperlukan suatu rancangan program latihan yang cermat sehingga diperoleh latihan yang efektif dan efisien. Pengetahuan tentang sistem energi terutama sistem energi dominan yang dibutuhkan dalam lompat jauh membantu dalam penyediaan konsumsi makanan bagi para atlet. Besarnya energi ATP yang tersedia dari sistem fosfagen dalam Merle L. Foss &

Steven J. Keteyian (1998:21) adalah :

(21)

commit to user

Tabel . Jumlah Energi ATP-PC

(Merle L. Foss & Steven J. Keteyian, 1998:21)

OTOT ATP PC

TOTAL ATP-

PC 1. Konsentrasi Otot

a. mM/Kg otot

b. mM keseluruhan otot 2. Energi yang

digunakan Kcal/Kg otot

Kcal keseluruhan otot

4 – 6 120– 180

0.04 – 0.06

1.2 – 1.8

15 – 17 450 – 510

0.15 – 0.17

4.5 – 5.1

19 – 23 570 – 690

0.19 – 0.23

5.7 – 6.9

Tabel di atas mengandaikan berat seseorang 70 Kg dengan berat otot seluruhnya 30 kg, dan setiap molekul ATP dapat menghasilkan 10 Kcal energi. Dari tabel di atas dinyatakan bahwa simpanan PC dalam otot lebih banyak dari simpanan ATP-nya. Hal ini sesuai dengan fungsi PC, yaitu untuk menyajikan energi bagi resintesis ATP. Simpanan fosfagen seluruhnya (ATP + PC) dalam tubuh hanya antara 570 sampai 690 milimol saja, yang seharga dengan 5.7 sampai 6.9 Kcal energi yang berasal dari ATP, dan yang hanya dapat digunakan untuk kegiatan dalam waktu yang terbatas sekali, sekitar 10 detik, missal untuk lompat jauh (Merle L. Foss &

Steven J. Keteyian, 1998:22).

Kemudian Merle L. Foss & Steven J. Keteyian (1998 : 22) menyatakan, bahwa sistem fosfagen merupakan sumber ATP yang tersedia dengan cepat untuk digunakan oleh otot. Alasan yang menunjang pernyataan tersebut ialah :

(1) ATP-PC disimpan secara langsung di dalam mekanisme kontraktil otot,

(22)

commit to user

(2) Tidak tergantung pada reaksi kimia yang panjang, dan

(3) Tidak tergantung pada pengangkutan oksigen saat bernafas untuk kerja otot”.

Sistem fosfagen merupakan sumber energi utama untuk aktifitas yang berintensitas sangat tinggi, seperti lompat jauh gaya jongkok. Tudor O.

Bompa & G. Gregory Haff (2009:22) mengemukakan bahwa :

“Pengisian kembali cadangan fosfagen biasanya merupakan sebuah proses yang sangat cepat, dengan 70 % pemulihan ATP yang terjadi dalam waktu sekitar 30 detik dan pemulihan sempurna dalam latihan terjadi selama 3 sampai 5 menit. Pemulihan PC memakan waktu lebih lama dengan 2 menit untuk pemulihan 84%, 4 menit untuk pemulihan 89 % dan 8 menit untuk yang sempurna. Pemulihan fosfagen terjadi sebagian besar melalui metabolisme aerobik. Akan tetapi, sistem glikolisis mungkin juga menyumbang pada pemulihan kumpulan fosfagen setelah latihan yang berintensitas tinggi”.

b) Sistem Glikolisis Anaerobik atau Sistem Asam Laktat

Ketika suatu aktifitas dilakukan terus menerus melebihi sistem energi fosfagen, yaitu aktifitas yang berlangsung selama 20 detik – 2 menit.

Maka aktifitas tersebut membutuhkan cadangan energi yang akan dipenuhi melalui persediaan glikogen yang ada dalam otot-otot yang aktif melakukan kontraksi. Proses anaerob yang berlangsung dalam otot dimana terjadi resintesis ATP dengan glikogen sebagai sumber energinya disebut dengan proses glikolisis. Proses glikolisis merupakan proses pemecahan karbohidrat secara tak sempurna, karena belum menggunakan oksigen dan menghasilkan asam laktat sebagai hasil sampingan. Oleh karena berlangsungnya proses tanpa melibatkan oksigen maka proses ini disebut proses glikolisis anaerobik. Di dalam tubuh, semua jenis karbohidrat diubah menjadi jenis gua sederhana, yaitu glukosa, yang dapat digunakan. Bila berlebihan akan disimpan di dalam hati atau dalam otot sebagai glikogen,

(23)

commit to user

yang dapat segera digunakan kemudian pada saat diperlukan. Sebagai hasil sampingan, asam laktat bila menumpuk dankadarnya meninggi dapat merugikan tubuh karena akan menimbulkan kelelahan. Dibandingkan dengan sistem fosfagen, sistem glikolisis anaerob jauh lebih rumit.

