• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan

SKRIPSI

Oleh

Eva Eryanti Harahap 181101054

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bаgі Allаh SWT yang tеlаh memberikan rahmat dаn karunia Nya kераdа реnulіѕ, ѕеhіnggа реnulіѕ dараt mеnуеlеѕаіkаn penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan”. Shаlаwаt dаn salam ѕеnаntіаѕа tеrсurаh kepada Rаѕulullаh SAW yаng mеngаntаrkаn mаnuѕіа dаrі zаmаn kegelapan ke zаmаn yаng tеrаng benderang іnі. Penyusunan skripsi іnі dіmаkѕudkаn untuk memenuhi sebagian ѕуаrаt-ѕуаrаt guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, bantuan serta doa. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Dudut Tanjung, SKp., M.Kep., Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Utara.

2. Ibu Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat, selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji I saya yang telah memberikan saran dan masukan.

3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB, selaku Wakil Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(5)

iv

4. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp., MNS, selaku Wakil Dekan III sekaligus Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Lufthiani, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku Kepala Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Fatwa Imelda, S.Kep., Ns., M.Biomed selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Jenny Marlindawani Purba, SKp., MNS., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan saran dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibu Roxsana Devi Tumanggor, S.Kep., Ns., MNurs, selaku Dosen Penguji II saya yang telah memberikan waktu, saran, dan motivasi.

9. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Dosen validator instrumen penelitian saya yang telah memberikan waktu,saran dan motivasi.

10. Teristimewa kepada kedua оrаngtua, ayahanda tеrсіntа Bapak Gusnar Harahap, іbundа tercinta Ibu Yurdalina Siregar, dan adik-adik saya Nurul, Andi, Fachri yang telah memberikan dukungan bаіk mоrіl mаuрun materil serta doa yang tiada hеntі-hеntіnуа kepada saya.

11. Sеluruh Bapak/Ibu Dosen Fаkultаѕ Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang tеlаh mеmbеrіkаn pengetahuan уаng ѕаngаt bermanfaat ѕеlаmа masa реrkulіаhаn.

(6)

v

12. Direktur RSJ, Staff Bagian Pengkajian Pengembangan dan Kepala Ruangan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem yang banyak membantu selama penelitian.

13. Sahabat penulis, Tika Harnita, Trinitas Bawaulu, Tiara Rachel, Riha Datu Aisy, Anisa Fujiwan, Resky Titha, Lilis N Tambun, dan Fifi Adelina yang menemani penulis dalam keadaan suka maupun duka selama penulis menjalani masa studi di Universitas Sumatera Utara.

14. Seluruh teman-teman ѕеperjuangan stambuk 2018 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara уаng ѕеlаlu mengisi hаrі-hаrі mеnjаdі sangat menyenangkan.

15. Last but not least, I wanna thank me. I wanna thank me for believing in me. I wanna thank me for all doing this hard work. I wanna thank me for having no days off. I wanna thank me for never quitting. I wanna thank me for just being me at all times.

Penulis mеnуаdаrі bahwa penulisan skripsi ini mаѕіh jаuh dаrі ѕеmрurnа dikarenakan tеrbаtаѕnуа pengalaman dаn реngеtаhuаn yang dimiliki реnulіѕ. Olеh kаrеnа іtu, реnulіѕ mеnghаrарkаn segala bеntuk saran serta mаѕukаn bahkan krіtіk yang membangun dаrі bеrbаgаі ріhаk. Sеmоgа skripsi ini dapat bermanfaat bаgі раrа реmbаса dаn ѕеmuа ріhаk khuѕuѕnуа dalam bidang Keperawatan Jiwa.

Medan, Agustus 2022 Penulis

Eva Eryanti Harahap

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep Covid-19 ... 7

2.1.1 Definisi Penyakit Covid-19 ... 7

2.1.2 Tanda dan Gejala Covid-19... 8

2.1.3 Cara Penularan Covid-19 ... 8

2.1.4 Pencegahan Covid-19 ... 9

2.2 Konsep Skizofrenia ... 10

2.2.1 Definisi Skizofrenia... 10

2.2.2 Etiologi Skizofrenia... 11

2.2.3 Gejala Klinis Skizofrenia ... 13

2.2.4 Klasifikasi Skizofrenia ... 15

2.2.5 Terapi Skizofrenia ... 16

2.3 Konsep Keluarga ... 17

2.3.1 Definisi Keluarga ... 17

2.3.2 Tipe Keluarga ... 18

2.3.3 Fungsi Keluarga ... 20

2.4 Konsep Dukungan Keluarga ... 21

2.4.1 Definisi Dukungan Keluarga ... 21

2.4.2 Jenis Dukungan Keluarga pada Pasien Skizofrenia ... 21

2.4.3 Manfaat Dukungan Keluarga ... 23

2.5 Konsep Stigmatisasi ... 23

2.5.1 Definisi Stigma ... 23

2.5.2 Aspek-aspek Stigma ... 24

2.5.3 Komponen Stigma ... 25

2.5.4 Jenis-jenis Stigma ... 25

2.5.5 Determinan Stigma ... 27

2.5.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stigma ... 28

2.5.7 Stigma Pada Keluarga Orang dengan Skizofrenia ... 30

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 32

(8)

vii

3.1 Kerangka Penelitian ... 32

3.2 Definisi Operasional ... 33

3.3 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 35

4.1 Desain Penelitian ... 35

4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 35

4.2.1 Populasi ... 35

4.2.2 Sampel ... 35

4.2.3 Teknik Sampling ... 36

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.3.1 Lokasi Penelitian ... 37

4.3.2 Waktu penelitian ... 37

4.4 Pertimbangan etik ... 37

4.5 Instrumen penelitian ... 38

4.5.1 Kuesioner Data Demografi... 38

4.5.2 Kuesioner Dukungan Keluarga ... 38

4.5.3 Kuesioner Stigmatisasi ... 39

4.6 Validitas dan Reliabilitas ... 40

4.6.1 Validitas ... 40

4.6.2 Reliabilitas ... 41

4.7 Rencana pengumpulan data ... 41

4.8 Pengolahan Data ... 42

4.9 Analisa data ... 43

4.9.1 Analisis Univariat ... 43

4.9.2 Analisis Bivariat ... 43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1 Hasil Penelitian ... 44

5.1.1 Karakteristik Responden ... 44

5.1.2 Dukungan Keluarga... 46

5.1.3 Stigmatisasi ... 47

5.1.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 ... 47

5.2 Pembahasan ... 48

5.2.1 Karakteristik Responden ... 48

5.2.2 Dukungan Keluarga dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 ... 49

5.2.3 Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 ... 53

5.2.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 ... 55

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 33 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan ... 45 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Dukungan Keluarga Responden di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan ... 46 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Komponen Dukungan Keluarga di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan ... 46 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Stigmatisasi Keluarga di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan ... 47 Tabel 5.6 Hasil Uji Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan ... 47

(10)

ix

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan ... 32

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Lembar Penjelasan Penelitian

LAMPIRAN 2. Informed Consent LAMPIRAN 3. Instrumen Penelitian LAMPIRAN 4. Jadwal Tentatif Penelitian LAMPIRAN 5. Bukti Bimbingan

LAMPIRAN 6. Lembar Persetujuan Validitas LAMPIRAN 7. Surat Ethical Clearance LAMPIRAN 8. Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 9. Hasil Perhitungan Validitas LAMPIRAN 10. Hasil Perhitungan Reliabilitas LAMPIRAN 11. Master Data Penelitian

LAMPIRAN 12. Hasil Pengolahan Data LAMPIRAN 13. Taksasi dana

LAMPIRAN 14. Curriculum Vitae (CV) LAMPIRAN 15. Turnitin

LAMPIRAN 16. Dokumentasi

(12)

xi

Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Stigmatisasi dalam Merawat Pasien Skizofrenia selama Pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan

Nama : Eva Eryanti Harahap

NIM : 181101054

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Tahun : 2021/2022

ABSTRAK

Orang dengan skizofrenia sangat membutuhkan keluarga dalam pengobatan dan perawatannya khususnya di masa pandemi Covid-19, sehingga dukungan keluarga sangat diperlukan namun dengan adanya stigma yang melekat mengenai penyakit skizofrenia dapat berdampak pada kurang adekuatnya dukungan yang diberikan oleh keluarga untuk membantu proses pengobatan orang dengan skizofrenia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19.

