• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLAKUAN PERENDAMAN DENGAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN ASAM ASETAT YANG BERBEDA UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLAKUAN PERENDAMAN DENGAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN ASAM ASETAT YANG BERBEDA UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PERLAKUAN PERENDAMAN DENGAN KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN ASAM ASETAT YANG BERBEDA UNTUK MEREDUKSI KADAR UREA IKAN CUCUT (Carcharias

macloti)

Azizah Mahary*1

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian UNA,Kisaran Sumatera Utara e-mail: *1azizah.mahary@yahoo.com, *2iklil_fuad@gmail.com

Abstrak:

Cucut merupakan salah satu jenis ikan yang potensi produksinya cukup tinggi namun pemanfaatannya belum optimal. Terbatasnya pemanfaatan daging ikan cucut karena adanya urea pada daging, darah dan organ lainnya yang mudah terurai menjadi ammonia yang menimulkan bau pesing, sehingga ikan ini kurang disukai konsumen.

Penguragan kadar urea dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan perendaman dalam larutan garam dan asam asetat.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cucut, larutan garam, dan asam asetat. Penelitian ini bersifat Experimental Laboratories menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 3 kali ulangan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan lama perendaman terbaik dari 1, 2, dan 3 jam yang akan digunakan pada penelitian utama. Pada penelitian utama konsentrasi garam yang digunkan yaitu 5% dan 10% sedangkan asama asetat yang digunakan 1,5% dan 2%. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian kadar urea, uji TVBN, dan pH. Data yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya, kemudian dilanjutkan dengan ANOVA, jika F hitung menujukkan beda nyata maka dilanjutkan dengan uji BNJ. Data hasil uji organoleptik dilakukan uji Kruskal Wallis dengan X2 untuk menentukan pengaruh perbedaan antara nulai hasil analisis dengan konsentrasi larutan perendaman dilakukan uji regresi dan korelasi.

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan perendaman selama 2 jam memberikan hasil yang terbaik, dimana kadar urea yang tereduksi sebesar 52,42% dan nilai rata-rata organoleptik (7,29<µ<7,57). Pada penelitian utama didapatkan hasil terbaik pada perlakuan larutan garam 10% dan asam asetat 2% selama 2 jam (A2B2) dengan daya reduksi urea sebesar 62,75% ± 0,03), kadar TVBN 18,61% ± 0,37, nilai pH 3,93 ± 0,15, nilai organoleptik ikan cucut mentah (7,03<µ<7,62) dan pada cucut kukus (7,14<µ<7,38).

Berdasarkan analisa sidik ragam, perbedaan konsentrasi larutan garam dan asam asetat menberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar urea, angka TVBN dan nilai pH, dan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai organoleptik baik cucut mentah maupun cucut kukus.

Berdasarkan penelitian ini penulis menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang cara mengurangi kadar urea ikan cucut dengan menggunakan bahan alami seperti sayur-saayuran, buah, ataupun bahan-bahan alami yang aman, murah, dan mudah didapat.

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan cucut merupakan salah satu jenis ikan bertulang rawan yang terdapat hampir diseluruh perairan Indonesia. Selama ini ikan cucut merupakan hasil samping tangkapan ikan lain seperti pada penagkapan ikan tuna dan berbagai jenis ikan pelagis lainnya. Produksi ikan cucut di Indonesia tahun 2015 mencapai 11.352.001,68 ton.

Sebagai salah satu sumber protein, daging ikan cucut tidak jauh berbeda dengan daging ikan lainnya. Kandungan protein yang terdapat pada ikan ini sekitar 20%. Kendala utama dalam dalam pemanfaatan daging ikan cucut adalah terdapatnya urea dalam daging, darah dan organ lainnya. Kandungan urea pada ikan cucut berkisar antara 2-2,5%, sementara pada ikan bertulang keras hanya 0,05%

(Wibowo dan Susanto, 1995).

Menurut Fisher (1978), dalam Bagus dan Saleh (1984), urea adalah sumber aminia yang merupakan senyawa spesifik dari daging ikan cucut. Urea terbentuk dalam darah dan cairan tubuh dari semua ikan, baik bertulang keras maupun bertulang rawan. Perbedaannya pada ikan bertulang keras, senyawa ini dapat dikeluarkan melalui eksresi, sedangkan pada ikan bertulang rawan akan tertahan dalam darah, daging dan organ tubuh lainnya. Kandungan urea yang tinggi akan dirombak menjadi basa menguap oleh aktivitas bakteri. Tingginya kandungan urea akan membentuk sejumlah besar ammonia yang mempengaruhi kenormalan kandungan Total Volatile Base (TVB).

Kendala utama dalam pemanfaatan daging cucut adalah terdapatnya senyawa urea dalam daging. Kondisi ini dapat mempengaruhi rasa daging dan selam proses penurunan mutu akan terjadi penguraian sebagian urea menjadi ammonia yang berbau pesing, agar dapat dikonsumsi sebagaimana layaknya daging ikan lainnya maka kandungan urea harus dikurangi serta penguraian urea dalam daging harus dicegah.

Pengurangan kadar urea yang terdapat pada daging ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara,salah satunya dengan meggunakan metode penggaraman dan pengasaman. Menurut wibowo dan Susanto (1995), kandungan urea dalam daging ikan cucut dapat direduksi dengan perlaukan panas (balncing,sterilisasi), disamkan (pickling) direndam dalam air garam (soaking) atau larutan garam.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlulah dilakukan penelitian cara reduksi urea ikan cucut dengan cara merendam daging ikan cucut ke dalam larutan garam dan asam asetat. Penggunaan larutan garam sebgai perendam karena garam mempunyai sifat plasmolisis yang dapat mengeluarkan air dari jaringan tubuh ikan sehingga urea yang berada pada daging dan jaringan tubuh yang lain akan ikut tertarik keluar (Hadiwiyoto,1993), dengan adanya garam maka konsentrasi larutan di luar sel menjadi lebih besar sehingga dapat terjadi perpindahan cairan sel atau plasma sel ke larutan garam.

