• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEBERAPA ASPEK SOSIAL YANG MEMPENGARUHI PASANGAN KUMPUL KEBO DI KELURAHAN PONDANG KECAMATAN AMURANG TIMUR KABUPATEN MINAHASA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BEBERAPA ASPEK SOSIAL YANG MEMPENGARUHI PASANGAN KUMPUL KEBO DI KELURAHAN PONDANG KECAMATAN AMURANG TIMUR KABUPATEN MINAHASA SELATAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BEBERAPA ASPEK SOSIAL YANG MEMPENGARUHI PASANGAN KUMPUL KEBO DI KELURAHAN PONDANG KECAMATAN AMURANG TIMUR

KABUPATEN MINAHASA SELATAN

Johny Lumowa

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial Manado

Abstrak

Sejarah perkembangan kehidupan manusia diwarnai oleh nilai – nilai moral manusia itu sendiri.

Masalah moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan moral seseorang mengganggu ketentraman yang lain. Olehnya kebutuhan perkembangan kehidupan manusia dapat terjadi dengan adanya norma – norma atau hukum dalam masyarakat berdasarkan Pancasila. Setiap anggota masyarakat adalah sarana pencapaian ketertiban dan keteraturan. Norma masyarakat mengalami pertumbuhan dan perubahan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Suatu peradaban yang berkembang bagi setiap bangsa merupakan dampak sejarah bangsa itu sendiri bahkan terhadap dunia pembangunan. Berhasilnya pembangunan tergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin seluruh rakyat serta para penyelenggara negara. Usaha untuk mencapai cita – cita dan aspirasi – aspirasi bangsa harus merupakan usaha bersama dari bangsa dan seluruh rakyat yang dilakukan secara gotong royong dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Jadi tidak lain arah dan strategi pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang sesuai dengan cita – cita bangsa Indonesia. Namun tidak dapat disangkal bahwa di sana sini terdapat kekurangan – kekurangan akibat keteledoran dan kurangnya perhatian terhadap hukum yang berlaku sehingga manusia dengan mudah menciptakan suatu peraturan sendiri yang bertentangan dengan disiplin hukum, baik terhadap negara maupun terhadap agama.

Pendahuluan

Jika kita tinjau keadaan masyarakat dewasa ini terutama di kota – kota besar bahkan sampai ke desa – desa maupun kelurahan dengan dasar penilaian moral, maka yang kita temui adalah sebagian anggota masyarakat telah merosot bahkan rusak moralnya. Dari manapun kita ambil definisi tentang moral, maka definisi itu akan menunjukkan bahwa moral itu sangat pentinga bagi setiap orang atau bangsa. Seorang penyair Arab telah mengatakan bahwa ukuran suatu bangsa adalah akhlaknya. Jika mereka tidak berakhlak maka bangasa itu tidak berarti.

Memang moral adalah sangat penting bagi suatu masyarakat, bangsa dan umat, bila moral rusak ketenteraman dan kehormatan bangsa itu akan hilang. Untuk memelihara kelangsungan hidup secara bangsa yang terhormat, Indonesia perlu sekali memperhatikan pendidikan moral bagi generasi yang akan datang.

Menelusuri beberapa pemikiran di atas maka penulis dapat memproyeksikannya dalam kehidupan manusia yang telah diciptakan sebagai

laki – laki dan perempuan atau sebagai jenis kelamin yang berbeda, maka dimungkinkan adanya keturunan, sehingga umat manusia tidak musnah yaitu dengan proses reproduksi.

Sehingga dapatlah dikatakan bahwa manusia sebagai laki – laki dan perempuan merupakan kerjasama penciptaan keturunan. Dalam kerjasama ini laki – laki dan perempuan sebagai jenis keturunan yang berbeda fungsi biologisnya tapi saling membutuhkan dan saling melengkapi.

Jadilah dapat dikatakan bahwa manusia itu adalah makhluk seksual. Suatu kegoncangan masyarakat pada zaman serba canggih ini adalah soal – soal seksual dimana banyak di antara mereka yang ingin membebaskan diri dari belenggu – belenggu adat istiadat, pandangan hidup dan agama. Mereka menganggap segala sesuatu khususnya hubungan seksual adalah cara hidup yang berdasarkan fungsi biologis sesuai hasil – hasil ilmu pengetahuan modern. Sikap manusia yang sebenarnya berlainan dengan dunia hewan dimana keistimewaan manusia justru terletak dalam keadaan sifat roahani, sehingga

(2)

2 kasih cintanya sebenarnya bersifat rohani juga.

Kalau kita amati gejala – gejala perkembangan teknologi modern dari sudut seksual manusia dewasa ini mata kita akah melihat bahaya – bahaya yang keluar dari pada kebudayaan yang modern itu, yang bisa membawa manusia jauh dari pada keistimewaannya selaku manusia.

Orang – orang senang dengan melaksanakan hubungan seksual tanpa nikah. Hal ini melatarbelakangi faktor – faktor penyebab terjadinya hubungan seks tanpa nikah seperti yang diuraikan di bawah ini :

1. Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap – tiap orang dalam masyarakat.

2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil baik dari segi ekonomi, sosial dan politik.

3. Pendidikan moral tidak terlaksana dengan semestinya baik dalam rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.

4. Suasana rumah tangga yang kurang baik.

5. Diperkenalkannya secara popular obat – obatan dan alat kontrasepsi, obat – obat anti hamil.

6. Banyak tulisan – tulisan, gambar – gambar, siaran / pertunukan kesenian yang tidak mengindahkan dasar – dasar dan tuntutan moral.

7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu terluang dengan cara yang baik dan yang membawa pada pembinaan moral.

8. Tidak ada / kurangnya markas – markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak – anak dan pemuda.

Secara khusus masalah ini oleh penulis membatasi pada faktor agama, ekonomi dan kebudayaan. Faktor – faktor di atas merupakan penyebab terjadinya peristiwa suatu hubungan seksa tanpa pernikahan atau hidup bersama tanpa nikah (kumpul kebo), oleh orang Minahasa lazimnya disebut bakupiara.