Pada awalnya sebagian besar ATP dipasok dari glikolisis cepat.

Ketika aktifitas berlangsung hampir 2 menit maka pasokan ATP berasal dari glikolisis lambat. Proses pembentukan energi glikolisis anaerobik memerlukan proses yang lebih panjang dibandingkan dengan proses pembentukan energi ATP-PC. Hal ini dikarenakan proses glikolisis anaerobik harus melalui 12 macam reaksi. Soekarman (1991 : 15) menyebutkan bahwa proses tersebut (glikolisis anaerobik) diperlukan 12 macam reaksi berurutan, sehingga pembentukan energi lewat sistem ini berjalan lambat jika dibandingkan dengan ATP-PC. Kemudian Soekarman menambahkan ciri-ciri glikolisis anaerobik dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan kelelahan.

(2) Tidak membutuhkan oksigen.

(3) Hanya menggunakan karbohidrat.

(4) Memberikan energi untuk resintesis beberapa molekul ATP saja.

Proses glikolisis anaerobik ini menghasilkan asam laktat (LA). Jika asam laktat yang dihasilkan melebihi kemampuan tubuh untuk mentoleransi maka asam laktat itu akan menumpuk. Penumpukan asam laktat ini akan mengakibatkan otot mengalami kelelahan sehingga aktifitas akan terhenti.

Glikogen diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat.

Makanan rendah karbohidrat akan berakibat pada berkurangnya cadangan glikogen dalam otot sehingga berdampak pada aktifitas yang dilakukan, terutama latihan yang memerlukan intensitas tinggi dan durasi yang panjang. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009 : 23-24) mengemukakan bahwa “Latihan aerobik dan latihan anaerobik seperti interval sprint yang berulang-ulang dan pelatihan ketahanan dapat secara

(24)

commit to user

signifikan mempengaruhi otot dan cadangan glikogen liver”. Aktifitas dengan intensitas dan durasi yang tinggi akan menguras cadangan glikogen yang ada dalam otot. Pengisian kembali atau pemulihan glikogen otot ini memerlukan waktu yang panjang. Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009:24) menjelaskan bahwa “ Setelah menyelesaikan latihan, secara umum memerlukan waktu antara 20 – 24 jam bagi glikogen otot agar pulih secara sempurna”. Kemudian ketika terjadi kerusakan otot atau persediaan karbohidrat yang tidak memenuhi, maka pemulihan kembali glikogen otot memerlukan waktu yang lebih panjang. Ini diperjelas oleh pendapat Ivy dan rekan-rekan dalam Tudor O. Bompa & G. Gregory Haff (2009:24) bahwa “ Jika karbohidrat dikonsumsi dalam 2 hari setelah menyelesaikan latihan, penyimpanan glikogen otot dapat meningkat 45%”. Pemahaman ini sangat penting disaat mengikuti perlombaan, dimana waktu yang digunakan untuk lomba sangat pendek. Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa konsumsi karbohidrat yang cukup akan membantu menjaga performa atlet.

4. Otot Penggerak Lompat Jauh

Gerak lompat jauh ini akan dapat dilakukan dengan penguasaan teknik lari cepat dan daya ledak yang baik. Kesempurnaan teknik lari cepat untuk mendapatkan langkah dan daya ledak yang optimal tidak terlepas dari otot-otot utama yang bekerja pada lompat jauh gaya jongkok.

Seperti dijelaskan oleh Hay (1993 : 400) yang menyatakan bahwa waktu saat tungkai atlet kontak dengan permukaan tanah terutama ditentukan oleh kecepatan dimana otot-otot tungkai topang dapat mendorong tubuh kedepan dan kemudian kedepan dan keatas kedalam fase melayang

selanjutnya. Otot-otot utama yang berperan dalam lari cepat adalah otot-otot extremitas bawah, yaitu :

a. Kelompok otot ekstensor

Faccioni (2004), beberapa penulis menyatakan bahwa kekuatan disekitar sendi panggul mempunyai hubungan secara langsung pada

(25)

commit to user

(26)

commit to user

(27)

commit to user 5. Latihan Pliometrik

a. Pengertian dan Tujuan Latihan Pliometrik

Pengertian latihan pliometrik tidak terlepas dari pengertian latihan pada umumnya. Adapun pengertian latihan atau training secara umum menurut Harsono (1988:101) adalah ”Proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang – ulang dengan kian hari kian menambah beban latih44eannya atau pekerjaannya”. Adapun menurut A.

