UIN SUSKA RIAU DI MASA PANDEMI COVID-19
SKRIPSI
OLEH:
IMELDA MAULINA 11860122446
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM (UIN SUSKA) RIAU PEKANBARU
2023
ii
PENGESAHAN PEMBIMBING
iv
v
vi MOTTO
“ Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit, karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan pada Allah aku punya masalah,
tetapi katakanlah pada masalah aku punya Allah Yang Maha Segalanya “ (Ali Bin Abi Thalib RA)
“ if a crow-tit walks like a stork, it will break its legs”
( Anonim )
vii
nikmat dan rahmat serta karunia-Nya yang telah memberikan nikmat umur, kesehatan, dan kesempatan untuk memenuhi kewajiban dalam menuntut ilmu, yang telah memberikan kekuatan dan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti sampai pada tahap ini semata-mata bukanlah perjuangan peneliti sendiri melainkan ada sosok orang tua yang tak pernah lelah berdo‟a, memberi dukungan, dan bekerja keras untuk memberikan kehidupan yang terbaik untuk peneliti.
Dengan memohon ridha Allah SWT, peneliti mempersembahkan hasil perjuangan ini untuk orang tua tersayang dan tercinta yaitu Ayahanda Nur Azis serta Ibunda Asnita yang senantiasa memberikan kasih sayangnya kepada peneliti.
Terima kasih yang tiada terhingga untuk Ayah serta Ibu atas segala pengorbanannya. Semoga kedepannya peneliti mampu selalu membahagiakan dan memberikan rasa bangga kepada Ayah dan Ibu.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan keagungan bagi pemilik semesta dan seisinya, langit, bumi dan semua yang terdapat diantaranya hanya milik Allah SWT atas segala hidayah dan karunia-Nya serta syukur atas segala kebaikan-Nya yang selalu menyertai, tanpa henti, dan tiada terkira banyaknya.
Shalawat serta salam senantiasa dihadiahkan untuk junjungan alam yaitu Nabi Muhammad SAW, semoga dengan senantiasa bersholawat mendapatkan syafa‟atnya dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
Karya ilmiah dengan judul “ Hubungan Dukungan Sosial dengan Psychological Immune System pada Mahasiswa UIN SUSKA di Masa Pandemi Covid-19 ” ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan tulus dan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hairunnas Rajab, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti untuk mendapatkan ilmu serta menambah wawasan di UIN Suska Riau
ix
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
3. Bapak Dr. H. Zuriatul Khairi, M.Ag., M.Si selaku Wakil Dekan I, Ibu Dr. Vivik Shofiah, M.Si selaku Wakil Dekan II, dan Ibu, Yuslenita Muda M.Sc, selaku Wakil Dekan III Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau terima kasih atas kesempatan kepada peneliti untuk belajar dan mencari ilmu di Fakultas Psikologi UIN Suska Riau
4. Ibu Dr. Sri Wahyuni, S.Psi., MA., M.Psi., Psikolog selaku Ketua Prodi sekaligus selaku Pembimbing Akademik selama menjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi dan Ibu Ricca Angreini, S.Psi, M.A. selaku Sekretaris Prodi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau terimakasih atas dukungan dan bantuan dalam pengurusan skripsi dan seluruh fasilitas yang diberikan untuk mendukung kelancaran dalam proses pembelajaran serta penyelesaian skripsi.
5. Terimakasih tiada terhingga kepada ibu Raudatussalamah, S. Psi, M. A selaku pembimbing, terimakasih atas semua waktu bimbingan dan pengarahan yang telah ibu berikan dengan ikhlas dan sabar dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini
x
6. Ibu Anggia Kargenti Evanurul Marettih, S.Psi., M.Si, selaku Penguji I yang telah memberikan ilmu, masukan, dan arahan dalam penyusunan skripsi ini
7. Ibu Indah Puji Ratnani S.Psi., M.A selaku Penguji II yang telah memberikan ilmu, masukan, dan arahan dalam penyusunan skripsi ini 8. Terimakasih banyak kepada seluruh Dosen Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah banyak memberi bantuan, bimbingan, dan ilmu yang sangat berharga dan bermanfaat selama masa perkuliahan dan juga untuk masa yang akan datang
9. Terimakasih yang teramat banyak kepada Ayahanda Nur Azis dan Ibunda Asnita tersayang yang selalu memberikan dukungan moril dan materil, mendoakan keberhasilan anak-anaknya dan menjadi panutan dan motivasi dalam hidup. Terima kasih karena tidak pernah lelah berjuang hingga saat ini, memberikan teladan bahwa hidup itu adalah perjuangan
10. Terima kasih teman-teman seperjuangan Dhea Jofani, Jumiati Agustina, Riati Ningsih, Thifal Chairunisa, Tasyalia Fitra, Millinya Fitriani, Dwi Cantika, dan Bela Avita yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis. Terimakasih atas waktu yang berharga yang diberikan untuk diskusi dan berbagi suka duka selama masa perkuliahan
xi selama masih di kampus
12. Terimakasih kepada seluruh keluarga besar Fakultas Psikologi bagian Akademik, Umum, Tata Usaha, Perpustakaan, dan yang lainnya.
Terimakasih telah memberi bantuan dalam penyelesaian proposal ini 13. Terimakasih seluruh mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau yang sudah berkenan untuk mengisi skala penelitian yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal kebaikan dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.
Namun demikian, peneliti berusaha dengan maksimal agar penulisan skripsi ini dapat mencapai kesempurnaan seperti yang diharapkan. Semoga Allah azza wa jalla meridhoi segenap usaha penulis dan menjadikan karya ini bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pekanbaru, Januari 2023
Peneliti
xii DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 12
C. Tujuan ... 12
D. Keaslian Penelitian ... 12
E. Manfaat Penelitian ... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17
A. Psychological Immune System ... 17
1. Pengertian Psychological Immune System ... 17
2. Aspek-Aspek Psychological Immune System ... 19
3. Faktor-Faktor Psychological Immune System ... 21
B. Dukungan Sosial ... 22
1. Pengertian Dukungan Sosial ... 22
2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial ... 23
3. Faktor-Faktor Dukungan Sosial ... 24
C. Kerangka Berpikir ... 26
D. Hipotesis ... 32
BAB III METODE PENELITIAN... 33
A. Desain Penelitian ... 33
B. Identifikasi Variabel ... 33
C. Definisi Operasional ... 34
D. Subjek Penelitian ... 35
xiii
E. Alat Pengumpulan Data ... 38
F. Uji Coba Alat Ukur ... 41
1. Validitas ... 42
2. Reliabilitas ... 43
3. Daya Beda ... 44
G. Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
A. Pelaksanaan Penelitian ... 49
B. Hasil Penelitian ... 50
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 50
2. Uji Asumsi ... 52
3. Uji Hipotesis ... 54
C. Analisis Tambahan ... 56
1. Korelasi Dukungan Sosial dengan Dimensi Psychological Immune System ... 56
2. Kategorisasi Data ... 57
3. Analisis Perbedaan Berdasarkan Data Demografi Subjek ... 61
D. Pembahasan ... 64
BAB V PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
LAMPIRAN ... 84
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Jumlah Populasi Mahasiswa UIN Suska Riau ... 37
Tabel 3. 2 Jumlah Sampel Penelitian ... 38
Tabel 3. 3 Blue Print Skala Dukungan Sosial ... 39
Tabel 3. 4 Blue Print Skala PICI ... 41
Tabel 3. 5 Kaidah Penilaian Reliabilitas ... 44
Tabel 3. 6 Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 44
Tabel 3. 7 Blue Print Skala Dukungan Sosial setelah Try Out ... 45
Tabel 3. 8 Blue Print Skala Dukungan Sosial untuk Penelitian ... 46
Tabel 3. 9 Blue Print Skala PICI setelah Try Out ... 47
Tabel 3. 10 Blue Print Skala PICI untuk Penelitian ... 48
Tabel 4. 1 Deskripsi Subjek………...51
Tabel 4. 2 Uji Normalitas ... 52
Tabel 4. 3 Uji Linieritas... 53
Tabel 4. 4 Uji Hipotesis ... 54
Tabel 4. 5 Kaidah Penilaian Reliabilitas ... 56
Tabel 4. 6 Korelasi Dukungan Sosial dengan Dimensi PIS ... 57
Tabel 4. 7 Norma Kategorisasi ... 58