METODE PENELITIAN

(3)

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental Laboratories, yaitu penelitian dengan melakukan percobaan dan pengujian laboratorium. Penelitian reduksi kadar urea dengan menggunakan larutan garam dan asam asetat dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama perendaman dalam larutan garam dan asam aseat yang tepat untuk digunakan pada penelitian utama.

1. Bahan

Daging ikan cucut dengan berat utuh 700-900 gram per ekor dan panjang 50-80 cm, garam dapur (krosok), Asam asetat, dan Aquades.

2. Alat

Baskom, pisau, telenan, gelas ukur 10mL, timbangan analitik, stopwatch, gelas beker, pengaduk, pH meter.

3. Prosedur Kerja

a. Penelitian Pendahuluan

Penanganan daging ikan cucut (Wibowo dan Susanto, 1995). Penanganan terhadap daging ikan cucut adalah pencucian ikan dengan air mengalir, penyiangan ikan yang dilakukan dengan menghilangkan kulit, sirip, dan isi perut, pemotongan daging hingga berukuran kecil, Pencucian potongan daging ikan cucut, Penirisan potongan daging ikan, dan penimbangan daging dengan berat daging masing- masing 20gr.

Perendaman daging ikan cucut dalam larutan garam dan asam asetat (Bambang et al., 1984). Perlakuaan selanjutnya yaitu merendam daging ikan dalam larutan garam dan asam asetat untuk mencari lama waktu perendaman terbaik dengan proses daging seberat 20 gr direndam larutan asetat dan larutan garam dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu asam asetat 2% dan larutan garam 10%

dengan perbandingan berat daging dan volume larutan 1:5 jadi volume larutan yang digunakan yaitu 100 mL. Sampel yang digunakan pada penelitian pendahuluan untuk uji kadar urea 4, uji organoleptik 4x3 ulangan, jadi sampel yang digunakan sebanyak 16 x 20 gr (320gr) dan larutan yang dibutuhkan 16 x 100mL (1600 mL).

pada penelitian utama sampel yang digunakan untuk uji urea 5x3 ulangan, uji TVBN 5 x 3 ulangan, uji pH 5 x 3 ulangan, uji organoleptik 5, dan uji hedonic 5 x 3 ulangan, jadi sampel yang digunakn sebanyak 65 x 20 gr (1300 gr) dan larutan yang dibutuhkan 65 x 100 (6500 mL). Perendaman dalam larutan dilakukan dengan lama waktu 1,2, dan 3 jam untuk menentukan lama waktu perendman terbaik yang akan digunakan pada penelitian utama.

b. Penenlitian Utama

Penelitian utama menggunakan larutan garam 5%,10% dan asam asetat 1,5%, 2%. Konsentrasi 5% didasarkan pada Wibowo dan Susanto (1995) dalam pembuatan cucut asin yang mampu menurunkan urea 79,90%, sedangkan konsentrasi asam asetat 1,5% didasarkan pada penelitian Kreuzer dan Ahmed

(4)

(1978), yang menggunakan asam laktat selama 24 jam mampu mengurangi urea hingga 64%. Parameter utama yang diamati pada penelitian utama ini adalah kadar urea, kadar TVBN, dan nilai pH, sedangkan parameter pendukung yang diamati pada penelitian ini adalah pengujian organoleptik dan uji hedonik ikan cucut khusus.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan

Data hasil pengujian kadar urea pada daging ikan cucut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Kadar Urea Daging Ikan Cucut

Perlakuan Kadar Urea (%) Penurunan Urea (%)

Perendaman selama 0 jam (A) 2,48 -

(5)

Perendaman selama 1 jam (B) 1,43 42,34

Perendaman selama 2 jam (C) 1,18 52,42

Perendaman selama 3 jam (D) 0,97 60,89

Untuk lebih jelasnya, kadar urea daging ikan cucut dapat dilihat pada histogram dibawah ini:

1 2 3 4

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Lama Perendaman (jam) Kadar Urea (%)

Gambar 1. Histogram kadar urea daging ikan cucut

Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa sampel yang direndam selama 2 jam memiliki nilai rata-rata organoleptik tertinggi yaitu (7,29<µ<7.57), diikuti perendaman selama 1 jam sebesar (7,25<µ<7.49), perendama selama 3 jam sebesar (7,12<µ<7.42 dan 0 jam sebesar (6.98<µ<7.23). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa ikan yang digunakan dalam penelitian ini masih bermutu baik dan layak digunakan sebagai bahan baku yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2346-2006) bahwa batas minimal untuk nilai organoleptik ikan segar adalah 7.

Tabel 2. Nilai Organoleptik Daging Ikan Cucut yang Mengalami Perendaman dalam Larutan Garam dan Asam Asetat

Perlakuan Spesifikasi

Kenampakan Bau Tekstur Xi

A 7.69 ± 0.10 6.96 ± 0.10 6.71 ± 0.14 7.11

B 7.40 ± 0.07 7.38 ± 0.08 7.33 ± 0.07 7.37

C 7.55 ± 0.04 7.18 ± 0.04 7.56 ± 0.10 7.43

D 7.53 ± 0.07 6.80 ± 0.07 7.47 ± 0.07 7.27

Berdasarkan hasil analisa, perendaman daging ikan cucut selama 3 jam menunjukkan hasil pengurangan kadar urea yang paling besar, namun daging cucut yang dihasilkan memiliki kenampakan yang kurang menarik, yaitu daging berwarna putih pucat, kurang cemerlang dan tercium aroma asam yang sangat menyengat serta tekstur daging yang mulai lembek.

