PENERAPAN UNSUR-UNSUR
KOMUNITAS BERPAGAR TIPE TERTUTUP DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
OLEH
RAHMAD JUL FEBRI 110406121
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENERAPAN UNSUR-UNSUR
KOMUNITAS BERPAGAR TIPE TERTUTUP DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur Pada Fakultas Teknik Sumatera Utara
Oleh
RAHMAD JUL FEBRI (1104060121)
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Telah diuji pada
Tanggal : 20 Januari 2016
Panitia Penguji Skripsi
Ketua Komisi Penguji : Ir. Samsul Bahri, MT
Anggota Komisi Penguji : 1. Hajar Suwantoro, ST, MT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Penerapan Unsur-Unsur Komunitas Berpagar Tipe Tertutup (Studi Pada Perumahan Taman Anggrek Setiabudi Dan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden)”.
Sebagai pemula, bukanlah hal yang mudah untuk membuat karya ini menjadi sempurna, atau setidaknya mendekati sempurna, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tapi dengan segenap usaha dan keyakinan juga disertai doa, penulis berusaha menyajikan karya ini sebaik mungkin dengan usaha yang maksimal, namun apabila masih banyak kekurangan kiranya dapat dimaklumi bahwa kita haya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa dukungan moril mapun materil, sumbangan pemikiran dan doa dalam penyusunan skripsi ini. Usaha dan kerja yang telah dilakukan penulis tidak akan berjalan sukses tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Skripsi ini teristimewa dipersembahkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Bapak AHMAD SADRI dan Ibu HAIDA yang merupakan motivasi
ini. Sekaligus penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya yang selama ini telah banyak memberikan doa, semangat, kekuatan dan kesabaran serta materi, dan hal-hal lain yang dibutuhkan penulis dalam setiap langkah. Dan juga kepada keluarga besar yang banyak memberikan dorongan dan bantuan yang tidak ternilai, baik keluarga yang ada di kampung maupun keluarga yang ada di Medan.
Ucapan terima kasih terkhusus kepada semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :
1. Abangda penulis yaitu Refril Dani , kakanda penulis yaitu Yelni Entriani dan kepada 2 orang adinda penulis yaitu Afdul Irfan dan Memi Muharrami yang tetap percaya dan terus memberikan dukungan moril serta doa kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan ditengah hujatan yang terus datang kepada diri penulis. Serta teimakasih kepada keluarga besar dari ayah dan ibu yang tak bisa disebut satu persatu, terima kasih telah mendoakan penulis.
2. Ibu Ir. Seri Maulina, Msi, PhD selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak N. Vinky Rahman, ST, MT selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU
4. Bapak Ir. Samsul Bahri, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan saran dan kritik, mulai dari awal penyusunan skripsi hingga penulis dapat menyelesaikannya.
5. Bapak Hajar Suwantoro, ST, MT dan ibu Ir. Sri Gunana, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis terhadap skripsi ini.
6. Bapak Imam Faisal Pane, ST, MT yang memberikan ide kepada penulis untuk melakukan penelitian ini, serta kepada ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, MSc dan ibu Dr. Wahyu Utami, ST, MT yang memberikan informasi tambahan mengenai penelitian ini.
7. Seluruh dosen di Departemen Arsitektur FT USU yang telah memberikan bekal berupa ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis.
8. Seluruh staf Departemen Arsitektur FT USU yang telah mempermudah penulis dalam menguruh berbagai keperluan administrasi selama ini.
9. Buat kawan-kawan yang tersisa dan yang tersiksa Rachmat Hidayat, Fauzan Aprialdi , Ahmad Rafiko, dan Rani Azhari yang selalu menyemangati dan tak pernah bosan mendengarkan keluhan, serta selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Buat semua teman-teman stambuk 2011 di Departemen Arsitektur FT USU, terutama kepada Erdinal Agung, ST, Yurizki Oktabria, ST, Teddi Hidayat, ST, Muhammad Iqbal, ST dan Taufik Akbar, ST yang tetap mengingatkan penulis untuk berjuang menyelesaikan pendidikan ini.
11. Buat kawan-kawan dan adik-adik IMIB USU yang selalu menghibur dengan kegilaannya. Terima kasih untuk kebersamaannya.
12. Beserta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membacanya.
Medan, 20 Januari 2017 Penulis
Rahmad Jul Febri
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Penerapan Unsur-unsur Komunitas Berpagar Tipe Tertutup Di Kota Medan. Komunits berpagar merupakan salah satu solusi untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan pada hunian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan unsur-unsur enclosure model (tipe tertutup) pada perumahan di kota Medan dan untuk mengetahui perbandingan penerapan unsur- unsur enclosure model pada perumahan-perumahan yang menjadi studi kasus.
Penelitian ini dilakukan di Perumahan Taman Anggrek Setiabudi dan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden selama bulan November Tahun 2016.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi dan kepustakaan. Analisis data yang dilakukan merujuk kepada konsep defensible space karena memiliki keterkaitan dengan enclosure model. Pembagiannya yaitu : 1) Territoriality 2) Natural Surveillance, 3) Image and Milieu, 4) Safe Zone.
Berdasarkan analisis data yang digunakan, penulis menemukan bahwa penerapan unsur-unsur komunitas berpagar tipe tertutup hampir menunjukkan kesesuaian degan teori yang digunakan, terbukti dari masih terdapat indikator yang belum diterapkan oleh perumahan-perumahan yang menjadi studi kasus.
Secara keseluruhan terdapat persamaan dan perbedaan penerapan yang dilakukan pada kedua perumahan tersebut. Persamaannya adalah penerapan yang dilakukan hampir sesuai dengan teori yang digunakan, sedangkan perbedaannya adalah penerapan perawatan indikator yang telah dijalani.
_________________________
Kata Kunci : Komunitas berpagar, Perumahan, Enclosure Model, Defensible Space.
ABSTRACT
This title’s paper is Application of Elements Gated Community’s Enclosure Model In Medan City. Gated community is one of the solution in order to prevent the criminal’s action at resedential. The purpose of this research is to find out the application of enclosure model’s elements at housetown in Medan City and to find out the comparison of that application at those samples.
This research was done at Taman Anggrek Setiabudi’s housetown and Villa Resort Masdulhak Garden’s houetown during November 2016. The metode which is used to collection of these data was interview, documentation and literature. Data’s analysis which was done base on defensible space’s concept because it has equation with enclosure model. It’s divition is : 1) Territoriality 2) Natural Surveillance, 3) Image and Milieu, 4) Safe Zone.
Base on data’s analysis had been found out the application of enclosure model’s elements at these samples almost shown equation with using theory, it was evidented by there was still indicator which was not applicated yet. At whole, there were equation and disparity to applied this theory on these samples. The equation is there was similarity with theory on this application, meanwhile the disparity is how to apply indicator’s maintenance.