Tabel 4. 8 Gambaran Hipotetik & Empirik Variabel Dukungan Sosial ... 58
Tabel 4. 9 Kategorisasi Dukungan Sosial... 59
Tabel 4. 10 Gambaran Hipotetik & Empirik Variabel PIS ... 60
Tabel 4. 11 Kategorisasi Psychological Immune System ... 61
Tabel 4. 12 Analisis Perbedaan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62
Tabel 4. 13 Analisis Perbedaan Berdasarkan Fakultas ... 63
xv
LAMPIRAN C Skala Try Out ... 113
LAMPIRAN D Tabulasi Data Try Out ... 119
LAMPIRAN E Uji Reliabilitas dan Validitas... 126
LAMPIRAN F Skala Penelitian ... 130
LAMPIRAN G Tabulasi Data Penelitian ... 136
LAMPIRAN H Uji Normalitas ... 169
LAMPIRAN I Uji Linieritas ... 174
LAMPIRAN J Uji Hipotesis... 176
LAMPIRAN K Analisis Tambahan ... 178
LAMPIRAN L Kategorisasi Data... 180
LAMPIRAN M Analisis Perbedaan ... 200
LAMPIRAN N Surat Izin Try Out dan Surat Keterangan Selesai Try Out ... 205 LAMPIRAN O Surat Izin Penelitian dan Surat Keterangan Selesai Penelitian 222
xvi
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PSYCHOLOGICAL IMMUNE SYSTEM PADA MAHASISWA UIN SUSKA RIAU DI MASA
PANDEMI COVID-19
Imelda Maulina ([email protected])
Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau
ABSTRAK
Mahasiswa semakin dianggap sebagai populasi yang rentan karena mengalami tekanan psikologis yang tinggi terutama selama pandemi Covid-19. Mahasiswa yang harus beradaptasi dengan sistem pembelajaran berbeda akibat pandemi Covid-19 dapat memberikan dampak negatif. Berdasarkan hal tersebut maka mahasiswa membutuhkan Psychological Immune System yang kuat untuk melindungi fisik dan mental. Dukungan sosial diprediksi dapat membantu mahasiswa untuk memiliki Psychological Immune System yang kuat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan Psychological Immune System pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau di Masa Pandemi Covid-19. Sampel penelitian dalam penelitian ini sebanyak 393 mahasiswa (75 laki-laki dan 318 perempuan) yang diperoleh dengan teknik proportionate stratified random sampling. Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana, menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan dengan Psychological Immune System (R=0,283; F=34,026; p=0,000).
Penelitian ini memberikan pengetahuan bahwa Psychological Immune System pada mahasiswa dapat diperkuat dengan dukungan sosial.
Kata Kunci : Dukungan Sosial, Psychological Immune System, Mahasiswa, Pandemi Covid-19
xvii
Imelda Maulina ([email protected])
Faculty of Psychology UIN Sultan Syarif Kasim Riau
ABSTRACT
University students are increasingly considered as a vulnerable population through out they experience high psychological pressure, during the Covid-19. University students who have to adapt to a different learning system due to the Covid-19 pandemic can have a negative impact. Based on this, university students need a strong Psychological Immune System to protect them physically and mentally.
Social support is predicted can help students to have a strong Psychological Immune System. The purpose of this study was to determine the relationship between social support and the Psychological Immune System of university students of the State Islamic University of Sultan Syarif Kasim Riau during the Covid-19 Pandemic. The research sample in this study were 393 students (75 male and 318 female) obtained by proportionate stratified random sampling technique. Based on the results of simple regression analysis, it shows that social support has a relationship with the Psychological Immune System (R=0,283;
F=34,026; p=0,000). This research provides knowledge that the Psychological Immune System in university students can be strengthened through social support.
Key Word : Social support, Psychological Immune System, University Students, Covid-19 Pandemic.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena pandemi Covid-19 menjadi masalah di seluruh dunia dan menyebabkan krisis kesehatan global paling menantang di abad kedua puluh satu ini. Pengaruh fisiologis virus Covid-19 terhadap manusia dapat menyebabkan gejala-gejala ringan seperti demam, nyeri otot, sakit kepala, hingga yang lebih berat seperti infeksi pernafasan, dan gangguan pernapasan yang berat. Risiko kesehatan fisik bersama dengan kondisi ketidakpastian menyebabkan pandemi Covid-19 lebih dari sekadar krisis kesehatan. Hal tersebut dikarenakan pandemi Covid-19 tidak hanya memberikan dampak pada kesehatan individu namun juga berpotensi menciptakan krisis sosial, ekonomi, dan politik yang memberikan tekanan tidak hanya pada individu yang terinfeksi atau terkena Covid-19 tetapi juga pada masyarakat umum. Kekhawatiran, rasa takut, dan stres merupakan reaksi yang mungkin saja dapat terjadi saat menghadapi perubahan-perubahan drastis dikala situasi pandemi Covid-19.
Perubahan-perubahan selama pandemi mulai dari cara hidup individu, rutinitas sehari-hari, tekanan ekonomi, dan isolasi sosial dapat menyebabkan tekanan psikologis yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya gangguan kesehatan jiwa selama pandemi Covid-19 yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Diketahui bahwa pada tahun 2020 terdapat 277.000 kasus gangguan jiwa yang mengalami peningkatan dari tahun 2019 yaitu 197.000 kasus
gangguan jiwa (Susanto, 2020). Awal tahun 2022 pada survei yang berbeda didapatkan data sekitar 1 dari 2 individu memikirkan untuk mengakhiri hidup (Kemkes, 2022). Data-data tersebut menunjukan bahwa peningkatan tekanan psikologis akibat pandemi Covid-19 dirasakan secara nyata oleh masyarakat Indonesia salah satunya pada kelompok pelajar yang umumnya pada usia anak- anak dan remaja.
UNICEF (2021) memperingatkan bahwa anak-anak dan remaja berisiko mengalami dampak jangka panjang Covid-19 terhadap kesehatan mental mereka. Mahasiswa universitas saat ini dapat mewakili remaja usia transisi yang menghadapi berbagai perubahan saat berada dalam tahap perkembangan yang menantang menuju dewasa. Hal tersebut dikarenakan definisi remaja saat ini dapat diperluas dan lebih inklusif sebagai usia 10–24 tahun yang selaras dengan pola kontemporer pertumbuhan remaja dan pemahaman populer fase kehidupan saat ini (Sawyer dkk, 2018). Secara paralel, waktu transisi peran yang tertunda, seperti penyelesaian pendidikan, pernikahan, dan menjadi orang tua, terus mengubah persepsi populer tentang kapan masa dewasa dimulai.
Berlandaskan literatur tersebut Kaligis dkk (2021) lebih lanjut mengelompokkan remaja pada usia 16 hingga 24 tahun dengan istilah remaja usia transisi karena usia tersebut merupakan masa transisi kritis antara pendidikan menengah ke pekerjaan. Selama masa transisi ini, banyak remaja Indonesia menghadapi tantangan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan hidup, berjuang untuk mengatur waktu dan keuangan pribadi, dan merasa lebih kesepian saat belajar dan pindah ke kota yang jauh dari tempat tinggal mereka.
3
Bagi mahasiswa yang melanjutkan ke universitas dapat menjadi peristiwa kehidupan yang penuh tantangan dan tekanan karena mereka dituntut untuk lebih mampu mengatur kehidupan sendiri dengan beban akademis yang meningkat.
Maka mahasiswa universitas yang mewakili remaja usia transisi juga beresiko mengalami dampak jangka panjang dari pandemi Covid-19 terhadap kesehatan mental mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Browning dkk (2021) menyoroti bahwa mahasiswa semakin dianggap sebagai populasi yang rentan, karena mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang sangat tinggi. Pendidikan yang berubah secara radikal karena pandemi Covid-19 perlu menjadi perhatian terutama pada fakta bahwa mahasiswa lebih banyak menderita masalah kesehatan mental.
