Volume 1, Number 1, January 2020, Copyright © 2020, RJPS Published by LP3M Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang
Kiai and Laissez Faire's Leadership in Developing
The Pesantren Manarul Qur'an Entrepreneurship Concept
Iffrok’atus Maulidiyah
Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang, Indonesia
[email protected]
Article Information:
Received October 18, 2020 Resived October 20, 2020 Accepted Desember 15, 2020
Abstract:
Artikel ini hendak melihat perkembangan di pondok pesantren yakni gaya kepemimpinan dan dinamikanya.
Pondok Pesantren Manarul Qur’an menjadi barometer baru di Lumajang dengan keunikan yang dimilikinya.
Dimana Pondok Pesantren Manarul Qur’an merupakan pondok pesantren baru yang mampu berkembang secara pesat dengan gaya kepemimpinan yang menarik yakni gaya kepemimpinan laissez faire dalam mengembangkan entrepreneurship di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Artikel adalah hasil penelitian kualitatif field research. Kesimpulan dari artikel ini menemukan bahwa untuk menjaga eksistensi pesantren, para penerus melakukan perubahan gaya kepemimpinan, dari pola kepemimpinan tunggal menjadi gaya kepemimpinan laissez faire dan berbentuk yayasan modern yang berbasis entrepreneurship. Sehingga eksistensi pesantren dapat tetap terjaga, dan hingga hari ini pesantren mengalami perkembangan yang cukup maju.
Artikel ini hendak melihat perkembangan di pondok pesantren yakni gaya kepemimpinan dan dinamikanya.
Pondok Pesantren Manarul Qur’an menjadi barometer baru di Lumajang dengan keunikan yang dimilikinya.
Dimana Pondok Pesantren Manarul Qur’an merupakan pondok pesantren baru yang mampu berkembang secara pesat dengan gaya kepemimpinan yang menarik yakni gaya kepemimpinan laissez faire dalam mengembangkan entrepreneurship di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Keyword: Transformasi Kepemimpinan; Pondok Pesantren, Globalisasi
Pendahuluan
Kepemimpinan merupakan usaha pemimpin untuk menggerakkan orang lain
atau mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan
dalam islam dikatakan sebagai amanah atau tanggungjawab yang harus diemban atau
dipikul oleh seorang pemimpin. Dalam hal ini pemimpin mempunyai tugas yang sangat berat yaitu kepemimpinannya. Kepemimpinan yang baik dan berhasil sudah barang tentu akan disebut sebagai penyebab terjadinya akibat-akibat baik dalam berbagai hasil sesuai lingkup kepemimpinan. Namun sebaliknya kepemimpinan yang buruk dan gagal akan disebut sebagai penyebab terjadinya akibat-akibat buruk (jahat) dalam berbagai hal pula.
1Kepemimpinan yang baik tidak lepas dari gaya kepemimpinan dari seseorang pemimpin. Seorang pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.
2Gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang bertindak dalam konteks organisasi tersebut, maka cara termudah untuk membahas berbagai jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu gaya tertentu.
3Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Dimana setiap gaya kepemimpinan memiliki dampak positif maupun negatif atas kinerja karyawan.
4Kiai merupakan pemimpin atau pengasuh dalam pondok pesantren. Kiai sebagai pemimpin memiliki kepemimpinan yang dijalankan agar pondok pesantren semakin berkembang. Karena kepemimpinan merupakan faktor penting maju dan gagalnya dalam suatu organisasi. Begitu juga dengan kiai di pesantren, maju dan tidaknya sebuah lembaga pondok pesantren biasanya tergantung kepada seorang kiai yang memimpinnya.
5Intensitas kiai memperlihatkan peran yang sentralistik dan otoriter disebabkan karena kiailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin dan bahkan pemilik tunggal sebuah pesantren.
6Maka wajar bahwa pertumbuhan dan
1
M. Fajar Hidayanto, "Kepemimpinan dan Korupsi (Simbiosis Mutualisme)", Al-Mawarid, Edisi XIII Tahun 2005, 34.
2
Bryan Johannes Tampi, "Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT.
Bank Negara Indonesia", Acta Diurna, Volume III. No. 4. Tahun 2014, 2.