_________________________
Key Word : Gated Community, Townhouse, Enclosure Model, Defensible Space.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR ISTILAH ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Batasan Penelitian ... 3
F. Sistematika Penulisan ... 3
G. Kerangka Berfikir... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 A. Rumah ... 6
B. Komunitas Berpagar... 9
1. Definisi Komunitas Berpagar ... 9
2. Karakteristik Komunitas Berpagar ... 12
4. Tipe Komunitas Beragar Berdasarkan Komunitas ... 16
5. Jenis Komunitas Berpagar Berdasarikan Isu Kriminalitas... 18
6. Rangkuman Komunitas Berpagar ... 19
C. Komunitas Berpagar Tipe Tertutup ... 20
1. Defenisi Enclosure Model/Tipe tertutup ... 21
2. Unsur-unsur Enclosure Model ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 A. Jenis Penelitian ... 29
B. Variabel Penelitian ... 29
C. Populasi Sampel ... 31
D. Metode Pengumpulan Data ... 32
E. Metode Analisis Data ... 33
BAB IV STUDI KASUS 35 A. Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden ... 35
1. Lokasi ... 35
2. Penghuni ... 36
3. Hubungan dengan masyarakat sekitar ... 37
B. Perumahan Taman Anggrek Setiabudi... 37
1. Lokasi ... 37
2. Penghuni ... 43
3. Hubungan dengan masyarakat sekitar ... 43
C. Analisis ... 43
1. Territoriality ... 43
2. Natural Surveillance ... 51
3. Image and Milieu ... 59
4. Safe Area ... 65
D. Analisis Perbandingan ... 70
BAB V PENUTUP 76 A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN ... 81
DAFTAR ISTILAH
Cluster : komplek perumahan kecil, umumnya tipe sejenis Gerbang : pintu masuk perumahan yang umunya dilengkapi
dengan pos dan penjaga keamanan
Hunian : tempat tinggal
Komunitas berpagar : area permukiaman yang dikelilingi oleh pagar pembatas
Pagar pembatas : komponen struktur yang membatasi area perumahan dengan area permukan disekitarnya
Portal : penghalang yang berfungsi untuk membatasi kendaraan yang masuk dan keluar
Prestise : pandangan akan status sosial seseorang Privacy : kebutuhan unutk diri sendiri atau tidank ingin
mengalalami gannguan
Private : bersifat pribadi atau terbatas unutk diri sendiri
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Contoh rumah swadaya Gambar 2.2 : Contoh rumah khusus Gambar 2.3 : Contoh rumah komersil Gambar 2.4 : Contoh rumah negara
Gambar 2.5 : Penggunaan pagar untuk membatasi area prifat dan publik Gambar 2.6 : Contoh penerapan Enclosured Nieghborhood
Gambar 2.7 : Contoh penerapan Security Villages Gambar 2.8 : Komunitas berpagar
Gambar 2.9 : Contoh fasilitas didalam komuitas berpagar
Gambar 2.10 : Contoh gangguan yang dihindari oleh komunitas berpagar Gambar 2.11 : Penghuni komunitas berpagar yang seharusnya
Gambar 2.12 : Mayoritas penghuni komunitas berpagar Gambar 2.13 : Ilustrasi tipe tertutup
Gambar 2.14 : Ilustrasi tipe tertutup
Gambar 4.1 : Lokasi Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden
Gambar 4.2 : Tipikal hunian Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden Gambar 4.3 : Lokasi Perumahan Taman Anggrek Setiabudi
Gambar 4.4 : Tipikal hunian tipe Catleta Gambar 4.5 : Tipikal hunian tipe Aranda Gambar 4.6 : Tipikal hunian tipe Vanda
Gambar 4.8 : Tipikal hunian tipe Ariendes
Gambar 4.9 : Pagar merupakan contoh penerapan unsur Territoriality Gambar 4.10 : Pagar pembatas
Gambar 4.11 : Batas-batas perumahan
Gambar 4.12 : Rancangan gerbang Oscar Newman Gambar 4.13 : Portal dan gerbang
Gambar 4.14 : Batas-batas perumahan Gambar 4.15 : Portal dan gerbang
Gambar 4.16 : Penempatan lampu jalan pada komunitas berpagar Gambar 4.17 : Ilustrasi Orientasi Hunian
Gambar 4.18 : Penerapan lampu jalan Gambar 4.19 : Orientasi fasad hunian
Gambar 4.20 : Pemasangan CCTV pada hunian Gambar 4.21 : Lampu jalan didalam perumahan Gambar 4.22 : Orientasi hunian
Gambar 4.23 : Perawatan pada lingkungan Gambar 4.24 : Pos Penjaga
Gambar 4.25 : Pesan-pesan pengingat Gambar 4.26 : Polisi tidur
Gambar 4.27 : Pos jaga
Gambar 4.28 : Tanda-tanda pengingat
Gambar 4.29 : Ilustrasi ruang yang digunakan secara terus-menerus Gambar 4.30 : Visualisasi yang jelas
Gambar 4.31 : Visualisasi yang tidak tertutupi Gambar 4.32 : Area dead zone
Gambar 4.33 : Visualisasi yang tidak tertutupi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Perbandingan pada aspek territoriality
Tabel 4.2 : Perbandingan pada aspek natural surveillance Tabel 4.3 : Perbandingan pada aspek image and milieu Tabel 4.4 : Perbandingan pada aspek safe zone
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena komunitas berpagar atau sering juga disebut Gated Commuity telah menjadi gaya hunian bagi sebagian orang saat ini. Perkembangan tren ini menurut Blakely & Snyder (1997) muncul karena pusat kota telah kehilangan posisinya sebagai tempat ‘terkuat’ di dalam hierarkhi metropolis, sehingga mengakibatkan hampir sebagian besar fungsi kota mulai beralih ke area suburban.
Peralihan fungsi kota melalui suburbanisasi mengakibatkan pemisahan antar kelompok berdasarkan status dan pendapatan. Hingga akhirnya interaksi antar satu kelompok dengan kelompok yang lain tidak lagi seperti kehidupan bermasyarakat yang semestinya karena keamanan dan kenyamanan hidup bermasyarakat mulai dipertanyakan yang dibuktikan oleh pembangunan batas pemisah oleh kelompok ‘berpenghasilan tinggi’ untuk menutupi dan melindungi wilayahnya dengan alasan keamanan dan privacy.
Dalam perkemba nngannya, komunitas berpagar memang bertujuan untuk mencegah tamu yang tidak diinginkan masuk ke dalam area pribadi mereka serta menyediakan keamanan. Blakely & Snyder menyebutkan bahwa keberadaan pagar, satpam, pembagian lahan dan peraturan pembangunan dalam komunitas berpagar dimaksudkan untuk menghalangi akses ke area resendensial, komersial
Berdasarkan penjelasan singkat mengenai fenomena komunitas berpagar di atas, penulis awalnya berasumsi jika komunitas berpagar merupakan salah satu solusi unutk mencegah terjadinya tindak kejahatan pada hunian maka kebutuhan akan komunitas berpagar akan semakin meningkat jika rasa keamanan ditengah masyarakat mulai berkurang yang didasari oleh fakta angka kriminalitas di indonesia cenderung naik beberapa tahun kebelakang. Namun yang mengherankan adalah setelah penulis melakukan observasi singkat di kota Medan ternyata kenyataannya cukup berbeda, karena tingkat pembangunan komunitas berpagar cenderung berbanding terbalik dengan antusias masyarakat yang dibuktikan oleh tidak semua komunitas berpagar yang terisi penuh.
Menanggapi hal ini, penulis berhipotesa bahwa terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai derajat keberhasilan komunitas berpagar. Pasti terdapat unsur-unsur yang jika dipenuhi akan menjadi jaminan bagi masyarakat untuk menempati area resedensial secara aman dan nyaman.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penerapan unsur-unsur yang berlaku pada komunitas berpagar. Karena cakupan yang cukup luas maka penulis membatasi diskusi ini hanya terfokus kepada penerapan unsur-unsur komunitas berpagar tipe tertutup yang mana penulis akan melakukakan pengamatan pada beberapa studi kasus yaitu Perumahan Taman Anggrek Setiabudi (Jl. Flamboyan Raya) dan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden (Jl. Dr. Cipto), Medan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan unsur-unsur enclosure model pada perumahan di Medan?
