http://dx.doi.org/10.11594/nstp.2020.0616
How to cite:
Hidayat, R. (2020). Study of growth and yield of several sources of indonesian konjac (Amorphophallus onchophyllus) Conference Paper
Kajian pertumbuhan dan hasil beberapa sumber bibit porang (Amorphophallus onchophyllus) oleh perlakuan CPPU
Study of growth and yield of several sources of indonesian konjac (Amorphophallus onchophyllus) seedling by CPPU treatments
Ramdan Hidayat *
Department of Agrotechnology, Faculty of Agriculture, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia
*Corresponding author: ABSTRAK
Tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus) adalah tanaman yang kandungan zat glukomanan nya tinggi dan mempunyai karakteristik pertumbuhan yang khas yang sangat dipengaruhi oleh perubahan cuaca. Saat memasuki musim hujan bibit nya tumbuh dan saat memasuki musim kema- rau mengalami dormansi, sehingga periode aktif pertumbuhan porang hanya sekitar 4 – 5 bulan. Bibit untuk budidaya porang, selain berupa umbi, juga bisa menggunakan bulbil maupun biji. Salah satu upaya pemacuan pertum- buhan tanaman porang adalah dengan aplikasi zat pengatur tumbuh CPPU (N-(2-Chloro-4-pyridinyl)-N-phenylurea) sebagai golongan sitokinin yang efektif menghambat penuaan dan mempecepat pembelahan sel. Tujuan penelitian untuk mengetahui interaksi antara perlakuan konsentrasi CPPU dan sumber bibit yang terbaik, mengetahui kosentrasi zat pengatur tumbuh (CPPU) yang efektif dan mengetahui jenis sumber bibit yang terbaik untuk budidaya porang. Percobaan faktorial dengan dua faktor ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama per- lakuan konsentrasi CPPU terdiri dari 4 level (kontrol, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm) dan faktor kedua adalah macam sumber bibit yang terdiri dari 3 jenis bibit (umbi, bulbil dan biji). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ter- dapat interaksi nyata antara perlakuan konsentrasi CPPU dan macam sumber bibit terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang. Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap bobot umbi, peningkatan bobot umbi panen, di- ameter umbi dan periode tumbuh aktif. Konsentrasi CPPU 15 ppm menghasilkan bobot umbi porang tertinggi. Sumber bibit dari bulbil lebih baik dibandingkan sumber bibit dari umbi maupun biji dalam hal penamba- han bobot umbinya.
Kata Kunci: bibit, bulbil, CPPU, glukomanan, sitokinin
ABSTRACT
Indonesian konjac (Amorphophallus onchophyllus L.) are plants that contain high glucomannan substances and have distinctive growth characteristics that are influenced by weather changes. When entering the rainy season, the seeds grow and when they enter the dry season is dormancy, so the active growth period for konjac is only about 4 - 5 months. Seeds for cultivation of konjac, apart from being tubers, can also use bulbils or seeds. One of the efforts to pro- mote the growth of konjac plants is the application of the growth regulator CPPU (N- (2-Chloro-4-pyridinyl) -N-phenylurea) as a cytokinin that effectively inhibits aging and accelerates cell division. The research objectives were to de- termine the interaction between the treatment of CPPU concentration and the E-mail:
kind seed source, to determine the effective concentration of CPPU and to de- termine the best type of seed source for konjac cultivation. The factorial exper- iment with two factors was arranged in a randomized block design (RBD) with 3 replications. The first factor in the treatment of CPPU concentration consisted of 4 levels (control, 5 ppm, 10 ppm and 15 ppm) and the second factor was the kind of seed source consisting of 3 types of seeds (tubers, bulbils and seeds). The results showed that there was no significant interaction of combination treat- ment of CPPU concentration and kinds of seed sources on the growth and yield of konjac plants. The concentration of growth regulators CPPU significantly af- fected tuber weight, increased tuber weight, tuber diameter and active growth period. The CPPU concentration of 15 ppm produced the highest weight of konjac tubers. The source of seedlings from bulbil is better than the source of seed from tubers and seeds in terms of increasing tuber weight.
Keywords: Bulbil, CPPU, glucomannan, seed, sitokinin
Pendahuluan
Tanaman Porang (Amarphopallus onchopillus L.) merupakan tanaman asli daerah tropis, se- bagai tumbuhan semak (herba) yang produksinya berupa umbi. Porang banyak tumbuh di hutan karena hanya memerlukan penyinaran matahari 50-60 persen sehingga sangat cocok sebagai tanaman sela di bawah naungan. Porang yang di Madura disebut kruwu mempunyai kandungan polysacharida (glucomanan) tinggi (sekitar 35 persen) (Heyne, 1987; Lahiya, 1993). Glukomanan selain digunakan sebagai makanan, juga untuk berbagai macam industri, laboratorium kimia, dan obat-obatan (Lahiya, 1993). Tanaman porang dapat beradaptasi di dataran rendah hingga keting- gian > 1.000 m dpl. Tanaman tersebut membutuhkan suhu harian rata-rata 250 C - 350 C dengan curah hujan tahunan antara 1.000 -1.500 mm. Ketinggian optimal untuk menghasilkan produksi umbi yang baik adalah 100-600 m dpl. Sedangkan intensitas cahaya yang diperlukan 60 -70 %.
Perkembang biakan tanaman porang, selain dengan umbi, juga dapat menggunakan bulbil dan biji. Umbi inilah yang akan dipungut hasilnya karena memiliki zat glukomanan yang nilai jualnya tinggi (Sumarwoto, 2004).
Beberapa kajian budidaya tanaman porang masih terus dilakukan dalam upaya perbaikan per- tumbuhan dan produksi umbi. Hasilnya menunjukkan bahwa produktivitas umbi basah per ha masih berkisar antara 8 – 12 ton/ha atau 1 –1.5 ton chip kering jemur. Juga telah dikaji prosesing produk intermediate dari umbi porang menjadi CMC, edible film, tepung pure, namun belum ditin- dak lanjuti dengan kajian kelayakan usaha berskala agroindustri.
Bahan makanan yang berasal dari porang banyak disukai oleh masyarakat Jepang berupa mie shirataki dan tahu konjac. Salah satu perusahaan yang memproduksi bahan makanan yang berasal dari porang seperti PT Ambico, yang sudah banyak mengekspornya ke Jepang dan Korea. Tana- man porang dapat dipanen setelah berumur 3 tahun (3 kali pertumbuhan vegetatif). Kisaran harga umbi saat ini antara Rp. 7.500- 14.000,-/Kg umbi basah. Namun apabila dijual dalam bentuk irisan tipis yang kering jemur (Chips), dapat dijual dengan harga Rp. 70.000,-/Kg. Petani menjualnya langsung ke pihak investor dari Jepang akan dihargai sekitar USD 5 / Kg. Setiap tanaman porang dengan bibit berasal dari umbi dengan bobot rata-rata 200 gr, maka rata-rata bobot umbi panen adalah 2 Kg/umbi, atau dapat diproduksi umbi sebanyak 12-20 ton/ha umbi basah atau sekitar 1,5-3 ton chip kering. Untuk pasar luar negeri, masih sangat terbuka yaitu terutama untuk tujuan Jepang, Taiwan, Korea dan beberapa negara Eropa (Hidayat dkk, 2019).
Pengembangan tanaman porang di Indonesia seringkali terkendala berupa keterbatasan in- formasi mengenai harga jual hasil panen. Kebutuhan akan ekspor saat ini harus didukung oleh budidaya yang intensif, baik dilahan ternaungi maupun lahan terbuka. Upaya budidaya yang in- tensif tentu saja harus ditunjang oleh ketersediaan bibit. Oleh karena itu perlu dicoba menanam bibit dari berbagai sumber bibit (umbi, benih dan bulbil). Pola pertumbuhan Tanaman porang sangat tergantung pada musim, sehingga tumbuh tunas pada awal musim hujan dan menjelang akhir musim hujan akan mengalami masa istirahat atau dormansi sehinga periode tumbuhnya hanya sekitar 4 bulan per tahun (Hidayat dkk, 2013). Untuk itu perlu dipacu pertumbuhannya
Upaya pemacuan pertumbuhan tanaman pada umumnya dapat dilakukan dengan aplikasi zat pengatur tumbuh. Salah satunya dengan CPPU (N-(2-Chloro-4-pyridinyl) -N-phenylurea). CPPU ini merupakan sitokinin sintetis yang efektif memacu pertumbuhan melalui pemecahan dormansi.