Pemerintah telah melaksanakan program keluarga berencana dan Undang – Undang Perkawinan menurut peraturan negara Republik Indonesia demi suatu ketertiban dan keteraturan menuju Keluarga Sehat Sejahtera yang penuh kedamaian.

Seperti dalam Undang – Undang Perkawinan dikatakan bahwa : Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu keadaan hidup bersama yang terjadi tanpa pengaturan yang mendatangkan kehancuran bagi keluarga tersebut perkawinan yang demikian disebut kumpul kebo.

Hubungan seks diluar atau sebelum nikah disebut berzinahan, halmana dilarang oleh agama diantaranya oleh suatu alasan yang sifatnya gaib.

Larangan tersebut oleh ajaran agama kita dapati pada dasasila atau decolog dari Nabi Musa.

Secara logis hubungan kelamin yang sah, yaitu dalam ikatan nikah, mengimplikasikan tanggung jawab dari pihak – pihak yang bersangkutan, karena tanggung jawab adalah ciri kedewasaan seseorang. Hubungan seks yang bertanggung jawab ialah hubungan yang menyadari kemungkinan terjadinya keturunan, yang menjadi tanggung jawab kedua belah pihak untuk mengurus dan mendidiknya. Secara logis orang yang tidak bertanggungjawab akibat hubungan seks, dapat disebut tidak etis (asusila) secara psikologis, hubungan seks demikian berzinah, tidak psikho-higionis artinya tidak baik bagi keseimbangan jiwa.

Akibatnya yang lebih besar bagi kehidupan berumah tangga demi medidik anak-anak yang karena suasana rumah tangga menjadi terganggu akibat dalam segala hal saling tidak bertanggung jawab. Tidak disadari dalam hukum perkawinan, maka timbul rasa tidak aman dan sejahtera bagi anak – anak yang membutuhkan pedoman dan pegangan hidup. Akibatnya timbul ketidakstabilan emosi dan frustasi yang menunjukkan sindrom kecemasan. Kecemasan adalah permulaan dari kehidupan yang sengsara, karena menghambat dari seluruh kehidupan atau perkembangan psikis dan psiko-somatis anak, dengan sindrom – sindrom diantaranya terhambat intelegensinya, suka mengganggu orang lain, gerak – geriknya kurang koordinasi. Jadi dapatlah dikatakan bahwa peri kehidupan yang demikian dapat membawa manusia atau masyarakat dalam hal ini keluarga masuk ke jurang kemerosotan moral selanjutnya mengakibatkan kegoncangan suatu generasi penerus.

Untuk itulah diperlukan adanya penanggulangan yang efektif agar hidup bersama tanpa nikah atau kumpul kebo dapat dicegah semaksimal mungkin, mengingat akhir – akhir ini kasus tersebut semakin banyak jumlahnya. Dari latar belakang pemikiran ini permasalahan yang

(3)

3 penulis dapatkan adalah terjadinya praktek kumpul kebo disebabkan oleh adanya beberapa aspek sosial.

Sebagai obyek penelitian, penulis mengambil lokasi di Kelurahan Pondang Kecamatan Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan.

KONSEP TENTANG PERKAWINAN 1. Ditinjau Dari Kata dan Hakekat

Perkawinan

Perkawinan asal kata kawin yang artinya perjodohan laki – laki dan perempuan menjadi suami istri. Berbagai macam perkawinan misalnya kawin gantung, perkawinan yang sudah sah tetapi belum diresmikan dengan perayaan.

Kawin kantor, perkawinan yang dilaksanakan di kantor pendaftaran penduduk sipil. Perkawinan menurut Undang – Undang Perkawinan Bab I pasal 1 menyatakan : Perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada Azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agama dan kepercayaannya. Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Suatu perkawinan yang terjadi adalah didasarkan atas persetujuan kedua calon suami istri. Namun untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapat persetujuan atau ijin dari kedua orang tua.

2. Syarat – Syarat Perkawinan Sesuai Undang – Undang Yang Berlaku

Undang – Undang Perkawinan Bab II Pasal 6 :

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin orang tua.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tak mampu menyatakan

kehendaknya, maka ijin dimaksud ayat 2 pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka ijin diperoleh dari wali, orang tua memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang – orang yang disebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan daerah hukum tempat tinggal orang yang melangsungkan perkawinan atau permintaan orang tersebut dapat memberi ijin setelah lebih dulu mendengar orang – orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Pasal 7 :

1. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan perempuan sudah mencapai umur 16 tahun.

2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak perempuan.

3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3), dan (4) undang- undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam pasal 6.

Pasal 8. Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara

(4)

4 seorang dengan orang tua, dan antara seorang dengan saudara neneknya.

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, nenek tiri, menantu dan ibu/bapak tirinya.

d. Berhubungan susunan, yaitu orang tua susunan, anak susunan, saudara susunan dan bibi atau paman susunan.

e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.

f. Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, di larang kawin.

Pasal 9.

Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Undang-undang ini.

Pasal 10

1. Bagi seorang perempuan yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.

2. Tenggang jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam pemerintah lebih lanjut.

Pasal 12.

Tatacara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

3. Perkawinan Atas Dasar Nikah.

Salah satu fungsi perkawinan adalah dari pihak perempuan berfungsi sebagai istri dan dari pihak pria berfungsi sebagai suami. Ikatan suami istri sebenarnya ikatan kesetiaan dalam nikah.

Nikah adalah ikatan janji cinta antara dua jenis kelamin yag bertemu dalam harinya. Dalam pengertian cinta ada dua unsur, yaitu saling menyayangi dan tarik menarik karena birahi. Di dalam gejala birahi terdapat unsur seks yang selalu ada pada setiap unsur manusia yang normal.