Bagaimanakah perbandingan penerapan unsur-unsur enclosure model pada perumahan yang menjadi kasus?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur enclosure model pada perumahan di kota Medan
Membandingkan penerapan enclosure model pada studi kasus di kota Medan
D. Manfaat Penelitian
Bagi penulis adalah sebagai penerapan ilmu dan teori yang telah dipelajari.
Bagi akademisi bisa menjadi studi literatur untuk kajian yang sejenis.
Sebagai salah satu informasi bagi masyarakat mengenai komunitas berpagar (Gated Community).
E. Batasan Penelitian
Penelitian ini terfokus pada Penerapan Unsur-Unsur Enclosure Model (Tipe Tertutup) pada perumahan di Kota Medan.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini di awali dengan melakukan studi literatur utuk mendapatkan
hasil diskusi yang dilakukan dengan dosen. Kombinasi tulisan tersebut mengahasilkan sistematika berikut.
1. Bab 1 Pendahuluan
Membahas latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan sistematika penulisan yang digunakan.
2. Bab 2 Tinjauan Pustaka
Membahas definisi kota, komunitas dan komunitas berpagar 3. Bab 3 Metode Penelitian
Membahas tata cara pengumpulan data penelitian yang dilakukan 4. Bab 4 Studi Kasus (Penelitian)
Membahas studi kasus yang dilakukan pada Perumahan Taman Anggrek Setia Budi dan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden, Medan.
5. Bab 5 Penutup
Bagian ini akan mengemukakan kesimpulan yang didapat dari hasil pembelajaran teori dan observasi lapangan. Diakhir bagian penulisan akan menambahkan saran.
G. Kerangka Berfikir Latar belakang :
Komunitas berpagar merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan tingkat keamanan hidup ditengah masyarakat. Namun tidak selamanya solusi menjadi pilihan bagi masyarakat jika unsur- unsur yang dikandungnya tidak tidak terpenuhi. Oleh karenanya, tulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai unsur-unsur komunitas berpagar. Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian maka tulisian ini difokuskan kepada komunitas berpagar tipe tertutup.
Rumusan Masalah :
Penerapan unsur-unsur enclosure model (tipe tertutup) pada perumahan yang menjadi studi kasus di kota Medan
Tujuan Penelitian :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan penerapan unsur-unsur enclosure model pada perumahan di kota Medan
Kajian Teori :
Komunitas Berpagar atau Gated Community, yang secara harafiah bisa juga disebut dengan “a resedential area with roads that have gates to control the movement of traffic and people into and out of the area” (kamus Oxford).
Dalam perkembangannya terdapat 2 jenis komunitas berpagar jika dilihat berdasarkan isu keamanan, yaitu tipe terbuka dan tipe tertutup.
Analisis
Data/Pembahasan :
Setelah data yang dibutuhkan sudah di kumpulkan,
kemudian tahap selanjutnya data diolah serta di analisis. analisis data disini adalah proses dari pengkajian hasil interview/wawancar a , hasil pengamatan dan dokumen atau data yang telah terkumpul.
Kesimpulan dan Saran :
Hasil dari penelitian ini adalah
mengetahui serta membandingkan penerapan unsur- unsur enclosure model pada perumahan yang sedang berkembang ditengah masyarakat Indonesia
khususnya kota Medan.
Metode Peneltian
Teknik analisis kualitatif dengan metode penelitian deskriptif,
Data Primer Data Sekunder
Metode Deskriptif Pengumpulan data dengan cara dekomentasi, yang akan dilakukan dengan pengambilan gambar/ foto Interview/
wawancara Alat pengumpulan data
Kertas dan alat tulis Kamera dan Perekam suara.
Pencarian literature, yang berbentuk
Jurnal Buku Artikel Data mengenai studi kasus yang diteliti yang bisa memberikan informasi seperti brosur, etc
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah
Dalam Undang-undang No. 1 tahun 2011 pasal 1 ayat 7 tentang perumahan dan pemukiman menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
Rumah yang ditempati atau dihuni diharapkan tidak sekedar rumah, tetapi rumah yang layak huni dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.
Selain itu, dalam pasal 21 ayat 1 Undang-undang No. 1 tahun 2011 menetapkan rumah dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghuni yang meliputi:
1. Rumah Swadaya
Rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik sendiri maupun berkelompok. Rumah swadaya dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
Gambar 2.1 Contoh rumah swadaya Sumber : www.google.com
2. Rumah Umum
Suatu bentuk upaya untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah jenis ini juga bisa mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
3. Rumah Khusus
Rumah yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan khusus, seperti kebutuhan untuk perumahan transmigrasi, permukiman kembali korban bencana alam dan rumah sosial untuk menampung orang lansia, masyarakat miskin, yatim piatu dan anak terlantar, serta termasuk juga umtuk pembangunan rumah yang lokasinya terpencar dan rumah di wilayah perbatasan negara. Rumah khusus disediakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
Gambar 2.2 Contoh rumah khusus Sumber : www.google.com
4. Rumah Komersial
Rumah yang diselenggarakan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Gambar 2.3 Contoh rumah komersial Sumber : www.emporioarchitect.com
5. Rumah Negara
Rumah yang dimiliki oleh negara dan berfungsi sebagai temapt tinggal atau hunian pejabat negara dan/atau pegawai negeri. Rumah ini disediakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Gambar 2.4 Contoh rumah negara Sumber : www.flickr.com
B. Komunitas Berpagar
Sesuai dengan penjabaran diatas mengenai rumah dan jenisnya maka dapat disimpulkan bahwa komunitas berpagar termasuk kepada jenis rumah komersial.
Karena seperti yang diketahui bahwa komunitas berpagar diselenggarakan oleh pihak swasta dengan tujuan mencari keuntungan. Selain itu dalam perkembangannya komunitas berpagar dibangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
1. Definisi Komunitas Berpagar
Blakely dan Snyder (1997) mengatakan, komunitas berpagar adalah area dengan akses yang dibatasi, yang membuat ruang publik menjadi privat. Akses dikontrol oleh penghalang fisik, dengan batas pinggir semacam dinding atau pagar yang dilengkapi dengan area masuk yang juga berpagar dan dijaga ketat.
Komunitas berpagar memberi gambaran yang sedikit berbeda dengan apartemen atau kondominium yang bangunannya dilengkapi dengan barikade dan pagar.
Perbedaannya adalah pada apartemen dan kondonium, pintu gerbang dan penjaga berfingsi membatasi akses umum dari lobi atau ruang masuk yang bersifat private di dalam bangunan. Pada komunitas berpagar, gerbang berfungsi membatasi akses publik dari jalan, pedestrian, taman, ruang terbuka dan taman bermain yang ada didalamnya. Sedangkan persamaannya adalah keduanya bangunan ini dimiliki secara bersama oleh para pemilik/penghuni.
Gambar 2.5 Penggunaan pagar untuk membatasi area prifat dan publik Sumber : www.google.com
Landman, mendefinisikan komunitas berpagar sebagai area residensial dengan akses dibatasi sehingga ruang publik yang secara normal boleh digunakan menjadi terbatas bagi golongan tertentu. Menurutnya komunitas berpagar tidak hanya residensial namun juga termasuk pengontrolan akses dari suatu area ke tempat bekerja, komersial dan atau tujuan rekreasional (kompleks perbelanjaan, mall, dll). Komunitas berpagar dapat termasuk lingkungan tertutup (Enclosed Neighborhood) dan kompleks perumahan yang dijaga ketat (Security villages/Complexes).