Penggunaan CPPU tersebut diharapkan tanaman dapat segera bertunas dan tumbuh dengan baik sehingga tanaman tersebut dapat berproduksi dengan maksimal.
Fungsi zat pemecah dormansi adalah memperpendek periode dormansi dengan meningkat- kan aktifitas meristem sub-apikal. Tingginya kandungan giberelin oleh aplikasi thiourea 0.5 % menunjukkan bahwa thiourea efektif meningkatkan kandungan hormon giberelin endogen, se- hingga terjadi perubahan keseimbangan kearah peningkatan senyawa pemacu tumbuh dan efek fisiologisnya adalah pertumbuhan. Aplikasi CPPU 5 ppm efektif meningkatkan kandungan sito- kinin dalam jaringan pucuk daun (Hidayat dkk, 2005).
Bahan dan Metode
Penelitian berlangsung pada bulan Pebruari sampai dengan bulan Mei tahun 2014 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur, Rungkut, Surabaya pada ketinggian tempat 5 m dpl. Penelitian dirancang secara faktorial dengan dua faktor yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan diulang 3 kali. Faktor pertama adalah perlakuan CPPU dengan 4 level konsentrasi (kontrol, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm) dan Faktor kedua adalah perla- kuan macam sumber bibit porang terdiri dari 3 jenis bibit (umbi, bulbil dan biji). Peubah yang diamati meliputi: Tinggi tanaman, Lebar kanopi, Diameter batang, Periode tumbuh aktif, Jumlah bulbil, Diameter umbi, Bobot umbi dan Penambahan bobot umbi.
Gambar 1. Beberapa sumber bibit tanaman porang (biji, bulbil dan umbi)
Teknik pengumpulan dan analisis data
Data pengamatan dilapangan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Annova). Apabila F hitung > F tabel (5% dan 1%) maka dilanjutkan dengan uji lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT 5%) (Gaspersz, 1991).
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa tidak terdapat interaksi nyata pada semua peu- bah yang diamati. Namun faktor tunggal konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap periode tumbuh aktif, diameter umbi dan penambahan bobot umbi, demikian juga sumber bibit ber- pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi, jumlah bulbil, periode tumbuh aktif dan diameter umbi.
Pengaruh sumber bibit porang dan konsentrasi CPPU terhadap tinggi tanaman, diameter ba- tang dan lebar kanopi disajikan pada Tabel 1, sedangkan terhadap periode tumbuh aktif, jumlah bulbil, diameter umbi, bobot umbi dan penambahan bobot umbi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Sumber Bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K) terhadap Tinggi Tana- man, Diameter Batang dan Lebar Kanopi Tanaman Porang
Perlakuan Peubah Pengamatan
Tinggi Tanaman (cm) Diameter Batang
(cm) Lebar Kanopi (cm) Konsentrasi CPPU (K)
- Kontrol (K0) 42,23 1,65 36,22
- 5 ppm (K1) 46,87 1,75 44,11
- 10 ppm (K2) 45,40 1,84 39,71
- 15 ppm (K3) 45,32 1,78 39,39
BNT 5% tn tn tn
Sumber Bibit (B)
- Umbi (B1) 69,30c 2,46c 59,50c
- Bulbil (B2) 49,79b 1,70b 38,87b
- Biji (B3) 18,78a 1,10a 21,20a
BNT 5% 9,20 0,39 17,40
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Perlakuan sumber bibit berupa umbi (B1) menghasilkan tinggi tanaman porang tertinggi dan berbeda nyata dengan sumber bibit lainnya, baik bulbil maupun biji (Tabel 1). Penggunaan sum- ber bibit umbi dapat meningkatkan tinggi tanaman porang yang sumber bibitnya berupa bulbil dan biji berturut-turut sebesar 39 % dan 269 %.