B. Penenlian Utama 1. Kadar Urea

Hasil uji urea daging ikan cucut dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 3. Kadar urea daging ikan cucut pada berbagai perlakukan perendaman

Perlakuka Ulangan sd Rata- Penurunann

(6)

n 1 2 3 rata Urea (%)

Kontrol 2.47 2.48 2.46 0.01 2.47 -

(A1B1) 1.52 1.40 1.46 0.06 1.46 40.89

(A1B2) 1.30 1.27 1.39 0.06 1.32 46.56

(A2B1) 1.27 1.23 1.08 0.10 1.19 51.82

A2B2) 0.96 0.90 0.91 0.03 0.92 62.75

Tabel diatas menunjukkan bahwa daging ikan cucut yang direndam selama 2 jam dalam larutan garam10% dan asam asetat 2% adalah perlakuan yang terbaik dimana kadar urea yang tereduksi sebesar 62,75% di bandingkan dengan kadar urea daging ikan cucut yang tidak mengalami perendaman (kontrol) sebesar 2,47.

Pada perendaman larutan garam 5% dan asam asetat 1,5% terjadi penurunan kadar urea sebesar 40,89%. Penurunan kadar urea ini terus meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrsi larutan perendaman yaitu 46,56% pada perendaman larutan garam 5% dan asam asetat 2% dan51,82% atau tersisa 1,19% pada perendaman larutan garam 10% dan asam asetat 1,5%.

Hasil analisa data uji normalitas kadar urea daging ikan cucut menunjukkan bahwa Lmaks (0,14)<Ltabel (0,242/0,275) maka data menyebar normal dan uji homogenitas menunjukkan X2hit (1,04) < X2tab (7,815/11,345) maka ragam/varian data dinyatakan homogen. Analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi perendaman yang berbeda berpengaruh sangat nyata (p≤0,01) dengan Fhitung (33,66) > F tabel 5% (4,07) dan 1% (7,59). Uji lanjut dengan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata antara (A1B1) dengan (A2B1) dan (A2B2);(A1B2) dengan (A2B2); (A2B1) dengan (A2B2) dan tidak ada perbedaan yang nyata antara (A1B1) dengan (A2B2);

(A1B2) dengan (A2B1).

Hasil penelitian Bambang (1984), dengan menggunakan asam asetat dapat menurunkan kandungan urea sebesar 80% sedangkan pada penelitian ini hanya 62,75%. Perbedaan cukup besar ini dikarenakan pada penelitian tersebut menggunakan asam asetat sebesar 5% dan lama perendaman 24 jam. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi perendaman dan semakin lama waktu perendalam akan mampu menurunkan kandungan urea lebih tinggi. Bambang (1984), menjelaskan bahwa daya reduksi asam terhadap urea cukup besar, hal ini dikarenakan asama asetat dapat melunakkan daging sehingga urea yang terikat bisa larut keluar dari jaringan daging. Kelemahan penggunaan asam ini yaitu daging menjadi rusak teksturnya tidak kompak dan menyebabkan rasa daging menjadi asam.

Data uji kadar urea ikan cucut menunjukkan bahwa penggunaan garam mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap daya reduksi urea ikan cucut daripada penggunaan asam asetat, dibuktikan dengan penuruanan kadar urea yang lebih tinggi pada perlakukan dengan penggunaan konsentrasi garam yang berbeda.

1.1. Regresi dan Korelasi Kadar Urea Ikan Cucut

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, korelasi antara konsentrasi larutan perendam dan kadar urea ikan cucut memberikan nilai r yang negatif yaitu -0,946, maka koefisien korelasi (r) tersebut termasuk korelasi yang negatif.

Menurut Hadi (2000), korelasi yang negatif yaitu korelasi yang mempunyai nilai r negatif. Nilai r negatif menunjukkan bahwa kenaikan variabel yang satu akan

(7)

diikuti secara professional oleh turunan nilai variabel lainnya. Sebagai bukti adalah dengan adanya hubungan yang linier antara konsentrasi larutan dengan kadar urea, yaitu semakin besar konsentrasi larutan maka jumlah kadar urea yang tersisa semakin berkurang. Gomez (1995), menambahkan bahwa koefisien korelasi (r) akan menjelaskan selalu bergerak diantara 0,000 dan ± 1,00.

Koefiseien korelasi dari 0,000 ke +1,00 menunjukkan korelasi yang negatif.

Koefisien korelasi antara urea dan konsentrasi perendam yaitu 0,946,maka hubungan/korelasi antara konsentrasi larutan perendam dan kadar urea daging cucut mempunyai tingkat keeratan yang tinggi yaitu mendekati 1. Hadi (2000), menjelaskan bahwa nilai r sebesar 0,700 atau lebih, baik positif maupun negatif menunjukkan korelasi yang tingggi 0,500-0,700 korelasi sedang, 0,250-0,500 rendah, dan 0,000-0,250 tidak ada korelasi, artinya tidak dapat digunakan untuk memprediksi.

Bentuk fungsi hubungan linier antara peubah bebas y dengan peubah tidak bebas x disajikan dengan persamaan y = α + βx, artinya y merupakan persamaan garis yang menghubungkan antara dua peubah yaitu peubah bebas dan tidak bebas dan persamaan regresi yang didapat yaitu y = 8,804 – 5,149x, artinya setiap kenaikan kadar garam 5% dan asam asetat 0,5% akan mengakibatkan penurunan kadar urea sebesar 5,15.

