• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 97/PUU-XIV/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 97/PUU-XIV/2016"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 97/PUU-XIV/2016

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG- UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN, DPR, DAN PIHAK TERKAIT [MAJELIS LUHUR KEPERCAYAAN

TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA]

(III)

J A K A R T A

SELASA, 6 DESEMBER 2016

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 97/PUU-XIV/2016 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan [Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Nggay Mehang Tana 2. Pagar Demanra Sirait 3. Arnol Purba, dkk ACARA

Mendengarkan Keterangan Presiden, DPR, dan Pihak Terkait [Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (III)

Selasa, 6 Desember 2016 Pukul 14.00 – 15.35 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) Suhartoyo (Anggota)

4) Patrialis Akbar (Anggota)

5) Wahiduddin Adams (Anggota)

6) Maria Farida Indrati (Anggota)

7) Manahan MP Sitompul (Anggota)

8) I Dewa Gede Palguna (Anggota)

Syukri Asy’ari Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon:

1. Pagar Demanra Sirait 2. Carlim

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Judianto Simanjuntak 2. Azhar Nur Fajar Alam 3. Ronald Siahaan 4. Muhammad Irwan C. Pemerintah:

1. Widodo Sigit Pujianto 2. Chandra

3. Saiful Bahri 4. Ninik Hariwanti 5. Hotman Sitorus 6. Wahyu Jaya Azhari D. Pihak Terkait:

1. Engkus Ruswana 2. Suprih Suhartono

(4)

1. KETUA: ANWAR USMAN

Sidang Perkara Nomor 97/PUU-XIV/2016, dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pemohon dipersilakan untuk memperkenalkan diri.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: JUDIANTO SIMANJUNTAK

Terima kasih, Majelis Hakim. Kami hadir dari Pemohon Prinisipal dan juga Kuasa Hukum. Dari Pemohon yang hadir, yang sebelah kanan saya Pagar Demanra Sirait. Di sebelah kanan, Carlim, Pemohon. Kuasa Hukum Pemohon saya sendiri Judianto Simanjuntak, di samping kanan Pak Karlim, Azhar Nur Fajar Alam, di samping Azar, Muhammad Irwan.

Di samping kiri saya Ronald Siahaan. Terima kasih, Majelis Hakim.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, dari DPR berhalangan. Dari Kuasa Presiden, silakan siapa yang hadir?

4. PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS

Terima kasih, Yang Mulia. Kuasa Presiden hadir, Bapak Widodo Sigit Pujianto dari Kementerian Dalam Negeri, Pak Chandra, kemudian Pak Saiful Bahri. Kemudian dari Kementerian Hukum dan HAM Ibu Ninik Hariwanti, Direktur Litigasi. Saya sendiri Hotman Sitorus dan Wahyu Jaya. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Pihak Terkait, siapa yang hadir?

6. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Terima kasih, Yang Mulia. Yang hadir, kami dari Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia. Saya sendiri Engkus Ruswana, dan sebelah kanan kami Pak Suprih Suhartono, Beliau

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.00 WIB

KETUK PALU 3X

(5)

sebagai Ketua Presidium dan saya sebagai Anggota Presidium. Terima kasih.

7. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, terima kasih. Agenda persidangan hari ini untuk mendengarkan sedianya DPR, Kuasa Presiden, dan Pihak Terkait. Karena DPR berhalangan, disilakan kepada Kuasa Presiden untuk menyampaikan keterangannya.

8. PEMERINTAH: WIDODO SIGIT PUDJIANTO

Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Om Swastiastu. Yang Mulia, izinkan saya untuk membacakan keterangan Presiden atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada Yang Mulia, Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta.

Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : 1. Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri)

2. Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Pemerintah baik lisan maupun tertulis, yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan atas permohonan pengujian Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 64 ayat (1) dan (5), Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan atau Administrasi Kependudukan terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945, yang dimohonkan Nggay Mehang Tana dan kawan- kawan yang memberikan Kuasa kepada Muh. Nur, S.H., dan kawan- kawan selanjutnya disebut Pemohon sesuai registrasi pada Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016. Sebagai berikut.

I. Pokok Permohonan

1. Bahwa menurut Para Pemohon Pasal 61 ayat (1) dan (2), Pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas kesamaan warga negara di hadapan hukum karena dalam rumusannya tertulis bahwa KK (Kartu Keluarga) dan KTPL memuat elemen keterangan agama di dalamnya, namun khusus penganut kepercayaan kolom agama tersebut

(6)

dikosongkan sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

2. Bahwa Pasal-pasal a quo tidak mengatur secara jelas dan logis sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan melanggar hak dasar yang dimiliki warga negara.

3. Bahwa ketentuan pengosongan kolom agama bagi penganut kepercayaan telah menyebabkan terlanggarnya hak-hak dasar bagi Para Pemohon, seperti pernikahan Pemohon. Satu, secara adat tidak diakui negara sehingga tidak memiliki akta pernikahan dan KK hingga akhirnya anak-anak dari Pemohon I sulit untuk mendapatkan akta kelahiran. Anak kandung Pemohon III sulit mendapatkan pekerjaan meski dia mempunyai kompetensi yang baik. Pemaknaan keluarga Pemohon IV, pemakaman ... ulangi, pemakaman keluarga Pemohon IV ditolak oleh tempat pemakaman umum manapun.

4. Bahwa dengan pengosongan kolom agama pada KTPL bagi penganut kepercayaan mengakibatkan Para Pemohon sebagai warga negara tidak bisa mengakses dan mendapatkan hak-hak dasar lainnya, seperti hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak atas kesehatan, hak atas jaminan sosial beserta dengan seluruh layanannya, sehingga hal ini jelas melanggar hak asasi manusia, sedangkan hak-hak dasar tersebut diatur dan dijamin dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

5. Bahwa Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan telah membuat pengucilan bagi Para Pemohon dengan tidak diisinya kolom agama pada KK dan KTPL. Hal ini merupakan diskriminasi bagi Para Pemohon. Oleh karenanya Para Pemohon telah banyak mengalami dampak pelanggaran hak konstitusional sehingga Pasal-pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

II. Kedudukan Hukum (Legal Standing)

Uraian tentang kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon akan dijelaskan secara lebih rinci dalam keterangan Pemerintah secara lengkap yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya atau melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Namun demikian Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

(7)

Konstitusi. Maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu, yaitu seperti Putusan Nomor 006/PUU- III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007.

III. Penjelasan Pemerintah terhadap materi yang dimohonkan.

Terhadap permohonan Para Pemohon, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut.

1. Bahwa negara ... bahwa Indonesia tidak hanya memiliki suku bangsa yang beragam, namun juga memiliki agama dan kepercayaan yang beragam. Terhadap enam agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Kristen-Katolik, Katolik Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu di samping agama yang resmi di Indonesia juga tumbuh dan berkembang keyakinan lain yang disebut dengan kepercayaan tradisional.

2. Dengan adanya diversitas agama di Indonesia, masyarakat Indonesia harus menghargai perbedaan yang ada. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 29 ayat (2) yang menjamin masyarakat memiliki kemerdekaan di dalam beragama. Setiap individu dibebaskan untuk menganut agama yang dipilihnya, dengan demikian tidak ada diskriminasi agama. Setiap individu harus menghormati dan memelihara toleransi terhadap kepercayaan masing-masing.

3. Keyakinan memegang ... keyakinan memegang peranan penting dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal ini termanivestasi dalam sila pertama Pancasila dan termuat dalam pembukaan konstitusi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai pondasi utama bagi setiap insan yang hidup di dalamnya. Perlu kita pahami bersama bahwa pilihan kata yang terkandung dalam sila Pancasila dan dialektik pembukaan konstitusi ialah ... adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini mengandung makna filosofis yang mendalam bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan bukan keagamaan, sehingga setiap keyakinan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa diakui oleh Pemerintah.

4. Hal tersebut didasarkan terhadap peradaban yang tumbuh dan berkembang jauh sebelum agama-agama masuk ke dalam wilayah nusantara dimana sebagian masyarakat nusantara atau Indonesia telah memiliki keyakinan atas Ketuhanan yang bertahan hingga saat ini dan dianggap sebagai suatu nilai keluhuran hidup. Hampir di seluruh wilayah Indonesia telah ada agama-agama atau kepercayaan asli seperti Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda dan di Kanekes, di Lebak Banten, Sunda Wiwitan aliran madrais juga dikenal sebagai agama Cigugur atau/dan ada beberapa penamaan lain

(8)

di Cigugur. Di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, agama Buhun di Jawa Barat, Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama Parmalim, agama Asli Batak, agama Kaharingan di Kalimantan, kepercayaan Tonaas Walian di Minahasa Sulawesi Utara, Tolotang di Sulawesi Selatan, Wetu Telu di Lombok, Naurus di Pulau Seram di Provinsi Maluku, dan lain-lain.

