• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deterjen

Deterjen adalah campuran berbagai bahan yang digunakan untuk membantu pembersihan. Deterjen terdiri dari 20-30 persen surfaktan, 70-80 persen builder, dan 2-3 persen bahan aditif seperti parfum, softener dan anti corrosion.

2.1.1 Surfaktan

Surfaktan atau surface active agent merupakan senyawa organik terlarut (dissolved organics ) dengan berat molekul 342, 4 dalton. Berdasarkan spektrum membran filtasi, surfaktan memiliki diameter partikel ± 0, 001 μm (1 nm ) .

Gambar 2.1 Spektrum Membran Filtasi

Sumber : PT DOW Water and Process Solution

342 da

 

   

 

 

   

   

(2)

Surfaktan memiliki dua gugus aktif yang berbeda yaitu gugus hidrofob dan gugus hidrofil. Gugus hidrofob merupakan gugus non polar yang tidak larut didalam air dan berperan untuk menarik kotoran dan lemak sedangkan gugus hidrofil merupakan gugus polar yang dapat larut dalam air.

Surfaktan membersihkan kotoran pada pakaian melalui beberapa tahapan yaitu penurunan tegangan permukaan air dan pembentukan misel yang tersuspensi di dalam air. Penurunan tegangan permukaan air terjadi karena adanya akumulasi surfaktan pada permukaan air yang menyebabkan gangguan pada ikatan-ikatan molekul air. Kemudian ekor surfaktan yang bersifat hidrofob berinteraksi dengan lemak dan kotoran pada pakaian sedangkan gugus polar pada surfaktan berinteraksi dengan air sehingga surfaktan tetap berada di dalam air. Surfaktan yang telah mengikat lemak dan kotoran berkumpul menjadi satu kesatuan yang disebut sebagai misel. Misel yang terbentuk mengapung di dalam air menjadi padatan tersuspensi yang menyebabkan warna air menjadi lebih keruh. Ilustrasi penurunan tegangan permukaan air dan pembentukan misel oleh surfaktan dapat dilihat pada Gambar 2. 2 dan Gambar 2. 3.

Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan air dan mengikat kotoran menyebabkan surfaktan digunakan dalam proses pencucian.

Surfaktan sintetik yang digunakan oleh produsen deterjen terdiri dari beberapa jenis yaitu surfaktan anionik, kationik dan non-ionik. Namun surfaktan yang sering digunakan di pasaran adalah surfaktan anionik. Surfaktan anionik adalah surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion dan menghasilkan ion aktif permukaan yang bermuatan negatif ketika terionisasi di dalam air. Surfaktan anionik lebih banyak digunakan di pasaran karena sifatnya yang lebih stabil di dalam air, memiliki daya bersih yang kuat dan ekonomis. Contoh surfaktan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah alkil benzene sulfonat dan linear alkil sulfonat.

 

   

 

 

   

   

(3)

Gambar 2. 2 Penurunan Tegangan Permukaan Air oleh Surfaktan

Gambar 2.3 Pembentukan Misel oleh Surfaktan

Sumber :Detergent Data Sheet from Advocate for the Consumer, Cosmetic, Hygiene and Specially Products Industry

Alkil benzena sulfonat atau ABS merupakan jenis surfaktan dengan rantai bercabang yang berasal dari persenyawaan sulfonat dan memiliki struktur bangun seperti yang terlihat pada Gambar 2.4.

SO3Na

Gambar 2.4 Struktur Bangun Alkil Benzene Sulfonat

Alkil benzene sulfonat merupakan jenis surfaktan yang dapat menghasilkan banyak busa. Namun penggunaan ABS sudah dilarang di beberapa negara di dunia karena sifatnya yang sulit terdegradasi ketika dibuang ke  

   

 

 

   

   

(4)

lingkungan sehingga dilakukan pengembangan jenis surfaktan lainnya yang lebih mudah terdegradasi di lingkungan yaitu linear alkil benzene sulfonat atau LAS.

Gambar 2.5 Struktur Bangun Linear Alkil Benzene Sulfonat

LAS merupakan senyawa alkil sulfonat dengan rantai lurus sehingga lebih mudah didegradasi ketika berada di lingkungan. Sifat LAS yang biodegradable membuat para produsen deterjen lebih sering menggunakan LAS sebagai surfaktan.