3
Patricia Dhiana Paramita, "Gaya Kepemimpinan (Style Of Leadership) yang Efektif dalam Suatu Organisasi", Universitas Pandanaran Fakultas Ekonomi, 1.
4
Johannes , “Pengaruh Gaya Kepemimpinan”, 2.
5
Chairil Afriansyah, "Pola Kepemimpinan, Kebijakan, dan Strategi Pengembangan Pondok Pesantren", UIN Sunan Gunung Djati, 2014, 5.
6
Maghfur Hidayat Nur, "Kebijakan Kiai dalam Pengembangan Pendidikan Formal di Pesantren (Studi Multi
Situs di MA Al-Ma'arif Pondok Pesantren Panggung dan SMAI Sunan Gunung Jati Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi'ien Ngunut)", Tesis tahun 2016, 2.
perkembangan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan kepemimpinan pribadi kiai.
7Ahmad Ihwanul Muttaqin bahkan menyebutkan Seorang Kiai dalam budaya pesantren memiliki berbagai macam peran, termasuk sebagai ulama, pendidik dan pengasuh, penghubung masyarakat, pemimpin, dan pengelola pesantren. Peran yang begitu kompleks tersebut menuntut Kiai untuk bisa memposisikan diri dalam berbagai situasi yang dijalani.
8Istilah kepemimpinan berhubungan dengan pengasuh pondok pesantren. Kiai di pesantren memiliki peran yang cukup sentral, maju dan tidaknya sebuah lembaga pondok pesantren biasanya tergantung kepada seorang kiai yang memimpinnya.
Sehingga pembahasan tentang kiai dalam pondok pesantren tidak ada habisnya untuk selalu menjadi pembahasan yang tetap menarik dan unik untuk diangkat menjadi sebuah topik kajian dan penelitian, apalagi pembicaraan mengenai kepemimpinan dalam pondok pesantren ketika dikaitkan dengan keterlibatan kiai dalam ranah partai politik (politik praktis).
9Pemimpin pondok pesantren adalah potret pemimpin masyarakat yang berdimensi Ilahiah spiritual. Karena itu kepemimpinan dalam pesantren dan umat di luar pesantren sangat kental dengan nuansa tradisional dan kharismatik.
10Kini kepemimpinan kiai telah ditentukan oleh halangan pesantren sendiri atau dari luar pesantren yang akan berimplikasi pada sifat dasar ruang lingkup dan bentuk kepemimpinan pesantren yang unik.
11Oleh karena itu, pada kepemimpinan alami dalam pesantren yang berupa pola pewarisan pesantren, termasuk estafet kepemimpinannya harus segera dirombak supaya pesantren tidak ditinggalkan masyarakat. Pengembangan pesantren maupun proses pembinaan calon pimpinan yang akan menggantikan pimpinan sekarang ini harus memiliki bentuk
7
Hidayat, Kebijakan Kiai, 3.
8
Ahmad Ihwanul Muttaqin; Agung Fahrian, “Paradigma Perubahan Pesantren Melalui Kepemimpinan Transformatif Kiai Misbahul Munir di Pondok Pesantren Gubug Al-Munir”, Khazanah: Jurnal Edukasi,
volume 1, nomor 2 (September, 2019), 182.
http://jurnal.manlumajang.sch.id/index.php/khazanah/article/view/15/13
9
Ahmad Fathoni, Peran Kiai Pesantren dalam Partai Politik, 2007, 40.
10
Babun Soeharto, Pondok pesantren dan perubahan Sosial (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2018), 54.
11
A. Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), 9.
yang teratur dan mantap untuk mengembangkan pesantren sebenarnya membutuhkan lebih dari seorang pemimpin.
12Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang melekat dalam perjalanan kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun silam. Ia adalah lembaga pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai lembaga unik dan mempunyai karakteristik tersendiri yang khas, bahkan hingga saat ini ia mampu menunjukkan kapabilitasnya yang cemerlang dengan mampu melewati berbagai episode zaman serta melewati ragam polemik yang mengitarinya. Hal ini terjadi karena pesantren mampu melayani kebutuhan (needs) pendidikan masyarakat, terutama ketika lembaga-lembaga pendidikan modern yang pada umumnya bersifat formal, belum mampu menembus ke pelosok desa. Pada saat itu dunia pesantren menjadi simbol yang menghubungkan dunia pedesaan dengan dunia luar.
13Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, pesantren telah banyak memberikan andil dan kontribusi yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat, serta dapat menghasilkan komunitas intelektual yang setaraf dengan sekolah gubernemen. Sehingga pada tataran ini pesantren tidak dapat diklaim sebagai institusi sosial yang tidak hanya berbentuk lembaga dengan seperangkat elemen pendukungnya seperti masjid, ruang mengaji, asrama santri, beberapa guru, dan kiai.
Tetapi pesantren merupakan entitas budaya yang mempunyai implikasi terhadap kehidupan sosial yang melingkupinya.
14Pesantren memiliki tiga ciri menurut Dhofier Pertama, pesantren menanamkan nilai-nilai keagamaan yang sama, yaitu ketakwaan sebagai nilai utama. Nilai ini selanjutnya dijabarkan kedalam nilai-nilai yang lebih spesifik, seperti keikhlasan, kebersamaan, kesederhanaan, dan perubahan atau pembaharuan. Kedua kiai adalah orang yang yang umumnya tergolong mampu secara ekonomis di lingkungan komunitasnya, sehingga tidak mengherankan jika dia mampu membiayai sendiri kebutuhan hidup dan pesantrennya tanpa tergantung pada pihak lain. Ketiga, prestise
12
Muzammil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi (Jakarta: PT Glora, 2002), 50.
13
In’am Sulaiman, Masa Depan Pesantren: Eksistensi Pesantren di Tengah Gelombang Modernisasi (Malang:
Madani, 2010), 3.
14
Hamdan Farchan dan Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren: Resolusi Konflik Masyarakat Pesantren,
(Yogyakarta: Pilar Religia, 2005), 1
dan kharisma yang dimiliki kiai memungkinkan untuk pembiayaan bebagai kebutuhan dalam pengelolaan pesantren.
15Pesantren juga sebagai lembaga yang mengiringi dakwa Islamiyah di Indonesia memiliki persepsi yang plural.
16Pondok pesantren yang sering disingkat PPs ini merupakan lembaga pendidikan islam tertua yang lahir dan tumbuh dari kultur Indonesia yang bersifat indegenous. Ia tumbuh atas prakarsa dan dukungan masyarakat, serta di dorong oleh permintaan dan kebutuhan masyarakat.
17Alih-alih perubahan yang begitu cepat di dalam tubuh pesantren, membuat sebagian kalangan menaruh harapan yang besar terhadap pesantren sehingga tidak mengherankan, bahwa pada saat krisis multi dimensional melanda negara kita dengan ditandai merosotnya tingkat moralitas generasi bagsa, dan mulai sedikit mencemaskan terhadap output pendidikan, apakah tidak mungkin seluruh energi dan perhatian para intelektual dan akademisi sedikit melirik pesantren sebagai solusi pemecahannya?
Karena pesantren disamping mampu memberikan ajaran-ajaran dogmatis agama tentang moralitas, juga belum pernah terkena virus moral. Pesantren dengan demikian, dicitrakan sebagai kunci dari penyelesaian krisis moral bangsa, yang menurut Nurcholis “pesantren adalah pendidikan alternatif”. Perkembangan jaman dengan berbagai variannya telah membawa implikasi terhadap pesantren yang oleh banyak pengamat sosial memiliki beberapa karakter pokok. Pertama, terjadinya teknologisasi kedua, perilaku yang semakin fungsional ketiga, penguasaan informasi dan teknologi keempat, kehidupan masyarakat yang makin sistemik dan terbuka.
18Di Indonesia istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok pesantren dari bahasa Arab funduq, yang berarti hotel, asrama, rumah dan tempat tinggal sederhana. Pengertian terminologi pesantren di atas, mengindikasikan bahwa secara kultural pesantren lahir dari budaya Indonesia. Dari sinilah Nurcholis Madjid berpendapat, secara historis pesatren tidak hanya mengandung makna keislaman, tetapi juga makna keaslian
15
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 7-8.
16
Muzammil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, (Jakarta: PT Glora, 2002), 1.