Seks adalah energi phisis yang mewujudkan diri dalam berbagai bentuk terutama dalam bentuk hubungan antara manusia sebagai pria dan perempuan. Dalam keadaan normal, unsur birahi itu aktif antara dua jenis kelamin yang berbeda, yaitu pria dan perempuan. Secara logis, hubungan kelamin yang sah yaitu dalam ikatan nikah, mengimplikasikan tanggung jawab cirri kedewasaan seseorang. Hubungan seks yang

bertanggung jawab ialah hubungan yang menyadari kemungkinan terjadinya keturunan, yang mendidiknya. Secara logis orang yang tidak bertanggung jawab akibat hubungan, yaitu keturunan, dapat di sebut tidak etis (tidak susila).

4. Perkawinan Pinang, Lari bersama dan bawah Lari.

Perkawinan di tinjau dari cara pelaksanaannya di bagi atas :

1. Perkawinan Pinang 2. Perkawinan Lari Bersama 3. Perkawinan Bawah Lari 1. Perkawinan Pinang

Perkawinan pinang merupakan perkawinan yang lasim dilaksanakan di kalangan masyarakat Indonesia, sebelum perkawinan di laksanakan didahului dengan peminangan yang disusul dengan pertunangan. Dalam hal pertunangan, perjanjian barulah mengikat bila hadiah pertunangan baru diserah terimakan.

Hadiah ini diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan calon istrinya.

Alasan pertunangan adalah untuk mendapat kepastian tentang jodoh, waktu perkawinan dan menghindari adanya pergaulan bebas. Dalam hal pertunangan, ada yang disebut meminang dengan paksa misalnya dikalangan suku dayak Ngaju yaitu si pemuda membawah hadiah ke rumah perempuannya. Dalam keadaan demikian perwakilan dilaksanakan tanpa pertunangan.

Sebaliknya perempuan dapat memaksa si pria untuk mengawininya bila sudah hamil dengan jalan mengurung si pria di rumah perempuan. Bilamana terjadi mungkin dalam hal pertunangan, misalnya mengundurkan diri atau pembatalan, maka yang mungkir tersebut hilang haknya untuk kawin dengan tunangannya, dan harus membayar denda yang biasanya tinggi.

Perkawinan akhirnya dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada waktu pertunangan.

2. Perkawinan Lari Bersama

Perkawinan lari bersama adalah perkawinan tanpa peminagan dimana pasangan calon suami istri lari bersama dan meminta perlindungan pada salah seorang anggota kerabat dekat atau penghulu. Maksudnya untuk

(5)

5 menghindarkan diri dari macam-macam hambatan, rintangan atau kesulitan. Misalnya, pinangan di tolak oleh pihak keluarga perempuan sedangkan calon atau si pria sendiri setuju, ongkos yang terlalu tinggi dimana pihak laki-laki tidak menyanggupinya, prosedur peminangan dan perkawinan yang menyulitkan, adanya perbedaan derajad dan sebagainya.

Di daerah-daerah lain di Indonesia perkawinan lari bersama merupakan hal yang lumrah seperti dikalangan suku rejang di lampung, suku dayak, bali dan sebagainya. Di Sulawesi selatan hal yang demikian merupakan pelanggaran adat (adat delict), sehingga pihak keluarga perempuan berhak menbunuh si pria tersebut sebelum sampai di rumah penghulu dan pembunuhan yang sedemikian rupa tidak dipersalahkan karena adanya “siri”. Siri artinya malu atau dipermainkan (dipermalukan).

Perkawinan hanya dapat dilangsungkan sesudah diadakan perdamaian antara kedua belah pihak.

3. Perkawinan Bawah Lari

Perkawinan bawah lari bedanya dengan perkawinan lari bersama ialah pada perkawinan bawah lari si pria secara paksa membawah lari si perempuan yang disenanginya dan biasanya sudah dipertunangkan ataupun biasanya sudah dikawinkan sama orang lain. Hal yang pertama terdapat di Kalimantan, dan yang kedua di Lampung serta Bali. Penyelesaiannya sama dengan perkawinan lari bersama.

5. Jenis-jenis Perkawinan Lainnya a. Perkawinan Jujur

Perkawinan jujur adalah bentuk perkawinan dimana calon suami memberikan hadiah berupa benda yang mempunyai nilai magis yang disebut “jujur” kepada kerabat calon istri. Pembayaran jujur dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan “kosmis dan sosial” akibat pindahnya calon istri dari lingkungan kerabatnya ke lingkungan kerabat suaminya. Hal semacam ini berlaku bagi susunan anak saudara yang ber hukum bapak, di kalangan suku Batak Toba.

2. Perkawinan Mengabdi

Perkawinan mengabdi sebernanya perkawinan jujur, tetapi jujurnya belum dibayar tunai oleh pihak pria kepada kerabat istrinya.

Oleh karena itu suami istri tetap tinggal di rumah

orang tua pihak istri dimana suami bekerja mengabdi kepada orang tuanya sampai jujurnya terbatas lunas. Bila mana jujurnya sudah lunas maka istri sudah dapat berpisah dengan kerabatnya dan masuk calon suaminya termasuk anak-anaknya. Hal semacam ini terdapat di Batak, Lampung dan Bali.

3. Perkawinan Bertukar

Perkawinan bertukar adalah perkawinan bertimbal balik antara dua calon dimana masing- masing harus membayar jujur. Akan tetapi jujur tidak dibayar dan dianggap sama-sama lunas karena dipertukarkan (kompensasi). Hal semacam ini terdapat di Ambo, to lainan di Sulawesi Selatan, pulau sawu, timor dan Irian Jaya.

4. Perkawinan Mengganti

Perkawinan mengganti adalah perkawinan dimana seseorang laki-laki yang mati. Hal mana tidak memerlukan pembayaran jujur.

5. Perkawinan Meneruskan

Perkawinan seorang laki-laki dengan saudara dari istrinya yang meninggal dunia.

Dalam perkawinan ini tidak ada pembayaran jujur sebab istri yang kedua dianggap hanya mengganti kedudukan istri pertama. Perkawinan semacam ini di pasemah di sebut Tungat, di Jawa di sebut kurang wulu.