Berbagai penelitian lainnya juga telah menunjukkan tingginya frekuensi gejala psikologis yang dirasakan mahasiswa di Indonesia akibat pembelajaran secara daring seperti kecemasan, stres, dan depresi baik pada tingkat ringan hingga berat (Andiarna & Kusumawati, 2020; Hasanah dkk, 2020; Lubis dkk, 2021; Budiastuti, 2021). Fenomena sekolah daring yang terjadi akibat pandemi Covid-19 menuntut mahasiswa untuk beradaptasi dengan cepat dengan keadaan belajar yang berbeda dari sebelumnya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Desember 2022 terhadap mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim Riau tentang kondisi mahasiswa saat melakukan perkuliahan selama pandemi Covid-19 diketahui bahwa mahasiswa yang diwawancarai mengaku mengalami berbagai macam kesulitan selama mengikuti pembelajaran secara daring. Pada wawancara yang dilakukan pada
subjek BA di ketahui bahwa BA mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kondisi pembelajaran yang berbeda ditambah dengan tantangan terkait kendala jaringan. Hal tersebut membuat BA merasa cemas, takut, hingga stres saat menjalani perkuliahan secara daring. Lebih lanjut BA juga merasa pembelajaran yang dilakukan saat daring tidak semaksimal saat luring yang menyebabkan BA tidak percaya diri dengan ilmu yang dimilikinya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada bulan Desember 2022 terhadap JA yaitu mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim Riau yang mengikuti pembelajaran secara daring dari kampung halamannya menunjukkan bahwa JA merasa tetap dapat produktif dan tidak terganggu dengan adanya karantina selama pandemi Covid-19 meskipun FA tetap merasakan hambatan jaringan saat belajar daring. Hal tersebut dikarenakan masyarakat daerah FA tidak menjalankan protokol kesehatan pandemi Covid-19 dengan ketat sehingga FA tetap bisa menjalankan aktifitas di luar rumah seperti bermain voli dan olahraga layaknya kondisi normal saat sebelum pandemi Covid-19. Selain itu dengan berbagai kesulitan yang dirasakan saat pandemi FA merasa bahwa hal tersebut menjadi kesempatan untuk dapat belajar mengontrol diri dan meregulasi diri
Wawancara yang dilakukan pada bulan Desember 2022 terhadapa subjek AH yaitu salah satu mahasiswa fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau juga menunjukan bahwa AH mengalami banyak kesulitan akibat pandemi Covid-19. AH menyatakan saat pembelajaran secara daring AH mengalami kesulitan jaringan, kesulitan untuk berkomunikasi sehingga membuat AH menjadi lebih malas dan kesepian. Lebih lanjut AH menyatakan akibat
5
pandemi Covid-19 AH merasa lebih sulit untuk mengontrol emosi dan hingga kini masih kesulitan untuk mengatasi hal tersebut. Meskipun begitu AH terus berusaha untuk menyelesaikan permasalahannya dengan menyemangati dirinya dan mencari dukungan dari keluarga dan teman-temannya.
Kesulitan-kesulitan selama pandemi Covid-19 juga dirasakan oleh subjek MF yaitu mahasiswa fakultas psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Kesulitan yang di alami oleh MF seperti jaringan internet, fasilitas belajar, kurangnya interaksi dengan teman, dan beradaptasi dengan kondisi yang berbeda. MF yang menghadapi berbagai kesulitan tersebut mengaku merasa tertekan bahkan stres terutama pada fakta bahwa mahasiswa harus menghadapi perkuliahan sendiri di rumah dan dituntut untuk lebih mandiri. Berbagai permasalahan dan kesulitan yang dirasakan mahasiswa selama pandemi Covid-19 memberikan reaksi dan dampak yang berbeda pada mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Dampak negatif yang dirasakan mahasiswa saat pandemi dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi psikologis mahasiswa kedepannya dan berlanjut hingga menyebabkan mahasiswa mengalami berbagai masalah psikologis.
Masalah psikologis yang dialami mahasiswa jika dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang akan membawa dampak negatif yang berkaitan dengan masalah sosial, kepribadian dan konsep diri, kesehatan fisik dan psikis, dan perilaku menyimpang (Aryani, 2016). Lebih lanjut masalah psikologis seperti stres belajar yang dirasakan mahasiswa jika tidak mampu dikendalikan dan diatasi juga akan dapat memunculkan dampak negatif secara kognitif, emosional, dan fisik (Safaria, 2006). Dampak-dampak tersebut dapat menjadi pencetus timbulnya
perilaku negatif pada mahasiswa seperti menghindari perkuliahan, tidak menyelesaikan tugas kuliah, malas belajar, pergaulan bebas, dan terlibat dalam kegiatan yang berbahaya.
Luasnya dampak dari permasalahan psikologis yang dialami mahasiswa akibat pembelajaran daring membuat mahasiswa membutuhkan sistem perlindungan yang kuat untuk melindungi fisik dan mental dimasa pandemi Covid-19. Sistem kekebalan tubuh bekerja sama dengan berbagai alat pelindung lainnya agar dapat melawan faktor-faktor berbahaya yang mempengaruhi tubuh.
Berfungsinya sistem kekebalan tubuh dengan baik, juga bergantung pada kondisi mental individu. Layaknya sistem kekebalan tubuh yang berfungsi untuk melindungi individu dari virus dan penyakit, untuk menjaga kesehatan mental individu juga membutuhkan sistem kekebalan yang berfungsi untuk melindungi individu dari gangguan psikologis dan stres. Berdasarkan hal tersebut maka mahasiswa sebagai kelompok yang rentan terhadap masalah psikologis membutuhkan sistem kekebalan psikologis atau Psychological Immune System yang kuat.
Psychological Immune System merupakan sistem terintegrasi dari dimensi kepribadian kognitif, motivasi, dan perilaku yang dapat memberikan kekebalan terhadap stres, mendorong perkembangan yang sehat, dan berfungsi sebagai sumber daya tahan stres atau "antibodi psikologis" (Oláh, 2005). Psychological Immune System mengacu pada sistem perlindungan psikologis yang mempertahankan psikis mirip dengan sistem kekebalan biologis yang sebenarnya yaitu melindungi tubuh fisik (Essa, 2020). Sistem kekebalan biologis (fisik)
7
melindungi tubuh dari zat berbahaya seperti bakteri atau racun sedangkan Psychology Immune System melindungi dari racun yang dihasilkan dari kekhawatiran terus-menerus, ketegangan saraf, dan kecemasan yang mungkin dialami individu pada keseharian (Dubey & Shahi, 2011). Psychological Immune System dipandang mampu untuk melindungi psikis individu dan mengarahkan fungsi fisik dan mental yang positif.
Psychological Immune System memainkan peran penting dalam menjaga dan meningkatkan kesejahteraan dengan memungkinkan individu untuk bertahan dari stres berkepanjangan dan mengatasi ancaman yang akan datang secara efisien dengan sedemikian rupa sehingga integritas pribadi dan potensi perkembangan tetap utuh (Oláh, 2005). Lebih lanjut individu dengan Psychological Immune System yang tinggi lebih toleran terhadap stres, lebih seimbang, lebih menerima diri sendiri, lebih berempati dan lebih berdamai tentang situasi dan peristiwa tertentu. Hal tersebut dikarenakan individu dengan Psychological Immune System yang tinggi melihat perubahan sebagai tantangan yang memungkinkan untuk tumbuh, dan ketika menyadari peristiwa dan tekanan yang sedang dihadapi, individu tersebut dapat membuat keputusan, menerapkan strategi koping secara efektif, dan menetapkan prioritas, tujuan baru, dengan kegiatan yang lebih kompleks dalam hidupnya, yang dievaluasi sebagai kemampuan manusia yang kompleks.
