• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR VEGETASI DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRUKTUR VEGETASI DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA SUMATERA BARAT"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR VEGETASI DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH

HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA SUMATERA BARAT

SKRIPSI

MUHAMMAD IKO PRATAMA 091201072

BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)

STRUKTUR VEGETASI DAN CADANGAN KARBON TEGAKAN DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH

HARAU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA SUMATERA BARAT

SKRIPSI

MUHAMMAD IKO PRATAMA 091201072

BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD IKO PRATAMA : Struktur Vegetasi dan Cadangan Karbon Tegakan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat, dibimbing oleh Delvian dan Kansih Sri Hartini.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur dan komposisi jenis tumbuhan serta kandungan cadangan karbon yang tersimpan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau pada tingkat pohon dan tingkat tiang. Intensitas sampling yang digunakan adalah 5% dari luas kawasan 270,5 ha. Sehingga luas areal pengamatan adalah 13,525 ha dengan membuat plot berukuran 20 m x 100 m sebanyak 68 plot. Pada masing-masing plot dibuat sub-sub plot berukuran 20 m x 20 m untuk pohon dan 10 m x 10 m untuk tiang. Analisis vegetasi menggunakan kombinasi metode jalur dan garis berpetak. Sedangkan pendugaan biomassa menggunakan metode non destructive sampling. Dari hasil penelitian diperoleh 80 jenis tumbuhan dengan jumlah individu sebanyak 246 individu/ha. INP tertinggi pada pohon ditemukan pada jenis Rhodelia teysmani sebesar 53,33%, sedangkan pada tiang yaitu pada jenis Nephelium mutabile sebesar 46,30%. Jumlah cadangan karbon tersimpan pada pohon dan tiang sebesar 62,57 ton/ha.

Kata kunci : vegetasi, cadangan karbon, cagar alam lembah harau

(4)

ABSTRACT

MUHAMMAD IKO PRATAMA : Vegetation Structure and Carbon Stock in Stand at Forest Nature Reserve Lembah Harau Region District Lima Puluh Kota West Sumatera, supervised by Delvian and Kansih Sri Hartini.

This study has been conducted from April to May 2015. This study aims to analyze the structure and composition of plant species and the amount of carbon stocks stored in Nature Reserve Forest Lembah Harau at tree level and the level of the pole. The sampling intensity is 5 % of the total area of 270.5 ha . So that the total area of observation is 13.525 ha with a plot measuring 20 m x 100 m were 68 plots. In each plot were made sub-sub plot measuring 20 m x 20 m for tree and 10 m x 10 m for pole. Vegetation analysis use a combination of track method and swath line method, while the biomass estimation use non destructive sampling method. The results showed that 80 kinds of plants with a number of individuals as much as 246 individuals/ha. The highest important value indeks of tree species is Rhodelia teysmani with the value 53.33 %, while in the pole species is Nephelium mutabile with the value 46.30 %. The amount of carbon stocks stored in trees and poles are 62.57 ton/ha.

Keywords : vegetation , carbon stock , nature reserve lembah harau

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan Sumatera Utara pada tanggal 03 November 1991 dari Ayah Kasmuni dan Ibu Afriani. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SDN 36 Tanah Bairiang Sumatera Barat, tahun 2006 lulus dari SMPN 01 Harau Sumatera Barat, tahun 2009 lulus dari SMAN Agam Cendekia Sumatera Barat. Pada tahun yang sama penulis lulus memasuki perguruan tinggi melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Tongkoh Berastagi, Kabupaten Karo pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Research and Development (R&D) PT. Arara Abadi di Perawang, Riau dari tanggal 10 Juni sampai 10 Juli 2013. Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Struktur Vegetasi dan Cadangan Karbon Tegakan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat” dibawah bimbingan Dr. Delvian, S.P., M.P. dan Dr.

Kansih Sri Hartini S.Hut., M.P.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Judul dari skripsi ini adalah “Struktur Vegetasi dan Cadangan Karbon Tegakan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Delvian, S.P., M.P., dan Dr. Kansih Sri Hartini, S.Hut., M.P., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2015

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Hlm.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 3

Pohon ... 5

Vegetasi ... 6

Analisis Vegetasi ... 7

Struktur dan Komposisi Hutan ... 7

Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ... 8

Biomassa ... 9

Karbon ... 11

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Karbon ... 12

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Status Hukum ... 13

Letak, Luas dan Batas ... 13

Iklim ... 14

Topografi ... 14

Potensi Kawasan ... 15

Aksessibilitas ... 15

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Alat dan Bahan Penelitian ... 16

Metode Penelitian Petak Pengamatan ... 16

Pengambilan Data ... 18

Penghitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan ... 19

Menghitung Jumlah CO yang Mampu Diserap Tumbuhan ... 20

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur dan Komposisi Vegetasi ... 21

Biomassa dan Karbon Tersimpan ... 27

Jumlah CO2 yang Mampu Diserap Tumbuhan ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran……. ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 33

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hlm.

1. Lima jenis pohon dengan nilai INP yang tinggi ... 22 2. Lima jenis tiang dengan nilai INP yang tinggi... 22

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm.

1. Desain kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak ... 17

2. Berbagai cara melakukan pengukuran keliling pohon setinggi dada ... 18

3. Perbandingan nilai kerapatan total per-ha pada pohon dan tiang ... 24

4. Perbandingan nilai dominansi total per-ha pada pohon dan tiang ... 24

5. Perbandingan nilai karbon tersimpan per-ha pada pohon dan tiang ... 28

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hlm.

1. Data curah hujan Kabupaten Lima Puluh Kota selama 5 tahun 33

2. Peta Kawasan Cagar Alam Lembah Harau ... 34

3. Analisis data vegetasi tingkat pohon ... 35

4. Analisis data vegetasi tingkat tiang ... 38

5. Nilai biomassa dan karbon tersimpan tingkat pohon ... 41

6. Nilai biomassa dan karbon tersimpan tingkat tiang ... 44

7. Nilai Kerapatan (K), Frekuensi (F) dan Dominansi (D) tingkat pohon ... 47

8. Nilai Kerapatan (K), Frekuensi (F) dan Dominansi (D) tingkat tiang ... 50

9. Dokumentasi kegiatan di lapangan ... 53

10. Tally sheet data tingkat pohon plot ke- 1 ... 57

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global adalah meningkatnya suhu temperatur rata-rata di atmosfer, laut dan daratan di bumi. Penyebab peningkatan yang cukup drastis ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi (yang diolah menjadi bensin, minyak tanah, avtur, pelumas oli) dan gas alam sejenisnya yang tidak dapat diperbaharui. Pembakaran dari bahan fosil ini melepaskan karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer bumi. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas matahari yang dipancarkan ke bumi (Rusbiantoro, 2008).

Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan mengurangi konsentrasi gas rumah kaca seperti CO2 (karbondioksida), CH4

(metan) dan NO2 (nitrogendioksida) yaitu dengan mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar hutan.

Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam arang (CO2) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon (C) dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C-sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 (karbondioksida) di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran cadangan yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak

(13)

langsung menggambarkan CO2 (karbondioksida) yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah dkk, 2011).

Hutan Cagar Alam Lembah Harau di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat merupakan bagian dari hutan tropis yang ada di Indonesia.

Kawasan hutan ini memiliki keanekaragaman tumbuhan yang cukup tinggi sehingga keadaan alamnya layak untuk dilindungi dan mendapat perhatian yang lebih dari masyarakat sekitar hutan serta dari pemerintah setempat agar kelestariannya tetap terjaga hingga kegenerasi selanjutnya.

Sejauh ini belum diperoleh data tentang potensi kandungan karbon tersimpan serta bagaimana keadaan vegetasi pohon di kawasan hutan Cagar Alam Lembah Harau. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk mendapatkan informasi dan data mengenai kandungan cadangan karbon yang tersimpan serta keadaan vegetasi pohon yang terdapat di kawasan hutan tersebut.

Tujuan

Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis struktur dan komposisi serta cadangan karbon yang tersimpan pada tingkat tiang dan tingkat pohon di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat.

Manfaat

Manfaat dari penelitian adalah sebagai informasi bagi peneliti dan instansi terkait dalam rangka pengelolaan dan pengembangan mengenai keadaan dan kelimpahan vegetasi serta cadangan karbon tersimpan pada tingkat tiang dan tingkat pohon di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari asosiasi pohon dan vegetasi secara umum serta hewan lain.

Dalam komunitas itu, tiap individu berkembang, tumbuh menjadi dewasa, tua dan mati. Lebih lanjut, hutan adalah suatu komunitas biologik dari tumbuhan dan hewan yang hidup dalam suatu kondisi tertentu, berinteraksi secara kompleks dengan komponen lingkungan tak hidup (abiotik) yang meliputi faktor-faktor seperti : tanah, iklim dan fisiografi. Lebih khusus, maka hutan adalah komunitas tumbuhan yang lebih didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu dengan tajuk yang rapat (Wanggai, 2009).

Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi :

a. Suatu kesatuan ekosistem b. Berupa hamparan lahan

c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

d. Mampu memberi manfaat secara lestari.

(15)

Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menempatkan posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996).

Jenis-jenis hutan berdasarkan fungsi utamanya, maka hutan di Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga jenis (Indriyanto, 2008).

1. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

2. Hutan produksi ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil utama dari hutan produksi berupa kayu, sedangkan hasil hutan lainnya termasuk hasil hutan non-kayu mencakup rotan, bambu, tumbuhan obat, rumput, bunga, buah, biji, kulit kayu, daun, lateks (getah), resin (damar, kopal, gom, gondorukem dan jernang) dan zat ekstraktif lainnya berupa minyak.

3. Hutan konservasi ialah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Klasifikasi kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129, Tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung adalah :

1. Kawasan suaka alam (KSA) a. Cagar alam

(16)

b. Suaka margasatwa

2. Kawasan pelestarian alam (KPA) a. Taman nasional

b. Taman hutan raya c. Taman wisata alam

3. Taman buru 4. Hutan lindung

Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekositem tertentu yang layak untuk dilindungi yang dalam perkembangannya diusahakan secara alami. Adapun usahauntuk melindungi flora dan fauna yang memiliki ciri khusus tersebut dilaksanakan suatu pengembangbiakan secara in-situ (pada habitat asli) dan eks- situ (di luar habitat asli). Namun, konservasi eks-situ sangat sulit dilakukan bila tidak didukung oleh keberadaan daerah sekitarnya. Sebab, kehidupan jenis flora dan fauna secara alami mengalami interaksi dengan ekosistem alaminya dalam kehidupannya (Arief, 2001).

Pohon

Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah. Pohon tersusun oleh banyak bagian. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan mineral tersebut dibawa ke atas, yaitu daun melalui batang yang dilindungi oleh kulit kayu (pegagan). Cabang merupakan bagian yang menyokong daun, bunga dan buah

(17)

dari pohon tersebut. Sedangkan tajuk pohon disusun oleh ranting, cabang, dan dedaunan (Greenaway, 1997).

Kriteria tingkat pertumbuhan pohon diacu dalam Wahyudi dkk (2014) adalah sebagai berikut :

a. Semai adalah anakan pohon mulai dari kecambah sampai anakan setingi kurang dari 1,5 m.

b. Pancang adalah anakan pohon yang tinginya ≥ 1,5 meter berdiameter < 10 cm.

c. Tiang adalah anakan pohon yang berdiameter 10 cm sampai < 20 cm.

d. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm.

Vegetasi

Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Vegetasi hutan alam di daerah tropika basah memiliki laju fotosintesis tinggi dan akarnya menembus dalam lapisan tanah, permukaan daun yang rapat dan lebat, juga menghasilkan bahan organik dalam jumlah yang besar, serta membentuk biomassa yang besar jumlahnya. Semakin beraneka ragam komposisi jenis tumbuhan dan strukturnya, semakin tercampur pertumbuhannya, semakin baik pengaruhnya terhadap lingkungan, tanah, dan air. Tajuk pohon yang beranekaragam, dengan batang yang mempunyai berbagai ukuran dimensi hingga

(18)

pucuk pohon dominan, disertai lapisan serasah dan humus masak, semuanya itu merupakan ciri-ciri ekosistem yang unggul dalam memelihara kualitas lingkungan hidup (Dephut RI, 1992).

Analisis Vegetasi

Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Pembuatan petak contoh di lokasi penelitian harus dapat mewakili seluruh area/daerah penelitian agar contoh tumbuhan yang diambilpun dapat mewakili.

Ukuran petak contoh harus ditentukan dengan jelas sebelum dilakukan analisis.

Berbeda ukuran tumbuhan yang dianalisis berbeda pula ukuran petak contoh yang diambil (Suin, 2002).

Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan

Struktur merupakan lapisan vertikal dari suatu komunitas hutan. Dalam komunitas selalu terjadi kehidupan bersama saling menguntungkan sehingga dikenal adanya lapisan-lapisan bentuk kehidupan (Syahbudin, 1987). Selanjutnya Daniel dkk, (1992) menyatakan struktur tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur dan atau kelas diameter dan kelas tajuk.