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling dengan jumlah sampel sebanyak 88 responden. Instrumen penelitian meliputi kuesioner data demografi, kuesioner dukungan keluarga dan kuesioner Internalized Stigma of Mental Illness (ISMI). Data dianalisis dengan menggunakan uji korelasional Spearman rho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas keluarga pasien skizofrenia memberikan dukungan keluarga baik sebanyak 86 orang (97,7%), dan menunjukkan dari 4 dukungan keluarga didapatkan mayoritas dukungan informasional baik sebanyak 80 orang (90,9%), dukungan penilaian baik sebanyak 76 orang (86,4%), dukungan instrumental baik sebanyak 86 orang (97,7%), dukungan emosional baik sebanyak 79 orang (89,8%), serta tidak mendapatkan stigma sebanyak 60 orang (68,2%). Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai p- value (0,002) < α (0,05). Maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19. Diharapkan keluarga dapat meningkatkan dukungan keluarga serta dapat mengatasi stigma selama merawat pasien skizofrenia.

Kata kunci : Dukungan Keluarga, Stigmatisasi, Skizofrenia

(13)

xii

(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena pandemi Covid-19 memberikan dampak pada seluruh kehidupan manusia di seluruh dunia. Pandemi Covid-19 berdampak terhadap sektor utama seperti kesehatan dan ekonomi terutama ekonomi keluarga yang berada pada kelas menengah ke bawah. Adanya aturan pemerintah yang membatasi perkumpulan yang secara tidak langsung mengurangi jumlah para pekerja, hal ini berdampak kepada banyak keluarga terutama keluarga yang berpenghasilan menengah dan rendah sehingga terpaksa bekerja lebih agar terpenuhi segala kebutuhannya. Peristiwa ini secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pola serta hubungan perilaku keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa di dalam keluarganya, salah satunya pada keluarga yang merawat pasien penyakit skizofrenia (Andriawan dkk., 2021).

Penyakit mental kronis yang memerlukan perawatan dalam jangka waktu yang panjang adalah penyakit skizofrenia (Purba & Bukit, 2017). Skizofrenia disebabkan adanya gangguan pada otak yang dapat menyulitkan penderita karena sulit membedakan antara situasi nyata atau tidak nyata, sulit berpikir logis, sulit menentukan emosi yang sesuai, dan bertingkah laku yang tidak sesuai baik itu dirumah maupun dalam bersosialisasi (Eteamah, 2016).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat ditandai dengan gejala positif berupa delusi, halusinasi, linglung, bicara tidak teratur dan gejala negatif berupa afek mendatar, avolition, dan alogia (Whiteford et al., 2013).

(15)

Menurut data WHO (World Health Organization) pada tahun 2019 terdapat 20 juta orang skizofrenia di seluruh dunia. Prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia dalam hasil Riskesdas tahun 2018 sebanyak 7 permil rumah tangga. Hasil survei ini mengindikasikan bahwa dari 1000 rumah tangga, ada 7 rumah tangga yang memiliki penderita skizofrenia/psikosis dalam keluarganya. Prevalensi skizofrenia tertinggi di Indonesia terdapat di Bali sebesar 11 permil, Yogyakarta sebesar 10 permil, sedangkan di Sumatera Utara sebanyak 6,3 permil (Riskesdas, 2018). Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi skizofrenia di Indonesia sebanyak 1,7 permil rumah tangga, dan di Sumatera Utara sebanyak 0,9 permil rumah tangga. Hasil survei ini mengindikasikan bahwa prevalensi skizofrenia/psikosis meningkat.

Orang dengan skizofrenia membutuhkan pengobatan dan perawatan yang lama bila tidak segera ditangani secara tepat sejak awal muncul. Sehingga penderita skizofrenia sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya.

Keluarga merupakan orang terdekat dalam kehidupan penderita dan sulit dipisahkan, karena dengan adanya keluarga penderita merasa aman dan damai apabila diperhatikan dan didukung penuh oleh keluarga. Dukungan yang diberikan keluarga kepada penderita skizofrenia berupa kasih sayang, peduli terhadap pasien, selalu memberikan semangat, menyediakan hal-hal yang dibutuhkan dalam bentuk sarana atau prasarana, dan membantu pasien kembali bersosialisasi dengan anggota keluarga maupun lingkungan sekitarnya (Wardana dkk., 2020).

(16)

Suatu penelitian yang dilakukan Samudro, Mustaqim, dan Fuadi (2020) pada keluarga penderita skizofrenia di poli rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh menunjukkan sebanyak 89% pasien sembuh karena peran keluarga dalam mendampingi dan memberikan dukungan selama pengobatan.

Penelitian yang dilakukan Triyani dan Warsito (2019) mengemukakan bahwa keluarga berperan dalam proses penyembuhan sehingga mencegah kekambuhan pasien skizofrenia. Dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan emosional seperti menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis akan membantu pasien skizofrenia merasa lebih tenang, dukungan informasional berupa mengetahui segala informasi yang harus diketahui keluarga tentang penyakit skizofrenia, dukungan instrumental seperti menyediakan fasilitas yang dibutuhkan penderita, dan dukungan penilaian seperti memberikan perhatian kepada penderita.

Sebagian besar masyarakat belum dapat menerima keberadaan penderita gangguan jiwa. Respon masyarakat menolak para penderita gangguan jiwa ditandai dengan adanya diskriminasi. Stigma dan diskriminasi lebih sering diberikan kepada penderita gangguan jiwa dibandingkan dengan individu yang menderita penyakit medis lainnya (Syafriani & Fitriani, 2020).

Stigma merupakan pelabelan, pengucilan, dan diskriminasi oleh masyarakat kepada seseorang yang berbeda dengan yang lain sehingga orang yang dikenai stigma memiliki keterbatasan untuk berkembang yang akhirnya mempersulit hidupnya. Stigma gangguan jiwa merupakan sebuah fenomena sosial yang terjadi di masyarakat tentang masyarakat yang tidak dapat

(17)

menerima individu yang mengalami gangguan jiwa karena memiliki perilaku atau karakter yang tidak sewajarnya, memiliki identitas sosial menyimpang, sehingga hal ini membuat masyarakat cenderung diskriminatif (Nugroho dkk., 2017).

Stigma terhadap penderita skizofrenia berarti memberi label atau penilaian negatif kepada penderita skizofrenia dalam praktik kehidupan. Prasangka buruk lebih banyak dikaitkan kepada penderita skizofrenia dibandingkan dengan gangguan kejiwaan lainnya dikarenakan masyarakat meyakini bahwa penderita skizofrenia tidak dapat ditebak dan berbahaya dibanding yang lain.

Stereotip umum yang diberikan masyarakat kepada penderita skizofrenia yaitu ditandai dengan kepribadian ganda, kegilaan, membahayakan dan tidak dapat ditebak (Fatin dkk., 2020).

Keluarga yang tinggal bersama pasien skizofrenia akan mengalami tuntutan yang berat karena menyita waktu yang banyak untuk merawat serta memberi dukungan agar penderita merasa lebih baik. Ditambah stigma mengenai penderita skizofrenia memiliki efek negatif terhadap kehidupan keluarga sehingga menimbulkan keinginan untuk menarik diri secara fisik dan sosial serta membatasi dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Perlakuan negatif yang diberikan kepada anggota keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa dalam bentuk sikap penolakan, penyangkalan dan disisihkan (Susyanti & Hapsari, 2018). Stigma tinggi yang dialami keluarga dapat menghambat proses pengobatan dan mengakses pelayanan kesehatan yang akhirnya memperburuk kondisi kesehatan pasien (Nxumalo & Mchunu, 2017).