Kandungan surfaktan di dalam suatu larutan dinyatakan sebagai angka MBAS (methylene blue active substance) yang menunjukkan jumlah surfaktan aktif yang terdapat di dalam air. Surfaktan bersifat sulit didegradasi dan dapat menyebabkan pencemaran pada air sungai yang menyebabkan kematian pada ikan. Bila kondisi badan air sudah menghitam atau terbentuk busa yang melimpah dapat mempengaruhi kontak udara dengan deterjen di perairan terganggu sehingga proses penguraian secara aerobik terhambat.

2.1.2 Builder

Secara alamiah, air mengandung sejumlah ion-ion terlarut seperti ion Ca2+

dan ion Mg2+ yang merupakan ion-ion penyebab kesadahan. Ion Ca2+ dan ion Mg2+ di dalam air dapat bereaksi dengan sejumlah ion bemuatan negatif yang dihasilkan dari ionisasi surfaktan anionik sehingga surfaktan mengalami deaktivasi. Deaktivasi surfaktan menyebabkan penurunan kinerja surfaktan yang secara fisik terlihat dari kegagalan pembentukan busa dan proses pencucian yang berlangsung tidak efisien.

Kinerja deterjen dalam membersihkan pakaian ditingkatkan dengan melakukan penambahan builder ke dalam komposisi deterjen. Builder merupakan  

   

 

 

   

   

(5)

senyawa penguat yang dapat melunakkan air sadah dengan cara mengikat ion Ca2+

dan ion Mg2+. Selain mengikat ion Ca2+dan ion Mg2+, builder dapat menciptakan kondisi keasaman yang tepat sehingga proses pembersihan berlangsung dengan baik dan membantu surfaktan untuk mendispersikan kotoran dan lemak. Ilustrasi pengikatan ion-ion penyebab kesadahan di dalam air oleh builder dapat dilihat pada Gambar 2.6 .

Gambar 2.6 Mekanisme Pengikatan Ion-Ion Kesadahan di dalam Air oleh Builder.

Sumber : Detergent Data Sheet from Advocate for the Consumer, Cosmetic, Hygiene and Specially Products Industry

Menurut cara kerjanya di dalam air, builder dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sequestrating builder, precipitating builder, dan ion exchange builder (Anonim, __ ). Sequestrating builder merupakan jenis builder yang terlarut di dalam air dan membentuk kompleks ion Ca2+ dan ion Mg2+ yang dapat larut di dalam air. Senyawa yang termasuk ke dalam builder jenis ini adalah senyawa- senyawa fosfat seperti tripolyphosphate (STPP), tetrasodium pyrophosphate, hexametaphosphate dan senyawa-senyawa non fosafat seperti ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) dan diethylene triamine pentaacetic acid (DTPA).

Builder jenis fosfat sering digunakan oleh para produsen deterjen karena kinerjanya yang baik dalam melakukan pencucian. Namun dewasa ini, beberapa negara di dunia melakukan pelarangan terhadap penggunaan builder fosfat karena senyawa fosfat dapat menyebabkan proses eutrofikasi pada badan air. Eutrofikasi merupakan proses pengkayaan unsur hara pada badan air yang menyebabkan pertumbuhan tanaman air seperti eceng gondok yang berlebih. Hal ini menyebabkan konsumsi oksigen oleh eceng gondok meningkat sehingga kadar  

   

 

 

   

   

(6)

oksigen di dalam air menjadi berkurang yang mengakibatkan perubahan warna pada air sungai dan kematian ikan.

Sifat builder fosfat yang tidak ramah lingkungan membuat para produsen deterjen mulai menggunakan builder lain yang berasal dari senyawa non fosfat.

Contoh builder yang berasal dari senyawa non fosfat adalah zeolit dan garam- garam netral seperti natrium klorida, natrium karbonat dan natrium sulfat. Selain sebagai builder, garam-garam netral pada deterjen dapat mengatur berat jenis deterjen. Natrium sulfat juga dapat menurunkan Critical Micelle Concentration (CMC) dari surfaktan organik sehingga konsentrasi pencucian efektif dapat tercapai (Putranto,___).