6. Perkawinan dengan Pembayaran Tanpa atau Tanpa Pembayaran

Dalam perkawinan jujur maka pembayaran jujur oleh pihak laki-laki diserahkan kepada kerabat pihak perempuan dan bukannya di terima oleh perempuan sendiri. Bilamana pembayaran itu diserahkan kepada perempuan sendiri, maka hal ini disebut “pemberian perkawinan”

sebagaimana istilah “Mas Kawin” dalam hukum Islam.

Di daerah-daerah di Indonesia istilahnya berbeda-beda, di melayu di kenal dengan istilah

“Wang Antaran”, di Jawa “Tukon”, di Aceh

“Jinamce”, di kalangan suku Dayak di Kalimantan (Kapuas Udik) “Pekaian”, di Sulawesi Selatan “sunrang” dan “sompe dan di Minahasa “Hoko”. Disamping itu perbedaan lain antara jujur dengan pemberian perkawinan seperti pada pemberian perkawinan jinamce di Aceh, Sunrang dan Sompe di Sulawesi Selatan serta Mas Kawin di kalangan Islam kadangkala merupakan syarat sahnya perkawinan, sedangkan jujur bukanlah merupakan sahnya perkawinan.

(6)

6 7. Perkawinan Ambil Anak

Perkawinan ambil anak bentuk perkawinan dimana calon mempelai pria (pada umumnya) mempunyai status rangkap yaitu sebagai menantu dan anak sekaligus dari mertuanya. Gunanya ialah untuk meneruskan keturunan dari mertua yang berhukum bapak karena di takutkan akan punah dengan ketidak adanya anak laki-laki.

Perkawinan semacam ini di daerah-daerah mempunyai istilah yang berbeda-beda. Di Gayo disebut “Anggap”, di Sumatera Selatan di sebut

“Sumendo Ambil Anak, Nakon dan Cambur Sumbai”, di Ambon “Kawin ambil pria dan di Bali nyeburin”.

Di kalangan sanak saudara yang berhukum ibu hal ini dapat juga terjadi. Misalnya diwilayah Sumendo di Sumatera Selatan, juga rupanya terdapat diperbatasan Minang Kabau dan Mandailing, dimana seorang laki-laki dari kerabat yang tidak mempunyai perempuan- perempuan lagi sebagai penerus calonnya kadang-kadang kawin dengan perempuan Batak dengan membayar jujur dan memasukkan perempuan tersebut ke dalam kerabat Minangkabau.

8. Perkawinan Anak-anak

Perkawinan anak-anak adalah perkawinan pria dengan perempuan yang kedua-duanya masih anak-anak (belum akil balik). Menurut adat hal ini tidak dilarang. Namun perlu diketahui bahwa meskipun mereka telah menikah tapi belum bergaul sebagai suami istri sebelum mereka akil balig. Hanya di beberapa daerah al demikian tidak didapati misalnya di Kerinci, Toraja dan Roti, malahan di Bali siapa yang kawin dengan seorang pemudi belum akilbalig dapat di hukum.

9. Permaduan

Permaduan adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan lebih dari satu orang. Dikalangan masyarakat bangsawan hal ini lebih banyak kita dapati dari pada masyarakat biasa, bilamana perkawinan terjadi antara pria dan perempuan yang sederajadnya dengan pria (suaminya) menjadi bini tua (bini ratu), hanya anak-anak yang lahir dari bini tualah yang berhak atas gelar pangkat kebesaran dari ayahnya termasuk harta benda yang dipelihara turun-temurun dari kerabat. Akhirnya setelah berlakunya Undang-undang RI. No. 1 Tahun 1974, tentang perkawinan maka berakhirlah

dualisme antara hukum perkawinan adat disatu pihak dengan hukum perkawinan menurut ajaran agama di lain pihak. Pasal 2.1. berbunyi :

“perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Oleh sebab itu adat hanya berlaku dalam hal perkawinan sepanjang hal itu diterima dan tidak bertentangan dengan agama yang oleh yang bersangkutan dalam perkawinan.

KONSEP TENTANG KUMPUL KEBO Kumpul kebo adalah hidup bersama seperti suami istri tanpa ikatan perkawinan (Balai Pustaka Depdikbud, 19 : 90 : 951). Masyarakat di Sulawesi Utara sering menyebutnya dengan istilah “Baku Piara”, dimana kata tersebut berasal dari kata baku, sama dengan saling dan piara sama dengan pelihara yang artinya secara keseluruhan saling memelihara atau baku piara.

Kata ini menunjukkan kehidupan seorang pria dan seorang perempuan yang menjalin hidup bersama tanpa nikah sah. Satu perkawinan atau jalinan hidup bersama yang demikian sering mengalami kegoncangan hidup dalam rumah tangga, tidak bahagia dan tidak kekal dimana perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kawin kumpul kebo tidak didasarkan pada ketentuan agama, tidak sah sebab sebagaimana yang dikatakan dalam Undang-undang tentang Perkawinan Bab I pasal 2 halaman 3 dinyatakan perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu, tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan tersebut menjelaskan suatu perkawinan yang tidak disahkan oleh agama dan perundang-undangan tidak dianggap sah, baik oleh agama maupun oleh pemerintah. Adapun peristiwa kumpul kebo terjadi dimana-mana akibat dari daya dorong aspek sosial yang telah dijelaskan terlebih dahulu selain juga daya dorong seksual yang tak terkendalikan, sehingga terjadi suatu hubungan persetubuhan tanpa memikirkan sebab akibat, untuk jelasnya penulis membagi beberapa proses masalah keluarga kumpul kebo.

(7)

7 a. Pergaulan Antar Pemuda dan Pemudi

Dalam pergaulan hidup dewasa ini ada satu soal yang penting, lagi hangat sekali yakni: apabila pergaulan persahabatan antara pemuda dan pemudi itu perlu dan di inginkan oleh keduanya tanpa dibatasi oleh norma-norma yang ada, maka cenderung mereka melakukan kebebasan.Menurut sejarah bahwa sesudah berakhirnya perang dunia kedua dan selama perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, hubungan antara kedua jenis tersebut semakin bebas, dalam hal ini kaum muda tidak lagi memperdulikan kecaman-kecaman atau nasehat- nasehat yang di lontarkan oleh kaum tua. Itu tanpak seperti dikota-kota besar yang padat penduduknya, bahwa pergaulan yang telah berubah itu diterima oleh kaum tua dengan sikap agak diam atau acu tak acuh, orang tua sering meyerah dengan keadaan yang demikian.

Kaum muda yang ada pada masa adolesensi, berkenalan secara persahabatan, adalah suatu hal yang normal.Sering dalam kaitan peraturan suatu adat seperti banyak terjadi pada zaman dahulu bahwa seorang pemuda dapat berkenalan dengan calon istrinya nanti pada saat mau dinikahkan. Hal ini merupakan hal yang tidak baik, jauh lebih baik jika para pemuda pada masa adolensi sudah berkenalan dengan para pemudi walaupun memilih ataupun meminang belum sampai dibicarakan. Dengan hubungan persahabatan itu mereka dapat berkenalan dengan cara yang wajar. Dengan pergaulan persahabatan itu si pemuda tidak lagi memandang si pemudi sebagai saran “kenikmatan” mulailah ia mengetahui sedikit demi sedikit struktur batin seorang perempuan.

Dengan pergaulan persahabatan dengan seorang pemuda maka si pemudipun takkan lagi memandang dan mempertimbangkan si pemuda dari sudut bedanya semata-mata, dan mulailah ia belajar menghargai keadaan pria. Di dalam masa odolensi itu jalan yang paling baik untuk mengenal dan menghargai kekayaan kehidupan manusia ialah bipolaritas di dalam persahabatan antara kaum muda dari kedua jenis kelamin, olehnya perlu perlu persahabatan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, kursus, perguruan tinggi dan organisasi (perkumpulan-perkumpulan dan sebagainya, namun yang paling utama dalam keluarga. Keluarga-keluarga yang membuka pintunya lebar-lebar untuk kawan-kawan laki-

laki atau perempuan dari pada anak-anak keluarga itu (keluarga terbuka) adalah persemaian yang paling baik untuk persahabatan yang terpimpin, sebabnya ialah karena di dalam keluarga terbuka itu adalah pengawasan orang tua, pengawasan yang tidak dipaksakan tetapi pengawasan yang diterima sebagai suatu yang biasa yang seharusnya, pengawasan yang wajar.

Untuk keselamatan mereka sendiri maka kaum muda di dalam masa odolensi itu waspada terhadap bercumbu-cumbuan, bermain mata, berpacar-pacaran dan hubungan erotis yang sembarangan tanpa dikendalikan.

Bercumbu-cumbuan adalah devaluasi dari kasih yang sejati, bercumbuh merupakan mencicipi terlebih dahulu dari pernyataan kasih mesra dengan tidak mempedulikan apakah dia berhak atau patut menerima pernyataan kasih itu.

Bercumbu-cumbuan merupakan bayangan kesusilaan, bagi si pemuda hal itu berbahaya sebab haruslah dia belajar menghubungkan dorongan erotis itu dengan kesetiaan, kerukunan, penyerahaan, pengikatan kepada perempuan.

Banyak perempuan yang akibat pergaulan telah dipermainkan oleh kaum laki-laki yang kemudian tidak dapat sampai pada suatu pernikahan yang baik. Bertahun-tahun hal ini membawa kegelisahan dalam hidupnya yang diakibatkan oleh hubungan yang tak wajar adalah pergaulan terpimpin seperti apa yang telah diuraikan di atas, dalam uraian ini penulis menekankan bahwa dengan adanya pengawasan yang baik dan saling mengerti akan arti tujuan persahabatan, maka akan di dapatkan suatu keseimbangan yang sehat.

b. Hakekat Berpacaran

Berpacaran yang baik dimulai dengan suatu keputusan dua orang yang telah saling mengenal dan kasih mengasihi mereka telah menyatakan kasih satu kepada yang lain lalu diijinkanlah kasih mereka itu pada suatu keputusan yang penting, keputusan itu ialah bahwa mereka akan setia seorang kepada yang lain, bahwa mereka akan bersama-sama memasuki hidup kecuali tidak ternyata dalam soal-soal asasi mereka terlalu jauh berbeda untuk memasuki dan memulai kehidupan pernikahan.

Jadi berpacaran adalah suatu masa ujian dengan dasar kesetiaan, berpacaran adalah suatu masa persiapan sebelum nikah, berpacaran bukanlah permainan dengan nafsu birahi, dengan niat tersembunyi akan mengulangi permainan itu

(8)

8 dengan orang lain. Berpacaran bukanlah suatu eksperimen yang kita lakukan pada waktu kita belum tahu apakah kita masih mengasihi atau tidak, dengan maksud akan melanjutkan eksperimen-eksperimen yang lain. Jika berpacaran itu baik dan patut, maka suatu harapan kelak menjadi suami istri yang penuh tanggung jawab dalam membentuk rumah tangga yang damai dan sejahtera.

c. Perhubungan Kelamin

Setiap orang mengalami suatu dorongan dari dalam jiwanya sendiri untuk mendapatkan sesuatu (Sarlito Wirawan) masa puber berlangsung dari kira-kira umur 14 Tahun sampai 20 tahun serta dialami oleh manusia, dalam masa ini biasanya timbul perubahan-perubahan besar pada jasmani dan rohani sehingga merupakan suatu masa yang amat penting dalam selruh hidup manusia. Dalam masa puber jiwa orang menghadapi bermacam-macam kesulitan, oleh sebab itu masa puber merupakan suatu masa yang menentukan, masa yang kritis terhadap dan nasib orang. Peranan seks pada masa seperti ini merupakan faktor yang penting dan sangat berpengaruh, sehingga muda terjadi kenakalan- kenakalan seks atau penyelewengan seksual.Hubungan seks (persetubuhan) banyak terjadi pada masa berpacaran, persetubuhan adalah suatu perbuatan yang mengenai pribadi manusia sebulatnya.

Bagi mereka yang melepaskan pemuasan nafsu kelamin dari pada rangkaian perhubungan hidup seluruhnya, mereka telah merusakkan diri sendiri atau hidup itu. Kecenderungan seksual dan cinta birahi mencari kemesraan, persinggungan, pertemuan badani, atau yang lebih dapat disebut persetubuhan, cinta erotis tanpa cinta agape (cinta suci) maka akan merusakkan kehidupan itu, sebab pihak yang satu akan memandang pihak yang lain hanya sebagai alat persetubuhan dan alat kenikmatan seksual semata-mata. Sebaliknya apabila dalam suatu pernikahan hanya terdapat cinta agape atau kasih tanpa nafsu birahi dan kecenderungan seksual, maka pernikahan itu akan berantakan.

Kecenderungan seksual dan cinta birahi adalah suatu anugrah kepada manusia. Jadi kita lihat diatas, bahwa persetubuhan tidak hanya pembiakan manusia tetapi mempunyai arti yang dalam yaitu sebagai pernyataan kasih secara badani, dalam persetubuhan itu suami boleh

merasakan kenikmatan yang suci di dalam pernikahan.

d. Fungsi Seksual Dalam Kehidupan Manusia Dalam kegoncangan masyarakat pada zaman modern ini soal kelamin diperdebatkan, dikatakan orang banyak bahwa soal kelamin itu pada umumnya dan soal seksual pada khususnya harus dibebaskan pada belenggu-belenggu adat istiadat, pandangan hidup kolot dan agama.

Semuanya dianggap tidak cocok lagi dengan keadaan manusia modern yang ingin mendasarkan cara hidup dan kelakuannya pada hasil-hasil dari ilmu pengetahuan yang diperolehnya, dimana-mana persoalan ini menimbulkan kecemasan antara golongan tua dan golongan muda, tetapi juga digolongan orang muda yang mau memperjuangkan cita-cita baru dikalangan pergaulan kaum lelaki dan perempuan, terdapat kegelisahan karena mereka sendiri sering kurang tahu, bagaimana jalannya untuk akan cita-cita yang baru itu, boleh dikatakan soal kelamin itu pada masa sekarang ini menggoncangkan masyarakat seluruh dunia.

Dasar pandangan orang yang mau memperbaruhi sikap manusia terhadap persoalan seksual terletak menurut orang itu sendiri, dikatakan bahwa ilmu itu telah menentukan sifat- sifat fungsi seksual manusia, yaitu bahwa fungsi seksual jangan dirintang oleh pandangan- pandangan kesusilaan dan keagamaan atau oleh peraturan-peraturan adat istiadat. Sifat manusia dalam hal seksual harus berdasarkan hukum- hukum biologis yang berlaku untuk fungsi seksual itu. Bila manusia dilingkungan hidup seksual harus mengatur kelakuannya menurut ajaran-ajaran religius, maka dengan demikian fungsi seksual itu di paksakan peraturan- peraturan yang tidak sesuai dengan keadaannya sehingga manusia akan mengalami kerugian dalam kesehatan badan jiwanya.

Manusia harus melakukan dirinya sendiri di arena seksual menurut hukum-hukum biologis fungsi seksual itu, jaganlah ia dikepung dengan larangan-larangan jaganlah itu dianggap dosa.

Pandangan-pandangan tersebut diatas yang mau melepaskan hidup seksual manusia dan pada yang disebut belenggu-belenggu kolot sebagian besar berdasarkan salah paham tentang hasil- hasil ilmu pengetahuan, justru dipandang dari sudut ilmiah pandangan itu adalah suatu kekeliruan dan kesehatan, karena janganlah kita

(9)

9 lupa bahwa pandangan itu juga merupakan konsekuensi atau akibat dari suatu pandangan hidup yang tertentu, bahwa fungsi seksual hanya harus diterangkan dari sudut biologis saja tanpa harus dibandingkan dengan pertimbangan- pertimbangan keagamaan atau kesusilaan, adalah suatu hal yang tidak berdasarkan lagi dari hasil- hasil dari penyelidikan ilmiah di lapangan biologis, filosofis dan seterusnya melainkan adalah suatu keyakinan atau kepercayaan yang akar-akarnya terletak di lapangan pandangan hidup, metafisika, agama, jadi dengan pandangan-pandangan baru tentang seksual manusia tidak dilepaskan dari impi-impi keagamaan, lalu dibawa kepada cara hidup yang berdasarkan hasil-hasil ilmu pengetahuan.

Pada keyakinan bahwa manusia tidak hanya kedagingan saja melainkan rohani pula kepada suatu naturalisme yang telah kehilangan pengertian yang dalam dan benar-benar tentang keistimewaan manusia. Oleh karenanya pandangan-pandangan modern tentang hidup, seksual manusia hanya berdasarkan ilmu pengetahuan semu saja, maka pandangan- pandangan itu juga tidak menyehatkan, tidak menyembuhkan hidup manusia secara perseorangan dan masyarakat, melainkan merusak badan dan jiwanya.

Didalam persekutuan itu fungsi seksual manusia melakukan peranannya si lelaki dan perempuan yang ditugaskan menaklukan bumi dalam hidup bersama diberikan jalan untuk melaksanakan kesatuan dalam kasih dengan persetubuhan. Dengan demikian segala perbuatan seksual adalah perbuatan yang penuh dengan pertanggungan jawab, karena perbuatan itu adalah pelaksanaan kesatuan dalam kasih sebagai manusia.

e. Kaitan Antara Beberapa Aspek Sosial dan Beberapa Faktor Terjadinya Keluarga Kumpul Kebo

1. Agama

Agama di sini dimaksudkan sebagai fungsi control dari pada kehidupan manusia sehari-hari, oleh karena itu diperlukan adanya ketahanan iman seseorang, pada zaman yang super canggih dewasa ini tak satu hal yang tersembunyi di bumi ini, terutama budaya, sebagai pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi terutama dibidang teknologi informasi khususnya pada visualisasi kita dapat dengan muda mengenali

berbagi corak kebudayaan atau budaya asing yang setiap saat berkembang sebagi hasil karya dan cipta manusia melalui berbagai media informasi seperti televisi dan sebagainya. Dalam aspek agama ini yang perlu diperhatikan bukan saja pada soal keimanan, melainkan soal perbedaan agama pun dapat pula memerlukan perhatian, dan inilah merupakan sisi yang lain dari pengaruh budaya asing, bila kita melihat dari kenyataan yang ada banyak terjadi di tengah- tengah masyarakat khususnya pemuda dan pemudi, yang saling mencintai kemudian dalam merencanakan pernikahan mereka terbentur pada perbedaan golongan/ agama misalnya si pemuda berasal dari golongan A dan si pemudi berasal dari golongan B, kedua-duanya mempertahankan agamanya masing-masing akhirnya memperoleh kesepakatan diantara mereka, yaitu hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yaitu kumpul kebo.

2. Ekonomi

Berbicara soal ekonomi merupakan kebutuhan yang sangat essensial bagi kehidupan manusia, tidak terlepas dari persoalan itu saja dalam segi pergaulan diantara pemuda dan pemudi yang sudah saling menyayangi dan mencintai maka pasti mereka memerlukan akan kebutuhan ekonomi. Sehingga kenyataan yang ada bahwa pada saat mereka akan menikah timbulah suatu problem antara kedua insan tersebut yaitu masalah ekonomi (uang), karena mungkin si pria pesta dalam pernikahan (sesuai dengan adat istiadat yang ada), karena tuntutan dari orang tua si perempuan. Apabila hal ini tidak terpenuhi maka pernikahan dibatalkan oleh karena pihak orang tua si perempuan tidak menyetujuinya, dari sinilah timbul kenekatan dari kedua pasangan tersebut untuk melarikan diri dan hidup bersama tanpa ikatan nikah (Kumpul kebo). Namun ada juga pasangan kumpul kebo yang latar belakang ekonomi dari kedua orang tuanya mampu, hal ini mereka lakukan hanya didasari pada nafsu birahi saja.

3. Usia

Menurut Undang-undang perkawinan Indonesia Bab I tentang perkawinan pasal 4 ayat 1 dan 2: Pasal I : pemuda yang belum umur delapan belas tahun dan pemudi yang belum cukup berumur lima belas tahun tidak boleh kawin, pasal 2 : kalau umur calon suami istri tidak diketahui mereka tidak boleh kawin, kecuali

(10)

10 apabila dapat dipastikan bahwa umur mereka sudah cukup seperti tersebut dalam ayat (1) pasal ini, dan sekali-kali tidak boleh kalau ternyata mereka belum pantas untuk kawin.

Dengan peraturan tersebut maka dengan sendiriannya mereka tidak boleh kawin sebab umur atau usia mereka belum mencukupi, hal demikian menyebabkan mereka hidup bersama tanpa nikah (kumpul kebo).

4. Tidak di Senangi Oleh Orang Tua

Kebiasaan di negeri kita didalam memili jodoh banyak di tentukan oleh orang tua, olehnya seorang lelaki yang sudah punya pacar atau kekasih yang sangat dicintainya merasa tertekan.

Dengan kenyataan ini banyak orang tua yang anaknya mau kawin atau nikah sering dipertengkarkan oleh orang tua karena calon yang diharapkan itu tidak disenangi oleh orang tua, justru anaknya yang tidak mungkin lagi untuk berpisah dengan kekasihnya, maka dengan sendirinya mereka lari bersama dan hidup tanpa nikah (kumpul kebo)

5. Suami dalam penjara

Sebagai kenyataan, ada seorang istri karena ditinggalkan oleh suaminya yang sudah bertahun- tahun dipenjarakan, si istri menerima suami lain tanpa memikirkan suami sah yang masih ada di dalam penjara. Hal ini bisa saja dorongan seksual menyebabkan dia menerima suami lain, menikah secara resmi sangat riskan untuk dilaksanakan terpaksa kumpul kebo sebagai jalan keluarnya.

6. Peraturan Pemeritah

Peraturan perkawinan tentang perkawinan warga negara asing dengan perempuan pribumi yang kawin dengan lelaki warga negara asing secara tidak sah, menurut undang-undang perkawinan Bab XII mengenai perkawinan campuran yakni pasal 58: bagi orang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istri dan dapat pula kehilangan kewarganegaraan, menurut cara-cara yang telah di tentukan dalam undang-undang kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku. Perkawinan campuran dilaksanakan di Indonesia di lakukan undang-undang ini (UU Perkawinan), pasal 60 ayat 1 menjelaskan bahwa perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masing-masing telah terpenuhi.

Dengan peraturan diatas maka bagi warga negara asing yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan tuntutan pemerintah yang ada, maka hal tersebutlah yang menyebabkan mereka melakukan kumpul kebo karena pernikahannya tertunda.

7. Persiaratan Nikah (Administrasi)

Biasanya dalam menghadapi pernikahan ada persiaratan-persyaratan dalam administrasi yaitu, biaya atau uang yang dimintakan. Tetapi kenyataan yang didapat bahwa ada keluarga-keluarga yang hidup bersama tanpa nikah disebabkan tuntutan administrasi. Sebagai contoh karena belum membayar pajak bumi dan bangunan (belum lunas), sehingga penyelesaian surat-surat yang harus di tanda tangani oleh kelurahan atau desa setempat, berlarut-larut lamanya, hal inilah yang menyebabkan mereka merasa jenuh dan akhirnya hidup kumpul kebo. Dalam penelitian terdapat 100 orang responden yang dijadikan sampel mengenai beberapa aspek yang mempengaruhi pasangan kumpul kebo dalam presentse sebagai berikut:

Tabel 4.

Terjadinya Pasangan kumpul kebo No Terjadinya

Kumpul Kebo

Jumlah %

1 2 3

Sering Kadang- kadang Jarang sekali

25 50 25

25 50 25

Jumlah 100 100

Berdasarkan hasil penelitian diatas, memberikan gambaran bahwa dari 100 responden ditemui, maka 25 responden atau 25%

mengatakan bahwa sering terjadinya pasangan kumpul kebo, dan 50 responden atau 50%

mengatakan kadang-kadang terjadinya pasangan kumpul kebo sedangkan 25 responden atau 25%

mengatakan jarang sekali terjadinya pasangan kumpul kebo.

