1 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian eksperimental laboratorium dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan pre and posttest control group design.
B. Lokasi Penelitian
Loksai pelaksanaan penelitian dan pembuatan maserasi kulit petai bertempat di Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. Estimasi pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei 2021.
C. Subjek Penelitian
Sekelompok tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, dengan kondisi fisik sehat dipilih sebagai subjek atau sampel dalam penelitian ini.
Berdasarkan besar sampel yang telah diperhitungkan, jumlah tikus putih yang digunakan masing – masing kelompok adalah 5 ekor. Peneliti memilih untuk menggunakan 8 ekor tikus putih pada masing – masing kelompok dengan tujuan untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan seperti tikus yang diketahui sakit atau mati saat penelitian. Sampel dipilih dengan syarat memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria yang memenuhi sehingga subjek dapat digunakan dalam sampel penelitian disebut kriteria inklusi (Notoatmodjo, 2012). Kriteria tersebut meliputi :
a. Jenis Tikus : Tikus putih (Rattus norvegicus) b. Kondisi Fisik : Sehat
c. Jenis Kelamin : Jantan d. Usia : 2-3 bulan
e. Berat Badan : 200 gram
f. Tempat Pengembangan : Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria yang tidak memenuhi sehingga subjek tidak dapat digunakan dalam sampel penelitian disebut kriteria eksklusi. Hal ini bisa dipengaruhi karena kondisi yang tidak memungkinkan dilaksanakan penelitian, sampel menolak, dan hambatan yang lainnya (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi :
a. Aktivitas tikus kurang aktif (sering tidur, tidak mau makan dan minum)
b. Penurunan berat badan selama proses adaptasi dan pelaksanaan penelitian
c. Tikus yang diketahui sakit atau mati saat penelitian (Sutrisno et al, 2014)
D. Teknik Sampling dan Besar Sampel
Pengambilan sampling dilakukan dengan menggunakan teknik simple purposive sampling. Simple purposive sampling merupakan teknik pengelompokkan sampel “sesuai atau tidak sesuai” dengan kriteria penelitian. Pengambilan sampel akan dilaksanakan dengan menggunakan rumus Federer sebagai metode penentuan besar sampel. Rumus Federer :
Keterangan :
n : besar sampel per kelompok e : banyak kelompok
(n-1) x (e-1) > 15 (n-1) x (5-1) > 15 (n-1) x 4 > 15 4n > 19 n > 4,75
(n-1) x (e-1) > 15
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Federer menyatakan bahwa terdapat minimal 5 ekor tikus sebagai subjek penelitian sehingga jumlah subjek penelitian adalah 25 ekor tikus putih. Peneliti memilih menggunakan 8 ekor tikus dalam tiap kelompok untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan sehingga total subjek penelitian adalah 40 ekor tikus putih. Sampel tersebut kemudian diambil secara acak, dikelompokkan menjadi lima kelompok sehingga variabel perancu yang tidak terkendali dapat tersebar secara merata. Adapun perinciannya sebagai berikut : Kelompok 1 (KN) : Hewan diberikan makan minum cukup.
Kelompok 2 (KP) : Hewan diinduksi aloksan sebanyak 140 mg/kg BB.
Kelompok 3 : Hewan diinduksi aloksan dan diberi maserasi etanol kulit petai dengan dosis 280 mg/kg BB.
Kelompok 4 : Hewan diinduksi aloksan dan diberi maserasi etanol kulit petai dengan dosis 560 mg/kg BB.
Kelompok 5 : Hewan diinduksi aloksan dan diberi maserasi etanol kulit petai dengan dosis 840 mg/kg BB.
