• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

C. Komunitas Berpagar Tipe Tertutup

2. Unsur-unsur Enclosure Model

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya enclosure model/tipe tertutup adalah bagian dari defensible space. Keduanya memiliki konsep yang sama hanya berbeda pada pengaplikasiannya, yangmana konsep enclosure model pada pembahasan ini diaplikasikan pada area perumahan. Oleh karena itu, unsur-unsur

yang tertera pada enclosure model merujuk kepada unsur-unsur defensible space.

Konsep defensible space dibagi dalam empat kategori utama, yaitu (Block, 1981;

Dermawan, 1994):

a. Territoriality, yang mengacu pada sikap untuk mempertahankan wilayah. Para penduduk merasakan keterpaduan dan keakraban yang kuat dan bersatu dalam orientasi mereka sendiri untuk melindungi wilayah mereka. Dengan adanya territorality ini, maka jika terdapat adanya pendatang baru, akan mudah dikenali.

b. Natural Surveillance, yang mengacu pada kemampuan penduduk untuk mengawasi dan mengamati secara sambil lalu maupun terus menerus, lingkungan umum wilayah mereka.

c. Image and Milieu, meliputi kemampuan tentang desain lingkungan yang dapat meniadakan persepsi tentang proyek perumahan yang menjadi terisolasi dan penghuninya mudah diserang kejahatan

d. Safe Area, adalah wilayah yang memungkinkan pengamatan dan pengawasan yang cermat oleh masyarakat sekitar dan aparat berwajib dalam menjamin keselamatan seseorang dari kejahatan.

Konsep di atas hanya mengacu kepada pemusatan konsep tanpa ada indikator-indikator yang jelas untuk mengukur empat kategori tersebut. Untuk itu penulis hanya bisa mengutip dari jurnal yang membahas mengenai aspek defensible space ini.

Berdasarkan jurnal kriminlogi yang berjudul Defensible Space : Operasionalisasi Model Pencegahan Kejahatan Secara Kolektif di Perumahan tulisan Dadang Sudiadi tahun 2003 menjelaskan bahwa.

1) Territoriality

Secara fisik, keberadaan pembatas, baik pagar rumah, portal sektor/blok dan benteng kompleks perumahan diakui mempunyai pengaruh terhadap tingkat kesulitan dilakukannya kejahatan. Beberapa referensi menunjukkan hal tersebut.

Seperti dikemukakan Block (1981) :

“…The significant amount of environment security is accomplished through the creation of barriers …. The objective of barriers is to prevent or delay the un authorized access to property…”

Menurut Hall (Block, 1981) :

“A barrier as a system of device or characteristics constructed to with stand attack for a specified period of time…a barrier as being comprised of living and material elements. The living element include watch or sentry dogs and guards who may be stationed on the premises, and local law enforcement officers and private security forces who are off-premises. The material component of barriers may be psychological in nature, which are bsically deterrent factors resulting from the material bariers, or they may be physical barriers that protect the premises againts actual physical attack. Doors, windows, wall, roofs and locks are all the examples of physical barriers.”

Secara sosial, konsep territoriality ini bisa dioperasionalkan melalui pemahaman tentang kohesi sosial (kedekatan sosial), yang sangat menentukan keberhasilan dari terlaksananya pencegahan kejahatan secara kolektif. Beberapa fakta menunjukkan, pencegahan kejahatan secara kolektif lebih efektif dibandingkan dengan pencegahan kejahatan secara individual. Berkenaan dengan kegiatan kolektif dalam upaya pencegahan kejahatan, kegiatan seperti ini

dinamakan oleh Moore (Moore dalam Dermawan, 1994; Sartomo, 1997) sebagai

“self-help”.

2) Natural Surveillance

Secara fisik, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan keinginan untuk melakukan kejahatan. Seperti dikemukakan oleh Block (1981):

“Illumination is most important is discouraging criminal activity and enhancing public safety. Ample documentation of the efect of lighting on criminal activity is provided by a comparison of day and night crime rates and by the effects of an electrical blackout in a city. Lighting is one of the most effective deterrents to certaint types of crime, such as vandalism, burglary and muggings.