Psychological Immune System menggabungkan strategi koping, sumber daya kepribadian protektif, dan dimensi ketahanan. Mekanisme proaktif dan promotif yang terlibat dalam Psychological Immune System membantu untuk
meningkatkan kesejahteraan individu dan berpengaruh terhadap proses adaptasi dan koping (Oláh, 2010). Beberapa faktor yang berbeda telah diidentifikasi memainkan peran penting dalam mengatasi stres secara efektif, seperti rasa kontrol, sumber daya yang dipelajari, kepribadian tahan banting, optimisme disposisional, rasa koherensi, kesadaran diri, dan efikasi diri (Oláh, 2004). Faktor- faktor yang terkandung dalam Psychological Immune System tersebut menyediakan sumber daya potensial bagi individu ketika berhadapan dengan peristiwa stres tertentu, dan berkontribusi pada pelaksanaan koping yang efektif.
Setiap individu dikatakan dicirikan dengan profil koping yang merupakan hasil dari kemampuan dan pengalaman saat manghadapi dan melakukan penanganan stres secara aktif. Melalui pengalaman tersebut strategi koping dapat disempurnakan dan praktik koping yang maksimal dapat dilaksanakan sehingga individu mampu menghadapi banyak tantangan dan mampu beradaptasi dengan situasi sulit. Hal tersebut menjadi kelebihan utama dari Psychological Immune System bahwa karakteristik koping individu dapat diperhitungkan dan dapat dinyatakan bahwa tidak sama pada setiap individu. Beberapa aspek yang termuat dalam teori Psychological Immune System yang didasarkan pada psikologi positif, dengan tujuan menggabungkan potensi-potensi individu ke dalam suatu sistem yang terintegrasi. Psychological Immune System yang berfungsi layaknya kekebalan biologis yang membutuhkan berbagai nutrisi untuk membuat sistemnya menjadi kuat. Psychological Immune System sebagai sistem kekebalan tentu saja juga memerlukan asupan nutrisi agar sistemnya menjadi kuat. Salah satu bentuk nutrisi tersebut adalah dukungan sosial.
9
Dukungan sosial merupakan sumber daya yang relatif stabil yang mampu mendorong koping melalui evaluasi ulang dan menjadi penyangga stres (Lakey &
Orehek, 2011). Dukungan sosial dapat memengaruhi fungsi kekebalan individu yang mengalami stres dalam jangka panjang dan intens. Individu yang memiliki dukungan sosial yang kuat memiliki sistem kekebalan yang lebih kuat dan gangguan kekebalan yang lebih kecil dalam menanggapi stres daripada individu dengan dukungan yang kurang (Kennedy dkk, 1990). Menurut Sarafino (1998) dukungan sosial merupakan bantuan yang di terima secara langsung dalam bentuk tindakan, dan bantuan yang dapat dirasakan dalam bentuk rasa nyaman, perhatian, dan persepsi dari orang lain yang tersedia saat dibutuhkan.
Dukungan sosial yang dirasakan umumnya dapat berasal dari berbagai sumber seperti keluarga, teman, pasangan, namun tidak terbatas pada itu, hewan peliharaan, ikatan komunitas, dan rekan kerja juga dapat menjadi sumber dukungan sosial untuk individu. Melalui dukungan sosial mahasiswa dapat meningkatkan semangat dalam menghadapi permasalahan akademik dikarenakan adanya bantuan sosial yang diberikan oleh lingkungan sehingga memungkinan mahasiswa untuk dapat meningkatkan perilaku koping dari permasalah yang mereka alami. Bentuk dukungan sosial dapat berbeda-beda pada individu tertentu karena dukungan sosial merupakan hasil dari interaksi sosial yang mungkin dipengaruhi oleh latar belakang lingkungan individu seperti budaya dan suku.
Mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi dapat berasal dari beragam etnik dan budaya. Perbedaan budaya tersebut dapat menyebabkan perbedaan pola interaksi sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Dermawan dkk
(2021) didapatkan hasil bahwa interaksi sosial mahasiswa yang berasa dari Suku Sunda mempunyai intonasi dalam berbicara yang lembut dan santun, sedangkan mahasiswa dari Suku Minahasa mempunyai intonasi dan gaya bicara yang lantang. Selanjutnya pada penelitian Suciati & Agung (2014) menunjukkan bahwa suku Minangkabau adalah merupakan suku yang paling ekspresif mengekspresikan emosinya dibandingkan dengan suku jawa, batak, dan melayu.
Pola interaksi sosial mahasiswa dari suku-suku yang berbeda mungkin dapat mempengaruhi bagaimana mahasiswa menunjukkan atau mengekspresikan dirinya dan mempengaruhi bagaimana caramahasiswa memberikan dukungan sosial.
Dukungan sosial ditemukan menjadi salah satu faktor pelindung yang paling penting bagi mahasiswa (Tao dkk, 2000). Pernyataan tersebut didukung dengan temuan Dollete dkk (2004) yang menemukan bahwa dukungan sosial dapat bertindak sebagai faktor protektif yang dapat meningkatkan kesehatan mental, dan bertindak sebagai penyangga terhadap peristiwa kehidupan yang penuh tekanan di kalangan mahasiswa. Tindakan suportif yang dari dukungan sosial dianggap sebagai penyangga yang dapat meningakatkan efektivitas upaya koping (Lakey & Cohen, 2000). Dukungan sosial membuat mahasiswa mampu menghadapi masalah dengan lebih baik dan mengatasinya dengan memilih strategi pemecahan masalah yang lebih variatif dan adaptif, sehingga dampak dari tekanan pada masalah menjadi lebih ringan (Wang dkk, 2014).
Dukungan sosial memiliki peran penting bagi mahasiswa di masa pandemi. Mahasiswa yang mendapatkan dukungan sosial kemungkinan akan
11
memiliki pandangan positif tentang diri dan kemampuan dirinya yang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap lingkungan. Mahasiswa akan memiliki ekspektasi lingkungan sosial mereka mendukung dalam pencarian bantuan sehingga mahasiswa dapat lebih percaya diri untuk mencari dukungan instrumental atau emosional yang dibutuhkan. Dukungan sosial juga memberikan kenyamanan emosional, kepastian, dan penerimaan kepada individu yang terkena dampak, yang dapat memungkinkan individu untuk memiliki penilaian positif tentang diri mereka sendiri dan meningkatkan keyakinan mereka pada kemampuan mereka untuk mengatasi pengalaman buruk (Xiao, 2019). Hal tersebut sejalan dengan dimensi yang terkandung pada Psychological Immune System yaitu Approach-belief subsystem (ABS) yang mengacu pada tingkat kepercayaan individu terhadap lingkungannya dan kemampuannya untuk mempengaruhinya.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa aspek pada dimensi Approach-belief subsystem (ABS) seperti positive thinking, sense of coherence, dan sense of control memiliki hubungan positif dengan dukungan sosial (Jiang &
Luo, 2021; Çevik & Yildiz, 2017; Tras dkk, 2021; Zhou & Yao, 2020). Lebih lanjut pencarian dukungan sosial sebagai strategi koping dalam situasi stres menunjukkan hubungan positif yang signifikan dengan beberapa aspek dari dimensi Monitoring-creating-executing subsystem (MCES) misalnya social monitoring, social mobilizing capacity, dan social creating capacity (Oláh, 2005).
Berdasarkan hal tersebut dukungan sosial dapat dinilai sebagai salah satu faktor yang dapat memperkuat Psychological Immune System mahasiswa dikala kondisi
pandemi karena dukungan sosial dapat membantu mahasiswa untuk meningkatkan sumber daya yang terkandung dalam Psychological Immune System.
Berdasarkan pemaparan dan literatur yang telah dikutip tersebut, peneliti akhirnya tertarik untuk melakukan penelitian terkait korelasi yang signifikan antara variabel-variabel yang telah dibahas sebelumnya yaitu korelasi antara dukungan sosial dengan Psychological Immune System pada mahasiswa di masa pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dihipotesis bahwa dukungan sosial yang dirasakan mahasiswa akan menjadi prediktor dari Psychological Immune System.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diberikan pada penelitian ini sesuai dengan latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu apakah ada hubungan dukungan sosial dan Psychological Immune System pada mahasiswa di masa pandemi Covid-19?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah peneliti paparkan sebelumnya yaitu untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan Psychological Immune System pada mahasiswa di masa pandemi Covid-19.
D. Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian terkait variabel yang dipilih dalam penelitian ini sudah pernah dilakukan sebelumnya. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang membahas mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan psychological immune system pada mahasiswa di Indonesia. Sehingga peneliti
13
merasa sangat penting untuk dilakukanya penelitian ini karena belum banyak diteliti secara spesifik dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti-peneliti psikologi dimasa mendatang. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang relavan dengan tema yang peneliti angkat adalah sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan oleh Attila Oláh, Rita Takács, Szabolcs Takács, Judit T. Kárász, dan Zoltán Horváth (2021) dengan judul “Exploring Coping Strategies In Different Generations Of Students Starting University” mengukur kemampuan koping psikologis pada mahasiswa dengan menggunakan teori dasar Psychological immune system. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mahasiswa dari tahun 2004 memiliki skor yang jauh lebih tinggi dalam skala dimensi regulasi diri dibandingkan mahasiswa dalam kelompok pra-Covid dan pasca-Covid. Penelitian ini sama-sama menggunakan teori Psychological Immune Sytem yang dicetuskan oleh Oláh (2005) dengan menggunakan alat ukur yang sama yaitu Psychological Immune Competence Inventory (PICI). Lebih lanjut penelitian ini juga menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitiannya yaitu mahasiswa dari generasi yang berbeda. Sementara perbedaan pada tujuan penelitian yang dilakukan peneliti bertujuan untuk melihat hubungan antara dukungan sosial dengan Psychological Immune System pada mahasiswa sedangkan tujuan penelitian pada penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi karakteristik dan perubahan dalam keterampilan koping mahasiswa dari tiga kelompok usia yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan Sarmīte Voitkāne (2004) dengan judul “Goal Directedness in Relation to Life Satisfaction, Psychological Immune System and
Depression in First-semester University Students in Latvia” yang mengeksplorasi hubungan tujuan yang terarah dengan kepuasan hidup, sistem kekebalan psikologis, dan depresi pada mahasiswa dari 7 fakultas Universitas Latvia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harapan untuk mencapai goals ditemukan berkorelasi positif dengan kepuasan hidup dan dengan dimensi dalam sistem kekebalam psikologis. Kepuasan hidup berkorelasi positif dengan Psychological Immune System. Tujuan dan Psychological Immune System berkorelasi negatif dengan depresi. Penelitian ini sama-sama mengangkat Psychological Immune System sebagai variabel dependen namun penelitian ini juga mengangkat variabel dependen Life Satisfaction dan depresi sedangkan peneliti tidak. Lebih lanjut penelitian ini juga menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitiannya hanya saja penelitian ini hanya memilih mahasiswa pada tingkat pertama untuk mejadi subjek sedangkan peneliti tidak menetapkan kriteria tingkatan semester tertentu sebagai subjek penelitian.
Eman Khaled Essa (2020) melakukan penelitian yang berjudul “Modeling the relationships among psychological immunity, mindfulness and flourishing of university students” dengan hasil penelitian menunjukkan adanya bukti yang mendukung dari pengaruh Psychology immunity dan mindfulness sebagai faktor dalam memprediksi kesejahteraan (flourishing). Penelitian ini sama-sama melihat hubungan antara variabel yang mana salah satu variabel yang gunakan adalah variabel Psychological Immune System dengan subjek penelitian yaitu mahasiswa.
Sementara perbedaannya pada penelitian Eman Khaled Essa mencari hubungan
15
antara psychological immunity, mindfulness, dan flourishing sedangkan peneliti mencari hubungan antara dukungan sosial dengan Psychological Immune System.
Penelitian berkaitan dengan variabel dukungan sosial pernah dilakukan Jayusman (2018) dengan judul “Hubungan antara dukungan sosial dan coping stres pada mahasiswa perantau di Yogyakarta” yang menunjukkan hasil adanya hubungan antara dukungan sosial dan koping stres pada mahasiswa perantau.
Persamaan penelitian Jayusman dengan penelitian yang peneliti adalah sama-sama menggunakan variabel dukungan sosial sebagai variabel independen. Penelitian ini juga sama-sama menjadikan mahasiswa sebagai subjek dan menggunakan metode kuantitatif korelasional yaitu untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih sebagai pendekatan penelitiannya. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah subjek mahasiswa dalam penelitian memiliki kriteria yang berbeda. Pada variabel dependen peneliti menggunakan teori Psychological Immune System oleh Oláh untuk mengukur kekuatan kekebalan psikologis atau mental mahasiswa sedangkan pada penelitian Jayusman tidak.
Penelitian mengenai hubungan dukungan sosial dilakukan oleh Kılınç &
Sis (2021) dengan judul “Relationship between the social support and psychological resilience levels perceived by nurses during the COVID-19 pandemic: A study from Turkey” yang menguji hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat resiliensi psikologis yang dirasakan perawat di Turki selama pandemi Covid-19. Hasil dari penelitian menunjukkan resiliensi psikologis perawat di Turki meningkat karena adanya peningkatan dukungan sosial yang
mereka rasakan. Persamaan pada penelitian adalah sama-sama menguji hubungan dukungan sosial dengan berlatar belakang pada masa pandemi Covid-19.
Sedangkan perbedaannya adalah Kılınç & Sis menggunakan variabel dependen resiliensi psikologis dengan subjek perawat sedangkan peneliti menggunakan variabel Psychological Immune System dengan subjek mahasiswa.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah pada penelitian bidang Psikologi dengan menambah wawasan yang lebih luas pada ilmu psikologi terkait psikologi positif terutama terkait Psychological Immune System.
2. Manfaat secara praktis
Penelitian ini diharapkan menambah pengalaman dan informasi dasar pada mahasiswa tentang kemampuan koping dengan memahami peran Psychological Immune Sytem. Serta hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi mahasiswa, dosen, dan universitas sehingga pihak-pihak tersebut dapat melakukan intervensi kuratif atau bahkan preventif.
17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Psychological Immune System 1. Pengertian Psychological Immune System
Konsep Psychological Immune System memanfaatkan pandangan psikologis positif, yang ingin menekankan kekuatan dan potensi manusia daripada kelemahan dan kekurangan kepribadian (Oláh & Kapitány-Föveny, 2012). Psychological Immune System dikembangkan berdasarkan sumber- sumber efektivitas koping, dengan tujuan untuk mengintegrasikan kekuatan karakter dan sumber daya kepribadian yang terisolasi namun berkorelasi secara empiris ini ke dalam satu sistem yang komprehensif. Oláh (2005) menunjukkan bahwa ketika mempelajari efektivitas koping, selain melihat strategi koping utama individu tersebut, peneliti juga harus memeriksa karakteristik kepribadian individu yang berkontribusi pada koping. Beberapa faktor yang berbeda telah diidentifikasi sebagai memainkan peran penting dalam mengatasi stres secara efektif. Faktor-faktor tersebut memberikan sumber daya potensial bagi individu ketika berhadapan dengan peristiwa stres tertentu, dan sebagai konsekuensinya, berkontribusi pada koping yang efektif.
Sumber daya yang terdapat pada Psychological Immune System memberikan kemampuan bagi individu untuk mentolerir stres dan menghadapi ancaman dengan cara yang tidak membahayakan kepribadian dengan cara apa pun, melainkan berfungsi sebagai dasar untuk peningkatan dan pengayaan potensial. Peningkatan ini disebabkan oleh pengetahuan, pengalaman dan
kebijaksanaan yang diperoleh melalui proses keterlibatan aktif dalam isu tertentu atau situasi stres dan pemanfaatan sumber daya yang tersedia (Oláh &
Tóth, 2010). Psychological Immune System dibangun oleh tiga dimensi yang menggabungkan 16 sumber daya atau aspek berbeda yang secara dinamis berinteraksi satu sama lain untuk memfasilitasi adaptasi dan pengembangan diri individu yang fleksibel. Struktur dimensi dan aspek tersebut menunjukkan bagaimana setiap individu mempertimbangkan masalah mereka dan kemudian mencoba menyelesaikannya, sambil juga memeriksa proses solusi.