5. Bahwa negara Indonesia menghormati keberadaan setiap keyakinan yang mengiringi kehidupan berbangsa dan bernegara yang dituangkan dalam dasar negara Indonesia. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya ketentuan tentang pengosongan kolom agama di KTP dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Jika kita runut adalah karena adanya ketentuan tentang pengakuan agama di Indonesia, pada intinya negara mengakui keberagaman enam agama yang selama ini telah ada dan dipeluk oleh masyarakat Indonesia. Keenam agama itu adalah Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Di luar agama di atas, negara tetap membiarkan eksistensinya dengan syarat tidak menganggu dan melanggar ketentuan di Indonesia.

6. KTP sebagai identitas penduduk di dalamnya mencantumkan elemen-elemen yang menjadi bagian tidak dapat dipisahkan, di antaranya lambang garuda Pancasila, peta negara, dan agama, termasuk dari itu. Di mana hanya enam agama itulah yang kemudian dicantumkan dalam kolom KTP di Indonesia.

Agar tidak ada permasalahan di kemudian hari dibuatlah ketentuan yang mengatur tentang agama yang “belum diakui”

oleh negara Indonesia. Dengan dikosongkannya kolom agama dalam KTP bagi agama atau pun kepercayaan yang belum diakui oleh negara Indonesia.

7. Bahwa negara harus memiliki tertib administrasi, salah satunya adalah yang berkaitan dengan identitas penduduk, termasuk agama dari penduduk tersebut. Hal ini menjadi penting bagi Indonesia yang menganut berbagai macam agama dan kepercayaan, sebab akan berkorelasi penting dengan beberapa administrasi di lapangan seperti pernikahan, waris, kepemilikan atas kebendaan, masalah adopsi anak, dan urusan administrasi lainnya.

8. Agama yang dianut seseorang akan berkorelasi penting terhadap tindakan hukum yang dilakukan, sebab di Indonesia hukum tertulis menjadi penting dalam upaya penegakan dan kepastian hukum itu sendiri. Seperti di dalam kasus pernikahan seorang Muslim, identitas agama KTP, masih dijadikan bukti autentik untuk menentukan agama yang dipeluknya sebelum

(9)

menikah. Artinya bukti tertulis adalah penting sebagai legalitas seorang sebagai subjek dan objek hukum.

9. Pemerintah berpandangan bahwa keberadaan kolom agama sangat memberikan manfaat baik bagi pemilik identitas maupun negara dalam rangka memberikan batas hukum bagi setiap penganut aliran kepercayaan dan agama agar terjamin hak-hak konstitusionalnya.

10. Perlu diketahui bersama bahwa hingga saat ini belum ada satu pun agama-agama dan kepercayaan asli nusantara yang diakui sebagai agama dengan hak-hak untuk dicantumkan di KTP, akta kelahiran, pencatatan perkawinan di kantor catatan sipil, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan banyaknya para penganut kepercayaan atau ajaran leluhur atau agama asli di Indonesia masih terpaksa memilih agama atau diakui atau tidak membuat KTP sama sekali.

11. Di samping hal tersebut, perlu pemerintah sampaikan bahwa dalam undang-undang a quo memang terdapat beberapa norma yang belum dicantumkan sehingga diperlukan instrumen yang lebih pasti dalam menilai agama kepercayaan tersebut dapat tercatat dalam administrasi kependudukan.

12. Memperhatikan berbagai dinamika tersebut di atas, maka Pemerintah memohon pada Mahkamah Konstitusi untuk dapat memberikan pertimbangan konstitusionalitas atas pengaturan terkait kolom agama dalam rangka menentukan arah kebijakan yang lebih baik bagi pemerintah selaku penyelenggara negara. Bahwa Pemerintah sangat menghargai usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam ikut memberikan sumbangan yang ... dan partisipasi pemikiran dalam membangun pemahaman tentang ketatanegaraan.

Pemikiran-pemikiran masyarakat tersebut akan menjadi sebuah rujukan yang sangat berharga bagi Pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Atas dasar pemikiran tersebut, Pemerintah berharap agar dialog antarmasyarakat dan Pemerintah tetap terus terjaga dengan satu tujuan bersama untuk membangun kehidupan kebangsaan bernegara demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan mengembangkan dirinya dalam kepemerintahan dengan tujuan ikut berkontribusi positif mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana pada alinea keempat Undang- Undang Dasar Tahun 1945.

IV. Petitum

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006

(10)

tentang Administrasi Kependudukan terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk dapat memberikan putusan yang seadil- adilnya sesuai dengan konstitusional yang berlaku.

Demikian keterangan ini, atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dihaturkan terima kasih. Jakarta, 6 Desember 2016. Hormat kami, kuasa hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.

Demikian, telah kami bacakan. Terima kasih, Assalamualaikum wr. wb.

9. KETUA: ANWAR USMAN

Waalaikumsalam wr. wb. Ya, terima kasih. Berikut kita dengar keterangan dari Pihak Terkait. Silakan di podium, siapa yang akan menyampaikan? Ya.

10. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Terima kasih, Yang Mulia. Sesuai dengan apa yang kami sampaikan dalam surat permohonan, kami dari Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia, kami sampaikan, kami bacakan dulu suratnya.

Kepada yang terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jalan Merdeka Barat Nomor 6, Jakarta Pusat, untuk perhatian Majelis Hakim Konstitusi Perkara Nomor 97/PUU-XIV/2016, perihal permohonan sebagai Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung dalam pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap Undang-Undang Dasar Rerpublik Indonesia Tahun 1945. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Nama : Suprih Suhartono.

Jabatan : Ketua Presidium Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia.

2. Nama : Endang Retno Lastani.

Jabatan : Sekretaris Jendral Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia.

Menyatakan bahwa kami berdua tersebut di atas adalah perwakilan Pengurus Pusat Perkumpulan Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia atau disingkat MLKI.

Dilampirkan bukti PT-1 yang beralamat di Jalan Rawa Binong, Blok Damai, Nomor 52, Setu, Cipayung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon Pihak Terkait.

(11)

Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, sebelum kami menyampaikan pokok-pokok permohonan sebagai Pihak Terkait, perkenankanlah untuk menyampaikan terlebih dahulu gambaran permasalahan yang dialami para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa selama ini yang sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan keputusan Majelis Yang Mulia.

1. Masalah perlakuan diskriminasi dan penderitaan yang dialami masyarakat penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan perjalanan panjang puluhan tahun sejak jaman penjajahan yang hingga kini belum sepenuhnya terbebaskan dimana sampai saat ini masyarakat penghayat kepercayaan belum merasakan betul hak dasar untuk bebas memeluk, beribadat, dan mendapatkan pengakuan, serta jaminan perlindungan atas keyakinannya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D, Pasal 28I, dan Pasal 29.

2. Sungguh ironis di negara kita Republik Indonesia tercinta bahwa hanya sistem keyakinan yang datang dari luar nusantara saja yang dikategorikan sebagai agama. Sedangkan sistem keyakinan yang berasal dari ... berasal dan lahir dari bumi pertiwi, tidak diakui sebagai agama. Padahal frasa agama sebagaimana frasa trigama, adhigama, parigama, duhagama, gurugama, kertagama, dan lain-lain adalah frasa asli bahasa nusantara.

3. Agama jadi diakui sebagai sistem keyakinan yang berasal dari luar sedangkan sistem keyakinan lokal nusantara yang sesungguhnya adalah pemiliknya, tidak diperbolehkan menggunakan frasa agama dan diganti menjadi aliran kebatinan, atau kerohanian, atau kejiwaan, dan yang kemudian disebut aliran kepercayaan atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Di zaman perjuangan kemerdekaan hingga periode awal orde lama, masyarakat penganut kepercayaan berkembang dengan baik dan turut berkontribusi dalam proses perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan, serta mengisi kemerdekaan.

Namun ketika DI/TII berkembang tahun 1950-an, banyak dari masyarakat penghayat kepercayaan yang menjadi korban karena dituduh tidak beragama atau kafir.