(18)

Orang dengan skizofrenia (ODS) sangat membutuhkan dukungan keluarga dalam pengobatan dan perawatannya, sehingga peran keluarga sangat diperlukan namun dengan adanya stigma yang diberikan oleh masyarakat dapat berdampak pada dukungan yang keluarga berikan untuk membantu proses pengobatan orang dengan skizofrenia. Sebab itu peneliti terdorong akan meneliti tentang “Hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M.

Ildrem Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan?

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Bagaimanakah dukungan keluarga pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19?

1.3.2 Bagaimanakah stigmatisasi yang dialami keluarga dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M.

Ildrem Medan.

(19)

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik keluarga pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

b. Mengetahui dukungan keluarga pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

c. Mengetahui komponen dukungan keluarga pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

d. Mengetahui stigmatisasi keluarga dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak institusi untuk menambah ilmu pengetahuan terkait hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

1.5.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang ditujukan kepada pasien dan keluarga, sehingga perawat dapat membantu keluarga untuk meningkatkan dukungan keluarga dan mengatasi stigma terhadap pasien skizofrenia.

1.5.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi atau acuan, dan referensi bagi riset yang terkait dengan penelitian ini.

(20)

7 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Covid-19

2.1.1 Definisi Penyakit Covid-19

Virus penyebab Covid-19 memiliki banyak kesamaan antara virus SARS sehingga nama virus penyebab Covid-19 adalah SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Wabah Covid-19 awalnya menyebar pada suatu wilayah lalu menyebar ke seluruh dunia, menginfeksi orang dan juga benda sehingga terciptalah pandemi. Sebagian besar pandemi yang terjadi biasanya ditularkan ke manusia karena kontak langsung dengan cairan tubuh hewan. Selain menyerang lansia serta orang dewasa, virus ini juga menyerang bayi dan anak-anak.

Penyebaran virus yang sangat cepat ke seluruh negara di dunia menyebabkan puluhan bahkan ratusan orang meninggal dunia namun banyak juga orang yang sembuh (Algifari, 2020). Virus penyebab Covid-19 termasuk ke dalam family coronaviridae dan ke dalam ordo nidovirales, virus ini digambarkan seperti duri-duri seperti mahkota pada permukaan luar nya.

Ukuran virus ini hanya bisa dilihat menggunakan mikroskop karena ukurannya hanya berdiameter 65-125 μm serta memiliki nukleus dengan kandungan satu untaian RNA.

Virus penyebab Covid-19 yaitu SARS-CoV-2 termasuk kedalam anggota dari subgrup β-CoV serta target utama patogen mayor nya pada sistem pernapasan manusia (Ruslin dkk., 2020). Gangguan ringan yang terjadi pada

(21)

sistem pernapasan, infeksi paru-paru, hingga kematian merupakan hal-hal yang dapat disebabkan Covid-19. Segala usia dapat terserang virus ini termasuk juga ibu hamil dan menyusui, dan yang paling sering dan mudah tertular virus Covid-19 adalah lansia (Zulkifli dkk., 2020).

2.1.2 Tanda dan Gejala Covid-19

Gejala akibat tertular virus Covid-19 hampir sama dengan gejala penyakit flu seperti sakit kepala, batuk, dan demam. Perbedaan antara gejala Covid-19 dengan penyakit flu biasa terletak pada jenis batuk yang timbul, gejala Covid-19 yang umum dikeluhkan mereka yang tertular yaitu mengalami batuk kering, nyeri pada otot hingga lemas (Ahsan dkk., 2020).

Gejala klinis yang umum terjadi pada Covid-19 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nan-shan Zong dengan sampel 1099 kasus terkonfirmasi laboratorium adalah mayoritas demam sebanyak 89%, lalu diikuti batuk 68%, kelelahan 38%, produksi sputum berlebih 33%, takipnea 19%, radang tenggorokan 14%, dan sakit kepala 14%. Adapun tanda-tanda abnormal pasien Covid-19 yang dapat menyebabkan kematian seperti serangan jantung akut, ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome), dan GGO (Ground Glass Opacity) (Ruslin dkk., 2020).

2.1.3 Cara Penularan Covid-19

Cara paling umum virus penyebab Covid-19 menular berasal dari cairan yang menetes keluar saat bicara, batuk, bersin, berjabat tangan atau bersentuhan langsung. Adapun cara lain penularan Covid-19 yaitu setelah

(22)

menyentuh benda yang terkontaminasi oleh virus lalu tanpa mencuci tangan langsung menyentuh bagian wajah diantaranya mulut, hidung, ataupun mata.

Covid-19 tersebar karena kontak langsung dengan orang yang tertular meskipun orang tersebut tidak memiliki gejala yang mengindikasikan Covid-19 (Wahyuni & Ridha, 2020). Berdasarkan penelitian epidemiologi, patogen Covid-19 berasal dari transmisi tunggal hewan ke manusia berlanjut menyebar dari manusia ke manusia. Transmisi interpersonal sebagian besar terjadi melalui tetesan cairan saat respirasi atau bersentuhan langsung (Ruslin dkk., 2020).

2.1.4 Pencegahan Covid-19

Kabar mengenai virus Covid-19 sudah masuk ke Indonesia menyebabkan kepanikan massal, masyarakat mulai mencari cara untuk mencegah agar tidak tertular (Gunawan & Yulita, 2020). Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mencegah tertular virus Covid-19, yaitu:

a. Mencuci tangan setiap saat

Langkah awal yang paling efektif dalam mencegah penyakit Covid-19 adalah mencuci tangan. Mencuci tangan juga dapat membunuh segala jenis kuman penyakit, seperti infeksi sistem pencernaan maupun penyakit yang menyerang pernapasan.

b. Menjaga kebersihan lingkungan

Salah satu tolak ukur berkembangnya suatu penyakit adalah lingkungan yang bersih. Seiring dengan adanya kasus Covid-19 masyarakat diharapkan

(23)

berperilaku hidup sehat dan bersih untuk menjaga kesehatan diri sendiri maupun keluarga.

c. Menerapkan Pola Makan Sehat

Menerapkan pola makan yang sehat dapat mencegah tertular virus Covid-19 caranya dengan memasak makanan sendiri dan menghindari makanan cepat saji.

d. Rutin berolahraga.

Olahraga berguna untuk menguatkan dan meningkatkan sistem imun, rutin berolahraga akan memperkuat kemampuan tubuh dalam menangkal patogen yang berbahaya sehingga dapat mencegah dari berbagai macam penyakit.

2.2 Konsep Skizofrenia 2.2.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah penyakit mental yang dikenal menyimpang dalam berpikir, menanggapi, bereaksi terhadap sesuatu, perbedaan bahasa, dan melakukan penarikan diri. Pada skala global, skizofrenia merupakan penyakit dengan cacat yang signifikan dan mengganggu kapasitas dalam belajar dan bekerja (WHO, 2019).

Skizofrenia merupakan gangguan otak parah yang dapat menjadi masalah di masyarakat karena tidak mampu membedakan situasi nyata dan tidak nyata, tidak dapat berpikir secara rasional, sulit dalam menentukan emosi yang tepat, dan tidak bertingkah laku yang tepat baik dirumah maupun dalam lingkungan sosial (Eteamah, 2016). Skizofrenia dikatakan sebagai penyakit

(24)

pada otak yang membingungkan namun juga membuat kelumpuhan, ditandai dengan disfungsi kognitif variabel, manifestasi psikotik yang parah, dan gangguan pada aspek psikologi dan sosial (Sadock et al., 2017). Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang menyerang identitas seseorang, memisahkan pikiran dan perasaan, gangguan persepsi, dan gangguan psikologis serius yang diderita seumur hidup (Triharsari, 2021).

2.2.2 Etiologi Skizofrenia

Kaplan dan Sadock (2015) menyebutkan penyebab munculnya skizofrenia, yaitu:

a. Faktor Genetik

Sudah banyak bukti yang mengatakan bahwa gangguan tipe skizofrenia cenderung diturunkan dalam keluarga. Gen memberikan kontribusi yang tinggi dan paling berpengaruh terhadap munculnya skizofrenia, hal ini sudah terbukti oleh banyak penelitian.