Berdasarkan hal tersebut Oláh (2005) mendefinisikan Psychological Immune System sebagai unit multidimensi tetapi terintegrasi dari sumber daya ketahanan pribadi atau kapasitas adaptif yang memberikan kekebalan terhadap kerusakan dan stres. Psychological Immune System merupakan perlindungan aktif yang dapat digambarkan dengan memiliki sistem perangkat kognitif yang kompleks, yang melindungi kepribadian dari efek destruktif stres pada kesehatan fisik dan mental. Dengan kata sederhana, Psychological Immune System adalah sistem terintegrasi dari dimensi kepribadian, yang bertujuan untuk menciptakan keadaan keseimbangan antara persyaratan kepribadian dan konteks kehidupan untuk meningkatkan proses adaptasi psikologis, alami dan sosial (Dubey & Shahi, 2011).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan Psychological Immune System merupakan sistem kekebalan yang terintregrasi dari kepribadian kognitif, motivasi, dan perilaku yang memberikan kekebalan terhadap kerusakan dan stres.
19
2. Aspek-Aspek Psychological Immune System
Oláh (2005) telah merumuskan model struktur terpadu sumber daya pribadi pelindung dalam menanggapi stres lingkungan. Adaptasi yang efektif dan kemampuan mengatasi perubahan pada lingkungan juga tergantung pada kompetensi pribadi. Psychological Immune System adalah sistem terintegrasi dari dimensi kepribadian kognitif, motivasi dan perilaku yang memberikan kekebalan terhadap stres, mendorong perkembangan yang sehat, dan berfungsi sebagai sumber daya tahan stres. Psychological Immune System berfungsi sebagai sistem superordinat dengan tiga dimensi yang saling berinteraksi: (1) Approach-belief subsystem (ABS) memandu orientasi organisme terhadap lingkungan; (2) Monitoring-creating-executing subsystem (MCES) memulai pencarian informasi dan asimilasi akhirnya dan menerapkan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi dan menciptakan kemungkinan dalam lingkungan; (3) Self-regulating subsystem (SRS) memastikan berfungsinya dua dimensi pertama dengan menstabilkan kehidupan emosional individu.
a. Approach-belief subsystem (ABS)
Approach-belief subsystem (ABS) memfasilitasi penilaian lingkungan pada kontinum dari positif, dapat dikelola, dan bermakna hingga kacau dan mengancam. Aspek dalam dimensi ini memberikan definisi positif tentang diri sebagai agen yang kompeten, berorientasi pada tujuan, dan terus berkembang. Dimensi ini mengacu pada tingkat kepercayaan individu terhadap lingkungannya dan kemampuannya untuk
mempengaruhinya. Dimensi ABS terdiri dari beberapa aspek yaitu positive thinking, sense of coherence, sense of control, dan sense of self growth.
b. Monitoring-creating-executing subsystem (MCES)
Monitoring-creating-executing subsystem (MCES) mencakup aspek yang mendorong eksplorasi fisik (Change and Challenge Orientation), sosial (Social Monitoring Capacity), dan lingkungan intrapsikis untuk tantangan dan pengalaman baru. Aspek penciptaannya mengarahkan aktualisasi sumber daya pribadi dan sosial batin (Creative Self-Concept, Social Mobilizing Capacity) untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan lingkungan dan tujuan individu jangka panjang. Selain itu, aspek pelaksana (Executing) dimensi MCES terdiri dari kemampuan untuk mencari solusi alternatif, menghasilkan ide dan kemungkinan baru (problem solving, goal orientation, dan self-efficacy).
c. Self-regulating subsystem (SRS)
Self-regulating subsystem (SRS) menjamin stabilitas fungsi approach, monitoring, creating, dan executing dengan mengatur ketegangan dan emosi yang mengganggu tindakan yang direncanakan.
Dimensi SRS mengacu pada kemampuan indvidu untuk beradaptasi dan berubah dengan apa yang dibutuhkan dalam suatu hal. Bidang ini terdiri dari beberapa aspek yaitu synchronicity, impulse control, emotional control, dan irritability control.
21
3. Faktor-Faktor Psychological Immune System
Konsep Psychological Immune System dikembangkan berdasarkan sumber-sumber efektivitas koping yang dengan tujuan untuk mengintegrasikan kekuatan-kekuatan karakter dan sumber-sumber kepribadian yang terisolasi namun berkorelasi secara empiris ini ke dalam satu sistem yang komprehensif (Oláh, 2005). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi koping stres berdasarkan hasil analisis Jayusman (2018) dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi koping individu dan berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor internal dari koping stres dapat berupa efikasi diri, optimisme diri, karakteristik kepribadian, kematangan beragama, dan kecerdasan emosi.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi koping individu dan berasal dari luar diri individu. Faktor eksternal dari koping stres dapat berupa attachment, peer group, dan dukungan sosial.
Berdasarkan faktor-faktor yang sudah dijelaskan tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan dan tingkat keefektifan koping stres dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dapat dimanfaat kan dengan baik sesuai dengan individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut akan berpengaruh maksimal dan efektif sesuai dengan cara pandang dan tindakan individu dalam menghadapi kesulitan.
B. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2011) dukungan sosial merupakan bantuan yang di terima secara langsung dalam bentuk tindakan, dan bantuan yang dapat dirasakan dalam bentuk rasa nyaman, perhatian, dan persepsi dari orang lain yang tersedia saat dibutuhkan. Dukungan sosial juga dapat didefinisikan sebagai fungsi dan kualitas hubungan sosial yang diterima individu dari orang lain seperti bantuan dan dukungan (Schwarzer dkk, 2004). Dukungan sosial mengacu pada penyediaan jaringan sosial dari sumber daya psikologis dan material yang dimaksudkan untuk menguntungkan kemampuan individu untuk mengatasi stress (Cohen, 2004).
Memiliki dukungan sosial penting untuk kesehatan dan kesejahteraan fisik. Hal tersebut dikarenakan dapat meningkatkan ikatan dekat seseorang dengan orang lain, membantu mereka menjadi bagian dari kelompok, mengembangkan ikatan sosial, dan merasa berafiliasi. Dukungan sosial menurut Berkman & Glass (2000) dapat diartikan sebagai sekumpulan tindakan dukungan yang dapat diperoleh individu melalui hubungan sosialnya dengan individu lain, kelompok, dan komunitas yang lebih besar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan dukungan sosial merupakan dukungan atau bantuan yang dirasakan secara langsung dan nyata oleh individu melalui hubungan sosialnya yang menunjukkan kualitas hubungan sosial yang diterima individu dari orang lain.