2.1.3 Bahan-Bahan Aditif

Bahan-bahan aditif merupakan sejumlah komponen deterjen dengan komposisi yang kecil yaitu 2-3 persen. Komponen-komponen deterjen yang termasuk ke dalam bahan aditif adalah alkali, parfum, antimicrobial agent, softener, anti corrotion agent, dll. Alkali berperan untuk meningkatkan pH laundry sehingga proses emulsi lemak dan pengikatan kotoran berlangsung lebih baik. Namun peningkatan pH pada air dapat merusak struktur deterjen sehingga perlu dilakukan pengaturan konsentrasi alkali di dalam deterjen. Contoh alkali yang sering digunakan oleh produsen deterjen adalah natruim karbonat, natrium bikarbonat, dan natrium sitrat.

2.2 Limbah Laundry

Laundry adalah jasa yang menawarkan fasilitas kegiatan pencucian pakaian, karpet, boneka, sepatu, tas, dll (Tri, 2008). Laundry sebagai usaha yang berkembang pesat menjadi salah satu konsumen deterjen yang cukup besar.

Disamping kelebihannya yang memudahkan penduduk dalam memperoleh pakaian bersih, laundry memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Deterjen mengandung sejumlah komponen berbahaya bagi lingkungan sehinggga  

   

 

 

   

   

(7)

pembuangan air limbah laundry ke badan sungai dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Karakteristik air limbah laundry dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Laundry

No Parameter analisis Satuan Hasil analisis 1

2

TSS pH

ppm 298

7,39

3 BOD ppm 395

4 COD ppm 627,3

5 MBAS ppm 36,3

Sumber : Penyisihan Fosfat dan Surfaktan Menggunakan Koagulan Biji Kelor (Moringa oleifera) pada Limbah Pencucian Pakaian (Halomoan, tanpa tahun)

2.2.1 pH

Air limbah laundry memiliki pH basa akibat padatan dari pakaian yang diikat oleh deterjen. Kondisi pH yang basa dapat menyebabkan iritasi pada kulit sehingga diperlukan suatu pengolahan limbah laundry untuk menghindari bahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup sekitar.

2.2.2 Kekeruhan

Besarnya nilai kekeruhan air dapat menjadi ukuran tidak langsung jumlah padatan tersuspensi yang berada di dalam air. Padatan tersuspensi adalah bahan- bahan tersuspensi dengan diameter partikel lebih besar dari 1μm yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 μm dan menyebabkan warna keruh pada air. Air limbah laundry memiliki angka kekeruhan yang cukup tinggi karena adanya pembentukan misel pada saat proses pencucian berlangsung. Misel yang terbentuk merupakan padatan organik yang tersuspensi di dalam air.

2.2.3 Bahan organik

Zat organik di dalam air umumnya merupakan senyawa yang dapat didegradasi dengan mudah. Namun beberapa senyawa organik seperti ABS, tannin dan lignin sulit didegradasi oleh mikroorganisme ketika berada di lingkungan.

 

   

 

 

   

   

(8)

Deterjen mengandung surfaktan yang merupakan senyawa organik yang sulit didegradasi. Gugus alkil pada surfaktan merupakan rantai hidro karbon yang menyebabkan kandungan organik pada air hasil pencucian laundry menjadi tinggi.

Kandungan organik di dalam air limbah dapat dinyatakan sebagai angka permanganat. Angka permanganat menunjukkan sejumlah kandungan organik yang dioksidasi oleh kalium permanganat.

2.3 Teknologi Pengolahan

Antisipasi pencemaran lingkungan akibat limbah laundry dapat diantisipasi dengan melakukan pengolahan limbah laundry menjadi air bersih yang dapat digunakan kembali untuk kehidupan sehari-hari mengacu pada persyaratan air bersih Permenkes 416/1990. Beberapa parameter penting pada limbah laundry yang harus diperhatikan untuk memperoleh air bersih adalah kekeruhan, pH, kandungan organik dan kandungan deterjen.

Seperti yang terlihat pada Tabel 1.1 limbah laundry memiliki kandungan padatan tersuspensi dan nilai COD yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa padatan tersuspensi di dalam air limbah laundry merupakan padatan tersuspensi organik. Padatan tersuspensi organik yang menyebabkan kekeruhan pada air limbah laundry dapat dipisahkan dari air dengan menggunakan metode koagulasi dan flokulasi sehingga diperoleh air bersih yang sesuai dengan Permenkes 416/1990.