Gambar 2.6 Contoh penerapan Enclosured Nieghborhood Sumber : www.google.com
Gambar 2.7 Contoh penerapan Security Villages Sumber : www.google.com
Sementara itu, Frantz mendefinisikan Gated Community di Amerika sebagai area permukiman yang sebagiannya dibangun secara privat dan terpelihara. Pengertian privat disini tergambarkan dari penghuni kompleks yang memisahkan diri sendiri dari dunia luar dengan menggunakan sejumlah tindakan pengamanan seperti penjagaan atau area dengan remotkontrol pada pintu masuk, pagar atau dinding
Lingkungan tertutup (Enclosed Neighborhood) adalah lingkungan yang memiliki akses terkontrol melalui pagar sebagai pintu masuk atau keluar menuju jalan besar yang juga dilengkapi denganndinding/pagar dan penjaga. Sedangkan penjagaan keamanan desa atau kompleks (Security villages/Complexes) mengacu pada pengembangan secara privat yang dilakukan pada area yang dibangun oleh private developer. Area dan bangunan ini secara fisik dibatasi dinding dan biasanya memiliki penjaga gerbang atau akses yang dikontrol dengan atau tanpa penjaga keamanan. Jalan yang terdapat di area ini bersifat prifat dan sistem manajemen dan pemeliharannya menjadi tanggung jawab pihak pengelola.
Gambar 2.8 Komunitas berpagar Sumber : www.shutterstock.com
2. Karakteristik Komunitas Berpagar
McMullen mengatakan bahwa walaupun setiap komunitas berpagar yang dibuat berbeda-beda namun pada umumnya mereka memiliki kesamaan karakteristik yakni; adanya penghalang fisik untuk menghalangi akses dan pergerakan, pemprivatisasian ruang publik dan pengontrolan atas hal itu (ruang publik), dan juga pemprivatisasian pelayanan publik seperti pengambilan sampah dan perlindungan gangguan dan keamanan dari aparat yang berwajib.
Gambar 2.9 Contoh fasilitas didalam komuitas berpagar Sumber : www.chilliwackgatedcommunities.com
Komunitas berpagar menciptakan penghalang fisik untuk akses dan juga memprivatisasikan pelayanan publik, pelayanan pemerintah dan berbagai tanggung jawab yang biasanya diperuntukkan bagi kepentingan umum seperti perlindungan polisi dan pelayanan komunal (edukasi, rekreasi dan hiburan).
Mereka menciptakan ’tanggung jawab’ bagi diri mereka sendiri, dan ’tanggung jawab’ itu hanya terbatas sampai batas area mereka. komunitas berpagar menciptakan dunia private yang hanya ‘sedikit berbagi’ dengan lingkungan sekitar atau dapat dikatakan ‘tertutup’ dalam sistem politikal yang lebih luas.
Mereka ’membawa ke dalam’ semua fasilitas (seperti kolam renang, lapangan tennis, community centre/club house, lapangan golf, taman bermain, area latihan, area makan malam, atau bisa juga area pantai yang bersifat private tergantung kepada banyaknya perkumpulan yang ada serta jika terdapat pemimpin perkumpulan besar maka ia dapat menyediakan lebih banyak fasilitas dari sebelumnya) yang mereka miliki dan melarang pihak luar untuk datang dan menggunakannya.
Komunitas berpagar menempatkan keamanan dan perlindungan sebagai keistimewaan utamanya. Sebenarnya yang dimaksud dengan keamanan di sini lebih dipandang sebagai kebebasan tak hanya dari kejahatan atau kriminal melainkan juga dari gangguan-gangguan seperti peminta sumbangan, pengemis, kenakalan remaja dan ‘pengganggu-pengganggu’ lainnya, baik yang berniat jahat atau tidak. Komunitas berpagar cenderung homogen dalam taraf pendapatan dan usia. Tujuan dari kehomogenitasan ini adalah agar para komunitas ini dapat hidup
dengan lebih nyaman tanpa ada gangguan dari komunitas lain yang dinilai akan mengganggu keamanan dan kenyamanan penghuni yang tinggal di dalamnya.
Gambar 2.10 Contoh gangguan yang dihindari oleh komunitas berpagar Sumber : www.google.com
Komunitas berpagar menyiratkan pengaturan tata ruang lingkungan hunian yang tergolong ideal jika dilihat dari segi fisik. Sedangkan dari segi nonfisik dapat dilihat dari kehomogenan komunitas penghuni komunitas berpagar, yang pada umumnya setara dari segi pendapatan. Hal ini terlihat dari gaya hidup, cara pandang serta gaya rumah yang mencerminkan status dan tingkat sosialnya.
Kondisi ini memberikan kesan bahwa terdapat pembatas dan perbedaan yang jelas antara komunitas berpagar dengan komunitas yang ada diluarnya.
3. Tipikal Penghuni Komunitas Berpagar
Pada awalnya pengguna komunitas berpagar yang seharusnya adalah mereka yang telah lanjut usia karena mereka merupakan golongan yang rentan dengan kasus kejahatan. Selain itu golongan lanjut usia sangat membutuhkan fasilitas yang bisa menghibur mereka di hari tua sebab waktu mereka lebih banyak dihabiskan di rumah dan lingkungan tempat tinggal. Namun sangat disayangkan
dalam perkembangannya penghuni komunitas berpagar adalah para non-lanjut usia yang dibuktikan dengan meningkatnya permintaan rumah tinggal pada komuitas berpagar oleh para non-lanjut usia.
Gambar 2.11 Penghuni komunitas berpagar yang seharusnya Sumber : www.google.com
Disamping itu, pihak yang menjadi sasaran adalah mereka yang memiliki pandangan rumah sebagai investasi, mengingat nilai properti dewasa ini semakin lama semakin meningkat. Sehingga mereka membeli hanya untuk disewakan atau dijual kembali kepada pihak lain.
Tipikal penghuni lain adalah penghuni yang hampir semua anggota keluarganya memiliki aktivitas harian yang sibuk. Umumnya tipe keluarga ini keluarga single-unit family dengan double-income.
Gaya hidup juga mengharuskan beberapa diantara mereka untuk sering berpergian dalam waktu yang cukup lama, sehingga mereka membutuhkan pengamanan yang ketat untuk mengamankan harta benda dan keluarga mereka.
Gambar 2.12 Mayoritas penghuni komunitas berpagar Sumber : www.google.com
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa tipikal penghuni yang menempati komunitas berpagar adalah orang-orang yang secara langsung atau tidak langsung masih berhubungan dengan kota. Maksudnya disini mereka masih memiliki ketergantungan dengan kota meskipun lokasi huniannya berada jauh dari pusat kota, seperti karena hubungan pekerjaan, fasilitas hiburan, pelayanan pemerintah, pendidikan, dan lain sebagainya. Jika dilihat dari segi pendapatan, kebanyakan dari mereka adalah masyarakat dari golongan mampu karena semakin baik fasilitas yang diberikan maka semakin besar dana yang harus dikeluarkan.