Hamidsyah Noer ( 1995:9) bahwa: ”Latihan adalah suatu proses penyesuaian tubuh yang dilakukan dengan berulang-ulang secara sistematis dan ajeg dengan penambahan beban secara bertahap untuk mencapai prestasi maksimal”. Latihan dalam olahraga meliputi latihan fisik, teknik, taktik, dan mental.

Latihan pliometrik merupakan salah satu jenis dari latihan fisik.

Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara menyeluruh. Dalam hal ini Harsono (1988:153) menyatakan bahwa tujuan latihan fisik adalah ”Untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional sistem tubuh sehingga mencapai prestasi yang lebih baik”. Latihan pliometrik merupakan metode latihan yang bersifat khusus.

Latihan pliometrik merupakan metode latihan yang dikembangkan untuk meningkatkan power otot. Tipe kerja dalam latihan pliometrik yaitu cepat dan eksplosif, sehingga latihan pliometrik cocok untuk mengembangkan power otot. Menurut Chu D.A. (1992:1) bahwa ”Pliometrik adalah latihan yang dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan kemampuan atlet, yang merupakan perpaduan latihan kecepatan dan kekuatan”. Perpaduan antara kecepatan dan kekuatan merupakan perwujudan dari daya ledak otot.

b. Dasar Fisiologis Latihan Pliometrik

Tipe kerja latihan pliometrik yaitu dengan adanya kontraksi – kontraksi otot yang dilakukan dengan cepat dan kuat. Menurut Radcliffe &

Farentinos (1985:2) bahwa ”Pliometrik mengacu pada latihan – latihan yang ditandai dengan kontraksi – kontraksi otot yang kuat sebagai respon

(28)

commit to user

terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis atau peregangan otot – otot yang terlibat”.

Gerakan – gerakan yang dilakukan dalam latihan pliometrik bersifat refleks dan reaktif. Radcliffe & Farentinos (1985:9) menyatakan bahwa, ”Dasar – dasar proses gerak sadar maupun tak sadar yang terlibat dalam pliometrik adalah apa yang disebut refleks peregangan (stretch reflex), juga disebut refleks spindle atau refleks miotatik”. Latihan dan drill pliometrik didasarkan pada prinsip – prinsip peregangan pendahuluan (pra–

peregangan) otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon untuk penyerapan kejutan dari tegangan awal yang dilakukan otot sewaktu pendaratan.

Ciri khas dari latihan pliometrik adalah adanya peregangan pendahuluan (pre-stretching) dan tegangan awal (pre-tention) pada saat melakukan kerja. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa latihan pliometrik merupakan latihan yang menjembatani antara kecepatan dan kekuatan. Tipe gerakan dalam latihan pliometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan reaktif. Tipe – tipe seperti ini merupakan tipe dari kemampuan daya ledak. Oleh karena itu latihan pliometrik merupakan latihan yang sangat cocok untuk meningkatkan daya ledak (power).

c. Prinsip – Prinsip Latihan Pliometrik

Latihan pliometrik merupakan bagian dari latihan olahraga, khususnya latihan fisik secara umum. Prinsip – prinsip latihan olahraga secara umum, juga berlaku untuk latihan pliometrik. Prinsip – prinsip yang harus diterapkan pada latihan pliometrik, menurut Sarwono & Ismaryati (1999:39-42) antara lain, ”(a) memberi regangan (stretch) pada otot, (b) beban lebih yang meningkat (progresive overloade), (c) kekhususan latihan, (d) pulih asal”. Prinsip – prinsip latihan pliometrik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

(29)

commit to user 1) Memberi Regangan (stretch) Pada Otot

Dasar gerak latihan pliometrik adalah adanya refleks peregangan sebelum kontraksi otot untuk melawan beban yang berlangsung dengan cepat. Menurut Sarwono & Ismaryati (1999:39) bahwa, ”Tujuan dari pemberian regangan yang cepat (segera) pada otot – otot sebelum melakukan kontraksi (gerak), secara fisiologis untuk, (1) memberi panjang awal yang optimum pada otot, (2) mendapatkan tenaga elastis dan (3) menimbulkan refleks regang”.