5. Menginjak di zaman orde baru pada awalnya banyak dari masyarakat penghayat yang jadi korban karena tuduhan PKI.

Kemudian mulai tahun 1973 memperoleh perbaikan pelayanan dari negara dimana eksistensi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diakui negara dan disejajarkan dengan agama walau tidak diakui sebagai agama sehingga terakomodasi dalam GBHN dan dalam setiap peraturan perundang-undangan selalu tercantum kepercayaan di belakang frasa agama. Pada masa itu, boleh dicantumkan frasa kepercayaan pada kolom agama di KTP dan masyarakat penghayat boleh melangsungkan perkawinan

(12)

tanpa harus melalui salah satu dari 5 agama ketika itu. Dapat menjadi PNS dan disediakan juga ucapan sumpah jabatan bagi penghayat.

6. Namun kemerdekaan ini tidak berlangsung lama karena mulai tahun 1978, hak-hak tersebut mulai dipreteli atau diamputasi.

Mulai dari identitas di KTP, pencabutan hak-hak perkawinan secara kepercayaan, dan lain-lain sehingga para penghayat kepercayaan harus mencatumkan salah satu agama dari 5 agama yang tidak diyakini kalau tidak ingin didiskriminasi atau dikucilkan.

7. Pada era reformasi sekarang ini, perlakuan diskriminasi dan ketidakadilan yang dialami para penghayat kepercayaan belum mengalami perubahan yang signifikan. Walaupun sudah mulai ada perbaikan, namun ada beberapa hal kemunduran dimana dalam peraturan perundang-undangan pada era reformasi ini banyak ditemui pasal-pasal yang menghilangkan frasa kepercayaan di belakang frasa agama sehingga berdampak hilangnya hak-hak para penghayat atau adanya kekosongan hukum bagi penghayat sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ini juga frasa kepercayaan hilang. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 mengakui eksistensi penghayat kepercayaan dan diperbolehkan melangsungkan perkawinan tanpa melalui perkawinan salah satu dari 6 agama. Namun, para penghayat tidak boleh mencantumkan keyakinannya karena identitas dalam kelom … tidak boleh mencantumkan keyakinannya karena identitas dalam kolom agama harus dikosongkan yang dalam praktiknya tertera tanda setrip kecil.

9. Pada beberapa kabupaten/kota pernah melakukan terobosan atau diskresi dengan mencantumkan identitas kepercayaan pada kolom agama di KTP, sehingga membahagiakan para penghayat.

Namun, ternyata belakangan dicabut lagi dan dikembalikan pada identitas kosong atau tanda setrip.

10. Pencantuman identitas kosong atau tanda setrip dalam KTP menimbulkan permasalahan lain yang merugikan para penghayat kepercayaan sebagaimana dialami oleh Para Pemohon di berbagai daerah.

11. Dampak negatif dan kerugian hak konstitusi yang dialami para penghayat kepercayaan sebagaimana dialami Para Pemohon antara lain, dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada identitas agama di KTP menimbulkan stigma pemilik KTP tersebut sebagai orang yang tidak beragama atau tidak … atau dianggap ateis yang

(13)

dapat menimbulkan perlakuan diskriminasi dan penindasan terhadap para penghayat. Sebagaimana kita ketahui bersama, masyarakat kita pada umumnya yang sangat anti atau memusuhi orang yang tidak beragama atau ateis. Dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada identitas agama di KTP sering dianggap sebagai aliran sesat. Kemudian, dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada kolom agama di KTP juga sering ditafsirkan atau dicurigai oleh sebagian orang sebagai golongan komunis yang membahayakan pemilik KTP tersebut dan ini menimbulkan traumatik sejarah.

Selanjutnya, sebagai kelompok masyarakat yang dianggap tidak beragama atau ateis atau komunis berdampak lebih lanjut terhadap diskriminasi, penindasan, dan adanya larangan-larangan. Antara lain, larangan melaksanakan kegiatan kepercayaan di lingkungan dan dituduh sesat dan menyesatkan, sulitnya melangsungkan perkawinan, khususnya dalam rangka memperoleh formulir NA dari desa atau kelurahan.

Kemudian, apabila meninggal dunia sulit dapat dikuburkan di tempat pemakaman umum. Kemudian, tidak dapat melamar menjadi calon PNS atau TNI/Polri. Dalam beberapa kasus juga untuk menjadi pegawai swasta juga kesulitan. Kemudian, kesulitan juga dalam membuka rekening bank dan akses terhadap keuangan. Kemudian, bagi penghayat kepercayaan yang masuk kategori miskin seringkali juga tidak mendapatkan bantuan sosial atau kesehatan. Itu di antara lain yang dialami oleh beberapa masyarakat penghayat.

Dengan dikosongkannya identitas agama dalam KTP untuk penghayat kepercayaan menyebabkan sebagian besar penghayat belum berani untuk mengakui keyakinan yang sesungguhnya karena traumatik dan masih banyak perlakuan diskriminatif, sehingga mengaburkan pendataan yang sesungguhnya.

Atas dasar gambaran permasalahan yang dialami para penghayat tersebut, maka kami mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia dapat membukakan pintu kemanusiaan dan keadilan dengan mengabulkan permohonan dari Pemohon.

Untuk selanjutnya, kami akan membacakan pokok-pokok permohonan kami dari MLKI sebagai Pihak Terkait.

Pertama dari sisi kedudukan atau legal standing dari kepentingan hukum Pemohon sebagai Pihak Terkait.

1. Bahwa Pemohon Terkait … Pihak Terkait merupakan organisasi yang berbentuk badan hukum, perkumpulan yang telah didaftarkan melalui Notaris, Indah Setyaningsih, S.H., di Jakarta dengan Akta Nomor 01 tanggal 8 September 2014. Dan telah disahkan pendiriannya sebagai badan hukum perkumpulan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-00554.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan

(14)

Hukum Perkumpulan Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau bukti P-3.

2. Bahwa Pemohon Pihak Terkait adalah wadah tunggal nasional organisasi-organisasi kepercayaan di Indonesia yang khusus bergerak dan berjuang untuk terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak konstitusional yang belum secara utuh dinikmati oleh warga penghayat kepercayaan.

Pemohon Pihak Terkait resmi dideklarasikan pada tanggal 13 Oktober 2014 di Yogyakarta bersamaan dengan Sarasehan Nasional Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berlangsung tanggal 13 sampai 17 Oktober 2014 di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang difasilitasi oleh Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

3. Bahwa hingga saat ini Pemohon Pihak Terkait aktif melakukan kegiatan organisasi dan tugas sosialisasi eksistensi penghayat kepercayaan dan perluasan serta penguatan kapasitas organisasi yang telah berkembang di sembilan provinsi di seluruh Indonesia.

4. Bahwa fungsi dan tujuan didirikannya Pemohon Pihak Terkait sangat berkaitan dengan perjuangan pemenuhan hak-hak konstitusional yang juga menjadi bagian dari perjuangan Para Pemohon perkara a quo sebagaimana ditegaskan di anggaran dasar organisasi menyatakan bahwa Pasal 9 fungsi:

1. Sebagai mitra tunggal Pemerintah untuk memfasilitasi anggota dalam hal verifikasi organisasi, sertifikasi pemuka penghayat, dan kepentingan lain terkait kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang akan diatur kemudian.

2. Menjembatani hubungan timbal balik anggota dengan pemerintah atau pihak lain sebagai bagian solusi kebangsaan sesuai tujuan Pasal 8.

3. Menciptakan saling pengertian dan menghargai antarsesama penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan antarpenghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan pemeluk agama lain menuju persatuan dan kesatuan nasional yang dibingkai dalam Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa yang dijiwai cinta kasih sesuai sesanti Pasal 6.

Pasal 10, tugas satu, membina anggotanya untuk menjaga kemurnian ajaran ketuhanan sesuai sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dua. Pembinaan warga agar mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin baik di dunia maupun kemudian di alam kekal.

(15)

Tiga. Membimbing anggota agar senantiasa sadar hukum serta mematuhi peraturan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Empat. Memperjuangkan hak keberadaan dan hak hidup kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam peraturan perundang-undangan, termasuk pelaksanaannya.

Lima. Membantu anggotanya yang menghadapi kesulitan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Enam. Membantu pembinaan anggota untuk menghayati dan mengamalkan ajarannya, masing-masing agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Tujuh. Menggali, menjunjung tinggi, dan melestarikan nilai-nilai luhur warisan leluhur.

Bahwa Pemohon, Pihak Terkait adalah organisasi yang dibentuk untuk mewadahi kelompok-kelompok atau komunitas penghayat kepercayaan, baik yang sudah teregistrasi sebagai organisasi, maupun yang belum terorganisasi di Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan tradisi Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana tercermin dalam anggaran dasar organisasi Pasal 18.

Keanggotaan.

1. Keanggotaan Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia bersifat sukarela dilakukan secara aktif dan menyetujui kesepakatan tentang hakikat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Anggota Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia adalah organisasi atau kelompok penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

3. Anggota Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.

Kemudian nomor enam. Bahwa kedudukan hukum atau legal standing dan pengakuan negara kepada Pemohon, Pihak Terkait dan juga seluruh kelompok atau komunitas penghayat kepercayaan untuk dapat diakui dan dihormati hak tradisionalnya, termasuk hak untuk beragama sesuai adat tradisionalnya, juga diakui oleh konstitusi dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.”

Tujuh. Bahwa dengan merujuk pada Pasal 28C ayat (2) Undang- Undang Dasar Tahun 1945, maka dapat dikatakan bahwa Pemohon, Pihak Terkait memiliki kedudukan hukum atau legal standing secara kolektif (organisasi atau perkumpulan) untuk memperjuangkan

(16)

kepentingan hak-hak komunitas atau kelompok penghayat kepercayaan dalam hal jaminan pemenuhan seluruh hak-hak konstitusional, seperti warga negara lainnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara.”

Nomor delapan. Bahwa Pemohon, Pihak Terkait adalah sama kedudukan hukum, hak, dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia. Dan khususnya sebagai warga penganut kepercayaan seperti Para Pemohon perkara a quo, sehingga Pemohon, Pihak Terkait merasa penting untuk terkait dalam memperjuangkan pemenuhan hak-hak konstitusional yang sedang diuji melalui permohonan pengujian undang- undang a quo.

Sembilan. Bahwa dalam sidang uji materi atau judicial review di Mahkamah Konstitusi, dimungkinkan adanya keterlibatan Pihak Terkait yang merasa hak dan kewenangannya akan terpengaruh oleh proses pengujian, serta ... suatu undang-undang di Mahkamah Konstitusi.

Sepuluh. Bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pedoman Beracara dalam perkara pengujian undang-undang, pihak yang sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (1) huruf g, yang disebut sebagai Pihak Terkait adalah Pihak Terkait yang berkepentingan langsung dan tidak langsung, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (3).

Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah: (a) pihak karena kedudukan tugas pokok dan fungsinya perlu didengar keterangannya; atau (b) pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan, tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud.

11. Bahwa sebagai organisasi yang dibentuk untuk menjadi wadah perjuangan pemenuhan hak-hak konstitusional warga penghayat kepercayaan, Pemohon Pihak Terkait berkepentingan secara tidak langsung dengan apa yang sedang diujikan dalam Undang- Undang a quo. Mengingat hak dan kewenangan Majelis Luhur yang hingga saat ini telah menjadi wadah sekitar 157 organisasi atau paguyuban penghayat kepercayaan akan sangat terpengaruh, baik dampak maupun akibat yang timbul dari Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ini. Bahwa kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon pengujian Undang-Undang a quo juga dialami oleh Pemohon Pihak Terkait,

(17)

baik secara individu maupun organisasi. Tidak diakuinya penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Undang-Undang a quo tentu sangat memberikan dampak dan akibat negatif secara konstitusional dan hal ini tentu tidak sesuai dengan jaminan penghormatan dan pengakuan yang sudah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa adanya turunan pelanggaran hak-hak konstitusional lainnya yang hadir sebagai konsekuensi logis pelanggaran dari tidak terpenuhinya pengakuan dan penghormatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai agama juga telah Pemohon Pihak Terkait alami selama ini.

12. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, Pemohon Pihak Terkait sebagai organisasi Perkumpulan Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia yang mengabdi untuk memperjuangkan hak dan kepentingan warga penghayat kepercayaan juga memiliki kedudukan hukum atau legal standing sebagai Pihak Terkait sesuai dengan maksud di dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 yang menyatakan Pihak Terkait yang dimaksud Pasal 13 ayat (1) huruf g adalah pihak yang berkepentingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permohonan.

Dengan demikian, Pemohon Pihak Terkait berpendapat bahwa Pemohon Pihak Terkait memiliki kedudukan hukum atau legal standing dan kepentingan hukum sebagai Pihak Terkait dalam permohonan pengujian undang-undang a quo terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Argumentasi Pemohon Pihak Terkait.

Pasal 61 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 juncto Pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

1. Bahwa norma undang-undang yang sedang dimohonkan pengujiannya adalah Pasal 61 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun tentang Administrasi Kependudukan berbunyi ayat (1), “KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga, dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.” Ayat (2),

“Keterangan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.” Dan Pasal 64 ayat (1)

(18)

dan (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan berbunyi ayat (1), “KTP-L mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan Peta Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk yaitu NIK, nama tempat/tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP elektronik, dan tanda tangan pemilik KTP elektronik.” Ayat (5), “Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”

2. Bahwa Ketentuan Pasal 61 ayat (1) juncto ayat (2) dan Pasal 64 ayat (1) jo ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan prinsip-prinsip jaminan, pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana yang dijamin Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

3. Pasal-Pasal a quo tidak memberikan jaminan pengakuan yang penuh sebagai warga negara yang berhak dan bebas dalam memilih kepercayaan … memilih kepercayaan dan agama seseuai keyakinannya. Dengan cara pengakuan kepercayaan dan agama yang hanya sebatas formalitas, pengisian database kependudukan, dan tidak mencantumkan dalam kolom agama di e-kartu penduduk (KTP) maupun kartu keluarga.

4. Bahwa dengan tidak dicantumkannya kepercayaan dalam kolom agama e-KTP dan KK, meskipun dalam Undang-Undang a quo disebutkan tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan menyebabkan timbulnya perlakuan yang tidak equal, tidak sama antar warga negara. Menjadikan kepastian pelayanan hak-hak konstitusionalnya terhapus dan ketidakjelasan pelayanan itu akhirnya melanggar hak-hak dasar yang dimiliki warga negara pada umumnya tidak terpenuhi.

5. Bahwa Pemohon Pihak Terkait menilai apa yang sering dialami oleh kelompok atau komunitas penghayat kepercayaan dan Pemohon Perkara a quo dikarenakan hadirnya berbagai multipenafsiran yang berbeda-beda di kalangan stakeholder terkait pelayanan e-KTP dan KK, serta hak-hak konstitusional lainnya seperti akta kelahiran, pengakuan pernikahan yang sah

(19)

melalui pencatatan perkawinan di buku nikah, dan database pencatatan perkawinan bersumber dari Pasal a quo yang mengharuskan dikosongkannya kolom agama bagi kepercayaan dan penganut agama di luar enam agama yang diakui. Segala perlakuan pembedaan yang diskriminatif ini tentunya tidak mencerminkan apa yang harusnya dimiliki oleh Para Pemohon Perkara a quo. Pemohon Pihak Terkait dan kelompok penghayat kepercayaan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

6. Bahwa Pasal-Pasal a quo bertentangan dengan asas kesamaan warga negara di hadapan hukum (equality before the law). Hal ini adalah karena Pasal-Pasal a quo menunjukan tidak ada kesetaraan atau kesamaan dalam hukum bagi setiap warga negara. Menunjukan perlakuan berbeda antar warga negara yaitu membedakan kepengurusan KK dan KTP elektronik antara penghayat kepercayaan dengan warga negara pada umumnya, dengan mengosongkan kolom agama bagi penghayat kepercayaan.

7. Bahwa pelayanan yang dimaksud dalam Pasal-Pasal a quo yang tidak menjamin kepastian hukum, kesamaan hak, dan diskriminatif juga bertentangan dengan asas dan prinsip pelayanan.

8. Pelayanan publik yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyebutkan, “Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan:

a. Kepentingan umum.

b. Kepastian hukum.

c. Kesamaan hak.

d. Kesamaan hak dan kewajiban.

e. Keprofesionalan.

f. Partisipatif.

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif.

h. Keterbukaan.

i. Akuntabilitas.

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan.

k. Ketepatan waktu, dan

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.”

9. Bahwa perlakuan yang diskriminatif dengan tidak diisinya aliran penghayat kepercayaan dalam kolom agama jelas juga bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan

(20)

berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

10. Bahwa perlakuan diskriminatif terhadap penghayat kepercayaan dan penganut agama-agama di luar agama yang enam, tidak sejalan dengan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 19/PUU-VI/2008 mengenai pengujian Undang-Undang Peradilan Agama yang telah memberi pandangan atas paham kenegaraan Indonesia mengenai hubungan antara negara dan agama. Menurut Mahkamah dalam Putusan a quo telah tegas dinyatakan bahwa Indonesia bukan negara agama yang hanya didasarkan pada satu agama tertentu. Namun, Indonesia juga bukan negara sekuler yang sama sekali tidak memperhatikan agama dan menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada individu dan masyarakat. Indonesia adalah negara yang ber- Ketuhanan Yang Maha Esa yang melindungi setiap pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing- masing.