4. Tipe Komunitas Berpagar Berdasarkan Komunitas
Menurut Blakely & Snyder, terdapat beberapa hal yang memicu orang- orang untuk memilih komunitas berpagar sebagai huniannya. Blakely & Snyder membagi tipe komunitas berpagar menjadi tiga jenis komunitas, ketiga komunitas tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Komunitas LifeStyle/Gaya hidup
Bagi mereka yang lebih mementingkan keamanan serta pemisahan aktivitas dan sarana hiburan. Subtibe seperti ini bisa dicontohkan seperti pecinta golf, country club, pengembang resort dan kota baru.
b. Komunitas Prestise
Bagi mereka pagar merupakan simbol pembedaan tingkat sosial dan prestise serta melindungi tempat-tempat private mereka. Subtipe seperti ini terdiri dari para konglomerat, orang terkenal, eksekutif manager serta golongan profesional sukses lainnya.
c. Zona Keamanan
Mereka yang sangat waspada dan takut terhadap segala hal yang berhubungan dengan kejahatan, sehingga mereka membangun benteng-benteng pertahanan, yang terbagi menjadi dua zona;
1) Inner-perch, pagar sebagai upaya melindungi properti dan mencegah tindakan kejahatan dari lingkungan sekitar (pribadi).
2) Suburban-perch, pagar sebagai sarana pelindung area kota dengan pola jalan yang dibuat berliku-liku untuk mengurangi kedatangan dan unutk mendeteksi masuknya orang luar (masyarakat).
Berdasarkan pendapat Blakely & Snyder di atas, diketahui bahwa ada tiga alasan penting yang menjadi latar belakang pemilihan seseorang untuk tinggal dalam komunitas berpagar. Latar belakang ini datang dari suatu pandangan tipikal komunitas tertentu yakni komunitas yang mementingkan gaya hidup, prestise,
5. Jenis Komunitas Berpagar Berdasarkan Isu Kriminalitas
Komunitas berpagar merupakan salah satu solusi untuk menanggapi isu kriminalitas. Dalam perkembangannya, terdapat 2 teori yang membagi komunits berpagar menjadi 2 jenis yaitu tipe terbuka dan tipe tertutup.
a. Teori Terbuka (Encounter Model)
Teori terbuka (Encounter Model) digagas oleh Jane Jacob (1961). Teori ini menganjurkan ruang terbuka yang bebas diakses oleh orang asing. Teori ini beranggapan nahwa keberadaan orang asing melalui interaksi dengan penghuni merupakan subjek pendukung keamanan yang turut mengawasi lingkungan sekitar.
Gambar 2.13 Ilustrasi tipe tertutup Sumber : pribadi
b. Teori Tertutup (Enclosure Model)
Teori tertutup (Enclosure Model) digagas oleh Oscar Newman (1973).
Teori ini manganjurkan ruang tertutup dan lingkungan yang tidak bebas diakses oleh orang asing. Teori ini menganggap bahwa keberadaan orang asing sebagai ancaman bagi penghuni didalam lingkungan tersebut.
Gambar 2.14 Ilustrasi tipe tertutup Sumber : pribadi
6. Rangkuman Komunitas Berpagar
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan mengenai komunitas berpagar yang tengah menjadi tren pada saat ini.
Sebelumnya telah dipaparkan untuk sementara bahwa komunitas berpagar merupakan sebuah area (umumnya residensial) yang didalamnya terdapat penjagaan dan sistem pengamanan yang ketat, terlihat dari banyaknya fasilitas
pengontrolan beberapa sarana ’umum’ yang hanya diperuntukkan bagi komunitas berpagar sendiri (hal ini memang disebabkan oleh system kepemilikan lahannya yang memang private/dimiliki secara bersama).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunitas berpagar merupakan suatu area (umumnya area redensial) ekslusif yang dikelilingi oleh
‘batas’ serta dimiliki dan dikontrol secara penuh baik secara pribadi maupun secara umum bagi mereka yang mendiami wilayah tersebut dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan ideal bagi mereka sendiri, yangmana segala hal berupa fasilitas sarana dan prasarana didalamnya hanya bisa digunakan oleh mereka sendiri.
C. Komunitas Berpagar Tipe Tertutup (Enclosure Model of Gate Community)
Oscar Newman (1972) melalui bukunya Defensible Space yang dinamakan dengan enclosure model/tipe tertutup yang merupakan salah satu solusi rancangan kota untuk mengantisipasi tindakan kriminalitas secara lebih efektif.
Sebenarnya teori ini memiliki pro dan kontra ditengah masyarakat sebab cara kerjanya yang dirasa cukup eksrim, karena enclosure model menganjurkan ruang tertutup dan lingkungan yang tidak bebas akses (terbatas). Menurut teori ini orang asing dianggap sebagai ancaman, sehingga dengan ruang tertutup yang memisahkan orang asing dapat menurunkan niat/kesempatan melakukan tindakan kriminal.
1. Defenisi Enclosure Model/Tipe Tertutup
Enclosure model merupakan kajian defensible space yang awalnya dikaji oleh Newman dan Roger Montgomery pada tahun 1964 melalui penindak lanjutan pemikiran Elizabeth Wood (social desaign theory) dan Jane Jacob (the death and life of great American cities). Konsep ini kemudian dikaji lebih lanjut oleh Newman yang menghasilkan sebauh buku bejudul Defensible Space (1972).
Menurutnya, defensible space adalah (NCPI, 1986, 121):
“…surrogate term for the range of mechanisms-real and symbolic barriers, strongly defined areas of influence, improved opportunity for surveilance-that combine to bring an environment under the control of its recidennts. A defensible space is a living recidential environment which can be employed by inhabitants for the enhancement of their live, while providing security for their families, neighbors, and friends…”.
Dari sini bisa kita lihat bahwa defensible space ini merupakan mekanisme pencegahan kejahatan yang dilakukan melalui kontrol sosial informal. Mekanisme ini mensyaratkan adanya peran serta masyarakat untuk mengamankan dirinya, miliknya serta lingkungannya melalui pencegahan kejahatan kolektif. Kata kolektif disini mengandung arti ‘bersama-sama untuk kepentingan dan tujuan bersama’, sehingga apabila ada salah seorang warga masyarakat yang menjadi korban kejahatan di lingkungan tersebut, warga yang lain, menganggap bahwa ancaman tersebut juga dirasakan warga lainnya secara keseluruhan. Dengan begitu, upaya penanganan dan pencegahan kejahatannya pun dilakukan melalui tindakan kolektif.
Shaw and Mckay (1942 dan 1969) mengatakan bahwa penting sekali
kriminogen. Tujuannya adalah agar faktor tersebut tidak menyebabkan timbulnya kejahatan secara sedemikian rupa, sehingga menciptakan kondisi yang memperkecil kesempatan dilakukannya kejahatan, baik dengan membangun rintangan, menumbuhkan kohesi sosial untuk memunculkan rasa saling memilki, mengawasi dan melindungi serta memudahkan polisi untuk melaksanakan tugasnya berpatroli atau melakukan tindakan-tindakan kepolisian.
Pengopersionalan konsep defensible space, memungkinkan untuk terciptanya kondisi tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa komunitas berpagar yang banyak berdiri pada saat ini di merupakan penerapan kajian defensible space, yang terlihat dari pembetukan rintangan di area sekitarnya.
Namun kesamaan tersebut hanya pada ketakukatan dan kewaspadan terhadap tindakan kriminalitas, bukan mengacu pada keekslusivan dan keprivasian yang dihadirkan oleh komunitas berpagar yang tengah digalakkan ditengah masyarakat.