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

f(x) = - 0.18x + 1.66 R² = 0.97

Perlakuan kadar urea (%)

Gambar 2. Grafik hubungan linier kadar urea ikan cucut yang direndam dalam larutan garam dan asam asetat selam 2 jam

2. Angka TVBN (Total Volatile Base Nitrogen)

Nilai angka uji TVBN daging ikan cucut da[at dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Nilai rata-rata TVBN (mg malonaldehid/kg sampel) Ikan cucut Perlakuka

n

Ulangan sd Rata-rata

1 2 3

Kontrol 29.37 29.83 28.74 0.55 29.31

(A1B1) 24.88 25.37 25.54 0.34 25.26

(A1B2) 22.76 22.67 22.8 0.07 22.74

(8)

(A2B1) 20.13 20.88 20.11 0.44 20.37

A2B2) 19.04 18.45 18.35 0.37 18.61

Hasil uji normalitas TVBN ikan cucut menunjukkan bahwa Lmaks (0,15)< Ltabel

(0,242/0,275) dan uji homogenitas TVBN menunjukkan X2 hit (7,08) < X2tab

(7,815/11,345). Hal ini berarti ragam dari data ikan cucut yang diperoleh bersifat menyebar normal dan homogen. Anailis sidik ragam kadar TVBN menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dalam larutan garam dan asam asetat selam 2 jam memberikan perbedaan yang sangat nyata, dimana Fhitung (221,0563) > Ftabel (4,07/7,59) maka paling sedikit terdapat sepasang perlakuan yang menyebabkan rata-rata kadar TVBN ikan cucut berbeda sangat nyata Fhitung > Ftabel. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan bahwa semua perlakuan memberikan perbedaan yang sangat nyata,yaitu antara (A1B1) dan (A1B2); (A1B1) dan (A2B1); (A1B1) dan (A2B2); (A1B2) dan (A2B1); (A1B2) dan (A2B2); (A2B1) dan (A2B2).

Perendaman produk dalam larutan garam dan asam asetat menyebabkan terjadinya penurunan angka TVBN, dimana semakin besar konsentrasi larutan perendam maka penurunan angka TVBN semakin besar. Hal ini dikarenakan penggunaan larutan garam dan asam asetat dapat menghambat aktivitas bakteri dan reaksi enzimatis sehingga pembentukan senyawa TVBN dapat dicegah. Menurut Hanafiah dan Bustaman (1981), akibat adanya aktivitas mikroorganisme akan menghasilkan senyawa nitrogen yang lebih sederhana, yaitu diantaranya adalah asam amino bebas dan basa nitrogen yang mudah menguap (TVBN).

kontrol (A1B1) (A1B2) (A2B1) (A2B2)

0 5 10 15 20 25 30 35

Gambar 3. Histogram nilai rata-rata angka TVBN ikan cucut yang direndam dalam larutan garam dan asam asetat selama 2 jam

Gambar diatas menunjukkan bahwa penggunaan garam mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap penurunan kadar TVBN ikan cucut diabandingkan penggunaan asam asetat, hal ini dibuktikan dengan selisih penurunan kadar TVBN yang lebih tinggi pada perlakuan dengan penggunaan konsentrasi garam yang berbeda (antara A1B1 dengan A2B1 sebesar 4,89 dan antara A1B2 dengan A2B2 sebesar 4,13) dibandingkan dengan perlakuan menggunakan konentrasi asam asetat yang berbeda (antara A1B1 dengan A1B2 sebesar 2,52 dan antara A2B1 dengan A2B2 sebesar 1,79).

Perbedaan ini dikarenakan garam yang digunakan mempunyai konsentrasi yang lebih besar dibandingkan asam asetat, sehingga daya hambatnya terhadap aktivitas bakteri

(9)

dan enzim lebih besar yang mengakibatkan pembentukan senyawa TVBN dapat dicegah.

2.2. Regresi dan Korelasi TVBN Ikan Cucut

Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dilihat bahwa korelasi antara konsentrasi larutan perendam dan angka TVBN ikan cucut memberikan nilai r negative yaitu -0,991, maka koefisien lorelasi tersebut termasuk korelasi yang negatif yaitu korelasi dar dua variable dimana variabel yang satu (X) berlawanan dengan variabel yang lainnya (Y). bila variabel X meningkat maka variabel Y nya meningkat. Sebagai bukti adalah semakin besar konsentrasi larutan yang digunakan maka angka TVBN nya akan semakin menurun.

Pengaruh korelasi antara konsentrasi larutan perendam dan kadar TVBN ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (R2)=0,98 yang berarti besarnya keeratan hubungan antara konsentrasi larutan dengan kadar TVBN adalah 98%, artinya larutan garam dan asam asetat mempengaruhi penurunan kadar TVBN daging ikan cucut yang sangat besar (98%) dan hanya sedikit (2%) yang dipengaruhi faktor lain selain variabel X (larutan garam dan asam asetat). Algifari (1997), menjelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui persentase hubungan variabel bebas (X) terhadap perubahan variabel tidak bebas (Y). nilai koofisien determinasi menunjukkan persentasi variasi nilai variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan.

Bentuk fungsi hubungan linier antara peubah bebas Y dengan peubah tidak bebas X disajikan dengan persamaan y = α + βx, artinya Y merupakan persamaan garis yang menghubungkan antara dua peubah yaitu peubah bebas dan tidak bebas., dimana garis Y pada grafik menunjukkan angka TVBN sebagai peubah tidak bebas dan garis X pada grafik menunjukkan konsentrasi larutan sebagai peubah bebasnya, dan persamaan regresi yang di dapat yaitu y = 12,068 – 0,44x artinya setiap kenaikan kadar garam 5%

dan asam asetat 0,5% akan mengakibatkan penurunan kadar TVBN sebesar 12,07.

Grafik hubungan korelasi antara kadar TVBN ikan cucut dengan konsentrasi larutan perendam disajikan dalam gambar dibawah ini:

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 5 10 15 20 25 30

f(x) = - 2.23x + 27.33 R² = 0.99

Perlakuan Angka TVBN (%)

Gambar 4. Grafik hubungan linier angka TVBN ikan cucut yang direndam dalam larutan garam dan asam asetat selama 2 jam

(10)

3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasahan yang dimiliki satu larutan. Keasaman disini yang dimaksud adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dalam pelarut air (H2O). hasil pengukuran pH ikan cucut dapat dilihat pada tabel 5 yang menunjukkan bahwa pH tertinggi diperoleh pada perlakuan perendaman dalam larutan garam 5% dan asam asetat 1,5% (A1B1) yaitu 4,97 ± 0,15 dan terendah pada perlakuan perendaman dalam larutan garam 10% dan asam asetat 2% (A2B2) yaitu 3,93 ± 0,15. hasil uji pH ikan cucut dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini:

Tabel 5. Hasil Uji pH ikan cucut

Perlakukan Ulangan Sd Rata-rata

1 2 3

Kontrol 6,7 6,9 7,0 6,87 0,15

(A1B1) 5,1 4,9 4,9 4,97 0,12

(A1B2) 4,5 4,7 4,4 4,53 0,15

(A2B1) 4,5 4,4 4,2 4,37 0,15

A2B2) 3,8 4,1 3,9 3,93 0,15

Hasil analisis sidik ragam nilai pH menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dalam larutan garam dan asam asetat selama 2 jam memberikan perbedaan yang sangat nyata, dimana Fhitung 926,29333) > Ftabel (4,07/7,59) maka paling sedikit terdapat sepasang perlakuan yang menyebabkan rata-rata nilai pH ikan cucut berbeda sangat nyata Fhitung > Ftabel. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata anatara (A1B1) dan (A2B1); (A1B1) dan (A2B2); (A1B2) dan (A2B2), terdapat perbedaan nyata antara (A1B1) dan (A1B2); (A2B1) dan (A2B1) dan (A2B2) dan tidak ada perbedaan yang nyata antara (A1B2) dan (A2B1).

Dari data tabel yang disajikan diatas, maka semua daging yang direndam dalam larutan garam dan asama asetat yang berbeda masih dikatakan layak untuk dikonsumsi, kecuali pada pH daging cucut segar (kontrol) sebesar 6,87. Nilai pH tidak terlalu berbeda /hamper sama (selisih 0,5%) yaitu 1,5% dan 2%. Histogram nilai rata-rata pH ikan cucut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

kontrol (A1B1) (A1B2) (A2B1) (A2B2)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Nilai pH 3.93

Gambar 5. Histogram nilai rata-rata pH ikan cucut

(11)

3.1. Regresi dan Korelasi pH ikan Cucut

Berdasarkan analisa regresi korelasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa korelasi antara konsentrasi larutan perendam dan nilai pH ikan cucut pada perlakuan perendaman dalam larutan garam dan asam asetat memberikan nilai r negatif yaitu -0,927, maka kooefisien korelasi tersebut termasuk korelasi yang negatif, sebagai bukti adalah dengan adanya hubungan yang linier antara konsentrasi larutan dan nilai pH ikan cucut, yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan perendam ,maka nilai pH akan turun.

Pengaruh korelasi antara konsentrasi larutan perendam dan nilai pH ditunjukkan dari nilai koefisien determinasi (R2) = 0,845 yang berarti besarnya keeratan hubungan antara konsentrasi larutan perendam dan nilai pH sekitar 84%, artinya larutan garam dan asam asetat mempengaruhi penurunan nilai pH daging ikan cucut yang sangat besar (84%) dan hanya sedikit (16%) yang dipengaruhi oleh faktor lain selain variabel X (larutan garam dan asam asetat).

Bentuk fungsi hubungan linier antara peubah bebas Y dengan peubah tidak bebas X disajikan dengan persamaan y = α + βx, artinya Y merupakan persamaan garis yang menghubungkan anatara dua peubah yaitu peubah bebas dan tidak bebas., diama garis Y pada grafik menunjukkan nilai pH sebagai peubah bebas garis X pada grafik menunjukkan konsentrasi larutan perendam sebagai peubah tidak bebasnya. Persamaan regresi yang di dapat yaitu y = 10,634 – 2,029X. artinya setiap kenaikan kadar garam 5% dan asam asetat 0,5% akan mengakibatkan penurunan nilai pH daging ikan cucut sebesar 2,03, sedangkan α pada persamaan menunjukkan angka 10,634 dimana α merupakan hasil perhitungan yang akan mengikuti dari peubah tidak bebasnya yaitu nilai pH dan β merupakan koefisien regresi linier dimana jumlah perubahan garis Y pada peubah tidak bebas akan sejalan untuk setiap peubahan satu atuan x pada peubah bebasnya (Gomez,1995). Grafik hubungan korelasi antara nilai pH ikan cucut dengan konsentrasi larutan perendam dapat dilihat pada grafik di bawah ini

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 1 2 3 4 5 6

f(x) = - 0.33x + 5.27 R² = 0.97

Perlakuan nilai pH

4. Uji Organoleptik

a. Uji Organoleptik Ikan Cucut Segar

Berdasarkan perhitungan statistik nilai organoleptik ikan cucut yang dipergunakan untuk bahan baku pada penelitian pendahuluan adalah (7,59<µ<7,77) dan pada penelitian utama sebesar (7,65< µ<7,88). Hal tersebut

(12)

menunjukkan bahwa ikan yang digunakan dalam penelitian ini masih bermutu baik dan layak digunakan sebagai bahan baku.