17
In’am Sulaiman, Masa Depan Pesantren, (Malang: Madani, 2010), 1.
18
Moch. Chotib, Pesantren dan Masyarakat Transformatif, (Jember: Pena Salsabila, 2010), 21-22.
Indonesia. Sebab, memang cikal bakal lembaga pesantren sebenarnya sudah ada pada masa Hindu-Budha dan Islam tinggal meneruskan, melestarikan, dan mengislamkannya.
19Disamping itu dinamika sistem pendidikan pesantren dalam menghadapi tantangan zamannya yaitu kebutuhan pembangunan nasional lengkap dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan.
20Ada banyak hal perlu di soroti berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam selama ini. Yang menjadi tantangan saat ini Pertama, masalah materi atau muatan pendidikan agama. Kedua, masalah kerangka metodologi.
21Salah satu unsur dominan dalam kehidupan sebuah pondok pesantren adalah pemimpin dalam mengatur perkembangan dan kelangsungan kehidupan pondok pesantren dengan keahlian, kedalaman ilmu, kharismatik, dan keterampilannya sehingga terkesan sebuah pondok pesantren tidak memiliki manajemen pendidikan yang rapi. Tapi, disisi lain, Kiai besar. Karena Kiai merupakan elemen yang sangat esensial dari suatu pondok pesantren.
22Maka sudah sewajarnya pertumbuhan suatu pondok pesantren sangat bergantung pada kemampuan pribadi kiainya. Namun, menurut Ahmad Ihwanul Muttaqin kebesaran dan ketokohan seorang kiai karena berbagai faktor akan menjadi rentan oleh sebab timbulnya ketegangan dan konflik.
Ketegangan dan konflik bisa bermuara pada perilaku personal dan juga sosial.
Apabila seorang kiai tidak bisa mengatasinya dengan baik, maka konflik itu pada akhirnya akan berdampak pada perubahan posisi dan peran seorang kiai yang secara langsung atau tidak langsung juga berdampak pada jati diri seorang kiai itu sendiri, bagi santri, pesantren dan masyarakat yang menjadi bagian dari tanggungjawabnya.
23Terkait dengan pembahasan kepemimpinan di Pondok Pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Setiap pemimpin memiliki gaya tersendiri dalam
19
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, 62.
20
M. Ridwan Nasir, Format Pendidikan Ideal (Pondok Pesantren Tengah Arus Perubahan), (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), 3.
21
Moch Chotib, Pesantren dan Masyarakat Transformatif (Jember: Pena Salsabila 2010), 43-44.
22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES, 1982), 55.
23
Ahmad Ihwanul Muttaqin dan Canda Ayu Pitara, “Transformasi Kepemimpinan: Adaptasi
Pesantren Bustanul Ulum Krai Lumajang dalam Menjawab Globalisasi”, Journal of Islamic Education
Research, volume 1, nomor 01 (Desember, 2019), 26. https://jier.iain-
jember.ac.id/index.php/jier/article/view/2/2
mengatur lembaganya, Manarul Qur’an merupakan salah satu pondok pesantren di Lumajang yang memiliki suatu badan hukum yang baru berdiri, yang di asuh oleh KH. Dr. Abdul Wadud Nafis Lc., M.E.I. Beliau merupakan seorang kiai pengasuh Pondok Pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang sekaligus seseorang yang mendirikan Pondok pesantren Manarul Qur’an. Pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang memiliki ketertarikan sendiri, karena meskipun baru berdiri pondok pesantren ini memiliki nuansa baru yang berbau modern. Pondok pesantren ini mengalami perkembangan tidak hanya dari segi keilmuan saja, tetapi juga mengalami perkembangan dari segi kewirausahaannya (entrepreneurship).
Entrepreneurship yang berada di pondok pesantren Manarul Qur’an berupa kewirausahaan menengah kebawah seperti budidaya puyuh petelur, budidaya bebek pedaging, budidaya ayam kampung super, warung dan Catering dan Koperasi BMT.