Selain metode koagulasi dan flokulasi, metode lain yang dapat digunakan dalam mengolah air limbah laundry menjadi air bersih adalah adsorpsi karbon aktif, filtrasi pasir aktif dan kombinasi antara adsorpsi karbon aktif dan filtrasi pasir aktif. Surfaktan aktif dalam bentuk ion terlarut di dalam air diharapkan dapat diserap menggunakan proses adsorpsi oleh karbon aktif sehingga kandungan surfaktan dapat menurun sedangkan misel yang merupakan padatan tersuspensi dapat disaring menggunakan pasir aktif.

 

   

 

 

   

   

(9)

2.3.1 Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi dan flokulasi merupakan proses pemisahan padatan tersuspensi dari air dengan cara melakukan penambahan koagulan dan flokulan ke dalam air sehingga partikel padatan tersuspensi menjadi lebih besar untuk dapat diendapkan secara gravitasi. Secara alamiah, padatan tersuspensi merupakan padatan yang sulit diendapkan karena memiliki permukaan yang bermuatan negatif. Muatan ini menyebabkan gaya tolak menolak antara partikel sehingga partikel-partikel tidak dapat berkumpul untuk membentuk padatan yang lebih besar.

Pembentukan padatan yang lebih besar dilakukan dengan menambahkan senyawa koagulan ke dalam air. Koagulan merupakan senyawa dengan ion positif yang dapat menarik padatan-padatan tersuspensi sehingga terbentuk endapan besar yang disebut sebagai flok. Flok yang terbentuk pada proses koagulasi diperbesar dengan melakukan penambahan flokulan. Flokulan merupakan senyawa tidak bermuatan yang membuat flok-flok yang terbentuk pada proses koagulasi bergabung membentuk flok yang lebih besar melalui proses pengadukan lambat. Flok yang dihasilkan pada proses flokulasi dipisahkan dari air melalui proses pengendapan yang disebut sebagai proses sedimentasi.

Efisiensi koagulasi dan flokulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, jenis koagulan, kecepatan pengadukan, dan kekeruhan larutan.

1. pH larutan

Efisiensi koagulasi terbaik terjadi pada kondisi pH larutan yang optimum.

Kegagalan pelaksanaan pada daerah pH optimum akan memboroskan bahan kimia dan mengGambarkan kualitas yang rendah dari efluen( Anonim, _ ). Nilai pH suatu larutan berpengaruh pada kelarutan koagulan, muatan permukaan kandungan organik, muatan permukaan flok. Besarnya pH optimum sangat tergantung pada jenis koagulan yang digunakan.

2. Kecepatan pengadukan

Pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan dua tahapan yaitu pengadukan cepat pada proses koagulasi dan pengadukan lambat pada proses flokulasi. Pengadukan cepat pada proses koagulasi penting untuk menyeragamkan penyebaran koagulan dan meningkatkan tumbukan partikel koagulan  

   

 

 

   

   

(10)

dengan partikel kekeruhan sehingga koagulan dapat terhidrolisis di dalam air dan diserap oleh padatan teruspensi untuk membentuk flok.

Pengadukan lambat dilakukan pada proses flokulasi. Pengadukan lambat menyebabkanpertumbuhan flok yang dihasilkan dari proses koagulasi dan meningkatkan jumlah dan kesempatan partikel untuk bertumbukan. Proses ini menghasilkan flok yang akan mengendap dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Ketidaksesuaian antara waktu dan kecepatan pengadukan baik pada proses koagulasi maupun flokulasi dapat menyebabkan rendahnya kontak koagulan dengan padatan tersuspensi yang berakibat pada gagalnya pembentukan flok.

2.3.1.1 Koagulan

Koagulan merupakan senyawa yang ditambahkan pada proses koagulasi untuk memperbesar ukuran padatan tersuspensi yang berada di dalam air.

Koagulan yang sering digunakan terdiri dari beberapa jenis yaitu tawas, Poly Alumunium Chloride (PAC) dan FeCl3.

a. Tawas

Tawas merupakan koagulan non-organik dengan rumus kimia Al2(SO4)3. 18 H2O. Tawas banyak digunakan sebagai koagulan karena keefekitfannya dalam proses koagulasi dan harganya yang murah. Reaksi tawas di dalam air adalah sebagai berikut :

Al2(SO4)3 → 2Al+3+ SO4−3 H2O → H++ OH

2 Al+3+ 6H2O → 2Al (OH)3+ 6H+

Al(OH)3 merupakan presipitat yang akan mengendap menjadi lumpur ketika proses sedimentasi berlangsung. Koagulasi menggunakan tawas berlangsung baik pada pH 5,8-7,4 (Pertnyski, __). Rentang pH optimum berpengaruh pada pembentukan presipitat Al(OH)3 dan jumlah alumunium yang  