Kenampakan

Penentuan nialai organoleptik ikan cucut mentah adalah dengan menggunkan score sheet filet kakap beku (SNI 01-2346-2006), hal ini dikarenakan belum ada standar baku khusus untuk pengujian daging cucut.

Dari hasil pengujian mutu terhadap parameter kenampakan didapatkan hasil daging ikan cucut pada perlakuan kontrol memiliki rata-rata penilain organoleptik tertinggi yaitu 7,33 sedangkan pada perlakuan lain memikliki nilai 7.nilai organoleptik Kenampakan daging ikan cucut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6. Uji organoleptik kenampakan daging ikan cucut

Perlakuan Kenampakan

Kontrol 7,33

(A1B1) 7

(A1B2) 7

(A2B1) 7

A2B2) 7

Data hasil organoleptik dilakukan uji normalitas dan homogenitas menggunakan uji Kruskal-Wallis, hasilnya menunjukkan bahwa parameter kenampakan memiliki nilai Asymp.sig (0,406)>(0,05) maka H0 diterima sehingga tidak ada perbedaan nyata pada nilai kenampakan daging ikan cucut X2hitung < X2 tabel (α:0,05) (4.000<9.488) sehingga distribusi data normal homogen dan tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan.

Hasil uji organoleptik ikan cucut yang tidak berbeda nyata disebabkan karena penggunaan larutan garam dan asam asetat tidak menyebabkan perubahan kenampakan yang signifikan satu dengan lainnya, hal ini dikarenakan larutan garam dan asam asetat yang digunakan pada penelitian ini menggunakan persentasi yang tidak terlalu berbeda (selisih 5% pada garam dan 0,05% pada asam asetat). Kenampakan daging cucut yang dihasilkan setelah perendaman dalam larutan garam dan asam asetat adalah rapi, bersih, warna daging krem agak kemerahan, garis pada daging yang membentuk tulang belakang dan linea lateralis berwarna merah, kurang cemerlang.

Bau

Bau pada daging ikan disebabkan adanya beberapa bakteri yang menghasilkan bau busuk, diantaranya adalah bau ammonia yang berbau pesing Farber (1965), menyatakan bahwa jumlah beberapa basa dalam daging ikan seperti NH3,DMA maupun TMA secara individual maupun bersama-sama dalam bentuk Total Volatile Base Nitrogen mempunyai hubungan dengan tingkat kerusakan produk. Data hasil uji organoleptik bau daging ikan cucut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. hasil uji organoleptik bau daging ikan cucut

Perlakuan Kenampakan

Kontrol 7,67

(A1B1) 7,67

(13)

(A1B2) 7,33

(A2B1) 7,33

A2B2) 7,33

Data hasil organoleptik diatas dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan bahwa parameter bau memiliki nilai Asymp.sig (0,406) > (0,05) maka H0

diterima, jadi tidak ada perbedaan nyata pada nilai organoleptik baud aging ikan cucut X2 hitung < X2 tabel (α:0,05) (4.000 < 9.488), sehingga didapatkan kesimpulan distribusi data normal, homogen dan tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan. Daging ikan cucut yang direndam dalam larutan garam 5% dan asam asetat 1,5% memiliki nilai organoleptikk yang paling tinggi diantara perlakuan lain yaitu 7,67 artinya bau daging ikan cucut segar mengarah ke netral, terbukti perlakuan ini lebih disukai panelis dibandingkan perlakuan yang lain. Penggunaan asam asetat 1,5% dan garam 5% belum begitu mempengaruhi bau daging ikan, sehingga panelis memberikan nilai yang lebih baik, selain itu pada penggunaan larutan garam dan asam asetat yang tepat akan memberikan aroma sedap yang disukai panelis.

Konsistensi/tekstur

Konsistensi/tekstur merupakan pengindraan yang dihubungkan dengan rabaan, sentuhan dan tekanan. Menurut Hadiwiyoto (1993), pada saat ikan mati akan mengalami peruban pada dagingya, baik secara fisikawi maupun secara kimiawi. Data hasil uji organoleptik konsistensi daging ikan cucut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8. hasil uji organoleptik Konsistensi/tekstur daging ikan cucut

Perlakuan Kenampakan

Kontrol 7,63

(A1B1) 7

(A1B2) 7,33

(A2B1) 7,67

A2B2) 7,67

Data hasil organoleptik diatas dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan bahwa parameter bau memiliki nilai Asymp.sig (0,406) > (0,05) maka H0

diterima, jadi tidak ada perbedaan nyata pada nilai organoleptik baud aging ikan cucut X2 hitung < X2 tabel (α:0,05) (4.000 < 9.488), sehingga didapatkan kesimpulan distribusi data normal, homogen dan tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan.

Pengujian mutu terhadapa parameter konsistensi daging cucut mentah menunjukkan bahwa perlakukan kontrol (A0B0) dan perlakuan perendaman dalam larutan garam 10% dan asam asetat 1,5% (A2B2) memiliki rata-rata penilaian tertinggi yaitu 7,67, artinya daging ikan cucut mempunyai konsistensi/tekstur yang masih padat, kompak, dan sedikit elastis. Kondisi pada perlakuan A1B1 dan A1B2 menggambarkan bahwa adaanya perlakuan perendaman menyebabkan daging ikan cucut memiliki terkstur berair dan agak lembek. Terbetuknya tekstur seperti ini diduga

(14)

akibat adanya perlakuan perendaman dan penyerapan air ke dalam daging ikan, selain itu juga karena pengaruh pencucian untuk mengurani bau asam. Semaikin tinggi konsentrasi larutan perendam, nilai organoleptik konsistensinya semakin baik.