Gerakan pliometrik didasarkan pada kontraksi refleks dari serabut – serabut otot dengan pembebanan yang cepat yang didahului dengan peregangan otot secara cepat pula. Dengan adanya regangan otot sebelum berkontraksi dapat memberikan stimulasi pada sistem neuromuskuler dan meningkatkan refleks peregangan dinamis pada otot.

2) Beban Lebih Yang Meningkat (Progressive Overload)

Prinsip beban lebih atau overload merupakan prinsip dasar latihan, termasuk dalam latihan pliometrik. Prinsip beban lebih dapat merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh yang mendorong peningkatan kemampuan otot atau tubuh. Kemampuan orang dapat meningkat jika mendapatkan beban latihan lebih berat dari beban yang diterima sebelumnya secara teratur dan kontinyu. Dalam hal ini Pate R., Rotella R.& McClenaghan B. (1993:318) mengemukakan bahwa,

”sebagian besar sistem fisiologi dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari – hari”.

Dengan demikian agar kemampuan atlet dapat meningkat, maka beban yang diberikan dalam latihan harus merupakan beban yang lebih berat dari beban yang telah terbiasa diterima sebelumnya. Dengan pembebanan yang lebih berat dari sebelumnya, maka akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut. Sehingga kemampuan

(30)

commit to user

tubuh akan meningkat. Oleh karena itu prinsip beban lebih ini harus benar – benar diterapkan dalam pelaksanaan latihan.

Harus selalu diingat, bahwa peningkatan beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi atau berlebihan. Jika beban latihan yang diberikan tersebut selalu tinggi dan berlebihan, maka yang diperolah bukanlah kemajuan kondisi fisik, tetapi malah sebaliknya yaitu kemunduran kondisi fisik. Karena beban yang berlebihan kemungkinan dapat menimbulkan cedera, sehingga kondisi fisiknya menurun karena sakit. Untuk menghindari pemberian beban yang berlebihan, maka pemberian beban latihan diberikan secara progresif.

Penggunaan beban secara progresif adalah latihan yang dilakukan dengan menggunakan beban yang ditingkatkan secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa

”Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai maksimum. Dan jangan berlatih melebihi kemampuan”. Dengan pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektivitas kemampuan fisik.

Pembebanan dalam latihan pliometrik memiliki ciri – ciri yang bersifat khusus. Menurut Radcliffe & Farentinos (1985:17) bahwa,

”program latihan pliometrik harus diberikan beban lebih dalam hal tahanan atau beban (resistif), kecepatan (temporal), dan jarak (spasial)”.

Peningkatan beban latihan pliometrik dapat dilihat dari beban yang digunakan, kecepatan gerak dan jarak tempuh.

3) Kekhususan Latihan

Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan sistem energi yang digunakan dalam latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar terhadap komponen tersebut. Berdasarkan hal tersebut, agar aktivitas

(31)

commit to user

latihan itu mempunyai pengaruh yang baik, latihan yang diberikan harus bersifat khusus, sesuai dengan unsur kondisi fisik dan pola gerak jenis olahraga yang akan dikembangkan. Dalam hal ini Soekarman (1987:60) mengemukakan bahwa, ”latihan itu harus bersifat khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Latihan hendaknya melibatkan gerakan yang langsung menuju pada nomor – nomor cabang olahraga yang bersangkutan.

Prinsip kekhususan juga berlaku untuk latihan pliometrik.

Program latihan yang diberikan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan tersebut yaitu menyangkut kelompok otot utama yang digunakan, sistem energi dan pola gerakan (keterampilan) yang sesuai dengan nomor olahraga yang dikembangkan.

Bentuk latihan yang dilakukan harus bersifat khas sesuai cabang olahraga tersebut. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.

Agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, maka program latihan yang disusun juga harus berpegang pada prinsip kekhusususan latihan ini. Baik dalam pola gerak, jenis kontraksi otot, kelompok otot yang dilatih dan sistem energi yang dikembangkan dalam latihan tersebut harus sesuai dengan ciri – ciri dan karakteristik lompat jauh.

4) Pulih Asal

Prinsip pemulihan sering juga disebut dengan recovery atau sering pula disebut prinsip interval. Dalam suatu latihan tubuh harus mendapat pulih asal yang cukup. Penggunaan prinsip interval ini cukup besar manfaatnya dalam proses pelaksanaan latihan. Menurut Suharno H.P. (1993:17), manfaat prinsip interval ini antara lain untuk: ”(a) Menghindari terjadinya overtraining, (b) Memberikan kesempatan

(32)

commit to user

organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan, (c) Pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan”.