23
2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial
Individu pada kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial sangat memerlukan dukungan sosial. Dukungan sosial memiliki beberapa aspek diantaranya dijelaskan oleh beberapa ahli Cohen & McKay; Cortona &
Russel; House Schaefer, Coyne & Lazarus, dan Wills (dalam Sarafino,1998) :
a. Dukungan emosional
Bentuk dukungan dari dukungan emosional diekspresikan dengan empati, perhatian, kasih sayang, dan kepedulian terhadap orang lain melalui perilaku seperti memberikan perhatian dan kasih sayang serta kesediaan untuk mendengarkan keluahan orang lain. Dukungan ini jika dirasakan oleh individu akan menciptakan perasaan nyaman, perasaan dihargai dan kasih sayang bagi individu terkait.
b. Dukungan penghargaan
Bentuk dukungan dari dukungan penghargaan di ekspresikan dengan menunjukkan apresiasi positif terhadap individu, mendukung atau setuju dengan pikiran atau perasaan individu, dan evaluasi positif mengenai pencapaian individu. Bentuk dukungan ini dirancang untuk menimbulkan perasaan individu tentang harga diri, kemampuan diri, dan makna diri.
c. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental merupakan bentuk dukungan nyata yang mengacu pada bantuan instrumental yang mencakup penyediaan uang, materi, layanan, dan dapat digunakan untuk memcahkan masalah-masalah
yang dihadapi individu. Dukungan ini melibatkan bantuan langsung, seperti ketika orang memberi atau meminjamkan yang, membantu pekerjaan rumah, dll.
d. Dukungan informasi
Dukungan ini mengacu pada dukungan yang melibatkan saran, umpan balik, nasehat yang diperlukan untuk menghadapi berbagi masalah pribadi. Misalnya seorang mahasiswa yang sedang sakit dapat memperoleh informasi dan materi pembelajaran yang dilewatkannya akibat sakit dari teman-teman sekelas atau dosen yang bersangkutan tentang apa-apa saja yang dilewatkannya selama dia izin sakit.
e. Dukungan jaringan sosial
Bentuk dukungan jaringan sosial bermula dari jejaring yang mencakup rasa persatuan sebagai anggota kelompok yang saling berbagi minat dan kegiatan sosial yang sama. Dukungan ini juga dapat mencakup kegiatan berbagi waktu luang dan memiliki seseorang untuk menghabiskan waktu bersama.
3. Faktor-Faktor Dukungan Sosial
Ada beberapa faktor yang dapat menentukan apakah individu bisa mendapatkan atau merasakan dukungan sosial yang mereka butuhkan. Adapun faktor-faktor tersebut (dalam Sarafino, 2011) adalah sebagai berikut:
25
a. Penerima Dukungan
Jika individu bersikap ketus atau angkuh, hanya memedulikan diri sendiri lalu mengabaikan orang lain, dan hanya menyimpan masalah sendiri meskipun sedang butuh bantuan, maka kemungkinan besar individu tersebut tidak dapat merasakan dukungan sosial. Beberapa orang tidak terlalu percaya diri ketika mencari bantuan dari orang lain atau merasa bahwa mereka harus menyelesaikan masalahnya sendiri dan tidak memberatkan orang lain. Beberapa orang juga tidak merasa nyaman utuk membagi tahu orang lain tentang diri mereka atau merasa bingung harus kepada siapa dan siapa yang pantas untuk dimintai bantuan.
b. Penyedia Dukungan
Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan membutuhkan individu lainnya sebagai hubungan timbal balik yang suatu saat bisa menjadi penerima dukungan dan juga penyedia dukungan. Penyedia dukungan berperan sebagai pemberi dukungan yang mungkin dibutuhkan orang lain namun tidak dimiliki orang tersebut.
c. Faktor Struktur Jaringan Sosial
Hubungan yang terjadi antara individu dengan keluarga, teman atau rekan, pasangan, maupun dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya dapat bervariasi. Hubungan tersebut dapat bervariasi dalam hal ukuran (jumlah individu yang berhubungan), frekuensi (seberapa sering bertemu), komposisi (apakah orang-orang tersebut keluarga, teman, atau yang lainnya), dan intimasi (kedekatan dan kepercayaan dalam hubungan).
C. Kerangka Berpikir
Kehidupan perkuliahan mahasiswa seringkali menghadapi berbagai macam permasalahan dan tantangan. Permasalahan tersebut bisa datang dari masalah ekonomi, keluarga, dan yang utama harapan dan tantangan untuk menjadi sukses baik dalam hal akademik maupun karir dimasa depan. Julukan mahasiswa sebagai „agent of change‟ dimata masyarakat menunjukkan bahwa mahasiswa juga menjadi harapan dari bangsa sebagai generasi pembawa perubahan pada negeri. Hal-hal tersebut menjadi beban yang harus diemban oleh mahasiswa selain beratnya tuntutan akademik di perkuliahan. Oleh karena itu, tidak sedikit mahasiwa mengalami tekanan psikologis selama masa perkuliahan terlebih dengan situasi yang mengharuskan mahasiswa mengikuti sistem perkuliahan daring akibat pandemi Covid-19. Selama mengatasi tantangan-tantangan perkuliahan mahasiswa dipengaruhi oleh sejumlah besar faktor. Untuk melawan faktor-faktor berbahaya yang dapat mempengaruhi psikologis mahasiswa maka dibutuhkan sistem kekebalan psikologis atau Psychological Immune System yang kuat.
Psychological Immune System adalah perlindungan aktif yang dapat digambarkan dengan sistem perangkat kognitif yang kompleks. Psychological Immune System melibatkan kemampuan untuk mengaktifkan sistem tersebut dengan segera dalam semua situasi di mana fungsi integritas paikologi terhambat oleh elemen luar atau dalam, atau ada adalah situasi luar atau dalam yang membahayakan perkembangan psikologis individu dan realisasi tujuan, atau faktor merugikan yang mempengaruhi fungsi kehidupan. Psychological Immune
27
System memainkan peran penting dalam menjaga dan meningkatkan kesejahteraan dengan memungkinkan individu untuk bertahan dari stres berkepanjangan dan mengatasi dengan efisien ancaman yang akan datang sehingga integritas pribadi dan potensi perkembangan tetap utuh (Oláh, 2005). Psychological Immune System yang berfungsi dengan baik dalam masa pendidikan dapat menjadi faktor kunci bagi perkembangan pelajar. Mahasiswa memerlukan atribut pelindung dan faktor- faktor yang memediasi orientasinya terhadap sumber daya pelindung sehingga mahasiswa dapat menemukan sumber daya internalnya dan lebih mampu menyelaraskan antara kemampuan diri dengan tantangan akademik.
Perkembangan aspek Psychological Immune System berdampak besar pada manajemen stres pribadi pelajar karena kecemasan pelajar dan aspek Psychological Immune System tertentu menunjukkan korelasi yang kuat (Bredács
& Takács, 2020). Misalnya, aspek manajemen stres yang penting adalah sense of coherence, sense of control, synchronicity, irritability control, sense of self growth, dan self-efficacy. Sebagian besar aspek dari Psychological Immune System membantu pelajar dalam mengidentifikasi bidang kemampuan pribadi untuk menangani tujuan, tugas, dan masalah pribadi. Beberapa aspek lainnya yang terkandung pada dimensi Monitoring-creating-executing subsystem (MCES) berhubungan dengan pengelolaan hubungan sosial seperti kemampuan untuk Social Monitoring Capacity, Social Mobilizing Capacity, dan Social Creating Capacity yang membantu pelajar mengarahkan sumber daya pribadi untuk mencapai tujuan yang secara tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah bagi mahasiswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Oláh dkk (2021) dilakukan untuk menganalisis perbedaan strategi koping dengan skala Psychological Immune Competence Inventory antara mahasiswa pada dua generasi (Z dan Y) menunjukkan hasil Generasi Y memiliki skor rata-rata lebih tinggi daripada Generasi Z pada masing-masing dimensi dari Psychological Immune System dan perbedaannya cukup signifikan. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa generasi muda (Generasi Z) cepat dalam mengolah informasi tetapi dalam dimensi sosial mereka kurang efektif dibandingkan dengan generasi lainnya. Hal tersebut memberikan kesempatan untuk peneliti mengeksplorasi lebih lanjut mengenai hubungan dukungan sosial dengan Psychological immune system pada mahasiswa terutama pada masa pandemi Covid-19 ini.
Psychological immune system terdiri dari 3 dimensi yaitu Approach-belief subsystem (ABS), Monitoring-creating-executing subsystem (MCES), Self- regulating subsystem (SRS) yang saling terkait satu sama lain sehingga memungkinkan individu untuk mencapai adaptasi yang fleksibel dan pengembangan pribadi. Secara khusus aspek pada dimensi monitoring-creating- executing subsystem (MCES) menunjukkan korelasi positif tertinggi dengan preferensi perilaku koping yang terfokus pada masalah mencari dukungan sosial sebagai strategi koping dalam situasi stress. Pencarian dukungan sosial sebagai strategi koping dalam situasi stres menunjukkan hubungan positif yang signifikan dengan aspek Psychological Immune System misalnya pada aspek social monitoring capacity, social mobilizing capacity, dan social creating capacity.