Perlakuan yang menggunakan larutan garam 10% terbukti mempunyai nilai organoleptik lebih baik disbanding perlakuan dengan menggunakan garam 5% hal ini membuktikan bahwa penggunaan garam dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi sehingga daging menjadi lebih keras.

b. Uji organoleptik daging ikan cucut kukus

Uji organoleptik cucut kukus ini dilakukan dengan merebus daging cucut yang telah mengalami perlakuan perendaman dalam larutan garam dan asama setat selama 15 menit. Perebusan dapat mengkoagulasi protein dan memecah dinding lemak sel ikan yang akan mempermudah keluarnya air dan minyak/lemak. Selain itu, perebusan juga akan mengakibatkan terbunuhnya bakteri sehingga proses pembusukan dapat dicegah.

Kenampakan

Penentuan nilai organileptik ikan cucut kukus dilakukan dengan menggunakan score sheet daging kukus. Penilaian organoleptik terhadap daging ikan cucut mengacu pada Rahayu (1994),tentang aging kukus

Tabel 9. hasil uji organoleptik rupa dan warna daging ikan cucut kukus Perlakua

n

Rupa dan Warna

Rata-rata sd Ulangan

1 2 3

Kontrol 7,33 7,47 7,47 7,42 0,08

(A1B1) 7,6 7,4 7,4 7,47 0,12

(A1B2) 7,4 7,33 7,33 7,35 0,04

(A2B1) 7,47 7,47 7,53 7,49 0,03

A2B2) 7,4 7,4 7,47 7,42 0,04

Data hasil organoleptik diatas dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan bahwa parameter bau memiliki nilai Asymp.sig (0,176) > (0,05) maka H0 diterima, jadi tidak ada perbedaan nyata pada nilai organoleptik bau daging ikan cucut X2hitung

< X2 tabel (α:0,05) (46.331 < 9.488), sehingga didapatkan kesimpulan distribusi data normal, homogeny dan tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan

Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa hasil pengujian organoleptik terhadap parameter rupa dan warna daging cucut kukus pada perlakuan perendaman dalam larutan gaam 10% dan asam asetat 1,5% memiliki rata-rata penilaian yang tertinggi yaitu 7,49 ± 0,03 dan penilaian terendah pada perlakuan dengan konsentrasi garam 5% dan asam asetat2% yaitu 7,35 ± 0,04. Penggunaan garam dan asam asetat sangat berpengaruh terhadap perubahan warna daging ikan cucut hai ini terjadi karena sifat garam yang dapat mendenaturasi protein sehingga terjadi reaksi non enzimatis browning yang menyebabkan daging berwarna kecoklatan.

(15)

Bau

Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut, dalam hal ini bau lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca indera penghidu. Tidak seperti indera cecapan, indra penghidu tidak tergantung pada penglihatan, pendengaran, ataupun sentuhan (Winarno, 1997).

Tabel 10 .Hasil uji organoleptik bau daging ikan cucut kukus Perlakua

n

Rupa dan Warna

Rata-rata sd Ulangan

1 2 3

Kontrol 7,27 7,33 7,4 7,33 0,07

(A1B1) 7,13 7,2 7,2 7,18 0,04

(A1B2) 7,73 6,8 7,93 6,82 0,10

(A2B1) 7,47 7,33 7,47 7,42 0,08

A2B2) 6,93 6,8 7 6,91 0,10

Data hasil organoleptik dilakukan uji Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan bahwa parameter bau memiliki nilai X2 hitung < X2 tabel (α:0,05) (12.772 < 9.488) dan Asymp.sig (0,012) < (0,05), maka H0 ditolak, sehingga ada perbedaan nyata pada nilai bau daging ikan cucut.

Pada penelitian organoleptik ikan cucut ini asam asetat mempunyai pengaruh yang lebih signifikan dalam perubahan nilai organoleptik, hal ini dibuktikan dengan selisih perubahan nilai organoleptik bau yang lebih besar pada perlakuan dengan menggunakan konsentrasi asam asetat yang berbeda (antara A1B1 dengan A1B2 sebesar 0,36 dan antara A2B1 dengan A2B2 sebesar 0,51) dibandingkan dengan perlakuan dengan penggunaan konsentrasi garam yang berbeda (antara A1B1 dengan A2B1 sebesar 0,24 dan anatara A1B2 dengan A2B2 sebesar 0,09

Konsistensi/tekstur

Konsistensi/tekstur pengindraan yang dihubungkan dengan rabaan, sentuhan atau tekanan. Konsistensi juga memberikan peranan penting dalam suatu produk makanan. Hasil uji organoleptik konsistensi daging ikan cucut kukus dapat dilihat padatabel dibawah ini:

Tabel 11 .Hasil uji organoleptik konsistensi/tekstur daging ikan cucut kukus Perlakua

n

Rupa dan Warna

Rata-rata sd Ulangan

1 2 3

Kontrol 7,6 7,73 7,53 7,62 0,10

(A1B1) 7,2 7,27 7,2 7,22 0,04

(A1B2) 7,33 7,4 7,33 7,35 0,04

(A2B1) 7,47 7,47 7,33 7,42 0,08

A2B2) 6,4 7,33 7,47 6,4 0,08

(16)

Data hasil organoleptik dilakukan uji Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan bahwa parameter bau memiliki nilai X2 hitung < X2 tabel (α:0,05) (11.914 < 9.488) dan Asymp.sig (0,012) < (0,05), maka H0 ditolak, sehingga ada perbedaan nyata pada nilai konsistensi daging ikan cucut kukus.

