• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ORIENTASI DAN MATERIAL BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN MUSEUM PERKEBUNAN INDONESIA SKRIPSI OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH ORIENTASI DAN MATERIAL BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN MUSEUM PERKEBUNAN INDONESIA SKRIPSI OLEH"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ORIENTASI DAN MATERIAL BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN

MUSEUM PERKEBUNAN INDONESIA

SKRIPSI

OLEH

RIZKI NAMIRA LUBIS (160406082)

DEPARTEMEN STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

PENGARUH ORIENTASI DAN MATERIAL BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN

MUSEUM PERKEBUNAN INDONESIA

SKRIPSI

OLEH

RIZKI NAMIRA LUBIS (160406082)

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)

PENGARUH ORIENTASI DAN MATERIAL BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN MUSEUM PERKEBUNAN

INDONESIA

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur Pada Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

RIZKI NAMIRA LUBIS 160406106

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(4)

PERNYATAAN

(PENGARUH ORIENTASI DAN MATERIAL BANGUNAN TERHADAP KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN MUSEUM PERKEBUNAN

INDONESIA)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 18 Juni 2020

Rizki Namira Lubis

(5)
(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Kenyamanan termal merupakan hal yang harus diperhatikan dalam sebuah

bangunan agar terciptanya kenyamanan bagi penggunanya. Salah satu faktor yang memengaruhi kondisi termal adalah orientasi bangunan terhadap matahari dan material bangunan. Berdasarkan pada hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kenyamanan termal pada Bangunan Museum Perkebunan Indonesia dengan mengukur suhu udara pada tiap ruang yang memiliki orientasi yang berbeda-beda, serta membahas mengenai material yang digunakan pada Bangunan Museum Perkebunan Indonesia. Pengukuran suhu udara dilakukan selama 6 hari yang berbeda mulai dari pagi sampai sore hari. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh orientasi memiliki pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan pengaruh material bangunan terhadap bangunan museum.

Dan dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa Bangunan Museum

Perkebunan Indonesia masuk ke dalam kategori tidak nyaman menurut Standar Tata Cara Perencanaan Konservasi Energi Pada Bangunan

Kata Kunci : Orientasi dan Material Bangunan, Kenyamanan Termal,

Museum

(9)

ABSTRACT

Thermal comfort is something that must be considered in a building in order to create comfort for its users. One of the factors that influence the thermal conditions of buildings against the sun and building materials. Based on this, this study aims to examine the thermal relationship in Museum Perkebunan Indonesia Building by measuring the temperature of air in each room that has different compatibility, as well as discussing the materials used in Museum Perkebunan Indonesia Building.

Measuring the temperature of the air for 6 different days from morning to evening.

Material of analysis of buildings, buildings, and museum buildings. And from the results of this analysis show that the Museum Perkebunan Indonesa Building falls into the uncomfortable category according to the Standard Procedure for Planning Energy Conservation in Buildings

Keywords: Orientation and Building Materials, soothing Thermal, Museum

(10)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul

“Pengaruh Orientasi dan Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal Pada Bangunan Museum Perkebunan Indonesia”. Tulisan ini merupakan tulisan individual yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan alur riset. Penulis menyadari bahwa proposal ini jauh dari kata sempurna. Tetapi berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu menyelesaikan proposal ini, terutama kepada:

1. Bapak Ir. Novrial M.Eng selaku Dosen Pembimbing Studi Perencanaan Lingkungan Binaan II dan Skripsi T.A 2020/2021 yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, dukungan, serta meluangkan waktunya dalam proses penulisan proposal skripsi ini.

2. Bapak Dr. Imam Faisal Pane ST, MT dan Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT selaku dosen penguji

3. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia M.Sc, IPM selaku Ketua Departemen Arsitektur USU dan Ibu Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, Ph.D selaku Sekretaris Departemen Arsitektur USU.

4. Ir. M. Syahrial Lubis dan Dra. Niken Wulandari selaku orang tua yang memberikan dukungan penuh untuk menyelesaikan studi dan proposal skripsi ini.

5. Fanny, Nisa, Dina, Alfi selaku sahabat selama 10 tahun

(11)

6. Fahra, Cut, Akong, Beby, Pesal selaku teman kuliah yang sudah menyelesaikan duluan

(12)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... ..viii

Daftar Isi...x

Daftar Tabel...xiii

Daftar Gambar...xiv

BAB I ... PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang.1 1.2 Rumusan Masalah...4

1.3 Tujuan Penelitian...4

1.4 Batasan Penelitian...5

1.5 Manfaat Penelitian...5

1.6 Kerangka Berpikir...6

1.7 Sistematika Penelitian...7

BAB II Kajian Pustaka...8

2.1 Dinding...8

2.2 Jendela...9

2.3 Museum...9

2.4 Kenyamanan Termal...10

2.4.1 Faktor Yang Memengaruhi Kenyamanan Termal...10

2.4.2 Batas-Batas Kenyamanan Termal...11

(13)

2.5 Orientasi Bangunan...13

2.6 Material Bangunan...14

BAB III Metode Penelitian...18

3.1 Jenis Penelitian...18

3.2 Objek Penelitian...19

3.3 Variabel Penelitian...19

3.4 Metode Pengumpulan Data...20

3.4.1 Studi Literatur...22

3.4.2 Observasi...22

3.4.3 Wawancara Dengan Narasumber... 22

3.5 Metode Analisa Data...22

BAB IV Hasil Penelitian...24

4.1 Deskripsi Data...25

4.1.1 Deskripsi Kawasan...25

4.1.2 Deskripsi Bangunan...26

4.2 Hasil Penelitian...33

4.2.1 Orientasi...33

4.2.2 Material Bangunan...41

4.2.3 Analisis Pengaruh Orientasi Dan Pengaruh Material Terhadap Kenyamanan Termal...45

BAB V Kesimpulan dan Saran...56

(14)