Kerabat tingkat pertama (first-degree relative) meliputi orang tua atau saudara kandung mempunyai kemungkinan untuk menderita skizofrenia sebesar 10% dan kerabat tingkat kedua (second-degree relative) mempunyai kemungkinan sebesar 5% yang terdiri dari saudara kandung beda ayah/ibu, paman, bibi, keponakan, dan cucu. Adapun yang paling berisiko menderita skizofrenia sebesar 45% adalah kembar monozigotik. Studi demi studi telah menunjukkan bahwa kembar identik atau monozigotik memiliki tingkat konkordansi yang tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa penyebab skizofrenia berkaitan dengan gen.

(25)

b. Faktor Biokimia

Beberapa hipotesis yang menjadi penyebab munculnya skizofrenia yaitu hiperaktivitas dopaminergik terkait dengan efek penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan aktivitas kerja dopamin, kelebihan serotonin yang menjadi sumber terjadinya gejala skizofrenia, norepinefrin yang merupakan neurotransmitter di otak yang mempengaruhi dan menjadi penyebab anhedonia yang merupakan ciri khas pada skizofrenia, GABA yang jika aktivitasnya menurun menghasilkan hiperaktivitas dopamin, hipofungsi glutamat yang merupakan sumber dari gejala positif dan negatif dari penyakit skizofrenia.

c. Teori Psikososial dan Psikoanalitik 1) Teori Psikoanalitik

Ada beberapa hipotesis mengenai munculnya skizofrenia salah satu nya dari Harry Stack Sullivan yang beranggapan bahwa penyebab dari skizofrenia berkaitan dengan hubungan interpersonal yang terganggu. Teori psikoanalitik juga beranggapan jika gejala skizofrenia tiap orang berbeda dan memiliki keterkaitan antara gejala dan penyebab mereka terdiagnosa skizofrenia. Maka dapat disimpulkan bahwa gejala psikotik pada mereka yang mengalami skizofrenia memiliki makna yang sangat berarti.

2) Teori Belajar

Penyebab anak-anak ada yang terdiagnosa skizofrenia tidak jauh dari orang tuanya. Di usia yang masih anak-anak mereka cenderung mempelajari, dan mengikuti respon dan jalan pikiran orang tua nya walaupun orang tuanya

(26)

tersebut memiliki masalah emosional yang irasional. Akibat dari mempelajari respon dan jalan pikiran ini membuat hubungan interpersonal mereka buruk.

d. Dinamika Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang diadakan di inggris dengan responden anak-anak berusia empat tahun, didapatkan hubungan buruk antara ibu dan anak berisiko enam kali lipat mengalami skizofrenia, walaupun sudah diadopsi sang anak masih memungkinkan untuk dapat mengembangkan penyakit nya apalagi jika diadopsi dalam keluarga yang buruk. Namun belum banyak bukti yang mengatakan bahwa model sebuah keluarga sangat berkaitan terhadap berkembangnya skizofrenia.

2.2.3 Gejala Klinis Skizofrenia

Townsend (2015) mengatakan terdapat gejala-gejala penyakit skizofrenia, yaitu:

a. Gejala Positif

Gejala positif dibagi kedalam 4 kategori, yaitu:

1) Isi Pikiran

Isi pikiran terdiri dari delusi atau waham (delusi paranoia, delusi keagungan, delusi referensi, delusi kontrol/pengaruh, delusi somatik, delusi nihilistik), religiusitas/kemunafikan, paranoia, dan pemikiran magis.

2) Bentuk Pikiran

Bentuk pikiran terdiri dari kelonggaran asosiatif, neologisme, berpikir konkret, asosiasi dentang, word salad, sifat terperinci, tangentiality, sifat bisu, dan ketekunan.

(27)

3) Persepsi

Persepsi terdiri dari halusinasi (halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi sentuhan, halusinasi pengecapan, halusinasi penciuman) dan ilusi.

4) Rasa Diri

Rasa diri terdiri dari ekolalia, ekopraksia, identifikasi dan imitasi, dan depersonalisasi.

b. Gejala Negatif

Gejala negatif dibagi lagi dalam 5 kategori, yaitu:

1) Afek

Afek terdiri dari pengaruh yang tidak pantas, efek hambar atau datar, dan apatis.

2) Kemauan

Kemauan terdiri dari ketidakmampuan untuk memulai aktivitas yang diarahkan pada tujuan, ambivalensi emosional, dan penampilan memburuk.

3) Fungsi Interpersonal dan Hubungan dengan Dunia Luar

Fungsi interpersonal dan hubungan dengan dunia luar terdiri dari interaksi sosial terganggu dan isolasi sosial

4) Perilaku Psikomotor

Perilaku psikomotor terdiri dari anergia, fleksibilitas lilin, postur, mondar-mandir dan goyang.

5) Fitur Terkait

Fitur terkait terdiri dari anhedonia dan regresi.

(28)

2.2.4 Klasifikasi Skizofrenia

Kaplan dan Sadock (2015) membagi skizofrenia berdasarkan gejala klinisnya, yaitu :

a. Skizofrenia Paranoid

Gejala utama pada tipe ini adanya waham kebesaran dan yang paling sering halusinasi pendengaran. Mereka yang mengalami skizofrenia tipe paranoid biasanya mengalami gangguan psikomotor seperti, postur yang aneh, bisu, agitasi, stupor, rigiditas, dan negativisme. Beberapa ciri khas pasien skizofrenia tipe paranoid adalah ansietas, suka marah-marah, selalu curiga, berhati-hati, selalu terjaga, tegang, dan agresif namun biasanya dapat mereka kendalikan.

b. Skizofrenia Hebefrenik

Penderita skizofrenia tipe ini biasanya saat dijumpai sering meringis atau menyeringai tak wajar, berpenampilan berantakan, perilaku sosial buruk, emosi yang tidak sesuai, suka tertawa tanpa alasan. Tipe ini biasanya aktif namun sikapnya tidak wajar.

c. Skizofrenia Katatonik

Gejala utama pada tipe ini terdapat gangguan psikomotor seperti, postur yang aneh, bisu, agitasi, stupor, rigiditas, dan negativisme. Biasanya pasien skizofrenia tipe katatonik suka meniru gerakan orang lain (ekopraksia), diam di tempat (waxy flexibility), wajah yang sering menyeringai, sering mengulang dan menirukan perkataan orang lain (echolalia), sering menyakiti diri sendiri maupun orang lain sehingga diperlukan pengawasan yang lebih serta

(29)

memerlukan perawatan medis yang tidak hanya untuk mengobati cedera, namun juga untuk mengatasi malnutrisi, kelelahan, dan hiperpireksia.

d. Skizofrenia Tak Terdiferensiasi

Skizofrenia Tak Terdiferensiasi atau disebut juga skizofrenia undifferentiated. Gejala pada tipe ini tidak dapat dijumpai pada kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, terdisorganisasi, katatonik, maupun residual.

e. Skizofrenia Residual

Penderita skizofrenia tipe ini biasanya ditandai dengan gangguan berkesinambungan dari gangguan skizofrenia tipe lain, respon emosi kurang, menarik diri dari lingkungan sosial, perilaku yang eksentrik, pemalas, delusi dan halusinasi yang aneh, keyakinan yang menyimpang, ide aneh dan tidak masuk akal, serta pikiran tidak logis dan rasional.