Pengujian mutu terhadpa parameter konsistensi daging cucut kukus mentah menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dalam larutan garam 10%

dan asam asetat 1,5% (A2B1) memiliki rat-rat penilaian tertinggi yaitu 7,42 artinya daging cucut mempunyai konsistensi/tekstur yang padat, kompak, dan sedikit elastis.

Rasa

Parameter rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah. Hasil uji organoleptik rasa daging ikan cucut kukus dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 12 .Hasil uji organoleptik rasa daging ikan cucut kukus Perlakua

n

Rupa dan Warna

Rata-rata sd Ulangan

1 2 3

Kontrol 7,27 7,33 7,4 7,33 0,08

(A1B1) 7,33 7,4 7,4 7,38 0,04

(A1B2) 7,4 7,27 7,2 7,29 0,10

(A2B1) 7,53 7,47 7,47 7,49 0,03

A2B2) 7,4 7,33 7,33 7,35 0,04

Data hasil organoleptik dilakukan uji Kruskal-Wallis. Hasilnya menunjukkan bahwa parameter bau memiliki nilai X2 hitung < X2 tabel (α:0,05) (11.722 < 9.488) dan Asymp.sig (0,012) < (0,05), maka H0 ditolak, sehingga ada perbedaan nyata pada nilai rasa daging ikan cucut kukus

Penurunan nilaiorganoleptik khususnya untuk spesifikasi rasa ini disebabkan karena bau asam dan rasa asam yang terlalu tajam. Rasa yang kurang disukai panelis pada produk did duga akibat dari bau asam yang dihasilkan karena perendaman produk dalam suasana asam dengan konsentrasi yang tinggi. Penurunan nilai rasa ini terjadi pada perlakuan yang menggunakan konsentrasi asam asetat 2% (perlakuan A1B2 dan A2B2).

Penggunaan asam asetat pada penelitian ini menyebabkan rasa asam yang kurang disukai panelis, hal ini mungkin karena penggunaan asam yang terlalu banyak, terbukti pada perlakuan yang menggunakan asam asetat 1,5%

mempunyai nilai organoleptik rasayang lebih tinggi di banding pada perlakuan yang menggunakan asam asetat 2%. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat yang digunakan maka nilai organoleptik rasa semakin rendah.

(17)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan selama penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penambahan larutan garam dan asam asetat dengan konsentrasi yang berbda memberikan pengaruh sangat nyata (p<0,01) pada daya reduksi urea ikan cucut, angka TVBN , nilai pH dan nilai organoleptik ikan cuuct. Larutan garam yang digunakn pada penelitian ini memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap perubahan kadar urea , kadar TVBN dan nilai pH dibandingkan larutan asam asetat, sedangkan pada pengujian organoleptik larutan asam asetat lebih berpengaruh dalam memberikan perubahan terhadap nilai organoleptik produk dibandingkan larutan garam.

2. Konsentrasi larutan garam 10% dan asam asetat 2% selama 2 jam (A2B2) memberikan hasil terbaik dimana kadar urea yang teredksi lebh dari 50%

yaitu sebesar 62,75, angka TVBN 18,61 mg N/100g, nlai pH 3,30, namun dalam penelitian mutu organoleptik kurang disukai karena kenampakan lebih pucat, bau yang terlalu tajam, tekstur yang lembek, dan rasa asam yang terlalu kuat.

(18)

B. Saran

Berdasarkan penelitian ini penulis menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang cara mengurangi kadar urea ikan cucut dengan menggunakan bahan alami seperti sayur-sayuran, buah ataupun bahan-bahan alami yang aman, murah, dan mudah didapat.

Gambar

Gambar 1. Histogram kadar urea daging ikan cucut
Tabel diatas menunjukkan bahwa daging ikan cucut yang direndam selama 2 jam dalam larutan garam10% dan asam asetat 2% adalah perlakuan yang terbaik dimana kadar urea yang tereduksi sebesar 62,75% di bandingkan dengan kadar urea  daging ikan cucut yang tida
Gambar 2. Grafik hubungan linier kadar urea ikan cucut yang direndam dalam larutan garam dan asam asetat selam 2 jam
Gambar 3. Histogram nilai rata-rata angka TVBN ikan cucut yang direndam dalam larutan garam dan asam asetat selama 2 jam
+5

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, sebagai berikut. Tahap persiapan : 1) Tahap persiapan ini dimulai dengan melakukan studi

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran lebih difokuskan kepada siswa atau student center sedangkan guru sebagai fasilitator dalam

Kumpulan makalah kongres nasional II badan koordinasi gastroenterology anak Indonesia (BKGAI) di Bandung, 2003 July 3-5.. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) ada pengaruh INIT terhadap penurunan nyeri dan peningkatan kemampuan fungsional pada pasien FMS otot upper trapezius , (2) ada pengaruh

Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang dengan judul Pengaruh Biblioterapi Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Dirawat Inap di RSUD Dr.. Tujuan

Kelemahan pemodelan dengan menggunakan GMT adalah sofware ini tidak memiliki GUI ( Graphical User Interface ) sehingga untuk menampilkan peta digunakan script.

Pendidikan Humanis oleh Ahmad Dahlan yang merupakan tokoh besar dalam organisasi Muhamaddiyah, yakni pen- didikan yang didasarkan pada pembentukan kecerdasan dan kemandirian

Dengan demikian terbukti bahwa variabel-variabel bebas yang terdiri dari luas lahan, benih, pupuk, modal, tenaga kerja, harga jual, produksi beras hitam