• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK

A. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tanpa memberikan penjelasan mengenai yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut.

Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “ een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah tentu tidak tepat.

Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana1. Dalam rumusan ini bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut.

Moeljatno2 tidak menggunakan istilah tindak pidana, tetapi menggunakan kata “perbuatan pidana”. Kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu pengertian yang menunjuk pada 2 (dua) kejadian yang konkret yaitu

1. adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang 2. adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.

Hazewinkel Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari “strafbaar feit” sebagai “ suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan

(2)

oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya3.

Menurut Pompe, perkataan “srafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma” (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum” atau sebagai “de normovertreding” (verstoring der

rechtsorde), waaraan de overtreder schuld beeft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de bandhaving der rechts orde en de bebartiging van het algemen welzijn”4.

Secara teoritis, strafbaar feit itu haruslah diartikan sebagai suatu “pelanggaran norma” atau normovertreding (gangguan terhadap tertib hukum), yang dapat dipersalahkan kepada pelanggaran, sehingga perlu adanya penghukuman demi terpeliharanya tertib hukum dan dijaminnya kepentingan umum. Yang dimaksudkan dengan normovertreding adalah suatu sikap atau perilaku atau gedraging, yang dilihat dari penampilannya dari luar adalah bertentangan dengan hukum, jadi ia bersifat onrechtmatig, wederrechtelijk atau melanggar hukum, dan antara sikap atau perilaku itu terdapat suatu hubungan yang demikian rupa dengan si pelanggar, sehingga ia dapat dipersalahkan karena pelanggaran hukum tersebut, atau dengan perkataan lain ia telah bersalah karenanya. Strafbaar feit merupakan suatu sikap atau perilaku yang mempunyai tiga macam sifat yang bersifat umum, yaitu bersifat melawan hukum, dapat dipersalahkan kepada si pelaku dan bersifat dapat dihukum5.

Dikatakan selanjutnya oleh POMPE, bahwa menurut hukum positif kita, suatu

strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu

rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum6.

(3)

Perbedaan antara teori dengan hukum positif itu sebenarnya hanya bersifat semu. Yang terpenting bagi teori itu adalah, bahwa tidak seorang pun dapat dihukum kecuali apabila tindakannya itu memang benar-benar bersifat melanggar hukum dan telah dilakukan berdasarkan sesuatu bentuk schuld, yakni dengan sengaja ataupun tidak sengaja, sedang hukum positif kita tidak mengenal adanya suatu schuld tanpa adanya suatu wederrechtelijkheid. Dengan demikian sesuailah apabila pendapat menurut teori dan pendapat menurut hukum positif disatukan di dalam suatu teori yang berbunyi geen straf zonder schuld atau “tidak ada sesuatu hukuman dapat dijatuhkan terhadap seseorang tanpa adanya kesengajaan ataupun ketidaksengajaan”, yang berlaku baik bagi teori maupun bagi hukum positif7.

Menurut hukum positif, suatu strafbaar feit itu adalah suatu feit, yang di dalam suatu ketentuan undang-undang telah dirumuskan sebagai dapat dihukum. Definisi ini nampaknya seperti suatu taulogi, yang sesungguhnya adalah tidak demikian. Bahwa rumusan tersebut haruslah terdapat di dalam undang-undang itu sendiri ataupun berdasarkan undang-undang (pasal 1 ayat (1) KUHP)8.

Kesimpulannya bahwa untuk menjatuhkan sesuatu hukuman itu adalah tidak cukup apabila di situ hanya terdapat suatu strafbaar feit melainkan harus juga ada suatu strafbaar

persoon atau seseorang yang dapat dihukum, di mana orang tersebut tidak bersifat wederrechtelijk dan telah ia lakukan baik dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja.

Simons, telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai suatu “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”9.

7 Lamintang, Op Cit, hlm 174 8 Lamintang, Loc Cit

(4)

Menurut Profesor Simons, sifat melawan hukum itu timbul dengan sendirinya dari kenyataan, bahwa tindakan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu peraturan dari undang-undang, hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain10.