   

 

 

   

   

(11)

terlarut di dalam air. Pembentukan presipitat Al(OH)

3 mulai terjadi pada pH sekitar 4,5 yang akan meningkat pesat sejalan kenaikan pH. Pada pH kurang 4,5 dan pH lebih dari 8,0 sebagian besar aluminum hadir sebagai spesies terlarut sehingga kekeruhan air justru meningkat. Kondisi optimum adalah kondisi pH yang menghasilkan presipitat Al(OH)3 yang banyak dan menghasilkan alumunium terlarut dalam jumlah yang sedikit. Penggunaan tawas pada proses koagulasi menyebabkan terjadinya penurunan pH pada air hasil pengolahan akibat terbentuknya 6 ion H+ seperti yang terlihat pada reaksi tawas dengan air. Oleh karena itu perlu dilakukan penambahan alkali untuk menjaga pH air. Salah satu jenis alkali yang dapat digunakan adalah soda abu atau kapur.

b. Poly Aluminium Chloride (PAC)

PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion aluminium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polinuklear dengan rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n) (Anonim, __). Penggunaan PAC sebagai koagulan menghasilkan beberapa keuntungan diantaranya penurunan pH larutan yang tidak signifikan dan efisiensi pengambilan padatan tersuspensi yang lebih besar dibandingkan dengan tawas. PAC sebagai koagulan organik bereaksi dengan air dan menghasilkan sejumlah presipitat dengan reaksi sebagai berikut :

[Al2(OH)5]++ H2O → 2Al (OH)3+ H+

Al(OH)

3 merupakan presipitat yang menjadi endapan ketika proses sedimentasi berlangsung. Jumlah endapan yang dihasilkan oleh penggunaan PAC pada proses koagulasi lebih besar dibandingkan daripada penggunaan tawas sehingga hasil air pengolahan menggunakan PAC menjadi lebih jernih. Karena pada alum hanya spesies monomer saja yang terbentuk yaitu Al3+, Al(OH)2+, Al(OH)2+

, dan Al(OH)4-

sementara pada PAC, selain monomer juga terbentuk kation polimer yang didominasi oleh Al13O4(OH)247+ (Sutapa, 2010).

 

   

 

 

   

   

(12)

c. Ferri Klorida (FeCl3)

FeCl3 merupakan koagulan organik yang tidak menggunakan alumunium sebagai unsure basis koagulan. Koagulan FeCl3 menghasilkan efisiensi koagulasi yang besar ketika bekerja pada pH optimumnya yaitu 5,5 (Pertnyski, __). Reaksi FeCl3dan kapur di dalam air adalah sebagai berikut :

2 Fe Cl3 + 3 Ca(HCO3)2 2 Fe(OH)3 + 3CaCl2 + 6CO2

Fe(OH)3 merupakan presipitat yang mengendap menjadi lumpur ketika proses sedimentasi dilakukan. Pembentukan presipitat terbaik adalah pada pH 5,5 karena pada pH ini spesies Fe(OH)3 memiliki muatan permukaan yang lebih positif sedangkan padatan tersuspensi memiliki muatan permukaan yang lebih negatif sehingga proses pembentukan flok menjadi lebih mudah (Pertynski, ___) .

2.3.1.2 Flokulan

Flokulasi merupakan satuan proses penting dalam pengolahan air, limbah cair domestik, industri dan pemanfaatan mineral. Flokulasi bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi, kekeruhan, warna, dan mikroorganisme.

Penambahan flokulan menyebabkan terjadinya penetralan muatan dengan mengikuti mekanisme bridging yang kemudian bergabung bersama membentuk flok sehingga akhirnya dapat diendapkan. Flokulan berfungsi sebagai pembentuk partikel yang lebih besar / flok.

Flokulan komersial dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu organik dan anorganik. Dari kedua flokulan ini flokulan organik lebih efektif.

Flokulan organik dapat berupa polimer alami dan sintetik. Sebagai flokulan, polimer sintetik lebih efektif daripada yang alami. Flokulan ini lebih disukai karena tidak diperlukan pengaturan pH media, dapat digunakan dalam konsentrasi 1-5 ppm, flok yang terbentuk lebih besar, lebih kuat dan pengendapannya lebih baik.