Two ways that lighting can used to prevent crime are : 1) to increase the probability of criminal activity being observed, and 2) to enable an empty structure to assume the semblance of being occcupied. A person intending to commit naturally desires to minimize the probability of being observed either by law enforcement officers or private citizens.“

Oleh karena itu keberadaan dari lampu-lampu penerangan menjadi sesuatu yang penting. Bagitu juga dengan keberadaan dari pohon-pohon yang rindang, sehingga menyulitkan pemandangan. Letak rumah yang saling berhadapan juga sangat berpengaruh, dengan kemungkinan saling mengawasi antar tetangga maupun terhadap lingkungan. Keberadaan alat-alat elektronik untuk memantau keamanan, juga disinyalir cukup menjadi perhitungan para calon pelaku kejahatan dan memudahkan penghuni rumah untuk memantau tamu yang akan masuk. Lain dari itu, keberadaan alat komunikasi dengan petugas keamanan juga banyak dipercaya bisa memperkecil kemungkinan dlakukannya kejahatan.

Secara sosial, bila tanggung jawab keamanan lebih banyak dibebankan

warganya. Begitu juga dengan warga, harus mengenal dengan baik satpamnya.

Apabila satpam dan warga tidak saling mengenal, maka keduanya bisa tertipu oleh calon pelaku kejahatan yang akan melakukan kejahatan di sebuah kompleks perumahan.

Warga juga harus saling mengenal, paling tidak untuk satu sektor atau blok. Dengan demikian, kohesi sosial juga akan tercipta dengan sendirinya.

Kohesi sosial sangat berpengaruh terhadap kuat-lemahnya upaya pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh warga secara kolektif, bukan individual.

3) Image and Milieu

Secara fisik, Keberadaan portal akan mempunyai efek antisipatif dan menumbuhkan image tentang lingkungan yang terjaga. Adanya polisi tidur, menyebabkan kendaraan yang akan melewati jalan-jalan kompleks menjadi tidak bisa dengan kecepatan tinggi dan ini juga akan menumbuhkan image tentang rintangan yang sangat besar bagi calon pelaku kejahatan, bila yang bersangkutan melakukan kejahatan di tempat tersebut. Begitu juga dengan keberadaan pos-pos keamanan yang terlihat tersebar keberadaannya di dalam kompleks. Selain itu penempatan publisitas pesan-pesan seperti “Tamu wajiib lapor 1 x 24 jam”, meninggalkan KTP dan “Kaca Mobil, Helm dan Kaca Mata Harap Dibuka juga menggambarkan situasi yang tidak kondusif untuk melakukan kejahatan. Sesuai dengan yang disebutkan oleh Block (1981):

“Messages provided through the use of signs vary. Commonly used one includes : ‘Proverty Protected by Alarm System’, ‘Night Watchman on Duty’, ‘No Loitering Allowed’, ‘Beware of Police Dog’, ‘No Trepassing.’ Signs should strategically be placed at entryways and other vulnerable locations on the outside

grounds. Signs can also be used on the inside of structures to promote security and, in effect, to control access.”

Secara sosial, orang mempersepsikan bahwa kompleks perumahan terjaga, begitu juga orang dalam. Sehingga misalnya bila ada orang yang akan memasuki kompleks, satpam akan menanyakan tujuan dan tamu diminta untuk meningalkan KTP. Dalam beberapa hal adanya kumpulan anak-anak muda di pinggir jalan, mungkin akan dipersepsikan adanya potential offender, tetapi di lain pihak keberadaan mereka dapat menjadi alat untuk memunculkan image bahwa bila masuk lingkungan tersebut, pasti akan berurusan dengan anak-anak muda tersebut.

Keberadaan fasilitas umum yang dapat dipergunakan oleh orang luar kompleks, juga dapat mempengaruhi dan bahkan menurunkan image bahwa lingkungan itu merupakan lingkungan yang terjaga. Misalnya adanya tempat praktek dokter, praktek notaris, salon kecantikan dan pusat kebugaran serta jalan umum yang tersedia dan fasilitas umum lainnya. Fasilitas–fasilitas seperti ini dapat menyulitkan dalam melakukan natural surveillance.

4) Safe Area

Stephanie Mann dan M.C. Blakeman (1993) menyatakan bahwa:

“A Safe Zone can sometimes be created by converting an isolated area into one that people use frequenly. An area in a public park where tall trees cast dark shadows at dusk could be made safer by adding a baseball diamond, under bright lights where people frequenly gather for recreation.”

Safe area ini menunjuk pada kondisi-kondisi behavioral, yang menunjukkan tempat atau pemukiman tersebut berada dalam kondisi yang aman,

Wurff dan Stringer (Evans, ibid.) menekankan ada tiga komponen yang merupakan bagian dari fear of crime, yaitu:

“The existence of a certain element of well-being; the perception of threat to that well-being, and feeling of inability to scope with that threat…In van der Wurff and Stringer’s model of fear of crime, they refers to two comparative judgements : one’s own strength, speed and skill with that of potential offenders.”