E. Rancangan/ Desain Penelitian
Tikus putih (Rattus norvegicus) sebanyak 25 ekor
K 1
K2 K3 K4 K5
Tikus beradaptasi selama 4 hari
Pengukuran kadar gula darah ke-1 [hari ke-5]
Injeksi Aloksan secara subkutan dengan dosis 140 mg/kg BB kecuali kelompok 1 (kelompok kontrol negatif) [hari ke-
Pengukuran kadar gula darah ke-2 [hari ke-8]
Kelompok 1 tidak
dilakukan tindakan
Kelompok 2 tidak dilakukan tindakan
Kelompok 3 diberikan ekstrak dosis I : 280 mg/kg BB
Kelompok 4 diberikan ekstrak dosis II : 560 mg/kg
Kelompok 5 diberikan ekstrak dosis III : 840 mg/kg BB
Pengukuran kadar gula darah ke-2 [hari ke-17]
Analisis data [hari ke-18]
Gambar 3.1. Rancangan atau Desain Penelitian
Keterangan :
K1 : Kelompok kontrol negatif K2 : Kelompok kontrol positif
K3 : Kelompok pemberian dosis I 280 mg/kg BB tikus K4 : Kelompok pemberian dosis II 560 mg/kg BB tikus K5 : Kelompok pemberian dosis III 840 mg/kg BB tikus
Uji maserasi etanol kulit petai dilakukan pada hari delapan hingga tujuh belas dengan pemberian dosis satu kali sehari sesuai dosis.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (Independent variable) :
Maserasi kulit petai (Parkia speciosa) dengan dosis 280 mg/kg BB, 560 mg/kg BB, 840 mg/kg tikus putih.
2. Variabel terikat (Dependent variable) : Kadar gula darah tikus putih.
3. Variabel luar (Confounding variable) :
Variabel luar diklasifikasikan menjadi variabel yang dapat dikendalikan dan variabel yang tidak dapat dikendalikan. Variabel luar yang dapat dikendalikan seperti jenis hewan percobaan, jenis kelamin, usia, berat badan, aloksan, dan makanan. Sedangkan contoh variabel luar yang tidak dapat dikendalikan adalah stress.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Maserasi Etanol Kulit Petai
Maserasi kulit petai (Parkia speciosa) adalah ekstrak yang diperoleh dari Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta. Kulit petai ditimbang, dibersihkan dan dikeringkan. Setelah kering kulit petai dihaluskan dan dimaserasi
menggunakan etanol 70% dengan metode maserasi. Maserasi etanol kulit petai diberikan secara oral dengan sonde lambung pada 3 kelompok tikus putih dengan dosis berbeda yaitu 280 mg/kg BB, 560 mg/kg BB, dan 840 mg/kg BB. Skala pengukuran maserasi kulit petai adalah skala ordinal.
2. Variabel terikat : Kadar gula darah tikus putih
Kadar gula darah yang diukur adalah kadar gula darah sewaktu.
Penguran dilakukan sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) pemberian maserasi etanol kulit petai. Kadar gula darah diukur menggunakan blood glucose stick meter Easy Touch dengan mengambil darah pada bagian vena ekor tikus putih. Skala pengurukan kadar gula darah adalah skala rasio.
3. Variabel luar
a. Dapat Dikendalikan
1) Jenis Hewan Percobaan
Hewan percobaan ini adalah tikus putih. Tikus putih memiliki banyak keuntungan apabila dijadikan hewan percobaan seperti pertumbuhan cepat, murah, memiliki ukuran lebih besar dibandingkan mencit, mudah beradaptasi, dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak (Frengki et al, 2014). Variasi genetik hewan percobaan dipersempit menjadi satu spesies tikus putih (Rattus norvegicus).
2) Jenis Kelamin
Dipilih tikus putih berjenis kelamin jantan. Pemilihan ini didasari oleh tidak adanya perubahan hormon pada tikus berjenis kelamin jantan.
3) Usia
Usia tikus putih yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah 2-3 bulan. Tikus berada pada usia dewasa muda sehingga pada usia tersebut respon imun dapat cepat terlihat.
4) Berat badan
Berat badan tikus putih yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah + 200 gram.
5) Makanan
Makanan yang diberikan adalah makanan standart. Waktu pemberian pakan adalah dua kali sehari pagi dan sore.
6) Aloksan
Percobaan ini membuat kondisi tikus menjadi hiperglikemik dengan menyuntikkan zat kimia yaitu aloksan. Aloksan merupakan salah satu derivat pirimidin sederhana yang digunakan sebagai media untuk menghasilkan diabetes eksperimental pada berbagai vertebrata (Walde et al, 2002).
Aloksan berasal dari oksidasi asa urat oleh asam nitrat dan dikenal dengan nama hidrasi aloksan. Aloksan termasuk dalam senyawa hidrofilik unstable dan memerlukan waktu paro 1,5 menit pada suhu normal. Dosis pemberian aloksan antara 140- 180 mg/kg pada semua hewan percobaan.
a) Pengaruh Aloksan pada Kerusakan Sel Beta Pankreas Salah satu bahan kimia induksi hiperglikemik pada hewan coba adalah aloksan. Aloksan dapat diberikan secara intravena dan memiliki bentuk seperti molekul glukosa (glucose analogues). Ketika aloksan diinduksikan ke tubuh tikus, reseptor GLUT2 yang terdapat pada sel- pankreas akan menerima dan merespon aloksan selayaknya glukosa dan ditransport menuju sitosol. Sampai di sitosol, aloksan akan diubah dan dihasilkan senyawa Reactive Oxygen Species (ROS) melalui reaksi redoks. ROS adalah zat radikal bebas yang dapat memberikan efek toksisitas pada sel beta pankreas. Radikal bebas dapat meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol, memberikan efek toksisitas sel beta pankreas, dan berakhir dengan terjadinya destruksi.
Destruksi sel- mengakibatkan adanya depolarisasi membran sel- pankreas sehingga menurunkan fungsinya untuk sintesis dan sekresi insulin. Kenaikan konsentrasi kalsium sitosol mengakibatkan aktivasi berbagai enzim penyebab peroksidasi lipid, fragmentasi DNA, dan fragmentasi protein (Rohilla dan Ali, 2012).
b) Fase Aloksan Menyebabkan Hiperglikemi (1) Fase Pertama
Fase ini diawali dengan keadaan hipoglikemia akut setelah injeksi pada menit pertama hingga menit ke- 30. Hipoglikemia terjadi akibat meningkatnya ATP sehingga menghambat proses glukokinase dan terjadi kenaikan insulin dalam dalah. Fase pertama belum menunjukkan adanya kerusakan / destruksi dari sel-
pankreas namun sudah terjadi sedikit perubahan morfologi.
(2) Fase Kedua
Fase kedua berlangsung selama 2-4 jam setelah 1 jam setelah masuknya aloksan ke dalam tubuh hewan percobaan. Pada fase ini telah terjadi proses hipoinsulinemia dan kenaikan glukosa darah. Penurunan insulin terjadi karena terdapat vakuolisasi intrasel, dilatasi retikulum endoplasma, berkurangnya area golgi dan granula – granula sekretori serta pembengkakan mitokondria. Fase ini merupakan fase hiperglikemia pertama setelah aloksan kontak dengan sel- pankreas.
(3) Fase Ketiga
Fase ketiga berlangsung setelah 4-8 jam setelah masuknya aloksan ke dalam tubuh hewan percobaan.
Pada fase ini kembali terjadi hipoglikemia akibat peningkatan insulin dan menyebar dalam pembuluh
darah. Penyebaran insulin merupakan akibat dari pecahnya granul sekretorik oleh insulin dan ruptur membran sel akibat pemberian aloksan. Hal ini dapat menimbulkan kematian apabila tidak diberikan glukosa.
Sel- pankreas mengalami destruksi sel yaitu rupturnya membran sel, retikulum endoplasma, dan kompleks golgi. Struktur luar dan dalam mitokondria juga mengalami kerusakan sehingga terjadi nekrosis sel-sel pankreas.