Dikarenakan karena teori enclosure model hanya mengusung bagaimana caranya menghadirkan keamanan bagi masyarakat yang berada dalam suatu wilayah dengan cara hidup kolektif antar sesama warga atau komunitas, meskipun menutup diri dari komunitas atau warga asing yang tidak diketahui.
2. Unsur-Unsur Enclosure Model
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya enclosure model/tipe tertutup adalah bagian dari defensible space. Keduanya memiliki konsep yang sama hanya berbeda pada pengaplikasiannya, yangmana konsep enclosure model pada pembahasan ini diaplikasikan pada area perumahan. Oleh karena itu, unsur-unsur
yang tertera pada enclosure model merujuk kepada unsur-unsur defensible space.
Konsep defensible space dibagi dalam empat kategori utama, yaitu (Block, 1981;
Dermawan, 1994):
a. Territoriality, yang mengacu pada sikap untuk mempertahankan wilayah. Para penduduk merasakan keterpaduan dan keakraban yang kuat dan bersatu dalam orientasi mereka sendiri untuk melindungi wilayah mereka. Dengan adanya territorality ini, maka jika terdapat adanya pendatang baru, akan mudah dikenali.
b. Natural Surveillance, yang mengacu pada kemampuan penduduk untuk mengawasi dan mengamati secara sambil lalu maupun terus menerus, lingkungan umum wilayah mereka.
c. Image and Milieu, meliputi kemampuan tentang desain lingkungan yang dapat meniadakan persepsi tentang proyek perumahan yang menjadi terisolasi dan penghuninya mudah diserang kejahatan
d. Safe Area, adalah wilayah yang memungkinkan pengamatan dan pengawasan yang cermat oleh masyarakat sekitar dan aparat berwajib dalam menjamin keselamatan seseorang dari kejahatan.
Konsep di atas hanya mengacu kepada pemusatan konsep tanpa ada indikator-indikator yang jelas untuk mengukur empat kategori tersebut. Untuk itu penulis hanya bisa mengutip dari jurnal yang membahas mengenai aspek defensible space ini.
Berdasarkan jurnal kriminlogi yang berjudul Defensible Space : Operasionalisasi Model Pencegahan Kejahatan Secara Kolektif di Perumahan tulisan Dadang Sudiadi tahun 2003 menjelaskan bahwa.
1) Territoriality
Secara fisik, keberadaan pembatas, baik pagar rumah, portal sektor/blok dan benteng kompleks perumahan diakui mempunyai pengaruh terhadap tingkat kesulitan dilakukannya kejahatan. Beberapa referensi menunjukkan hal tersebut.
Seperti dikemukakan Block (1981) :
“…The significant amount of environment security is accomplished through the creation of barriers …. The objective of barriers is to prevent or delay the un authorized access to property…”
Menurut Hall (Block, 1981) :
“A barrier as a system of device or characteristics constructed to with stand attack for a specified period of time…a barrier as being comprised of living and material elements. The living element include watch or sentry dogs and guards who may be stationed on the premises, and local law enforcement officers and private security forces who are off-premises. The material component of barriers may be psychological in nature, which are bsically deterrent factors resulting from the material bariers, or they may be physical barriers that protect the premises againts actual physical attack. Doors, windows, wall, roofs and locks are all the examples of physical barriers.”
Secara sosial, konsep territoriality ini bisa dioperasionalkan melalui pemahaman tentang kohesi sosial (kedekatan sosial), yang sangat menentukan keberhasilan dari terlaksananya pencegahan kejahatan secara kolektif. Beberapa fakta menunjukkan, pencegahan kejahatan secara kolektif lebih efektif dibandingkan dengan pencegahan kejahatan secara individual. Berkenaan dengan kegiatan kolektif dalam upaya pencegahan kejahatan, kegiatan seperti ini
dinamakan oleh Moore (Moore dalam Dermawan, 1994; Sartomo, 1997) sebagai
“self-help”.
2) Natural Surveillance
Secara fisik, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan keinginan untuk melakukan kejahatan. Seperti dikemukakan oleh Block (1981):
“Illumination is most important is discouraging criminal activity and enhancing public safety. Ample documentation of the efect of lighting on criminal activity is provided by a comparison of day and night crime rates and by the effects of an electrical blackout in a city. Lighting is one of the most effective deterrents to certaint types of crime, such as vandalism, burglary and muggings.
Two ways that lighting can used to prevent crime are : 1) to increase the probability of criminal activity being observed, and 2) to enable an empty structure to assume the semblance of being occcupied. A person intending to commit naturally desires to minimize the probability of being observed either by law enforcement officers or private citizens.“
Oleh karena itu keberadaan dari lampu-lampu penerangan menjadi sesuatu yang penting. Bagitu juga dengan keberadaan dari pohon-pohon yang rindang, sehingga menyulitkan pemandangan. Letak rumah yang saling berhadapan juga sangat berpengaruh, dengan kemungkinan saling mengawasi antar tetangga maupun terhadap lingkungan. Keberadaan alat-alat elektronik untuk memantau keamanan, juga disinyalir cukup menjadi perhitungan para calon pelaku kejahatan dan memudahkan penghuni rumah untuk memantau tamu yang akan masuk. Lain dari itu, keberadaan alat komunikasi dengan petugas keamanan juga banyak dipercaya bisa memperkecil kemungkinan dlakukannya kejahatan.
Secara sosial, bila tanggung jawab keamanan lebih banyak dibebankan
warganya. Begitu juga dengan warga, harus mengenal dengan baik satpamnya.
Apabila satpam dan warga tidak saling mengenal, maka keduanya bisa tertipu oleh calon pelaku kejahatan yang akan melakukan kejahatan di sebuah kompleks perumahan.
Warga juga harus saling mengenal, paling tidak untuk satu sektor atau blok. Dengan demikian, kohesi sosial juga akan tercipta dengan sendirinya.
Kohesi sosial sangat berpengaruh terhadap kuat-lemahnya upaya pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh warga secara kolektif, bukan individual.
3) Image and Milieu
Secara fisik, Keberadaan portal akan mempunyai efek antisipatif dan menumbuhkan image tentang lingkungan yang terjaga. Adanya polisi tidur, menyebabkan kendaraan yang akan melewati jalan-jalan kompleks menjadi tidak bisa dengan kecepatan tinggi dan ini juga akan menumbuhkan image tentang rintangan yang sangat besar bagi calon pelaku kejahatan, bila yang bersangkutan melakukan kejahatan di tempat tersebut. Begitu juga dengan keberadaan pos-pos keamanan yang terlihat tersebar keberadaannya di dalam kompleks. Selain itu penempatan publisitas pesan-pesan seperti “Tamu wajiib lapor 1 x 24 jam”, meninggalkan KTP dan “Kaca Mobil, Helm dan Kaca Mata Harap Dibuka juga menggambarkan situasi yang tidak kondusif untuk melakukan kejahatan. Sesuai dengan yang disebutkan oleh Block (1981):
“Messages provided through the use of signs vary. Commonly used one includes : ‘Proverty Protected by Alarm System’, ‘Night Watchman on Duty’, ‘No Loitering Allowed’, ‘Beware of Police Dog’, ‘No Trepassing.’ Signs should strategically be placed at entryways and other vulnerable locations on the outside
grounds. Signs can also be used on the inside of structures to promote security and, in effect, to control access.”