Cedera dalam latihan sering terjadi karena adanya pembebanan yang berat dan dilakukan secara terus menerus. Dengan interval istirahat yang cukup akan dapat memberikan kesempatan pada tubuh untuk istirahat, sehingga dapat menghindari terjadinya cedera. Interval yang cukup juga dapat memberikan kesempatan tubuh untuk beradaptasi terhadap beban latihan.

Prinsip pulih asal ini harus diterapkan dalam latihan, termasuk dalam latihan pliometrik. Lama waktu pulih asal untuk latihan pliometrik, menurut Chu (1992:14) yaitu, ”menggunakan rasio antara kerja dan istirahat 1:5 sampai 1:10”. Dalam hal ini Radcliffe &

Farentinos (1985:20) mengemukakan bahwa, ”periode istirahat 1 – 2 menit di sela–sela set biasanya sudah memadai untuk sistem neuromuskuler yang mendapat tekanan karena latihan pliometrik untuk pulih kembali”. Dengan pulih asal (recovery) yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk melaksanakan aktivitas latihan selanjutnya. Jika tidak ada waktu pemulihan yang cukup, atlet akan mengalami kelelahan yang berat dan akibatnya penampilan akan menurun.

d. Bentuk Latihan Pliometrik Untuk Meningkatkan Kemampuan Lompat Jauh

Komponen utama dalam lompat jauh adalah kemampuan fisik dan teknik. Pelatih dituntut untuk dapat menyusun dan memberikan progaram latihan untuk mengembangkan unsur fisik dan unsur teknik yang diperlukan dalam lompat jauh secara terpadu.

Sesuai dengan prinsip kekhususan latihan, latihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus bersifat khusus.

Program latihan yang disusun untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus sesuai dengan karakteristik atau pola gerakan lompat jauh. Tanpa memperhatikan hal tersebut, maka latihan yang dilakukan tidak akan efektif

(33)

commit to user

dan efisien. Bentuk dan metode latihan yang digunakan juga harus bersifat khusus, yang dapat mengembangkan unsur – unsur dalam lompat jauh tersebut.

Latihan pliometrik untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh terutama adalah dengan bentuk latihan melompat – lompat. Bentuk latihan pliometrik yang dapat digunakan untuk mengembangkan prestasi lompat jauh, diantaranya yaitu latihan melompat menggunakan dua kaki seara bersama-sama dengan alat bantu kotak (box) dan latihan melompat ke atas dan kembali lagi kebawah. Bentuk latihan tersebut dinamakan box jump.

Sedangkan pelaksanaan latihan pliometrik leaps menggunakan tempat yang datar untuk melompat dengan satu kaki atau berjingkat.

e. Penyusunan Program Latihan

Pelaksanaan latihan harus direncanakan, disusun dan diprogram dengan baik sehingga tujuan dapat tercapai. Untuk mencapai prestasi olahraga yang setinggi mungkin, mutlak diperlukan penyusunan program latihan yang baik dan tepat. Program latihan harus disusun dengan teliti dan seksama dengan memperhatikan prinsip – prinsip latihan yang benar. Dalam hal ini Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984:12-14) mengemukakan bahwa:

Pada pembuatan program latihan harus meliputi faktor berikut:

a. Tipe latihan b. Intensitas latihan c. Frekuensi latihan d. Lama latihan e. Peningkatan

Menurut M. Sajoto (1995:33-35) dalam menyusun program latihan harus memperhatikan, ”(a) Jumlah beban, (b) Repetisi dan set, (c) Frekuensi dan lama latihan”. Adapun hal – hal yang harus diperhatikan dalam menyusun program latihan untuk latihan melompat – lompat antara lain adalah intensitas latihan, repetisi dan set serta frekuensi dan lama latihan.

1) Intensitas

(34)

commit to user

Intensitas latihan adalah ”jumlah beban dalam latihan yang dilakukan dengan sungguh – sungguh dan benar pelaksanaannya”. A.

Hamidsyah Noer, (1995:12). Ukuran kesungguhan dalam pelaksanaan latihan merupakan bentuk dari intensitas latiahan. Intensitas dapat pula diartikan sebagai ukuran berat ringannya beban latihan. Dalam hal ini Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984:12) mengemukakan bahwa, ”Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan faktor utama yang mempengaruhi efek latihan terhadap efek tubuh”.