2.2.5 Terapi Skizofrenia

Kaplan dan Sadock (2015) menjelaskan bahwa terapi yang digunakan untuk skizofrenia antara lain:

a. Rawat Inap

Rawat inap atau hospitalisasi biasanya paling singkat dilakukan 4 sampai 6 minggu, hal ini dilakukan dengan tujuan utama untuk mengontrol pengobatan, merawat pasien skizofrenia yang hampir melakukan pembunuhan dan bunuh diri, mengontrol perilaku, memenuhi kebutuhan dasar pasien, serta membangun hubungan antara pasien dan dukungan sosial. Tujuan utama yang harus dicapai selama perawatan di rumah sakit seperti mengatasi masalah perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, serta hubungan sosial pasien

(30)

skizofrenia. Setelah masa rawat inap, dilakukan fasilitas setelah rawat inap yang ditujukan kepada anggota keluarga, keluarga angkat, panti asuhan, ataupun rumah singgah. Perawat juga masih dapat membantu melakukan terapi setelah berada di luar rumah sakit untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari mereka.

b. Farmakoterapi

Obat-obatan sering digunakan dalam mengobati skizofrenia dan memiliki berbagai macam sifat farmakologis, tetapi mempunyai tujuan yang sama untuk melawan reseptor dopamin D2 di otak. Antipsikotik generasi pertama adalah klorpromazin (Thorazine) dan haloperidol (Haldol), obat- obatan ini diperkenalkan tahun 1952. Antipsikotik generasi pertama bekerja mengobati simptom positif skizofrenia seperti mengurangi delusi dan halusinasi serta menenangkan suara. Antipsikotik generasi kedua yaitu clozapine (Clozaril) yang diperkenalkan pada tahun 1989 di Amerika Serikat, dan beberapa obat lainnya yaitu risperidone (Risperdal), olanzapine (Zyprexa), quetiapine (Seroquel), ziprasidone (Geodon), aripiprazole (Abilify), dan lurasidone (Latuda). Dikatakan sebagai antipsikotik generasi kedua karena obat-obatan ini menyebabkan symptom ekstrapiramidal lebih sedikit.(Sack VA 2.3 Konsep Keluarga

2.3.1 Definisi Keluarga

Keluarga merupakan orang-orang yang memiliki ikatan melalui hubungan karena akad nikah, kelahiran, maupun mengadopsi yang bertujuan untuk mewujudkan atau memelihara keturunan serta membangun

(31)

perkembangan fisik, jiwa, emosi dan sosial setiap anggota keluarga (Friedman, 2013). Keluarga terdiri dari individu-individu dengan ikatan pernikahan, hubungan darah atau adopsi serta tinggal dalam satu rumah tangga yang sama.

keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, atau suami istri dan anak, atau ayah ibu dan anak (Friedman et al., 2003 dalam Yunita dkk., 2020).

2.3.2 Tipe Keluarga

Kholifah dan Widagdo (2016) membagi keluarga kedalam 2 tipe, yaitu:

a. Tipe keluarga tradisional

Secara tradisional keluarga dibagi menjadi 7 bentuk keluarga, yaitu:

1) Nuclear family (Keluarga Inti) adalah keluarga yang beranggotakan suami,istri beserta anak.

2) Dyad family merupakan keluarga yang beranggotakan suami dan istri tanpa memiliki anak.

3) Single parent (Orang Tua Tunggal) merupakan keluarga dengan seorang orang tua tunggal yang memiliki anak, biasanya hal ini akibat perceraian atau kematian antara suami atau istri.

4) Single adult adalah bentuk keluarga yang hanya beranggotakan seorang dewasa yang tidak menikah.

5) Extended family merupakan bentuk keluarga inti digabung dengan anggota keluarga yang lainnya.

(32)

6) Middle-aged or elderly couple adalah keluarga yang beranggotakan kedua orang tua yang tinggal berdua karena anaknya sudah membangun rumah tangganya masing-masing.

7) Kit-network family merupakan bentuk beberapa keluarga yang tinggal serumah dan menggunakan pelayanan bersama.

b. Tipe keluarga non tradisional

Secara non tradisional keluarga dibagi menjadi 5 bentuk keluarga, yaitu:

1) Unmarried parent & child family merupakan keluarga yang beranggotakan orang tua tanpa ikatan pernikahan tetapi memiliki anak..

2) Cohabitating couple merupakan bentuk keluarga dengan orang-orang dewasa yang hidup serumah tanpa melalui ikatan pernikahan.

3) Gay and lesbian family adalah keluarga yang beranggotakan sepasang kekasih yang memiliki jenis kelamin yang sama tinggal serumah seperti suami istri.

4) Nonmarital Hetesexual Cohabiting family adalah bentuk keluarga yang hidup bersama namun tidak memiliki ikatan apapun dan selalu bergonta-ganti pasangan.

5) Faster family merupakan bentuk keluarga yang terdiri dari suami istri serta anak hasil adopsi untuk sementara.

(33)

2.3.3 Fungsi Keluarga

Friedman (2010) menyebutkan beberapa fungsi yang dimiliki keluarga, yaitu :

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif merupakan citra dari masing-masing anggota di dalam sebuah keluarga, kesan dimiliki atau memiliki, dukungan antar anggota, saling menghormati satu dengan yang lain, dan kenyamanan yang dimiliki sebuah keluarga. Seluruh anggota keluarga menbangun konsep diri yang positif, saling peduli, menerima dan memberi kasih sayang dan cinta, serta menghargai satu sama lain sehingga kebutuhan mental keluarga dapat terpenuhi.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi merupakan hubungan dan interaksi yang berlangsung di dalam keluarga, belajar tentang cara disiplin, belajar mematuhi aturan atau budaya, dan sikap dalam berinteraksi.

c. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi 3 kebutuhan pokok yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

d. Fungsi Kesehatan

Fungsi kesehatan adalah tanggung jawab setiap anggota keluarga dalam merawat yang sakit, dirawat dengan kasih sayang serta keinginan untuk menyelesaikan masalah kesehatan keluarga yang sedang dihadapi.

(34)

2.4 Konsep Dukungan Keluarga 2.4.1 Definisi Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan cara yang dilakukan sebuah keluarga untuk memberikan bantuan perlindungan serta bimbingan kepada anggota keluarga yang membutuhkan (Safitri, 2020). Dukungan keluarga adalah cara keluarga membantu sesama anggota keluarga yang membutuhkan dalam hal pemecahan masalah, memberikan rasa aman, dan meningkatkan harga diri agar anggota keluarga tidak merasa diabaikan dan dapat meningkatkan harga diri (Suprihatiningsih dkk., 2021).

2.4.2 Jenis Dukungan Keluarga pada Pasien Skizofrenia

Friedman (2010) menyatakan sumber dukungan keluarga terdiri dari 4 bentuk, antara lain:

a. Dukungan Informasional

Dukungan informasional adalah bentuk dukungan yang memiliki fungsi informatif. Keluarga menjelaskan cara pemberian nasehat, saran, dan informasi yang dapat digunakan mengungkapkan masalah. Semakin banyak bentuk dukungan yang informasional diberikan maka dapat mengurangi tingkat kekambuhan penderita skizofrenia. Dukungan informasional yang diberikan kepada penderita skizofrenia seperti mengingatkan minum obat dengan teratur, menasehati penderita untuk selalu mendoakan kesembuhannya, dan memberikan informasi yang dibutuhkan selama menjalani pengobatan (Sinurat

& Soep, 2019).

(35)

b. Dukungan Penilaian

Dukungan penilaian adalah dukungan keluarga dalam bentuk melatih dan menengahi pemecahan masalah, bertindak sebagai sumber dan validator keanggotaan keluarga termasuk memberi dukungan, penghargaan, dan perhatian. Dukungan penilaian berupa kepercayaan keluarga dengan memberikan pasien kesempatan untuk melakukan beberapa pekerjaan rumah dan membuat penderita merasa berguna dan berharga (Agustia, Putri, dan Fahdi., 2018).

c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental merupakan bentuk dukungan yang diberikan seperti sumber pertolongan praktis dan konkrit, seperti kebutuhan keuangan, makan, minum dan istirahat. Dukungan instrumental tidak hanya memenuhi kebutuhan biologis pasien tetapi juga kebutuhan psikologis seperti memberikan tempat yang nyaman aman sehingga secara tidak langsung dapat meringankan penyakit yang diderita (Hariadi dkk., 2019).

d. Dukungan Emosional

Dukungan emosional merupakan dukungan keluarga dalam bentuk tempat yang aman dan damai untuk istirahat serta pemulihan dan membantu dalam menguasai emosi. Dukungan emosional terdiri dari dukungan yang diciptakan dalam bentuk memberi kepercayaan dan perhatian. Dukungan emosional yang diberikan keluarga mampu mempengaruhi kekambuhan pada pasien skizofrenia (Nasution & Pandiangan., 2018)

(36)

2.4.3 Manfaat Dukungan Keluarga

Adanya dukungan keluarga didalam sebuah keluarga membuat hubungan semakin erat, menjadikan setiap individu kuat, meningkatkan harga diri, dan memiliki kemampuan untuk membuat strategi agar seluruh keluarga mampu menghadapi rintangan di dalam kehidupan (Pratama dkk., 2015).