Sejumlah aspek lainnya yang terkandung dalam Psychological Immune System
29
telah diteliti berkaitan dengan dukungan sosial (Elkfrawy & Ibrahim, 2021; Zhan
& Ding, 2020; Fujitani dkk, 2017; Yang, 2006). Menggabungkan variabel ini di bawah satu payung teoretis memberikan kesempatan untuk mempelajari efeknya pada mahasiswa. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki hubungan antara dukungan sosial dengan Psychological immune system pada mahasiswa.
Dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai fungsi dan kualitas hubungan sosial yang diterima individu dari individu lain seperti bantuan dan dukungan (Schwarzer dkk, 2004). Lebih lanjut menurut Schwarzer dkk memiliki dukungan sosial penting untuk kesehatan dan kesejahteraan fisik karena dukungan sosial meningkatkan ikatan dekat individu dengan individu lainnya, mengembangkan ikatan sosial, dan merasa berafiliasi. Selanjutnya dukungan sosial juga didefinisikan sebagai seperangkat sumber daya manusia dan material yang tersedia bagi seorang individu untuk membantu dalam mengatasi situasi krisis tertentu dan mengatasi stres (Cohen, 2004). Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya yang nyata atau hanya dirasakan dan akan membantu memfasilitasi individu untuk mengatasi stres hingga mengurangi tingkat kesulitan yang dihadapi. Dapat dikatakan dukungan sosial merupakan faktor penting yang membantu mengurangi efek negatif dari stres. Umumnya, dukungan sosial yang dirasakan atau diperoleh dapat berasal dari berbagai sumber seperti keluarga, teman, pasangan, namun tidak terbatas pada itu, ikatan komunitas, dan rekan kerja juga dapat menjadi sumber dukungan sosial untuk individu.
Dukungan sosial dapat memengaruhi fungsi kekebalan individu yang mengalami stres dalam jangka panjang dan intens. Individu yang memiliki dukungan sosial yang kuat memiliki sistem kekebalan yang lebih kuat dan gangguan kekebalan yang lebih kecil dalam menanggapi stres daripada individu dengan dukungan yang kurang (Kennedy dkk, 1990). Menurut Özmete & Pak (2020) rendahnya dukungan sosial dianggap sebagai faktor risiko kecemasan selama masa krisis Covid-19. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa ketika dukungan sosial yang dirasakan meningkat maka dapat menurunkan tingkat kecemasan dalam keadaan pandemi Covid-19.
Menurut Hasan & Rufaidah (2013) melalui dukungan sosial individu dapat meningkatkan kepercayaan diri, penerimaan diri dan realita, dan berpikir positif.
Berdasaran hal tersebut dukungan sosial dapat dianggap sebagai salah satu faktor yang mampu memberikan kemampuan bagi mahasiswa untuk menoleransi stres dan menghadapi ancaman, yang berlanjut menjadi fungsi dasar untuk peningkatan dan pengayaan potensial untuk memiliki Psychological Immune System yang lebih kuat. Melalui Psychological Immune System tersebut mahasiswa dapat menerapkan koping yang efektif dengan menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk memengaruhi dan menciptakan kemungkinan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi saat pandemi.
Ketika mahasiswa menghadapi tantangan akademik selama pandemi, wajar jika mahasiswa harus saling mengandalkan dan tetap terhubung agar dapat saling menguatkan dan memberi dukungan. Namun dengan kondisi perkuliahan yang dilakukan secara daring dukungan sosial tidak lagi dapat dirasakan semudah
31
saat kondisi perkuliahan luring karena saat ini pertemuan hanya terbatas virtual dan dikhawatirkan akan mempengaruhi psikososial mahasiswa. Menurut Taylor (2015) dukungan sosial adalah sumber perlindungan psikososial yang paling vital, di mana ikatan sosial yang memuaskan secara emosional mengurangi efek yang disebabkan oleh stres dan efek buruknya pada kesehatan. Oleh karena itu, dukungan sosial merupakan domain yang paling relevan saat ini dalam membantu mahasiswa untuk memiliki Psychological Immune System yang kuat di masa pandemi Covid-19.
Schaefer & Moos (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat menjadi awal dari pertumbuhan pribadi dengan mempengaruhi perilaku koping dan membantu keberhasilan adaptasi terhadap krisis kehidupan. Hal tersebut sejalan dengan konsep Psychological Immune System sebagai sistem yang menawarkan satu gambaran potensial dari alat pelindung yang mungkin berpengaruh dalam proses adapsi dan koping. Selain itu Psychological Immune System menggabungkan 16 sumber daya atau potensi yang berbeda yang memenuhi fungsi yang sama dan berinteraksi secara dinamis untuk memfasilitasi adaptasi dan pengembangan diri individu yang fleksibel. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui dengan adanya dukungan sosial dapat membantu mahasiswa untuk memperkuat Psychological Immune System yang mendorong mahasiswa untuk mampu mengidentifikasi sumber daya kepribadian dan menerapkan koping yang efektif. Berdasarkan hal tersebut, diprediksi bahwa dukungan sosial memiliki hubungan dengan Psychological Immune System pada mahasiswa.
D. Hipotesis
Berdasarkan pemaparan pada kerangka berpikir maka dapat disimpulkan hipotesis penelitian ini yaitu menyatakan ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan Psychological Immune System pada mahasiswa pada masa pandemi Covid-19. Hal tersebut menandakan jika dukungan sosial yang dirasakan mahasiswa tinggi maka Psychological Immune System mahasiswa pun akan tinggi dan begitu sebaliknya.
33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini didesain berdasarkan pada filsafat positivisme yang melihat fenomena sebagai sesuatu yang teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat dengan mencari tingkat pengaruh antar variabel pada sampel tertentu, atau yang disebut dengan desain penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2020). Lebih lanjut metode penelitian pada penelitian ini mengunakan adalah metode kuantitatif korelasional. Menurut Arikunto (2010) penelitian kuantitatif korelasional adalah penelitian untuk melihat hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih yang biasanya tidak terlalu menekankan untuk menggunakan subjek dalam jumlah banyak. Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan penelitian kuantitatif korelasional karena ingin melihat hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan antara dukungan sosial dengan Psychological Immune System.
B. Identifikasi Variabel
Sugiyono (2020) menyatakan variabel merupakan suatu atribut dari individu, obyek, bidang keilmuan atau kegiatan tertentu yang mempunyai variasi tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel mengacu pada karakteristik atau atribut individu atau organisasi yang dapat diukur atau diamati dan bervariasi di antara individu- individu atau organisasi yang sedang dipelajari (Creswell & Creswell, 2018).
Dalam penelitian kuantitatif, variabel digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan dapat diperluas ke banyak fenomena lain yang ingin dipahami.
Jenis-jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Variabel independen : Dukungan Sosial
b. Variabel dependen : Psychological Immune System
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi, atau memberikan efek pada hasil. Variabel tersebut digambarkan sebagai "independen"
karena merupakan variabel yang tidak dipengaruhi dalam penelitian dan dengan demikian independen/bebas dari semua pengaruh lainnya. Sedangkan variabel dependen adalah variabel yang bergantung pada variabel independen atau merupakan hasil pengaruh dari variabel independen (Creswell & Creswell, 2018).
C. Definisi Operasional
Penelitian ini perlu diberikan definisi operasional agar dapat menjelaskan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian sehingga variabel menjadi dapat diukur. Berikut adalah definisi operasional yang akan diteliti oleh peneliti yaitu:
1. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan dukungan yang dirasakan oleh mahasiswa baik secara langsung ataupun tidak langsung dari lingkungannya yang dapat diukur berdasarkan beberapa aspek diantaranya dijelaskan oleh beberapa ahli Cohen & McKay; Cortona & Russel; House Schaefer, Coyne & Lazarus, dan Wills (dalam Sarafino,1998) yang meliputi beberapa aspek yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial. Tinggi dan rendahnya skor yang