POTENSI KEBERADAAN KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
KRISTO RADA SITORUS 131201134
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
POTENSI KEBERADAAN KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
KRISTO RADA SITORUS 131201134
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
POTENSI KEBERADAAN KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh :
KRISTO RADA SITORUS 131201134
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Potensi Keberadaan Kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara
Nama : Kristo Rada Sitorus
NIM : 131201134
Departemen : Manajemen Hutan Fakultas : Kehutanan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D) (Prof. Dr. Ir Abdul Rauf, MP) NIP. 1974072120011122001 NIP. 1959091719870110011
Mengetahui,
Ketua Dapertemen Manajemen Hutan
Dr. Bejo Slamet, S.Hut., M.Si NIP. 197507092000031002
Tanggal Lulus
i ABSTRAK
KRISTO RADA SITORUS. Potensi Keberadaan Kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara. Dimbimbing oleh RAHMAWATY and ABDUL RAUF
Arboretum Universitas Sumatera Utara merupakan kawasan hijau yang ditanami banyak pohon. Kawasan Arboretum terletak di Kwala Bekala, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pembangunan kawasan Arboretum USU berguna untuk pelestarian keanekaragaman hayati, dan sedikitnya dapat memperbaiki/menjaga kondisi iklim disekitarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sebaran pohon, mengetahui keanekaragaman jenis pohon dan menganalisis pengaruh kontribusi tegakan pohon di Kawasan Arboretum USU terhadap lingkungan. Penelitian inventarisasi pohon menggunakan metode systematic sampling with random start dengan ukuran plot 20 x 20 meter. Kemudian, data dikumpulkan dan dianalisis untuk mendapatkan Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Keanekaragaman Jenis (H’). Pengambilan contoh tanah secara metode zig-zag dengan kedalaman 0-20 cm dan 21-60 cm dan uji Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan selama 3 hari dan menggunakan uji RAL faktorial. Pengamatan kontribusi tegakan dilakukan pada pohon memiliki tiga INP tertinggi. Sebaran pohon yang paling banyak dijumpai yaitu mahoni, pulai, dan jabon. Nilai keanekaragaan pohon 2,94 (tergolong sedang). Keberadaan tegakan pohon mempengaruhi suhu dan kelembaban udara, namun tidak di kadar air tanah dan tekstur tanah.
Kata kunci: arboretum, inventarisasi, kontribusi, tegakan pohon
ii ABSTRACT
KRISTO RADA SITORUS. Potential for the Presence of Arboretum Area of
University of Sumatera Utara. Supervised by: RAHMAWATY and ABDUL RAUF.
University of North Sumatra’s Arboretum is a green area planted with many trees. Arboretum area is located in Kwala Bekala, Deli Serdang regency of North Sumatra Province. The development of the USU Arboretum area is useful for the conservation of biodiversity, and can be improved / maintained the surrounding climate conditions. The purpose of this research is to draw the distribution of trees, to know the diversity of tree species and to analyze tree stands in the USU Arboretum Area to the environment. Research on inventory of sampling system modeling method at random with plot size 20 x 20 meter. Then the data is collected and analyzed for Relative Density (DR), Relative Frequency (FR), Relative Dominance (DR), Import Value Index (IVI), and Type Diversity (H'). Soil
sampling is zig - zag behavior with a depth of 0-20 cm and 21 - 60 cm and a non factorial Randomized Complete RESC test. The temperature and humidity
measurements were carried out for 3 days and using a factorial RAL test.
Observations of the contribution of stands to trees have three highest INPs. The most widely distributed trees are mahoni, pulai, and jabon. The value of tree diversity is 2.94 (moderate). The existence of tree stands advanced temperatures and air humidity, but not in soil water content and soil texture.
Keywords:Arboretum, inventory, contribution, tree stand
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan pada tanggal 19 Juli 1995 dari ayah Pangajian Sitorus dan ibu Rosmani Barasa. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan formal di SD Santo Yoseph Pemuda Medan pada tahun 2001-2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Santo Yoseph Pemuda Medan pada tahun 2007-2010, lalu dilanjutkan di SMA Cahaya Medan pada tahun 2010-2013. Tahun 2013 penulis diterima di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2015 di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Aek Nauli, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada tahun 2017 di Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Mantingan, Divisi Regional Jawa Tengah. Penulis juga mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) KMK Santo Albertus Magunus Universitas Sumatera Utara, dan Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini. Judul penelitian ini adalah “Potensi Keberadaan Kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP selaku anggota komisi yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penulisan penelitian hingga terwujud skripsi ini.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya pembuatan usul penelitian dan semoga proposal ini bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara namun juga bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Sehingga penulis dapat memperbaiki proposal penelitian ini agar menjadi lebih baik kedepannya.
Medan, November 2017
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Arboretum ... 4
Inventarisasi ... 5
Luas Bidang Dasar ... 7
Volume Pohon ... 8
Suhu Udara ... 8
Kelembaban Udara ... 10
Kadar Air Tanah ... 11
Tekstur Tanah ... 13
Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 14
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
Alat dan Bahan ... 16
Teknik Pengambilan Data ... 17
Analisis Data ... 19
Pembuatan Peta (Overlay) Seberan Pohon ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks Nilai Penting (INP) Pohon di Kawasan Arboretum USU ... 25
Luas Bidang Dasar (LBDS) Pohon di Kawasan Arboretum USU ... 32
Volume Pohon di Kawasan Arboretum USU ... 33
Suhu dan Kelembaban Udara ... 34
Kadar Air dan Tekstur Tanah ... 38
vi KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 44 Saran ... 44 DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Analisis Sidik Ragam ... 47 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian ... 50 Lampiran 3. Tally Sheet Pengamatan Data ... 55
vii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jenis Pohon di Arboretum USU tahun 2013 ... 4
2. Pembagian kelas volume pohon ... 21
3. Invetarisasi pohon di kawasan Arboretum USU ... 25
4. Jumlah dan jenis pohon di kawasan Arboretum USU tahun 2011 ... 27
5. Pengukuran volume pohon ... 33
6. Suhu dan kelembaban udara ... 34
7. Rata-rata pengukuran suhu dan kelembaban udara ... 36
8. Pengukuran kadar air tanah kering udara dan tekstur tanah ... 40
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Peta lokasi penelitian di kawasan Arboretum Universitas
Sumatera Utara ... 16 2. Peta sebaran pohon di kawasan Arboretum Universitas
Sumatera Utara 2017 ... 31 3. Peta lokasi pengamatan suhu dan kelembaban udara ... 38 4. Peta pengambilan contoh tanah ………... 39
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap tahunnya luas hutan Indonesia mengalami penurunan. Pengurangan luas hutan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor terbesar yang mengakibatkan penurunan luas hutan yaitu konversi hutan menjadi kebun sawit.
Arboretum USU merupakan kawasan hijau yang ditanami banyak pohon.