Pelaksanaan latihan pliometrik menurut Pyke (1991:144) yaitu meliputi, ”Latihan memantul – mantul, lompatan dalam dan dapat juga latihan lempar pantul”. Jadi pelaksanaan latihan ini adalah melompat – lompat dengan memantul, sehingga tidak ada waktu istirahat antar lompatan yang dilakukan. Dengan demikian latihan pliometrik ini dilaksanakan dalam intensitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bompa (1994:42) yaitu bahwa latihan pliometrik dengan lompat – lompat memantul itu dilakukan dengan ”intensitas submaximal”.

2) Repetisi dan Set

Repetisi adalah jumlah ulangan gerakan dalam latihan, sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi.

Penentuan jumlah repetisi dan set yang harus dilakukan atlet harus ditentukan dengan tepat.

Dalam latihan melompat – lompat dengan memantul, menurut Bompa (1994:44) yaitu dengan jumlah repetisi ”3-25, sedangkan jumlah setnya yaitu 2-15”. Adapun istirahat antar setnya yaitu ”3-5 menit”.

Sedangkan menurut Nosseck (1982:81) bahwa dosis latihan lompat untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai adalah dengan: ”intensitas 50- 70%, repetisinya 4-6, interval istirahat 2-5 menit, dengan irama latihan cepat dan eksplosif”.

(35)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, maka latihan melompat – lompat yang dilakukan untuk melakukan kemampuan melompat dalam lompat jauh adalah dengan repetisi 3-5, dalam 2-4 set, dengan istirahat antar set selama 3 menit.

3) Frekuensi dan Lamanya Latihan

Frekuensi dan lamanya latihan merupakan dua hal yang saling berkaitan dalam pelaksanaan latihan. Frekuensi merupakan jumlah berapa kali latihan yang dilakukan setiap minggunya. Sedangkan lamanya latihan yaitu lamanya waktu yang diperlukan dalam latihan sampai mendapatkan pengaruh yang nyata. Dalam hal ini M. Sajoto (1995:35) mengemukakan bahwa, ”Para pelatih dewasa ini umumnya setuju untuk menjalankan program latihan 3 kali seminggu, agar tidak terjadi kelelahan yang kronis. Adapun lama latihan yang diperlukan adalah selama 6 minggu atau lebih”. Dengan latihan yang dilakukan 3 kali seminggu secara teratur selama 6 minggu, kemungkinan sudah menampakkan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan kondisi fisik.

4. Latihan Box Jump

a. Pelaksanaan Latihan Box Jump

Box jump adalah bentuk latihan pliometrik yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan loncat naik turun bangku tumpuan dua kaki. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan power otot tungkai.

Menurut Donal A Chu, 1992:48 menyatakan bahwa, “ketinggian bangku antara 6-12 inchi dan tidak boleh lebih dari 24 inchi”.

Untuk melakukan gerakan tersebut diawali dengan posisi berdiri menghadap ke bangku, sedikit menekuk sendi lutut kurang lebih 135°, kedua lengan berada disamping badan dengan kedua sendi siku ditekuk 90°

dari awalan. Kemudian dilanjutkan dengan menolak dengan kedua kaki secara bersamaan melompat ke atas bangku dan kembali mendarat ke

(36)

commit to user

tempat semula (lantai) yang dilakukan secepat mungkin sesuai posisi awal dan dilanjutkan dengan gerakan selanjutnya secara berulang-ulang.

Gerakan loncat naik turun bangku ini menggunakan irama menotrom. Menurut Donal A Chu, 1992:45 menyatakan pada waktu hitungan ke satu, loncat ke atas bangku, hitungan turun bangku dilanjutkan, hitungan ganjil loncat di atas bangku dan ketika hitungan genap turun dari bangku.

Untuk lebih jelasnya berikut disajikan ilustrasi latihan box jump sebagai berikut:

Gambar 5. Latihan loncat box jump Donal A Chu, 1992:18

Berdasarkan pada pelaksanaan latihan yang telah diuraikan, latihan ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan latihan box jump sebagai berikut:

1. Dalam pelaksanaannya mengangkat kedua kaki secara bersama- sama, memudahkan siswa dalam mengangkat berat beban tubuhnya.

2. Meningkatkan unsur tehnik lompat jauh gaya jongkok pada saat melayang di udara, sehingga dapat bertahan lama di udara mengakibatkan lompatan semakin maksimal.

Sedangkan kelemahan dalam pelaksanaan lompat box jump antara lain:

1. Beban yang diangkat menjadi ringan, karena dilakukan oleh kedua kaki secara bersama-sama.

2. Dengan latihan secara kontinyu dan terus menerus pada batas kemampuan siswa akan menjadi merasa berkurang, sehingga menurunkan konsentrasi ataupun akan terjadi kelelahan.