Secara sederhana, kondisi ini memungkinkan penghuni kompleks untuk melakukan semua aktifitas dan menyimpan semua barang berharga miliknya dengan tenang, nyaman dan aman. Safe area ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dari defensible space dan sekaligus merupakan kondisi ideal. Namun untuk terciptanya safe area ini harus terlebih dahulu tercapai territoriality, natural surveillance, dan image and milieu.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis metode penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif dengan metode deskriptif, mengumpulkan data data primer maupun data sekunder. Penelitian deskriptif juga diartikan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistim pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999: 63).

Dalam melakukan penelitian ini metode yang di gunakan terhadap permasalahan yang dikaji yaitu, metode kualitatif yaitu metode penelitian yang biasanya memerlukan data kata-kata tertulis, peristiwa, dan perilaku yang dapat diamati. Kelebihan metode kualitatif adalah mempunyai fleksibilitas yang tinggi bagi peneliti ketika menentukan langkah-langkah penelitian (Alwasilah, 2003:97).

B. Variabel penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang memiliki dan mengambil nilai yang beraneka ragam, sekaram dalam ( Sinulingga, 2011).

Variable Sub Variabel Data yang

diperlukan

Metodologi

Portal Pembatas

4. Safe Area keadaan behavior

C. Populasi dan Sample

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Dengan meneliti sebagian dari populasi diharapkan hasil yang diperoleh akan dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Sampel haruslah dipilih sedemikian rupa sehingga setiap elemen mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih. Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.

(Kartini, 2014). Populasi pada penelitian ini adalah perumahan yang berada di kota Medan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki dari

semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar mewakili (representative). (Kartini, 2014).

Sampel dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel yang random/acak, melainkan hanyalah sample yang bertujuan (purposive sampling).

(Moleong, 2005). Jadi, sampel pada penelitian ini adalah stuid kasus yang telah ditentukan yaitu, Perumahan Taman Anggrek Setiabudi dan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden.

D. Metode Pengumpulan Data 1. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti catatan pristiwa yang telah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”. Pengumpulan data dengan dokumentasi dalam penelitian ini yaitu dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto untuk mendokumentasikan gambar ornamen pada Masjid Osmani (Sugiono, 2008 : 329).

2. Observasi

Observasi dilakukan dapat menghubungkan dengan upaya dapat merumuskan masalah yang ada, serta membandingkan masalah yang telah ada dengan kenyataan dilapangan. Serta akan ada dituangkan beberapa daftar pertanyaan kepada responden.

3. Wawancara

Interview kepada responden dengan beberapa pertanyaan yang telah disediakan merupakan salah satu cara pengambilan data dengan cara komunikasi lisan.

Metode observasi mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, obserasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Dalam hal ini penulis menggunakan metode Observasi Partisipasi. Metode ini adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data-data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan di mana peneliti terlibat didalamnya. (Bungin 2007: 115).

Pengumpulan data dengan studi literatur menjadi acuan utama. Buku-buku atau jurnal yang berhubungan dengan penelitian untuk mendapat informasi yang akan digunakan sebagai pe-gangan pokok secara umum dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendu-kung pemecahan masalah dalam penelitian. Selain itu dapat juga digunakan bahan-bahan perbandingan yang lain sebagai tolok ukur terhadap obyek penelitian Studi ini dilakukan dengan mencari data-data yang mendukung penelitian, sebagai pegangan pokok dari buku/jurnal yang memuat dasar-dasar secara pasti sebagai patokan/acuan, dan dapat juga melalui media internet.(Nazir, 1988: 123).

E. Metode Analisis Data

Sesuai dengan penelitian, teknik analisis data yang digunakan penulis adalah teknik analisis dan deskriptif. Analisis data deskriptif adalah analisis terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam

menguraikan serta menginterprestasikan data yang diperoleh di lapangan dari para informan. Penganalisisan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data, informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian.

Dalam melakukan analisis data, menurut Miles dan Huberman (dalam Sugioyono, 2009 : 206 ) terdapat beberapa aktifitas dalam melakuakan analisis data, yaitu :

1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Melalui penyajian data tersebut maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah dipahami, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan di dalam penelitian kualitatif dalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.