Flokulan anorganik sering menimbulkan masalah baru karena menghasilkan banyak sludge dalam proses flokulasi. Efisiensi flokulasi polimer  

   

 

 

   

   

(13)

meningkat seiring dengan peningkatan berat molekul. Diantara flokulan polimer, polimer sintetik bisa dibuat dengan mengontrol berat molekul, distribusi berat molekul, struktur kimia polimer, dan perbandingan gugus fungsi dari polimer backbone.

Poliakrilamida merupakan salah satu polimer sintetik yang sangat efektif sebagai flokulan karena mempunyai daya ikat kuat terhadap partikel yang tersuspensi dalam air, akan tetapi tidak tahan terhadap gesekan mekanis (unshear stable) dan unbiodegradable.

Poliakrilamida dalam bentuk homopolimer ataupun komonomernya merupakan flokulan yang baik untuk penanganan hasil buangan pabrik yang berupa limbah cair. Poliakrilamida dengan massa molekul 1 x 106 - 2 x 106 biasa digunakan sebagai retention aid dalam pembuatan kertas. Sedangkan, poliakrilamida dengan berat molekul (2 x 106 - 20 x 106) digunakan dalam flokulasi. Flokulan ini banyak diaplikasikan dalam proses penjernihan air yang digunakan pada berbagai proses industri seperti pretreatment atau pengolahan awal air boiler, pengolahan buangan dari pabrik kertas, dan pengolahan sampah.

Struktur kimia poliakrilamida ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.7 Struktur Kimia Poliakrilamida

Sumber : Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN dengan judul Studi Pengolahan Limbah Cair Bahan Berbahaya dan Beracun

Poliakrilamida berbentuk granular, berwarna putih, memiliki densitas 1,302 g/mL dan larut dalam air dan morpolin, tidak larut dalam alkohol, hidrokarbon, glikol, eter, ester, dan tetrahidrofuran (Astuti, ___).

 

   

 

 

   

   

(14)

2.3.2 Filtrasi

Pengolahan limbah secara fisik dapat dilakukan dengan metode filtrasi yaitu cara penjernihan air dengan cara penyaringan. Adapun faktor yang mempengaruhi proses filtrasi adalah waktu kontak (Saifudin, __). Waktu kontak dipengaruhi oleh volume unggun dan laju alir limbah. Hubungan antara waktu dan kontak (t), volume (V) dan laju alir (Q) ditunjukkan oleh persamaan :

t = V

Q

Waktu kontak ini merupakan waktu dimana air yang disaring berhubungan atau berikatan dengan media penyaring yang dipakai.

2.3.2.1 Media Penyaring

Media penyaring yang dapat digunakan dalam proses filtrasi antara lain antara lain pasir, kerikil, dan pasir aktif.

1. Pasir

Pasir merupakan media penyaring yang baik dan biasa digunakan dalam peroses penjernihan air. Ini dikarenakan sifatnya yang berupa butiran bebas yang porus dan seragam. Butiran pasir memiliki pori-pori dan celah yang mampu menyerap dan menahan pertikel dalam air. Pasir berfungsi menyaring kotoran dan air, pemisah sisa-sisa flok serta pemisah partikel besi yang terbentuk setelah kontak dengan udara. Selama penyaringan koloid suspensi dalam air akan ditahan dalam media porous tersebut sehingga kualitas air akan meningkat.

2. Kerikil

Kerikil berfungsi sebagai media penyangga dalam proses filtrasi, agar media pasir tidak terbawa aliran hasil penyaringan, sehingga penyumbatan dapat dihindari.

3. Pasir Aktif

Pasir aktif digunakan untuk menghilangkan logam-logam terlarut seperti besi dan mangan. Pasir aktif yang sudah mempunyai lapisan yang mengandung senyawa yang berfungsi sebagai oksidator di permukaan butirannya dapat  

   

 

 

   

   

(15)

mempercepat proses penghilangan besi (Fe) dan mangan (Mn). Oksidator yang melapisi media pasir aktif yaitu KMnO4.

KMnO4 mengoksidasi besi dan mangan terlarut saat air mengalir melewati media penyaring, menghasilkan endapan besi dan mangan, dimana endapan ini akan tertahan pada saringan, sehingga air yang keluar dari filter bebas dari besi dan mangan. Mn2+ tereduksi menjadi Mn2O3 dan Fe tereduksi menjadi Fe(OH)3 seperti terlihat pada reaksi sebagai berikut (Said, 1999) :

3Fe2+ + KMnO4 + 7H2O  3Fe(OH)3) + MnO2+ K+ + 5H+

3Mn2+ + 2KMnO4 + 2 H2O  5MnO2 + 2K+ + 4 H+

2.3.3 Adsorpsi

Salah satu metode yang digunakan untuk menyisihkan zat pencemar dari air limbah adalah adsorpsi. Adsorpsi (penyerapan) adalah proses pemisahan komponen dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben) (Saputra, 2008).

Pada pengolahan limbah, adsorpsi dapat menurunkan beberapa parameter kualitas air antara lain kekeruhan, warna, dan polutan mikro yaitu zat organik, deterjen (Mifbakhuddin, 2010).

Proses terjadinya adsorpsi pada suatu adsorben terletak di pori-pori adsorben. Menurut Ryan (2008), tempat-tempat terjadinya adsorpsi pada adsorben adalah :

a. Pori-pori berdiameter kecil (Micropores d < 2nm)

b. Pori-pori berdiameter sedang (Mesopores 2 < d < 50nm) c. Pori-pori berdiameter besar (Macropores d > 50nm) d. Permukaan adsorben

Fe3+

Mn4+

 

   

 

 

   

   

(16)

Gambar 2.8 Ilustrasi Tempat Terjadinya Adsorpsi (Hendra, 2008)

2.3.3.1 Mekanisme Adsorpsi

Mekanisme terjadinya peristiwa adsorpsi adalah sebagai berikut :

(i) Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben, disebut difusi eksternal

(ii) Sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, tetapi sebagian besar berdifusi lebih lanjut ke dalam pori-pori adsorben, disebut sebagai difusi internal.

(iii) Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar adsorbat akan teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan adsorben.

Namun, bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh oleh adsorbat dapat terjadi 2 hal yaitu :

a. Terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan. Gejala ini disebut adsorpsi multi lapisan

b. Tidak terbentuk lapisan kedua sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida (Sihombing, 2007)

 

   

 

 

   

   

(17)

Gambar 2. 9. Mekanisme Adsorpsi

Sumber : Desain Sistem Adsorpsi dengan Dua Adsorber (Saputra, 2008)

2.3.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah : 1. Karakteristik adsorben.

Karakteristik adsorben seperti luas permukaan dan volume pori adsorben. Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan bertambah luasnya permukaan dan volume adsorben (Taufan, 2008).

2. Jenis adsorbat.

Jenis adsorbat seperti ukuran molekul adsorbat. Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi dapat terjadi karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben (Taufan, 2008).

3. Konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi.

4. Waktu Kontak

Waktu kontak merupakan hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi. Gaya adsorpsi molekul dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila waktu kontak dengan karbon aktif makin lama. Waktu kontak yang lama  

   

 

 

   

   

(18)

memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung lebih baik (Anonim, 2009).

5. Daya larut adsorben terhadap adsorbat

Jika daya larut adsorben terhadap adsorbat tinggi, maka proses adsorpsi akan terhambat, sebab gaya untuk melarutkan adsorbat berlawanan dengan gaya tarik adsorben terhadap adsorbat.

2.3.3.3 Adsorben

Luas permukaan spesifik sangat mempengaruhi besarnya kapasitas penyerapan dari adsorben. Semakin luas permukaan spesifik adsorben, maka semakin besar pula kemampuan penyerapannya. Volume adsorben membatasi jumlah dan ukuran pori-pori pembentuk permukaan dalam (internal surface) yang menentukan besar atau kecilnya permukaan penyerapan spesifik. Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi :

1. mempunyai daya serap yang tinggi

2. berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar 3. tidak larut dalam zat yang akan diadsorpsi

4. tidak mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan dimurnikan 5. dapat diregenerasi kembali dengan mudah

6. tidak beracun

7. tidak meninggalkan residu berupa gas yang berbau 8. mudah didapat dan harganya murah

2.3.3.4 Karbon Aktif

Karbon aktif dapat dibuat dari batu bara, kayu, gambut, tulang, kulit kacang dan tempurung kelapa melalui proses pyrolizing dan carburizing pada temperatur 700 sampai 800 °C. Karbon aktif diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni :

a. powder : jika ukuran diameter karbon aktif lebih kecil dari 325 mesh dan b. granular : jika diameter karbon aktif berukuran lebih besar dari 325 mesh.