Kawasan Arboretum terletak di Kwala Bekala, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
Arboretum Universitas Sumatera Utara (USU) di Kwala Bekala memiliki luas 64.813 Ha yang didominasi oleh pepohonan dan diisi oleh tanaman musiman/pertanian. Sistem pengelolahan lahan di kawasan arboretum yaitu Agrosilvikultur, artinya pengelolaan lahan dengan mengkombinasikan tanaman
kehutanan (pepohonan) dan tanaman pertanian (musiman) pada suatu lahan untuk memperoleh produktivitas yang tinggi dan berkesinambungan. Jenis tanaman di Kawasan Arboetum USU terdiri dari komiditi kehutanan, buah-buahan, pohon sayuran serta perkebunan dan industri.
Pembagunan kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara berguna untuk pelestaraian keanekaragaman hayati dan sedikitnya dapat memperbaiki/menjaga kondisi iklim di sekitarnya. Selain itu keberadaan arboretum dapat berperan sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan pengembangan (Rauf, 2009). Potensi keberadaan Arboretum USU perlu diketahui berdasarkan jumlah dan jenis pohon yang terdapat didalam kawasan, serta ada- tidak pengaruh keberadaan tegakan pohon terhadap lingkungan. Penelitian ini
2
menghasilkan peta berupa sebaran dan kerapatan pohon, pengamatan suhu dan kelembaban udara, serta pengambilan sampel tanah.
Pohon di kawasan Arboretum USU mengalami pertumbuhan dan perkembangan setiap tahunnya. Diameter dan tinggi pohon mengalami penambahan setiap tahun, namun jumlah dan jenis pohon diperkirakan mengalami penambahan atau penurunan. Oleh karena itu, diperlukannya inventarisasi pohon untuk mengetahui kondisi pohon di Arboretum USU pada tahun 2017.
Inventarisasi tegakan pohon di kawasan Arboretum USU diharapkan mampu mengetahui sebaran pohon, jumlah dan jenis pohon yang berada didalam kawasan serta potensi keberadaan pohon tersebut terhadap lingkungan. Hasil dari inventarisasi pohon yaitu Indeks Nilai Penting (INP) dan keanekaragaman jenis pohon.
Selain melakukan inventarisasi pohon, keberadaan dari tegakan pohon diperkirakan mampu mempengaruhi keberadaan lingkungan disekitar. Pendugaan ada-tidak pengaruh keberadaan tegakan pohon di kawasan Arboretum USU antara lain suhu udara, kelembaban udara, kadar air tanah, dan tekstur tanah.
Keberadaan tegakan pohon diperkirakan mampu menurunkan suhu dan kelembaban udara. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan terdapat perbedaan suhu dan kelembaban udara pada kawasan yang memiliki vegetasi terhadap kawasan yang tidak memiliki vegetasi. Manfaat keberadaan vegetasi akan terasa pada siang hari, ketika bumi menerima banyak panas dari matahari. Oleh karena
itu, peneliti ingin membandingkan suhu dan kelembaban udara di bawah 3 tegakan pohon yang dominan (INP tertinggi) terhadap tanpa tegakan.
3
Keberadaan tegakan pohon diperkirakan memberikan kontribusi terhadap kadar air dan tekstur tanah.Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar air tanah dan tekstur tanah adalah keberadaan tajuk pohon yang menghasilkan serasah.
Peneliti ingin mengetahui keberadaan kadar air tanah dan tekstur tanah dibawah tegakan pohon, terhadap tanpa adanya tegakan pohon.
Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai “Potensi Keberadaan Kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara” yaitu:
1. Mengidentifikasi sebaran pohon di kawasan Arboretum USU
2. Mengetahui keanekaragaman jenis pohon di kawasan Arboretum USU
3. Menganalisis pengaruh kontribusi tegakan pohon di kawasan Arboretum USU terhadap lingkungan (suhu dan kelembaban udara, serta kadar air dan tekstur tanah).
Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan informasi keberadaa potensi kawasan Arboretum USU terutama pengelola kawasan Arboretum USU dalam melakukan pengelolaan dan pengembangan
2. Sebagai informasi bagi dunia pendidikan, penelitian, masyarakat umum, dan lembaga terkait mengenai potensi keberadaan kawasan vegetasi.
4
TINJAUAN PUSTAKA
1. Arboretum
Arboretum merupakan kebun koleksi pepohonan dengan luasan tertentu berisi berbagai jenis pohon yang ditanam sedapat mungkin mengikuti habitat aslinya dan dimaksudkan sebagai areal pelestarian keanekaragaman hayati dan sedikitnya dapat memperbaiki/menjaga kondisi iklim disekitarnya. Keberadaan arboretum dapat berperan sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan pengembangan. Arboretum digunakan sebagai konservasi sumberdaya hayati ex-situ. Keberadaan arboretum USU sangat bermanfaat bagi civitas akademik
dibidang kehutanan, pertanian, biologi, klimatologi, hidrologi, konservasi tanah dan air, kesehatan linkungan, dan lain-lain. Luas arboretum USU adalah 55 Ha, dengan pembangunan tahap awal menerapkan konsep agroforestry. Koleksi pohon di Arboretum USU sebanyak 57 jenis, dengan jumlah pohon seluruhnya 6.473 pohon (Rauf, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parhusip (2014) dikawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara terdapat 23 jenis pohon didalam kawasan tersebut. Jenis pohon di Arboretum USU antara lain:
Tabel 1. Jenis pohon di Arboretum USU tahun 2013
No Nama Pohon Nama Latin Jumlah
1 Pulai Alstonia scholaris 385
2 Mahoni Swietenia mahagoni 305
3 Mindi Melia azedarach 283
4 Jati Putih Gmelina arborea 233
5 Jati Tectona grandis 160
6 Ketapang Terminalia catappa 75
7 Kemiri Aleurites moluccana 67
8 Karet Havea brasiliensis 60
9 Sengon Albazia falcataria 56
10 Sentang Azadirachata excels 52
11 Cemara Casuariana equisetifolia 23
12 Durian Durio ziberthinus 17
13 Sentul Sandoricum koetjape 16
5
14 Melinjo Gnetum gnemon 10
15 Saga Adenanthera pavonina 9
16 Nangka Artocarpus heterophyllus 8
17 Petai Cina Leucaena leucocephala 2
18 Suren Toona surenii 1
19 Jengkol Archidendron pauciflorum 1
20 Kepayang Pangium edule 1
21 Manglid Magnolia blumei 1
22 Kecutran Spathodea campanulata 1
23 Cingkam Bischofia javanica 1
TOTAL 1767
Tajuk hutan yang lebat dapat meningkatkan kelembaban udaranya melalui transporasi, bayangan pepohonan sementara itu menurunkan suhu udara melalui evaporasi. Demikian pula sifat tanah sampai pada ketinggian tertentu tergantung dari iklim. Selanjutnya, terdapat hubungan antara tanah dan masyarakat tanaman (Daldjoeni, 1986).
2. Inventarisasi
Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tempat tumbuhnya.
Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, panaksiran riap, dan pengeluaran hasil (Hush, 1987 dalam Eventi, 2010) Jenis informasi yang akan dikumpulkan dalam suatu inventor hutan tergantung pada tujuan. Tingkat kecermatan masing-masing informasi juga bervariasi sesuai dengan peranan informasi tersebut dalam tujuan pengelolaan hutan itu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri, dkk (2012), Indeks Nilai Penting (INP) menyatakan suatu jenis tumbuhan serta memperhatikan peranannya dalam komunitas. Nilai penting pada tingkatan pohon didapat dari hasil penjumlahan kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi
6
relatif (DR). Indeks keannekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah dan jika diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, dan jika lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis tinggi. Nilai indeks keseragaman didapat dengan membandingkan nilai H’ dengan total jumlah jenis atau genus (Ln S) yang terdapat pada suatu lokasi penelitian. Pada lokasi penelitian tersebut, Indeks keseragaman pohon.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kasim (2012) di kawasan Hutan Lindung Wakonti adalah jenis wakirsa dengan INP 39,39%. Hasil analisis vegetasi jenis wirakarsa memegang peranan yang sangat tinggi terhadap komunitas kawasan hutan lindung wakonti, baik secara individual memiliki nilai kerapatan relatif, dan nilai dominansi yang tinggi. Sehingga secara totalitas menghasilkan indeks nilai penting yang tinggi dari jenis ini. Sedangkan nilai INP terendah ditemukan pada jenis tombo hutan dengan nilai 1,84%. Indeks keanekargaman jenis adalah 1,21.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Larashati (2004) di sektor kaki gunung kidul, Indeks keanekagaraman jenis (H’) pohon tercatat 2,92 hasil perhitungan tersebut menggambarkan bahwa pohon-pohon pada ketinggian ini memiliki tingkat keanekagaraman tinggi dibandingkan dengan keanekagaraman pohon-pohon di dua ketinggian yang berbeda. Indeks keanekaragaman yang tinggi dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan jumlah jenis yang melimpah.
Karena jumlah jenis yang melimpah ditentukan oleh nilai penting suatu jenis.
Pengamatan pada ketinggian 700-800 mdpl, kawasan ini memiliki topografi mendatar sampai landai dengan sebagaian kanopi terbuka. Dikawasan ini banyak jenis dari suku Urticaceae dan Euphorbiaceae. Laportea stimulans adalah jenis
7
yang sangat melimpah baik pohon maupun anakan pohon seluruhnya mencapai 76 individu, dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 76,42.
3. Luas Bidang Dasar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cahyanto dkk (2014), ditemukan Luas Bidang Dasar (LBDS) untuk anakan pohon (diameter 2-9,9 cm) sebesar 18,50 m2. Namun, LBDS untuk tingkat pohon (diameter >10 cm) sebesar 11859,00 m2. Berbagai macam variasi dan keberadaan suatu jenis ekosistem dari beberapa lokasi tidak lepas dari faktor lingkungan, iklim, komposisi faktor tanah serta nutrisi yang mendukung pada hutan pengunungan tersebut. Pada lokasi penelitian, didapat perubahaan faktor fisik/suhu harian yang berpengaruh terhadap vegetasi hutan tersebut, sehingga mampu beradaptasi dengan keadaan lingkungan dan bisa dapat tumbuh dengan baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Winata dan Yuliana (2014), rata-rata luas bidang dasar per hektar dari 10 petak yang dijadikan lokasi pengukuran adalah 14,01 m2 dengan luas rata-rata per petak adalah 1,401 m2. Jumlah rata-rata pohon per petak adalah 79 pohon. Jadi luas bidang dasar per pohon rata-rata 0,018 m2. Luas rata-rata bidang dasar tersebut tergolong kecil, jadi pohon-pohonnya masih memungkinkan untuk tumbuh menjadi lebih besar, karena umur pohon paling banyak berada pada rentang muda sampai sedang.
Kedepannya, diharapkan pohon-pohon tersebut mempunyai luas bidang dasar yang lebih besar sehingga manfaat ekonomi bagi masyarakat dari hasil penjualan kayu mencapai maksimum.
8 4. Volume Pohon
Kebutuhan akan kayu meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi manusia dan berkembangnya teknologi industri hasil hutan, khususnya kayu.
Sebaliknya, kayu akan menjadi semakin langka seiring dengan semakin menurunya kuantitas dan kualitas hutan. Sehubungan dengan itu, dalam rangka efisiensi pemanfaatan kayu maka pengukuran dimensi pohon harus dilakukan dengan cermat agar dugaan volume pohon batang kayu menjadi akurat (Muhdi, 2003).
Volume pohon per hektar merupakan salah satu parameter tegakan yang berkorelasi dengan parameter tegakan yang lain. Diketahui bahwa volume pohon merupakan fungsi dari diameter batang setinggi dada, sehingga banyak peneliti pendahulu yang merumuskan hubungan antara diameter batang dan diameter tajuk. Parameter lain yang berkorelasi dengan volume pohon adalah tinggi pohon (Sahid, 2010).
5. Suhu Udara
Kondisi udara dibawah pohon yang rindang pada saat matahari bersinar penuh, udara di bawah pohon tersebut akan terasa lebih teduh karena intensitas cahaya matahari langsung sebagian besar tidak dapat menembus kanopi pohon tersebut. Lebih sejuk karena berkurangnya masukan energi cahaya untuk memanaskan udara dan permukaan dibawah kanopi. Penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama untuk menjaga stabilitas suhu tumbuhan).
Transpirasi akan menggunakan sebagian besar air yang berhasil diserap tumbuhan dari tanah. Setiap gram air yang diuapkan, akan menggunakan energi sebesar
9
580 kalori. Besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air pada proses transpirasi, maka hanya sedikit panas yang tersisa yang akan dipancarkan ke udara disekitarnya. Hal ini menyebabkan suhu udara disekitar tanaman tidak meningkat secara drastis pada siang hari. Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara dibawahnya kira-kira 3,5oC pada siang hari yang terik (Lakitan, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad dkk (2012), Hasil pengamatan kondisi Kota Palu dari tahun 1997-2010 dengan menggunakan penginderaan jarak jauh memberikan gambaran bahwa tutupan lahan dari tahun ke tahun mengalami perubahaan baik dari segi fungsinya maupun luasannya. Luas hutan kota Palu juga mengalami pengurangan sebesar 2,67% selama kurun waktu 8 tahun. Penurunan jumlah kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang disebabkan oleh penambahan penduduk dan aktivitas yang terkait dengan penduduk tersebut. Suhu udara di kota Palu juga mengalami peningkatan. Suhu maksimum dari 34,5oC menjadi 36oC, dimana suhu maksimum terjadi pada siang.
Menurut hukum termodinamika, terdapat perbedaan antara suhu dan panas. Panas merupakan energi total dari pergerakan molekuler suatu benda, sedangkan suhu merupakan ukuran energi kinetis rata-rata dari pergerakan molekul. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran suhu antara lain jumlah radiasi yang diterima (harian, musiman, dan tahunan), pengaruh daratan dan lautan, pengaruh altitude (semakin tinggi suatu tempat dari atas permukaan laut, maka semakin rendah suhunya), pengaruh aspect (arah kemiringan sangat penting di daerah garis lintang pertengahan, dimana lereng yang miring ke arah
10
tata surya nyata sekali menerimaa lebih besar radiasi surya), pengaruh panas laten, serta pengaruh angin (Guslim, 2007).