BAB IV STUDI KASUS

Penelitian ini dilakukan di Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden yang berada di pusat kota dan Perumahan Taman Anggrek yang berada dipinggiran kota. Alasan pemilihan studi kasus ini adalah unutk melihat bagaimana perbedaan penerapan unsur-unsur komunitas berpagar tipe tertutup pada area pusat kota dan pinggiran kota. Berikut penjabarannya :

A. Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden 1. Lokasi

Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden Berada di kawasan Medan Polonia, tepatnya di Jl. Dr. Cipto, Medan Polonia, dengan luas wilayah 1,704 H dan 50 rumah. Seperti kebanyakan perumahan yang bayak dibangun, perumahan ini juga mengusung jenis minimalis. Umumnya rumah yang dibangun merupakan rumah siap jadi (dibangun oleh kontraktor tanpa melibatkan permintaan penghuni), namun juga terdapat rumah yang dibangun sesuai dengan permintaan calon penghuni. Rumah yang dibangun memiliki 3 lantai. Sayangnya fasilitas yang ada belum cukup memadai, hanya terdapat kolam berenang sebagai fasilitas bagi penghuni komplek.

Gambar 4.2 Tipikal hunian Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden Sumber : google Map, pribadi

2. Penghuni

Berdasarkan informasi yang di dapat, bisa dikatakan bahwa penghuni yang berada di kawasan Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden ini. merupakan orang yang cukup mampu (menegah ke atas). Ditambah lagi dengan faktor keberadaan Shopping Mall yang sangat berdekatan dengan studi kasus juga

menambah tingkat prestise perumahan ini. Komplek perumahan ini dihuni oleh masyarakat yang heterogen.

3. Hubungan dengan Masyarakat Sekitar

Lokasinya yang berada di pusat kota maka tidak heran perumahan ini berada di area sibuk apalagi langsung berbatasan dengan Shopping Mall. Dilihat dari bagaimana hubungan penghuni dengan masyarakat sekitar melalui observasi tidak terlihat hubungan antara keduanya. Alasannya akses masuk perumahan sangat dibatasi. Sebagai contoh jika anda beniat masuk kedalam anda harus memiliki alasan yang jelas seperti anda merupakan tamu dari penghuni atau anda merupakan pekerja kebersihan atau taman.

B. Perumahan Taman Anggrek Setiabudi 1. Lokasi

Perumahan Taman Anggrek Setiabudi berada di kawasan Medan Tuntungan, lebih tepatnya di Jl. Flamboya Raya, dengan luas wilayah 3,297 H dan 218 rumah. Perumahan ini juga mengusung jenis minimalis dan minimalis klasik dengan dengan 5 varian rumah yang disediakan. Rumah yang berada di area ini memiliki jumlah lantai yang berbeda-beda, ada yang dua lantai dan juga ada satu lantai. Fasilitas yang disediakan juga tidak terlalu banyak, hanya terdapat kolam berenang dan alat kebugaran outdoor yang terlalu kecil dan sedikit jika dibandingkan dengan jumlah rumah yang disediakan.

Gambar 4.4 Tipikal hunian tipe Catleta Sumber : priadi

Gambar 4.5 Tipikal hunian tipe Aranda Sumber : pribadi

Gambar 4.6 Tipikal hunian tipe Vanda Sumber : pribadi

Gambar 4.7 Tipikal hunian tipe Aranda Plus Sumber : pribadi

Gambar 4.8 Tipikal hunian tipe Airedes Sumber : pribadi

2. Penghuni

Berdasarkan informasi yang di dapat, masyarakat yang menghuni perumahan Taman Anggrek yang berada dipinggiran kota. ini pada umumnya merupakan golongan menengah. Selain itu keberadaan pasar tradisional yang sangat mudah untuk diakses semakin menambah tingakat kemungkinan golongan menengah unutk menempati area ini. Komplek perumahan ini dihuni oleh masyarakat yang heterogen.

3. Hubungan dengan Masyarakat Sekitar

Sama seperti dengan kasus sebelumnya, akses masuk juga sangat dibatasi.

Tidak semua orang bisa masuk secara bebas ke area komplek. Hanya orang-orang yang memiliki kepentingan yang bisa masuk kedalamnya.

C. Analisis

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data didasarkan pada variabel-variabel yang telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya, yaitu unsur-unsur defensible space yang juga berlaku pada komuitas berpagar tipe tertutup.

1. Territoriality

Territoriality berhubungan dengan pembatas yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat keamanan . Block (1981) menyatakan,

“…The significant amount of environment security is accomplished through the creation of barriers …. The objective of barriers is to prevent or delay the un authorized access to property…”

Disini Block menyatakan bahwa keamanan dapat ditingkatkan melalui pembangunan pembatas/pagar unutk mengahalangi tamu yang tidak diinginkan.