 

   

 

 

   

   

(19)

Dalam pengolahan air minum atau air limbah karbon aktif bubuk dan karbon aktif granular mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan hal yang penting dalam karbon aktif. Ukuran partikel karbon aktif mempengaruhi kecepatan adsorpsi, tetapi tidak mempengaruhi kapasitas adsorpsi. Jadi kecepatan adsorpsi karbon aktif serbuk ( powder ) lebih besar daripada karbon aktif butiran (granular). Luas permukaan total mempengaruhi kapasitas adsorpsi total sehingga meningkatkan efektifitas karbon aktif dalam penyisihan senyawa organik dalam air buangan.

Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 500-1400 m2/gr.

Penggunaan bubuk karbon aktif mempunyai kelebihan sebagai berikut :

1. Sangat ekonomis karena ukuran butir yang kecil dan luas permukaan kontak per satuan berat sangat besar.

2. Kontak menjadi sangat baik dengan mengadakan pengadukan cepat dan merata.

3. Kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme sangat kecil.

Adapun kerugiannya ialah :

1. Penanganan karbon aktif, karena berbentuk bubuk yang sangat halus.

Kemungkinan mudah terbang terbawa bersama effluent. Karena tercampur dengan lumpur, maka sulit diregenerasi dan biaya operasinya mahal.

2. Kemungkinan terjadi penyumbatan lebih besar, karena karbon aktif bercampur dengan lumpur.

Kelebihan dari pemakaian karbon aktif granular :

1. Memiliki berat jenis yang lebih tinggi dari air sehingga jarang sekali ikut keluar bersama efluen.

2. Memiliki daya ikat flok yang lebih kuat daripada bentuk bubuk.

3. Tidak menimbulkan banyak endapan.

 

   

 

 

   

   

(20)

Kerugiannya:

Luas permukaan kontak per satuan berat lebih kecil karena ukuran butiran karbon besar.

Pada pengolahan limbah laundry, kelebihan karbon aktif yang memiliki luas permukaan yang besar dan memiliki diameter pori hingga ± 2nm diharapkan dapat mengadsorpsi kandungan surfaktan yang dalam limbah laundry yang memiliki diameter partikel ± 1 nm.

 

   

 

 

   

   

Gambar

Gambar 2.1  Spektrum Membran Filtasi
Gambar 2. 2 Penurunan Tegangan Permukaan Air oleh Surfaktan
Gambar 2.5 Struktur Bangun Linear Alkil Benzene Sulfonat
Gambar 2.6 Mekanisme Pengikatan Ion-Ion Kesadahan di dalam Air oleh Builder.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Lebih berlimpahnya populasi tungau merah pada IP2-P dibandingkan dengan IP1-P tidak konsisten dengan hasil penelitian neraca hayati sebelumnya, yang laju pertambahan intrinsik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah prediksi penjualan tiket pesawat Kalstar pada Perusahaan Daerah Witeltram Kabupaten Kutai Barat dari tahun 2015

2.167.377,-Faktor- faktor yang mempengaruhi nilai tambah pengolahan nira aren menjadi gula merah aren di Kabupaten Kendal adalah jumlah tenaga kerja, usia

Kelebihan mammografi adalah kemampuannya mendeteksi tumor yang belum teraba (radius 0,5 cm) sekalipun masih dalam stadium dini. Waktu yang tepat untuk melakukan

Seluruh transaksi dan saldo akun antar perusahaan yang signifikan (termasuk laba atau rugi yang belum direalisasi) telah dieliminasi. Entitas-entitas Anak

Gerakan melempar bola atau lemparan ke dalam pada dasarnya adalah gerak berputar yang ber- langsung di lengan dengan titik pusat acromial dan berakibat gerak parabola

 Terinfeksi dengan bakteri yang resisten antibiotik tertentu. Penderita yang sebelumnya menggunakan antibiotik untuk terapi penyakit lain pada tiga bulan terakir mempunyai

Nilai koefisien upah minimum kabupaten adalah sebesar 0,204179, dilihat dari arah koefisiennya, ternyata antara upah minimum kabupaten (UMK) dan penyerapan tenaga kerja