Simons, misalnya memberi batasan, bahwa “tindak pidana” adalah suatu tindakan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang bertentangan dengan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (Wij kunnen het gezegde

samenvatten “strafbaar feit” omschrijven als eene strafbaar gestelde onrechtmatige (wederrechtelijke) met schuld in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar persoon)11.

Van der Hoeven tidak setuju apabila perkataan srafbaar feit itu harus diterjemahkan dengan perkataan perbuatan yang dapat dihukum, oleh karena dari bunyinya pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dapat dihukum itu hanyalah manusia dan bukan perbuatan12.

Orang dapat dipidana selain karena melakukan tindak pidana masih diperlukan adanya kesalahan. Dirasakan sebagai hal yang bertentangan dengan rasa keadilan, jika orang yang tidak bersalah dijatuhi pidana.

Dalam pembaharuan hukum pidana pengertian tindak pidana mengalami penambahan ketentuan hukum yang sudah ada, dapat dilihat dalam pasal 11 RUU KUHP tahun 2004, yang berbunyi :

“(1) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

10 Idem

11 Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1989,

(5)

(2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat (3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada

alasan pembenar”.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa antara kesalahan dan tindak pidana ada hubungan erat, kesalahan tidak dapat dimengerti tanpa adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dengan perkataan lain orang dapat melakukan tindak pidana tanpa mempunyai kesalahan jika tidak melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum.

B. Pengertian Tindak Pidana Pajak.

Mr. R. Hattink memberi arti luas kepada fiscal staftrecht. Fiskal dalam arti luas bertalian dengan keuangan negara. Dari itu segala sesuatu yamg bertalian dengan keuangan negara termasuk pengertian fiskal dan tindak pidana yang ada hubungannya dengan keuangan negara seperti yang bertalian dengan retribusi dengan persewaan negara, bertalian dengan penerimaan negara termasuk Tindak Pidana Fiskal dalam arti luas.13

Sumber hukum tindak pidana fiskal (vindbronnen) terdapat dalam berbagai Undang-Undang, yaitu :

a. Dalam Undang-Undang Pajak b. Dalam KUHP.

Tidak semua perbuatan/tindak pidana yang dilakukan dalam bidang perpajakan diatur dalam Undang-Undang Pajak, tetapi ada juga tindak pidana yang dilakukan dalam perpajakan yang diancam dengan pidana dalam KUHP.14

(6)

Tindak pidana di bidang pajak dapat dibedakan dalam : a. Pelanggaran

b. Kejahatan

Pelanggaran ialah tindak pidana yang terjadi tidak dengan sengaja atau terjadi karena kealpaan atau kekhilafan seperti karena kealpaan tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) akan tetapi karena kealpaan sehingga isinya tidak benar atau tidak lengkap.15

Sanksi yang diancam terhadap pelanggaran di bidang pajak lebih ringan daripada kejahatan. Untuk pelanggaran seperti yang disebut diatas dikenakan sanksi pidana kurungan

paling lama satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang

terutang.16

Kejahatan ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Wajib pajak tahu bahwa perbuatannya itu tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Undang-Undang tetapi tetap dilakukan dengan maksud upaya membayar pajak lebih ringan atau untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya, yang merugikan negara.

Perbuatan-perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan dalam hukum pajak adalah :

1. Dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP atau menggunakan NPWP tanpa hak untuk maksud-maksud tertentu; 2. Dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan, sedangkan ia tahu bahwa surat

pemberitahuan harus dikembalikan kepada Kantor Inspeksi Pajak yang bersangkutan setelah diisi sebagaimana mestinya dan ditandatangani;

(7)

3. Dengan segaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan dengan mengisi secara tidak benar atau tidak lengkap dengan mendapatkan keuntungan dari itu;

4. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan dan dengan perbuatan itu mengetahui petugas pajak;

5. Dengan sengaja tidak memperlihatkan dan/atau tidak mau meminjamkan pembukuan, catatan dan dokumen yang diperlihatkan oleh petugas pajak untuk menentukan jumlah pajak yang terutang sebenarnya;

6. Dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut bagi orang atau badan yang ditunjuk bagi orang atau badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang Pajak, seperti ketentuan pasal 21, 22, 23 dan 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan .17 Kejahatan tersebut di atas diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling tinggi empat kali jumlah pajak yang terutang. Kata “dan/atau” berarti bahwa Hakim mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi kumulatif, artinya di samping sanksi penjara atau kurungan masih dapat juga dijatuhi hukuman denda, dengan mengingat batas maksimum yang ditentukan dalam Undang-Undang. Denda pidana berbeda dengan denda administratif. Denda administratif dijatuhkan oleh administrasi pajak, sedangkan denda denda pidana adalah wewenang Hukum Pidana. Wajib pajak yang dikenakan denda pidana oleh Hakim Pidana, masih terbuka kemungkinan untuk dikenakan denda administrasi oleh administrasi pajak. Namun ini adalah wewenang Menteri Keuangan apakah masih perlu atau tidak, Menteri Keuangan yang wewenangnya dilimpahkan kepada Direktorat Jendral Pajak dapat menganggap lebih bijaksana untuk tidak mengenakan denda administrasi dengan alasan bahwa wajib pajak sudah dipidana.18

(8)

Ancaman sanksi pidana untuk tindak pidana kejahatan yang dilakukan dalam bidang perpajakan dilipat dua kali (200%) apabila wajib pajak melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat waktu satu tahun terhitung sejak waktu pajak selesai menjalani pidana penjara. 19

Tindak pidana di bidang perpajakan mempunyai masa daluwarsa, jika telah lampau waktu sepuluh tahun dihitung sejak saat teerutangnya hutang pajak (pada akhir tahun). Berlainan dengan daluwarsa dari hak untuk menagih utang pajak seperti yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang daluwarsanya setelah lampau waktu lima tahun dihitung dari saat terutang pajak.20

1. Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam UU Perpajakan

a. Tindak Pidana dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.

Bab VIII. Ketentuan Pidana 1. Pasal 38.

Barang siapa karena kealpaannya :

- tidak menyampaikannya Surat Pemberitahuan

- menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar dua kali jumlah pajak yang terutang.

(9)

2. Pasal 39.

(1). Barang siapa dengan sengaja :

- tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa Hak Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2.

- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.

- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

- memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar .

- tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lainnya.

- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi-tingginya sebesar empat kali jumlah pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar.

(2). Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tidak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.

3. Pasal 40.

Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

(10)

(1). pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1. 000.000,00 (satu juta rupiah).

(2). pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(3) penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar. 5. Pasal 42.

(1). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 41 (1) adalah pelanggaran.

(2). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 (2) adalah kejahatan.

6. Pasal 43.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlaku juga bagi wakil, kuasa atau pegawai dari wajib pajak.

b. Tindak Pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.

1. Pasal 13.

(11)

- barangsiapa meniru atau memalsukan materai stempel dan kertas materai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan materai (Pasal 253 KUHP).

- Barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia materai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak (Pasal 257 KUHP).

- Barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia materai yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah materai itu belum dipakai dan/atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak (Pasal 257 dan Pasal 260 KUHP).

- Barangsiapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda materai(Pasal 261 KUHP).

2. Pasal 14.

(1). Barangsiapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

(2). Tindak Pidana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.

c. Tindak pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

1. Pasal 24.

(12)

- tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak.

- Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

Sehinnga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam bulan) atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali pajak yang terhutang.

2. Pasal 25.

(1). Barangsiapa dengan sengaja :

- tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak.

- menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

- memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.

- tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya. - tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.

Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak yang terhutang.

(13)

(3). Ancamam pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

3. Pasal 26.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

4. Pasal 27.

(1). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 ayat (2) adalah pelanggaran.

(2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) adalah kejahatan.

5. Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam KUHP

Tindak pidana yang dilakukan di bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana umum yang perumusannya sudah diatur dalam KUHP tidak lagi dimasukkan dalam ketentuan khusus dalam Undang-Undang Pajak.

a. Perbuatan penyuapan yang dilakukan oleh wajib pajak atau orang lain. Diancam dengan hukuman pidana dalam Pasal 209 KUHP paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, yaitu barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

(14)

Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. c. Pemalsuan materai, Pasal 253 KUHP.

Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barang siapa meniru atau memalsu materai yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia atau jika diperlukan tanda tangan untuk sahnya materai itu, barang siapa meniru atau memalsu tanda tangan, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai materai itu sebagai materai yang asli dan tidak dipalsu atau yang sah. Barang siapa dengan maksud yang sama membikin materai tersebut dengan menggunakan cap asli secara melawan hukum.

d. Pemalsuan surat, Pasal 263 KUHP.

(1). Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu ,diancam, jika pemakaian tersebut dapat meimbulkan kerugian karena pemalsuan surat degan pidana penjara paling lama enam tahun. (2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan, seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

e. Membuka Rahasia, Pasal 322 KUHP.

(15)

(2). Jika kejahatan dilakukan terhadap orang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang lain.

f. Pemerasan dan pengancaman, Pasal 368 KUHP.

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

g. Penggelapan, Pasal 372 KUHP.

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu rupiah.

h. Kejahatan jabatan. h 1. Pasal 417 KUHP.

(16)

sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

h 2. Pasal 418 KUHP.

Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

h 3. Pasal 419 KUHP.

Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, seorang pejabat :

- yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

- orang yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

h 4. Pasal 421 KUHP.

Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

h 5. Pasal 425 KUHP.

(17)

- seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau memotong pembayaran seolah-olah berhutang kepadanya, kepada pejabat lainnya atau kepada kas umum, padahal diketahuinya bahwa tidak demikian adanya.

- Seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas seolah-olah sesuai dengan aturan-aturan yang bersangkutan, telah meggunakan tanah Negara yang di atasnya ada hak-hak pakai Indonesia denagn merugikan yang berhak, padahal diketahuinya bahwa itu bertentangan dengan peraturan tersebut.

i. Pelanggaran Jabatan Pasal 552 KUHP.

Seorang pejabat yang berwenang mengeluarkan salinan atau petikan putusan pengadilan, jika mengeluarkan salian atau petikan demikian itu, sebelum putusan ditandatangani sebagaimana mestinya, diaancam dengan pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah. (Majelis Pertimbangan Pajak, Hakim Administrasi untuk pajak-pajak tidak langsung).

C. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Pejabat

Pejabat pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat melakukan tindak pidana, baik dengan sengaja atau tidak sengaja.Pejabat pajak dapat melakukan doleus delict (dengan sengaja) jika ia secara sadar menyalahgunakan wewenang publik yang ada padanya (detournement de pouvuir). Ada kalanya juga ia dengan sengaja salah menerapkan ketentuan Undang-Undang (abus de dtroit). Kedua perbuatan itu dapat merugikan wajib pajak dan dapat pula merugikan Negara dan menguntungkan diri senndiri atau orang lain atau golongan/kelompok lain. Jika perbuatan itu terjadi tidak dengan sengaja, hal ini tidak berarti bahwa ia akan terlepas dari hukuman, hanya saja hukumannya akan lebih ringan, karena perbuatannya digolongkan pada “pelanggaran”.21

(18)

Pelanggaran atau kejahatan dapat berupa antara lain : a. pelangaran rahasia jabatan

b. penyalahgunaan wewenang

c. penerapan Undang-Undang secara sah d. pemalsuan(surat ketetapandan sebagainya) e. pemerasan

f. penipuan g. penggelapan

Perumusan perbuatan yang disebut di bawah huruf b, c, d, e, f, g tidak terdapat dalam Undang-Undang pajak melainkan merupakan tindak pidana umum, yang perumusannya maupun ancaman sanksinya terdapat dalam KUHP

Perumusan dan sanksi tindak pidana pajak yang secara langsung ada hubungannya dengan soal perpajakan dan perbuatan yang perlu diberikan perumusan secara khusus terdapat dalam (UU No 16 Tahun 2000 atau dalam UU yang megatur tentang ketentuan pajak material). Ada kalanya tindak pidana yang dilakuakn oleh pejabat jika menurut pertimbangan Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak, merupakan tindak pidana yang dianggap ringan, tidak diteruskan kepada penyidik dan jaksa, melainkan dijatuhi sanksi administratif sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti UU Pokok Kepegawaian atau Peraturan tentang Disiplin Pegawai dan sanksinya dapat berkisar dari peringatan/teguran sampai dengan pemecatan tidak dengan hormat.22

D. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Subjek Wajib Pajak.

Wajib pajak untuk pelaksanaan ketentuan-ketentuan undang-undang pajak mempunyai beberapa kewajiban yang harus dipenuhi dengan ancaman berbagai sanksi jika tidak dilakukan.

(19)

Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban yang oleh Undang-Undang diletakkan kepadanya maka ia dapat dipaksa dengan berbagai cara.

Paksaan ada yang berupa paksaan administratif yang letaknya di bidang Hukum Administrasi Negara seperti denda administratif atau surat paksa, tetapi ada pula paksaan di bidang hukum pidana.

Kewajiban yang dianggap sangat serius diancam dengan sanksi pidana. Sanksi ini mempunyai efek preventif maupun represif . Ancaman pidana yang berat mempunyai efek preventif yang dapat mencegah wajib pajak melakukan perbuatan itu. Hal ini letaknya di bidang psikologi.

A. Kewajiban pertama wajib pajak ialah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Setiap orang/wajib pajak yang memperoleh atau mendapat penghasilan setahun sendiri maupun bersama dengan istrinya atau suaminya yang melebihi batas minimum kena pajak (Pendapat Tidak Kena Pajak PTKP) wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan melakukan pembukuan. Tidak melakukan hal itu diancam dengan sanksi pidana.

B. Kalau wajib pajak menyampaikan SPT, tetapi yang isinya tidak benar, palsu atau dipalsukan dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya (Pasal 38 KUHP) diancam dengan sanksi pidana, tetapi tidak melakukan kewajiban itu maka kepada wajib pajak tersebut akan dikenakan sanksi pidana berupa denda atau pidana penjara.

(20)

pemeriksa dapat membuat pernyataan penolakan yang ditandatangani oleh wajib pajak dan ini dijadikan dasar untuk mengeluarkan SKP secara jabatan ditambah dengan sanksi.

D. Wajib pajak yang menolak memperlihatkan atau meminjamkan pembukuannya kepada pejabat untuk diperiksa lebih lanjut, telah melakukan tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana berupa hukuman penjara paling lama 3 tahun atau denda pidana paling tinggi 4 kali pajak yang kurang dibayar.

E. Wajib pajak yang mengadakan pembukuan palsu atau memalsukan pembukuan diancam dengan hukuman pidana yang sama.

F. Selanjutnya wajib pajak dapat melakukan bermacam-macam perbuatan dalam bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana yang perumusannya tidak terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan, melainkan terdapat dalam KUHP seperti perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai :

1. penyuapan 2. penipuan

3. paksaan atau kekerasan 4. penggelapan

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

yang melakukan perbuatan jahat. Dan tidak ada perbedaan lagi”. Dan ekspresi ini sesuai dengan yang telah ada dalam paham pluralisme agama bahwa Tuhan tidak pernah membeda–bedakan

Veiksminga muitinës veikla daro átakà visam prekiø gabenimo procesui, o kartu ir Klaipëdos uosto konkurencin- gumui.. Kitas straipsnio uþdavinys – atkreipti akademinës

antara blok yang satu dengan blok setelahnya, sehingga blok-blok ini disebut sebagai blok overlapping. Uji Serial yang dibahas di sini dikhususkan untuk pengujian keacakan

Segala puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya tesis dengan judul Pengaruh Lingkungan Kerja, Keterampilan Mengajar, Sikap Mental dan

Jenis tulang yang terdapat dalam ikan lele menurut Radiopoetro (1986) yaitu vertebrae, tulang rusuk, tulang cranial, tulang penyokong sirip caudal, tulang anal, tulang dorsal dan

Dengan demikian, salah satu situasi yang ada adalah, tuntutan peningkatan daya saing untuk pasar internasional yang berusaha dipenuhi oleh perusahaan di Indonesia

Telah dilakukan pertukaran informasi di Sulawesi Selatan pada 3 - 9 Agustus 2006 dengan jumlah peserta 8 orang yang terdiri atas petani, petugas, dan Kepala BPP yang bertugas