Hal ini tidak lepas dengan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh kiai Abdul Wadud Nafis sebagai pengasuh pondok pesantren, pembina dan sekaligus pendiri pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Terkait dengan gaya kepemimpinan pondok pesantren dalam mengembangkan entrepreneurship di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Sebagaimana lazimnya dalam gaya kepemimpinan pondok pesantren ini memiliki berbagai hal menarik. Kiai sebagai figur sentral sangatlah menentukan, walaupun sebagai pondok pesantren baru yang berdiri ditengah-tengah perkembangan zaman modern ini, Pondok Pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang berupaya melakukan pengelolaan pondok pesantren dengan memperhatikan kecenderungan perkembangan perekonomian yang muncul di internal maupun pada lingkungan eksternal. Sejak pertama Pondok Pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang berdiri kiai memberikan inovasi baru terhadap perkembangan pondok pesantren dengan menanamkan jiwa entrepreneur bagi setiap pengurus ataupun pimpinan-pimpinan yang ada dalam kepengurusan.
Tulisan ini bermaksud mendalami dan memberikan jawaban atas pertanyaan
tentang bagaimana gaya kepemimpinan kiai dalam mengembangkan entrepreneurship
dan bagaimana dampaknya di pondok pesantren Manarul Qur’an Biting Kutorenon
Sukodono Lumajang. Artikel ini ditulis dari hasil penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire dalam Mengembangkan Entrepreneurship
Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Seperti penuturan pengasuh yang telah diwawancarai terkait Gaya Kepemimpinan Kiai Dalam Mengembangkan Entrepreneurship.
Gaya kepemimpinan kiai dalam mengembangkan jiwa entrepreneurship dalam pondok pesantren Manarul Qur’an adalah dengan memberikan arahan, bermusyawarah dengan bawahan. Setelah itu pengasuh membiarkan bawahannya secara teknis melakukan tindakan di lapangan, sesuai dengan kreasi masing-masing.
Setelah itu kiai melakukan musyawarah dengan mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan. Hal ini juga senada dengan yang di tuturkan ketua yayasan yaitu Uztad Zamroni, M.A.
Dari hasil wawancara terkait dengan gaya kepemimpinan kiai dalam
mengembangkan entrepreneurship di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono
Lumajang. Kiai memakai gaya kepemimpinan dalam pengelolaan pondok
pesantrennya. Dimana kiai sebagai pengasuh mengarahkan para pengurus pondok
dan ketua yayasan terkait setiap kebijakan pondok pesantren, usaha-usaha yang ada di
pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Namun secara teknis
diserahkan kepada ketua yayasan dan pengurus pondok pesantren. Selain itu, kiai juga
melakukan gaya demokratis. Dimana kiai memberikan jadwal untuk pertemuan
dengan ketua yayasan dan para pengurus pondok pesantren terkait dengan masukan-
masukan baru dan permasalahan yang ada di pondok pesantren. Namun dikondisi
tertentu kiai memberikan intruksi yang harus dikerjakan oleh ketua yayasan dan para
pengurus pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Dari hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti pada waktu hari Jum’at, sebagian dari santri sedang istirahat dan sebagian sedang dikirim oleh wali santri. Dari data observasi ini peneliti menggali data dengan mewawancari masyarakat sekitar pondok pesantren. Ibu Maimunah adalah wali santri yang memondokkan putranya di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Dimana dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam gaya kepemimpinan kiai, kiai memiliki respon positif dari sebagian masyarakat karena lebih terbuka dan membantu. Dari data hasil observasi yang dilakukan peneliti, kepemimpinan dengan gaya memberikan kesempatan terhadap bawahannya dengan kekreatifitasan pengelola dan pengurus memiliki nilai unggul dalam mengembangkan entrepreneurship. Dimana gaya kepemimpinan kiai macam ini memberikan semangat baru dan rasa tanggung jawab terhadap santri atau para pengelola.
Penerapan gaya kepemimpinan laissez faire diterapkan kiai dalam mengelola pondok pesantren. Dengan gaya kepemimpinan ini kiai lebih memberi kebebasan kepada pengurus, uztad-uztadza, dan santri dalam mengelola, mengatur, dan berkreatifitas dalam kegiatan pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Gaya kepemimpinan tersebut membantu dan memberikan peluang terhadap pengurus dan pengelola untuk lebih kreatif dan tidak tertekan dalam proses pengelolaan di pondok pesantren hal ini juga dipengaruhi gaya kepemimpinan laissez faire yang memiliki sifat demokratis terhadap pengelolaannya.