(37)

commit to user

b. Pengaruh latihan box jump terhadap kemampuan lompat jauh gaya jongkok

Latihan box jump adalah latihan dengan menggunakan kedua kaki secara bersamaan. Untuk melakukan gerakan tersebut diawali dengan posisi berdiri meghadap bangku, sedikit menekuk sendi lutut sekitar 135°, kedua lengan di samping badan dengan kedua sendi siku di tekuk 90° dari awalan.

Kemudian dilanjutkan dengan menolak dengan kedua kaki secara bersamaan melompat ke atas bangku dan kembali mendarat dengan menggunakan kedua kaki ketempat semula, dilakukan dengan gerakan irama cepat dan berulang-ulang.

Gerakan meloncat yang dilakukan dengan kuat dan cepat berkesinambungan akan dapat meningkatkan unsur power, yaitu kekuatan dan kecepatan. Gerakan meloncat-loncat dengan kedua kaki secara bersama akan meningkatkan power otot tungkai yang berimbang, antara kaki kanan dan kaki kiri.

Power otot tungkai berperan sangat penting dalam melakukan lompat jauh, dengan meningkatnya power otot tungkai, maka dapat mendukung pencapaian prestasi hasil lompat jauh. Keberadaan power otot tungkai berperan penting dalam lompat jauh terutama pada perubahan gerak horizontal menjadi gerak vertikal yauiti pada saat take off. Jes jerver (1999:36) “peubahan dari keepatan horizontal menjadi gerakan bersudut didapat dengan cara memberikan tenaga maksimum pada kaki yang akan take off.”

Sedangkan menurut tamsir riyadi (1985:71) “salah satu hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan tumpuan adalah dilakukan dengan sekuat tenaga, cepat dan meledak (eksplosif)”. Hal ini berarti untuk melakukan tolakan pada lompat jauh, maka otot-otot yang terdapat di bagian bawah seperti otot tungkai harus dikerahkan dengan cepat dan kuat atau semaksimal mungkin sehingga dapat memperoleh capaian jarak yang sejauh-jauhnya.

(38)

commit to user 5. Latihan Leaps

a. Pelaksanaan Berjingkat Leaps

Latihan leaps pada prinsipnya sama seperti latihan box jump yaitu untuk meningkatkan power otot tungkai, tetapi pelaksanaannya atau gerakannya berbeda. Latihan berjingkat merupakan bentuk latihan melompat memantul ke depan dengan satu kaki dan mendarat dengan kaki yang sama. Menurut James C Redcliffe S Robet C. Farentinos (1985:12)

“lompat memantul (bounding) menekankan pada melompat untuk mencapai ketinggian maksimum dan juga jarak horizontal”. Hal ini menunjukan bahwa, latihan lompat memantul menekankan pada kemampuan melompat- lompat dengan menggunakan bilah atau yang lainnya sebagai rintangan yang dilakukan untuk melompat dengan satu kaki.

Depdikbud (1996:84) menyatakan “pelaksanaan dari latihan berjingkat (leaps) yaitu posisi badan tegak pada satu kaki sementara kaki yang lain di tekuk ke belakang, sikap tangan di tekuk di samping badan”.

Kaki yang menumpu melompat-lompat ke arah depan (berjingkat) di ikuti dengan keduan tangan di tekuk di samping badan, sikap badan tegak, kedua tangan lurus di samping.

Latihan leaps sering digunakan untuk latihan lompat, khususnya lompat jangkit, tetapi latihan leaps ini juga sering untuk di laksanakan pada latihan lompat jauh, karena basic tumpuannya sama.

Untuk lebih jelasnya pelaksanaan gerakan leaps di sajikan oleh gambar berikut ini:

Gambar 6. Latihan leaps (Garry A. Car, 2003:23)

(39)

commit to user

Berdasarkan pelaksanaanm latihan di atas bisa di simpulkan bahwasanya latihan leaps ternyata mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain adalah:

1. Kemampuan power diperoleh secara maksimal karena beban tubuh diangkat dengan satu kaki secara cepat dan berkesinambungan.

2. Dapat meningkatkan unsur tehnik lompat jauh gaya jongkok khususnya pada saat lompatan atau tolakan.

Sedangkan kekuranganya antara lain:

1. Terkadang siswa kesulitan dalam mengangkat beban tubuh karena gerakan dilakukan secara cepat dan kontinyu.

2. Latihan yang terus menerus atau kontinyu mengakibatkan siswa mengalami kelelahan, sehingga berpengaruh terhadap kesempurnaan gerakan.

b. Pengaruh latihan leaps terhadap hasil kemampuan lompat jauh

Latihan leaps adalah latihan lompat memantul dengan satu kaki dilakukan secara berulang-ulang. Dengan gerakan melompat memantul yang dilakukan dengan kuat dan cepat, maka unsur-unsur power otot bagian bawah dikembangkan secara maksimal, sehingga terbentuk power otot tungkai yang memadai.

Ditinjau dari pelaksanaannya, latihan leaps menuntut kerja otot-otot tungkai lebih kuat dan cepat agar dapat melompat-lompat setinggi dan sejauh mungkin yang dilakukan secara berkesinambungan. Melompat- lompat dengan satu kaki merupakan gerakan yang ukup berat, karena otot- otot tungkai dituntut bekerja untuk mengangkat tubuh dengan satu kaki dan mendarat dengan satu kaki pula, sehingga pada saat mendarat ini kaki kaki menahan berat badan. Melompat dengan berat badan yang berat dan dilakukan dengan cepat, maka otot-otot tungkai menjadi berkembang.

Dengan berkembangnya kekuatan dan kecepatan dari otot tungkai, maka akan menghasilkan power otot tungkai yang memadai. Seperti yang

(40)

commit to user

dikemukakan M. Furqon H. dan Mucshin Doewes (2002:18) bahwa “baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan pliometrik.

Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan dimana suatu aksi tertentu akan dapat dilakukan”

Ditinjau dari gerakan latihan pliometrik leaps, gerakan ini menyerupai teknik melompat, dimana pada latihan leaps dilakukan dengan melompat dengan menggunakan satu kaki yang dilakukan dengan kuat dan cepat. Dengan gerakan yang menyerupai teknik melompat, maka latihan leaps ini memberikan kemudahan dalam penguasaan teknik menumpu untuk menolak, kemampuan seorang pelompat mengerahkan power secara maksimal pada teknik yang benar, maka akan diperoleh lompatan yang sejauh-jauhnya sehingga kemampuan lompat jauh dapat di capai lebih maksimal.

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat diajukan kerangka berfikir sebagai berikut

1) Perbedaan pengaruh latihan box jump dan leaps terhadap kemampuan lompat jauh gaya jongkok

Latihan box jump dan leaps, masing-masing dapat mengembangkan power otot tungkai. Power otot tungkai mempunyai peran penting terhadap hasil kemampuan lompat jauh. Dengan power otot tungkai yang baik dapat mendukung penguasaan teknik melompat yang baik khususnya pada saat take off, sehingga memberi peluang besar untuk mencapai hasil lompatan yang maksimal.

Selain dapat megembangkan power otot tungkai, latihan box jump dan leaps memiliki penekanan yang berbeda terhadap penguasaan teknik lompat jauh. Latihan box jump adalah latihan yang menekankan pengembangan unsur sikap melayang di udara. Dengan latihan box jump yang dilakukan dengan sistematis dan kontinyu akan terbentuk power otot tungkai yang berimbang

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

1 lompat adalah gerakan menolak dengan tumpuan satu kaki 2 loncat adalah gerakan menolak dengan tumpuan dua kaki 3 gerakan melompat dan meloncat dilakukan di lapangan 4 berikan

1 lompat adalah gerakan menolak dengan tumpuan satu kaki 2 loncat adalah gerakan menolak dengan tumpuan dua kaki 3 gerakan melompat dan meloncat dilakukan di lapangan 4 berikan

Gambar 8. Latihan kelincahan dengan melompat-lompat diantara sebuah bola, baik dengan satu kaki maupun dua kaki. Gerakan tersebut dapat dilakukan ke arah depan, belakang,

Menurut Mukholid (2004:114) lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama

Membersihkan kaca merupakan salah satu pekerjaan yang sering dilakukan oleh petugas kebersihan, gerakan yang berulang-ulang akan menyebabkan musculoskeletal disorder, oleh

Gerakan inti ketiga, satu kaki diayun ke depan, sedikit melompat, kedua tangan ayun lurus ke depan, tangan ditekuk di depan dada, melompat rendah, kemudian satu kaki

Gerakan ini dimulai dengan pelurusan aktif kaki kiri pada arah lemparan pada waktu bersamaan sedagai dorongan yang kuat dari kaki kanan. Pusat massa badan

Metode laihan ladder drill merupakan metode latihan yang memiliki unsur keseimbangan, daya tahan otot, kekuatan, kecepatan kaki dan koordinasi yang sangat