11. Bahwa Pemohon, Pihak Terkait pada akhirnya menilai bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ini, sebagaimana yang substansi alasan permohonan pengujian undang-undang yang saat ini sedang diperiksa Mahkamah Konstitusi, khususnya Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 jo Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, menurut pemahaman kami, tidak mencerminkan asas kesamaan warga negara di muka hukum. Bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum menyebabkan pelanggaran atas jaminan keamanan warga negara, serta merupakan ke ... serta merupakan ketentuan pasal yang didiskriminatif bagi warga negara.

Pelanggaran hak-hak konstitusi tersebut akhirnya menghasilkan dampak konsekuensi logis berupa turunan pelanggaran- pelanggaran hak asasi lainnya, seperti pelanggaran hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak untuk mendapatkan hak-hak kelahiran, hak untuk mendapatkan buku perkawinan, dan lain sebagainya, sebagaimana yang dirasakan oleh Para Pemohon pengujian undang-undang ini. Padahal, pembukaan dan batang tubuh konstitusi pun telah mengakui keberadaan hak-hak atas masyarakat adat, berikut pula aliran kepercayaan yang ada dan hidup di dalamnya sebagai suatu kesatuan kebhinekaan ...

kesatuan Kebhinekaan Tunggal Ika yang tak terpisahkan. Dengan

(21)

demikian, Pasal-Pasal a quo sangat bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Tahun 1945.

12. Petitum. Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan di atas dan bukti-bukti yang diajukan, maka Para Pemohon, Pihak Terkait memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa perkara a quo untuk memutus dengan putusan sebagai berikut.

1) Mengabulkan permohonan Pemohon sebagai Pihak Terkait yang berkepentingan tidak langsung dalam perkara a quo.

2) Menyatakan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang- Undang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karenanya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai atau conditional constitutional, frasa agama, termasuk juga penghayat kepercayaan dan agama apa pun.

3) Menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang- Undang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

4) Menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang- Undang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.

5) Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Apabila Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Hormat kami, Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia, tertanda Suprih Suhartono (Ketua Presidium) dan Endang Retno Lastani (Sekretaris Jenderal).

Demikian, Yang Mulia, permohonan dari kami, dari Pihak Terkait.

Terima kasih.

11. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terima kasih. Dari meja Hakim, mungkin ada yang perlu didalami? Ya, Yang Mulia Pak Suhartoyo, silakan.

12. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya. Terima kasih, Pak Ketua.

Saya ke Pak Widodo, ya, ke Pemerintah. Barangkali persoalan pengosongan identitas di KTP dan KK yang kolom agama itu rasanya bukan semata-mata itu yang menjadi persoalan mendasar, yang kemudian munculnya persoalan di Mahkamah Konstitusi. Lebih dari itu, barangkali memang ada stigma yang terbangun di … di setiap jajaran.

Mungkin tidak setiap, tapi di banyak kejajaran … di jajaran, mungkin

(22)

Pemerintah, juga swasta, termasuk di elemen-elemen bawah. Itu yang kemudian ... ada stigma yang kemudian memengaruhi di dalam memberikan pelayanan, sehingga kepada para penghayat kepercayaan ini, teman-teman yang baik Pihak Terkait, maupun Pemohon, dan mungkin di luaran sana masih banyak lagi yang tidak kemudian mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya yang merasa kemudian itu merupakan bentuk diskriminasi.

Sebenarnya, kami ingin pandangan dari Pemerintah dalam jawaban tadi, apa sebenarnya usaha-usaha Pemerintah yang sudah dilakukan untuk membangun supaya ada persamaan persepsi, pandangan sehingga kalaupun ada pengosongan dalam kolom ini, tapi ketika kemudian ada pelayanan yang sama, saya kira hal yang krusial yang mendasar bisa diatasi Pak Widodo. Saya yakin Bapak punya pandangan yang sama. Jadi, meskipun dari pihak pemerintah tadi menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah, tapi rumusan-rumusan ini juga saya kira tidak menyelesaikan masalah secara instan. Jadi, tetap yang harus dibangun adalah pilar yang … yang itu menjadi mau tidak mau tugas dari pihak pemerintah bagaimana membangun pilar-pilar itu sehingga di masyarakat itu terbangun sebuah persepsi tidak adanya pembedaan antara ... ini saudara-saudara yang masuk dalam 6 agama yang diakui pemerintah dan ini adalah selebihnya yang selama ini belum mendapat tempat yang barangkali pemerintah sendiri pun kesulitan merumuskan mungkin diserahkan ke MK pun, MK juga mau rumusan seperti apa? Tapi, paling tidak yang sangat mendasar barangkali sekali lagi saya ulangi bukan persoalan itu, bukan persoalan formal semata, Pak. Saya kira Pak Widodo paham soal ini. Jadi, barangkali nanti kalau pada kesempatan berikutnya kami dari Mahkamah pengin apa sih, bentuk-bentuk usaha yang dilakukan pemerintah sehingga hal-hal seperti ini bisa dieleminir bahkan mungkin harusnya sa ... harus dikurangi karena semua dasarnya adalah warga negara. Semua adalah anak bangsa yang harus dilindungi. Tidak membedakan embel-embel agama dan kepercayaan, dan lain sebagainya. Satu itu.

Kemudian yang kedua dari penghayat apa ya, Pak, namanya tadi, ya, Pak? Luhur, Majelis Luhur, ya? Itu Mahkamah juga pengin data sebenarnya, Pak. Apakah adanya perlakuan-perlakuan yang tidak … apa ... enggak merata itu, adanya kalau Bapak kemudian menyimpulkan diskriminasi itu apakah hanya terhadap beberapa hal-hal tertentu yang, yang, yang mungkin itu menyangkut kapasitas personal pelayannya ataukah memang itu kemudian merata. Artinya, apakah norma ini, pasal norma ini kemudian betul-betul me-generalisir dampaknya ataukah sebenarnya ini hanya menyangkut 1, 2, mungkin kalau pemerintah, pejabat pemerintah, mungkin kalau swasta kemudian sampai untuk mencari pekerjaan pun itu ... nah, itu sekali lagi itu memang berkaitan dengan apa yang saya sampaikan di depan tadi pemerintah bagaimana kemudian membentuk … apa ... perlindungan … apa ... memberikan

(23)

perlindungan dalam bentuk bagaimana pihak pemerintah, pihak swasta pun juga harus dilibatkan dalam hal ini sehingga ketika kemudian menemukan ada saudara kita yang penghayat kepercayaan ini juga tidak diberlakukan secara ... karena kalau soal swasta kemudian dicontohkan mendapatkan pekerjaan yang penting kan, harus kredibilitas … apa ...

integritas, kapabilitas kemudian kompetensi, kan? Agama enggak ada urusan sebenarnya kan begitu, tapi kenapa kok itu dikait-kaitkan? Kan mestinya ini stigma ini harus kemudian sama-sama dianu ... di … apa ...

dibrangus oleh ya, mestinya dari pemerintah itu yang tadi mestinya punya garda depan.

Mungkin itu saja, Pak. Saya minta data juga dari Majelis Luhur ini, apa lagi yang kemudian mendapat benturan-benturan dalam pelayanan yang riil, ya, Pak. Jangan apakah itu hanya menyangkut satu, dua orang ataukah kemudian ... Bapak anggotanya berapa, Pak?

13. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Kurang lebih 12.000.000, Pak, anggotanya.

14. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

12.000.000. Kalau Bapak tadi mestinya mencontohkan ada yang mau dimakamkan kesulitan itu di mana? Kemudian ... karena saya sendiri orang Yogya, ya, maaf, ya. Tetangga saya, teman juga banyak juga yang mempunyai kepercayaan seperti saudara-saudara. Tapi, rasanya kok saya juga tidak atau belum pernah menemukan ada yang untuk dimakamkan pun kesulitan, itu yang ... kok Bapak punya pengalaman itu? Apakah kemudian itu di semua tempat ataukah hanya 1, 2 yang karena memang pemahaman pejabat tingkat bawah yang ada di pemerintah, pemerintah itu yang kemudian mempunyai pandangan yang, yang harus dipertanyakan. Mungkin itu saja, Pak Ketua. Terima kasih.

15. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Lanjut, Yang Mulia Pak Patrialis.

16. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Terima kasih, Pak. Kepada Pemerintah, ya, Pak Widodo, ya? Tadi dijelaskan secara gamblang bahwa antara lain Pemerintah mengatakan penghayat kepercayaan ini banyak sekali sehingga sulit bagi pemerintah untuk memasukkan ke dalam kolom agama, kan begitu, antara lain, ya.

Dari penelitian Pemerintah, apakah ada penelitian? Kalau ada, silakan.

(24)

Kalau enggak ada, enggak apa-apa. Barangkali mungkin kordinasi dengan Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan.

Apakah sesama aliran kepercayaan ini, mereka apakah juga memberikan pengakuan satu sama lain atau memang mereka berada pada posisi masing-masing bahwa sebetulnya aliran kepercayaan yang mereka anutlah yang benar? Kan banyak tadi tuh, ya. Sehingga Pemerintah menjadi bingung barangkali.

Kemudian, saya juga ingin dapat jawaban dari Pemerintah, tapi atas respon yang disampaikan oleh Pihak Terkait. Apakah betul ada pelayanan yang berbeda? Ya, sama dengan Pak Suhartoyo. Tapi saya justru menanyakan, apa betul? Kalau misalnya sulit dimakamkan, tentu sampai sekarang banyak yang enggak dimakamkan barangkali. Atau bagaimana kok bisa dikatakan tadi oleh Pihak Terkait susah dimakamkan? Menurut Pemerintah itu bagaimana sejauh ini bagaimana keadaanya? Termasuk juga untuk mendapatkan pekerjaan. Dan berdasarkan hasil penelitian, itu berapa banyak sih aliran kepercayaan yang ada di Indonesia ini? Nanti boleh tertulis, Pak, ya Pak, ya. Karena ini memerlukan data.

Kemudian ke Pihak Terkait, tadi dinyatakan kalau saya enggak salah dengar ya, Pak, ya antara lain bahwa aliran kepercayaan ini juga Bapak mengatakan, “Itu adalah juga agama.” Ya, jadi kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai agama. Saya ingin menanyakan kepada Bapak, sebagai agama, saya ingin tahu kitabnya ada enggak?

Rasulnya ada enggak? Kami ingin mengetahui itu. Sehingga kita nanti bisa menganalisis ya dan juga akan menghadirkan barangkali kalau diperlukan ahli-ahli agama tentang masalah kualifikasi agama ini. Ya sebab tadi Pihak Terkait mengatakan justru yang diakui oleh Indonesia ini kok agama-agama yang berasal dari luar, gitu. Kan gitu, statement Bapak pertama, ya. Jadi kami ingin mengetahui tentang masalah kualifikasi agama itu. Saya kira itu, Pak. Terima kasih.

17. KETUA: ANWAR USMAN

Yang Mulia Pak Wahiduddin.

18. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Baik, terima kasih. Saya pertama kepada Pemerintah, ya. Mungkin tidak dalam posisi menyampaikan nanti untuk mewakili Pemerintah, tapi sangat penting juga karena tugas pemerintahan terkait pembinaan kepercayaan ini ada di Kemendikbud, di Direktorat Jenderal Kebudayaan, di sana ada Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Memang kalau terkait hanya administrasi kependudukan ini domain Kemendagri. Tapi kalau hal-hal yang lebih luas, saya kira tadi

(25)

disebutkan, bahkan ketika Pihak Terkait ini dideklarasikan itu difasilitasi oleh Direktorat Pembinaan Kepercayaan ini.

Nah, dan sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan ini karena berbentuk badan hukum perkumpulan dan ini adalah wadah tunggal nasional, Pak, semua organisasi yang 157 itu di bawah apa ... kordinasi Bapak, ya? Tapo pembinaan yang dilakukan itu adalah di pemerintahannya, di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu pada tingkat pusat. Kalau … karena ini tidak instansi vertikal lagi, pembinaan di daerahnya itu apakah di dinas pendidikan kebudayaan provinsi, kabupaten/kota, ada atau tidak? Itu, Pak, ya. Karena itu nanti mungkin yang menunjukkan mungkin Pemerintah sudah ada tugas untuk menanggani hal-hal ini. Di pusat tadi ada direktoratnya ini, setingkat Eselon II. Bahkan di nomenklaturnya itu membina. Nah, kalau membina itu kan memberikan pengakuannya, kemudian registrasi Bapak ceritakan tadi, lalu hendak memberikan fasilitasi, mungkin juga apa bantuan, dan lain sebagainya agar beberapa hak-hak dari organisasi ini dilayani.

Nah, sejauh mana itu perjuangan atau dukungan dari tugas-tugas yang sudah ada diwadahi oleh pemerintahan ini? Memang di sini ada bukti P-10, itu laporan hasil pemantauan yang dilampirkan oleh Pemohon, ya, tentang diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dalam konteks kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi kelompok penghayat kepercayaan, penganut agama leluhur, dan pelaksana ritual adat, lengkap sekali ini karena sampai 135 halaman. Terurai sekali, dimana kejadiannya ... nah, banyak sekali. Tapi dari Bapak, bagaimana?

Apakah ini dirasakan demikian? Kalau terkait dengan (suara tidak terdengar jelas), tentu yang dominan adalah masalah pencatatan kelahiran, akta kelahiran, pelayanan kependudukan. Nah, nanti kalau perkawinan juga disebutkan itu yang paling banyak … apa ... mendapat, ya, mungkin Bapak katakan itu suatu diskriminatif, Pak, ya.

Nah, tadi juga laporan ada kematian, kemarin di mana di Jawa Tengah atau apa begitu, ya. Juga disebutkan ada pelaksanaan ritual ketika, ya, mendirikan atau menempati tempat-tempat ritual, tempat ibadah juga ada masalah, tapi dari Bapak tadi hanya secara umum, ya.

Nah, ini ya saya kira penting mungkin dari Pemerintah satu saat kalau ada pertanyaan langsung, kita bisa bersama dengan Direktorat Pembinaan Kepercayaan itu, Pak, ya.

Saya kira itu, terima kasih, Pak.

19. KETUA: ANWAR USMAN

Ya. Masih, Yang Mulia Pak Palguna.

20. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua.

(26)

Mungkin kepada Pemerintah, ya, saya ... bahwa kejadian-kejadian yang dialami, baik yang disampaikan oleh Pemohon maupun oleh Pihak Terkait berkenaan dengan yang mereka disebut sebagai penganut kepercayaan itu, tentu saja tidak boleh dianggap sebagai sekadar data statistik ya, Pak, ya. Nah, ini adalah persoalan serius karena ini menyangkut persoalan hak konstitusional. Dan oleh karena itu, maka pertanyaan saya adalah kalalu tadi melihat ... ada bahasa yang senada antara Pihak Terkait dengan yang disampaikan oleh Pemohon, khususnya mengenai perlakuan terhadap mereka yang disebut penganut kepercayaan itu. Misalnya dalam ... untuk hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan publik. Nah ... misalnya, ya, akta kelahiran, perkawinan, dan sebagainya.

Nah, yang ingin saya tanyakan tentu saja dari pihak ini ... dari Kementerian Dalam Negeri, khususnya dalam hal ini. Apakah ada semacam apa ... juklak atau gitu ke bawah yang diberikan kepada para pejabat atau instansi vertikal ke bawah itu yang diberikan oleh pihak kementerian? Sehingga sebenarnya pernah ... perlakuan yang seperti itu tidak perlu terjadi karena kemudian ada satu bahasa atau penafsiran yang sama di dalam pengertian ketentuan ini. Andai kata itu ada, mungkin tidak sampai lalu permohonan ini ke Mahkamah Konstitusi.

Barangkali itu nanti bisa di ... secara tertulis itu, Pak, disampaikan kepada Mahkamah.

Kemudian kepada Pihak Terkait. Di samping … apa namanya ...

apa yang tadi disampaikan juga di dalam keterangan Pihak terkait ataupun apa yang sudah disampaikan oleh Pemohon dalam lampiran yang tadi disinggung 135 halaman itu. Sekiranya Pihak Terkait masih mempunyai data yang berkenaan dengan itu, kami terbuka untuk me … apa namanya ... untuk disampaikan kepada Mahkamah ini supaya persoalan ini juga terbuka. Itu 12 juta itu kan bukan angka yang main- main, sekaligus juga … apa ... bukan sekadar persoalan statistik karena ada persoalan hak mendasar di situ yang harus di ... nah, oleh karena itu, barangkali dari … dari data yang barangkali nanti akan dikemukakan, kalau itu memang benar-benar ada, kita semua karena ini persidangan terbuka, bisa menganalisis ada problem yang sistemik di situ, seperti yang ditanyakan oleh Yang Mulia Pak Suhartoyo tadi. Ataukah ini cuma

… apa ... semacam sintum-sintum yang terjadi di daerah-daerah akibat pemahaman yang tidak jelas begitu? Atau itu ada sesuatu problem masalah besar yang memang bersifat sistem, gitu? Nanti akan ketahuan nantinya. Mungkin itu tidak perlu dijawab, hanya bisa diini saja.

Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua.

(27)

21. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Dari Kuasa Presiden, nanti kalau ada yang bisa dijawab secara lisan, silakan. Jadi mungkin ada yang perlu ... melalui keterangan tambahan, begitu juga nanti untuk Pihak Terkait.

Silakan, untuk Kuasa Presiden terlebih dahulu.

22. PEMERINTAH: WIDODO SIGIT PUDJIANTO Terima kasih, Yang Mulia.

Jadi, benar nanti akan ... sebagian besar akan saya sampaikan secara tertulis, namun beberapa hal bisa juga kami sampaikan secara lisan.

Yang pertama bahwa Pemerintah betul ... betul-betul ... pertama, ada pedoman dalam rangka melakukan pembinaan ini dilakukan tepatnya kalau di Kementerian Dalam Negeri ada di dulu Kesbangpol namanya, artinya direktorat jenderal kesatuan bangsa dan politik, sekarang jadi namanya Polpum, politik dan pemerintahan umum. Itu yang pertama.

Yang kedua, kita memang faktanya yang dicantumkan di dalam KTP itu antara lain termasuk agama, agama memang berbeda dengan aliran kepercayaan. Sama saja kalau nanti aliran kepercayaan itu dimasukkan di dalam kolom agama, pasti orang yang beragama enam itu protes, kira-kira begitu. Tadi sudah disinggung oleh Yang Mulia Pak Patrialis Akbar misalkan syarat-syarat sesuatu itu dianggap disebut agama pasti ada kriterianya, misalkan soal ... apa namanya ... kitab, rasulnya, pemimpinnya, dan seterusnya. Makanya memang kita ... dan pemerintah memahami itu.

Oleh karena itu, makanya di dalam Pasal 64 ayat (5) dikasih tahu bahwa di dalam kolom agama tidak perlu ditulis kalau yang bagi penganut kepercayaan. Ini sudah klir kan, itu satu.

Berikutnya yang kedua ini, berikutnya terhadap fasilitasi atau terhadap pelayanan, saya yakin selama ini tidak ada masalah. Setahu saya atau catatan-catatan kami yang masuk di Kementerian Dalam Negeri yang ribut itu bukan antaraliran kepercayaan, tapi justru yang ribut itu antarpenganut agama satu dengan agama lain. Contoh yang paling mudah kemarin di Medan itu tadi, kan gitu toh. Kalau yang ini tidak, kita belum ada kami menerima misalkan diberikan perlakuan diskriminasi. Kalau seandainya ada dan itu mesti case by case, silakan kita sampaikan ke kita, akan beri ... kita beri teguran kepada kepala daerah itu apabila memberi pelayanan yang ... apa itu ... tidak sama terhadap penganut aliran kepercayaan. Misalkan kita dekat-dekat sinilah, misalkan di Badui itu, suku-suku Badui itu kita terima dengan baik. Yang di Lebak itu. Atau siapa pun dia enggak mau mencatumkan agama, enggak apa-apa.

(28)

“Saya enggak mau agama ini, Pak. Ini si A … agama A, B, C.”

Silakan, Anda kepercayaan Anda, tetap dilayani. Jadi, saya sependapat dengan Yang Mulia Pak Suhartoyo tadi memang ini kalau toh ada case by case saja, ini tidak generalisir, tapi saya juga setuju kalau ada masukan itu mestinya memang harusnya disampaikan supaya kita apa benar kalau misalkan meninggal aliran kepercayaan sulit tidak boleh dimakamkan? Terus mau dibawa ke mana? Muter-muter terus? Kan juga enggak. Terus kemudian kalau misalkan ini, Pak, misalkan ini, selesai ini misalkan disampaikan saya dengan senang hati, ini lho Pak jumlahnya ada 100 misalkan aliran kepercayaan ini yang menganut ini di Kaharingan atau di mana itu ... Kalimantan itu dikriminalisasi kepada ...

oleh pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah, boleh itu disampaikan ke kita, akan saya tindak lanjuti setelah selesai ini, kira-kira begitu. Yang pasti ini kita pemerintah tetap akan memberikan pelayanan, tidak membedakan beragama apa atau pun ber ... apa namanya ... beraliran kepercayaan apa.

Barangkali yang dimohon oleh Pemohon itu inginnya di KTP itu di bawahnya tulisan agama:, bawahnya ditulis kepercayaan:. Kan begitu toh? Kaharingan, apa lagi, apa lagi, apa, apa, begitu? Terserah kalau itu, administrasi. Sementara pemerintah memang dalam inginnya ... apa itu ... tertib administrasi selama ini yang dicatat sejak kita mulai merdeka itu adalah yang beragama, kira-kira begitu yang dicatat itu. Tapi bukan berarti kalau yang aliran kepercayaan tidak diakui. Diakui tetap sebagai warga negara kita. Jadi, ini sebetulnya case-nya hanya masalah soal pengadministrasian saja. Kalau saya, pemahaman kami demikian.

Jadi, jelas tidak bisa dibenturkan antara agama sama kepercayaan. Jelas beda. Kalau menurut pemahaman kami itu berbeda, enggak sama. Kalau sama ya, kita cantumkan, tulis di situ agama:

kepercayaan, apa mau? Enggak. Kira-kira begitu.

Nanti yang selebihnya tentu akan kami sampaikan status.

Kemudian penelitian-penelitian nanti kami coba saya laporkan, saya cek lagi di tempat kami di ... apa ... di litbang kami, kami kan juga punya ada, Pak, ini beberapa ini. Saya kira demikian, Yang Mulia. Terima kasih, Assalamualaikum wr. wb.

23. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik, terima kasih. Ya, Pihak Terkait, silakan secara lisan dulu, nanti kalau ada tambahan keterangan ya, silakan.

24. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Terima kasih, Yang Mulia. Ini persoalan tadi mengenai identitas ini, ini sebetulnya dua norma juga soal operasional. Pas di norma sebetulnya dengan dikosongkan tadi di kolom agama itu kosong, itu

(29)

menimbulkan citra seperti yang tadi saya sampaikan, citranya itu ya, ini orang tidak beragama, ini orang atheis, itu kan? Ya, kita sendiri … masyarakat kita sangat anti pada hal-hal yang begitu. Itu yang kemudian berkembang ke masyarakat yang dampaknya adalah persoalan di masyarakat, begitu, yang pertama.

Yang kedua juga masalah sosialisasi juga masalah, gitu kan.

Karena ya tadi, masyarakat tidak paham dengan identitas KTP, “Oh, ini orang tidak beragama, tidak boleh hidup di Indonesia.”

Kan begitu pemahamannya. Nah, itu kasus-kasus banyak yang terjadi itu mungkin ada di ... sudah disampaikan di permohonan, ada kasus di Brebes misalnya, kasus Ibu saya sendiri misalnya di Ciamis dulu meninggal tidak bisa dikubur, rapat desa dulu, rapat desa setelah disolatkan, baru boleh dikubur, gitu. Yang di Bandung, di daerah Buah Batu, itu juga gitu, makam di kampungnya enggak nerima, akhirnya mencari yang terima, ada yang agak jauh. Jadi kasus-kasus itu akibat dampak dari tadi, si orang tidak beragama ini. Ini khusus kuburan orang beragama, yang tidak beragama tidak boleh. Itu contoh-contoh kasusnya.

Kemudian tadi, Yang Mulia Pak Patrialis tadi mengatakan terkait dengan pernyataan kami bahwa agama itu ...ya, penghayat itu sebenarnya agama. Ya karena pada dasarnya istilah agama itu sendiri adalah berasal dari kata bahasa kawi. Jadi asli frasa agama itu untuk sistem keyakinan yang ada di dalam negeri sebetulnya, yang dari bumi nusantara. Datang Hindu disebut Hindu ... agama Hindu, datang Kristen disebut agama Kristen, datang Budha disebut agama Budha.

Nah, si pemilik agama ini sendiri tidak boleh mengaku agama, gitu. Padahal kan ada hugem homaliem, ada hugem kaharingan, macam-macam di sistem keyakinan di desa ... di daerah-daerah yang mencantumkan istilah agama karena memang aslinya agama itu di sini, gitu. Nah, kemudian karena sudah di ... istilahnya di okupasi, di ... diakui sebagai milik agama yang dari luar, kemudian kriterianya jadi diubah.