Penerapan gaya kepemimpinan seorang pemimpin ini cenderung memilih
peranan pasif pada organisasi dan membiarkan organisasinya ini berjalan dengan
sendirinya. Sikap seorang kiai dalam memimpin organisasi dan para bawahannya
biasanya bersikap permisif, dalam arti bahwa para anggotanya boleh saja bertindak
sesuai dengan keyakinan masing-masing asal saja kepentingan bersama tetap terjaga
dan tujuan organisasi tercapai. Dengan sikap ini seorang pemimpin ini mengarah
pada tindak-tanduk yang memperlakukan bawahan sebagai rekan sekerja, hanya saja
kehadirannya sebagai pemimpin diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur
hierarki organisasi berikut penyajian peneliti.
Gaya kepemimpinan kiai ini dapat di analisa dengan pendapat Ahmad Faris
24, Seorang pemimpin ini cenderung memilih peranan pasif pada organisasi dan membiarkan organisasinya ini berjalan dengan sendirinya. Sikap seorang pemimpin laissez faire dalam memimpin organisasi dan para bawahannya biasanya bersikap permisif, dalam arti bahwa para anggotanya boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan masing-masing asal saja kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tercapai.
Dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diperoleh peneliti dibandingkan dengan teori terdahulu, ternyata kiai pondok pesantren Manarul Qur’an dalam mengembangkan jiwa entrepreneurship menggunakan gaya kepemimpinan laissez faire, demokrasi, paternalistik dalam mengelola Pondok Pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Gaya kepemimpinan laissez faire yang dilakukan kiai pondok pesantren Manarul Qur’an adalah mengamati secara langsung kegiatan pengasuh dengan para pengurus pondok saat pengajian pagi dimana pengasuh mengajarkan sikap disiplin dan tanggung jawab. Terkadang kiai memberikan suatu tekanan kepada santri agar memiliki tanggung jawab terhadap dirinya. Gaya kepemimpinan kiai dalam mengelola pondok pondok pesantren ini tidak terjun secara langsung tetapi kiai masih memantau dari sini, kiai memberikan kesempatan para pengurus pondok untuk mengelola pondok pesantren sesuai hasil kreatifitasnya. Kiai Manarul Qur’an memakai gaya kepemimpinan laissez faire dalam mengelola pondok pesantrennya karena dengan gaya kepemimpinan tersebut membantu dan memberikan peluang terhadap pengurus dan pengelola untuk lebih kreatif dan tidak tertekan dalam proses pengelolaan di pondok pesantren hal ini juga dipengaruhi gaya kepemimpinan laissez faire yang memiliki sifat demokratis terhadap pengelolaannya.
Pengelolaan kepemimpinan pondok pesantren dengan gaya kepemimpinan laissez faire bisa dianalisa dengan pendapat Imam Muslimin,
25untuk dapat mengembangkan pondok pesantren, salah satunya adalah dengan sosok kiai,
24
Ahmad Faris, "Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Pendidikan Pesantren", 'Anil Islam, Vol. 8 No. 1, Juni 2015, 127-130.
25
Gus Dur, Menggerakan Tradisi, 19-20.
sementara kiai yang sukses adalah kiai yang ditentukan oleh sikap dan perangai kiai tersebut dimana sifat tersebut dapat berupa sifat fisik, sosial, dan psikologis.
