• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 dan Pasal UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 dan Pasal UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini secara informal telah dilakukan oleh orang tua, keluarga, dan lingkungan, sejak anak lahir bahkan ketika masih dalam kandungan.

Seiring dengan bertambahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan usia dini, maka bermunculan upaya-upaya penyelenggaraan pendidikan prasekolah di jalur formal, yakni Taman Kanak-kanak (TK) dan raudatul athfal (RA), serta jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lainnya yang sederajat.

Anak usia 4-6 tahun berada pada rentang usia dini dan secara terminologi dikelompokkan sebagai anak usia prasekolah. Pada usia ini, anak sedianya dapat mengikuti kegiatan pendidikan prasekolah yang diselenggarakan melalui ketiga jalur tersebut, mengingat saat ini pendidikan prasekolah secara resmi telah ditetapkan negara sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam keseluruhan sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam pasal tersendiri tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

1

.

Pendidikan anak usia prasekolah, khususnya Taman Kanak-kanak, telah lama diselenggarakan di Indonesia, yaitu pada masa pemerintahan kolonial Belanda, bahkan penggunaan istilah Taman Kanak-kanak pun sudah diberlakukan sejak awal kemerdekaan Indonesia. Dalam masa itu hingga sekarang penyelenggaraan TK di tanah air disertai dengan kurikulum sesuai dengan kebutuhan yang terus berkembang. Pendidikan prasekolah zaman kolonial sempat didominasi pola pendekatan Froebel dan sedikit diwarnai pola Montessori, kemudian pasca kemerdekaan dirombak dengan Kurikulum Gaya Baru Tahun 1964, diikuti sejumlah revisi kurikulum, misalnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004, diperbaharui dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006 yang sosialisasinya diharapkan selesai tahun ajaran 2009 – 2010 nanti.

Perkembangan pola pendekatan dan kurikulum TK yang bersifat dinamis tersebut berpengaruh langsung terhadap pelaksanaannya. Saat ini aktivitas

1 UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 1 dan Pasal 28.

(2)

pendidikan TK di Indonesia mencakup 2 aspek pengembangan, yaitu: 1) pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan, dan 2) pengembangan kemampuan dasar. Aspek pertama, meliputi pengembangan moral–spiritual, sosial, emosional, dan kemandirian. Aspek kedua, meliputi kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni.

Aspek-aspek yang perlu dikembangkan tersebut setidaknya diupayakan melalui 7 metode pendidikan yang sesuai dengan karakteristik anak usia TK, yaitu: bermain, karyawisata, bercakap-cakap, bercerita, demonstrasi, proyek, dan pemberian tugas

2

. Pemilihan metode tergantung pada pertimbangan karakteristik tujuan kegiatan, keterampilan yang akan dikembangkan dalam kegiatan, tema yang dipilih, pola kegiatan, dilakukan di dalam atau di luar ruang, karakteristik anak peserta didik, gaya penyampaian yang dimiliki pendidik, atau cara khas yang diyakini dan menjadi unggulan pihak lembaga terkait.

Pemerolehan bahasa pada momen emas anak memang merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan paling menakjubkan. Itulah sebabnya momen ini disebut juga masa peka bahasa. Pada momen ini kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan sistem lainnya karena melibatkan kemampuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi, dan lingkungan sekitar anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara dengan baik tanpa dukungan dari lingkungannya. Anak perlu distimulus dengan pembicaraan yang sering terkait dengan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian mereka dapat banyak belajar mengekspresikan dirinya, membagi pengalamannya dengan orang lain, dan mengemukakan keinginannya.

Metode bercerita merupakan cara yang efektif dalam upaya pengembangan kemampuan dasar berbahasa. Metode ini paling banyak melibatkan anak dalam melatih kemampuan reseptif dan ekspresif mereka. Pada metode ini kesempatan terjadinya proses silang – tutur sangat besar.

Selain itu metode bercerita mewadahi daya imajinasi dan fantasi anak yang tinggi. Menurut Piaget anak usia prasekolah berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi

2 Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Depdikbud & Rineka Cipta, 2004), hal. 24.

(3)

mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau "symbolic function", yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol (kata-kata, gesture, bahasa gerak, dan benda). Dapat juga dikatakan sebagai "semiotic function", kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda/ isyarat, benda, gesture, atau peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata, atau peristiwa

3

. Melalui kemampuan di atas, saat duduk di atas kursi, anak dapat dengan mudah berfantasi bahwa kursi tersebut adalah mobil, kereta, atau kuda sungguhan. Kemampuan anak berimajinasi dengan menggunakan peristiwa tampak dalam permainan mereka bermain peran atau pura-pura seperti sekolah- sekolahan, perang-perangan, dan dagang-dagangan. Karena itu pada usia 4 – 8 tahun anak berada pada masa dongeng dan menyukai dongeng fantastis, selanjutnya hingga usia 12 tahun mengalami masa Robinson Crusoe (realisme naif) yang menyukai fantasi ilusionistis yang terikat pada tanggapan kenangan.

Meuman maupun Oswald Kroh menyatakan bahwa sampai dengan usia 7 tahun, anak berada pada masa sintesis fantasi. Dalam masa ini pengamatan anak masih global, bagian-bagiannya belum tampak jelas. Bagian-bagian yang kabur itu ditambahi (synthese = pergabungan) dengan fantasinya. Karena pengamatan masih dipengaruhi fantasi, maka kenyataan dicampurbaurkan dengan fantasi

4

.

Sejak usia 5 – 6 tahun perhatian anak mulai ditujukan ke dunia luar, ke alam kenyataan tetapi bukan berarti fantasinya menjadi lenyap. Fantasi anak masih terus hidup dan mencari lapangan penyaluran lain seperti membaca atau mendengarkan cerita. Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada anak semenjak ia mampu mengerti peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang terjadi pada akhir tahun ketiga usianya. Diungkapkan Zipes dalam Yuniarto (2001) bahwa dongeng merupakan peristiwa sosial-kultural yang penting dalam kehidupan anak.

Mendongeng atau bercerita sangat mudah menarik perhatian anak dan dapat menyalurkan imajinasi dan fantasi anak yang sangat luas. Metode ini pun berguna membantu anak belajar membedakan kehidupan nyata dan dunia khayalan dengan cara menyenangkan. Bila fantasi anak tidak mendapat kesempatan untuk berkembang, keadaan itu dapat menimbulkan hambatan dalam kemajuan

3 Syamsu Yusuf LN., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Rosdakarya, 2001), hal. 165.

4 Zulkifli L., Psikologi Perkembangan, (Rosdakarya, 2002), hal. 54-56

(4)

perkembangan anak dan bahkan berpengaruh terhadap perkembangan emosi di masa dewasanya kelak (Zulkifli, 2002).

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa metode bercerita merupakan medium pembelajaran yang sangat penting bagi anak yang berada pada masa fantasi ini, karena di dalam materi ini terkandung muatan fantasi yang dapat memudahkan anak untuk menerima materi didik. Selain itu metode ini memiliki ciri keunggulan fleksibilitas yang sangat memungkinkan dilakukan hanya mengandalkan teknik oral dengan atau tanpa bantuan apapun. Kekuatan teknik oral ini berakar dari hakikat setiap manusia yang memiliki kebutuhan dasar untuk mendengarkan dan menuturkan cerita

5

. Manusia menggunakan tutur cerita untuk membantu mereka menyesuaikan diri dengan realitas hidup. Sampai sekarang pola asuh pada anak sering berada pada tataran budaya tutur (pola lisan dan pola tiru tindakan) sehingga alam pikir anak pun berada di tataran ini dengan ditunjukkan oleh pola gambar, pola persepsi atau pola pemahaman mereka terhadap kenyataan. Kenapa tutur cerita sangat penting dalam proses tumbuh- kembang anak dijelaskan Stern (1985) bahwa layaknya orang dewasa, anak-anak pun secara narasi butuh untuk menjabarkan kehidupan yang sedang berlangsung, kejadian yang akan datang, dan peristiwa yang telah lalu. Kebiasaan ini membantu mereka memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Metode bercerita melibatkan anak dalam kegiatan menyimak dan menuturkan cerita sehingga termotivasi untuk membuat cerita sendiri. Dengan demikian tutur cerita membantu anak untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menambah kosa kata, dan gaya ungkap mereka.

Proses bercerita dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti metode satu arah, simulasi, demonstrasi, diskusi, atau cerita partisipatif, yang dibantu dengan media pendukung yang beragam pula, salahsatunya adalah alat peraga manual yang dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar, yakni: boneka, gambar, dan benda pakai. Kelompok boneka dapat berupa boneka, wayang boneka, dan boneka simbolik. Boneka terdiri dari boneka jadi/utuh dan kostum boneka.

Wayang boneka dapat berupa boneka jari, boneka tangan, wayang kertas, wayang golek, wayang kulit, dll. sementara boneka simbolik merupakan benda pakai yang

5 Stan Koki, Storytelling: The Heart and Soul of Education, PREL, Hawaii, 1998, hal.1

(5)

difungsikan sebagai karakter tokoh. Kelompok gambar dapat berupa flashcard, buku bergambar, poster, puzzle, maze, dll. yang berpengaruh langsung terhadap keberhasilan proses pembelajaran anak. Kehadiran alat peraga pendukung metode bercerita yang relevan dapat membantu menciptakan proses pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu pendekatan terhadap pemerolehan bahasa difokuskan pada salah satu aspek proses pemerolehan yakni aktivitas bercerita yang didukung oleh alat peraga manual.

Kenyataan penyelenggaraan PAUD di jalur TK, meskipun telah menggunakan pendekatan tematik, seringkali materi kegiatan satu ke materi selanjutnya masih terkesan terpilah dan menjadi kegiatan sendiri-sendiri yang membuat anak harus selalu mengadaptasi dari awal karena tidak melihat adanya keterkaitan aktivitas satu dengan aktivitas berikutnya. Namun sejalan sosialisasi kurikulum KTSP yang lebih terbuka terhadap mekanisme pembelajaran TK, banyak TK mulai memanfaatkan kekuatan metode bercerita untuk menghubungkan materi kegiatan ke materi selanjutnya sehingga saling terkait dalam satu alur cerita. Dengan demikian anak menjadi lebih mudah menyerap dan merespon berbagai aktivitas pengembangan potensi dan kemampuan tersebut secara simultan.

Dari kuesioner terhadap 80 responden praktisi pendidik anak usia TK, diperoleh data awal alat peraga dalam proses tutur cerita yang paling tinggi berada pada kelompok boneka dan gambar. Dengan demikian alat peraga kelompok boneka dan gambar menjadi fokus penelitian dalam lingkup pengembangan kemampuan dasar berbahasa anak baik secara reseptif maupun ekspresif. Telaah dilakukan terhadap pemerolehan bahasa anak melalui metode bercerita di TK Lab.

School, TK Bumi Limas, dan TK Kuntum Cemerlang.

I.2 Batasan Masalah

Dari sekian properti pendukung metode bercerita dalam mengembangkan

kemampuan dasar berbahasa anak yang digunakan di Taman kanak-kanak, kajian

dilakukan terhadap alat manual yang non elektronik. Alat pendukung manual

merupakan media pembelajaran yang secara fisik bermakna sebagai medium

untuk mengkomunikasikan pesan pembelajaran (Gagne), berupa mode stimulus –

(6)

interaksi manusia, realita, gambar, simbol, dan suara (Rowntree); serta piranti keras (hardware) yang digunakan dalam komunikasi pembelajaran (Heidt), Munir dan T. Fathoni menyebutkan media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang bisa dikategorikan sebagai salah satu dari komponen belajar, yakni: piranti lunak (software), perangkat keras (hardware), pelaku (brainware), atau lingkungan (environtware) yang merangsang anak sebagai peserta didik untuk belajar

6

. Dalam penelitian ini alat manual yang dimaksud meliputi perangkat fisik yang digunakan lembaga terkait untuk membantu mengkomunikasikan pesan pembelajaran dalam lingkup kemampuan dasar bahasa anak.

Subjek yang dipilih adalah TK Lab. School, TK Bumi Limas, dan TK Kuntum Cemerlang dengan dua pertimbangan. Pertama, TK Lab. School dipilih sebagai representasi lembaga pendidikan formal TK yang menggunakan kurikulum yang dicanangkan Pemerintah, sebagaimana kebanyakan TK yang ada karena sudah berbentuk lembaga pendidikan formal TK sejak awal didirikan pada 1960 sampai saat ini. Selain usianya sudah cukup lama, TK Lab. School menjadi sekolah percontohan yang mengkoordinir sosialisasi informasi pendidikan TK di sekitarnya terutama di seluruh TK Kecamatan Sukasari Kotamadya Bandung.

Kedua, TK Bumi Limas dan TK Kuntum Cemerlang merupakan representasi sekolah yang berawal dari jalur pendidikan non formal yakni Klab Bermain, yang mengembangkan program pembelajaran tersendiri. TK Bumi Limas mengaplikasikan Pendidikan Integral Anak yang dikembangkan Primadi Tabrani, sementara TK Kuntum Cemerlang menerapkan pendidikan Kuntum Mekar yang dikembangkan M. Agus Moeliono. Keduanya merupakan salah satu TK yang sudah cukup berpengalaman bagi TK yang berawal dari bentuk Klab Bermain.

Lokasi studi :

- TK Lab. School terletak di Jalan Senjaya Guru Kampus UPI

Jalan Dr. Setiabudi No.229 Kecamatan Sukasari Kotamadya Bandung,

- TK Bumi Limas berlokasi di Jalan Terusan Sangkuriang No.72 Bandung, dan - TK Kuntum Cemerlang berlokasi di Jl. Cipaku Indah XI No.2 Bandung.

6 Munir dan Toto Fathoni, Media Pembelajaran, Makalah Seminar Pembekalan Kemampuan Pedagogik Dosen Muda , (JICA-MIPA-UPI, 27 Januari 2006), hal.3

(7)

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh penjelasan mengenai alat manual yang digunakan pada aktivitas bercerita dalam mengembangkan kemampuan dasar bahasa di TK. Dari sekian alat pendukung yang ada, benda manual apa yang paling banyak diminati para pelaku didik dalam membantu mengembangkan kemampuan dasar bahasa anak, serta untuk mengetahui kenapa alat manual tersebut diminati.

I.4 Manfaat Penelitian

− Mengkaji perkembangan alat manual pendukung metode bercerita saat ini sehingga dapat diprediksikan pertumbuhannya ke depan.

− Memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing alat manual pendukung metode bercerita sehingga dapat memanfaatkannya dalam situasi yang relevan.

− Mengetahui benda pendukung yang efektif sehingga proses penyampaian materi terhadap anak melalui metode bercerita dapat lebih berhasil.

I.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan tipologis dengan melakukan pengklasifikasian terhadap berbagai jenis metode pembelajaran di TK dan alat manual pendukung metode bercerita dalam pemerolehan bahasa anak usia prasekolah di jalur pendidikan formal, yakni TK. Dari klasifikasi tersebut kemudian dibandingkan satu sama lain dalam kenyataan paling banyak diminati.

Memberikan alasan kenapa anak berminat terhadap metode dan alat

manual terkait melalui analisis persepsi visual dengan cara mengkaji literatur,

wawancara terhadap narasumber yang memiliki kepakaran di bidang psikologi

anak dan persepsi visual, dan teknik untuk melakukan penelitian ini berupa

observasi, wawancara, studi literatur, studi dokumentasi, dan eksperimentasi kecil

pemerolehan bahasa anak melalui sejumlah indikator pencapaian yang

dirumuskan merujuk kompetensi dasar pada KBK atau Kurikulum Berbasis

Kompetensi tahun 2004.

(8)

I.6 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun secara sistematis yang terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan, memaparkan latar belakang permasalahan, masalah penelitian yang dihadapi, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan.

Bab II Penjelasan mengenai metode pendidikan anak di Taman Kanak-kanak dalam melatih kemampuan bahasa, menjelaskan alat manual pendukung metode bercerita yang digunakan dan menjelaskan landasan teoritis kenapa alat tersebut diperlukan bagi pemerolehan bahasa anak.

Bab III memaparkan data-data mengenai penggunaan alat manual pendukung metode bercerita pada TK Lab. School, TK Bumi Limas, dan TK Kuntum Cemerlang, serta analisis desain alat manual yang efektif bagi metode ini.

Bab IV Simpulan

(9)

I.7 Kerangka Pemikiran

Sosial, Emosi, Kemandirian

Anak Usia Prasekolah ( 4 – 6 tahun )

Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD )

Nonformal

Moral – Spiritual

Informal

Pengembangan Kemampuan Dasar Pembentukan Perilaku

(Pembiasaan)

Fisik/Motorik Formal

( TK & RA )

Seni

Kognitif

Kemampuan Bahasa

B3 (Bahasa Inggris) B1

(Bahasa Daerah)

B2 (Bahasa Indonesia)

Bercakap-cakap Demonstrasi Proyek Tugas Bercerita

Alat Pendukung Manual Karyawisata

Bermain

Skema I.1

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan teknologi anaerobik dengan menggunakan reaktor rektor fixed bed (reaktor unggun tetap), selain dapat membantu menyelesaikan permasalahan pencemaran lingkungan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prinsip dan prosedur pemberian kredit

Bahwa motivasi berwirausaha yang dimiliki oleh anak muda Yogyakarta sangat berpengaruh kuat pada minat usaha yaitu para anak muda yang mempunyai usaha yang sesuai

Guru IPS SMP Muhammadiyah Purwojati dalam mebuat perencanaan pembelajaran hal pertama yang dilakukan adalah menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dengan

Mulai dari cara pandang yang baru terhadap sumber daya manusia yang ada sampai kepada peningkatan kualifikasi dan spesifikasi sumber daya manusia yang diperlukan serta

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maximum aturan, kemudian menggunakanya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan

Dalam Penelitian ini, penulis meerumuskan suatu masalah yaitu bagaimana upaya serta peran Pemda dalam menanggulangi masalah Pengemis, begitu banyak juga hambatan-hambatan

terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di. Bursa