Berhubungan dengan pembatas ini, Jeffery (1976) menyatakan bahwa perlu adanya unsur-unsur struktural yang memberikan kesan tidak bebas unuk dimasuki.

Gambar 4.9 Pagar merupakan contoh penerapan unsur Territoriality Sumber : http://www.lisc.org/media/filer_public.pdf

a. Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden 1) Pagar Pembatas

Gambar 4.10 Pagar pembatas Sumber : Pribadi

Pagar pembatas pada Perumahan Villa Resort Masdulhak Garden pada bagian depan yang berbatsan langsung dengan jalan utama terlihat sangat baik dan terurus. Pagar pembatas berupa dinding berukuran ± 20 cm lebar dan 2.5 meter tinggi.

Dibagian utara umumnya berbatasan langsung dengan area kosong meskipun dibagian timur laut berbatasan dengan gedung PLN. Bagian selatan berbatasan langsung dengan Jl. Mongonsidi. Bagian timur berbatasan dengan Jl.

Dr. Cipto. Sedangkan bagian barat berbatasan dengan Jl. Mongonsidi Baru.

Gambar 4.11 Batas-batas perumahan Sumber : Pribadi

Berdasarkan batas lokasi, bagian timur dan selatan yang berbatasan

sedangkan pada bagian utara yang berbatasan dengan lahan kosong hanya dibangun pagar secukupnya yang terlihat kurang terurus. Pada bagian barat yang berbatasan dengan jalan kecil dinding rumah berfungsi sebagai pagar pembatas wilayah.

Pada perumahan ini hanya terdapat satu gerbang ebagai akses masuk dan keluar. Ukuran gerbang lumayan besar, 4 x 4 m2. Biasanya tidak begitu digunakan karena keberadaan portal.

Penerapan satu gerbang ini belum sesuai dengan rancangan yang diajukan Oscar Newman. Newman (1996) dalam rancangannnya menerapkan 1 gerbang utama untuk kendaraan dan 2 gerbang kecil untuk pejalan kaki.

Gambar 4.12 Rancangan gerbang Oscar Newman Sumber : https://www.huduser.gov/publications/pdf/def.pdf

2) Portal

Portal hanya berada digerbang masuk maupun keluar, karena tidak ada pembagian area pada perumahan ini. Selain itu ukuran kavling area perumahan yang tidak begitu besar, tidak memungkinkan untuk membangun portal lainnya.

Gambar 4.13 Portal dan gerbang Sumber : Pribadi

Terdapat 2 portal yang berada pada akses masuk dan keluar yangmana keduanya berfungsi secara bersamaan. Portal berukuran 4,5 meter panjang dengan ketinggian dari tanah 1,2 meter.

Keberadaan portal memberikan anggapan yang sulit untuk dimasuki apalagi bagi kendaraan roda dua apalagi roda empat. Selain itu, portal tidak dibiarkan terbuka. Portal dibuka hanya ketika penghuni masuk atau keluar dan tamu yang telah mendapatkan izin masuk.

Analisis territoriality : a) Strenght (Kekuatan)

Pagar pembatas memberikan rasa aman pada penghuni didalamnya.

Pagar pembatas juga menyulitkan tidakan kejahatan dan juga tindakan pencurian dari orang luar.

Keberadaan satu gerbang mempermudah petugas jaga untuk mengobservasi orang yang masuk dan keluar.

b) Weakness (Kelemahan)

Perbedaan bentuk dan ukuran pagar bisa menjadi peluang terjadinya rindakan pencurian pada pagar yang terkesan lemah

b. Perumahaan Taman Anggrek Setiabudi 1) Pagar Pembatas

Keberadaan pagar pembatas tidak begitu terlihat jelas jika dilihat dari bagian depan karena tertutupi oleh tetumbuhan, hanya bagian kanan yang terlihat jelas.

Pada bagian utara yang berbatasan dengan area kosong serta sebagian rumah penduduk sekitar, pagar pembatas yang ada merupakan dinding beton dengan ketinggian 3 meter dengan tebal antara 20 hingga 25 cm.

Pada bagian selatan yang berbatasan dengan jalan Jl. Flamboyan Raya, pagar pembatas juga merupakan dinding beton dengan ukuran yang sama dengan sebelunya, hanya pada bagian gerbang yang dibangun berdasarkan seni.

Pada bagian selatan yang berbatasan dengan jalan Jl. Flamboyan Raya, pagar pembatas juga merupakan dinding beton dengan ukuran yang sama dengan sebelunya, hanya pada bagian gerbang yang dibangun berdasarkan seni.

Dokumen terkait