Kiai pondok pesantren Manarul Qur’an memiliki sosok kiai yang dapat memposisikan dirinya sesuai dengan kebutuhan para pengurus atau para pengelola usaha-usaha pondok pesantren hal ini dibuktikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire yang diterapkan. Dimana seorang kiai terkadang menjadi seorang guru yang dapat memberi pengetahuan terhadap yang dipimpinnya. Selain itu seorang kiai bersikap selayaknya seorang pengusaha yang dapat memberikan contoh kepada pengurus dalam menjalankan suatu bisnis. Kiai tidak hanya memberi teori, tetapi kiai juga memberi contoh kepada para pengurus atau pengelola usaha-usaha di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Dan hal seperti ini dapat berdampak positif bagi para pengurus atau pengelola usaha di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Yang ketiga, seorang kiai bersikap sebagai mentor yang membimbing para pengurus dan pengelola dalam setiap proses bisnis yang dijalankan. Dimana kiai tidak hanya memberi teori dan contoh tetapi juga menjadi mentor dan membimbing proses kegiatan para pengurus atau pengelola di dalam pondok Pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Dan yang terakhir, kiai di pondok pesantren Manarul Qur’an memposisikan dirinya sebagai pengawas yang bertugas untuk selalu memantau para pengurus atau pengelola dalam menjalankan bisnis dan mengelola pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Gaya Kepemimpinan Kiai dalam Mengelola Usaha-Usaha di Pesantren Manarul Qur’an
Pondok pesantren Manarul Qur’an memiliki usaha-usaha pendukung dalam proses mengembangkan pondok pesantren. Dimana pondok pesantren Manarul Qur’an memiliki berbagai macam usaha yang dikelola yakni Koperasi Syari’ah BMT Manarul Qur’an, Biro Perjalanan Umrah, Budidaya Ayam Kampung Super, Budidaya Burung Puyuh, Budidaya Jamur yang akan dirilis, Catering makanan. Dimana usaha- usaha ini dikelola oleh pengurus pondok dan ketua yayasan pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Dimana dapat kita ketahui bahwa usaha Koperasi Syari’ah BMT Manarul
Qur’an, Biro Perjalanan Umrah, Budidaya Burung Puyuh, Warung, dan yang lainnya
yang ada di Pondok Pesantren Manarul Qur’an dikelola oleh ketua yayasan pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Namun ketua yayasan masih berada dijalur koordinasi dengan kiai pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Untuk pengelolaan usaha di pondok pesantren Manarul Qur’an, kiai menggunakan gaya kepemimpinan. Dimana kiai memposisikan diri sebagai pebisnis terlebih dahulu, untuk mengembangkan bisnis yang ada dengan memberikan contoh secara langsung kepada para pengurus dan pengelola yayasan. Selanjutnya kiai memposisikan diri sebagai guru atau ilmuwan, dimana pengasuh menjadi seorang ilmuwan yang mengajarkan bagaimana cara mengembangkan bisnis, dengan teori- teori bisnis yang ada. Selain itu, pengasuh berposisi sebagai mentor atau pembimbing para pengurus dan pengelola untuk mengelola bisnis secara baik. Dan terakhir pengasuh memposisikan diri sebagai pembimbing para pengurus dan pengelola dalam mengembangkan bisnis.
Usaha di pondok pesantren Manarul Qur’an yakni Koperasi BMT yang terletak di Selok Besuki memiliki pekerja dari sebagian santri yang sudah memiliki kinerja yang bagus. Dengan observasi ini kami mendapatkan penjelasan dari salah satu pekerja yang bernama Joko menurut joko, kiai selama ini sudah cukup membantu para pengurus dan pengelola dalam mengembangkan bisnis yang sudah ada.
Dengan gaya kepemimpinan ini usaha-usaha yang ada di pondok pesantren Manarul Qur’an berjalan dengan baik dimana dengan gaya kepemimpinan ini berhasil mencetak pengurus dan pengelola yang handal, cekatan, demokratis dan bertanggung jawab.
Para uztadz dan uztadzah serta pengurus pondok pesantren Manarul Qur’an
diberikan keleluasaan dalam mengatur atau mengelola kegiatan kepesantrenan sesuai
bidangnya. Agar para uztad dan uztadzah lebih mudah memotivasi para santri dalam
belajar dan beribadah. Hal ini terlihat ketika peneliti melakukan observasi ke kamar-
kamar santri dan kegiatan ngaji para santri pada waktu itu pengurus terlihat mengatur
duduk santri dan mempersiapkan diskusi rutinan. Pengurus atau senior mempunyai
tanggung jawab terhadap ruangan diskusi yang ditempati, fasilitas yang ada didalam
ruangan pengurus keamanan berkewajiban untuk merawat dan menjaga kebersihan, kedisiplinan didalamnya.