Harus ada kitab suci, harus ada Rasul, harus ada … ya macam-macam yang itu. Itu kan ini ... padahal kami juga sering berdiskusi dengan Kementerian Agama. Kementerian Agama sendiri juga sampai saat ini belum ada kriteria yang disebut agama apa, yang bukan agama apa, tidak ada sampai sekarang. Nah itu, itu persoalannya.

Dan pengalaman kami masalah identitas itu berpengaruh. Dulu jaman Orde Baru, begitu dicantumkan agama/kepercayaan, agamanya dicoret, itu relatif lebih ... lebih tidak ada gejolak, gitu.

Nah, oleh karenanya kami di sini juga memohon, ya, kiranya ya sudahlah agama apa di setrip miring kepercayaan, gitu, jangan kosong, itu aja intinya. Karena dengan dikosongkan itu tadi, menimbulkan stigma yang ... yang negatif, gitu. Itu barangkali.

Kemudian kenyataan di pelayanan, misalnya. Untuk jadi PNS kita enggak bisa. Di dalam ... sekarang kan sistemnya pakai elektronik

(30)

lamaran itu. Begitu di lamaran pertama kolomnya saja tidak ada. Banyak warga kami yang akhirnya mencantumkan agama, gitu. Nah, begitu diklarifikasi setelah di test segera ada klarifikasi. Begitu dibandingkan dengan antara isian elektronik dengan KTP aslinya ternyata berbeda, akhirya kan digugurkan, gitu. Diantara lain yang ... yang terjadi. Jadi itu ... itu persoalan yang dialami.

Kemudian ... ya, ya, itu yang dialami dan itu juga mungkin salah satu dari Pemohon, korban, juga habis apa ... ada ... ada catatan mengenai melamar pegawai swasta juga, gitu. Jadi ada kendala-kendala yang disebut ... diakibatkan oleh norma ini, di samping ... apa ...

masalah sosialisasi atau personalnya. Dan kita juga ya ingin tahu ke depan seperit apa? Kalau ... banyak akhirnya jadi warga penghayat itu yang tidak berani sampai sekarang itu mencantumkan kosong, gitu ya, identitas penghayat. Karena tadi ditulisnya kosong. Yang sampai saat ini berani ngaku sebagai penghayat dengan identitas KTP kosong, enggak sampai 10%, Pak, enggak sampai.

Jadi itu yang ... yang kami alami. Terima kasih.

25. KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik.

26. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Pak Widodo, nanti saya juga minta sekalian. Kan Pemerintah ini kan satu, bisa koordinasi dengan Kementerian Agama, kualifikasi agama itu. Seperti yang disampaikan oleh Pihak Terkait, ya. Apasih? Ini kok bisa dinyatakan agama? Kualifikasinya menurut negara itu apa? Ini sangat penting. Karena di satu sisi ini agama, di sisi lain kan kepercayaan. Kan begitu, Pak. Dua-duanya adalah warga negara Indonesia, tapi hakikat prinsip dasar itu tentu tidak bisa disatukan. Jadi kita minta penjelasan dari Pemerintah, ya.

27. KETUA: ANWAR USMAN

Ada tambahan dari Yang Mulia Ibu Maria?

28. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Ya, saya rasa untuk Pemerintah juga. Bahwa kalau itu hanya suatu implementasi dan kemudian harus mengatakan dikosongkan dan sebagainya, tidak akan mungkin ada permohonan seperti ini. Karena dalam kenyataannya memang aliran kepercayaan itu ada dan itu ada sebelum agama-agama (suara tidak terdengar jelas) kawi itu datang.

Sehingga kita harus juga melihat bahwa kenyataan itu ada, mereka ada,

(31)

walaupun kemudian mereka tidak berani tampil. Karena kalau kita mengatakan saya tidak beragama, tapi saya menganut aliran kepercayaan. Itu ada konsistensi-konsistensi yang kemudian orang mengatakan, “Nah, kamu enggak beragama.” Tapi dalam kenyataan itu ada.

Saya berasal dari Solo, dimana banyak teman-teman saya, saudara saya yang memang mempunyai adat kepercayaan yang seperti itu. Sehingga kalau kemudian hanya dalam kolom itu dikatakan, “Agama apa?” Kemudian harus dicoret. Memang mereka tidak mau dan jadi ini bukan implementasi dari norma ini, tapi ada sesuatu hal yang kita tidak mau menerima hal-hal atau terima saudara-saudara kita yang memang tidak mempunyai agama tertentu yang kemudian diakui oleh negara, sedangkan sebetulnya agama tidak boleh mengakui atau tidak mengakui suatu agama. Tapi, kita harus mengatakan bahwa kenyataan itu ada dan para penghayat itu ada, sehingga kita juga harus menerima mereka.

Tapi, bagaimana kita kemudian menerima mereka sebagai orang yang kemudian mempunyai hak asasi juga untuk diterima dalam negara ini.

Jadi, jangan kemudian langsung mengatakan, “Oh, kalau tidak 6 agama itu, kemudian harus dicoret, terus dia masuk yang di mana?” Karena ini dalam kenyataannya memang terjadi. Ada perkawinan-perkawinan yang tidak didaftarkan sampai anak-anaknya tidak mempunyai akta kelahiran, itu terjadi juga. Kalau itu hanya implementasi norma, mungkin tidak akan terjadi permohonan ini. Saya rasa, ini kita perlu tidak hanya ke Departemen Agama, tapi juga ke Kementerian Pendidikan, dimana kemudian hal-hal ini menjadi ranahnya kementerian-kementerian yang lain. Saya rasa itu.

29. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Terima kasih. Jadi, itu untuk tambahan nanti dalam keterangan. Pihak Terkait, tadi saya minta penegasan, tadi agama itu dari bahasa Kawi tadi, ya? Itu artinya apa?

30. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Agama itu artinya dari hagama sebetulnya, ha itu hana, kangana, kanghana itu Tuhan. Gama itu patokan. Sebetulnya itu patokan Tuhan begitulah pengertiannya. Nah, kan yang berkembang sekarang agama itu jadi a=tidak, gama=kacau. Kalau begitu, waktu zaman Majapahit, Nagarakertagama berarti negara sejahtera kacau. Nah, itu, jadi sebetulnya gama itu patokan, tatanan.

Jadi, dulu, ya leluhur kita, ya itu agama yang menyangkut- menyangkut soal ketuhanan, ya agama.

(32)

31. KETUA: ANWAR USMAN

Kalau zaman Majapahit dulu, kan agamanya Hindu, kan?

32. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Ya, sebetulnya itu campuran, makanya itu Bhinneka Tunggal Ika muncul itu karena ada agama leluhur sebetulnya, ada Hindu, ada Buddha.

33. KETUA: ANWAR USMAN

Sejak kapan beralihnya pengertian a=tidak, gama=kacau, jadi tidak kacau dari yang bahasa Kawi tadi?

34. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Ya, yang kami dapatkan kan dari sejak SD, saya menerima istilah itu didapat dari pelajaran sekolah (…)

35. KETUA: ANWAR USMAN Ya, sama, ya?

36. PIHAK TERKAIT: ENGKUS RUSWANA

Jadi, begitu … Yang Mulia, saya baca di Kawi ada Kamus Bahasa Kawi, oh, ternyata agama itu, itu, agama itu tadi tatanan atau patokan.

Makanya, ada istilah lain, kan ada drigama, dulu kan agama dan drigama. Nah, kemudian di kitab kuno (suara tidak terdengar jelas) yang ditemukan ada kata-kata adhigama, ada tuhagama, ada gurugama, begitu. Jadi, itu. Terima kasih (…)

37. KETUA: ANWAR USMAN

Baik, jadi ini hanya … apa namanya … ya yang kita tahu juga, ya waktu sekolah SD juga, itu. Ya, jadi agama itu dari bahasa Sanskerta, kalau yang dulu kita tahu. Tapi, sudahlah, itu hanya pengertian.

Baik. Pemohon apa akan mengajukan ahli atau saksi?

38. KUASA HUKUM PEMOHON: JUDIANTO SIMANJUNTAK

Majelis Hakim, dalam perkara ini, kami akan mengajukan saksi dan juga ahli.

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan Akta Kelahiran di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, (Lembaran Negara

Dengan Diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dimana

Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 26/PUU-XI/2013 menyatakan, bahwa Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang

Melaksanakan amanah Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa

Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan membawa

bahwa dengan ditetapkanya Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang