• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONTRASTIF PROSES MORFEMIS VERBA BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA INDONESIAGO TO NIHONGO NO DOUSHI KEITAISO KATEI TAIHI NO BUNSEKI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KONTRASTIF PROSES MORFEMIS VERBA BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA INDONESIAGO TO NIHONGO NO DOUSHI KEITAISO KATEI TAIHI NO BUNSEKI SKRIPSI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONTRASTIF PROSES MORFEMIS VERBA BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA

INDONESIAGO TO NIHONGO NO DOUSHI KEITAISO KATEI TAIHI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu

Sastra Jepang

OLEH:

MUHAMMAD IRVANDY LUBIS 140708113

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Analisis

Kontrastif Proses Morfemis Verba Bahasa Jepang Dan Indonesia ” ini. Penulisan tugas akhir skripsi ini dimaksudkan untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini belum sempurna dan penulis

mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Adriana Hasibuan,SS, M.Hum sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan saran kepada penulis.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Sastra Jepang yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

5. Papa saya Alm. Drs. Ardi Lubis dan mama saya Rosmalina Dalimunthe serta abang- abang saya untuk kasih sayang, Doa serta motivasinya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

6. Staff Administrasi Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam penyelesaian administrasi yang penulis butuhkan selama ini.

7. Sahabat seperjuangan penulis Putra Hasibuan, Randu Fascal, Marlin Stevany, senior penulis Pandilo Gultom, Ahmad Ridho Damanik dan Khairun Arrasyid, serta adik penulis Dinda Syafitrah, Rizkia Putri Rambe, Sahri Baiti dan seluruh Keluarga Aotake 2014 yang turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, begitu juga dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dan semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi penulis sendiri serta para pembaca.

Medan, 22 Januari 2019

Muhammad Irvandy Lubis NIM 140708113

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(7)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 4

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 5

1.4.1 Tinjauan Pustaka ... 5

1.4.2 Kerangka Teori ... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.5.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Metode Penelitian ... 11

BAB II Tinjauan Umum Tentang Morfem Dan Proses Morfemis 2.1 Morfem dan Proses Morfemis ... 13

2.1.1 Morfem ... 13

2.1.2 Proses Morfemis Bahasa Jepang ... 16

2.1.2.1 Afiksasi ... 17

2.1.2.1.1 Prefiks ... 17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(8)

iv

2.1.2.1.2 Sufiks ... 17

2.1.2.1.3 Infiks ... 18

2.1.3 Proses Morfemis Bahasa Indonesia ... 18

2.1.3.1 Afiksasi ... 18

2.1.3.1.1 Prefiks ... 19

2.1.3.1.2 Infiks ... 19

2.1.3.1.3 Sufiks ... 19

2.1.3.1.4 Konfiks ... 19

BAB III Analisis Kontrastif Proses Morfemis Verba bahasa Jepang Dan Bahasa Indonesia 3.1 Proses Morfemis Melalui Konjugasi Verba Bahasa Jepang ... 20

3.1.1 Mizenkei ... 20

3.1.1.1 Mizenkei Bentuk Uchikeshi ... 20

3.1.1.2 Mizenkei Bentuk Suiryou ... 22

3.1.1.3 Mizenkei Bentuk Ukemi ... 23

3.1.1.4 Mizenkei Bentuk Shieki ... 25

3.1.2. Renyoukei ... 27

3.1.2.1 Renyoukei Bentuk Teinei ... 27

3.1.2 .2 Renyoukei Bentuk Sambung ... 28

3.1.2.3 Renyoukei Bentuk Kakou ... 30

3.1.3 Shuushikei ... 31

3.1.4 Rentaikei ... 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(9)

v

3.1.5 Katekei ... 34

3.1.6 Meirekei ... 36

3.2. Proses Morfemis Infiks ... 37

3.2.1 Infiks /-e-/ ... 37

3.2.2 Infiks /-oe-/ ... 38

3.3 Proses Morfemis Verba Bahasa Indonesia Melalui Afiksasi ... 39

3.3.1 Melalui Prefiks ... 39

3.3.1.1 Prefiks ber- ... 39

3.3.1.2 Prefiks per- ... 40

3.3.1.3 Prefiks me-- ... 41

3.3.1.4 Prefiks di- ... 42

3.3.1.5 Prefiks ter- ... 43

3.3.1.6 Prefiks ke- ... 44

3.3.2 Melalui Sufiks ... 45

3.3.2.1 Sufiks kan ... 45

3.3.2.2 Sufiks i ... 47

3.3.3 Melalui Konfiks ... 48

3.3.3.1 Konfiks per-kan ... 48

3.3.3.2 Konfiks per-i ... 49

3.3.3.3 Konfiks ber-an ... 50

3.4 Perbandingan Proses Morfemis Afiksasi Verba Bahasa Jepang Dan Bahasa Indonesia Melalui Afiksasi ... 51

3.4.1 Perbedaan ... 51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(10)

vi

3.4.2 Persamaan ... 52

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 53 5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, dalam menyampaikan maksud ataupun pikiran, seseorang menggunakan bahasa sebagai media penyampaiannya terhadap lawan bicara. Bahasa memiliki keterikatan terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa atau linguistik, terdapat dua cabang makrolinguistik dan mikrolinguistik. Yang termasuk kedalam mikrolinguistik. Pada Mikrolinguistik terdapat beberapa pembidangan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Salah satu dalam mikrolinguistik adalah morfologi.

Morfologi adalah cabang dari mikro linguistik yang cakupan pembahasannya tentang kata dan kelompok kata. Morfologi merupakan kajian kata dan seluk beluknya. Kata adalah bentuk linguistik yang memiliki makna.

Kata merupakan unsur pembentukan kalimat.kata memiliki kelas kata, salah satunya adalah kata kerja atau verba. Verba merupakan bentuk yang produktif.

Verba adalah kata yang menunjukkan aktivitas dan bentuknya berubah-ubah.

Dalam verba bahasa Jepang pembentukan kata nyadapat di lihat pada contoh sebagai berikut: kata 読む yomu„membaca‟. Bentuk tersebut terdiri dari dua morfem yaitu yom+u. Dalam bahasa Indonesia, kata „membaca‟ terdiri dari mem+baca, dan ini juga terdiri dari dua morfem.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(12)

2

Morfem (keitaiso) merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi (Sutedi 2004:43).

Kajian perubahan bentuk kata verba atau konjugasi verba bahasa Jepang termasuk ke dalam kajian morfologi. Seperti contoh kateikei dalam verba bentuk BA :

(1) Oyog-u : berenang (Sutedi 2004:59) Oyog-eba :kalau berenang

/Oyog-/ merupakan kata dasar

/-eba/ merupakan bentuk pengandaian „kalau‟

Oyogu merupakan verba bentuk biasa atau bentuk kamus yaitu „berenang‟, dikonjugasikan ke dalam bentuk pengandaian atau kateikei menjadi oyogeba, kata tersebut terdiri dari dua morfem, yang masing-masing terikat. Kata Oyogeba sendiri sudah menjadi kata yang memiliki makna pengandaian verba yang dapat dikaji secara morfologi.

Dalam bahasa Indonesia perubahan bentuk verba mengalami proses afiksasi, misalnya, membeli dapat dianalisis sebagai berikut

Contoh : /me-/ + /-beli/ membeli (Chaer : 2008 : 13)

Terdiri dari dua morfem, satu morfem terikat /me-/ dan mofem bebas /-beli/ dan /mem/ merupakan alomorf dari morfem /me/.

Untuk mengkaji perbedaan verba dari kedua bahasa tersebut digunakanlah analisis kontrastif, yaitu merupakan sebuah studi sistematis dari dua bahasa untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan struktural, biasanya digunakan untuk tujuan penerjemahan atau pengajaran. Linguistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(13)

3

kontrastif menunjukkan bagaimana dua bahasa itu berbeda, guna mendapatkan penyelesaian untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Caranya adalah membandingkan dua bahasa tersebut dengan tujuan untuk membantu pembelajar bahasa asing (B2) dengan cara mengidentifikasi kemungkinan kesulitan-kesulitan yang akan ditemui dalam pembelajaran bahasa asing tersebut.

Hal inilah yang menjadi masalah bagi pembelajar bahasa Jepang di Indonesia khususnya mahasiswa USU. Penulis ingin membahas dalam studi kontrastif dengan membandingkan proses morfemis

verba bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Atas dasar inilah penulis ingin membahas tentang perbedaan morfologi verba antara bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, dengan judul “ANALISIS KONTRASTIF PROSES MORFEMIS VERBA BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA

1.2 Rumusan Masalah

Dalam tata bahasa Jepang, bentuk kala dapat diketahui dari perubahan bentuk verbanya saja, misalnya bentuk lampau ditandai dengan TA, contoh:Tabe- mashi-ta, terdiri dari 3 morfem dalam bahasa Jepang, tetapi apabila tabemashita diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi sudah makan. Bentuk lampau dalam bahasa Indonesia tidak memiliki perubahan bentuk verba, jadi hanya di tambah kan keterangan waktu „sudah’ sebelum verbanya, sehingga tidak dapat dianalisis secara morfologi karena sudah menjadi frasa. Begitu juga kebalikannya dari bahasa Indonesia kebahasa Jepang tidak hanya dari bentuk lampau saja, bahkan dari bentuk keterangan lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(14)

4

Untuk memahami perbedaan morfologi verba dari kedua bahasa tersebut, maka dari itu penulis ingin lebih mengetahui dan menganalisis permasalahan yang dimaksud dengan merumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses morfemis verba bahasa Jepang?

2. Bagaimana proses morfemis verba bahasa Indonesia?

3. Bagaimana perbedaan proses morfemis verba bahasa Jepang dan bahasa Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Penelitian ini membahas analisis kontrastif proses morfemis verba bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Dalam analisis nya penulis akan meniliti tentang perbandingan proses morfemis verba dari kedua bahasa tersebut, yang berfokus pada bagian afiksasi. Karenakan afiksasi dalam kedua bahasa tersebut memiliki perubahan bentuk verba yang berbeda.

Penulis akan memberikan contoh perbedaan proses morfemis afiksasi dari verba bahasa Jepang menggunakan contoh kata yang umum yaitu yomimasu, tabemasu, kimasu dan shimasu. dan bahasa Indonesia menggunakan contoh kata membaca, makan dan contoh kata umum lainnya yang sering digunakan dari kedua bahasa tersebut untuk dapat memudahkan proses analisis dan melihat dengan jelas apakah terdapat persamaan atau perbedaan diantara keduanya bila diperbandingkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(15)

5 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Adapun penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu makalah oleh Diana Kartika(2006) yang berjudul Analisis Kontrastif Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia Universitas Bung Hatta. Beliau mendeskripsi perbedaan sistem morfologi bahasa Jepang dan Indonesia, yang hanya mencakup kelas kata dan proses pembentukan kata dari kedua bahasa tersebut. Lebih lanjut, Kartika (2006 : 9) menyebutkan ada delapan kelas kata bahasa Jepang yang dapat dibandingkan dengan kelas kata bahasa Indonesia yaitu nomina, verba, adjektiva, adverbia, posposisi, partikel kasus, nomina adjektival, dan nomina verbal. Menjadikan sebagai panduan saya untuk menganalisis morfologi verba bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Tetapi, hal yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2006) adalah penulis melakukan analisis kontrastif hanya pada kelas kata verba bahasa Jepang dan Indonesia dan melakukan perbandingan verba antara dua bahasa tersebut.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rizaldi Restu Pratama(2011) yang berjudul Analisis Morfologi Verba Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara, dijadikan referensi untuk penulisan skripsi ini. Restu (2011) membahas tentang pembentukan verba bahasa Jepang secara lengkap. Dalam penelitian Restu (2011) disebutkan beberapa kesimpulan, diantaranya “komposisi dalam pembentukan verba bahasa Jepang terbagi tiga, yaitu penggabungan nomina dengan verba, penggabungan verba dengan verba yang digabungkan oleh afiks serta penggabungan adjektiva dengan verba yang diikuti afiks setelah adjektiva”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(16)

6

Sedangkan untuk penelitian ini penulis akan melakukan analisis perbandingan proses morfemis verba bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan kerangka teori berdasarkan pendapat dari para pakar, kemudian untuk menganalisa mengenai kata kerja atau verba bahasa Indonesia dan doushi bahasa Jepang dan proses morfemisnya maka digunakan teori morfologi dan kontrastif.

Chaer (2008: 2) menjelaskan, secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti „bentuk‟ dan logi yang berarti „ilmu‟. Jadi secara harafiah morfologi berarti „ilmu yang mempelajari bentuk‟. Dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk bentuk dan pembentukan kata.

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon. Morfologi adalah ilmu yang mengkaji tentang kata dan pembentukannya. Koizumi dalam Restu (2011: 11) mengatakan: 形態論は語 形の分析が中心となる。 Ketairon wa gokei no bunseki ga chusinto naru. „ Morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata‟.

Kesimpulannya morfologi membahas tentang pembentukan kata dari satuan bentuk kata dan cakupan pembahasannya tidak lebih besar dari kata.

Dalam bahasa Jepang verba disebut dengan doushi. Makna doushi dilihat dari kanjinya :

動く = ugoku, dou = bergerak 詞 = kotoba, shi = kata

動詞 = doushi = kata yang bermakna gerak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(17)

7

Doushi adalah verba yang berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyo) dan bisa berdiri sendiri (Sutedi, 2003:42).

Secara sederhana, kelas kata ini dapat dipahami sebagai kata –kata yang mengandung makna untuk melakukan suatu perbuatan.

Menurut Chaer (1994) proses morfemis bahasa Indonesia pada verba dibagi menjadi 2, yaitu.

1. Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar.

Contoh :

Afiks yang diimbuhkan di muka – me- pada kata menghibur bentuk dasar

2. Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar.

Contoh pengulangan pada verba : Tembak Menembak-nembak

Kata dasarnya berupa „tembak‟ berupa kata berprefiks me-.

Menurut Sutedi (2003:44-46) proses morfemis pembentukan kata untuk verba bahasa Jepang yaitu:

派生語’haseigo’ atau kata kajian yaitu kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou ketasoi /morfem isi dengan 接辞’setsuji’ / imbuhan.

Contoh:

benkyou +suru =Benkyousuru Undou +suru =Undousuru

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(18)

8

Perubahan bentuk kata dalam bahasa Jepang disebut Katsuyou „konjugasi‟.

Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besarnya ada enam macam yaitu : Mizenkei, Renyoukei, shuushikei, Rentaikei, Kateikei dan Meireikei Sutedi (2004:50). Kajian perubahan bentuk verba atau konjugasi verba bahasa Jepang termasuk dalam kajian morfologi.

Proses morfologis yang terjadi dalam konjugasi keseluruhan nya merupakan proses afiksasi dengan penambahan sufiks terhadap morfem dasarnya (Santoso 2016:106).

Seperti verba tatsu (立つ)‟berdiri‟ jika ditulis dalam ejaan Hepburn, akan menjadi tatsu, tachimasu, tatou, tate, taranai dan sebagainya. Hal ini tentunya akan menimbulkan kesan bahwa morfem terikat yang ada dibelakangnya bervariasi, padahal sebenarnya tidak demikian.

a. ’Mizenkei’ ( 未然形 ), yaitu perubahan bentuk verba yang di dalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).

b. ‘Renyoukei’ ( 連 用 形 ), yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA).

c. `Shuushikei’ ( 終 止 形 )yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.

d. ’Rentaikei’ ( 連 体 形 )yaitu verba (bentuk kamus) yang digunakan sebagai modifikator.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(19)

9

e. ’Kateikei’ ( 仮 定 形 )yaitu perubahan verba kedalam bentuk pengandaian (bentuk BA).

f. ’Meireikei’ (命令形) yaitu perubahan verba kedalam bentuk perintah.

Dari bentuk konjugasi di atas, Situmorang (2007:13-25) membagi lagi ke dalam beberapa bagian

1. 「使役 ‘Shieki’ 」 bentuk menyuruh 2. 「受身 „ Ukemi’ 」 bentuk pasif

3. 「可能 „ Kanou’ 」 verba menyatakan dapat 4. 「尊敬 „ Sonkei’ 」 bentuk hormat

5. 「打消 „ Uchikeshi’ 」 verba bentuk menyangkal atau menidakkan

6. 「丁寧 ’teinei’ 」makna sopan dalam verba 7. 「推量 „ Suiryou’ 」 menyatakan bentuk niat 8. 「過去 „ Kako’ 」 menyatakan bentuk lampau

9. 「希望 „ Kibou’ 」 menyatakan bentuk harapan atau keinginan Jika analisis morfem mengacu kepada penggunaan huruf Jepang (hiragana dan kanji) yang merupakan suatu silabis atau suku kata, akan lain hasilnya di banding dengan mengacu pada huruf alphabet.

Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003: 50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan semakin jelas. Huruf alphabet yang dimaksud yaitu menggunakan system Jepang (nihon-shiki) atau system kunrei, bukan mengacu kepada system Hepburn.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(20)

10

Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei dan rentaikei kedua-duanya merupakan verba bentuk kamus, yaitu bentuk yang tercantum dalam kamus.

Perbedaannya shuushikei digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan rentaikei berfungsi untuk menerangkan nomina yang mengikutinya (Sutedi 2003:48-49).

Analisis Kontrastif berupa prosedur kerja, yaitu aktivitas atau kegiatan yang mencoba membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan melalui anakon, dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa di sekolah, terlebih-lebih dalam belajar B2 (Tarigan, 1992: 5).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan proses morfemis kata kerja atau verba bahasa Jepang.

2. Untuk mendeskripsikan proses morfemis kata kerja atau verba bahasa Indonesia

3. Untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan proses morfemis antara verba dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Jepang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(21)

11 1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Dapat menjadi tambahan referensi untuk mengembangkan penulisan yang lebih mendalam di masa yang akan datang.

2. Dapat membantu dalam pengajaran bahasa Indonesia untuk orang Jepang, atau pengajaran bahasa Jepang untuk orang Indonesia.

3. Dapat menambah pengetahuan dalam bidang linguistik bahasa Indonesia dan bahasa Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (deskriptif research). Isyandi dalam Kurniawan (2008 : 14), menyatakan bahwa penelitain deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (Library Research), dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang akan di teliti oleh penulis, terutama dengan buku buku yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang ataupun yang menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi buku yang berhubungan dengan morfologi umum juga di analisis guna melihat perubahannya.

Setelah menganalisis data-data, kemudian dilanjutkan mencari, mengumpulkan dan mengklasifikasikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(22)

12

perubahan bentuk verba bahasa Jepang. Kemudian dilanjutkan dengan proses merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab.

Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.

Penelitian Kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, perpustakaan Fakultas dan koleksi pribadi penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(23)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MORFEM DAN PROSES MORFEMIS 2.1 Morfem dan Proses Morfemis

2.1.1 Morfem

Morfem adalah potongan terkecil dari kata yang memiliki arti.

Potongan kata atau morfem tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak atau berbentuk terikat pada morfem lain(Koizumi dalam Situmorang 2007:11)

Koizumi dalam Situmorang (2007:11-12) membagi morfem menjadi empat, yaitu.

a. Morfem Dasar (形態素)

Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah morfem atau lebih dalam proses morfologis.

b. Morfem Terikat (結語形態)

Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar. Morfem ini tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri.

c. Morfem Berubah (異形態)

Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukan kata, baik morfem dasar maupun morfem terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain

d. Morfem Bebas (自由形態)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(24)

14

Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses morfologis.

Situmorang (2007:12) mengatakan dalam proses morfologis verba bahasa Jepang terdapat rumusan sebagai berikut:

1. Keduanya morfem bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem terikatnya adalah bebas.

Contoh

たべ+ない /tabe-/ + /-nai/

2. Kata dasarnya morfem bebas kemudian diikuti oleh morfem terikat.

Contoh

いけ+ば/ik-/ + /-eba/

3. Kata dasarnya morfem terikat dan diikuti oleh morfem bebas.

Contoh

こ+ない /k-/ + /-onai/

よま+ない/yom-/ +/-anai/

4. Kedua-duanya terdiri dari morfem terikat.

Contoh

せ+よ/se-/ + /- yo/

Scane dalam Hasibuan (2003: 5) mengatakan ketika morfem- morfem bergabung untuk membentuk kata, segmen- segmen dari morfem – morfem yang berdekatan, berjejeran dan kadang- kandang mengalami perubahan disebut dengan fonologi generatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(25)

15

Contoh pada verba /kimasu/, bila dilihat proses morfologisnya:

/k-/+/-imasu/ = /kimasu/

Dalam morfologi verba bahasa Jepang ada yang disebut dengan morfem turunan. Morfem turunan adalah morfem yang menghasilkan kata-kata baru atau merubah fungsi sebuah kata, ini dicapai dengan menggunakan awalan, akhiran ataupun sisipan.

(http://andhikaunysastraindonesia.blogspot.com/2010/10/morfologi_07.html).

Contoh:

/s/ + /-imasu/ = /shimasu/

/shimasu/ merupakan morfem turunan.

Dalam morfologi verba bahasa Jepang, terdapat ’gokan’ dan ‟ gobi’.

Sutedi (2003:43) mengatakan bahwa ‟ gokan‟ adalah morfem yang menunjukan makna aslinya. Sedangkan ‟ gobi‟ menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem yang menunjukan makna gramatikalnya. Murarki dalam Hasibuan (2003: 10) mengatakan penanda akhir atau ’gobi ‟ disambung dibelakang kata dasar, adalah bentuk yang sangat kuat bergabung dengan kata dasar, gobi merupakan penanda waktu kala penegasan dan negasi.morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan 「助動詞 ’jodoshi’ 」arti kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada dasar verba.

Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/ terdiri dari dua bagian, yaitu /kak-/ yang tidak engalami perubahan disebut dengan gokan atau akar kata, dan bagian belakang /-u/ yang mengalami perubahan disebut dengan goki.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(26)

16

Dalam bahasa Indonesia Chaer (2008 : 16) morfem dibagi menjadi dua morfem bebas dan morfem terikat.

1. Morfem Bebas

Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam pertuturan. Misalnya morfem {pulang} dan {pergi}. Morfem bebas ini tentunya berupa morfem dasar.

2. Morfem Terikat

Morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam peraturan. Dalam hal ini semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem terikat yang berupa morfem dasar, seperti{juang}. Untuk dapat digunakan morfem ini harus terlebih dahulu diberi afiks atau digabung dengan morfem lain. Misalnya {juang} menjadi berjuang, atau pejuang.

Adanya morfem bebas dan terikat dapat dibagi menjadi

bebas dasar

Morfem

terikat dasar

afiks

2.1.2 Proses Morfemis Bahasa Jepang

Proses morfemis dalam bahasa Jepang dibagi tiga yaitu afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(27)

17 2.1.2.1 Afiksasi

Kridalaksana (2009: 28-31) mengatakan ciri morfologi verba adalah ciri yang terdepat pada verba yang muncul akibat proses morfologis. Ciri itu berbentuk morfem terikat yang disebut afiksasi.

Afiks menurut Muraki dalam Hasibuan (2003: 10) adalah unsur membentuk kata jadian dengan bergabung pada dasar kata. Afiks terdiri dari prefiks (settoji), sufiks (setsuiji) dan infiks (setsuchuuji).

Sehinga dari teori di atas, penulis menyimpulkan bahwa proses afiksasi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prefiks, sufiks dan infiks.

2.1.2.1.1 Prefiks

Prefiks dalam bahasa jepang disebut dengan settouji. Koizumi dalam Restu (2011 : 26) mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar atau gokan. Bahasa Jepang memiliki ragam hormat yang disebut dengan keigo. Keigo adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada suatu pembicaraan untuk menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara ( Kikuchi dalam Hasibuan; 2003:2) pernyataan bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh pembentukan kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/ ( Hiroshi dalam Hasibuan; 2003: 3)

2.1.2.1.2 Sufiks

Sufiks dalambahasa Jepang disebut dengan setsubiji. Koizumi dalam Restu (2006:27) mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(28)

18

ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa Jepang adalah berbentuk sufiks.

2.1.2.1.3 Infiks

Dalam bahasa Jepang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi dalam Restu (2011 : 28) mengatakan setsuchuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata atau gokan.

2.1.3 Proses Morfemis Bahasa Indonesia

Proses morfemis dalam bahasa Indonesia dibagi tiga yaitu afiksasi, reduplikasi dan komposisi.

2.1.3.1 Afiksasi

Menurut Keraf (1991:14), afiks atau imbuhan adalah semacam morfem nondasar yang secara struktural dilekatkan pada kata dasar atau bentuk dasar untuk membentuk kata-kata baru. Bentuk dasar adalah bentuk yang dijadikan landasan untuk tahap pembentukan berikutnya, misalnya kata mencintai dibentuk dari kata dasar cinta yang sekaligus menjadi bentuk dasar, diberi sufiks -i menjadi mencintai.

Afiksasi menurut Chaer (2008:57) adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atas bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan.

Dengan kata lain afiks adalah penambahan imbuhan pada kata dasar sehingga terjadi perubahan bentuk kata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(29)

19

Chaer (2008:23) mengatakan afiksasi dibagi menjadi empat bagian yaitu prefiks, infiks, sufiks dan konfiks.

2.1.3.1.1 Prefiks

Prefiks, yaitu afiks yang di bubuhkan dikiri bentuk dasar, yaitu prefiks ber-, prefiks me-, prefiks per-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks se-, dan prefiks ke-.

2.1.3.1.2 Infiks

Infliks, yaitu afiks yang dibubuhkan di tengah kata, biasanya pada suku kata awal kata, yaitu infiks –el-, infiks –em-, dan infiks –er-.

2.1.3.1.3 Sufiks

Sufiks, adalah afiks yang dibubuhkan dikanan bentuk dasar, yaitu sufiks –kan, sufiks –i, sufiks –an,dan sufiks –nya.

2.1.3.1.4 Konfiks

Konfiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kesatuan afiks. Konfiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-an, konfiks pe-an, konfiks per-an, dan konfiks se-nya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(30)

20 BAB III

ANALISIS KONTRASTRIF PROSES MORFEMIS VERBA BAHASA JEPANG DAN BAHASA INDONESIA

3.1 Proses Morfemis Melalui Konjugasi Verba Bahasa Jepang

3.1.1 Mizenkei ( 未然形 )

Yaitu perubahan bentuk verba yang di dalamnya mencakup bentuk menyangkal/Uchikeshi /~nai/, bentuk maksud/Suiryou /~ou/, /~you/, bentuk pasif/Ukemi /~reru/ dan bentuk menyuruh/Shieki /~seru/.

3.1.1.1 Mizenkei Bentuk Uchikeshi (打消) 1. Golongan 1

/Yomanai/=>/yom-/+/-a-/+/-nai/ „tidak membaca‟

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat /-a-/ : adalah perubahan mizenkei

/-nai/ : adalah sufiks perubahan uchikeshi dan morfem bebas sebagai pembentuk makna menyangkal

Dalam pembentukan kata /yomanai/ dari morfem dasar /yom-/ditambahkan dengan dengan alomorf /-a-/ dan ditambahkan sufiks /-nai/ menjadi /yomanai/.

2. Golongan 2

/Tabenai/ => /tabe-/+/nai/ „tidak makan‟

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ‟makan‟

/-nai/ : adalah sufiks morfem bebas perubahan bentuk uchikeshi sebagai pembentuk makna menyangkal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(31)

21

Dalam pembentukan kata /tabenai/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-nai/ menjadi /tabenai/. Tetapi golongan 2 tidak mengalami perubahan bentuk mizenkei karena tidak memiliki alomorf /-a-/ seperti pada golongan 1.

3. Golongan 3

 /konai/ => /k-/+/-onai/ „tidak datang‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/onai/ : adalah morfem bebas perubahan bentuk uchikeshi sebagai pembentuk makna menyangkal

 /shinai/ => /s-/+/inai/ „tidak melakukan‟

/s/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/inai/ : adalah morfem bebas perubahan bentuk uchikeshi sebagai pembentuk makna menyangkal

Dalam pembentukan kata /konai/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /-nai/ sebagai morfem pembentuk menyangkal /konai/. Dalam pembentukan kata /shinai/, morfem dasar /s-/ ditambahkan dengan morfem /-inai/

sebagai morfem pembentuk menyangkal /shinai/.

Tetapi golongan 3 tidak mengalami perubahan bentuk mizenkei karena tidak memiliki alomorf /-a-/ seperti pada golongan 1.

Perubahan mizenkei hanya pada terdapat pada verba golongan 1 saja.

dikarenakan pada golongan 2 dan 3 tidak terdapat alomorf /a/ yang menjadi ciri utama pada mizenkei.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(32)

22 3.1.1.2 Mizenkei Bentuk Suiryou (推量 ) 1. Golongan 1

/Yomou/=>/yom-/+/-o-/+/-u/ „ingin/ ayuk membaca‟

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat /-o-/ : adalah perubahan mizenkei

/-u/ : adalah sufiks perubahan suiryou morfem terikat sebagai pembentuk makna ingin atau ajakan

Dalam pembentukan kata /yomou/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan alomorf /-o-/ dan sufiks /-u/ menjadi /yomou/.

2. Golongan 2

/Tabeyou/ => /tabe-/+/-you/ „ingin makan‟

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ‟makan‟

/you/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna ingin atau ajakan

Dalam pembentukan kata /tabeyou/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-you/ menjadi /tabeyou/. Tetapi golongan 2 tidak mengalami perubahan bentuk mizenkei karena tidak memiliki alomorf /-o-/ seperti pada golongan 1.

3. Golongan 3

 /Koyou/ =>/k-/+/-oyou/ „ingin datang‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-oyou/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyangkal

 /shiyou/ => /s-/+/iyou/ „ingin melakukan‟

/s/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(33)

23

/iyou/ : adalah morfem bebas perubahan bentuk uchikeshi sebagai pembentuk makna menyangkal

Dalam pembentukan kata /shiyou/, morfem dasar /s-/ ditambahkan dengan morfem /iyou/ sebagai morfem pembentuk ajakan/shiyou/.

Dalam pembentukan kata /shiyou/, morfem dasar /shi-/ ditambahkan dengan morfem /you/ sebagai morfem pembentuk ajakan/shiyou/.

Tetapi golongan 3 tidak mengalami perubahan bentuk mizenkei karena tidak memiliki alomorf /-o-/ seperti pada golongan 1.

Perubahan mizenkei hanya pada terdapat pada verba golongan 1 saja.

dikarenakan pada golongan 2 dan 3 tidak terdapat alomorf /o/ yang menjadi ciri utama pada mizenkei.

3.1.1.3 Mizenkei Bentuk Ukemi (受身) 1. Golongan 1

/Yomareru/=>/yom-/+/-are-/+/ru/ „dibaca‟

/yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-are-/ : adalah perubahan mizenkei ukemi morfem terikat dan sufiks sebagai pembentuk makna pasif

/ru-/ : adalah gobi morfem terikat dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /yomareru/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan morfem /-are-/ memiliki perubahan bunyi /a/ pada kata dasarnya dan juga ditambahkan gobi pembentuk kala non lampau /-ru/ menjadi /yomareru/.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(34)

24 2. Golongan 2

/Taberareru/ => /Tabe-/+/-rare/+/-ru/ „dimakan‟

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem bebas yang bermakna ‟makan‟

/-rare/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pasif /ru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /taberareru/ morfem dasar/tabe- /datambah dengan akhiran /-rare/dan ditambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/

menjadi /taberareru/.

Pada golongan 2 tidak ada perubahan pada kata dasarnya dan tidak menambahkan alomorf /a/ yang jadi ciri utama mizenkei sehingga tidak ada perubahan mizenkei pada golongan 2.

3. Golongan 3

 /korareru/ => /k-/+/-orare/+/ru/ „didatangi‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-orare/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pasif

/-ru/ : adalah gobi morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

 /sareru/ => /s-/+/-are-/+/-ru/ „dilakukan‟

/sa-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-are/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pasif

/-ru/ : adalah gobi morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(35)

25

Dalam pembentukan kata /korareru/, morfem dasar /k-/ ditambahkan sufiks /-orare/ sebagai afiks pembentuk pasif dan datambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/dibelakangnya menjadi /korareru/.

Dalam pembentukan kata /sareru/, morfem dasar /s-/ ditambahkan sufiks /-are/ sebagai pembentuk pasif dan datambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/dibelakangnya menjadi /sareru/.

Perubahan mizenkei terdapat pada verba golongan 1 dan 3 pada verba /sareru/ saja karena memiliki alomorf /a/. dikarenakan pada golongan 2 dan 3 /korareru/ tidak terdapat alomorf /a/ yang menjadi ciri utama pada mizenkei.

3.1.1.4 Mizenkei Bentuk Shieki (使役) 1. Golongan 1

/Yomaseru/ =>/yom-/+/-ase-/+/ru/ „menyuruh baca‟

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ase-/ : adalah perubahan mizenkei shieki morfem terikat sebagai pembentuk makna menyuruh

/-ru/ : adalah gobi, morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /yomaseru/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan sufiks /-ase-/ memiliki perubahan bunyi /a/ pada kata dasarnya dan juga ditambahkan gobi pembentuk kala non lampau /-ru/ menjadi /yomaseru/.

2. Golongan 2

/ Tabesaseru/=> /Tabe-/+/-sase/+/-ru/ „menyuruh makan‟

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem bebas yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(36)

26 bermakna ‟makan‟

/-sase/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyuruh

/ru-/ : adalah gobi morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /tabesaseru/ morfem dasar/tabe- /datambah dengan akhiran /-sase/dan ditambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/

menjadi /tabesaseru/.

Pada golongan 2 tidak ada perubahan pada kata dasarnya dan tidak ada perubahan kata dasar bunyi /a/ yang jadi ciri utama mizenkei sehingga tidak ada perubahan mizenkei pada golongan 2.

3. Golongan 3

 /Kosaseru/ => /k-/+/-osase/+/ru/ „menyuruh datang‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem terikat /-osase/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyuruh /-ru/ : adalah gobi morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

 /Saseru/ => /s-/+/-ase/+/ru/ „menyuruh lakukan‟

/s-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem terikat /-ase/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna menyuruh /-ru/ : adalah gobi morfem terikat sebagai pembentuk makna kamus dan menyatakan kala non lampau

Dalam pembentukan kata /kosaseru/, morfem dasar /k-/ ditambahkan sufiks /-osase/ sebagai afiks pembentuk menyuruh dan datambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/dibelakangnya menjadi /kosaseru/.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(37)

27

Dalam pembentukan kata /saseru/, morfem dasar /s-/ ditambahkan sufiks /-ase/ sebagai afiks pembentuk menyuruh dan datambahkan dengan morfem pembentuk kala /-ru/ dibelakangnya menjadi /saseru/.

Perubahan mizenkei terdapat pada verba golongan 1 dan 3 pada verba /saseru/ saja karena memiliki alomorf /a/. dikarenakan pada golongan 2 dan 3 /kosareru/ tidak terdapat alomorf /a/ yang menjadi ciri utama pada mizenkei.

3.1.2 Renyoukei (連用形)

Yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan /~masu/, bentuk sambung /~te/, dan bentuk lampau /~ta/.

3.1.2.1 Renyoukei benruk Teinei (丁寧) 1. Golongan 1

/Yomimasu/=>/yom-/+/-i-/+/-masu/ „membaca‟ (bentuk sopan) /Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-imasu/: adalah bentuk renyoukei, morfem terikat sebagai pembentuk makna sopan

Dalam pembentukan kata /yomimasu/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan alomorf /-i-/ dan dengan sufiks /-masu/ menjadi /yomimasu/.

2. Golongan 2

/ Tabemasu/=>/Tabe-/+/-masu/ „memakan‟ (bentuk sopan) /tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem bebas yang bermakna ‟makan‟

/-masu/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna sopan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(38)

28

Dalam pembentukan kata /tabemasu/ morfem dasar/tabe- /datambah dengan akhiran /-masu/ menjadi /tabemasu/.

3. Golongan 3

 /kimasu/ /k-/+/-imasu/ „datang‟ (bentuk sopan) /k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-masu/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna sopan

 /shimasu/ /s-/+/-imasu/ „melakukan‟(bentuk sopan) /s-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-imasu/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna sopan

Dalam pembentukan kata /kimasu/, morfem dasar /k-/ ditambahkan sufiks /-masu/ sebagai afiks pembentuk sopan menjadi /kimasu/. Dalam pembentukan kata /shimasu/, morfem dasar /s-/ ditambahkan sufiks /-imasu/ sebagai afiks pembentuk sopan menjadi /shimasu/.

Semua golongan verba 1,2 dan 3 pada Renyoukei bentuk teinei memiliki perubahan yang sama dari masing masing mengubah gobi nya menjadi /-masu/.

3.1.2.2 Renyoukei Bentuk Sambung 1. Golongan 1

/Yonde/=> /yo-/+/-nde/ „sedang membaca‟

/Yo-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat, memiliki morfem dasar /yom-/, tetapi mengalami onbin atau perubahan bunyi karena morfem yang mengikutinya

/-nde/ : adalah perubahan bentuk dari renyoukei sufiks dari bentuk sambung, morfem terikat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(39)

29

Dalam pembentukan kata /yonde/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan renyoukei dan sufiks perubahan bentuk sambung morfem /-nde/ menjadi /yonde/.

2. Golongan 2

/Tabete/=> /tabe-/+/-te/ „sedang makan‟

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-te/ : adalah perubahan bentuk dari renyoukei sufiks dari bentuk sambung, morfem terikat

Dalam pembentukan kata /tabete/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan renyoukei dan sufiks perubahan bentuk sambung morfem /-te/ menjadi /tabete/. Tetapi dalam perubahan pada golongan verba 2 tidak mengalami onbin atau perubahan punya pada kata dasarnya.

3. Golongan 3

 /Kite/ => /k-/+/-ite/ „sedang datang‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ite/ : adalah perubahan renyoukei dan sufiks dari bentuk sambung, morfem terikat.

 /shite/=/s-/+/-ite/ „sedang melakukan‟

/s-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ite/ : adalah perubahan renyoukei dan sufiks dari bentuk sambung, morfem Dalam pembentukan kata /kite/ dari morfem dasar /k-/di tambahkan dengan renyoukei dan sufiks perubahan bentuk sambung morfem /-ite/ menjadi /kite/. Dalam pembentukan kata /kite/ dari morfem dasar /s-/di tambahkan dengan renyoukei dan sufiks perubahan bentuk sambung morfem /-ite/ menjadi /shite/.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(40)

30

Tetapi dalam perubahan pada golongan verba 3 tidak mengalami onbin atau perubahan punya pada kata dasarnya.

3.1.2.3 Renyoukei Bentuk Kako (過去) 1. Golongan 1

/Yonda/ /yon-/+/-da/ „telah membaca‟

/Yo-/: adalah morfem dasar dan juga morfem terikat, memiliki morfem dasar /yom-/, tetapi mengalami onbin atau perubahan bunyi karena morfem yang mengikutinya

/-nda/: : adalah perubahan renyoukei, sufiks dari perubahan bentuk kakou, morfem terikat sebagai pembentuk makna lampau

Dalam pembentukan kata /yonda/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan renyoukei alomorf dan sufiks perubahan bentuk kakou, morfem /-nda/

menjadi /yonda/.

2. Golongan 2

/Tabeta/=> /tabe-/+/-ta/ „sudah makan‟

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ta/ : adalah perubahan renyoukei, sufiks dari perubahan bentuk kakou, morfem terikat sebagai pembentuk makna lampau

Dalam pembentukan kata /tabeta/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan renyoukei dan sufiks perubahan bentuk sambung morfem /-ta/ menjadi /tabete/. Tetapi dalam perubahan pada golongan verba 2 tidak mengalami onbin atau perubahan punya pada kata dasarnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(41)

31 3. Golongan 3

 /Kita/ => /k-/+/-ita/ „sedang datang‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ita/ : adalah perubahan renyoukei dan sufiks dari bentuk sambung, morfem terikat.

 /shite/=/s-/+/-ita/ „sedang melakukan‟

/s-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-ite/ : adalah perubahan renyoukei dan sufiks dari bentuk sambung, morfem Dalam pembentukan kata /kite/ dari morfem dasar /k-/di tambahkan dengan renyoukei dan sufiks perubahan bentuk sambung morfem /-ite/ menjadi /kite/.

Dalam pembentukan kata /kite/ dari morfem dasar /s-/di tambahkan dengan renyoukei dan sufiks perubahan bentuk sambung morfem /-ite/ menjadi /shite/.

Tetapi dalam perubahan pada golongan verba 3 tidak mengalami onbin atau perubahan punya pada kata dasarnya.

3.1.3 Shuushikei (終止形)

yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.

Shuushikei digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat.

1. Golongan 1

/Yomu/=>/yom-/+/-u/ „membaca‟

/yom-/ : adalah morfem dasar dan terikat

/u-/ : adalah gobi, sufiks bentuk shuushikei, morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(42)

32

Morfem /yom-/ bertemu dengan sufiks /-u/ maka akan menbentuk kata /yomu/ yang setelah berbagung baru memiliki arti ‟membaca‟.

2. Golongan 2

/ Tabe-ru/=>/tabe-/+/-ru/ „makan‟

/tabe-/ : adalah morfem dasar dan yang bermakna ‟makan‟

/-ru/ : adalah gobi, morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

Morfem /tabe-/ bertemu dengan morfem /-ru/ maka akam membentuk kata /taberu/.

3. Golongan 3

 /Kuru/=>/k-/+/-uru/ „datang‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem terikat

/uru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

 /suru/=>/s-/+/-uru/ „melakukan‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan juga merupakan morfem terikat

/uru-/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

Morfem /k-/ bertemu dengan akhiran /-uru/ maka menjadi /kuru/ yang bermakna ‟datang‟.

Morfem /s-/ bertemu dengan akhiran /-uru/ maka menjadi /suru/ yang bermakna ‟melakukan‟

Pada bentuk shushikei pada golongan 1, 2 dan 3 semuanya tidak mengalami perubahan bentuk pada kata dasarnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(43)

33 3.1.4 Rentaikei ( 連体形)

Yaitu verba bahasa Jepang bentuk kamus (seperti yang ada dikamus) tetapi berperan sebagai modifikator. Kemudian, modifikasinya sendiri apabila hanya dipaketkan dengan kata benda yang menyertainya dan mengalami derivasi menjadi kata benda.

Rentaikei berfungsi untuk menerangkan nomina yang mengikutinya Contoh :

1. Golongan 1

Yomu (membaca)

その本を読む人はリナさんです。

sono hon o yomu hito wa rina san desu.

(Orang yang membaca buku itu adalah Rina)

Dalam verba yomu „membaca‟ dalam contoh kalimat tersebut menjelaskan kata benda hito „orang‟ tersebut melakukan pekerjaan „membaca buku‟.

2. Golongan 2

Taberu (memakan)

そのラーメンを食べる人はリナさんです。

sono ramen o taberu hito wa rina san desu.

(Orang yang memakan ramen itu adalah Rina)

Dalam verba taberu „memakan‟ dalam contoh kalimat tersebut menjelaskan kata benda hito „orang‟ tersebut melakukan pekerjaan „memakan ramen‟.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(44)

34 3. Golongan 3

 その来る人は誰ですか。

Sono kuru hito ha dare desuka.

(Siapa orang yang datang itu?)

Dalam verba kuru „datang‟ dalam contoh kalimat tersebut menjelaskan kata benda hito „orang‟ tersebut melakukan pekerjaan „orang yang datang‟.

 料理をする人は誰ですか。

Ryouri wo suru hito dare desuka.

(Siapa yang memasak masakan itu?)

Dalam verba suru „melakukan‟ dalam contoh kalimat tersebut menjelaskan kata benda hito „orang‟ tersebut melakukan pekerjaan „memasak masakan‟.

3.1.5 Kateikei (仮 定 形)

Yaitu perubahan verba kedalam bentuk pengandaian (bentuk BA).

1. Golongan 1

/Yomeba/=>/yom-/+/-e-/+/-ba/ „apabila baca‟

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-eba/ : adalah bentuk perubahan katekei, morfem terikat sebagai pembentuk makna pengandaian dan sebagai sufiks

Dalam pembentukan kata /yomeba/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan dengan alomorf /-e-/ dan ditambahkan dengan sufiks /-ba/ menjadi /yomeba/.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(45)

35 2. Golongan 2

/tabereba/ => /tabe-/+/-reba/ „kalau makan‟

/Tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ‟makan‟

/-reba/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pengandaian

Dalam pembentukan kata /tabereba/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-reba/ menjadi /tabereba/.

Pada golongan ke 2 tidak memiliki perubahan pada kata dasarnya dan tidak ada alomorf /-e-/ sehingga berbeda seperti pada golongan 1.

3. Golongan 3

 /kureba/ /k-/+/-ureba/ „kalau datang‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-ureba/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pengandaian

 /sureba/ /s-/+/-ureba/ „kalau melakukan‟

/s-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-ureba/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna pengandaian

Dalam pembentukan kata /kureba/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /-kureba/ sebagai morfem pembentuk pengandaian menjadi /kureba/.

Dalam pembentukan kata /sureba/, morfem dasar /s-/ ditambahkan dengan morfem /-sureba/ sebagai morfem pembentuk pengandaian menjadi /sureba/.

Pada golongan ke 3 tidak memiliki perubahan pada kata dasarnya dan tidak ada alomorf /-e-/ sehingga berbeda seperti pada golongan 1.

Jadi perubahan katekei tidak terjadi pada golongan 2 dan 3, hanya terjadi pada golongan 1 yang memiliki alomorf /e/ yang menjadi ciri pada perubahan katekei. dan juga memiki perubahan pada kata dasarnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(46)

36 3.1.6 Meireikei (命令形)

Yaitu perubahan verba kedalam bentuk perintah.

1. Golongan 1

/Yome/ => /yom-/+/-e/ „baca!‟

/Yom-/ : adalah morfem dasar dan juga morfem terikat

/-e/ : adalah perubahan mereikei morfem terikat sebagai pembentuk makna perintah

Dalam pembentukan kata /yome/ dari morfem dasar /yom-/di tambahkan dengan sufiks morfem/-e/ menjadi /yome/.

2. Golongan 2

/ tabero/ => /tabe-/+/-ro/ „makan!‟

/tabe-/ : adalah morfem dasar yang bermakna ‟makan‟

/-ro/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna perintah

Dalam pembentukan kata /tabero/ dari morfem dasar /tabe-/di tambahkan dengan dengan sufiks /-ro/ menjadi /tabero/. Pada kata dasar golongan 2, kata dasarnya tidak mengalami pubahan.

3. Golongan 3

 /koi/ /k-/+/-oi/ „datang!‟

/k-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-oi/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna perintah

 /shiro/ /s-/+/-ro/ „lakukan!‟

/s-/ : adalah morfem dasar dan morfem terikat

/-ro/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk makna perintah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(47)

37

Dalam pembentukan kata /koi/, morfem dasar /k-/ ditambahkan dengan morfem /-oi/ sebagai morfem pembentuk perintah menjadi/koi/.

Dalam pembentukan kata /shiro/, morfem dasar /s-/ ditambahkan dengan morfem /-ro/ sebagai morfem pembentuk perintah menjadi/shiro/.

Pada perubahan bentuk mereikei golongan 1 memiliki perubahan pada kata dasarnya dan ditambah dengan morfem terikat /e/ sebagai makna bentuk perintah, pada golongan ke 2 tidak ada perubahan bnetuk kata dasarnya dan ditambah dengan morfem terikat /ro/ sebagai makna perintah. Pada golongan ke 3 mengalami perubahan yang tidak beraturan pada kata dasarnya kecuali pada kata /shiro/ yang morfem dasar terikatnya tidak berubah hanya sufiks nya berubah seperti pada golongan ke 2.

3.2 Proses Morfemis Infiks

Infiks atau sisipan dalam bahasa Jepang ada dua, yaitu /-e-/ dan /-oe-/.

kedua

infiks ini membentuk verba menjadi verba aktif intransitif.

3.2.1 Infiks /-e-/

Infiks /-e-/ hanya terdapat dalam proses morfologis verba みる'miru' yang bermakna „melihat‟ berubah menjadi verba aktif intransitif menjadi み え る 'mieru' : „kelihatan‟

analisis

/Mieru/ => /mi-/+/-e-/+/-ru/

/mi-/ : adalah morfem dasar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(48)

38

/-e-/ : adalah morfem terikat yang berfungsi sebagai infiks yang terletak diantara morfem dasar dan sufiks

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

/mieru/ terbentuk dari morfem dasar /mi-/, diamana infiks /-e-/ dimasukan antara morfem dasar /mi-/ dan sufiks /-ru/ menjadi /mieru/ yang bermakna ‟keliahatan‟.

3.2.2 Infiks /-oe-/

Infiks /-oe-/ hanya terdapat dalam proses morfologis verba きく'kiku' yang bermakna „mendengar‟ berubah menjadi verba aktif intransitif menjadi きこえる 'kikoeru' : „kedengaran‟

analisis

/kikoeru/ => /kik-/+/-oe-/+/-ru/

/kik-/ : adalah morfem dasar

/-oe-/ : adalah morfem terikat yang berfungsi sebagai infiks yang terletak diantara morfem dasar dan sufiks

/-ru/ : adalah morfem terikat sebagai pembentuk bentuk kamus dan kala non lampau

/kikoeru/ terbentuk dari morfem dasar /kik-/, diamana infiks'/-oe-/ dimasukan antara morfem dasar /kik-/ dan sufiks /-ru/ menjadi /kikoeru/ yang bermakna ‟kedengaran‟.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(49)

39

3.3 Proses Morfemis Verba Bahasa Indonesia Melalui Afiksasi 3.3.1. Melalui Prefiks

3.3.1.1. Prefiks /ber-/

1. /berayah/ => /ber-/ + /-ayah/ „mempunyai ayah‟

Analisis:

/ayah/ : morfem dasar bebas

/ber-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal kepemilikan Dalam pembentukan kata /berayah/ memiliki 2 morfem, morfem dasar dan terikat. Morfem dasar /ayah/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ber-/ menjadi /berayah/. Mengalami derivasi kata dasar dari kelas kata nomina menjadi verba.

2. /berdasi/ => /ber-/ + /-dasi/ „memakai dasi‟

Analisis:

/dasi/ : morfem dasar bebas

/ber-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „menggunakan‟

Dalam pembentukan kata /berdasi/ memiliki 2 morfem., morfem dasar dan terikat. Dari morfem dasar /dasi/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ber-/ menjadi /berdasi/. Mengalami derivasi kata dasar dari kelas kata nomina menjadi verba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(50)

40

3. /berkuda/ => /ber-/ + /-kuda/ „naik kuda‟

Analisis:

/kuda/ : morfem dasar bebas

/ber-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „mengendarai atau menaiki‟

Dalam pembentukan kata /berkuda/ memiliki 2 morfem, morfem dasar dan terikat. Dari morfem dasar /kuda/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ber-/ menjadi /-berkuda/. Mengalami derivasi kata dasar dari kelas kata nomina menjadi verba.

3.3.1.2 Prefiks /per-/

1. /percepat/ => /per-/ + /-cepat/ „jadikan lebih cepat‟

Analisis:

/cepat/ : morfem dasar bebas

/per-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „jadikan lebih‟

Dalam pembentukan kata /percepat/ terdiri dari 2 morfem, morfem bebas dan morfem dasar terikat. Morfem dasar /cepat/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /per-/ menjadi /percepat/. Verba ini dapat bermakna perintah untuk melakukan pekerjaan lebih cepat.

2. /perbudak/ => /per-/ + /-budak/ „anggap sebagai budak‟

Analisis:

/budak/ : morfem dasar bebas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(51)

41

/per-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „anggap sebagai‟

Dalam pembentukan kata /perbudak/ terdiri dari 2 morfem, Morfem bebas dan morfem dasar terikat. Morfem dasar /budak/

ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /per-/ menjadi /perbudak/.

Mengalami derivasi perubahan kata dasar dari nomina menjadi verba.

3. /perdua/ => /per-/ + /-dua/ „bagi dua‟

Analisis:

/dua/ : morfem dasar bebas

/per-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „bagi‟

Dalam pembentukan kata /perdua/ terdiri dari 2 morfem, morfem bebas dan morfem terikat Morfem dasar /dua/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /per-/ menjadi /perdua/.

3.3.1.3 Prefiks /me-/

1. /membeli/ => /me-/ + /-beli/ „melakukan beli‟

Analisis:

/beli/ : morfem dasar bebas

/me-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „melakukan‟

Dalam pembentukan kata /membeli/ terdiri dari 2 morfem, morfem bebas dan morfem dasar terikat. Morfem dasar /beli/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /me-/ dan alomorf /m/ menjadi /membeli/.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

42

2. /merokok/ => /me-/ + /-rokok/ „menghisap rokok‟

Analisis:

/rokok/ : morfem dasar bebas

/me-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „melakukan‟

Dalam pembentukan kata /merokok/ terdiri dari 2 morfem, morfem bebas dan morfem dasar terikat. Morfem dasar /rokok/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /me-/ menjadi /merokok/. Mengalami derivasi kelas kata dari nomina ke verba.

3. /merantai/ => /me-/ + /-rantai/ „melakukan kerja dengan alat rantai‟

Analisis:

/rantai/ : morfem dasar bebas

/me-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „melakukan dengan alat‟

Dalam pembentukan kata /merantai/ terdiri dari 2 morfem, morfem bebas dan morfem dasar terikat. Morfem dasar /rantai/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /me-/ menjadi /merantai/.

3.3.1.4 Prefiks /di-/

1. /dimakan/ => /di-/+/-makan/

Analisis :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

43 /makan/ : morfem dasar bebas

/di-/ : prefiks, morfem terikat, menyatakan bentuk pasif

Dalam pembentukan kata /dimakan/ memiliki 2 morfem, morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar /makan/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /di-/ menjadi /dimakan/.

2. /dibuat/ => /di-/+/-buat/

Analisis :

/buat/ : morfem dasar bebas

/di-/ : prefiks, morfem terikat, menyatakan bentuk pasif

Dalam pembentukan kata /dibuat/ memiliki 2 morfem, morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar /buat/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /di-/ menjadi /dibuat/.

3.3.1.5 Verba Berprefiks /ter-/

1. /terangkat/ => /ter-/+/-angkat/ „dapat diangkat‟

Analisis :

/angkat/ : morfem dasar bebas

/ter-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „kemampuan‟

Dalam pembentukan kata /terangkat/ memiliki 2 morfem, morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar /angkat/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ter-/ menjadi /terangkat/.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

44

2. /Termakan/ => /ter-/+/-makan/ „tidak sengaja makan‟

/makan/ : morfem dasar bebas

/ter-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „tidak sengaja‟

Dalam pembentukan kata /termakan/ memiliki 2 morfem, morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar /makan/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ter-/ menjadi /termakan/.

3. /Terbakar/ => /ter-/+/-bakar/ „tidak sengaja kebakar‟

Analisis:

/bakar/ : morfem dasar bebas

/ter-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „tidak sengaja‟

Dalam pembentukan kata /terbakar/ memiliki 2 morfem, morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar /bakar/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ter-/ menjadi /terbakar/.

3.3.1.6 Prefiks /ke-/

Fungsi dan memiliki makna gramatikalnya sepadan dengan verba berprefiks ter-. Makna gramatikal yang di miliki adalah bentuk kemampuan dan tidak sengaja. Memiliki bentuk sebagai berikut.

1. keangkat = terangkat

/keangkat/ => /ke-/+/-angkat/ „dapat diangkat‟

Analisis:

/angkat/ : morfem dasar bebas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(55)

45

/ke-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „kemampuan‟

Dalam pembentukan kata /keangkat/ memiliki 2 morfem, morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar /angkat/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ke-/ menjadi /keangkat/.

2. kemakan = termakan

/kemakan/ => /ke-/+/-makan/ „tidak sengaja makan‟

Analisis:

/makan/ : morfem dasar bebas

/ke-/ : prefiks, morfem terikat, bermakna gramatikal „tidak sengaja‟

Dalam pembentukan kata /kemakan/ memiliki 2 morfem, morfem terikat dan morfem bebas. Morfem dasar /makan/ ditambahkan dengan prefiks morfem terikat /ke-/ menjadi /kemakan/.

3.3.2 Melalui Sufiks 3.3.2.1 Sufiks /–kan/

1. /tenangkan/ => /tenang-/ + /-kan/ „jadikan tenang‟

Analisis:

/tenang/ : morfem dasar bebas

/-kan/ : sufiks, morfem terikat, bermakna grmatikal „jadikan‟

Dalam pembentukan kata /tenangkan/ memiliki 2 morfem, morfem bebas dan morfem terikat. Morfem dasar /tenang/ ditambahkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Kitâb al- Burhân, Ibn Rusyd menjelaskan perbedaan keduanya sebagai berikut: (1) konsepsi menjelaskan essensi suatu objek yang dikonsepsikan (definiendum),

Artinya: ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, putra hamba lelakiMu, dan putra hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di dalam kekuasaanMu. Ketentuan Mu pada diriku telah

with respect to body weight and body mass index in overweight or obese pre-diabetic

POKJA ULP PENGADAAN PEMBUATAN TAMAN, POS JAGA, PAGAR, BAK AIR DAN INSTALASI AIR PENGADILAN NEGERI PAGAR ALAM

Keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip

Sampai dengan selesainya Rapat Penjelasan (Aanwijzing) Pengadaan Jasa Konsultansi tersebut diatas, Tidak ada pertanyaan dari calon penyedia, sehingga kami

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar kimia siswa yang menggunakan model pembelajaran inquiry terbimbing dengan menggunakan macromedia flash

Poster propaganda dalam bahasa Melayu di atas telah dipaparkan pada muka depan majalah Semangat Asia bilangan 1 pada bulan Januari 1943. Pelukis poster ini telah