6. Kelembaban Udara
Kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Keadaan kelembaban di atas permukaan bumi berbeda-beda. Besarnya kelembaban pada suatu daerah merupakan faktor yang dapat menstimulasi curah hujan. Besarnya kelembaban pada suatu daerah erat kaitannya dengan perkembangan organisme terutama jamur dari penyakit tumbuhan (blitser blight) dan keberadaan pohon pelindung terutama apabila jarak antar pohon rapat. (Kartasapoetra, 2008).
Kelembaban (RH) juga dipengaruhi oleh adanya pohon-pohon pelindung, terutama adalah pohon-pohon rapat. Kerapatan pohon yang diimbangi dengan tajuk yang lebat membuat suhu disekitar pohon-pohon tersebut menjadi rendah (Prawirowardoyo, 1996 dalam Yunasfi, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karyati dkk (2016) di Hutan Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, suhu udara harian rata-rata di dalam hutan berkisar antara 23,7oC-30,9oC, sedangkan di luar hutan berkisar antara 25,9oC-28,8oC. Kelembaban udara harian rata-rata didalam
hutan dan luar hutan masing-masing berkisar antara 81,4% - 99,3% dan 76% - 90%. Keberadaan hutan pendidikan menciptakan iklim mikro yang berbeda
dengan iklim di luar hutan. Suhu udara harian rata-rata di dalam hutan lebih rendah dibandingkan dengan di luar hutan. Sebaliknya kelembaban udara harian rata-rata di dalam hutan lebih besar dibandingkan di luar hutan. keberadaan vegetasi mempengaruhi jumlah intensitas cahaya yang masuk hingga ke lantai hutan.
11 7. Kadar Air Tanah
Tanah merupakan suatu sistem yang terbentuk secara alami yang biasannya terdiri dari tiga fase yaitu bahan padat, cair dan udara. Bahan padat berupa mineral dan bahan organik, dimana untuk tanah mineral hanya mengandung bahan organik <5% dilapisan atas dan semakin ke lapisan dalam maka kandungan bahan organik semakin menurun. Bahan cair dan udara akan menempati ruang pori di tanah secara bersama, bila 40% ruang pori diisi air, maka 60% akan terisi udara demikian sebaliknya (Bernas dkk, 2015).
Hanafiah (2014) mengatakan bahwa Berdasarkan volumenya, maka tanah secara rerata terdiri dari 50% padatan (berupa 45% bahan mineral, dan 5% bahan organik) dan 50% ruang pori (berupa 25% air, dan 25% udara). Secara alamiah proporsi komponen tanah sangat bergantung pada:
1. Ukuran partikel penyusun tanah. Semakin halus partikel, maka tanah semakin padat. Sehingga ruang porinya juga akan menyempit, sebaliknya jika semakin kasar
2. Sumber bahan organik tanah. Tanah bervegetasi akan mempunyai proporsi BOT tinggi, sebaliknya pada tanah gundul (tanpa vegetasi)
3. Iklim terutama curah hujan dan temperatur. Saat hujan dan evaporasi (penguapan) rendah, proporsi air meningkat (proporsi udara menurun), sebaliknya pada saat tidak hujan dan evaporasi tinggi
4. Sumber air. Tanah yang berdekatan dengan sungai akan lebih banyak mengandung air ketimbang yang jauh dari sungai.
Defenisi lain tanah menurut Mukhlis (2014), Tanah merupakan campuran yang kompleks dari udara, air, padatan organik dan padatan anorganik. Kegiatan
12
pertama dilakukan dalam analisis tanah adalah pengambilan contoh tanah di lapangan. Oleh karena hasil analisis tanah akan dipakai untuk suatu tindakan atau rekomendasi, maka contoh tanah yang diambil harus representatif atau yang mewakili. Sehingga analisis yang dilakukan terhadap contoh tanah tersebut diharapkan akan mampu memberikan gambaran sifat atau unsur hara tanah dilapangan yang sebenarnya. Pengambilan tanah dengan metode zig-zag merupakan metode yang biasa digunakan untuk mengambil contoh tanah. Metode ini mampu mengambarkan kondisi tanah secara representatif. Setiap titik diambil contoh tanah sebanyak 1-2 kg. Kemudian contoh dari masing-masing titik di suatu areal strata dicampurkan secara merata, lalu diambil secukupnya (±1,5 kg) dan ditempatkan pada kantongan plastik dan diberi label lapangan. Lapisan tanah yang diambil untuk contoh tanah umumnya lapisan atas (top soil) yaitu lapisan 0-20 cm dan 21-40 cm.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Yuwono (2016) menunjukkan bahwa pada lokasi bebas tegakan memiliki kadar air awal tertinggi dengan nilai 33,17% dan terendah terdapat pada tegakan jati dengan nilai 23.81%.
Sedangkan pada tegakan sengon buto dan tegakan campuran masing-masing memiliki nilai kadar air awal sebesar 31,55% dan 29,67%. Tingginya kadar air pada lahan bebas tegakan dapat disebabkan oleh tekstur tanah liat yang terdapat pada lahan tersebut, sedangkan pada ketiga lokasi lainnya memiliki kelas tekstur lempung berliat. Kelas tekstur tanah liat mampu menahan air lebih baik dibandingkan kelas tekstur lainnya.
13 8. Tekstur Tanah
Kelembaban tanah terjadi akibat kandungan air setempat yang tinggi. Air di dalam tanah tergantung pada keadaan tekstur dan struktur. Semakin halus liat tanah, maka air yang dapat diikat oleh tanah liat semakin besar. Permukaan tanah liat lebih halus dibandingkan tanah pasir, sehingga semakin besar ukurannya, semakin sedikit air yang diikat pada satu-satuan yang sama. Keadaan lembab biasanya setelah terjadi hujan 2-5 hari (Kartasapoetra dkk, 1987).
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan mengahantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), sebagian ruang pori berukuran besar sehingga aerasi nya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehingga juga disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur berliat jika liatnya >35%
kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang diserap dengan energi yang tinggi, liat sulit dilepaskan terutama bila kering, sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat juga disebut tanah berat, karena sulit diolah.
Tanah berlempung merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berbeda diantara tanah berpasir dan berliat (Islami dan Utomo, 1995 dalam Tarigan, 2014).
Berdasarkan hasil analisis fisik tanah yang dilakukan oleh Yamani (2007), pada lokasi titik pengamatan tekstur tanah umumnya lempung atau bertekstur agak halus. Kesamaan kelas tekstur ini karena tekstur tanah relatif tidak mudah
14
berubah. Demikian pula masing-masing titik pengamatan permeabilitasnya atau kemampuan dalam meneruskan air relatif lambat, kecuali pada lokasi pengamatan TMT 1 yang cepat. Hal ini karena kandungan pasirnya lebih banyak dibandingkan pada lokasi pengamatan lainnya. Bentuk struktur tanah di tiga lokasi pengamatan semua bentuknya sama yaitu gumpal bersudut. Konsisten tanah pada lokasi penelitian yaitu lembab, dikarenakan tanah yang berstruktur agak halus (lempung) cukup mudah menyerap (menahan) air. Jadi berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa parameter yang diamati terlihat bahwa perbedaan kelerengan tanah tidak banyak mempengaruhi keadaan sifat fisik tanah di tiga lokasi pengamatan yang bisa dikatakan relative cukup subur secara fisik. Kemudian adanya kesamaan kondisi tanah secara fisik pada semua lokasi pengamatan ini diduga lebih kepada pengaruh kondisi jenis tanahnya yang sama atau barangkali letak lokasi pengamatannya yang relatif lebih berdekatan.
9. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini merekam, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegarisikan operasi-operasi umum database seperti query dan analisis staistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisis yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna bagi
15
berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi (Sukojo dan Diah, 2003 dalam Sitanggang, 2013).
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. SIG adalah kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya saja, akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa persoalan yang menentukan keberhasilan SIG (Hartoyo dkk, 2010).
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 sampai dengan September 2017. Lokasi penelitian terletak di kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara di Kwala Bekala, Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dala penelitian ini yaitu Global Possiton System (GPS) berfungsi mengambil koordinat titik pohon, hagahypsometer berfungsi mengukur tinggi pohon, meteran berfungsi mengukur diameter pohon dan panjang transek, thermometer ruangan sebagai alat mengukur suhu, hydrometer berfungsi
17
memisahkan fraksi tanah, batang pengaduk berfungsi mengaduk larutan, erlenmeyer berfungsi tempat larutan hasil percobaan, gelas ukur sebagai media
tanah, shaker berfungsi alat pengocok/pengguncang, timbangan berfungsi menimbang berat tanah, cawan sebagai media tanah, oven berfungsi mengeringkan tanah, desikator, bor tanah berfungsi mengambil tanah pada kedalaman 0-60 cm, penggaris, dan kalkulator, Personal Computer (PC), Software Arc. GIS 10.3 untuk membuat peta sebaran pohon dikawasan Arboretum
USU, Microsoft Excel dan PASW Statistic 18 untuk mengelola data penelitian, dan alat dokumentasi.
Bahan yang diigunakan dalam penelitian ini yaitu peta kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara, tegakan pohon sebanyak 3 jenis, kawasan non vegetasi, tally sheet, air, Larutan Natrium Pirofosfat (Na4P2O7), aquades, kapas, benang, parang, plastik, kertas label, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Teknik Pengambilan Data A. Invetarisasi Pohon
Pengembalian tanah dilapangan dengan menggunakan metode kombinasi metode jalur dan garis berpetak. Cara peletakan unit contohnya menggunakan cara systematic sampling with random start, yang berarti penentuan petak awal yang
dilakukan dengan cara random (acak), namun penentuan petak-petak berikutnya menggunakan cara sistematis (teratur).
Penetapan garis transek dengan arah memotong garis kontur dengan lebar petak 20m x 20m. Lokasi yang dipilih adalah lokasi yang dianggap mewakili keragaman berbagai faktor lingkungan disekitar area penelitian. Pengamatan
18
pohon menggunakan Intensitas Sampling (IS) yaitu 10%. Jarak antar jalur plot adalah 40 meter. Setiap petak dihitung jumlah individu dari setiap spesies dan diukur diameter serta tinggi pohon vegetasi tingkat pohon (diameter >20 cm).
B. Metode Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
Metode observasi/pengukuran langsung digunakan dalam pengumpulan data suhu dan kelembababan udara. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dibawah tegakan pohon, dan 1 pengukuran dilakukan di kawasan non vegetasi (tidak dibawah tegakan). Pengukuran dibawah tegakan dilakukan pada tegakan yang dominan pada kawasan Arboretum USU. Setiap tegakan dilakukan 3 kali pengulangan pengukuran suhu dan kelembaban udara.
Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan selama 3 hari. Setiap titik sampel pengukuran, dalam satu hari dilakukan 3 (tiga) kali pengukuran pada pagi hari jam 07.00-08.00 WIB, siang hari jam 12.00-13.00 WIB dan sore hari jam 17.00-18.00 WIB. Selanjutnya jumlah pengukuran sebanyak 4 lokasi x 3 hari x 3 waktu pengukuran = 36 kali pengukuran setiap parameter.
C. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah dilaksanakan setelah dilakukan survey ke lapangan pada kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara. Metode yang
digunakan dalam pengambilan contoh tanah yaitu metode zig-zag.
Mukhlis (2014), pengambilan tanah dengan metode zig-zag merupakan metode yang biasa digunakan untuk mengambil contoh tanah. Metode ini mampu mengambarkan kondisi tanah secara representatif. Setiap titik diambil contoh tanah sebanyak 1-2 kg.
19
Pengambilan contoh tanah dilakukan dibawah 3 tegakan pohon yang dominan dan tanah tanpa adanya naungan pohon pada kawasan Arboretum. Satu jenis tegakan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Kedalaman comtoh tanah yang diambil yaitu 0-20 cm, dan 21-60 cm dibeberapa titik yang sudah ditentukan.
Tanah pada petak ukur yang sama dicampur merata (dikomposit) dan kemudian dianalisis di laboratorium.
Analisis Data
A. Inventarisasi Pohon
Data hasil inventarisasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan, kerapatan relatif, dominasi, dominasi relatif, frekuensi, frekuensi relatif, serta Indeks Nilai Penting (INP). Rumus yang digunakan mengacu kepada buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).
1. Kerapatan suatu jenis (K)
K = ∑ Individu suatu jenis Luas petak contoh 2. Kerapatan Relatif suatu jenis (KR)
KR = K Suatu jenis x 100%
∑ K Seluruh jenis 3. Frekuensi suatu jenis (F)
F = ∑Sub – petak ditemukan suatu jenis ∑Seluruh sub – petak
4. Frekuensi Relatif suatu jenis (FR)
FR = F Suatu jenis x 100%
∑ F Seluruh jenis 5. Dominansi suatu jenis (D)
D = ∑ Luas Bidang Dasar suatu jenis Luas Petak Contoh
20 6. Dominasi Relatif suatu jenis (DR)
DR = D Suatu jenis x 100%
∑ D Seluruh jenis 7. Indeks Nilai Penting (INP)
INP digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas (Kusmana, 1997).
INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon) INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang) 8. Indeks Shannon-Wiener
Keanekaragaman jenis suatu kawasan hutan dapat digambarkan dengan Indeks Shannon menurut Odum (1971):
H’ = - ∑ (pi) Ln (pi) Keterangan:
H’ = Indeks Keragaman Jenis pi = ni/N
ni = Nilai penting Jenis ke-i
N = Jumlah Nilai Penting Semua jenis
Kriteria yang digunakan menurut Mason (1980):
H’ < 1, keanekaragaman tergolong rendah H’ 1-3, keanekaragaman tergolong sedang H’ > 3, keanekaragaman tergolong tinggi B. Luas Bidang Dasar Pohon
Perkiraan potensi tegakan dilakukan melalui pendekatan penaksiran luas bidang dasar pohon, dengan rumus:
L = ¼ x π x d2 Keterangan: L = Luas Bidang Dasar Pohon (m2)
π = 3,14
d = diameter setinggi dada (cm)
21 C. Volume Pohon
Volume bisa juga disebut kapasitas adalah perhitungan seberapa banyak ruang yang bisa ditempati dalam suatu objek tersebut dalam hal ini adalah pohon.
Cara pengukuran volume pohon sebagai berikut:
V = ¼ x π x D2 x T x f Keterangan: V = Volume
D = Diameter (cm) f = Faktor bentuk
T = Tinggi bebas cabang (m) π = phi (22/7)
Kelas volume pohon ditentukan dengan rumus sturges. Kelas volume pohon ditentukan menjadi 3 kelas yaitu kelas volume kecil, sedang dan besar.
Jumlah kelas volume pohon dimasukkan ke rumus interval kelas untuk mendapatkan interval yang sama pada tiap kelas.
Interval Kelas
Kelas Jumlah
terkecil) Angka
- terbesar (Angka
(Raharjo.M, 2003)
Tabel 2. Pembagian kelas volume pohon
Kelas Volume Nilai Volume (m3)
Kecil Sedang
Besar
0,183 – 2,385 2,386 – 4,586 4,587 – 6,788
D. Analisis Suhu dan Kelmebaban Udara 1. Suhu Udara
Temperatur pagi (Tp), siang (Ts) dan sore hari (Tsr) diperoleh dari hasil pengukuran dilapangan dengan menggunakan termometer suhu yang diletakan pada setiap lokasi titik pengamatan.
22 2. Kelembaban Udara
Pengukuran kelembaban udara (RH) menggunakan temometer bola basah (TBB) dan temometer bola kering (TBK). Hasil pengukuran dilapangan kemudia diolah dan dimasukan kedalam tabel kelembaban udara (RH)
E. Kadar Air Tanah Kering Udara
Proses dalam melakakukan pengukuran kadar air tanah kering udara dengan menggunakan oven antara lain:
1. Ditimbang 10 gram tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam botol timbang/cawan/baker gelas 50-100 ml
2. Dimasukkan cawan tadi kedalam oven selama 5 jam pada suhu 105oC, sampai tidak terjadi pengurangan berat lagi
3. Setelah perlakuan 2, keluarkan dan masukkan ke dalam eksikator pendingin, lalu timbang dan akhirnya diperoleh berat kering yang konstan
4. Setelah berat tanah sebelum dan sesudah pengovenan di timbang, maka tanah yang diambil dari setiap jenis tegakan pohon dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar Air Tanah Kering Udara (%) = [(A-B):B] x 100%
Keterangan: Kadar Air Tanah Kering Udara = persen (%) Berat Tanah Kering Udara (A) = gram (gr) Berat Tanah Kering Oven (B) = gram (gr) F. Tekstur Tanah
Penentuan tekstur tanah menggunakan metode hydrometer bouyoucus.
Adapun cara metode ini antara lain:
1. Ditimbang 25 g tanah kering udara dari tanah pertanian, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
23
2. Ditambahkan 50 ml larutan natrium pirofosfat, kocok sampai rata, lalu biarkan selama 24 jam
3. Digoncang dengan alat penggoncang (shaker) selama 15 menit
4. Dipindahkan ke dalam silinder (gelas ukur) volume 500 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda garis
5. Dikocok 20 kali sebelum pembacaan, bila perlu dapat ditambahkan amyl alkohol untuk menghilangkan buih yang dapat mengganggu pembacaan
6. Dimasukkan hydrometer ke dalam silinder dengan hati-hati untuk pembacaan pertama setelah 40 detik dari saat pengocokan
7. Setelah 3 jam dimasukkan lagi hydrometer untuk pembacaan yang kedua, untuk mendapatkan jumlah liat
8. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :
% (liat + debu) = pembacaan hydrometer I X 100%
berat contoh tanah
% liat = pembacaan hydrometer II X 100%
berat contoh tanah
% debu = % (liat + debu) - % liat
% pasir = 100 % - % (liat + debu) Pembuatan Peta (Overlay) Sebaran Pohon
Pembuatan peta penyebaran pohon dilakukan dengan menumpang tindihkan (overlay) antara peta kawasan Arboretum USU di Kwala Bekala dengan data yang diambil dengan GPS. Proses pengelolahan data titik koordinat yang diambil dari lapangan adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan titik koordinat dengan menggunakan alat GPS, data titik diambil dari titik sebaran keberadaan pohon
24
2. Diolah data titik koordinat dari data GPS ke komputer dengan menggunakan software DNR Garmin 10.3
3. Pengolahan data tahap awal dengan memasukan data GPS ke laptop dengan menggunakan software Arc. GIS 10.3
4. Peta titik koordinat sebaran lokasi pengamatan iklim yang diperoleh di overlay peta dengan kawasan Arboretum USU.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Indeks Nilai Penting (INP) Pohon di Kawasan Arboretum USU
Arboretum USU merupakan kawasan vegetasi yang didominasi oleh pepohonan. Hasil inventarisasi pohon di kawasan Arboretum USU dengan menggunakan Intensitas Sampling (IS) 10%, dijumpai 33 jenis pohon dengan komposisi keanekaragaman jenis pada lokasi pengamatan yang cukup bervariasi.
Komposisi merupakan penyusun suatu tegakan yang meliputi jumlah/famili, atau banyaknya dari suatu jenis pohon.
Tabel 3. Inventarisasi pohon di kawasan Arboretum USU
No Jenis Nama Latin Jumlah LBDS KR FR DR INP H'
1 Sentul Sandoricum koetjape 21 0.09 2.67 3.09 3.74 9.50 0.10 2 Melinjo Gnetum gnemon 64 0.05 8.13 5.67 2.20 16.00 0.20 3 Saga Adenanthera pavonina 27 0.07 3.43 6.19 3.07 12.69 0.12 4 Nangka
Artocarpus
heterophyllus 1 0.04 0.13 0.52 1.76 2.40 0.01 5 Matoa Pometia pinnata 15 0.05 1.91 4.12 2.03 8.06 0.08
6 Akasia Acacia mangium 6 0.12 0.76 1.03 5.01 6.81 0.04
7 Mindi Melia azadirach 36 0.06 4.57 5.67 2.63 12.87 0.14
8 Suren Toona sinensis 10 0.08 1.27 1.55 3.52 6.33 0.06
9 Sungkai Peronema canescens 8 0.07 1.02 1.03 2.71 4.75 0.05 10 Jati Tectona grandis 33 0.10 4.19 3.61 4.28 12.08 0.13 11
Asam
Gelugur Garcinia atroviridis 13 0.05 1.65 2.58 1.88 6.11 0.07 12 Kemiri Aleurites moluccana 6 0.08 0.76 1.03 3.41 5.20 0.04 13
Rambung
Merah Ficus elastica 1 0.09 0.13 0.52 3.64 4.28 0.01
14 Pinus Pinus merkusii 3 0.05 0.38 1.03 2.09 3.50 0.02
15 Pulai Alstonia scholaris 89 0.19 11.31 6.70 8.01 26.02 0.25 16 Mahoni Swietenia mahagoni 146 0.08 18.55 11.34 3.21 33.10 0.31 17 Raja Kompassia excelsa 9 0.07 1.14 2.06 2.71 5.91 0.05 18 Gmelina Gmelina arborea 42 0.13 5.34 2.58 5.45 13.37 0.16 19 Ketapang Terminalia catappa 42 0.06 5.34 3.61 2.44 11.39 0.16 20 Sengon
Parasianthes
falcataria 18 0.09 2.29 5.15 3.70 11.14 0.09
21 Rambutan Nephelium lappaceum 28 0.04 3.56 3.61 1.68 8.84 0.12 22 Durian Durio ziberthinus 31 0.08 3.94 4.64 3.38 11.95 0.13 23 Eukaliptus Eucalyptus melliodora 15 0.04 1.91 3.09 1.86 6.86 0.08 24 Jabon
Anthocephalus
cadamba 51 0.09 6.48 7.73 3.88 18.10 0.18
25 Cemara
Casuarina
equisetifolia 18 0.08 2.29 2.06 3.21 7.56 0.09 26
Kayu
Manis Cinnamomum verum 9 0.05 1.14 2.58 1.94 5.66 0.05 27 Meranti Shorea macrophylla 1 0.04 0.13 0.52 1.62 2.26 0.01
26
28 Alpukat Persea americana 1 0.04 0.13 0.52 1.76 2.40 0.01 29 Petai Parkia speciosa 10 0.05 1.27 2.06 1.97 5.30 0.06 30 Glodokan Polyalthia longifolia 19 0.05 2.41 1.55 2.04 6.00 0.09 31 Duku Lansium domesticum 1 0.03 0.13 0.52 1.44 2.08 0.01 32 Karet Havea brasiliensis 12 0.09 1.52 1.55 3.75 6.82 0.06 33 Sukun Artocarpus altilis 1 0.10 0.13 0.52 3.99 4.64 0.01
TOTAL 787 100 100 100 300 2.9
Komposisi vegetasi merupakan variasi spesies flora yang membentuk suatu komunitas yang satu dengan yang lainnya saling mendukung. Menurut Richards (1996) dalam Idris dkk (2013), mengambarkan keberadaann spesies di dalam hutan sebagai penentu komposisi vegetasi. Komposisi dan dominansi spesies tumbuhan atau kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas di lokasi dapat dilihat dari Indes nilai Penting (INP). Suatu jenis tumbuhan dapat berperan jika INP untuk tingkat pohon adalah 15%.
Pohon yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) tiga tertinggi antara lain
pohon mahoni (Swietenia mahagoni) yaitu 33,1%, pohon pulai (Alstonia scholaris) yaitu 26%, dan pohon Jabon (Anthocephalus cadamba) yaitu
18.1%. Pohon yang memiliki INP tiga terendah antara lain pohon duku (Lansium domesticum) yaitu 2,08% , pohon meranti (Shorea macrophylla) yaitu 2,26% dan pohon alpukat (Persea Americana) yaitu 2,401%.
Keberadaan pohon mahoni memiliki peranan yang sangat penting didalam kawasan Arboretum USU. Pohon mahoni mampu mempengaruhi keberadaan suhu udara, kelembaban udara, kadar air tanah dan tekstur tanah di kawasan arboretum. Putri dkk (2012) menyatakan indeks Nilai Penting (INP) menyatakan suatu jenis tumbuhan serta memperhatikan peranannya dalam komunitas.
Penelitian Kasim (2012) menyebutkan kawasan Hutan Lindung Wakontil adalah jenis wakirsa dengan INP 39,39%. Hasil analisis vegetasi jenis wirakarsaa memegang peranan yang sangat penting terhadap komunitas kawasan hutan
27
lindung wakonti, baik secara individual memiliki nilai kerapatan relatif, dan nilai dominansi tinggi. Sehingga secara totalitas menghasilkan Indeks Nilai Penting yang tinggi dari jenis ini.
Jumlah dan jenis pohon di Kawasan Arboretum USU mengalami penurunan bila dibandingkan dengan jumlah dan jenis pohon hasil inventarisasi pada tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian Juanda (2011), jumlah dan jenis pohon di kawasan Arboretum USU dapat disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah dan jenis pohon di kawasan Arboretum USU tahun 2011
No Nama Pohon Nama Latin Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pulai Jati Putih Mindi Ketapang Mahoni Jati Sentang Cemara Sengon Karet Saga Sentul Durian Nangka Petai Cina Suren Kepayang Kecutran Manglid Melinjo Jengkol Cingkam
Alstonia scholaris Tectona grandis Melia azedarach Terminalia catappa Swietenia mahagoni Gmelina arborea Azadirachta excels Casuarina equisetifolia
Albazia falcataria Hevea brasiliensis Adenanthera pavonina
Sandoricum koetjape Durio zibethinus Artocarpus heterophyllus
Leucaena leucocephala Toona sinensis Pangium edule Spathodea campanulata
Magnolia blume Gnetum gnemon Archidendron pauciflorum
Bischofia javanica
384 233 265 75 60 26 52 30 18 60 8 16
8 8 2 1 1 1 1 10
1 1
TOTAL 1261
Sumber : Juanda (2011)
Pada jangka waktu 6 tahun telah terjadi penurunan jumlah sebesar 474 pohon, namun terjadi penambahan 18 jenis pohon. Hal ini disebabkan selama 6 tahun, pohon di kawasan Arboretum banyak mati akibat diserang oleh penyakit, angin kencang dan kurangnya tindakan pemeliharan terhadap tanaman serta pohon di kawasan tersebut. Penambahan 18 jenis pohon tersebut akibat adanya penyulaman tanaman dan reboisasi untuk mengantikan pohon yang sudah mati.
28
Penelitian Juanda (2011) menyebutkan jati putih dan mindi menempati 3 urutan pohon terbanyak didalam kawasan Arboretum USU. Namun bila dibandingkan dengan hasil inventarisasi pada tahun 2017, jati putih dan mindi tidak menempati posisi 3 terbesar pohon terbanyak didalam kawasan. Jumlah melinjo yang mengalami penambahan dari 10 pohon menjadi 64 pohon. Pohon tahun 2011 tidak terdapat pohon jabon, namun pada tahun 2017 terdapat pohon jabon sebanyak 51 pohon, serta menempati urutan ke 3 pada INP tertinggi. Pohon jabon merupakan pohon sulaman (pengganti) dari tanaman yang mati di kawasan arboretum USU. Pada pengamatan di lapangan, kondisi pohon jabon rentan tubang oleh angin.
Jenis pohon sentang, kepayang, kecutran, manglid, jengkol, dan cingkam pada tahun 2011 masih dijumpai, namun pada tahun 2017 tidak dijumpai. Petai cina di tahun 2011 dan 2017 masih dijumpai, namun di Tabel 3 tidak terdapat pohon petai cina. Keberadaan petai cina dilapangan masih dijumpai, namun diameter petai cina tidak mencapai 20 cm. Sehingga petai cina digolongkan kedalam tanaman tingkat tiang. Selama tahun 2011 sampai dengan 2017 terdapat penambahan 18 jenis pohon yaitu rambung merah, pinus, sungkai, matoa, akasia, asam gelugur, kemiri, raja, rambutan, eukaliptus, jabon, kayu manis, meranti, alpukat, petai, glodokan, duku, karet, dan sukun.
Nilai keanekaragaman (H’) di kawasan Arboretum USU yaitu 2,94.
Apabila nilai 1<H’<3, maka dapat dikatakan bahwa keanekaragaman pada kawasan tersebut digolongkan sedang. Pada tingkat keanekagaraman 2,94 ditemukan 33 jenis pohon dengan jumlah 787 di kawasan 64.813 Ha. Urutan tiga besar keanekagaraman tertinggi yaitu pohon mahoni, pulai dan jabon. Besaran
29
Indeks Nilai Penting (INP) dapat mempengaruhi besaran tingkat keanekaragaman di kawasan tersebut. Penelitian Larashati (2004) menyebutkan, indeks keanekaragaman yang tinggi dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan jumlah jenis yang melimpah. Karena jumlah jenis yang melimpah ditentukan oleh Indeks Nilai Penting (INP) suatu jenis.
Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekagaraman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies, dan sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitasnya itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan.
Beragamnya jenis pohon yang tumbuh pada lokasi penelitian menunjukkan kesesuaian pohon dengan faktor fisik lingkungan di lokasi tersebut seperti kelembaban, ketersediaan air, kecepatan angin yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran biji.
Peta penelitian tersebut dilakukan inventarisasi dan pengambilan titik pohon dikawasan Arboretum USU. Titik pohon yang diambil kemudian di overlay ke dalam peta kawasan Arboretum USU dalam bentuk ekstensi shapefile (*shp).
Gambar 2 merupakan hasil inventarisasi pohon tahun 2017 di kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara. Gambar 2, terdapat lingkaran bulat yang berwarna. Lingkaran bulat menyatakan pohon di kawasan Arboretum USU, dan warna menyatakan jenis pohon di kawasan Arboretum USU.
Pada pemetaan flora tingkat pohon di kawasan Arboretum USU, peneliti ingin memaparkan terlebih dahulu inventarisasi tingat pohon secara umum di dalam kawasan Arboretum USU. Pemetaan pohon bertujuan untuk menggambarkan hasil analisis inventarisasi berupa informasi mengenai struktur
30
struktur dan komposisi vegetasi di kawasan Arboretum USU dalam bentuk peta.
Pemetaan pohon akan menunjukan keanekeragaman pohon yang ada di kawasan Arboretum USU yang dapat digunakan untuk menjadi potensi pada ekowisata yang berkaitan dengan pengelolaan Arboretum USU dimasaa akan datang.
Pemetaan pohon juga akan menunjukkan keanekaragaman pohon yang dapat digunakan menjadi potensi fungsi produksi yang ada di kawasan ini. Penelitian Sugita (2015) menyatakan, analisis vegetasi dan pemetaan flora juga akan menunjukan keanekaragaman flora di kawasan Gua Ngguwo yang dapat digunakan untuk menjadi potensi pada ekowisata yang berkaitan dengan kawasan lindung yang akan dibuat pada Kawasan Gua Ngguwo.
31
Gambar 2. Peta sebaran pohon di kawasan Arboretum Universitas Sumatera Utara 2017
32
B. Luas Bidang Dasar (LBDS) Pohon di Kawasan Arboretum USU
Total Luas Bidang Dasar (LBDS) pohon di kawasan Arboretum USU dapat dilihat pada Tabel 3. Perhitungan LBDS pohon di kawasan Arboretum sangat penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai inventarisasi hutan
Luas Bidang Dasar (LBDS) tiga terbesar di Kawasan Arboretum USU antara
lain pohon pulai (Alstonia scholaris) yaitu 0.197 m2, pohon gmelina (Gmelina arborea) yaitu 0,132 m2 dan pohon akasia (Acacia mangium) yaitu 0,121 m2. LBDS tingkat pohon terendah di kawasan Arboretum USU antara lain
pohon duku (Lansium domesticum) yaitu 0,035 m2, pohon meranti (Shorea macrophylla) yaitu 0,039 m2,dan pohon rambutan (Nephelium lappaceum) yaitu 0,040 m2. Besar ataupun kecilnya LBDS pohon di
kawasan Arboretum USU dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Cahyanto dkk (2014), berbagai macam variasi dan keberadaan suatu jenis ekosistem dari beberapa lokasi tidak lepas dari faktor lingkungan, iklim, komposisi faktor tanah serta nutrisi yang mendukung pada hutan.
Pohon di kawasan arboretum yang memiliki diameter 20-30 cm yaitu 302 pohon, dan diameter 31-40 cm yaitu 396 pohon, dan diameter >40 cm yaitu 89 pohon. . LBDS pohon dipengaruhi oleh ukuran diameter pohon. Semakin besar diameter pohon, maka semakin besar nilai LBDS. Pengaruh nilai LBDS ikut serta mempengaruhi nilai keberadaan ekonomi dari suatu pohon. Penelitian Winata dan Yuliana (2014) menyebutkan LBDS pohon yang kecil masih memungkinkan untuk tumbuh menjadi LBDS besar. Hal ini disebabkan oleh umur pohon yang paling banyak berada pada rentang muda sampai sedang. Diharapkan pohon-pohon tersebut
33
mempunyai LBDS yang lebih besar, sehingga manfaat ekonomi bagi masyarakat dari hasil penjualan kayu mencapai maksimum.
C. Volume Pohon di Kawasan Arboretum USU
Pengukuran volume pohon bisa dilakukan setelah mengambil data keliling dan tinggi pohon di arboretum USU. Data volume pohon didapatkan dengan cara menghitung data-data tersebut pada rumusan volume. Pengukuran volume pohon sangat penting dilakukan dalam kegiatan inventarisasi hutan. Tujuannya untuk mengetahui potensi yang dimiliki oleh hutan tersebut. Menurut Hush (1987) dalam Eventi (2010), suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon- pohon yang masih berdiri, penaksiran riap, dan pengeluaran hasil.
Tabel 5. Pengukuran volume pohon
Kelas Volume Nilai Volume Jumlah Pohon (2011) Jumlah Pohon (2017)
Kecil 0,183 - 2,385 1259 787
Sedang 2,386 - 4,586 1 0
Besar 4,587 - 6,788 1 0
TOTAL 1261 787
Berdasarkan data yang diperoleh Tabel 5, kelus umur volume pohon dapat dibagi menjadi 3 menurut Raharjo (2003). Kelas volume pohon di kawasan Arboretum USU adalah kecil (0,183-2,385) yaitu 787 pohon. Kelas volume pohon mengalami penuruan dari tahun 2011, dimana terdapat kelas volume sedang (2,386) yaitu 1 pohon dan besar (4,587-6,788) yaitu 1 pohon. Penurunan kelas volume pohon tersebut terjadi karena banyaknya pohon di arboretum mengalami kematian, di ganti/sulam dengan jenis pohon lainnya.