Dukungan keluarga membuat individu merasa dihargai jika keluarga selalu membimbing, memberikan motivasi selama pengobatan dan perawatan, selalu mengawasi minum obat agar benar dan teratur, serta menyediakan biaya pengobatan (Sinurat & Soep, 2019).

2.5 Konsep Stigmatisasi 2.5.1 Definisi Stigma

Stigma adalah penilaian negatif yang diberikan kepada seseorang dengan penyakit mental atau kejiwaan sehingga membuat kehidupannya menjadi terhambat (CMHA, 2020). Stigma adalah suatu ciri negatif yang dimiliki seseorang, individu maupun kelompok yang menjadi penghambat untuk mendapatkan perhatian, peluang, dan berinteraksi sosial (Fitryasari dkk., 2018). Stigma adalah tindakan pengucilan individu oleh kelompok masyarakat dengan memberikan kata-kata dan perlakuan negatif (Çapar & Kavak, 2019).

(37)

2.5.2 Aspek-aspek Stigma

Heatherton (2003 dalam Ariananda, 2015) membagi stigma ke dalam 3 aspek, yaitu:

a. Perspektif

Perspektif adalah pendapat dari sudut pandang seseorang dalam menilai sesuatu dan orang lain. Setiap orang yang memberi stigma melibatkan persepsi untuk menilai yang lain. Proses dari perilaku ini dapat memperburuk kehidupan seseorang yang terkena stigma.

b. Identitas

Identitas terbagi menjadi identitas diri pribadi dan kelompok. Hal-hal yang menyebabkan seseorang dapat terkena stigma seperti warna kulit yang berbeda, cacat tubuh, penyakit dengan sumber yang tidak jelas sehingga dianggap aib.

c. Reaksi

Reaksi terdiri dari 3 aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan behavior.

Aspek kognitif merupakan pengetahuan yang seseorang dalam menilai dan mengetahui tanda-tanda orang yang mengalami stigma. Aspek afektif merupakan perasaan membenci atau takut sehingga menunjukkan sikap menghindar. Aspek behavior merupakan gabungan dari aspek kognitif dan afektif yang memiliki arti pikiran dan perasaan takut terhadap orang yang dikenai stigma sehingga menunjukkan sikap menghindar.

(38)

2.5.3 Komponen Stigma

Boyd, Otilingam, dan Grajales (2003) menyatakan terdapat 4 komponen dalam stigma, antara lain:

a. Alienation (keterasingan) adalah perasaan tidak lagi mendapatkan bagian apa pun dan sensasi bahwa tidak ada yang peduli dengan apa yang terjadi pada kita.

b. Stereotype endorsement (dukungan terhadap stereotip) adalah persepsi mengenai orang lain yang menempatkan mereka dalam suatu kelas dan dipertahankan melalui pedoman dan interaksi sosial.

c. Discrimination Experience (pengalaman diskriminasi) adalah perlakuan yang tidak sama dengan membedakan seseorang atau kelompok berdasarkan sesuatu yang diungkapkan atau yang terlihat.

d. Social withdrawal (penarikan sosial) adalah kecenderungan yang konsisten dalam frasa waktu dan lokasi untuk menyendiri diikuti oleh ketegangan saat menghadapi orang lain.

2.5.4 Jenis-jenis Stigma

Ran et al (2021) membagi stigma gangguan jiwa kedalam 4 jenis yaitu stigma publik, stigma diri, stigma afiliasi, dan stigma iatrogenic.

a. Stigma publik

Stigma publik adalah kepercayaan sebagian besar masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa dengan masalah intelektual yang dikategorikan berbahaya, rentan, luar biasa, tidak kompeten, dan tercela. Perilaku orang dengan gangguan jiwa yang sering kasar menjadi alasan utama masyarakat

(39)

memberi stigma akibatnya sejumlah orang dengan gangguan jiwa mengalami isolasi, penolakan, jarak sosial dari masyarakat, teman, keluarga, pasangan bahkan menyusahkan mereka untuk mencari bantuan dan pengobatan.

b. Stigma diri

Stigma diri adalah pandangan negatif yang berkaitan dengan tingkat harga diri yang rendah yang mengakibatkan orang dengan gangguan jiwa menarik diri lingkungan sosial. Stigma diri dipengaruhi oleh peran keluarga, status sosial maupun nilai-nilai budaya.

c. Stigma afiliasi

Stigma afiliasi adalah stigma yang dirasakan karena orang terdekat memiliki gangguan jiwa atau kecacatan, stigma ini tidak hanya oleh orang dengan gangguan jiwa tetapi juga keluarga. Sehingga tidak hanya memiliki beban ekonomi dan beban dalam mengasuh keluarga juga mengalami kesehatan mental yang buruk sehingga mungkin melakukan penarikan sosial, overprotection, dan memiliki perasaan malu.

d. Stigma Iatrogenic

Stigma iatrogenic adalah perilaku negatif para profesional medis seperti psikiater, konselor kesehatan jiwa, pekerja sosial, dan perawat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Psikiater dan staf kesehatan jiwa lainnya sering memberi sikap negatif terhadap orang dengan penyakit mental.

Para profesional menstigmatisasi para pasien gangguan jiwa dengan cara yang berbeda, salah satunya seperti mereka yang bekerja berkaitan dengan orang gangguan jiwa meminta liburan yang panjang dan gaji yang lebih tinggi

(40)

dari yang lain karena mereka mengatakan harus merawat pasien gangguan jiwa yang berbahaya.

2.5.5 Determinan Stigma

Ariananda (2015) menyatakan terdapat 6 determinan stigma, yaitu:

a. Ketersembunyian

Perbuatan yang diduga ditutupi dari masyarakat, sehingga menimbulkan prasangka buruk. Sehingga dengan perilaku ini masyarakat membuat kesimpulan pribadinya dengan karakteristik buruk terutama berdasarkan prasangka mereka. Perilaku ini akan menghasilkan stigma yang menyebabkan masyarakat yang lain menjauhi dan menolak untuk berhubungan dengan orang- orang yang terkena stigma.

b. Ciri yang Mencolok

Ciri khas yang melekat pada seseorang akan memicu stigma. Ciri-ciri seseorang yang khas, menonjol, dan tidak biasa seperti orang pada umumnya akan menimbulkan stigma bagi seseorang tersebut.

c. Karakteristik yang Mengganggu

Sifat seseorang yang mengganggu orang lain dapat menimbulkan stigma. Mereka akan berusaha menjauhi dan menolak interaksi dengan individu-individu yang dianggap mengganggu hidup mereka.

d. Alasan Estetika

Beberapa orang menilai seseorang yang lain berbeda, tidak menarik, aneh, atau memiliki sifat yang janggal. Hal ini membuat mereka tidak merasa ingin berhubungan dengan orang-orang yang dianggap tidak menarik.

(41)

e. Asal Karakteristik Orang yang dikenai Stigma

Orang-orang yang terkena stigma biasanya berhubungan dengan asal- usul serta sifat mereka. misalnya, anak seorang pencuri, anak yang memiliki keterbelakangan mental, orang yang baru keluar dari penjara. Mereka memiliki kecenderungan untuk dihindari orang sekitar lingkungannya.

f. Bahaya atau Resiko

Pemikiran seseorang tentang mereka yang memiliki stigma rentan untuk menimbulkan kerusakan sehingga memilih untuk menghindari dan umumnya cenderung menolak untuk berinteraksi dengan orang tersebut.

