1 BAB I
A. LATAR BELAKANG
Pada era sekarang banyak wanita yang ikut serta dalam pembangunan ekonomi dilihat dari partisipasi wanita dalam bekerja. Partisipasi perempuan ini terdiri dari 2 peran yaitu peran tradisi dan transisi. Peran tradisi yaitu peran perempuan sebagai istri, ibu, dan mengelola rumah tangga. Sedangkan peran transisi yaitu perempuan sebagai tenaga kerja, dan anggota masyarakat. Peran transisi perempuan ini sebagai tenaga kerja yang turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang dimilikinya dan lapangan pekerjaan yang tersedia (Akbar, 2017)
Jumlah perempuan bekerja semakin bertambah di sebagian wilayah tertentu.
Menjadi perempuan karier hampir menjadi keinginan setiap perempuan, selain perempuan yang belum berumah tangga sampai perempuan sudah berumah tangga.
Perempuan karier adalah perempuan yang bekerja untuk menghasilkan uang dan mempunyai posisi jabatan tertentu di dalam pekerjaannya (Ihromi, 1990). Kondisi tersebut sejalan dengan konsep emansipasi yaitu perempuan juga ingin dihargai seperti laki-laki pada umumnya. Menurut badan informasi tematik sensus penduduk 2010 badan pusat statistik jumlah penduduk yang bekerja adalah 104,9 juta jiwa yang terdiri dari 66,8 juta laki-laki dan 38,1 juta jiwa perempuan (Roboth, 2015).
Salah satu alasan perempuan ingin bekerja yaitu karena pekerjaan memberikan arti penting bagi dirinya mulai dari dukungan finansial, dapat mengembangkan
pengetahuan dan wawasan, memberikan kebanggan diri dan kemandirian serta dapat mengaktualisasikan aspirasi yang dimilikinya. Namun menjalani dua peran, sebagai pekerja dan sebagai ibu rumah tangga tidaklah mudah. Seorang perempuan harus dapat bertanggung jawab mengurus keluarga dan disisi lain sebagai seorang karyawan yang baik sesuai dengan standart perusahaan. Perempuan biasanya yang memiliki peran tersebut yang terbagi perannya sebagai ibu rumah tangga terkadang dapat menganggu konsentrasi di dalam pekerjaannya, contohnya perusahaan sulit untuk menuntut kerja lembur dan juga menugaskan karyawan perempuan tersebut ke luar kota (Frone, Russel, & Cooper, 1994). Oleh karena itu, dibutuhkan keseimbangan antara bekerja dengan keluarga. Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya konflik - konflik yang terjadi didalam pekerjaanya, dan akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan perusahaan untuk mencapai tujuan. Dampak tersebut yakni rendahnya kinerja karyawan yang dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan (Roboth, 2015).
Menurut data yang terdapat di Health and Safety Executive ( HSE ) khususnya di Inggris dalam situsnya http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/stress/ menyebutkan bahwa terdapat 526.000 pekerja yang mengalami stres, depresi, atau kegelisahan di inggris pada tahun 2016-2017. Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat 125 juta hilangnya hari kerja karena berhubungan dengan stres. Hasil penelitian menurut Djamhur, Muhammad & Mukzam (2017) 38,4% karyawan mengalami stres karena pekerjaannya dan konflik kerja, dan 61,6 % karena faktor-faktor lain. Peningkatan stres yang terjadi di Indonesia semakin meningkat sebesar 64% yang ditunjukkan oleh survey ( Ramadian, G, 2017, Waspada, Stres Intai 64 Persen Pekerja di Indonesia,
https://lifestyle.okezone.com/read/2012/09/17/198/691019/waspada-stres-intai-64-
persen-pekerja-di-indonesia. Diakses pada 14 September 2018).