Pada Tabel 1 diketahui, bahwa diameter batang porang tertinggi dihasilkan oleh sumber bibit umbi dan berbeda nyata dengan sumber bibit bulbil dan biji. Peningkatan diameter batang oleh pengaruh sumber bibit umbi adalah sebesar 45 % dibandingkan dengan sumber bibit bulbil dan meningkat sebesar 112 % dibandingkan dengan sumber bibit biji.
Lebar kanopi tanaman porang yang sumber bibit nya dari umbi menghasilkan lebar kanopi terlebar dan berbeda nyata dengan sumber bibit asal bulbil maupun biji. Terdapat peningkatan lebar kanopi tanaman porang dari bibit asal umbi sebesar 53 % dibandingkan dengan lebar ka- nopi porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil dan meningkat sebesar 181 % dibandingkan dengan lebar kanopi yang sumber bibit berasal dari biji (Tabel 1). Menurut Hobir (2002) umbi yang digunakan sebagai bahan tanam porang yang berukuran lebih besar akan memberikan per- tumbuhan tanaman yang lebih baik dari pada umbi yang berukuran kecil, umbi yang berukuran
lebih besar memiliki cadangan makanan lebih banyak dari pada umbi yang berukuran kecil, se- hingga mampu mendukung pertumbuhan tunas lebih cepat dan memberikan peluang pemben- tukan akar lebih cepat.
Peningkatan pertumbuhan vegetative tanaman porang oleh pengaruh konsentrasi CPPU, sep- erti pada: tinggi tanaman, diameter batang dan lebar kanopi yang diperlihatkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi CPPU secara significant meningkatkan laju pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang dan lebar kanopi tanaman porang dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 2 menunjukan bahwa konsentrasi CPPU menghasilkan periode tumbuh aktif yang lebih lama dan berbeda nyata dengan kontrol dengan memperpanjang periode tumbuh aktif tanaman porang berkisar antara 16 sampai dengan 22 hari dibandingkan dengan kontrol. Namun se- baliknya pada perlakuan sumber bibit dikatahui bahwa bibit porang yang berasal dari umbi justru mempunyai periode tumbuh aktif terpendek dan berbeda nyata dengan periode tumbuh aktif porang yang sumber bibitnya berasal dari biji. Perpanjangan periode tumbuh aktif tanaman porang oleh pengaruh sumber bibit yang berasal dari bulbil adalah 8 hari dan oleh pengaruh sum- ber bibit asal biji adalah 20 hari dibandingkan dengan sumber bibit asal umbi. Hal ini dibenarkan oleh Kaufman et al. (1995) bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan sel, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda penuaan daun dengan cara men- gontrol proses kemunduran yang menyebabkan kematian pada sel-sel tanaman.
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Sumber Bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K) terhadap Periode tumbuh aktif, Jumlah bulbil, Diameter umbi, Bobot umbi dan Penambahan bobot umbi tanaman Porang
Perlakuan Peubah Pengamatan
Periode tumbuh aktif (hari)
Jumlah bulbil
Diameter umbi (cm)
Bobot umbi (g)
Penambahan Bobot Umbi (g) Konsentrasi CPPU (K)
Kontrol (K0) 20,76a 1,41 3,54a 42,11a 12,99a
5 ppm (K1) 36,96b 2,29 4,37ab 58,41b 29,17b
10 ppm (K2) 44,31b 2,54 4,50b 56,53b 27,27b
15 ppm (K3) 39,32b 2,42 4,70c 62,59b 33,34b
BNT 5 % 14,47 tn 0,9 13,76 14,01
Sumber Bibit (B)
Umbi (B1) 26,20a 4,25b 6,30c 108,52c 27,77
Bulbil (B2) 33,73ab 1,55ab 4,06b 38,49b 32,28
Biji (B3) 46,08b 0,69a 2,48a 17,73a 17,03
BNT 5 % 16,71 3,17 1,04 15,89 tn
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Pengaruh konsentrasi CPPU terhadap jumlah bulbil diketahui bahwa konsentrasi CPPU cenderung meningkatkan jumlah bulbil dibandingkan dengan kontrol dengan peningkatan jumlah bulbil berkisar antara 62 - 80 %. Tabel 2 juga diketahui bahwa sumber bibit porang yang berasal dari umbi menghasilkan jumlah bulbil tertinggi dan berbeda nyata dengan sumber bibit asal biji, namun tidak berbeda nyata dengan sumber bibit asal bulbil. Peningkatan jumlah bulbil porang oleh pengaruh sumber bibit asal umbi adalah sebesar 516 % dibandingkan dengan jumlah bulbil yang sumber bibitnya asal biji dan meningkat 174 % dibandingkan dengan jumlah bulbil porang yang sumber bibitnya berasal dari bulbil. Menurut Arteca (1996) sitokinin memacu pembelahan
sel dan menghambat masa penuaan tanaman sehingga sitokinin mampu mempengaruhi perkem- bangan dan masa tumbuh yang lebih lama. Jika tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik maka tanaman dapat memaksimalkan produktifitas bulbil maupun umbi tanaman porang.
Konsentrasi CPPU 15 ml/l menghasilkan diameter umbi tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol maupun konsentrasi CPPU 5 ml/l dan 10 ml/l dengan peningkatan diameter umbi sebesar 33 % dibandingkan dengan kontrol (Tabel 2). Sumber bibit asal umbi menghasilkan diameter umbi porang tertinggi dan berbeda nyata dengan sumber bibit asal bulbil dan biji. Terdapat pen- ingkatan diameter umbi porang dari sumber bibit asal umbi sebesar 55 % dibandingkan dengan sumber bibit asal bulbil dan meningkat 154 % dibandingkan dengan diameter umbi yang sumber bibitnya berasal dari biji. Dibenarkan oleh Jedeng (2011), semakin besar umbi bibit maka kan- dungan cadangan makanan dan proteinnya semakin banyak. Besar benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena berat bibit menentukan besarnya kecambah pada saat pertumbuhan vegetatif.
Konsentrasi CCPU 15 ml/l menghasilkan bobot umbi porang tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi CPPU lainnya dengan peningkatan bobot umbi porang sebesar 49 % dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh sumber bibit terhadap bobot umbi porang ditunjukkan bahwa sumber bibit asal umbi menghasilkan bobot umbi tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan sumber bibit asal bulbil maupun biji. Ter- dapat peningkatan bobot umbi porang oleh pengaruh sumber bibit asal umbi sebesar 182 % dibandingkan dengan sumber bibit asal bulbil dan meningkatkan bobot umbi sebesar 512 % dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit asal biji. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2013) bahwa asal sumber bibit umbi menghasilkan bobot umbi panen tertinggi dibandingkan dengan sumber bibit asal bulbil maupun biji.
Penambahan bobot umbi hasil dari selisih bobot asal sumber bibit dengan bobot umbi saat panen yang ditunjukkan pada Tabel 2 diketahui bahwa konsentrasi CPPU 15 ml/l menghasilkan penambahan bobot umbi tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi CPP lainnya. Peningkatan Penambahan bobot umbi oleh pengaruh konsen- trasi CPPU 15 ml/l adalah sebesar 157 % dibandingkan dengan kontrol. Berbeda halnya dengan pengaruh sumber bibit, meskipun tidak berbeda nyata terhadap penambahan bobot umbi, namun sumber bibit asal bulbil menghasilkan penambahan bobot umbi tertinggi dan meningkatkan penambahan bobot umbi sebesar 16 % dibandingkan dengan sumber bibit asal umbi dan mening- katkan penambahan bobot umbi porang sebesar 90 % dibandingkan dengan penambahan bobot umbi yang sumber bibitnya berasal dari biji. Hal ini sesuai dengan pendapat Nababan (2009), yang mengemukakan bahwa manfaat hormon sitokinin sangat bergantung dari konsentrasi yang diberikan. Jika dosisnya tepat akan sangat membantu pertumbuhan dan hasil produksi tanaman.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis statistik, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kombinasi perlakuan CPPU dan Sumber bibit tidak menunjukkan interaksi nyata ter- hadap pertumbuhan dan hasil tanaman porang.
2. Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap periode aktif tumbuh, diameter umbi, bobot umbi dan penambahan bobot umbi porang. Konsentrasi CPPU 15 ml/l menghasilkan peningkatan bobot umbi porang sebesar 49 % dibandingkan dengan kontrol.
3. Sumber bibit porang asal umbi menghasilkan pertumbuhan (tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi dan periode tumbuh aktif) dan hasil (jumlah bulbil, diameter umbi, bobot umbi) terbaik. Sumber bibit asal umbi menghasilkan peningkatan bobot umbi porang sebesar 182 % dibandingkan dengan sumber bibit asal bulbil dan meningkatkan bobot umbi sebesar 512 % dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit asal biji.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur yang telah mendukung penelitian ini dari awal hingga selesai.
References
Arteca. R. N. (1996). Plant growth substances. Principles and applications, Chapman and Hall, New York, 332 hal.
Gaspersz, V. (1991). Metode perancangan percobaan.untuk ilmu-ilmu pertanian. CV. ARMICO. Bandung. 472 hal.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan Departemen Kehutanan.
Hidayat. R., Surkati, A., Poerwanto, R., Darusman, L. K., & Purwoko, B. (2005). Aplikasi Zat Pemecah Dormansi Terhadap Pertumbuhan Tunas Manggis Muda. Agrivet, IX (2), 106 – 119.
Hidayat. R, Dewanti F. D., & Hartojo. (2013). Mengenal karakteristik, manfaat, dan budidaya tanaman porang. Graha Ilmu. Yogjakarta.
78 hal.
Hidayat, Yektiningsih, R. E., Siswanto & Karya, G. I. (2019). Model pengembangan hilirisasi inovasi Porang (Amarphophallus onchopillus L.) di Jawa Timur. Laporan Kajian Bidang Pengembangan Kemitraan dan SIDA Balitbang Provinsi Jawa Timur. Surabaya. 185 hal.
Hobir. (2002). Pengaruh ukuran dan perlakuan bibit terhadap pertumbuhan dan produksi iles-iles. Jurnal Penelitian Tanaman Industri, 8(2), 60-65.
Jedeng. I. W. (2011). pengaruh jenis dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil ubi jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana, 61 Hal.
Kaufman, P.B., Wu, L. L., Brock, T. G., & Kim, D. (1995). Hormones and the orientation of growth p: 547 - 571 in. Davies, P.J. (Edt). Plant hormones, physiology, biochemistry and molecular biology. 2 nd Ed.Kluwer Acad. Publ. Netherlands. 833 p.
Lahiya, A. A. (1993). Budidaya tanaman iles-iles dan penerapannya untuk sasaran konsumsi serta industri. Seri Himpunan Peninggalan Penulisan Yang Berserakan. (terjemahan dari Scheer, J.V., G.H.W.D. Dekker, and E.R.E. Helewijn. 1937/1938/1940. De Fabrikasi Van Iles-iles mannaanmeel uit Amorphophallusknollen en enige toepassingmogelijk heden Bergcultures). Bandung.
Nababan. D. (2009). Pengaruh ZPT terhadap pertumbuhan stek ekaliptus klon. Tesis. Faultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara (USU).
Medan (Tidak Dipublikasikan). 45hal.
Sumarwoto. 2004. The Effects of liming and bulbil sizes on the growth of iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) in high level of al- exc soil. Ilmu Pertanian, 11(2), 45-53.