Secara sosial, orang mempersepsikan bahwa kompleks perumahan terjaga, begitu juga orang dalam. Sehingga misalnya bila ada orang yang akan memasuki kompleks, satpam akan menanyakan tujuan dan tamu diminta untuk meningalkan KTP. Dalam beberapa hal adanya kumpulan anak-anak muda di pinggir jalan, mungkin akan dipersepsikan adanya potential offender, tetapi di lain pihak keberadaan mereka dapat menjadi alat untuk memunculkan image bahwa bila masuk lingkungan tersebut, pasti akan berurusan dengan anak-anak muda tersebut.
Keberadaan fasilitas umum yang dapat dipergunakan oleh orang luar kompleks, juga dapat mempengaruhi dan bahkan menurunkan image bahwa lingkungan itu merupakan lingkungan yang terjaga. Misalnya adanya tempat praktek dokter, praktek notaris, salon kecantikan dan pusat kebugaran serta jalan umum yang tersedia dan fasilitas umum lainnya. Fasilitas–fasilitas seperti ini dapat menyulitkan dalam melakukan natural surveillance.
4) Safe Area
Stephanie Mann dan M.C. Blakeman (1993) menyatakan bahwa:
“A Safe Zone can sometimes be created by converting an isolated area into one that people use frequenly. An area in a public park where tall trees cast dark shadows at dusk could be made safer by adding a baseball diamond, under bright lights where people frequenly gather for recreation.”
Safe area ini menunjuk pada kondisi-kondisi behavioral, yang menunjukkan tempat atau pemukiman tersebut berada dalam kondisi yang aman,
Wurff dan Stringer (Evans, ibid.) menekankan ada tiga komponen yang merupakan bagian dari fear of crime, yaitu:
“The existence of a certain element of well-being; the perception of threat to that well-being, and feeling of inability to scope with that threat…In van der Wurff and Stringer’s model of fear of crime, they refers to two comparative judgements : one’s own strength, speed and skill with that of potential offenders.”
Secara sederhana, kondisi ini memungkinkan penghuni kompleks untuk melakukan semua aktifitas dan menyimpan semua barang berharga miliknya dengan tenang, nyaman dan aman. Safe area ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dari defensible space dan sekaligus merupakan kondisi ideal. Namun untuk terciptanya safe area ini harus terlebih dahulu tercapai territoriality, natural surveillance, dan image and milieu.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis metode penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif dengan metode deskriptif, mengumpulkan data data primer maupun data sekunder. Penelitian deskriptif juga diartikan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistim pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999: 63).
Dalam melakukan penelitian ini metode yang di gunakan terhadap permasalahan yang dikaji yaitu, metode kualitatif yaitu metode penelitian yang biasanya memerlukan data kata-kata tertulis, peristiwa, dan perilaku yang dapat diamati. Kelebihan metode kualitatif adalah mempunyai fleksibilitas yang tinggi bagi peneliti ketika menentukan langkah-langkah penelitian (Alwasilah, 2003:97).
B. Variabel penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang memiliki dan mengambil nilai yang beraneka ragam, sekaram dalam ( Sinulingga, 2011).
Variable Sub Variabel Data yang
diperlukan
Metodologi
Portal Pembatas sektor/blok
jumlah pagar dan portal yang ada
menggunakan metode kualitatif yang berupa observasi langsung dan ambil
gambar/foto.
Kemudian diterapkan dengan teori yang mendukung nya.
2. Natural Surveillance
Lampu jalan Orientasi fasade
rumah Penggunaan
CCTV
o Siteplan area
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yang berupa observasi langsung dan ambil
gambar/foto.
Kemudian diterapkan dengan teori yang mendukung nya.
3. Image and Milieu
Polisi tidur Pos penjaga publisitas
pesan-pesan pengingat
o ukuran dan jumlah polisi tidur
o jumlah pos jaga o jumlah pesan-
pesan pengingat
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yang berupa observasi langsung dan ambil
gambar/foto.
4. Safe Area keadaan behavior lingkungan
Kemudian diterapkan dengan teori yang mendukung nya.
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yang berupa observasi langsung dan ambil
gambar/foto.
Kemudian diterapkan dengan teori yang mendukung nya.
C. Populasi dan Sample
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Dengan meneliti sebagian dari populasi diharapkan hasil yang diperoleh akan dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Sampel haruslah dipilih sedemikian rupa sehingga setiap elemen mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih. Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.
(Kartini, 2014). Populasi pada penelitian ini adalah perumahan yang berada di kota Medan.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki dari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar mewakili (representative). (Kartini, 2014).
Sampel dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel yang random/acak, melainkan hanyalah sample yang bertujuan (purposive sampling).
(Moleong, 2005). Jadi, sampel pada penelitian ini adalah stuid kasus yang telah ditentukan yaitu, Perumahan Taman Anggrek Setiabudi dan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden.
D. Metode Pengumpulan Data 1. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti catatan pristiwa yang telah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”. Pengumpulan data dengan dokumentasi dalam penelitian ini yaitu dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto untuk mendokumentasikan gambar ornamen pada Masjid Osmani (Sugiono, 2008 : 329).
2. Observasi
Observasi dilakukan dapat menghubungkan dengan upaya dapat merumuskan masalah yang ada, serta membandingkan masalah yang telah ada dengan kenyataan dilapangan. Serta akan ada dituangkan beberapa daftar pertanyaan kepada responden.
3. Wawancara
Interview kepada responden dengan beberapa pertanyaan yang telah disediakan merupakan salah satu cara pengambilan data dengan cara komunikasi lisan.
Metode observasi mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, obserasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Dalam hal ini penulis menggunakan metode Observasi Partisipasi. Metode ini adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data-data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan di mana peneliti terlibat didalamnya. (Bungin 2007: 115).
Pengumpulan data dengan studi literatur menjadi acuan utama. Buku-buku atau jurnal yang berhubungan dengan penelitian untuk mendapat informasi yang akan digunakan sebagai pe-gangan pokok secara umum dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendu-kung pemecahan masalah dalam penelitian. Selain itu dapat juga digunakan bahan-bahan perbandingan yang lain sebagai tolok ukur terhadap obyek penelitian Studi ini dilakukan dengan mencari data-data yang mendukung penelitian, sebagai pegangan pokok dari buku/jurnal yang memuat dasar-dasar secara pasti sebagai patokan/acuan, dan dapat juga melalui media internet.(Nazir, 1988: 123).
E. Metode Analisis Data
Sesuai dengan penelitian, teknik analisis data yang digunakan penulis adalah teknik analisis dan deskriptif. Analisis data deskriptif adalah analisis terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam
menguraikan serta menginterprestasikan data yang diperoleh di lapangan dari para informan. Penganalisisan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian.
Dalam melakukan analisis data, menurut Miles dan Huberman (dalam Sugioyono, 2009 : 206 ) terdapat beberapa aktifitas dalam melakuakan analisis data, yaitu :
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Melalui penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan di dalam penelitian kualitatif dalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.
BAB IV STUDI KASUS
Penelitian ini dilakukan di Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden yang berada di pusat kota dan Perumahan Taman Anggrek yang berada dipinggiran kota. Alasan pemilihan studi kasus ini adalah unutk melihat bagaimana perbedaan penerapan unsur-unsur komunitas berpagar tipe tertutup pada area pusat kota dan pinggiran kota. Berikut penjabarannya :
A. Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden 1. Lokasi
Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden Berada di kawasan Medan Polonia, tepatnya di Jl. Dr. Cipto, Medan Polonia, dengan luas wilayah 1,704 H dan 50 rumah. Seperti kebanyakan perumahan yang bayak dibangun, perumahan ini juga mengusung jenis minimalis. Umumnya rumah yang dibangun merupakan rumah siap jadi (dibangun oleh kontraktor tanpa melibatkan permintaan penghuni), namun juga terdapat rumah yang dibangun sesuai dengan permintaan calon penghuni. Rumah yang dibangun memiliki 3 lantai. Sayangnya fasilitas yang ada belum cukup memadai, hanya terdapat kolam berenang sebagai fasilitas bagi penghuni komplek.