5.1 Kesimpulan...56 5.2 Saran...57

DAFTAR PUSTAKA...58

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

Tabel 2.1 Perbandingan Faktor Penentu Suhu Nyaman... 11

Tabel 2.2 Batas Kenyamanan Termal... 11

Tabel 2.3 Suhu Nyaman Menurut Tata Cara Perencanaan Konservasi Energi... 13

Tabel 2.4 Penggunaan Kaca, Warna Ketebalan, dan SC... 16

Tabel 2.5 Tabel Konduktivitas Termal, Density, Dan Kapasitas Kalor.... 17

Tabel 3.1 Variabel & Indikator Penelitian... 20

Tabel 3.2 Keperluan Data dan Metode Penelitiannya... 22

Tabel 4.1 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 1... 35

Tabel 4.2 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 2... 36

Tabel 4.3 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 3... 37

Tabel 4.4 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 4 ... 38

Tabel 4.5 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 5... 39

Tabel 4.6 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 6... 40

Tabel 4.7 Shading Coefficient Untuk Berbagai Jenis Material Kaca... 42

Tabel 4.8 Penggunaan Kaca, Warna Ketebalan, dan SC... 42

Tabel 4.9 Keadaan Cuaca Selama Masa Pengukuran... 45

Tabel 4.10 Pengaruh Material Terhadap Kenyamanan Termal... 55

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

Gambar 2.1 Orientasi Bangunan Yang Menghadap Utara-Selatan... 14

Gambar 2.2 Proses Konduksi Panas Melalui Kaca Jendela... 16

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian... 25

Gambar 4.1 Peta Lokasi Medan Maimun... 25

Gambar 4.2 Kawasan Lokasi Penelitian... 25

Gambar 4.3 Keadaan Kawasan Brigjend Katamso... 26

Gambar 4.4 Museum Perkebunan Indonesia... 26

Gambar 4.5 Pusat Penelitian Kelapa Sawit... 26

Gambar 4.6 Lingkungan Sekitar Bangunan Museum Perkebunan... 27

Gambar 4.7 Koleksi Kawasan Musperin... 28

Gambar 4.8 Koleksi Kereta Api Musperin... 28

Gambar 4.9 Bentuk Lama Kusen Jendela Musperin... 29

Gambar 4.10 Bentuk Jendela Musperin Sekarang... 29

Gambar 4.11 Atap Bangunan Musperin... 29

Gambar 4.12 Genteng Keramik... 29

Gambar 4.13 Keadaan Dinding Musperin... 30

Gambar 4.14 Dinding Yang Mengelupas... 30

Gambar 4.15 Langit-langit Pada Lantai 1... 31

Gambar 4.16 Langit-langit Pada Lantai 2... 31

Gambar 4.17 Material pada Lantai 1... 31

Gambar 4.18 Material pada Lantai 2... 31

Gambar 4.19 Pohon Yang Berada di Lingkungan Musperin... 32

(17)

Gambar 4.20 Orientasi Bangunan Musperin... 33

Gambar 4.21 Orientasi Bangunan Terhadap Matahari... 34

Gambar 4.22 Proses Konduksi Panas Melalui Kaca... 41

Gambar 4.23 Dinding Musperin... 44

Gambar 4.24 Grafik Pengukuran Suhu Udara Hari 1... 45

Gambar 4.25 Grafik Pengukuran Suhu Udara Hari 2... 47

Gambar 4.26 Grafik Pengukuran Suhu Udara Hari 3... 48

Gambar 4.27 Grafik Pengukuran Suhu Udara Hari 4... 49

Gambar 4.28 Grafik Pengukuran Suhu Udara Hari 5... 51

Gambar 4.29 Grafik Pengukuran Suhu Udara Hari 6... 52

Gambar 4.30 Lampu Sorot, Ac, dan Kipas Angin Pada Bangunan Musperin... 52

Gambar 4.31 Ruangan Musperin dan Kategori Kenyamanannya... 55

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia pernah dijajah oleh beberapa negara Eropa seperti Portugis, Perancis, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Dari kelima negara Eropa tersebut, Belanda merupakan negara yang paling lama menjajah Indonesia. Menurut Resink (2013), Belanda membutuhkan waktu sekitar 300 tahun lebih untuk menaklukkan hampir seluruh wilayah Indonesia. Kedatangan Belanda ke Indonesia baru terjadi pada tanggal 22 Juni 1596 yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman di Pelabuhan Banten. Pada masa penjajahan, Indonesia mengalami pengaruh budaya barat dari berbagai aspek kehidupan. Salah satunya adalah di dalam perencanaan permukiman dan perkotaan serta bangunan-bangunan dengan konsep arsitektur tradisional belanda yang diterapkan oleh arsitek dan pengelola kota yang berasal dari Belanda.

(Wardani, 2009). Perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia berawal dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an (Handinoto, 1996). Sedangkan menurut Soekiman (2011), arsitektur Belanda berkembang di Indonesia selama Indonesia masih di bawah kekuasaan Belanda yaitu sekitar awal abad ke 17 sampai tahun 1942, dan menurutnya arsitektur kolonial belanda merupakan arsitektur cangkok Eropa yang artinya adalah sebuah arsitektur dari Belanda yang dikembangkan di Indonesia. Arsitektur kolonial sendiri memiliki pemikiran “dari rakyat untuk rakyat”, yang artinya arsiteknya dilahirkan dari karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Walaupun begitu, bangunan kolonial di Indonesia ramai

(19)

dikunjungi oleh masyarakat lokal karena bangunannya yang ikonik dan bersejarah.

Menurut Sumalyo (1995), bangunan kolonial di Indonesia adalah suatu fenomena unik karena adanya percampuran budaya antara budaya penjajah dan budaya Indonesia yang tidak akan didapatkan di tempat lain, termasuk negara yang merupakan bekas jajahan. Selama masa penjajahan, bangunan kolonial banyak dibangun dengan berbagai macam tipologi dan bentuk yang dikembangkan. Dan dari situ, masyarakat Indonesia banyak yang mengadopsi dan menerapkan design maupun detail-detail tertentu. Jenis bangunan arsitektur kolonial yang ada di Indonesia adalah bangunan perkantoran, bangunan pusat pemerintahan, stasiun, rumah sakit, rumah tinggal, museum, gereja, dan sebagainya. Bangunan kolonial juga banyak tersebar di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang mana kedua pulau tersebut merupakan daerah penting dari segi ekonomi selama masa penjajahan Belanda di Indonesia. Salah satu kota yang memiliki banyak bangunan bersejarah dan rumah tinggal bernuansa kolonial belanda adalah Kota Medan. Sebagai ibukota dari provinsi Sumatera Utara, Kota Medan memiliki sejarah yang panjang terkait penjajahan Belanda. Kota yang dibangun pada tahun 1590 Masehi oleh Guru Patimpus ini dulunya merupakan pusat pemerintahan kolonial Belanda. Oleh sebab itu, hal tersebut berpengaruh kepada perkembangan arsitektur kolonial yang cukup pesat di Kota Medan dari masa sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sesudah kemerdekaan.

Menurut Safeyah (2006), arsitektur yang muncul pada awal masa setelah kemerdekaan Indonesia banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial Belanda, di samping adanya pengaruh dorongan para arsitek Indonesia untuk terlihat berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada. Namun, tentunya terdapat beberapa aspek

(20)

yang menjadi perhatian para arsitek dalam membangun dan mengembangkan konsep-konsep arsitektur kolonial baik di masa penjajahan Belanda maupun masa pasca penjajahan Belanda di Indonesia. Aspek terpenting yaitu adalah kondisi iklim dan cuaca di Indonesia yang sangat berbeda dengan Eropa (Belanda). Indonesia hanya memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan sedangkan Eropa memiliki 4 musim yaitu musim panas, musim salju, musim semi, dan musim gugur.

Maka dari itu, bangunan-bangunan kolonial di Indonesia dituntut untuk bisa beradaptasi dengan kondisi iklim tropis Indonesia.

Arsitektur tropis sendiri menjadi pilihan untuk sebuah jawaban atas kondisi lingkungan di Indonesia yang mencoba memecahkan permasalahan iklim tropis.

Arsitektur tropis berpedoman pada lingkungan sekitar dan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada, baik pemecahan masalah terhadap iklim dan segala hal yang berhubungan dengan sekitarnya (Lippsmeier, 1997). Arsitektur tropis mengutamakan bangunan agar menghasilkan perancangan pasif yaitu dengan cara meminimalisir penggunaan energi pada bangunan. Rancangan pasif mengandalkan kemampuan arsitek untuk mengantisipasi permasalahan iklim luar.

Pengaruh yang paling utama adalah dari kondisi suhu dan tingkat kelembaban mengarah kepada kenyamanan thermal. Kenyamanan thermal dibutuhkan agar penghuni atau pengguna bangunan dapat beraktivitas dengan baik.

Menurut Szokolay dalam Talarosha (2005), kenyamanan tergantung pada variabel iklim yaitu matahari atau radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin dan beberapa faktor subjektif seperti pakaian, aklimatisasi (adaptasi makhluk hidup terhadap suatu lingkungan baru), usia dan jenis kelamin,

(21)

tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit.

Bangunan kolonial di Indonesia mungkin sudah dapat beradaptasi dengan iklim tropis Indonesia sehingga bisa bertahan sampai sekarang, tapi hal tersebut perlu dikaji lagi apakah bangunan kolonial belanda (Museum Perkebunan Indonesia) sudah mencapai kenyamanan thermal yang ideal yang mana kenyamanan thermal tersebut menjadi salah satu karakteristik yang ada pada arsitektur tropis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh orientasi dan material selubung bangunan terhadap kenyamanan termal pada museum perkebunan Indonesia (Musperin) serta menjadi tolak ukur pengetahuan tentang arsitektur tropis dan kenyamanan termal yang mana sangat dibutuhkan dalam merancang sebuah bangunan dengan keadaan iklim tropis Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalahnya yaitu :

1. Bagaimana pengaruh orientasi dan material bangunan terhadap kenyamanan termal pada bangunan Museum Perkebunan Indonesia?

2. Apakah kenyamanan termal pada Museum Perkebunan Indonesia sudah mencapai kenyamanan yang ideal?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(22)

1. Untuk mengkaji bagaimana pengaruh orientasi dan material bangunan terhadap bangunan Museum Perkebunan Indonesia

2. Untuk mengetahui apakah Museum Perkebunan Indonesia sudah mencapai kenyamanan termal yang ideal

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini hanya membahas mengenai pengaruh orientasi dan material bangunan terhadap kenyamanan termal yang berkaitan dengan suhu udara pada Museum Perkebunan Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini baik bagi penulis dan pembaca adalah berupa ilmu untuk mengetahui pengaruh orientasi dan material bangunan terhadap kenyamanan termal pada bangunan Museum Perkebunan Indonesia.

(23)

1.6 Kerangka Berfikir

Gambar 1.1 Kerangka Berfikir

Latar Belakang

 Sejarah singkat penjajahan Belanda di Indonesia

Perkembangan arsitektur kolonial

 Pemahaman universal mengenai arsitektur tropis

Judul Penelitian

Kajian Kenyamanan Thermal Pada Museum Perkebunan Indonesia

Rumusan Masalah

 Bagaimana pengaruh orientasi dan material bangunan terhadap kenyamanan termal pada bangunan Museum Perkebunan Indonesia?

Apakah Museum Perkebunan Indonesia sudah mencapai kenyamanan termal yang ideal?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini mengkaji pengaruh orientasi dan material selubung bangunan terhadap kenyamanan termal secara pasif terhadap bangunan Museum Perkebunan Indonesia dan mengetahui apakah Museum Perkebunan Indonesia sudah mencapai kenyamanan termal yang ideal

Kajian Pustaka Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai ilmu pengetahuan mengenai pengaruh orientasi dan material selubung bangunan terhadap bangunan Museum Perkebunan Indonesia.

Metode Penelitian

Analisa

Kesimpulan

(24)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan keseluruhan laporan penelitian ini terdiri dari 6 bab dengan uraian masing-masing bab sebagai berikut:

 Bab I (Pendahuluan)

Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, kerangka berfikir, dan sistematika penulisan.

 Bab II (Tinjauan Pustaka)

Bab ini membahas tentang teori yang digunakan guna melakukan penelitian. Tinjauan yang dimaksud adalah mengenai bangunan, sejarah kedatangan Belanda, sejarah arsitektur kolonial Belanda, pengaruh iklim terhadap arsitektur, iklim tropis, dan arsitektur tropis.

 Bab III (Metodologi Penelitian)

Bab ini membahas tentang tata acara yang akan dilaksanakan pada penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif berupa pemecahan masalah yang ada pada saat ini berdasarkan data-data kuantitatif yang dilakukan berupa pengukuran suhu udara dan menganalisis serta mendeskripsikan objek penelitian.

 Bab IV (Deskripsi Objek dan Kawasan Penelitian)

Bab ini membahas tentang deskripsi objek yaitu museum perkebunan indonesia yang akan diteliti serta orientasinya. Dan bab ini juga membahas mengenai detail bangunan dan lingkungan sekitar.

 Bab V (Hasil dan Pembahasan)

Bab ini membahas tentang hasil dan pembahasan penelitian secara sistematis yang didasari dengan kerangka berfikir serta landasan teori dan metodologi penelitian yang digunakan untuk mengkaji pokok permasalahan dan studi kasus yang diteliti. Hasil dari pembahasan juga berupa deskripsi serta pengkajian materi terkait.

 Bab VI (Kesimpulan dan Saran)

Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil dan pembahasan penelitian

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dinding

Dinding merupakan bagian dari sebuah bangunan yang memiliki peran penting bagi konstruksi bangunan. Fungsi dinding yaitu sebagai pembentuk dan pelindung isi bangunan baik dari segi konstruksi maupun penampilan artistik sebuah bangunan. Dinding merupakan bagian dari bangunan yang berdiri secara vertikal dengan tujuan untuk memisahkan antar ruang, baik antar ruang dalam maupun ruang luar. Tiga jenis utama dinding struktural adalah dinding bangunan, dinding pembatas (boundary), serta dinding penahan (retaining).

Dinding bangunan juga memiliki dua fungsi utama yaitu menyokong atap dan langit-langit/plafon, membagi ruangan, serta melindungi bangunan terhadap intrusi dan cuaca. Dinding pembatas (boundary) mencakup dinding privasi, dinding penanda batas, serta dinding kota. Terkadang dinding jenis ini sulit untuk dibedakan dengan pagar.

2.2 Jendela

Setiap bangunan tersusun dari komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tingkat kestabilan tertentu.

Ditinjau dari segi penyusunan, bangunan gedung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bangunan bawah, yaitu bagian bangunan yang berada di dalam

(26)

tanah, seperti balok beton (sloof) dan pondasi. Dengan begitu, pondasi memiliki hubungan langsung dengan dasar tanah keras di bawahnya.

Kemudian terdapat bangunan atas yaitu berupa bagian-bagian bangunan yang terletak di atas permukaan lantai seperti dinding, kolom-kolom, pintu, jendela, dan rangka atas beserta bagian-bagiannya. Pintu dan jendela sendiri dapat dikategorikan sebagai bukaan, yang mana bukaan merupakan salah satu unsur pada suatu karya arsitektur yang dapat dibuka-tutup, atau yang dalam kondisi terbuka, seperti ventilasi.

2.3 Museum

Museum merupakan institusi permanen yang melayani kebutuhan publik secara terbuka dengan melakukan usaha pengoleksian, konservasi, riset, komunikasi, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat.

Menurut koleksi yang dimiliki, museum terbagi dua yaitu museum dengan kumpulan bukti material manusia dan teknologi. Kedua yaitu museum dengan kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan cabang seni, cabang ilmu, atau satu cabang teknologi.

Secara kedudukannya, museum terdiri dari museum nasional, museum provinsi, dan museum lokal. Sedangkan menurut penyelenggaraannya, museum terdiri atas museum pemerintah dan museum swasta. Syarat berdirinya sebuah museum yaitu harus berada pada lokasi yang strategis, mudah dijangkau, dan sehat (bukan di daerah yang berlumpur/tanah rawa), harus memenuhi prinsip-prinsip konservasi agar koleksi dapat terawat dengan baik, koleksi yang dipamerkan harus mempunyai nilai sejarah, ilmiah, estetika dan terdapat asal usul secara historis, geografis. Museum

(27)

juga harus memiliki sarana dan prasarna yang berkaitan erat dengan kegiatan pelestarian koleksi-koleksinya yaitu vitrin, sarana perawatan koleksi seperti AC, dehumidifier, CCTV, alarm, lampu, label, dll, serta museum harus memiliki kepala museum, bagian administrasi, pengelola koleksi, bagian konservasi, bagian penyajian, bagian pelayanan masyarakat, bimbingan edukasi, dan pengelola perpustakaan. Sumber dana tetap juga dibutuhkan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan museum.

2.4 Kenyamanan Termal

Kondisi termal pada suatu ruang berpengaruh pada kenyamanan termal seseorang. Menurut Karyono (2016), kondisi iklim sekitar akan berpengaruh terhadap tingkat keproduktivitasan manusia. Maka dari itu, manusia membutuhkan kondisi fisik sekitar yang nyaman untuk mendukung aktivitasnya, yaitu secara termal. Kenyamanan termal merupakan pandangan atau penilaian seseorang tentang tingkat kepuasan terhadap kondisi termal lingkungannya. Manusia menilai kondisi lingkungan sekitarnya berdasarkan rangsangan yang masuk ke dalam dirinya melalui syaraf indera dan diproses oleh otak untuk dinilai. Yang mana hal tersebut melibatkan aspek fisik, biologis, dan psikologis (Satwiko, 2009).

2.2.1 Faktor Yang Memengaruhi Kenyamanan Termal

Menurut Szokolay, kenyamanan termal tergantung pada variabel iklim (suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, radiasi matahari) dan faktor-faktor individu seperti tingkat metabolisme tubuh, aklimatisasi tubuh, pakaian, kondisi kesehatan, jenis makanan dan minuman yang

(28)

dikonsumsi, tingkat kegemukan, usia dan jenis kelamin serta warna kulit seseorang.

Satwiko juga menyatakan kenyamanan termal dipengaruhi oleh faktor iklim (radiasi matahari, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara) dan dua faktor individu yaitu aktivitas dan pakaian yang digunakan seseorang.

2.3.2 Batas-batas Kenyamanan Termal

Kenyamanan termal yang dirasakan manusia berbeda antara satu individu dengan individu lainnya yang mana hal tersebut dipengaruhi oleh variabel iklim dan individu. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Lippsmeier di dalam bukunya yang berjudul Bangunan Tropis yang menunjukkan beberapa penelitian yang membuktikan batas kenyamanan (dalam Szokolay Humphreys & Nicol

1. Faktor Lingkungan

 Suhu Udara

 Kelembaban

 Angin

 Radiasi Matahari 2. Faktor Individu

 Metabolisme tubuh

 Aklimatisasi

 Pakaian

 Kondisi kesehatan tubuh

 Tingkat kegemukan

 Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi

 Usia dan jenis kelamin

Warna kulit

1. Faktor Lingkungan

 Suhu Udara

 Kelembaban Udara

 Radiasi Matahari

 Angin 2. Faktor Individu

 Aktivitas

 Pakaian

 Lokasi Geografis

Tabel 2.1

Perbandingan Faktor Penentu Suhu Nyaman

(29)

Temperatur Efektif / TE) berbeda antar individu dan tergantung pada lokasi geografis dan suku bangsa yang diteliti seperti pada tabel di bawah ini.

Pengarang Tempat Kelompok Manusia Batas Kenyamanan ASHRAE Rao

Webb

Mom Ellis

USA Selatan (300 LU)

Calcutta (220 LU)

Singapura Khatulistiwa Jakarta (60 LS) Singapura Khatulistiwa

Peneliti India Malaysia

Cina Indonesia Eropa

20,50C – 24,50C TE 200C – 24,50C TE 250C – 270C TE

200C – 260C TE 220C – 260C TE

Menurut Mom & Wiesebron (1940), untuk pribumi (orang Indonesia) yang memakai pakaian harian biasa, batas kenyamanan optimal adalah 28-310C dan panas nyaman di antara 25,80C-25,80C sedangkan menurut Mangun Wijaya Y.B (1994) secara umum suhu ruangan yang ideal adalah antara 20-250C dengan kelembaban 40-50% dan gerak udara yang sedang 5-20cm/detik. Menurut Latifah (2015) menjelaskan kenyamanan termal pada bangunan pada iklim tropis yaitu sejuk nyaman di antara 20,80C – 22,80C, nyaman optimal, antara suhu efektif 22,80C – 25,80C, hangat nyaman antara suhu efektif 25,80C – 27,10C.

Berdasarkan MENKES No. 261/Menkes/SK/II/1998 temperatur ruangan yan sehat adalah temperature yang berkisar antara 180C - 260C.

Suhu nyaman menurut standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi pada bangunan gedung sebagai berikut:

Tabel 2.2

Batas-Batas Kenyamanan Termal

(30)

Kondisi Temperatur Efektif (TE) Sejuk Nyaman

Ambang Atas

20,50C – 22,80C 240C Nyaman Optimal

Ambang atas

22,80C – 25,80C 28 0C Hangat Nyaman

Ambang Atas

25,80C – 25,80C 310C

2.5 Orientasi Bangunan

Orientasi harus sesuai dengan faktor-faktor lain guna memperoleh keuntungan dari teknik pemanasan dan penyejukan alami (Sungkoyo, 1995). Menurut Soetiadji (1986), orientasi merupakan suatu posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin, atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya. Jenis orientasi menurut Soetiadji adalah akibat adanya pengaruh orientasi terhadap sesuatu, menyebabkan bangunan Daerah khatulistiwa mengalami radiasi yang banyak sehingga menjadi daerah paling panas. Temperatur minimum dicapai 1-2 jam sebelum matahari terbit dan sebanyak 43% radiasi matahari dipantulkan kembali dan 57% diserap (14% oleh atmosfer dan 43%

oleh permukaan bumi). Orientasi bangunan terhadap matahari sangat mementukan besarnya panas matahari yang masuk ke dalam sebuah bangunan. Semakin luas bidang yang menerima panas matahari, maka semakin besar panas yang diserap oleh bangunan.

Maka sebaiknya sebuah bangunan berorientasi ke arah Utara- Selatan, sehingga sisi bangunan yang mengarah ke Timur-Barat

Tabel 2.3

Suhu Nyaman Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi

(31)

lebih sedikit menerima panas matahari secara langsung. Radiasi matahari adalah faktor yang dapat menyebabkan ruang pada bangunan tropis terasa panas. (Karyono 2013). Sedangkan Hamdani, Bekkouche, Benouaz & Cherier, 2012) menyebutkan bahwa dalam kasus hunian, orientasi bangunan terhadap matahari memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan suhu udara di dalam ruang. Penelitian yang dilakukan Amelia (2013) membuktikan bahwa bangunan yang berorientasi ke arah Utara- Barat mengalami ketidaknyamanan paling tinggi.

2.6 Material Bangunan

Panas matahari masuk ke dalam bangunan melalui proses konduksi dan melalui proses radiasi matahari.

Gambar 2.1

Orientasi Bangunan yang Menghadap Utara-Selatan Talarosha (2005)

(32)

Radiasi matahari memancarkan sinar ultraviolet sebesar 6%, cahaya tampak sebesar 48%, dan sinar infra merah yang memberikan efek panas sangat besar (46%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari menyumbangkan jumlah panas terbesar yang masuk ke dalam bangunan.

Besar radiasi matahari yang ditransmisikan melalui selubung selubung bangunan dipengaruhi oleh fasad bangunan yaitu perbandingan luas kaca dan luas dinding bangunan keseluruhan (wall to wall ratio) serta jenis dan ketebalan kaca yang digunakan.

Panas matahari yang jatuh pada selubung bangunan kemudian dipantulkan kembali dan sebagian diserap. Panas yang diserap akan berkumpul dan kemudian diteruskan ke bagian sisi dalam bangunan yang dingin. Masing-masing bahan bangunan mempunyai angka koefisien serapan kalor (%) atau shading coefficient yang berbeda. Semakin besar serapan kalor atau shading coefficient, semakin besar panas yang diteruskan ke ruangan.

Gambar 2.2

Proses Konduksi Panas Melalui Kaca Jendela Talarosha (2005)

(33)

Material bangunan yang memiliki nilai hambatan penghantaran panas yang cukup besar dan memiliki kemampuan untuk memantulkan panas yang cukup baik akan sangat membantu untuk mengurangi penggunaan energi aktif berupa alat pendingin ruangan seperti AC atau kipas angin pada siang hari. (Prakoso dkk, 2014).

Konduktivitas termal suatu bahan/material merupakan ukuran kemampuannya untuk melakukan panas. Material dengan konduktivitas termal rendah mengalami perpindahan panas dengan laju yang rendah, begitu sebaliknya material dengan konduktivitas termal yang tinggi akan mengalami perpindahan panas dengan laju yang tinggi. Sedangkan density adalah perbandingan antara massa dan volume zat tersebut pada temperature dan tekanan tertentu. Kapasitas kalor atau kapasitas panas (c) merupakan suatu besaran terukur yang menggambarkan banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat ataupun benda sebesar jumlah tertentu. Jendela dengan kaca bening hampir merambatkan seluruh panas dan cahayanya ke dalam ruangan. Jendela dengan kaca bening hampir No. Penggunaan Kaca Shading Coefficient

Jenis Kaca Warna Tebal

1. Kaca Bening -

-

¼ inci 3/8 inci

0,95 0,90 2. Heat Absorbing Glass Abu-abu, Bronze atau

Green tinted -

3/16 inci

½ inci

0,75

0,50 3. Reflective Glass Dark gray metallized

Light gray metallized - -

0,35 s/d 0,20 0,60 s/d 0,35 Tabel 2.4 Penggunaan Kaca, Warna Ketebalan, dan SC

(34)

merambatkan seluruh panas dan cahayanya ke dalam ruangan. Material yang digunakan pada dinding yaitu material batu bata yang dapat menahan panas selama 2,3 jam dan kemudian dilepaskan. Batu bata merupakan material dengan kategori isolator yang baik sehingga pada siang hari dengan cahaya matahari yang panas terik, bangunan yang menggunakan batu bata ruangan di dalamnya akan terasa lebih dingin.

W/mK = Watts/MeterKelvin Kg/m3 = Kilogram/MeterKubik J/kgK = Joule/Kilogram.Kelvin

No. Material Konduktivitas Termal (W/mK)

Density/Kerapatan (kg/m3)

Kapasitas Kalor J/kgK 1. Batu 1.8 1602 1000 2. Batu-bata 0.73 1922 800 3. Beton 1.13 2400 1000 4. Kaca 1 2500 750 5. Baja 50.2 8050 420

Tabel 2.5 Tabel Konduktivitas Termal, Density, dan Kapasitas Kalor

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penyajian kualitatif-deskriptif serta kuantitatif. Deskriptif kualitatif bertujuan untuk memahami suatu permasalahan dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Penelitian deskriptif maksudnya adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu objek secara sistematis, faktual, dan akurat. Pendekatan kualitatif digunakan sebagai pemahaman mengenai aspek-aspek yang mengandung suatu karakteristik atau ciri dalam design pada bangunan tersebut. Dalam hal ini, deskriptif dinyatakan sebagai hasil catatan lapangan (observasi), dokumenter (dokumentasi), eksplorasi, dan transkripsi yang tertulis. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji kenyamanan thermal secara pasif pada bangunan kolonial belanda. Tujuan utama dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai upaya untuk mengkaji serta memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan thermal dan pemenuhan faktor-faktor kenyamanan thermal pada Museum Perkebunan Indonesia. Dan kuantitatif adalah dengan menghitung temperatur udara pada bangunan Museum Perkebunan Indonesia menggunakan thermometer hygrometer.

Dalam studi ini, Penelitian ini bertujuan untuk mencapai studi yang bersifat observasi dan dokumentasi. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk

(36)

memahami hasil kajian mengenai karakteristik arsitektur tropis pada arsitektur kolonial. Studi ini mendeskripsikan tentang kenyamanan thermal pada Museum Perkebunan Indonesia berdasarkan pemahaman arsitektur tropis dengan berfokus pada kenyamanan thermalnya agar dapat mengetahui apakah Museum Perkebunan Indonesia sudah mencapai standard kenyamanan thermal yang ideal.

3.2 Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah Museum Perkebunan Indonesia yang berada di Jl. Brigjend Katamso (RISPA), Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan

3.3. Variabel Penelitian

Sebelum menentukan variabel, harus dilakukan kajian pustaka mengenai karakteristik arsitektur tropis kemudian dirincikan pada bagian faktor-faktor yang mendukung kenyamanan termal sebagai indikator. Teori-teori yang

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian Sumber: Google Earth

(37)

dipilih merupakan identifikasi dasar permasalahan-permasalahan dalam penelitian.

Indikator yang digunakan pada tiap variabel adalah interpretasi terhadap indikator-indikator yang berasal dari tinjauan pustaka. Maka dari itu, variabel pertama yang didapat dari hasil kajian literatur adalah mengenai karakteristik fisik arsitektur tropis kemudian dilakukan perincian yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan thermal sebagai indikator-indikatornya.

Tabel 3.1 Variabel & Indikator Penelitian

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data menggunakan sumber data yang didapatkan dengan lisan maupun tertulis. Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi literature, observasi, dan wawancara. Pada penelitian ini, data mengenai studi literatur, observasi, dan wawancara dengan penjaga Museum Perkebunan Indonesia dikumpulkan dan dilakukan secara langsung. Data-data mengenai sejarah bangunan, riwayat

Variabel Indikator

 Orientasi  Pengaruh orientasi terhadap kenyamanan termal (suhu udara) pada bangunan museum

 Material Bangunan  Pengaruh material bangunan terhadap kenyamanan termal (suhu udara) pada bangunan museum

(38)

fisik, serta gambar arsitektur bangunan kolonial belanda juga dikumpulkan dengan mempertimbangkan metode pengumpulan data.

3.4.1 Studi Literatur

Studi literatur menjadi acuan dasar dalam pengumpulan data sekunder.

Kegiatan studi literatur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu mengumpulkan data dengan mengkaji teori-teori mengenai objek penelitian melalui buku dan jurnal, mencari sumber informasi melalui internet agar menambah pengetahuan mengenai penelitian ini. Menelaah dokumen dan sejarah singkat dengan cara melihat data atau bukti sejarah yang berkaitan dengan objek penelitian.

3.4.2 Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan terhadap objek penelitian. Terdapat dua cara dalam melakukan observasi yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung. Observasi langsung yaitu kegiatan yang dilakukan dengan cara mengamati objek penelitian secara langsung, sedangkan observasi tidak langsung merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara mengamati objek yang terdapat dari hasil rekaman berupa buku atau catatan. Dalam penelitian ini, studi banding dilakukan secara langsung menuju lokasi penelitian dan bangunan sekitarnya sebagai acuan dasar dalam memahami kondisi dan permasalahan yang ada pada saat ini. Pengambilan data fisik dan kondisi terkini bangunan dengan cara dokumentasi di lapangan secara langsung

(39)

Tabel 3.2 Keperluan Data dan Metode Penelitiannya

3.4.3 Wawancara Dengan Narasumber

Wawancara merupakan interaksi secara lisan yang dilakukan antara dua orang atau lebih untuk membahas atau menanyakan tentang suatu informasi guna mendapatkan tujuan yang diinginkan. Atau dapat dikatakan untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai objek yang akan diteliti. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan individu penjaga Museum Perkebunan Indonesia yang akan menjadi informan untuk mengetahui sejarah singkat bangunan dan data fisik bangunan tersebut.

3.5. Metode Analisa Data

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif yang menjadi dasar bagi peneliti dalam menginterpretasi data atau kesimpulan yang didapatkan secara verbal dan menggunakan analisa data secara deduktif yang artinya adalah melakukan analisis terhadap teori-teori yang berkaitan dengan objek penelitian agar dapat ditarik kesimpulan.

Penelitian ini menggabungkan antara deskripsi dan analisis dimana peneliti mengumpulkan data serta mendeskripsikan yang akan dibahas mengenai bangunan kolonial belanda.

Data yang Diperlukan Metode

 Orientasi  Survey langsung ke lokasi penelitian dan meneliti pengaruh orientasi rumah terhadap kenyamanan termal (suhu udara)

 Material Selubung Bangunan

 Survey langsung ke lokasi penelitian dan meneliti pengaruh material selubung bangunan terhadap kenyamanan termal (suhu udara)

(40)

Berikut tahap-tahap penelitian yang dapat dilakukan:

 Data-data yang telah dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa. Dalam tahap ini, data studi pustaka yang telah dikumpulkan dianalisis dengan hasil observasi dan dokumentasi di lapangan untuk mendapatkan data fisik untuk mengetahui Museum Perkebunan Indonesia tersebut

 Menganalisis data yang didapat kemudian melakukan kajian mengenai pengaruh orientasi dan material terhadap kenyamanan termal pada Museum Perkebunan Indonesia tersebut

 Membahas dengan mendeskripsikan Museum Perkebunan Indonesia dan kemudian menelaahnya dengan pengaruh orientasi dan material terhadap kenyamanan termal pada bangunan tersebut

 Menjabarkan hasil penelitian pada evaluasi agar dapat menentukan kesimpulan dan saran

(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Studi kasus ini membahas mengenai museum perkebunan Indonesia sebagai objek untuk mengkaji kenyamanan thermal pada bangunan kolonial belanda. Studi kasus dilakukan pada satu lokasi yaitu Jl. Brigjend Katamso. Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Objek ini dipilih karena merupakan bangunan yang dibangun pada zaman kolonial Belanda dan sampai sekarang masih bertahan sebagai museum yang mana artinya bangunan ini tergolong dapat beradaptasi dengan iklim tropis Indonesia. Dan dengan cara ini diharapkan agar dapat melihat konteks kenyamanan thermal yang menjadi salah satu kriteria pada arsitektur tropis pada rumah kolonial belanda ini.

Dengan landasan tersebut maka dipilih objek pada kawasan tersebut yang dianggap memiliki potensi dalam mengandung kenyamanan thermal sebagai bagian dari karakter arsitektur tropis pada bangunannya.

Untuk dapat mendalami penelitian, maka dari objek yang dipilih akan dilakukan pengambilan data khususnya gambaran atau deskripsi keseluruhan dari rumah kolonial belanda tersebut. Data tersebut nantinya akan diolah dan dijadikan sebagai bukti apakah rumah kolonial belanda tersebut sudah mencapai syarat keamanan thermal yang ideal.

Studi kasus ini dilakukan dengan survey langsung ke lokasi yang sudah ditentukan dengan melalui beberapa proses diantaranya observasi, wawancara, dan mengumpulkan data-data terkait lokasi. Selain itu juga dilakukan beberapa observasi dari berbagai sumber di antarnya seperti buku, jurnal, dan artikel dari

(42)

internet. Pembahasan analisis lalu dilakukan dengan memaparkan hasil data yang didapat di lapangan dengan menggunakan dasar teori yang sudah dijabarkan dalam bab II.

4.1 Deskripsi Data

4.1.1 Deskripsi Kawasan

Brigjend Katamso merupakan sebuah kawasan yang berada di Kecamatan Medan Maimun bagian Utara Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Daerah ini merupakan salah satu kawasan strategis karena kawasan ini merupakan salah satu pusat kawasan komersil di daerah Medan. Mayoritas bangunan pada kawasan ini adalah bangunan ruko yang memiliki 2-4 lantai. Pada kawasan ini terdapat pasar, toko perabot, rumah makan, pusat perbelanjaan, klinik, toko reparasi, dll. Kawasan ini termasuk kawasan yang kepadatan penduduknya relatif tinggi. Hal tersebut dapat terlihat pada suasana jalanan kawasan ini yang selalu ramai karena jalan ini juga merupakan jalan utama. Tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi

Gambar 4.1 Peta Lokasi Medan Maimun

Sumber : Wikipedia

Gambar 4.2 Kawasan Lokasi Penelitian

(43)

tersebut juga mengakibatkan kemacetan pada kawasan Brigjen ini. Mayoritas penduduk pada kawasan ini adalah masyarakat pribumi dengan suku yang beragam.

4.1.2 Deskripsi Bangunan

Gambar 4.3

Keadaan Kawasan Brigjend Katamso

Gambar 4.4

Museum Perkebunan Indonesia Gambar 4.5

Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(44)

Bangunan ini berdiri pada tahun 1917 dan merupakan bagian dari Kantor Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS Sumatera Utara) seperti pada Gambar 4.5.

Awalnya bangunan ini bernama Algemeene Proefstation der Avros/Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Ooskust van Sumatera (APA) yaitu sebuah

lembaga penelitian perkebunan pertama di Sumatera. Pada tahun 1957, bangunan ini diambil alih oleh RISPA (Research Institute of The Sumatera Planters Association) yang mana sejak tahun 1992 berubah nama menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera Utara. Bangunan museum ini memiliki dua lantai. Sejak didirikan, bangunan ini digunakan sebagai rumah tinggal pimpinan kantor tersebut. Dan bangunan ini dilindungi sebagai bangunan bersejarah sesuai Keputusan Walikota No. 188.342/2017/SK/2000 dan Perda Kota Medan No.2 Tahun 1912. Museum Perkebunan Indonesia (Musperin) didirikan dan digagas oleh Soedjai Kartasasmita dan diresmikan pada tanggal 10 Desember 2016 oleh Gubernur Sumatera Utara dan Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian RI. Museum Perkebunan Indonesia berada di Jl. Brigjend Katamso No.

Gambar 4.6

Lingkungan Sekitar Bangunan Museum Perkebunan Indonesia

(45)

53. Museum Perkebunan Indonesia merupakan satu-satunya museum tematik khusus perkebunan di Indonesia dan pertama di Kota Medan. Bangunan ini masih kental dengan gaya kolonial Belanda. Hal tersebut dapat terlihat dari fasad bangunan dan halaman yang luas yang menjadi ciri khas bangunan kololonial belanda. Bangunan ini juga masih mempertahankan keasliannya dengan perbaikan- perbaikan minim. Bangunan yang berorientasi kearah Barat ini dikatakan sebagai focal point pada kawasan Brigjend Katamso karena bangunan ini memiliki halaman

yang sangat luas dan terdapat koleksi pesawat terbang Piper PA-28 Warrior yang dahulu digunakan untuk menyebarkan pupuk atau menyiram tanaman tembakau (Gambar 4.7). Selain itu, terdapat lokomotif tua sebagai sarana angkut di perkebunan kelapa sawit (Gambar 4.8)

Material yang digunakan pada bangunan ini adalah batu bata dan kayu.

Namun terdapat perubahan kecil pada bangunan ini yaitu pada bentuk kusen jendelanya.

Gambar 4.7 Koleksi Pesawat Musperin

Gambar 4.8 Koleksi Kereta Api

Musperin Sumber : Google

(46)

Material atap yang digunakan pada bangunan museum perkebunan Indonesia adalah material atap keramik

Gambar 4.9 Bentuk Lama Kusen Jendela

Musperin

Gambar 4.10

Bentuk Jendela Musperin Sekarang

Gambar 4.11 Atap Bangunan Musperin

Gambar 4.12 Genteng Keramik

(47)

Sedangkan dinding dari bangunan ini masih asli yaitu dari material batu bata dengan cat berwarna putih. Dinding pada museum sampai saat ini belum mengalami perbaikan yang serius, hanya dilakukan pengecatan ulang sebagai bentuk perawatannya. Namun, pada beberapa spot di museum ini terdapat dinding yang mengelupas seperti pada Gambar 4.14

Selain itu, perbaikan-perbaikan kecil dilakukan pada langit-langit pada lantai 2 (Gambar 4.16) yang mengalami kebocoran saat hujan deras dan penggantian beberapa kayu yang mengalami kelapukan akibat dihinggapi rayap.

Gambar 4.13 Keadaan Dinding Musperin

Gambar 4.14 Dinding yang Mengelupas

(48)

Untuk material lantai pada bangunan ini hanya mengalami sebagian perubahan pada beberapa ruangan di lantai 2, namun tidak mengalami perubahan pada lantai 1. Yang mana pada lantai 1 material lantainya yaitu keramik lama dengan ukuran 20x20 (Gambar 4.17) dan lantai 2 bangunan ini menggunakan material kayu kokoh (Gambar 4.18)

Gambar 4.15 Lamgit-langit Pada Lantai 1

Gambar 4.16 Lamgit-langit Pada Lantai 2

Gambar 4.17 Material lantai Pada Lantai 1

Gambar 4.18 Material lantai Pada Lantai 2

(49)

Dan terdapat banyak vegetasi baik berupa tanaman maupun pohon-pohon dengan jenis yang berbeda-beda pada lingkungan sekitar bangunan Museum Perkebunan Indonesia seperti pada gambar 4.19

Gambar 4.19 Pohon-Pohon yang berada di Lingkungan Musperin

(1) (2) (3)

(5)

(4) (6)

(7) (8)

(50)

4.2 Hasil Penelitian & Pembahasan

Setelah data berhasil dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Pada tahap ini, peneliti menganalisa kenyamanan thermal yang ditinjau dari pendekatan secara arsitektural/pasif berdasarkan teori pada bab II pada Museum Perkebunan Indonesia yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Langkah ini dilakukan untuk membuktikan apakah Museum Perkebunan Indonesia sudah mencapai kenyamanan thermal ideal yang ditinjau dengan pendekatan arsitektural.

Bangunan ini dipilih karena merupakan bangunan kolonial belanda dengan sejarah yang jelas dan masih lestari sampai saat ini karena sudah dialihfungsikan menjadi sebuah museum perkebunan Indonesia, yang mana awalnya bangunan ini merupakan sebuah rumah direktur pada zaman kolonial belanda yang mana 3 keluarga pada zaman belanda hidup di dalamnya.

Berikut adalah hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan teori-teori yang diambil pada bab II

4.2.1 Orientasi

a. Orientasi Terhadap Matahari

Gambar 4.20 Orientasi Bangunan Musperin

(51)

Orientasi bangunan Museum Perkebunan Indonesia menghadap ke arah Barat dan hal tersebut membuktikan bahwa bangunan yang berorientasi ke arah Barat akan menyerap panas lebih banyak pada saat siang-sore hari dibandingkan bangunan yang berorientasi ke arah lainnya. Pengukuran suhu udara dilakukan pada lantai 1 dan lantai 2 bangunan dengan orientasi tiap ruangan yang berbeda.

Berikut adalah hasil pengukuran suhu udara pada bangunan Museum Perkebunan Indonesia yang dilakukan selama 6 hari.

Gambar 4.21

Orientasi Bangunan terhadap Matahari

U

(52)

Hari 1 : Senin, 11 Mei 2020 Pukul 09.00-12.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 29,30C Selatan

2. Jacob Nienhuys 30,20C Timur

3. Said Abdullah 29,90C Barat 4. Ruang Sepeda 29,70C Barat

5. Selasar 30,50C Timur

6. Ruang Trick Eye 29,40C Utara

7. Ruang Baca Buku 29,50C Utara

8. Ruang Operator 30,30C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 29,70C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 31,50C Timur

11. Ruang Alat Hitung 31,30C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 30,40C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 30,40C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 30,30C Barat

15. Ruang Oleokimia 30,40C Utara

Pukul 12.00-15.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 31,40C Selatan

2. Jacob Nienhuys 31,80C Timur

3. Said Abdullah 31,70C Barat

4. Ruang Sepeda 31,50C Barat

5. Selasar 30,50C Timur

6. Ruang Trick Eye 30,30C Utara

7. Ruang Baca Buku 30,30C Utara

8. Ruang Operator 31,20C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 30,70C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 32,30C Timur

11. Ruang Alat Hitung 320C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 31,80C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 31,70C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 32,20C Barat

15. Ruang Oleokimia 31,50C Utara

Tabel 4.1 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 1

(53)

Hari 2: Jumat, 15 Mei 2020 Pukul 09.00-12.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 28,70C Selatan

2. Jacob Nienhuys 29,90C Timur

3. Said Abdullah 29,50C Barat 4. Ruang Sepeda 30,20C Barat

5. Selasar 30,50C Timur

6. Ruang Trick Eye 29,40C Utara

7. Ruang Baca Buku 29,50C Utara

8. Ruang Operator 300C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 29,70C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 30,50C Timur

11. Ruang Alat Hitung 30,10C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 30,40C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 30,40C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 30,30C Barat

15. Ruang Oleokimia 29,80C Utara

Pukul 12.00-15.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 32,60C Selatan

2. Jacob Nienhuys 32,80C Timur

3. Said Abdullah 32,30C Barat

4. Ruang Sepeda 32,20C Barat

5. Selasar 32,70C Timur

6. Ruang Trick Eye 31,30C Utara

7. Ruang Baca Buku 31,30C Utara

8. Ruang Operator 32,20C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 31,50C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 32,80C Timur

11. Ruang Alat Hitung 32,40C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 32,60C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 32,60C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 32,30C Barat

15. Ruang Oleokimia 320C Utara

Tabel 4.2 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 2

(54)

Hari 3: Rabu, 20 Mei 2020 Pukul 09.00-12.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 27,80C Selatan

2. Jacob Nienhuys 28,20C Timur

3. Said Abdullah 28,40C Barat 4. Ruang Sepeda 28,30C Barat

5. Selasar 290C Timur

6. Ruang Trick Eye 27,80C Utara

7. Ruang Baca Buku 27,80C Utara

8. Ruang Operator 29,80C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 29,70C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 30,20C Timur

11. Ruang Alat Hitung 29,80C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 30,30C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 30,30C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 300C Barat

15. Ruang Oleokimia 29,60C Utara

Pukul 12.00-15.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 32,40C Selatan

2. Jacob Nienhuys 330C Timur

3. Said Abdullah 31,90C Barat

4. Ruang Sepeda 31,90C Barat

5. Selasar 32,80C Timur

6. Ruang Trick Eye 31,50C Utara

7. Ruang Baca Buku 31,40C Utara

8. Ruang Operator 32,20C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 31,50C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 32,80C Timur

11. Ruang Alat Hitung 32,60C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 32,30C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 32,60C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 32,30C Barat

15. Ruang Oleokimia 320C Utara

Tabel 4.3 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 3

(55)

Hari 4: Jumat, 5 Juni 2020 Pukul 09.00-12.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 28,40C Selatan

2. Jacob Nienhuys 28,90C Timur

3. Said Abdullah 28,20C Barat 4. Ruang Sepeda 28,20C Barat

5. Selasar 290C Timur

6. Ruang Trick Eye 27,90C Utara

7. Ruang Baca Buku 280C Utara

8. Ruang Operator 28,80C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 29,80C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 30,50C Timur

11. Ruang Alat Hitung 30,10C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 30,30C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 30,20C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 300C Barat

15. Ruang Oleokimia 29,90C Utara

Pukul 12.00-15.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 32,40C Selatan

2. Jacob Nienhuys 32,70C Timur

3. Said Abdullah 32,10C Barat

4. Ruang Sepeda 32,20C Barat

5. Selasar 32,80C Timur

6. Ruang Trick Eye 31,50C Utara

7. Ruang Baca Buku 31,50C Utara

8. Ruang Operator 31,70C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 32,50C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 32,80C Timur

11. Ruang Alat Hitung 32,60C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 32,70C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 32,70C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 32,40C Barat

15. Ruang Oleokimia 32,20C Utara

Tabel 4.4 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 4

(56)

Hari 5: Senin, 8 Juni 2020 Pukul 09.00-12.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 30,40C Selatan

2. Jacob Nienhuys 30,60C Timur

3. Said Abdullah 30,10C Barat 4. Ruang Sepeda 29,90C Barat

5. Selasar 30,50C Timur

6. Ruang Trick Eye 29,80C Utara

7. Ruang Baca Buku 29,80C Utara

8. Ruang Operator 300C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 310C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 31,50C Timur

11. Ruang Alat Hitung 31,20C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 31,40C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 31,60C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 31,30C Barat

15. Ruang Oleokimia 31,10C Utara

Pukul 12.00-15.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 32,30C Selatan

2. Jacob Nienhuys 32,80C Timur

3. Said Abdullah 32,20C Barat

4. Ruang Sepeda 32,20C Barat

5. Selasar 32,80C Timur

6. Ruang Trick Eye 31,60C Utara

7. Ruang Baca Buku 31,60C Utara

8. Ruang Operator 31,80C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 32,50C Utara

10. Ruang Sketsa Berwarna 330C Timur

11. Ruang Alat Hitung 32,50C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 32,80C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 32,60C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 32,20C Barat

15. Ruang Oleokimia 320C Utara

Tabel 4.5 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 5

(57)

Hari 6: Senin, 10 Juni 2020 Pukul 09.00-12.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 30,50C Selatan

2. Jacob Nienhuys 30,70C Timur

3. Said Abdullah 30,30C Barat 4. Ruang Sepeda 30,30C Barat

5. Selasar 30,70C Timur

6. Ruang Trick Eye 30,10C Utara

7. Ruang Baca Buku 300C Utara

8. Ruang Operator 30,20C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 31,30C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 31,60C Timur

11. Ruang Alat Hitung 31,40C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 31,50C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 31,50C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 31,30C Barat

15. Ruang Oleokimia 31,20C Utara

Pukul 12.00-15.00

No. Ruangan Temperatur Orientasi

1. Sultan Ma’mun Al Rasjid 32,50C Selatan

2. Jacob Nienhuys 32,80C Timur

3. Said Abdullah 32,40C Barat

4. Ruang Sepeda 32,40C Barat

5. Selasar 330C Timur

6. Ruang Trick Eye 32,20C Utara

7. Ruang Baca Buku 32,20C Utara

8. Ruang Operator 31,90C Barat

9. Ruang Sketsa Hitam Putih 32,50C Utara 10. Ruang Sketsa Berwarna 32,90C Timur

11. Ruang Alat Hitung 32,60C Barat

12. Ruang Alat Perkebunan I 32,80C Selatan 13. Ruang Alat Perkebunan II 32,80C Selatan

14. Ruang Alat Hitung 32,70C Barat

15. Ruang Oleokimia 32,60C Utara

Tabel 4.6 Kondisi Suhu Udara Pada Bangunan Hari 6

(58)

4.2.2 Material Bangunan

Panas matahari masuk ke dalam bangunan melalui proses konduksi dan proses radiasi matahari yang ditransmisikan melalui jendela/kaca.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari menyumbangkan jumlah panas terbesar yang masuk ke dalam bangunan.

Panas matahari yang jatuh pada selubung bangunan kemudian dipantulkan kembali dan sebagian diserap. Panas yang diserap akan berkumpul dan kemudian diteruskan ke bagian sisi dalam bangunan yang dingin. Masing- masing bahan bangunan mempunyai angka koefisien serapan kalor (%) yang berbeda seperti pada beberapa tabel di bawah ini. Semakin besar serapan kalor, semakin besar panas yang diteruskan ke ruangan.

Gambar 4.22

Proses Konduksi Panas Melalui Kaca Jendela Talarosha (2009)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Identifikasi lahan bekas terbakar di wilayah Provinsi Riau (Dumai dan Pelalawan) telah dilakukan berdasarkan analisis data SPOT-4 melalui indeks dNBR dan dNDVI.Nilai

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktik pengungkapan informasi CSR pada perusahaan di Indonesia sebagai wujud tanggung jawab sosial yang

(2) Lipatan kain saat memotong bahan perlu diperhatikan untuk menghasilkan panjang busana yang diinginkan, (3) Volume yang dihasilkan dari teknik Substraction

6 006/KJ/14 IMAM BUDIANTO Lulus A STAR ENERGY GEOTHERMAL (WAYANG WINDU) LIMITED Sudah Jadi. 7 007/KJ/14 IVAND VIERLLANA Lulus

world. We know it from those violent, hateful people who spawned the roman crusades… blatant evidence they know not Jesus. They keep neither His words nor His ways. I

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji jenis-jenis ikan dan gambaran populasinya yang masih ada di Sungai Siak, selain mengukur beberapa parameter kualitas air

Hubungan ini menunjukkan bahwa pertambahan karakter morfometrik pembanding lebih lambat dari pada panjang total, sedangkan pada ikan lais danau betina di Sungai Siak

Pada Oktober 2011 Indeks Harga yang dibayar petani (IB) turun 0,19 persen dibandingkan September 2011, kenaikan ini disebabkan karena IB pada 5 subsektor semua