Hal ini dapat kita analisa dengan pendapat Manfred Ziemek
26yang mengatakan para santri pesantren modern (umpamanya di Paleman) mempelajari disamping matematika, fisika, dan kimia, bahasa asing, perkebunan, perunggasan, perikanan kolam dan lain sebagainya.
Selain itu hal ini juga dapat dianalisa dengan pendapat M.Yaqub
27demikian pula yang terjadi di Darul Falah. Pesantren pertanian sejak awal telah memberikan pelajaran pertanian, teknik, sosial, ekonomi, ilmu pasti, pengetahuan alam dan bahasa.
Dari hasil perbandingan analisa teori terdahulu dengan hasil peneliti memiliki kesamaan. Dimana pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang mengembangkan jiwa entrepreneurship dengan gaya kepemimpinan kiainya yang memakai gaya kepemimpinan laissez faire dalam mengembangkan pondok pesantren dan usaha-usaha yang ada dalam pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Kiai dengan para pengurus dan pengelola pondok pesantren dapat menciptakan usaha-usaha untuk pondok pesantrennya yang meliputi Koperasi Syari’ah BMT Manarul Qur’an, Budiday Burung Puyuh, Budidaya Ayam Kampung Super, Budidaya Jamur, Warung, dan Catering Makanan.
Dampak Gaya Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Entrepreneurship di Pesantren Manarul Qur’an
Dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi di atas kepemimpinan dengan gaya laissez faire memiliki dampak positif yang dapat mendukung berjalannya usaha-usaha di pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Yang mana dengan gaya kepemimpinan ini seorang santri lebih diberikan rasa tanggung jawab atas amanah yang diembannya. Selain itu dalam gaya kepemimpinan ini membuat para pengurus dan santri untuk mejalankan setiap program kegiatan sesuai dengan kekreatifitasan masing-masing. Dan yang paling penting santri dapat tumbuh menjadi sosok yang mandiri.
26
Muzammil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Intitusi, (Jakarta: PT Glora, 2002), 134.
27
Muzammil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju...,134.
Pembahasan temuan dalam hal ini dapat disesuaikan dengan pendapatnya Ahmad Faris
28, yang mengatakan seorang pemimpin ini cenderung memilih peranan pasif pada organisasi dan membiarkan organisasinya ini berjalan dengan sendirinya.
Sikap seorang pemimpin laissez faire dalam memimpin organisasi dan para bawahannya biasanya bersikap permisif, dalam arti bahwa para anggotanya boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan masing-masing, asal saja kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisasi tercapai. Dengan sikap ini seorang pemimpin yang laissez faire ini mengarah pada tindak-tanduk yang memerlakukan bawahan sebagai rekan sekerja, hanya saja kehadirannya sebagai pemimpin diperlukan sebagai akibat dari adanya struktur hierarki organisasi.
Oleh karena itu, untuk mengembangkan entrepreneurship di pondok pesantren Manarul Qur’an kiai melakukan pengelolaan dengan menggunakan gaya kepemimpinan laissez faire dan demokratis. Dalam pengelolaan pondok dan usaha di pondok pesantren Manarul Qur’an mengalami sebuah hambatan yang mana kiai memiliki hambatan waktu yang masih harus di seimbangkan dalam memimpin pondoknya yang bukan hanya memiliki satu pondok pesantren. Selain itu kiai juga menjelaskan bahwa SDM juga memiliki kendala. Kendala dalam SDM adalah kiai sulit untuk menemukan seseorang yang berkualitas dalam keilmuannya untuk kewirausahaan, untuk mengelola pondok pesantren dan mengatur pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang.
Hambatan lainnya adalah sumber dana yang terbatas yang mengharuskan kiai betul-betul cerdas dalam mengelola. Sumber dana menjadi hambatan kiai dalam mengembangkan pondok pesantren untuk melakukan pembangunan pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang agar lebih maju ditahun-tahun yang akan datang. Tidak hanya itu, sumberdana menjadi hambatan dalam mengelola entrepreneurship yang berada di bawah naungan pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang. Mengingat usaha-usaha yang berada dibawah naungan pondok pesantren Manarul Qur’an Sukodono Lumajang cukup beragam. Usaha yang ada di pondok pesantren diantaranya ada BMT berupa koperasi, catering makanan,
28