Gambar 4.2 Tipikal hunian Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden Sumber : google Map, pribadi
2. Penghuni
Berdasarkan informasi yang di dapat, bisa dikatakan bahwa penghuni yang berada di kawasan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden ini. merupakan orang yang cukup mampu (menegah ke atas). Ditambah lagi dengan faktor keberadaan Shopping Mall yang sangat berdekatan dengan studi kasus juga
menambah tingkat prestise perumahan ini. Komplek perumahan ini dihuni oleh masyarakat yang heterogen.
3. Hubungan dengan Masyarakat Sekitar
Lokasinya yang berada di pusat kota maka tidak heran perumahan ini berada di area sibuk apalagi langsung berbatasan dengan Shopping Mall. Dilihat dari bagaimana hubungan penghuni dengan masyarakat sekitar melalui observasi tidak terlihat hubungan antara keduanya. Alasannya akses masuk perumahan sangat dibatasi. Sebagai contoh jika anda beniat masuk kedalam anda harus memiliki alasan yang jelas seperti anda merupakan tamu dari penghuni atau anda merupakan pekerja kebersihan atau taman.
B. Perumahan Taman Anggrek Setiabudi 1. Lokasi
Perumahan Taman Anggrek Setiabudi berada di kawasan Medan Tuntungan, lebih tepatnya di Jl. Flamboya Raya, dengan luas wilayah 3,297 H dan 218 rumah. Perumahan ini juga mengusung jenis minimalis dan minimalis klasik dengan dengan 5 varian rumah yang disediakan. Rumah yang berada di area ini memiliki jumlah lantai yang berbeda-beda, ada yang dua lantai dan juga ada satu lantai. Fasilitas yang disediakan juga tidak terlalu banyak, hanya terdapat kolam berenang dan alat kebugaran outdoor yang terlalu kecil dan sedikit jika dibandingkan dengan jumlah rumah yang disediakan.
Gambar 4.4 Tipikal hunian tipe Catleta Sumber : priadi
Gambar 4.5 Tipikal hunian tipe Aranda Sumber : pribadi
Gambar 4.6 Tipikal hunian tipe Vanda Sumber : pribadi
Gambar 4.7 Tipikal hunian tipe Aranda Plus Sumber : pribadi
Gambar 4.8 Tipikal hunian tipe Airedes Sumber : pribadi
2. Penghuni
Berdasarkan informasi yang di dapat, masyarakat yang menghuni perumahan Taman Anggrek yang berada dipinggiran kota. ini pada umumnya merupakan golongan menengah. Selain itu keberadaan pasar tradisional yang sangat mudah untuk diakses semakin menambah tingakat kemungkinan golongan menengah unutk menempati area ini. Komplek perumahan ini dihuni oleh masyarakat yang heterogen.
3. Hubungan dengan Masyarakat Sekitar
Sama seperti dengan kasus sebelumnya, akses masuk juga sangat dibatasi.
Tidak semua orang bisa masuk secara bebas ke area komplek. Hanya orang-orang yang memiliki kepentingan yang bisa masuk kedalamnya.
C. Analisis
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data didasarkan pada variabel-variabel yang telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya, yaitu unsur-unsur defensible space yang juga berlaku pada komuitas berpagar tipe tertutup.
1. Territoriality
Territoriality berhubungan dengan pembatas yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat keamanan . Block (1981) menyatakan,
“…The significant amount of environment security is accomplished through the creation of barriers …. The objective of barriers is to prevent or delay the un authorized access to property…”
Disini Block menyatakan bahwa keamanan dapat ditingkatkan melalui pembangunan pembatas/pagar unutk mengahalangi tamu yang tidak diinginkan.
Berhubungan dengan pembatas ini, Jeffery (1976) menyatakan bahwa perlu adanya unsur-unsur struktural yang memberikan kesan tidak bebas unuk dimasuki.
Gambar 4.9 Pagar merupakan contoh penerapan unsur Territoriality Sumber : http://www.lisc.org/media/filer_public.pdf
a. Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden 1) Pagar Pembatas
Gambar 4.10 Pagar pembatas Sumber : Pribadi
Pagar pembatas pada Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden pada bagian depan yang berbatsan langsung dengan jalan utama terlihat sangat baik dan terurus. Pagar pembatas berupa dinding berukuran ± 20 cm lebar dan 2.5 meter tinggi.
Dibagian utara umumnya berbatasan langsung dengan area kosong meskipun dibagian timur laut berbatasan dengan gedung PLN. Bagian selatan berbatasan langsung dengan Jl. Mongonsidi. Bagian timur berbatasan dengan Jl.
Dr. Cipto. Sedangkan bagian barat berbatasan dengan Jl. Mongonsidi Baru.
Gambar 4.11 Batas-batas perumahan Sumber : Pribadi
Berdasarkan batas lokasi, bagian timur dan selatan yang berbatasan
sedangkan pada bagian utara yang berbatasan dengan lahan kosong hanya dibangun pagar secukupnya yang terlihat kurang terurus. Pada bagian barat yang berbatasan dengan jalan kecil dinding rumah berfungsi sebagai pagar pembatas wilayah.
Pada perumahan ini hanya terdapat satu gerbang ebagai akses masuk dan keluar. Ukuran gerbang lumayan besar, 4 x 4 m2. Biasanya tidak begitu digunakan karena keberadaan portal.
Penerapan satu gerbang ini belum sesuai dengan rancangan yang diajukan Oscar Newman. Newman (1996) dalam rancangannnya menerapkan 1 gerbang utama untuk kendaraan dan 2 gerbang kecil untuk pejalan kaki.
Gambar 4.12 Rancangan gerbang Oscar Newman Sumber : https://www.huduser.gov/publications/pdf/def.pdf
2) Portal
Portal hanya berada digerbang masuk maupun keluar, karena tidak ada pembagian area pada perumahan ini. Selain itu ukuran kavling area perumahan yang tidak begitu besar, tidak memungkinkan untuk membangun portal lainnya.
Gambar 4.13 Portal dan gerbang Sumber : Pribadi
Terdapat 2 portal yang berada pada akses masuk dan keluar yangmana keduanya berfungsi secara bersamaan. Portal berukuran 4,5 meter panjang dengan ketinggian dari tanah 1,2 meter.
Keberadaan portal memberikan anggapan yang sulit untuk dimasuki apalagi bagi kendaraan roda dua apalagi roda empat. Selain itu, portal tidak dibiarkan terbuka. Portal dibuka hanya ketika penghuni masuk atau keluar dan tamu yang telah mendapatkan izin masuk.
Analisis territoriality : a) Strenght (Kekuatan)
Pagar pembatas memberikan rasa aman pada penghuni didalamnya.
Pagar pembatas juga menyulitkan tidakan kejahatan dan juga tindakan pencurian dari orang luar.
Keberadaan satu gerbang mempermudah petugas jaga untuk mengobservasi orang yang masuk dan keluar.