Komposisi dan struktur suatu vegetasi adalah fungsi dari beberapa faktor, yaitu flora di daerah itu, habitat (iklim, tanah, dan lain-lain), waktu, dan

(19)

kesempatan. Flora di daerah itu menentukan spesies mana yang akan mampu hidup di sana. Habitat akan mengadakan seleksi terhadap spesies-spesies yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat. Waktu dengan sendirinya diperlukan untuk mantapnya vegetasi itu (Ruslan, 1986).

Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi faktor intrasel (sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya (Junaidi, 2009).

Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:

1. Sifat menurun atau hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul.

2. Hormon pada tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi ada pula yang dapat menghambat pertumbuhan. Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman:

1. Cahaya matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat.

Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang

(20)

penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.

2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.

3. Kelembaban atau kadar air. Tanah dan udara yang kurang lembab umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi.

4. Air dan unsur hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah.

Tanaman, menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu pertumbuhan suatu tanaman baik atau tidaknya tumbuhan berkembangbiak.

Biomassa

Biomassa adalah berat bahan organik per satuan unit luas pada waktu tertentu yang dinyatakan dengan istilah berat kering (dry weight) atau biomassa dapat berupa berat bahan organik suatu organisme tertentu per satuan unit luas.

Biomassa pohon merupakan ukuran yang sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal ini didasarkan pada

(21)

kenyataan bahwa pendugaan biomassa relatif lebih rendah dan merupakan akumulasi dari total proses metabolisme yang dialami oleh tanaman sehingga hal ini merupakan indikator pertumbuhan yang cukup representatif apabila dikaitkan dengan tampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman (Rusolono, 2006).

Biomasa pohon ada 2, yaitu bagian di atas tanah dan bagian dalam tanah (akar). Pengukuran biomasa pohon dapat dilakukan dengan menaksir volume pohon (tanpa melakukan perusakan atau ‘non destructive). Volume pohon dapat ditaksir dari ukuran diameter batangnya, yang diukur setinggi dada atau 1,3 m dari permukaan tanah). Jika diperlukan maka tinggi pohon juga dapat diukur untuk mempertinggi akurasi estimasi volume pohonnya (Hairiah dkk, 2011).

Pohon (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO2 (karbondioksida) dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan-lain-lain. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan produktifitas primer. Dalam aktifitas respirasi, sebagian karbondioksida yang sudah terikat akan dilepaskan kembali dalam bentuk karbondioksida ke atmosfer. Selain melalui respirasi, sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui berbagai proses misalnya herbivori dan dekomposisi. Sebagian dari biomassa mungkin akan berpindah atau keluar dari ekosistem karena terbawa aliran air atau agen pemindah lainnya. Kuantitas biomassa dalam hutan merupakan selisih anatara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi. Perubahan kuantitas biomassa ini dapat terjadi karena suksesi alami dan oleh aktifitas manusia seperti silvikultur, pemanenan dan degradasi.

Perubahan juga dapat terjadi karena adanya bencana alam (Sutaryo, 2009).

(22)

Karbon

Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C”

dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Karenanya secara alami karbon banyak tersimpan di bumi daripada di atmosfer (Manuri dkk, 2011).

Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah (Sutaryo,2009).

1. Biomassa atas permukaanadalah semua material hidup di atas permukaan.

Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.

2. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

3. Bahan organik matimeliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik matiyang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yangroboh di

(23)

tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.

4. Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Karbon

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan karbon antara lain adalah: iklim, topografi, karakteristik tanah, spesies dan komposisi umurpohon, serta tahap pertumbuhan pohon. Tingkat serapan karbon yang tinggi umumnya terjadi pada lokasi lahan dengan kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tanaman yang cepat tumbuh, walaupun tingkat dekomposisi juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Pengelolaan hutan yang baik seperti pengaturan penjarangan dan rotasi pohon juga mempengaruhi tingkat serapan karbon (Dury dkk, 2002).

(24)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Status Hukum

Menurut prasasti yang terdapat di lokasi air terjun Sarasah Bunta, kawasan Lembah Harau dibuka pertama kali pada tanggal 14 Agustus 1926 oleh Asisten Residen Lima Puluh Kota yang bernama BO. Weirkein bersama dengan Tk. Laras Dt. Kuning Nan Hitam dan Asisten Damang Dt. Kondoh Nan Hitam.Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Besluit Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 478/Kpts/Um/8/1979 tanggal 2 Agustus 1979 sebahagian kawasan Cagar Alam Lembah Harau seluas 27,5 ha dialih fungsikan menjadi Taman Wisata Lembah Harau, sehingga luas Cagar Alam Lembah Harau menjadi 270,5 ha (BKSDA Sumbar, 2013).

Letak, Luas dan Batas

Berdasarkan letak geografis kawasan Cagar Alam Lembah Harau berada pada 100º39’10” BT - 100º41’58” BT dan 00º04’39” LS - 00º11’46 LS. Kawasan ini merupakan hamparan perbukitan dengan dinding-dinding curam yang merupakan ciri khas kawasan ini. Secara administrasi kehutanan, terletak di wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah I yaitu Resort KSDA Lima Puluh Kota.

Secara administrasi pemerintahan, kawasan ini terletak di dua Nagari yaitu Jorong Lubuk Limpato di Nagari Tarantang dan Jorong Harau di Nagari Harau yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat (BKSDA Sumbar, 2013).

(25)

Luas kawasan Cagar Alam Lembah Harau berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 478/Kpts/Um/8/1979 tanggal 2 Agustus 1979 adalah 270,5 ha, dengan batas-batas sebagai berikut :

a.Bagian Utara : berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain dan Jorong Harau b. Bagian Timur : berbatasan dengan hutan lindung

c. Bagian Selatan : berbatasan dengan Jorong Lubuk Limpato d. Bagian Barat : berbatasan dengan Jorong Lubuk Limpato

Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson kawasan Cagar Alam Lembah Harau mempunyai iklim tipe A. Pada tahun 2010 jumlah rata-rata bulan kering berkisar 4,92 dan jumlah rata-rata bulan basah berkisar 1,17. Suhu rata-rata minimum berkisar 0º C sampai 17º C dan suhu rata-rata maksimum berkisar 25º sampai 33º C. Curah hujan rata-rata dalam lima tahun sebesar 2620,54 mm/tahun dengan hari hujan sebanyak 163,8 hari/tahun. Hari hujan terendah adalah pada bulan Juli sedangkan hari hujan tertinggi adalah pada bulan September dan Oktober di tahun 2013 (BKSDA Sumbar, 2013).