Tabel 5.

Peranan pemerintah

dalam mengurangi masalah pasangan kumpul kebo

(11)

11 No Pemerintah Jumlah %

1 2 3

Baik Cukup Kurang

50 35 15

50 38 12

Jumlah 100 100

Berdasarkan hasil penelitian diatas, memberikan gambaran bahwa dari 100 responden ditemui, maka 50 responden atau 50%

mengatakan bahwa peranan pemerintah dalam mengurangi masalah pasangan kumpul kebo dalam keadaan baik, dan 35 responden atau 38%

mengatakan cukup sedangkan 15 responden atau 12% mengatakan kurang

Tabel 6.

Peranan pimpinan agama

dalam memberantas masalah pasangan kumpul kebo

No Pemerintah Jumlah % 1

2 3

Baik Cukup Kurang

75 25 -

75 25 -

Jumlah 100 100

Berdasarkan hasil penelitian diatas, memberikan gambaran bahwa dari 100 responden ditemui, maka 75 responden atau 75%

mengatakan bahwa peranan pimpinan agama dalam memberantas masalah pasangan kumpul kebo dalam keadaan baik, dan 25 responden atau 25% mengatakan cukup . Berdasarkan hasil penelitian diatas bisa dikatakan pimpinan agama sangat serius memberantas masalah pasangan kumpul kebo.

Tabel 7.

Faktor-Faktor yang mempengarui terjadinya pasangan kumpul kebo No Faktor Jumlah % 1

2 3

Tidak di setujui oleh orang tua Persyaratan Nikah Peraturan Agama

55 35 10

65 30 5

Jumlah 100 100

Berdasarkan hasil penelitian diatas, memberikan gambaran bahwa dari 100 responden ditemui, maka 55 responden atau 65%

mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya pasangan kumpul kebo karena tidak di setujui oleh orang tua, dan 35 responden mengatakan karena persyaratan nikah dan 10 responden mengatakan karena peraturan agama.

Kesimpulan

Kebiasaan di negeri kita didalam memili jodoh banyak di tentukan oleh orang tua, olehnya seorang lelaki yang sudah punya pacar atau kekasih yang sangat dicintainya merasa tertekan. Dengan kenyataan ini banyak orang tua yang anaknya mau kawin atau nikah sering dipertengkarkan oleh orang tua karena calon yang diharapkan itu tidak disenangi oleh orang tua, justru anaknya yang tidak mungkin lagi untuk berpisah dengan kekasihnya, maka dengan sendirinya mereka lari bersama dan hidup tanpa nikah (kumpul kebo)

Diperlukan peranan orang tua, pemerintah, tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat di perlukan dalam mengatasi masalah pasangan kumpul kebo. Agar lebih dimantapkan pembinaan terhadap masyarakat terutama yang menyangkut pendidikan, moral dan nilai-nilai agama yang merupakan fungsi kontrol dalam kehidupan manusia. Untuk itu diharapkan adanya kesediaan aparat, tenaga serta instansi yang terkait untuk mewujudkannya, apakah dengan jalan diadakan kawin masal untuk menuntaskan masalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997, Prosedur Penelitian.

Bina Aksara : Jakarta

Bushar, Muhammad. Pokok – Pokok Hukum Adat di Indonesia. Paramita : Jakarta. 2000 Darajad, Zakiah. 1993, Memberi Nilai – Nilai

Moral di Indonesia. Bulan Bintang : Jakarta

Hadi, Sutrisno. 1989, Metode Penelitian Research. Gunung Agung : Jakarta Koetjayaningrat. 1995. Pengantar Antropologi.

Yayasan Universitas Indonesia : Jakarta

(12)

12 Poerwadarminta, 1985. Kamus Umum Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Hasbullah, Bakry, Kumpulan Lengkap Undang-

Undang dan Peraturan Perkawinan di Indonesia. Jakarta

Kapojos, I.C.R., Menekan Angka Perceraian Melalui Pembangunan Keluarga Sejahterah, Manado 1994

Martiman Prodjomamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, PT. Abadi, Jakarta, 2002 Sorjono Soekanto dan Mustafa Abdullah,

Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Rajawali, Jakarta 1987

Winardi,S.E.1990.Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan. Bandung : Indonesia Publishing House.

Nasution S, Metode Research, Jakarta ; Bumi Aksara, 2002

William J. Goode, Sosiologi Keluarga, Jakarta, 2002

Abdulsyani. 1997. Sosiologi Kriminalitas.

Bandung : Rmaja Karya

Lysen. 1996. Individu dan Masyarakat. Bandung:

Sumur

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam kurung tulis bulan penerbitan jurnal dan tahun diakhiri dengan tanda koma dan tulis “hal.” atau “p.” sesuai dengan bahasa tulisan diikuti nomor halaman..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah leukosit di cairan semen dengan morfologi spermatozoa pada pria yang melakukan pemeriksaan analisis semen di

technical specifications provided by JICA in 'Dhaka Urban Transport Network Development Study- Phase II' and was used as the main technical guideline for the MRT station Design

Kaikissa keskusteluissa puhuttiin siitä, että hyvinvoinnin käsitys on muuttunut ikääntymisen myötä, ja hyvinvointiin kuuluu eri asioita kuin mitä kuului esimerkiksi 20-

Bernardin (2007) mengemukakan enam indikator yang digunakan sebagai pengukuran kinerja karyawan, yaitu meliputi : (1) kualitas, yaitu kemampuan seorang individu yang

Tingginya nilai ureum dalam darah pada pasien GGK Non DM dibandingkan GGK dengan DM, diasumsikan selain karena kerusakan fungsi ginjal yang tidak dapat

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui pada hari atau minggu keberapa setelah vaksinasi timbul kekebalan yang lengkap serta pengaruh vaksinasi terhadap viremia,

Adapun perumusan masalah yang dikemukakan adalah sejauh mana efektivitas program Prima Tani yang dilaksanakan oleh BPTP Kaltim dalam pengembangan kelembagaan tani