2.5.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stigma

Irawati (2005 dalam Sitepu, 2019 ) membagi beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stigma antara lain:

a. Sikap Keluarga dan Masyarakat

Stigma masyarakat mengenai ketidakwarasan orang dengan gangguan jiwa dipengaruhi oleh cara pandang yang sudah lama terbentuk. Hal seperti ini juga terjadi dalam keluarga inti, yang didasarkan pada keyakinan ketidakmampuan, sesuatu yang berbahaya, dan suatu sifat yang tidak dapat diubah dari gangguan jiwa berat, dan hingga saat ini, secara sadar maupun tidak sadar masih menjadi penghalang dalam kompetensi fungsional dan kemungkinan perbaikan dari gangguan jiwa tersebut.

b. Kekambuhan

Kekambuhan yang sering dialami oleh orang dengan skizofrenia disebabkan oleh pengobatan yang tidak teratur sehingga masyarakat

(42)

berspekulasi bahwa orang dengan skizofrenia memang tidak bisa sembuh.

Label seperti ini sudah merekat pada orang dengan skizofrenia, bahwa mereka memang tidak perlu untuk diobati karena akan menjadi sia-sia.

c. Aktivitas

Permasalahan sering dialami orang dengan skizofrenia dan mampu mempengaruhi kehidupannya, seperti permasalahan dalam beraktivitas sehari- hari (activity daily living), hubungan interpersonal, harga diri yang rendah, dan motivasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stereotip dan prasangka yang muncul di masyarakat terhadap gangguan jiwa memberikan dampak yang mengganggu dalam memperoleh dan mempertahankan suatu pekerjaan yang baik.

d. Faktor Budaya

Pengalaman terkait stigma dan diskriminasi dipengaruhi faktor-faktor budaya setempat, stigma biasanya dikaitkan dengan pengaruh kekuatan supranatural. Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan ternyata memiliki stigma yang sangat kuat sehingga orang dengan gangguan jiwa sering dikucilkan, dikandangkan, dipasung, atau dibawa berobat ke dukun dan paranormal.

e. Faktor Edukasi

Pengetahuan dan pendidikan memiliki pengaruh besar terhadap stigma pada orang dengan gangguan jiwa. Masyarakat yang memberi label kepada orang dengan skizofrenia didasarkan pada ketidaktahuannya biasanya karena belum pernah berhubungan langsung dengan orang dengan gangguan jiwa dan

(43)

memiliki persepsi mengenai gangguan jiwa yang biasanya dilihat sebagai sesuatu yang membahayakan.

f. Media Massa

Salah satu sumber yang memiliki pengaruh penting dalam penyampaian informasi adalah media massa. Seringnya media massa menggambarkan orang dengan gangguan jiwa sebagai orang yang berbahaya, cenderung melakukan kekerasan hingga bisa berpotensi menjadi pembunuh. Mayoritas orang dengan gangguan jiwa digambarkan sebagai orang yang gagal, tidak mampu bersosialisasi, tidak kompeten, sulit dipercaya, dan orang yang tidak berguna.

2.5.7 Stigma Pada Keluarga Orang dengan Skizofrenia

Aakansha et al (2016) membagi stigma yang dialami oleh keluarga menjadi 2, yaitu:

a. Associative atau Courtesy Stigma

Associative atau courtesy stigma adalah proses dimana seseorang seperti anggota keluarga, teman, dan rekan lainnya mendapatkan stigma karena kedekatannya dengan individu yang memiliki stigma. Associative atau courtesy stigma juga diketahui mempengaruhi keluarga dalam memandang anggota keluarga mereka dengan penyakit mental dan sikap ini ditemukan mempengaruhi hubungan interpersonal dan kedekatan dalam keluarga.

b. Affiliate Stigma

Affiliate stigma terjadi ketika orang-orang yang berkumpul dengan individu yang terstigmatisasi seperti pengasuh, anggota keluarga, dan rekan lainnya terpengaruh oleh stigma publik yang berlaku di masyarakat. Orang-

(44)

orang yang berkumpul tersebut merasa tidak senang dan tidak berdaya terhadap kebersamaan mereka dengan individu yang mengalami stigma dan merasa bahwa merasa memberikan pengaruh negatif kepada mereka.

Anggota keluarga dengan affiliate stigma mungkin merasa kesulitan memberikan perawatan untuk pasien yang erat dengan affiliate stigma. Karena mereka perlu merawat pasien di bawah tekanan lingkungan yang tidak bersahabat, misalnya diskriminatif sehingga mengalami beban perawatan yang lebih besar.

(45)

32 KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka teoritis merupakan argumen atau rasional yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah berupa hubungan antar variabel melalui analisis studi (Creswell, 2018). Tujuan dari kerangka penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

Berdasarkan uraian tersebut maka yang termasuk variabel independen adalah dukungan keluarga sedangkan variabel dependen adalah stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia. Maka dibuatlah kerangka penelitian hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 3.1 Kerangka penelitian Dukungan Keluarga:

1. Dukungan Informasional 2. Dukungan Penilaian 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Emosional

Stigmatisasi

(46)

3.2 Definisi Operasional Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel

Independen:

Dukungan Keluarga

Bantuan yang diberikan

keluarga kepada anggota

keluarga mengalami skizofrenia dalam bentuk memberikan informasi (dukungan informasional), memberikan perhatian (dukungan penilaian), memenuhi kebutuhan (dukungan instrumental), dan memberikan rasa nyaman dan aman (dukungan emosional)

Kuesioner terdiri dari 16 item

pernyataan, yang setiap dukungan terdapat 4 pernyataan.

Dengan alternatif jawaban:

1= tidak pernah

2=kadang- kadang 3 = sering 4 = selalu

Kurang =16-39 Baik = 40-64 Dukungan keluarga:

1. Dukungan informasional Skor 4-10 = Kurang

Skor 11-16 = Baik 2. Dukungan penilaian Skor 4-10 = Kurang

Skor 11-16 = Baik 3. Dukungan instrumental Skor 4-10 = Kurang

Skor 11-16 = Baik 4. Dukungan emosional Skor 4-10 = Kurang

Skor 11-16 = Baik

Ordinal

Variabel Dependen : Stigmatisasi

Tanda atau label negatif yang diberikan

masyarakat kepada

seseorang yang mengalami gangguan jiwa kronis seperti skizofrenia dan keluarga yang merawat

Kuesioner Internalized Stigma Mental Illness (ISMI)

Tidak ada stigma = 17-29

Stigma rendah = 30-42

Stigma sedang = 43-55

Stigma tinggi = 56-68

Ordinal

(47)

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah prediksi peneliti mengenai estimasi hubungan yang diharapkan antara variabel dalam bentuk perkiraan numerik dari nilai dalam populasi berdasarkan data dari sampel sebagai jawaban sementara dalam bentuk rumusan penelitian (Creswell, 2018). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah Hipotesa alternatif (Ha) dan Hipotesa Nol (H0). Hipotesa Alternatif (Ha) diterima apabila α yang didapatkan dari hasil uji statistik < 0,05 dan Hipotesa Nol (H0) diterima apabila yang diperoleh dari hasil uji statistik yaitu >

0,05.

Ha : Terdapat hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

H0 : Tidak terdapat hubungan dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

(48)

35 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan stigmatisasi dalam merawat pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

Jumlah seluruh keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan tahun 2017 sebanyak 763 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang sama. Sampel akan dihitung menggunakan rumus Slovin.

Rumus Slovin:

Keterangan n : Sampel N : Populasi

e : Nilai presisi 90% atau sig, = 0.1

(49)

( ( ) )

Jadi, jumlah sampel sebanyak 88 responden.

4.2.3 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan pada saat kebetulan bertemu, artinya setiap orang yang berada di tempat penelitian dan memenuhi kepentingan peneliti dapat dijadikan sampel (Sugiyono, 2015).

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini, antara lain:

a. Kriteria inklusi 1) Usia 18-60 tahun

2) Keluarga yang membawa anggota keluarga dengan skizofrenia berobat ke Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan.

3) Keluarga yang bersedia menjadi responden.

b. Kriteria eksklusi

1) Keluarga dalam kondisi sakit (di rawat di rumah sakit).

2) Keluarga yang tidak bersedia menjadi responden.

(50)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan. Alasan pemilihan tempat ini karena keluarga yang merawat anggota keluarga dengan skizofrenia di rumah sakit jiwa tersebut memenuhi kriteria yang dibutuhkan.