Topografi

Kawasan Cagar Alam Lembah Harau terletak pada ketinggian antara 400 mdpl sampai dengan 800 mdpl. Topografi kawasan ini adalah berbukit-bukit, landai dan terdapat tebing-tebing yang curam yang sering dimanfaatkan orang- orang yang suka olah raga panjat tebing (BKSDA Sumbar, 2013).

(26)

Potensi Kawasan

Kawasan Cagar Alam Lembah Harau selain memiliki keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna juga memiliki potensi sumber daya alam yang dapat di manfaatkan seperti potensi jasa lingkungan. Dimana kawasan ini memiliki sumber air yang saat ini sudah manfaatkan sebagai sumber air minum oleh PDAM Kabupaten Lima Puluh Kota. Terdapat 4 buah sungai yaitu Batang Simalakama, Batang Air Putih, Sungai Air Tiris dan Batang Harau. Sungai-sungai ini mempunyai peranan penting bagi masyarakat disepanjang daerah aliran sungai tersebut, terutama untuk pengairan pertanian, budidaya ikan dan kebutuhan hidup sehari-hari (BKSDA Sumbar, 2013).

Aksesibilitas

Kawasan Cagar Alam Lembah Harau yang berbatasan langsung dengan ruas jalan negara Payakumbuh-Pekanbaru, sangat mudah dijangkau melalui jalandarat dengan kondisi jalan beraspal. Berdasarkan klasifikasi jalannya, cagar alam ini dilalui jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kecamatan, jalan nagari dan jalan jorong (BKSDA Sumbar, 2013).

(27)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai bulan Mei 2015.

Lokasi penelitian adalah di daerah Bukit Simalakama dan Bukit Rangkak pada kawasan hutan Cagar Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Geographic Position System (GPS) untuk menentukan titik/posisi jalur pengamatan, pita ukur (meteran) untuk mengukur keliling pohon, tali rafia untuk pembuatan plot, tongkat kayu/bambu sepanjang 1,3 m untuk memberi tanda pada pohon yang akan diukur diameternya, parang atau gunting tanaman untuk memotong spesimen (daun dan ranting atau cabang), spidol untuk penanda diameter batang dan spesimen, alat pengukur tinggi pohon (clinometer), kompas untuk menentukan arah transek, tally sheet dan alat tulis untuk mencatat data penelitian, kalkulator untuk menghitung data, dan kamera digital untuk dokumentasi di lapangan. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, spesimen daundan ranting atau cabang yang digunakan untuk identifikasi pohon.

Metode Penelitian 1. Petak Pengamatan

Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak. Dengan membuat plot berbentuk persegi panjang dengan ukuran 20 m x 100 m. Kemudian didalamnya dibuat sub-sub

(28)

plot berukuran 20 m x 20 m untuk tingkat pohon, dan10 m x 10 m untuk tingkat tiang. Jarak antar plot dibuat ± 200 m. Peletakan plot dilakukan secara systematic sampling (teratur). Intensitas sampling yang digunakan adalah 5 %.

Jumlah plot yang harus dibuat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut : Luas contoh = luas areal hutan × Intensitas sampling

= 270,5 ha × 5 %

= 13,525 ha Ukuran plot = 20 m × 100 m

= 2000 m2

= 0,2 ha

Sehingga jumlah plot yang harus dibuat adalah :

=Luas Contoh Ukuran Plot

=13,525 ha 0,2 ha

= 67,625

= 68 (dibulatkan)

Plot ukuran 20 m x 100 m

Gambar 1. Desain kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak Keterangan : a = petak contoh tiang (10 m x 10 m)

b = petak contoh pohon (20 m x 20 m)

b B

b a

a

a

(29)

2. Pengambilan Data

Penghitungan biomassa dilakukan dengan metode non destructive sampling yaitu dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan.

Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa.

Pengukuran diameter dilakukan dengan cara melilitkan pita ukur pada batang pohon setinggi dada (1,3 meter) dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah, sehingga data yang diperoleh adalah keliling batang (K=πD). Kemudian data diameter pohon diperoleh dengan rumus D=Kπ-1. Selanjutnya diambil masing-masing spesimen daun dan ranting atau cabang untuk identifikasi jenis.

Untuk pengukuran diameter pada batang pohon yang tidak beraturan bentuknya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Gambar 2. Berbagai cara melakukan pengukuran keliling pohon setinggi dada (Hairiah dkk, 2011)

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Indeks Keanekaragaman dari masing-masing lokasi penelitian menggunakan rumus sebagai berikut :

(30)

a. Kerapatan Suatu Jenis (K)

K=∑ Individusuatu jenis

Luas Petak Contoh ×100%

b. Kerapatan Relatif (KR)

KR=Kerapatan suatu jenis

∑ Luas Petak Contoh×100%

c. Frekuensi Suatu Jenis (F)

F=∑ Sub Petak ditemui Jenis

∑ Seluruh Petak Contoh ×100%

d. Frekuensi Relatif (FR)

FR= Frekuensi suatu jenis

Frekuensi Seluruh Jenis×100%

e. Dominansi (D)

D=Luas Bidang Dasar Suatu Spesies Luas Petak Contoh

f. Dominansi Relatif (DR)

DR= Dominansi suatu jenis

Dominansi Total Seluruh Jenis×100%

g. Indeks Nilai Penting (INP) INP = KR + FR + DR

h. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner H’ = - Σ(Ni/Nt ln Ni/Nt)

keterangan :

Ni = jumlah individu spesies ke-i Nt = jumlah total untuk semua individu

(31)

Kriteria untuk nilai Indeks Keanekaragaman menurut Magurran (1988) yaitu :

1. Rendah, jika nilai H ˂ 1.

2. Sedang, jika nilai H antara 1 dan 3.

3. Tinggi, jika nilai H ˃ 3.

3. Penghitungan Biomassa dan Karbon Tersimpan

Persamaan Allometrik yang digunakan untuk menghitung biomassa adalah persamaan yang disusun oleh Brown (1997) dalam Sutaryo (2009) yang diterapkan untuk dataran rendah pada zona iklim lembab dengan kisaran DBH (diameter breast height) 5-148 (cm) dan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,84.

Y = 42,69 - 12,800 (D) + 1,242 (D)2 Keterangan :

Y = biomassa per pohon (kg) D = diameter (cm)

Untuk penentuan kadar karbon disarankan untuk menggunakan nilai umum yang digunakan di tingkat global yaitu sebesar 0,47 (Manuri dkk, 2011).