(4) Fase Keempat
Fase keempat merupakan fase terakhir yang terjadi 12-48 jam setelah masuknya aloksan ke dalam tubuh hewan percobaan. Pada fase ini terjadi degranulasi dan hilangnya sel- pankreas sehingga terbentuk kondisi hiperglikemia yang menetap (Rohilla dan Ali, 2012).
b. Tidak dapat dikendalikan 1) Stress
Stress dapat dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti suasana yang terlalu ramai, perkelahian yang terjadi antar tikus, pemberian perlakuan berulang kali, dan tikus tidak bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah memberikan kandang yang cukup luas, pencahayaan dibedakan gelap – terang setiap 12 jam, menjaga ruangan agar tetap sunyi, dan terdapat suhu, ventilasi, dan kelembaban yang baik.
H. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Timbangan elektrik
b. Kapas c. Spuit injeksi
d. Sonde Lambung e. Kandang Tikus f. Glukometer
g. Gelas beker 100 ml
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Tikus putih galur Wistar sebanyak 25 ekor
b. Maserasi kulit petai dengan Etanol 70%
c. Aloksan d. Aquadest e. Alkohol
I. Cara Kerja Penelitian 1. Perizinan
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah pengajuan surat dan berkas – berkas yang diperlukan untuk memeroleh ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) FK UNS. Kemudian, surat pengantar resmi dari Fakultas Kedokteran UNS diperlukan saat pembuatan maserasi etanol kulit petai dan penelitian di Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
Pada tahap ini telah dilaksanakan finalisasi proposal dan seminar proposal sebelum masuk penelitian.
2. Pembuatan Maserasi Etanol Kulit Petai a. Persiapan Kulit Petai
Kulit petai diambil dari Kecamatan Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia. Kemudian kulit petai dibersihkan, dipotong – potong, dan dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan di ruangan tertutup tanpa terkena cahaya matahari. Setelah kering, kulit petai diblender sampai halus dan menjadi bubuk.
b. Bahan Kimia
Penelitian ini menggunakan etanol 70% sebagai bahan kimia maserasi. Etanol memiliki sifat polar yang mampu bereaksi dengan mudah. Keuntungan lain yang diperoleh dengan penggunaan etanol 70% adalah etanol, tidak beracun, tidak berbahaya, dan dapat diaplikasikan secara aman pada bahan makanan.
c. Maserasi Kulit Petai
Maserasi kulit petai dilaksanakan di Laboratorium Farmasi dan Biologi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.
Kulit petai yang sudah kering dihaluskan dengan blender listrik sampai menjadi bubuk. Bubuk ditimbang sesuai berat yang dibutuhkan dan dimasukkan ke dalam prekolator dengan dengan susunan sempurna dan rapi sehingga tidak bercelah. Dalam keadaan terbukanya celah prekolator bagian bawah, sedikit demi sedikit diteteskan etanol 70% melalui celah atas prekolator hingga mencapai bawah. Setelah itu dilakukan penutupan celah dan proses perendaman dimulai. Maserasi didiamkan selama 3 hari sehingga dapat mencapai hasil optimum. Hasil akhir maserasi kental seperti gel.
d. Pembuatan Larutan Uji yang Digunakan
Dosis maserasi kulit petai yang dibutuhkan adalah 280 mg/kg BB, 560 mg/kg BB, dan 840 mg/kg BB. Menurut kriteria inklusi, berat tikus putih yang digunakan adalah 200 gram.
Perhitungan dosis maserasi kulit petai sebagai berikut : 1) Perhitungan dosis I 280 mg/kg BB
Dosis 280 mg/kg BB = 280 mg/1000 g BB = 56 mg/200 g BB 2) Perhitungan dosis II 560 mg/kg BB
Dosis 560 mg/kg BB = 560 mg/1000 g BB = 112 mg/200 g BB
3) Perhitungan dosis III 840 mg/kg BB Dosis 560 mg/kg BB = 840 mg/1000 g BB
= 168 mg/200 g BB
e. Langkah Penelitian
1) Pemilihan karakteristik tikus putih sesuai dengan kriteria inklusi meliputi pemilihan dan penyeragaman usia, jenis kelamin, berat badan, dan kondisi fisik. Tikus putih sebanyak 25 ekor dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan masing – masing kelompok berjumlah 5 ekor dengan simple purposive sampling.
a) Kelompok 1 (kelompok kontrol negatif) : Hewan percobaan tidak diberikan perilaku apapun hanya diberi makan dan minum secukupnya.
b) Kelompok 2 (kelompok kontrol positif) : Hewan percobaan diberikan aloksan sebanyak 140 mg/kg BB tikus.
c) Kelompok 3 (kelompok dosis I) : Hewan percobaan diberikan aloksan sebanyak 140 mg/kg BB tikus dan diberi sampel maserasi etanol kulit petai dengan dosis 280 mg/kg BB tikus.
d) Kelompok 4 (kelompok dosis II) : Hewan percobaan diberikan aloksan sebanyak 140 mg/kg BB tikus dan diberi sampel obat maserasi etanol kulit petai dengan dosis 560 mg/kg BB tikus.
e) Kelompok 5 (kelompok dosis III) : Hewan percobaan diberikan aloksan sebanyak 140 mg/kg BB tikus dan diberi sampel obat maserasi etanol kulit petai dengan dosis 840 mg/kg BB tikus.
2) Setelah ditempatkan kedalam kendang yang cukup luas, tikus putih dibiarkan beradaptasi dengan lingkungan dan populasinya selama 4 hari dengan pemberian makan dan minum sebanyak 2 kali sehari.
3) Hari ke-1 dilakukan pemeriksaan glukosa darah dan dilaksanakan pencatatan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan pengambilan darah dari vena ekor tikus putih kemudian diukur menggunakan blood glucose stick meter Easy Touch.
4) Setelah pemeriksaan kadar gula darah awal, hewan percobaan selain kelompok kontrol negatif diberikan aloksan secara subkutan sebanyak 140 mg/kg BB yang telah dilarutkan ke dalam 2 ml aquadest. Induksi aloksan dilakukan hari ke-1 hingga hari ke-3.
5) Pengambilan darah kedua dilakukan pada hari ke-4. Sebelumnya tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 10 jam dan tetap diberi minum.
6) Hari ke -4 hingga hari ke -13, dilakukan uji larutan maserasi kulit petai dengan dosis sesuai masing – masing kelompok.
7) Tikus hanya diberi minum selama 10 jam terakhir sebelum dilakukan pengambilan darah ketiga pada hari ke-14. Kemudian dicatat dan masuk ke tahap analisis data.
8) Cara mengukur kadar gula darah dengan menggunakan glukometer :
Sebelum melakukan skiring kadar gula darah, tikus dipuasakan terlebih dulu 10 – 12 jam sebelum pengambilan darah. Darah diperoleh melalui vena ekor tikus dan dilakukan dengan cara memotong ujung ekor tikus. Setelah dilakukan pemotongan ujung ekor tikus, terdapat beberapa tets darah. Tetes pertama dibuang, sedangkan tetes kedua dapat diperiksa dengan menggunakan blood glucose stick meter Easy Touch. Reagen kering berupa strip yang telah ditetesi darah kemudian dimasukkan ke alat glukometer, kemudian pada waktu kurang dari 30 detik hasil sudah dapat terbaca di layar. Hasil yang tertera merupakan nilai kosentrasi gula darah dalam mg/dl.
J. Teknik Analisis Data
Data yang didapat berdasarkan penelitian ini kemudian diolah menggunakan software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) dengan metode One way Anova. Peneliti memilih metode tersebut karena variable terikat penelitian ini merupakan data yang akan dibandingkan dengan skala numerik (rasio), jumlah kelompok lebih dari dua, dan nilai minimal signifikansi p<0,05.
Syarat-syarat penggunaan metode One way Anova antara lain : Varian homogen
Distribusi data normal
Menggunakan >2 kelompok penelitian Penggunaan skala numerik
Setelah dilakuakn uji One Way Anova akan terdapat dua kemungkinan:
1. Diperoleh hasil signifikan
Melanjutkan uji Post hoc LSD untuk melihat kemaknaan kelompok apabila dibandingan dengan kelompok lainnya.
2. Tidak diperoleh hasil yang sesuai
Melanjutkan uji non parametric Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui letak perbedaan.