Berdasarkan hasil wawancara kepada karyawan yang bekerja di Perusahaan rokok dapat dikatakan bahwa banyaknya pekerjaan yang di harus diselesaikan oleh setiap karyawan. Setiap harinya karyawan diberi tuntutan untuk dapat menyelesaikan kurang lebih 1000 – 3000 batang rokok. Selain itu karyawan dituntut dapat menjaga kualitas dalam pembuatan rokok. Misalnya pengisian tembakau harus sesuai peraturan yang telah ditetapkan tidak boleh terlalu banyak dan tidak boleh terlalu sedikit, ukuran rokok harus sesuai dengan peraturan yakni 0.5mm untuk melakukan hal tersebut, karyawan diharuskan dapat berkonsentrasi dengan baik. Pada proses packing harus rapi, plastic tidak boleh mengkerut, label harus pas pada saat penempelan dll. Ketika kualitas tersebut tidak dapat terjaga, karyawan akan mendapatkan teguran dari atasan langsung dan diawasi oleh atasan selama satu minggu dalam pembuatan rokok. Karena kualitas menjadi prioritas utama dalam perusahaan. Karyawan terkadang merasa tertekan dengan adanya tuntutan tersbeut. Keadaan tersebut tidak dapat terminimalisir dengan kurangnya dukungan antara rekan kerja dan atasan. Karyawan juga mengungkapkan bahwa karyawan kesulitan untuk menyampaikan permasalahaan atau informasi yang berkaitan dengan perusahaan atau kelalaian kinerja kepada atasan, sehingga tidak ada solusi yang diberikan untuk permasalahan yang dihadapi karyawan.
Karyawan lainnya juga mengungkapkan bahwa kurangnya dukungan dari rekan kerja serta atasan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya motivasi rekan kerja untuk memberikan bantuan ketika karyawan kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Hal ini dikarenakan, karyawan merasa jika pekerjaan yang dikerjakan karyawan lainnya bukan bagian dari pekerjaannya. Karyawan mengungkapkan bahwa atasan kurang memberikan saran maupun menanggapi keluhan yang dirasakan karyawan tersebut. Karyawan juga mengungkapkan tidak adanya hari libur, hal ini yang membuat narasumber merasa lelah, terbebani, emosional meningkat. Dengan adanya hal tersebut karyawan pernah berfikir untuk berhenti bekerja karena beban kerja yang melebihi kemampuannya.
Hasil survey yang dilakukan ComPsych didalam situs https://www.cnbc.com/id/46891956 melibatkan pekerja sebanyak 2500, menjelaskan
bahwa stres kerja mempengaruhi untuk terjadinya kesalahan ketika mengerjakan tugas yang telah ditentukan (21% karyawan), kesulitan menjalin hubungan baik dengan atasan atau rekan kerja (15,5% karyawan), keterlambatan masuk kantor (14,4%), dan tidak masuk kantor (14%).
Stres kerja merupakan ketidaksesuaian antara keterampilan dan kemampuan seseorang dalam tunutan pekerjaan yang telah disediakan oleh lingkungan kerja, French, Roger & Cobb (Wijono, 2010). Sedangkan menurut Handoko (Astianto &
Suprihhadi, 2014) stres adalah suatu kondisi yang dapat mempengaruhi ketegangan yang dapat mempengaruhi emosi serta berpikir dan kondisi seseorang. Gejala-gejala ini menyangkut kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Biasanya sesorang yang mengalami stres akan menjadi nerveous atapun merasakan kekhawatiran yang tinggi serta menjadi emosional dan agresi. Tidak hanya itu namun juga dapat terganggu seperti masalah pencernaan, tekanan darah tinggi dan susah untuk tidur tepat waktu.
Menurut Saragih salah satu penyebab utama stres dalam bidang kerja yaitu krisis ekonomi yang berkepanjangan, pemotongan gaji, masalah yang terdapat didalam keluarga, dan keterpaksaan untuk bekerja dibidang yang tidak sesuai dengan keahliannya (Marchelia,2014). The American Institute of Stress selama 2001 masalah stres telah merugikan $300 milliar data ini diperoleh dari biro statistik ketenagakerjaan.
Departemen Dalam Negeri memperkirakan 40% masuk keluarnya tenaga kerja disebabkan oleh masalah stres serta 60-90% kunjungan ke dokter disebabkan oleh masalah-masalah yang berkaitan dengan stres Losyi (Machelia, 2014). Faktor- faktor yang menyebabkan seseorang mengalami stres yaitu tuntutan tugas, tuntutan fisik, tuntutan peran serta tuntutan antar personal, Moonhead & Griffin (Suryawan, 2017), faktor lingkungan (ketidakpastian situasi ekonomi, politik, dan perubahan teknologi), faktor organisasional (konflik peran, ketidakjelasan peran, beban peran dan tidak adanya kontrol, faktor individual (masalah keluarga serta ekonomi) Sheridan &
Radmacher (1992), dan rendahnya dukungan sosial (Gelsema, Doef, Maes, Arkerboom, & Verhoeven, 2005).
Menurut Umam (Sanggusti,2017) terdapat dua pendekatan dalam mengatasi stress kerja yang dialami karyawan yaitu pendekatan organisasional dan pendekatan individual. Pendekatan organisasi menunjuk pada pihak manajemen melalui seleksi dan penempatan, penentu tujuan, redesign pekerjaan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan program kesejahteraan. Pendekatan individual mengacu pada pengelolaan waktu, latihan fisik, dukungan sosial, dan latihan relaksasi. Pendekatan ini
dapat berupa berkumpul dengan kolega, keluarga, maupun sahabat yang saling memberikan dukungan dan saran – saran bagi karyawan.
Dalam penelitian Salleh, Bakar, dan Keong (Kusumajati, 2010) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat berpengaruh pada stres kerja. Dukungan sosial merupakan suatu kebersamaan sosial, dimana individu berada didalamnya yang memberikan beberapa dukungan seperti bantuan nyata, dukungan informasi serta dukungan emosional agar individu merasa nyaman, Lazarus (Almasitoh, 2011).
Sedangkan menurut Rahmadita (Kact & Kahn, 2013) dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yang dimaksud yaitu orang yang sangat berarti didalam kehidupan individu yang bersangkutan yang berupa bantuan langsung dalam bentuk apapun. Margiati (1999) menjelaskan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi stres kerja terutama dari orang yang terdekat seperti teman kerja, pemimpin, keluarga serta orang lain. Untuk mendapatkan dukungan yang maksimal diperlukan komunikasi yang baik dengan semua pihak. Menurut Taylor (Windistiar, 2016) seseorang yang memiliki dukungan sosial yang tinggi, akan memungkinkan mengalami sedikit stres dan akan kemungkinan menghadapi stres dengan mudah.
Berdasarkan yang telah dipaparkan diatas, penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai stres kerja dengan dukungan sosial. Dengan demikian judul yang dipilih dalam penelitian ini hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja pada perempuan peran ganda.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stress kerja dengan dukungan sosial dan work family conflict pada karyawan wanita yang memiliki peran ganda.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dengan pihak-pihak yang berkaitan didalamnya serta dapat mendapatkan beberapa manfaat antara lain:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori yang dapat mendukung perkembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang psikologi industri dan organisasi serta dapat menambah referensi pada penelitian mengenai stress kerja dan dukungan sosial.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai bahan referensi yang dapat menambah bahan pengetahuan bagi penggunanya.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis penelitian tentang stres kerja sudah banyak dilakukan, diantaranya penelitian yang berjudul Stres kerja ditinjau dari konflik peran ganda dan dukungan sosial pada perawat yang diteliti oleh Ummu Hany Almasitoh (2011).
Penelitian tentang dukungan sosial yang berjudul hubungan dukungan sosial dan self
efficacy dengan prokrastinasi akademik mahasiswa mahasiswa perantau yang berkuliah di Jakarta yang diteliti oleh Lisa Dwi Lastary & Anizar Rahayu (2018).
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, dapat dilihat keaslian dari:
1. Keaslian Topik
Variabel yang digunakan dalam peneliti adalah stres kerja. Pada penelitian sebelumnya yang terkait dengan stres kerja dihubungkan dengan variabel sperti beban kerja (Haryanti, Aini, Dan Purwaningsih, 2013) dan kinerja karyawan (Wartono, 2017). Pada penelitian sebelumnya terkait dnegan dukungan sosial banyak dihubungan dengan variabel seperti burnout (Purba, Yulianto, & Widyanti, 2007). Pada penelitian ini, variabel tergantung yaitu stres kerja dan variabel bebas yaitu dukungan sosial.
2. Keaslian Teori
Teori – teori didalam penelitian ini mengacu pada teori stres kerja oleh Karasek dan Theorell (Alves dkk., 2004) dan dukungan sosial oleh Zimet dkk. (1998).
Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan teori dari Robbins untuk penelitian yang dilakukan oleh Haryanti, Aini & Purwaningsish (2013). Penelitian sebelumnya menggunakan teori dukungan sosial dari Sarafino dalam penelitian Purba, Yuianto & Widyanti (2007).
3. Keaslian Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan alat ukur psikologi yang berupa skala stress kerja mengacu pada skala Job Stres Scale oleh Karasek dan Theorell (Alves dkk., 2004).
Untuk dukungan sosial dalam penelitian ini menggunakan alat ukur psikologi pada skala Multidimensional Scale of Perceived Support (MPSS)
4. Keaslian subjek
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan perempuan pada perusahaan rokok. Ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan perawat (Haryanti, Aini & Purwaningsih, 2013), guru (Purba, Yulianto, Widyanti, 2007).