Karbon Tersimpan = Biomassa Pohon Per Ha x 0,47

4. Menghitung Jumlah CO2 (karbondioksida) yang Mampu Diserap Tumbuhan

Diketahui bahwa 1 gram karbon (C) ekuivalen dengan 3,67 gram CO2. Sehingga Jumlah gas CO2 (karbondioksida) yang dapat diserap oleh tegakan hutan adalah jumlah karbon tersimpan dikali dengan 3,67 (Mirbach, 2000).

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur dan Komposisi Vegetasi

Dari kegiatan analisis vegetasi yang dilakukan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau di daerah Bukit Simalakama dan Bukit Rangkak, ditemukan 80 jenis tumbuhan dengan komposisi keanekaragaman jenis pada lokasi pengamatan yang cukup bervariasi. Komposisi merupakan penyusun suatu tegakan yang meliputi jumlah jenis/famili ataupun banyaknya individu dari suatu jenis pohon.

Beragamnya jenis tumbuhan yang ditemukan pada lokasi penelitian menunjukkan kesesuaian tumbuhan dengan faktor fisik lingkungan di lokasi tersebut seperti kelembaban, ketersediaan air dan kecepatan angin yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran biji. Menurut Krebs (1985), kelembaban tanah mempengaruhi penyebaran geografi pada sebagian besar pohon pada hutan dan mempengaruhi ketersediaan air tanah yang dapat mempengaruhi keseimbangan air tumbuhan. Kemudian angin mempengaruhi kelembaban udara dan penyebaran biji tumbuhan pada hutan.

Pada tingkat pohon, nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhodelia teysmanii sebesar 53,33% dan nilai INP terendah terdapat pada jenis Dyobalanops sp. sebesar 0,18%. Sedangkan pada tingkat tiang, nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Nephelium mutabile sebesar 46,30% dan jenis dengan nilai INP terendah terdapat pada jenis Noolitsea cassifolia yaitu sebesar 0,27%. Selengkapnya terlampir pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Berikut lima jenis tumbuhan dengan nilai INP yang tinggi pada tingkat pohon dan tingkat tiang yang tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2.

(33)

Tabel 1. Lima jenis pohon dengan nilai INP yang tinggi

No Nama Latin Family/Suku KR FR DR INP

1 Rhodelia theysmanii Hammamelidace 23,31 6,12 23,8 53,33

2 Nephelium mutabile Sapindaceae 13,49 6,66 10,2 30,36

3 Vatica sp. Dipterocarpacea 8,67 6,45 7,14 22,26

4 Casuarina sumatrana Casuarinaceae 5,49 4,73 9,71 19,93

5 Dialium platysepalum Caesalpinaceae 3,66 3,87 3,96 11,48

Tabel 2. Lima jenis tiang dengan nilai INP yang tinggi

No Nama Latin Family/Suku KR FR DR INP

1 Nephelium mutabile Sapindaceae 18,47 8,62 19,21 46,30

2 Litsea sp. Lauraceae 7,48 6,83 7,43 21,75

3 Rhodelia theysmanii Hammamelidace 7,32 4,90 7,41 19,64

4 Calophyllum dasipodum Guttiferae 6,85 6,09 6,65 19,58

5 Vatica sp. Dipterocarpaceae 6,05 5,94 5,93 17,93

Nilai INP tertinggi pada tingkat pohon dan tingkat tiang yang terdapat pada jenis Rhodelia teysmanii dan Nephelium mutabile menunjukkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis dengan kedudukan paling penting atau paling dominan menurut tingkat pertumbuhannya di dalam Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soerianegara dan Indrawan (2005) bahwa indeks nilai penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas.

Pada tingkat tiang, tiga jenis tumbuhan dengan nilai INP yang tinggi berturut-turut yaitu Nephelium mutabile, Litsea sp., dan Rhodelia teysmanii.

Namun pada tingkat pohon, nilai INP yang tinggi berturut-turut terdapat pada jenis Rhodelia teysmanii, Nephelium mutabile dan Vatica sp. Hal ini menunjukkan bahwa

(34)

jenis Rhodelia teysmanii lebih mampu berkompetisi daripada jenis lainnya, sehingga saat memasuki tahap pertumbuhan tingkat pohon mampu mengejar dan melebihi INP jenis Nephelium mutabile yang lebih dominan pada tahap pertumbuhan di tingkat tiang.

Jumlah individu yang ditemukan adalah sebanyak 246 individu/ha. Dengan demikian dapat dilihat bahwa Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau memiliki jumlah jenis (80 jenis) yang lebih rendah namun dengan jumlah individu/ha yang relatif sama jika dibandingkan penelitian yang sudah dilakukan pada kawasan hutan cagar alam yang lain, seperti di Cagar Alam Tangkoko Sulawesi Utara oleh Kinho dkk (2010), melaporkan bahwa ditemukan 86 jenis dengan jumlah individu sebanyak 245 individu/ha. Sedangkan di Kawasan Cagar Alam Cycloops Jayapura oleh Suharno dan Alfred (2009), ditemukan lebih rendah yaitu 43 jenis dengan jumlah individu sebanyak 116 individu.

Struktur tegakan hutan alam dapat dilihat dari nilai kerapatan atau dari hubungan antara kelas diameter dengan kerapatan. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data kerapatan total tingkat tiang lebih tinggi dari kerapatan total pada tingkat pohon. Hal ini dikarenakan kompetisi yang terjadi pada tingkat pohon lebih tinggi. Dengan ukuran diameter yang besar dan ukuran tajuk juga semakin lebar menyebabkan terhalangnya cahaya matahari yang akan diterima tumbuhan disekitarnya. Sehingga hanya sedikit tumbuhan yang dapat bertahan. Sebagaimana pernyataan Junaidi (2009) bahwa cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Panjang penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan.

Selanjutnya Richard (1964) mengatakan bahwa pada tegakan hutan biasanya

(35)

kerapatan pohon akan tinggi pada kelas diameter kecil dan akan menurun pada kelas diameter yang makin besar. Sebagaimana yang tersaji pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan nilai kerapatan total per-ha pada pohon dan tiang

Sedangkan dominansi total tingkat tiang lebih rendah dari dominansi total tingkat pohon. Hal ini dikarenakan nilai luas bidang dasar pada tingkat pohon lebih tinggi. Besar kecilnya nilai luas bidang dasar ditentukan dari ukuran diameter, semakin besar diameter maka luas bidang dasar juga semakin besar. Luas bidang dasar juga dipengaruhi oleh jenis dan umur pohon. Sebagaimana pernyataan dari Yefri (1987) bahwa yang paling berpengaruh dalam menentukan diameter batang adalah jenis dan umur pohon. Seperti yang tersaji pada Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan nilai dominansi total per-ha pada pohon dan tiang 152,65

369,41

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Pohon Tiang

Kerapatan (ind)/ha

11,68

1,85 0,00

2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00

Pohon Tiang

Dominansi(m2)/ha

(36)

Nilai KR, FR, dan DR pada tingkat tiang tertinggi terdapat pada jenis Nephelium mutabile yaitu berturut-turut sebesar 18,47%, 8,62%, dan 19,21%.

Sedangkan pada tingkat pohon nilai KR dan DR tertinggi terdapat pada jenis Rhodelia teysmanii yaitu berturut-turut sebesar 23,31% dan 23,89%. Nilai FR tertinggi terdapat pada jenis Nephelium mutabile sebesar 6,66%.

Kerapatan relatif (KR) merupakan persentase individu jenis dalam komunitas. Nilai KR yang beragam dikarenakan kondisi kawasan hutan yang memiliki variasi lingkungan yang tinggi. Sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas (Loveles, 1989). Selanjutnya menurut Sofyan (1991), kerapatan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan serta tersedianya biji.

Frekuensi merupakan nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis di dalam komunitasnya. Frekuensi dipengaruhi oleh : (1) Pengaruh luas petak contoh, semakin luas maka semakin besar jumlah jenis terambil frekuensi semakin besar. (2) Pengaruh penyebaran tumbuhan, jenis yang menyebar merata berpeluang frekuensi semakin besar. (3) Tumbuhan yang tajuknya sempit akan mempunyai peluang terambil lebih besar daripada luasan yang sama sehingga frekuensi semakin besar. Frekuensi kehadiran suatu jenis organisme di suatu habitat menunnjukkan keseringhadiran jenis tersebut di habitat tersebut.

Tumbuhan pada kawasan hutan Cagar Alam Lembah Harau termasuk dalam kategori aksidental. Sebagaimana pernyataan Suin (2002) bahwa frekuensi kehadiran dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis yang aksidental

(37)

(frekuensi 0-25%), jenis assesori (frekuensi 25-50%), jenis konstan (frekuensi 50- 75%), dan jenis absolut (frekuensi di atas 75%).

Dominansi merupakan besaran yang menyatakan derajat penguasaan ruang. Dominansi relatif (DR) menunjukkan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh jenis tumbuhan dengan luas total habitat serta menunjukkan jenis tumbuhan yang dominan didalam komunitas (Indriyanto, 2008). Selanjutnya Odum (1998) menyebutkan bahwa jenis yang dominan mempunyai produktifitas yang besar, dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter batangnya.

Nilai indeks keanekaragaman jenis Shanon-Wiener (H’) pada tingkat tiang dan tingkat pohon yang diperoleh yaitu berturut-turut sebesar 3,19 dan 3,10 sehingga menurut kriteria Magurran (1988) termasuk ke dalam kriteria tinggi.

Tingginya nilai tersebut dikarenakan Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau termasuk ke dalam kawasan konservasi yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang dilindungi sehingga aman dari gangguan masyarakat sekitar. Jika dibandingkan dengan penelitian lain seperti di Cagar Alam Martelu Purba oleh Viandhy (2007), yang melaporkan bahwa diperoleh nilai indeks keanekaragaman jenis yang lebih rendah yaitu berturut-turut sebesar 1,50 dan 1,78 pada tingkat tiang dan tingkat pohon. Di kawasan hutan Cagar Alam Tangkoko Sulawesi Utara oleh Kinho dkk (2010) diperoleh nilai indeks keanekaragaman sebesar 2,93.

Nilai keanekaragaman yang tinggi juga menunjukkan stabilnya suatu ekosistem. Odum (1998) mengatakan bahwa keanekaragaman identik dengan kestabilan suatu ekosistem, yaitu jika keanekaragaman suatu ekosistem tingi, maka

(38)

kondisi ekosistem tersebut cenderung stabil. Dengan demikian menjaga dan memelihara Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau merupakan hal yang perlu dilakukan agar kelestariannya tetap terjaga.

Biomassa dan Karbon Tersimpan

Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan nilai biomassa pada tingkat pohon dan tingkat tiang berturut-turut sebesar 120,94 ton/ha dan 12,20 ton/ha. Nilai cadangan karbon tersimpan pada tingkat pohon sebesar 56,84 ton C/ha. Sedangkan pada tingkat tiang nilai cadangan karbon tersimpannya lebih rendah yaitu sebesar 5,73 ton C/ha. Total nilai cadangan karbon tersimpan pada tingkat pohon dan tingkat tiang adalah 62,57 ton C/ha. Sehingga total nilai cadangan karbon tersimpan pada Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau untuk tingkat pohon dan tingkat tiang seluas 270,5 ha adalah 16.925,185 ton C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masripatin dkk (2010) bahwa cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar antara 7,5–264,70 ton C/ha. Perhitungan nilai biomassa dan karbon tersimpan terlampir pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.

Nilai kandungan karbon/ha di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang sudah dilakukan di tempat lain. Seperti di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung oleh Muhammad (2010), melaporkan bahwa didapatkan nilai kandungan karbon/ha sebesar 132,61 ton C/ha.

Purba (2011), melaporkan bahwa di Kawasan Hutan Cagar Alam Martelu Purba didapatkan nilai kandungan karbon/ha sebesar 222,53 ton C/ha. Setiawan (2013), melaporkan bahwa di Kawasan Hutan Cagar Alam Gunung Tilu didapatkan nilai kandungan karbon/ha sebesar 149,31 ton C/ha. Hal ini dikarenakan pada kawasan hutan cagar alam yang lain tersebut ditemukan jumlah pohon/ha yang lebih banyak

(39)

dengan ukuran diameter yang lebih besar. Sehingga nilai kandungan karbon tersimpan di kawasan hutan tersebut lebih tinggi.

Perbedaan tingkat penyerapan karbon oleh tumbuhan salah satunya dikarenakan oleh umur tumbuhan. Diameter batang akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tumbuhan sehingga karbon yang dapat ditimbun dalam tubuh tumbuhan juga semakin besar. Kondisi lingkungan dengan curah hujan yang cukup serta kesuburan tanah yang baik juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan karbon menjadi semakin tinggi. Sebagaimana pernyataan dari Dury (2002) bahwa tingkat serapan karbon yang tinggi umumnya terjadi pada lokasi lahan dengan kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tanaman yang cepat tumbuh, walaupun tingkat dekomposisi juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan karbon antara lain adalah: iklim, topografi, karakteristik tanah, spesies dan komposisi umur pohon, serta tahap pertumbuhan pohon.

Berikut perbandingan nilai karbon tersimpan/ha pada pohon dan tiang di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau yang tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5. Perbandingan nilai karbon tersimpan per-ha pada pohon dan tiang 56,84

5,73 0,00

10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

Pohon Tiang

Karbon Tersimpan (ton)/ha

(40)

Jumlah CO2 (karbondioksida) yang Mampu Diserap Tumbuhan

Jumlah CO2 (karbondioksida) yang mampu diserap tumbuhan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau adalah ekuivalen 229,63 ton CO2/ha. Sehingga total jumlah CO2 (karbondioksida) yang mampu diserap tumbuhan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau seluas 270,5 ha adalah ekuivalen 62.114,915 ton CO2. Dengan demikian Cagar Alam Lembah Harau mempunyai fungsi untuk memfiksasi karbon dan menyimpannya dalam ekosistem yang tersimpan dalam vegetasi yang dikenal dengan rosot (sink) CO2 (karbondioksida).

Jika dibandingkan dengan penelitian lain, jumlah CO2 (karbondioksida) yang mampu diserap tumbuhan di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau lebih rendah, seperti di Cagar Alam Martelu Purba oleh Purba (2011) didapatkan nilai lebih tinggi sebesar 816,70 ton CO2/ha. Setiawan (2013), melaporkan di Kawasan Hutan Cagar Alam Gunung Tilu didapatkan nilai sebesar 547,97 ton CO2/ha. Hal ini dikarenakan nilai kandungan karbon tersimpan di Cagar Alam Lembah Harau lebih rendah sehingga jumlah CO2 (karbondioksida) yang mampu diserap tumbuhan di kawasan tersebut juga lebih rendah.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ditemukan 80 jenis tumbuhan dengan komposisi jenis pada tingkat tiang sebanyak 14 jenis, pada tingkat pohon sebanyak 22 jenis dan pada kedua jenis tingkat pohon dan tingkat tiang sebanyak 44 jenis dengan jumlah individu total sebanyak 246 individu/ha.

2. Kerapatan total pada tingkat tiang sebesar 369,41 ind/ha lebih tinggi dari kerapatan total pada tingkat pohon sebesar 152,65 ind/ha.

3. Nilai INP tertinggi pada tingkat tiang yaitu pada jenis Nephelium mutabile sebesar 46,30%. Sedangkan pada tingkat pohon Nilai INP tertinggi yaitu pada jenis Rhodelia teysmanii sebesar 53,33%.

4. Nilai indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) pada tingkat tiang dan tingkat pohon di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau sebesar 3,19 dan 3,10 termasuk kedalam kategori tinggi.

5. Total nilai cadangan karbon tersimpan pada tingkat tiang dan tingkat pohon di Kawasan Hutan Cagar Alam Lembah Harau seluas 270,5 ha adalah sebesar 16.925,185 ton C.

Saran

Disarankan untuk memilih tanaman jenis Rhodelia teysmanii dan Nephelium mutabile jika dilakukan kegiatan penanaman untuk perbaikan hutan di kawasan Cagar Alam Lembah Harau.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arif, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

BKSDA. 2013. Buku Informasi Kawasan Konservasi Provinsi Sumatera Barat.

BKSDA Sumatera Barat. Departemen Kehutanan. Republik Indonesia.

Daniel, T.W., J.A. Helms and F.S. Baker. 1992. Prinsip-Prinsip Silvinatural.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1992. Manual Kehutanan. Penerbit Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Dury, S.J., P.J. Polglase, dan T. Vercoe. 2002. Greenhouse Resource Kit for Private forest Growers. Agriculture, Fisheries and Forestry-Australia CSIRO. Australia.

Greenaway, T. 1997. Buku Saku Pohon. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Hairiah K., A. Ekadinata, R.R. Sari dan S. Rahayu. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari Tingkat Lahan Kebentang Lahan. Petunjuk Praktis. Edisi Kedua. Penerbit World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (UB). Malang.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Junaidi, W. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman.

http://wawan-junaidi.blogspot.com [diakses pada tanggal 20 Juni 2015].

Krebs, C.J. 1985. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. New York: Harper & Row Publishers Inc, p.

106.

Kinho, J., A. Suryawan., A. Maayasari. 2010. Struktur dan Sebaran Jenis-Jenis Suku Euphorbiaceae di Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.

Jurnal Vol. 3 N0. 2. Balai Penelitian Kehutanan Manado. Manado.

Loveless, A.R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2.

Percetakan PT Gramedia. Jakarta.

Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Princeton University Press. USA.

Manuri, S., C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. Penerbit Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation – GIZ. Palembang.

(43)

Masripatin N., K. Ginoga, A. Wibowo, W.S. Dharmawan, C.A. Siregar, M. Lugina, Indartik, W. Wulandari, N. Sakuntaladewi, R. Maryani, G. Pari, D.

Apriyanto, B. Subekti, D. Puspasari, A.S. Utomo. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Kampus Balitbang Kehutanan. Bogor.

Mirbach, M. 2000. Carbon Budget Accounting At The Forest Management Unit Level An Overview Of Issues And Methods. Canada’a Model Forest Program, Natural Resources Canada. Canadian Forest Service. Ottawa.

Muhammad, G.I. 2010. Karbon Tersimpan Dalam Biomassa Pohon di Hutan Pantai Barat Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Laporan Kuliah Kerja Lapang. Universitas Padjajaran. Bandung.

Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi, Edisi Ketiga, Terjemahan: Tjahyono Samingan. Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 1996. SK Dirjen PHPA No 129 Tahun 1996 Tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, Taman Buru, dan Hutan Lindung. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta.

Purba, J. 2011. Potensi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Meranti Pada Beberapa Kelas Diameter di Cagar Alam Martelu purba Simalungun Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rhicard, P.W. 1964. The Tropical Rain Forest and Ecological Study. Cambridge University Press. Cambridge.

Rusbiantoro, D. 2008. Global Warming For Beginner. Penerbit Gramedia.

Yogyakarta.

Ruslan, M. 1986. Studi Perkembangan Suksesi Pada Hutan Alam Sekunder di Daerah Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Mandiangin Kalimantan Selatan. Penerbit Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Rusolono, T. 2006. Model Pendugaan Persediaan karbon Tegakan Agroforestry untuk Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(44)

Setiawan, E. 2013. Dokumen Pra REDD Cagar Alam Gunung Tilu. DOC : 3.6.5- TR-2013. Komponen 3. ICWRMIP-CWMBC. Bandung.

Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sofyan, M. Z. 1991. Analisis Vegetasi Pohon di Hutan Saloguma. Tesis Sarjana Biologi. FMIPA-UNAND. Padang.

Suharno dan A.A. Alfred. 2009. Regenerasi Vegetasi Tingkat Pohon di Kawasan Penyangga Cagar Alam Cycloops Jayapura Selatan Kota Jayapura. Jurnal Biologi PapuaVol. 1 No. 1. Universitas Cendrawasih. Jayapura.

Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Penerbit Universitas Andalas. Padang.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Penerbit Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

Syahbudin. 1987. Dasar-Dasar Ekologi Tumbuhan. Padang : Universitas Andalas Press.

Viandhy, M.H.P. 2007. Analisis Vegetasi di Cagar Alam Martelu Purba Desa Purba Tongan Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

Skripsi. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. USU. Medan.

Wahyudi A., S.P. Harianto dan A. Darmawan. 2014. Keanekaragaman Jenis Pohon di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman. Jurnal Sylva Lestari Vol. 2 No. 3. Unlam. Lampung.

Wanggai, F. 2009. Manajemen Hutan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Secara Berkelanjutan. PenerbitGrasindo. Manokwari.

Yefri, N. 1987. Struktur Pohon Hutan Bekas Tebangan di Air Gadang Pasaman.

Tesis Sarjana Biologi (Tidak dipublikasi). FMIPA-UNAND. Padang.

Zain, A.S. 1996. Hukum lingkungan Konservasi Hutan. Penerbit Rineka Cipta.

Jakarta.

(45)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data curah hujan Kabupaten Lima Puluh Kota selama 5 tahun

No B u l a n

T a h u n

2009 2010 2011 2012 2013

Jml Hari

Jml M3

Jml Hari

Jml M3

Jml Hari

Jml M3

Jml Hari

Jml M3

Jml Hari

Jml M3

1 Januari 9 159,8 15 250,0 14 164,5 5 50 7 39,0

2 Februari 9 172,9 14 246,5 8 170,0 14 214 17 202,0

3 Maret 16 194,5 17 272,8 15 211,0 8 208 16 213,0

4 April 18 289,3 20 496,0 18 314,0 17 285 19 151,3

5 Mei 9 76,3 13 148,0 12 260,0 8 145 7 92,0

6 Juni 13 270,3 16 207,8 5 93,0 11 171 6 65,0

7 Juli 5 108,5 16 152,2 9 67,5 9 119 8 111,0

8 Agustus 14 182,7 15 195,7 14 116,0 8 86 3 75,0

9 Sept 11 92,7 16 473,8 14 283,0 7 146 21 207,0

10 Okt 17 288,6 8 98,7 13 232,5 21 208 19 649,0

11 Nov 22 518,2 23 253,0 20 307,0 25 493 15 176,0

12 Des 27 614,6 14 141,5 15 208,5 20 327 15 339,0

T o t al 169 2968,4 187 2936,0 157 2427,0 153 2452,0 153 2319, 3

(46)

100°41'0"E 100°40'30"E

100°40'0"E 100°39'30"E

100°39'0"E

0°5'0"S 0°5'0"S

0°5'30"S 0°5'30"S

0°6'0"S 0°6'0"S

0°6'30"S 0°6'30"S

0°7'0"S 0°7'0"S

PETA KAWASAN KONSERVASI PETA KAWASAN KONSERVASI CAGAR ALAM LEMBAH HARAU CAGAR ALAM LEMBAH HARAU

CAGAR ALAM : LEMBAH HARAU DESA/NAGARI : HARAU, TARANTANG KECAMATAN : HARAU

KABUPATEN : LIMA PULUH KOTA Skala 1 : 25.000

0 0.25 0.5 Kilometers1

Sistem Koordinat ...World Geographyc System Datum ...WGS_1984 Proyeksi ...Lintang / Bujur Unit Grid ...Interval 30 detik Sumber data :

1. Peta penunjukan kawasan hutan Propinsi Sumatera Barat Nomor SK. 35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013;

2. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 0815 - 43 Payakumbuh Edisi I - 1984 Skala 1 : 50.000

101°30'0"E 101°30'0"E

101°0'0"E 101°0'0"E

100°30'0"E 100°30'0"E

100°0'0"E 100°0'0"E

0°0'0" 0°0'0"

0°30'0"S 0°30'0"S

Peta Situasi skala 1 : 3.000.000 Lokasi dipetakan

Jalan Kelas I Jalan Kelas II Jalan Arteri - Medium Jalan Arteri - Thin Jalan Perumahan / Desa Jalan Kecil / Gang

Bundaran / Tugu Jalan Perkebunan Jalan Tanah Landasan Airport Rel Kereta Api

KEMENTERIAN KEHUTANAN

CAGAR ALAM LEMBAH HARAU

KPA/KSA

®

AIR PUTIH

KETERANGAN

Sungai Jalan AIR APL HL

HP HPK HPT KSA/KPA

Lampiran 2. Peta Kawasan Cagar Alam Lembah Harau

Gambar

Gambar 1. Desain kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak  Keterangan :  a = petak contoh tiang (10 m x 10 m)
Gambar 2. Berbagai cara melakukan pengukuran keliling pohon setinggi dada        (Hairiah dkk, 2011)
Gambar 3. Perbandingan nilai kerapatan total per-ha pada pohon dan tiang

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penting sekali motivasi orang tua terhadap peningkatan belajar anak, karena motivasi dari orang tua juga merupakan sesuatu yang menunjang terhadap

JADWAL PERWALIAN JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEMESTER GANJIL 2016-2017 STMIK

eknis, dan aspek biaya telah dilakukan terhadap ditetapkan sebagai calon Penyedia Jasa oleh P ang Kelas Belajar (RKB) MTsN Karanganyar netapan tersebut diumumkan dalam

Aplikasi Manajemen Penjadwalan di Pro 2 Lembaga Penyiaran Republik RRI Cirebon Raditya Danar D., M.Kom Odi Nurdiawan, S.Kom PAGI 19 31131598 MOCH FAUZI Informasi Transaksi Penjualan

Nama Paket Pekerjaan : Pembangunan Gedung Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Pagar Dewa Tahun 20179. Unsur-Unsur Yang Dievaluasi : Dokumen Penawaran

Penanganan [asu. celah bibir dan langit- langil pada anak-anak dapat dilakukan peranalann] a tergannrng pada llasifilasi kelainan yaitu | Celah pada 'Primary

dilihat dari data hasil matering selama 1 tahun di tahun 2015, dimana data yang dihasilkan dari data 1 bulan dari januari sampai desember 2015, untuk nilai temperatur

Sampel pada penelitian ini ialah 46 perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2016 yang diambil dengan mengunakan