4.3.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September sampai Juni 2022 terhitung mulai dari pengajuan judul penelitian, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan laporan akhir.

Pengumpulan data dimulai bulan Maret 2022.

4.4 Pertimbangan etik

Penelitian ini telah mendapatkan izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dengan nomor 2509/IV/SP/2022, kemudian mendapatkan persetujuan dari Institusi Pendidikan yaitu program Sarjana Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tata cara penelitian yang dijelaskan yaitu penelitian ini dilaksanakan sesudah mendapatkan izin untuk penelitian selanjutnya melakukan pengumpulan data serta melampirkan data hasil penelitian, dan data hanya digunakan untuk kepentingan dari peneliti.

Objek yang digunakan dalam penelitian adalah manusia, sehingga pada hakikatnya harus dilindungi serta didasarkan pada prinsip etik yang ada.

Adapun prinsip etik yang harus dilindungi seperti responden memiliki hak atas kebersediaan diri menjadi responden tanpa denda atau hukuman apapun

(51)

sehingga tidak menyebabkan kerugian pada objek yang diteliti, dan peneliti juga menjelaskan informasi secara jelas dan lengkap.

Mulai dari awal hingga akhir proses penelitian objek harus diperlakukan dengan baik, tidak diberi unsur ancaman pada saat objek menolak menjadi responden. Selain itu, peneliti juga harus mengetahui prinsip-prinsip etik seperti menjaga kerahasiaannya (confidentiality), hak untuk tidak mengikuti penelitian (autonomy), penelitian tidak membahayakan (anonymity), bersikap adil (justice), memperoleh keuntungan bagi responden ataupun peneliti (beneficence), tidak menimbulkan kerugian (non maleficence), dan peneliti akan menjelaskan lembar persetujuan terlebih dahulu kepada responden (informed consent).

4.5 Instrumen penelitian

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi pada penelitian ini terdiri dari usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama merawat pasien dirumah, dan hubungan dengan penderita.

4.5.2 Kuesioner Dukungan Keluarga

Kuesioner dukungan keluarga terdiri dari 16 pernyataan. Kuesioner ini dibuat berdasarkan tinjauan pustaka menurut Friedman (2013). Kuesioner dukungan keluarga terdiri dari pernyataan mengenai 4 komponen yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional. Dukungan informasional (nomor 1,2,3,4), dukungan penilaian atau penghargaan (nomor 5,6,7,8), dukungan instrumental (nomor

(52)

9,10,11,12), dan dukungan emosional (nomor 13,14,15,16). Dinilai menggunakan skala likert 4 poin dengan kategori (4) selalu (3) sering, (2) kadang-kadang, dan (1) tidak pernah. Hasil ukur dalam kategori dukungan kurang 16-39, dan dukungan baik 40-64.

4.5.3 Kuesioner Stigmatisasi

Kuesioner stigma keluarga dalam penelitian ini menggunakan skala Internalized Stigma of Mental Illness (ISMI) yang di kembangkan oleh Zisman- Ilani et al (2013) yang telah dimodifikasi dalam bahasa indonesia. Selain modifikasi dalam bentuk tata bahasa dari bahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia, peneliti juga mengubah beberapa kalimat seperti keluarga dengan gangguan jiwa, orang enggan mendekati saya, orang-orang mengasingkan saya, saya menyembunyikan kenyataan, saya merasa malu, saya merahasiakan kondisi, saya menjauhi orang, saya jarang berinteraksi, dan sukar untuk menikah.

Tabel 4.5 Modifikasi skala Internalized Stigma of Mental Illness (ISMI) No Kalimat dalam ISMI No Kalimat hasil modifikasi

1. A son or daughter with mental

illness 1. Keluarga dengan gangguan jiwa

2. Nobody would be interested in

getting close to me 2. Orang enggan mendekati saya 3. People discriminate against me 3. Orang-orang mengasingkan

saya

4. I avoid telling people 4. Saya menyembunyikan kenyataan

5. I feel inferior 5. Saya merasa malu

6. I don’t talk to much 6. Saya merahasiakan kondisi 7. I avoid getting close to people 7. Saya menjauhi orang 8. I don’t socialize as much as I

used to 8. Saya jarang berinteraksi 9. Shouldn’t get married 9. Sukar untuk menikah

(53)

Pengukuran berdasarkan 3 komponen yaitu pengalaman diskriminasi, mengasingkan diri, dan stereotype endorsement. Jumlah item diadaptasi sebanyak 17 pernyataan favorable. Pengalaman diskriminasi (nomor 1,2,3,4), mengasingkan diri (nomor 5,6,7,8,9,10,11,12,13), dan stereotype endorsement (nomor 14,15,16,17). Dinilai menggunakan skala likert 4 poin dengan kategori (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) setuju, dan (4) sangat setuju. Hasil ukur dalam kategori tidak ada stigma 17-29, stigma rendah 30-42, stigma sedang 43-55, dan stigma tinggi 56-68.

4.6 Validitas dan Reliabilitas 4.6.1 Validitas

Validitas adalah tingkat keakuratan antara data didalam item penelitian dengan data yang dilaporkan (Sugiyono, 2015). Pengujian dalam penelitian ini menggunakan uji validitas isi, yaitu besaran yang berisi rumusan-rumusan yang diinginkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Uji validitas dilakukan oleh pakar keperawatan jiwa dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian dihitung menggunakan rumus Koefisien Validitas Isi Aiken’s V dengan hasil 1 artinya instrumen penelitian yang digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Setelah dilakukan uji validitas didapatkan perubahan pada kuesioner Internalized Stigma of Mental Illness (ISMI) terdapat 9 item yang dimodifikasi yaitu pada item 3, 4, 6, 7, 8, 10, 12, 13, dan 15.

(54)

4.6.2 Reliabilitas

Instrumen yang reliabel merupakan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur suatu objek dan tetap menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2015). Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kepercayaan dari instrumen yang digunakan.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap 20 responden yang memenuhi syarat kriteria sampel penelitian. Setelah data untuk uji reliabilitas dikumpulkan, selanjutnya jawaban dari responden dianalisis menggunakan cronbach’s alpha.

Sebuah instrumen akan dinyatakan reliabel apabila mencapai nilai > 0,7 (Polit & Beck, 2012). Hasil uji reliabilitas dari 16 pernyataan variabel dukungan keluarga adalah 0,716, dan hasil dari 17 pernyataan variabel stigmatisasi adalah 0,922. Maka didapatkan hasil bahwa instrumen penelitian tersebut sudah reliable sehingga penelitian dapat dilakukan.

4.7 Rencana pengumpulan data

Pertama, peneliti mengajukan surat persetujuan izin penelitian dan surat lolos etik penelitian dari komisi etik penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah menerima surat izin penelitian dan surat lolos etik penelitian, peneliti pergi ke Rumah Sakit Jiwa M. Ildrem Medan untuk mengantarkan surat izin penelitian.

Setelah mendapatkan izin penelitian, selanjutnya peneliti menuju ruangan Poli Rawat Jalan untuk bertemu dengan kepala ruangan lalu mengatakan maksud dan tujuan untuk melakukan penelitian serta meminta izin untuk

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

(2012) Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja Kuangan X1=Kepemi likan Institusional X2=Ukuran Dewan Direksi X3=Aktivit as(rapat) Dewan Komisaris

SLS Bearindo sudah cukup baik, akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki agar pengendalian yang dilakukan lebih maksimal untuk mendukung proses penjualan kredit

· Pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat dimulai dengan menyusun data mentah ke dalam urutan yang sistematis ( dari nilai terkecil ke nilai yang lebih besar atau

Jaringan yang menggunakan routing protocol EIGRP memiliki peningkatan kinerja yang lebih baik untuk parameter throughput yaitu sebesar 5% dari throughput

[r]

Ashari, Hasyim (2012), “Tradisi “Berzanjen” Masyarakat Banyuwangi: Kajian.. Resepsi Sastra terhadap Teks Al-Barzanji”, Jurnal

dalam keterampilan teknik permainan bola voli melalui modifikasi permainan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Kampar pada siklus I rata-rata sebesar 67.2 termasuk

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui