PENGEMBANGAN JARINGAN TULANG PUNGGUNG SERAT OPTIK JALUR BANDAR LAMPUNG – PALEMBANG
Antares Abdillah Wahid, Arifin Djauhari
Departemen Teknik Elektro, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Kemajuan teknologi mengakibatkan kebutuhan kecepatan data meningkat. Sehingga perlu dirancang suatu jaringan backbone serat optik yang handal berkapasitas tinggi. Pada skripsi ini, akan didesain suatu jaringan backbone berkapasitas 40G*80 kanal yang menghubungkan kota Bandar Lampung dan Palembang. Jaringan yang dirancang memiliki panjang total 566 Km dan melewati kota Bandar Lampung, Kotabumi, Martapura, Muara Enim, Prabumulih, dan Palembang. Jaringan dibuat menggunakan serat optik SMF-28 premium buatan Perusahaan Corning dan Unitrans ZXWM M920 dari Perusahaan ZTE. Menghasilkan jaringan yang mampu membawa minimal 7 kanal hingga 80 kanal dengan OSNR berkisar antara 32dB hingga 42 dB.
DEVELOPMENT OF FIBER OPTIC BACKBONE NETWORK LINE BANDAR LAMPUNG – PALEMBANG
Abstract
Technology advances make the demand of bit rate increase. So we need to design a reliable fiber optic backbone network with high-capacity. In this paper, a backbone network will be designed with a capacity of 40G * 80 channel that connects the city of Bandar Lampung and Palembang. Designed network has a total length of 566 km and pass through Bandar Lampung, Kotabumi, Martapura, Muara Enim, Prabumulih, and Palembang.
Network created using SMF-28 premium from corning incorporated and Unitrans ZXWM M920 from ZTE coorporation. This network able to operate at 7 to 80 channel with ONSR value 32dB to 42dB
Keyword:Optical Fiber Network, DWDM 40G, SMF-28 premium, Unitrans ZXWM M920, link budget, OSNR
Pendahuluan
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa kita menuju zaman broadband yang mana membutuhkan jaringan telekomunikasi dengan kapasitas pita lebar yang besar. Di Indonesia sendiri, peran broadband terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup besar, dimana setiap penambahan 10% penetrasi broadband, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.3% (Qiang 2009) [1]. Selain Itu setiap penambahan 1% penetrasi broadband ke rumah rumah dapat mengurangi pengangguran hingga 8.61% [2]. Maka Saat ini dilaksanakanlah program Telkom True Broadband Access oleh pemerintah.
Pelaksanaan Telkom True Broadband Access dalam proyek Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Program Telkom True
Broadband Access bertujuan untuk menghubungkan rumah pelanggan dengan penyedia
konten berkecepatan 20Mbps dan 100Mbps [3]. Proyek yang dijadwalkan selesai tahun 2015 ini, menargetkan 13 juta rumah pelanggan tersambung dengan 2423000 pelanggan Sumatra terhubung. Apabila diasumsikan bahwa penyebaran pelanggan di 10 provinsi di Pulau Sumatera merata, maka jumlah pelanggan Telkom yang dapat merasakan kecepatan internet minimal 20Mbps di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung mencapai 484600. Jika diasumsikan setiap pelanggan Telkom mendapatkan layanan minimal 20Mbps, maka setidaknya dibutuhkan jaringan backbone yang mampu menyalurkan data dengan kecepatan 4,9Tbps. Dan jika jaringan ini merupakan bagian dari suatu jaringan besar yang menghubungkan seluruh pulau sumatera, maka jaringan ini juga harus mampu mempersiapkan jaringan data sebesar 49 Tbps agar seluruh pelanggan Telkom yang terdapat di Pulau Sumatera dapat merasakan layanan yang ditawarkan.
Selain itu, Selain itu, proyek pengembangan jaringan broadband juga dilakukan dengan peningkatan jumlah layanan akses wi-fi di beberapa layanan public, sehingga kebutuhan data yang terjadi dapat meloncat dari kebutuhan data sebelumnya karena diperkirakan jumlah pengguna internet akan meningkat dengan cepat akibat banyaknya media akses yang ditawarkan. Cisco memperkirakan kecepatan data yang dapat terjadi dari alat komunikasi mobile tahun 2016 di Indonesia mencapai 716 megabytes perbulan untuk setiap pengguna alat komunikasi mobile [4].
Selain proyek pengembangan jaringan broadband yang dilakukan pemerintah, kebutuhan data juga dapat meningkat akibat peningkatan kecepatan akses internet di sejumlah Universitas di Indonesia yang membutuhkan layanan Internet untuk kebutuhan pendidikan. Setidaknya ada 43 Universitas yang terdapat di Provinsi Lampung dan 83 universitas yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan[5]. Asumsikan setiap universitas meminta jaringan dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan layanan internet di Fakultas Teknik UI yaitu 1.4 Gbps.
Maka total kebutuhan data yang dibutuhkan Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung untuk kebutuhan pendidikan masing masing mencapai 116.2Gbps dan 60.2Gbps.
Melihat kebutuhan data yang cukup besar, maka dirancanglah sebuah jaringan backbone yang
menghubungkan kota Lampung – Palembang menggunakan komponen jaringan Unitrans
ZXWM M920 dari ZTE corporation. Sistem jaringan ini mampu membawa data dengan
kecepatan 40 Gbps dengan 80 kanal yang dapat digunakan, sehingga total kapasitas yang
mampu dibawa mencapai 3,2 Tbps [6]. Dengan mengasumsikan adanya jaringan backbone
serat optik lain. Maka jaringan berkapasitas total 3,2 Tbps ini diharapkan cukup memenuhi
kebutuhan trafik yang dibutuhkan setidaknya untuk tahun 2015.
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah mengembangkan jaringan backbone serat optik untuk memenuhi kebutuhan data berbasis teknologi broadband dengan OSNR > 31dB yang menghubungkan Bandar Lampung dengan Palembang.
J
ARINGANS
ERATO
PTIKSerat Optik
Serat optik merupakan suatu waveguide berbentuk silinder yang terbuat dari dua material transparan dengan indeks bisa tertentu. Material yang biasanya terbentuk dari kaca berkualitas tinggi, disusun secara kosentris membentuk inti dan pembungkus [7].
Ada 3 mode yang digunakan dalam mempropagasikan sinyal melalui serat optik,Yaitu multi- mode step index, multi-mode graded index dan single mode step index [8].
Gambar1. Serat Optik [8]
Tipe Serat Optik
Tipe serat optik yang sering digunakan pada single mode umumnya mengacu pada standar yang diajukan oleh International Telecommunication Union (ITU). Yaitu nondispersion- shifted (G.652), dispersion shifted (G.653), 1550-nm loss minimized (G.654), dan nonzero- dispersion (G.655) [9].
Nondispersion-Shifted Fiber (G.652), Merupakan tipe standar untuk singlemode fiber optic dan paling sering digunakan. Tipe ini bekerja optimal pada daerah 1310-nm karena memiliki dispersi kromatik yang kecil pada daerah 1310-nm. Serat optik G.652 dapat digunakan pada daerah 1550-nm namun memiliki dispersi kromatik yang cukup besar yaitu 17ps/nm*Km.
Tipe Dispersion Shifted Fiber (G.653), memiliki daerah zero-dispersion wavelength yg bergeser ke wilayah 1550-nm. Memiliki daerah kerja optimal pada wilayah 1500-1600nm dengan koefisien dispersi yang berubah seiring peningkatan panjang gelombang.
Tipe 1550-nm Loss Minimized (G.654), lebih sering digunakan pada sistem serat optik bawah
laut karena memiliki nilai rugi yang sangat rendah pada daerah 1550-nm. Butuh dana yang
cukup besar untuk membuat serat optik tipe ini.
Serat optik nonzero-dispersion (G.655), dapat meminimalisir non linear effect yang terjadi pada sistem DWDM. Ada 2 jenis fiber tipe ini yaitu NDZ+ dimana nilai zero-dispersion berada sebelum daerah 1550-nm, dan NDZ- dimana nilai zero-dispersion berada setelah daerah 1550-nm. Memiliki nilai atenuasi sebesar 0.2dB/Km pada daerah 1550-nm, parameter PMD yang lebih kecil dari 0.1ps dan dispersi kromatik sebesar 4.5ps/nm*Km.
Rugi pada Serat Optik
Beberapa jenis rugi yang terdapat di serat optik adalah rugi redaman dan dispersi.
Redaman adalah pengurangan daya sinyal selama dibawa medium cahaya pada suatu jarak tertentu. Redaman dpat terjadi akibat penyerapan material, rayleight scattering, dan fiber bend.
Dispersi adalah suatu peristiwa yang mengakibatkan sinyal yang dikirim melebar. Penyebaran yang terjadi dapat mengakibatkan sinyal yang dikirim tidak terbaca. Dispersi dapat terjadi akibat disperse kromatik, disperse intermodal, dan polarization mode dispertion (PMD).
Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
Pengertian Synchronous Digital Hierarchy (SDH) dapat dibagi menjadi dua arti yaitu [10]:
Sebuah network node interface (NNI) yang didefinisikan oleh International Telecommunications Union – Telecommunication Service Sector (ITU-TS) untuk digunakan secara global dan compatible dengan standar synchronous optical network (SONET). atau Salah satu dari dua opsi yang digunakan untuk user network interface (UNI) dan secara resmi menjadi U reference-point interface untuk menunjang broadband integrated service digital network (BISDN).
Ada beberapa keuntungan yang ditawarkan sistem SDH yaitu [11]:
1. Memiliki kecepatan transmisi tinggi hingga 40Gbps [12]
2. Memudahkan penambahan atau mengambilan low bit rate kanal dari atau ke high speed bit stream pada SDH.
3. High availability dan mudah melakukan control dan monitoring jaringan.
4. High reability.
5. Platform ideal untuk multi servis seperti POST, ISDN dan Bentuk komunikasi lainnya.
6. Standarisasi yang dilakukan mempermudah interconnection antara berbagai provider.
Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)
Dense Wavelength Division Multiplexing merupakan jenis dari Wavelength Division Multiplexing (WDM) yang mentransmisikan beberapa sinyal optik yang berbeda panjang gelombang pada satu kabel optik.
Gambar 2. Konsep WDM [13]
Ada beberapa alasan yang menyebabkan DWDM saat ini sering digunakan yaitu [13]:
1. Transparency - DWDM dapat membawa TDM dan data format lain 2. Scalability – Mengurangi kepadatan penggunaan serat optik
3. Dynamic providioning – ketersediaan high bandwidth service setiap hari.
Komponen DWDM
Secara umum, Komponen DWDM terbagi atas 5 komponen utama, yaitu [14]:
1. Pemancar sinyal Transmit Transponder).
2. Multiplexer / Demultiplexer.
3. Penguat.
4. Optical Fiber (Media).
5. Penerima sinyal (Receiver Transponder).
Parameter Unjuk Kerja
Ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam perancangan jaringan. Yaitu:
Bit Error Rate-Menunjukan jumlah error yang terjadi pada saat pengiriman sekumpulan bit data. Umumnya besar BER yang diizinkan adalah 10
-9atau 10
-12PMD Limitation-menunjukan jarak maksimal system yang dapat ditempuh tanpa terkena gangguan dari Polarization Mode Dispersion. Menurut ITU-T batas jarak yang diizinkan adalah:
!
!∗ !"#
!∗ ! < 10
!(1)
Dengan B Data rate jaringan, PMD adalah koefisien PMD, L adalah Jarak yang diizinkan
Dispersi Limitation-menunjukan jarak maksimal sistem yang dapat ditempuh tanpa terkena gangguan dari dispersi kromatik dapat dirumuskan dengan:
!" = !/!" (2)
Dengan : Ld adalah batas jarak yang bisa ditempuh akibat dispersi, ε adalah dispersi yang diizinkan oleh transmitter, dan Dm adalah Koefisien dispersi dari serat optik. Apabila jarak yang ditempuh melebihi batas yang diizinkan, maka digunakan dispersion compensator unit (DCU) untuk memperbaiki dispersi yang terjadi. Jarak maksimal system yang dapat ditempuh tanpa terkena gangguan disperse kromatik setelah dipasangkan komponen DCU adalah: ! < ( ! + ! ∗ !
!"#) !" (3)
Dengan Dm adalah koefisien dispersi dari serat optik. n adalah jumlah DCU. !
dcuadalah koefisien dispersi kompensator DCU. L adalah jarak total. Dan ε adalah dispersi yang diizinkan oleh transmitter. Power Link Budget: adalah perhitungan daya pada suatu system transmisi yang didasarkan pada karakteristik saluran (redaman), sumber optik, dan sensitifitas foto detector. Power link budget dapat dihitung menggunakan persamaan: !"#"
!"#= !"#"
!"#$%+ 10 log ! − !"#$%&!'" !"## (4)
!"#$ !"#$%"& = !" + !"#$%&!'" !"## + !"#$%&! + !"#$%& (5)
!"#"
!"#$%= !"#"
!"#− !"#$ !"#$%"& + !"#$ (6)
!"#"
!"#"$%"&= !"#"
!"#$%− 10 log ! − !"#$%&!'" !"## (7)
!"#"
!"#$%&= !"#"
!"#"$"%− !"#$ !"#$%"& + !"#$ (8)
Dengan: Daya
Muxadalah total daya yang keluar dari multiplekser. Daya
Transadalah daya yang keluar dari transmitter. N adalah jumlah λ yang digunakan. insertion loss adalah rugi akibat pemasangan komponen pada saluran. Daya
Demuxadalah total daya yang diterima demultiplekser. Gain adalah total gain dari penguat pada saluran. α adalah koefisien redaman.
L adalah panjang serat optik. Splices adalah rugi akibat adanya splices. Margin adalah
perkiraan rugi lainnya. Daya
Receiveradalah daya yang diterima receiver. Daya
Terimaadalah daya
yang diterima komponen jaringan. Dan Daya
Dikirimadalah daya yang keluar dari komponen sebelumnya
Rugi juga dapat terjadi akibat adanya rugi pemasangan komponen lain pada sistem dan rugi akibat adanya masalah pada sistem seperti crosstalk dan lain sebagainya. Rugi ini perlu dipertimbangkan untuk dapat mendesain suatu jaringan yang bekerja dengan baik
Optical Signal to Noise Ratio- adalah perbandingan daya bersih sinyal dibandingkan daya bersih noise. Pada suatu system jaringan, OSNR dirumuskan dengan:
1
!"#$
!"#$%= 1
!"#$
!+ 1
!"#$
!+ 1
!"#$
!+ ⋯ + 1
!"#$
!(9) Dimana OSNR dari jaringan yang dilewati penguat EDFA adalah
!"#$
!"#$%= !
!"!"
!"#$%ℎ! !" (10)
Dan OSNR dari jaringan yang dilewati penguat RAMAN adalah
!"#$
!"#$%= !
!"!
!"!"
!"#$%ℎ! !" (11)
Dimana P
inadalah daya masukan dari amplifier. G
RAadalah nilai penguatan dari penguat RAMAN. NF
stageadalah noise figure pada bagian itu. h adalah plank’s constant (6.6260*10
-34
).v adalah frekuensi dari lamda yg digunakan (untuk 1550-nm = 193Thz). !f adalah bandwidth yang digunakan untuk mengukur NF (umumnya 0.1nm dengan ∇f = 12.5Ghz).
Broadband
Menurut ITU dan OECD, broadband adalah suatu koneksi dengan kecepatan pengunduhan
sebesar 256 kbit/s atau lebih. Namun pengertian ini masih diperdebatkan dan pengertian
broadband pada setiap negara bervariasi. Sebagai contoh, Amerika Serikat mengartikan
broadband sebagai suatu servis jaringan yang sanggup meyediakan layananan penggunduhan
konten dari internet dengan kecepatan 4 Mbps dan mengunggah konten suatu konten dengan
kecepatan 1Mbps. Sedang negara seperti Djibouti dan Morocco mendefinisikan broadband
dengan standar yang lebih rendah (128 kbps) [15].
Metode Penelitian
Metodologi Penelitian selama melakukan penelitian dan penulisan laporan adalah:
Studi literatur
Penulis membaca buku, jurnal, pencarian lewat Internet, dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan konsep perancangan backbone jaringan serat optik.
Konsultasi
Melakukan wawancara dengan pihak pihak yang terkait dengan tema yang diajukan.
Perencanaan Jaringan Backbone Serat Optik Jalur Lampung – Palembang
Existing Jaringan Backbone Serat Optik Lampung dan Sumatera Selatan
Salah satu jaringan serat optik yang terdapat di provinsi Lampung dan Sumatera Selatan dimiliki oleh PT Indosat. Jaringan ini menggunakan 2 jenis teknologi, yaitu SDH yang menggunakan STM 16 dan STM 64 dan DWDM. Untuk jalur Kedaton – Natar – Metrokota – Simpang Metro – Bandar Jaya – Koabumi, Indosat menggunakan standar STM 16 yang memiliki kecepatan bit 2,5 Gbps. Sedangkan jalur Kedaton - Kotabumi – Bukit Kemuning – Martapura – Baturaja – Prabumulih – Bukit Besar – Palembang dan Prabumulih – Indralaya - Palembang menggunakan STM 64 yang memiliki kecepatan bit 10 Gbps.
Sedang jaringan DWDM yang dimiliki indosat memiliki kecepatan 10 Gbps dengan jaringan yang bermulai dari kantor pusat Indosat di Jakarta, menuju Medan melewati kota Bandar Lampung, Kotabumi, Martapura, Prabumulih dan Palembang.
Pemilihan Jalur Jaringan
Jalur jaringan backbone serat optik akan menggunakan jalur jalan utama penghubung kota yang dihubungkan dengan jaringan ini. Kota kota yang akan dilalui serat optik ini adalah Bandarlampung - Kotabumi – Martapura - Muara Enim – Prabumulih – Palembang.
Pemilihan jalur ini dengan pertimbangan kemudahan pemasangan dan pemeliharaan, dan karena jalur ini membagi wilayah Provinsi Lampung menjadi 2 bagian yang hamper sama besar sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan data wilayah ini. Kota kota yang menjadi node jaringan dipilih berdasarkan perkiraan kebutuhan data di daerah ibukota kecamatan yang dianggap lebih besar disbanding wilayah lain, sedang pemilihan kota Martapura bertujuan untuk membagi jalur dari Kotabumi dan Muara Enim dengan perbandingan yang hampir sama.
Pemilihan Komponen Jaringan
Serat Optik yang digunakan adalah SMF-28 premium buatan corning incorporated. Kabel yang digunakan adalah kabel tanah dengan panjang gulungan serat optik diasumsikan 30 Km.
Dengan spesifikasi pada Table 1
Tabel 1 Spesifikasi serat optik SMF-28 premium [16]
Spesifikasi Nilai
Attenuation 1310-nm ≤ 0.34 dB/Km
1550-nm ≤ 0.20 dB/Km
Dispersi 1310-nm 0.73 ps/nm *Km
1550-nm 16.78ps/nm *Km
Polarization Mode Dispertion ≤ 0.1ps *Km0.5
Untuk komponen lain. Saya menggunakan acuan dari Unitrans ZXWM M920 dari ZTE corporation. Dengan spesifikasi pada Tabel 2
Table 2 Komponen Jaringan [6]
Parameter Desain
Parameter Nilai
Laju Bit 40 Gbps
BER 10-12
Format Modulasi RZ-DQPSK
Transmitter
Daya Maksimum + 5 dBm
Daya Minimum - 10 dBm
Spasi Kanal 50 Ghz
Toleransi Dispersi -700 ps/nm ~ +700 ps/nm
Multiplexer dan Demultiplexer (AWG)
Insertion Loss 5 dB
Rentang Panjang Gelombang 1529.16nm – 1560.61nm
Spasi Kanal 50 Ghz
Receiver/Penerima
Tipe APD
Sensitivitas -18 dBm
Daya Maksimal 0 dBm
EOLA 22/20
Penguatan 22 dB
Daya Masukan Total -35dBm ~ -2 dBm
Noise Figure 7 dB
EOPA 17/17
Penguatan 17 dB
Daya Masukan Total -35dBm ~ 0 dBm
Noise Figure 4 dB
EOPA 22/17
Penguatan 22 dB
Daya Masukan Total -35dBm ~ -5 dBm
Noise Figure 4 dB
EOPA 27/17
Penguatan 27 dB
Daya Masukan Total -35dBm ~ -10 dBm
Noise Figure 4 dB
DRA_P
Penguatan 10 dB
Daya Keluaran Total 12 dB
Daya Masukan Total -35 dBm ~ 0 dBm
Noise Figure 0 dB
DCU
Optical input power 1 dBm ~ -12 dBm
Untuk pertimbangan lainnya, terdapat pada Tabel 3
Tabel 3 Pertimbangan Lain [9]
DCU Compensation -1100ps
Rugi DCU Compensation 6 dB
Splice 0.5 dB
Kebutuhan Margin 3 dB
Perancangan Jaringan
Dalam perancangan jaringan, perlu ketahui jarak maksimal yang dapat ditempuh system tanpa terganggu PMD dan dispersi kromatik. Menggunakan (1), didapatkan batas maksimal yang mampu dibawa system tampa terganggu PMD sejauh 625 Km. Karena jarak jaringan tidak melebihi batas tersebut, PMD diabaikan. Sedangkan berdasarkan (2), serat optic ini hanya mampu beroperasi dengan baik sejauh 41 Km, akibat gangguan disperse kromatik. Sehingga dibutuhkan adanya DCU pada jaringan tersebut. Menggunakan (3), didapatkan bahwa jaringan Bandar Lampung - Kotabumi, Kotabumi – Martapura, dan Martapura – Muara Enim membutuhkan 2 buah DCU yang dipasang pada jarak 40Km dan 100Km dari transmiter. Dan jaringan Muara Enim – Prabumulih dan Prabumulih – Palembang membutuhkan 1 buah DCU yang terpasang 40 Km dari transmiter.
Mengunakan persamaan (4), (5), (6), (7), dan (8), dapat diketahui kebutuhan penguat dari masing masing jaringan dengan. Dengan mengatur daya keluaran dari transmitter sebesar - 10dBm, besar kebutuhan penguat terdapat pada Tabel 4
Tabel 4 Kebutuhan Penguat
Jaringan Kebutuhan Penguat (dB)
Bandar Lampung - Kotabumi 48,07
Kotabumi – Martapura 49,67
Martapura – Muara Enim 52,1
Muara Enim – Prabumulih 29,4
Prabumulih – Palembang 31,8
Dari kebutuhan penguatan tersebut, dipilih tipe penguat yang sesuai dengan kebutuhan
jaringan. Pemilihan dilakukan dengan mempertimbangkan besar daya masukan dari
komponen DCU dan sensitifitas receiver. Penempatan jaringan diatur sehingga tidak menggangu kinerja komponen lain. Bentuk jaringan yang diajukan terdapat pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 3. Jaringan Bandar Lampung – Kotabumi
Gambar 4. Jaringan Kotabumi – Martapura
22 /2 0 Trans
M U X
Trans
D M E
U X
Recei ver
Recei ver 22
/1 7 λ1
λ80
… … … … λ1 … … … …
40km D 60km
C U
10 /1 0
D C U
EOLA DRA_P EOPA
14km
λ80
Bandar Lampung – Kotabumi
5km
22 /2 0 Trans
M U X
Trans
D E M
U X
Recei ver
Recei ver 22
/1 7 λ1
λ80
… … … … λ1 … … … …
40km D 60km
C U
10 /1 0
D C U
EOLA DRA_P EOPA
22km
λ80
Kotabumi – Martapura
5k
m
Gambar 5. Jaringan Martapura – Muara Enim
Gambar 6. Jaringan Muara Enim – Prabumulih
22 /2 0 Trans
M U
X
Trans
D E M
U X
Recei ver
Recei ver 27
/1 7 λ1
λ80
… … … … λ1 … … … …
40km D 60km
C U
10 /1 0
D C U
EOLA DRA_P EOPA
43km
λ80
Martapura – Muara Enim
5k m
22 /2 0 Trans
M U
X
Trans
D E M U
X
Recei ver
Recei ver 17
/1 7 λ1
λ80
… … … … λ1 … … … …
40km D 42km
C U
EOLA EOPA
λ80
Muara Enim – Prabumulih
22 /2 0 Trans
M U X
Trans
D E M
U X
Recei ver
Recei ver 17
/1 7 λ1
λ80
… … … … λ1 … … … …
40km D 54km
C U
EOLA EOPA
λ80
Prabumulih – Palembang
Gambar 7. Prabumulih – Palembang
Perhitungan Unjuk Kerja
Untuk memastikan jaringan dapat berfungsi dengan baik, maka perlu dilakukan pengujian unjuk kerja, dengan menghitung nilai link budget dan OSNR dari system yang dirancang.
Perhitungan link budget dilakukan untuk memastikan masing masing komponen mendapatkan daya masukan yang sesuai dengan daya yang diizinkan. Sebagai contoh, pada sistem ini DCU memiliki besar daya masukan antara 1 dBm hingga -12 dBm. Dan receiver memiliki besar daya masukan antara 0 dBm hingga -18 dBm. Sedang perhitungan OSNR digunakan untuk memastikan jaringan yang dirancang memiliki kinerja yang baik dan sesuai target perancangan, yaitu 31 dB. Perhitungan link budget dilakukan menggunakan persamaan (4),(5),(6),(7),dan (8) dengan mengatur daya yang dikirim sebesar -10dBm. Dan perhitungan OSNR dilakukan dengan persamaan (9), (10), dan (11). Besar daya masukan dari komponen DCU dan Receiver dari perhitungan link budget, dan hasil OSNR dari sistem yang dirancangan dapat diliat pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter Unjuk Kerja
Jaringan DCU 1
(dBm)
DCU 2 (dBm)
Receiver (dBm)
OSNR (dB)
Bandar Lampung - Kotabumi -7,47 -6,97 -11,8 36,56
Kotabumi – Martapura -7,47 -6,97 -13,4 36,24
Martapura – Muara Enim -7,47 -6,97 -13,1 34,62
Muara Enim – Prabumulih -7,47 - -10,4 37,27
Prabumulih – Palembang -7,47 - -12,8 37,13
Analisa
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemilihan komponen penguat yang dipasang pada masing masing jaringan. Pemilihan yang dilakukan dengan mempertimbangkan daya masukan dari DCU dan Receiver. Oleh karena itulah penguat tipe booster amplifier tidak digunakan. Penggunaan penguat tipe ini akan mengakibatkan daya masukan pada DCU melebihi batas yang diizinkan.
Penggunaan penguat Raman dilakukan untuk menjaga harga OSNR dari jaringan Bandar
Lampung - Kotabumi, Kotabumi – Martapura, dan Martapura – Muara Enim. Sedangkan
jaringan Muara Enim – Prabumulih dan Prabumulih – Palembang tidak diberi penguat Raman
karena jarak yang ditempuh jaringan ini cukup dekat, sehingga diperkirakan harga OSNR system ini masih berada di atas target perencanaan.
Pemilihan Pre Amplifier dilakukan berdasarkan kebutuhan penguatan sinyal yang akan mememasuki demultiplekser, karena jarak pada bagian ini berbeda beda, maka kebutuhan penguat yang harus dipasang juga berbeda. Sebagai contoh untuk jaringan Martapura – Muara Enim yang memiliki jarak paling jauh, dipasangkan penguat tipe OPA 27/17. Sedang jaringan Bandar Lampung – Kotabumi hanya menggunakan penguat tipe OPA 22/17.
Penguat EDFA dipasang tepat setelah DCU agar mendapatkan harga OSNR yang terbaik.
Penguat Raman diletakkan 5Km setelah lokasi peletakan DCU dengan tujuan menjaga besar daya masukan dari DCU kedua, dengan asumsi pada jarak 5 kilometer tersebut, belum terjadi penguatan sinyal akibat adanya penguat Raman. Jarak 5 kilometer ini juga dianggap jarak minimal dimana memiliki besar OSNR paling optimal.
Sebagai variabel sistem yang dapat diubah, besar daya yang dikirim, pemancar sinyal dan jumlah kanal yang digunakan mempengaruhi besar daya yang terkirim pada sistem. Selama penguat belum menyentuh saturasi, peningkatan daya 1dB pada transmitter akan nilai OSNR meningkat sebesar 1dB. Hal ini disebabkan oleh besar daya yang diterima seluruh komponen sistem meningkat 1dB termasuk daya yang diterima oleh masing masing penguat. Begitu pula dengan peningkatan jumlah kanal yang digunakan pada sisitem. Selama penguat belum menyentuh saturasi, peningkatan jumlah kanal yang digunakan juga akan meningkatkan besar daya yang terkirim pada serat optik dengan nilai yang sama dan juga meningkatkan nilai OSNR. Tapi peningkatan ini tidak mempengaruhi besar daya yang sampai di penerima sinyal.
Dengan meningkatkan daya keluaran dari transmitter, maka harga OSNR dari sistem ikut meningkat. Namun peningkatan yang dilakukan harus memperhatikan rentang kerja pada sistem agar tidak terjadi kelebihan daya masukan. Tabel 6 emperlihatkan besar daya maksimal yang diizinkan pada setiap jaringan yang membawa 80 kanal dengan menjaga daya masukan dcu sekitar -2 dBm
Tabel 6 Daya Keluaran Maksimal Sistem 80 Kanal
Jaringan Daya Transmitter (dBm) OSNR (dB)
Bandar Lampung - Kotabumi -5 41,56
Kotabumi – Martapura -5 41,24
Martapura – Muara Enim -5 39,36
Muara Enim – Prabumulih -5 42,27
Prabumulih – Palembang -5 42,12
Jaringan yang dirancang juga dapat bekerja menggunakan beberapa channel yang disediakan tanpa harus mengaktifkan semua channel yang ada. Oleh karena itu, perlu diketahui jumlah minimal kanal yang dapat dibawa jaringan. Analisa ini dilakukan memperhitungkan daya masukan DCU dan penerima sinyal. Tabel 7 memperlihatkan hasil hitungan dari masing masing rancangan dengan menjaga daya masukan DCU sekitar -10 dBm dan menjaga daya di penerima sinyal sekitar -2 dBm.
Tabel 7 Daya Kanal Minimal Sistem
Jaringan Jumlah Kanal Daya Transmitter (dBm) OSNR (dB)
Bandar Lampung - Kotabumi 6 -1 34,31
Kotabumi – Martapura 4 1 34,23
Martapura – Muara Enim 4 1 32,60
Muara Enim – Prabumulih 7 -2 34,69
Prabumulih – Palembang 5 0 35,09