• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL D0210025 DELLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JURNAL D0210025 DELLA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

NILAI MORAL DALAM FILM

(Analisis Semiotik tentang Nilai Moral Agama Islam dalam Film

Sang Pencerah)

Della Prelanda Susanto

Hamid Arifin

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

The Sang Pencerah is the title of the film that picked up the story Muhammadiyah founder KH. Ahmad Dahlan. A film which introduces us to figure that has contributed greatly to Indonesia, both in education and propaganda. The purpose of this study was to determine what are the moral value of the message contained in the film The Sang Pencerah. Writer wanted to know what the true meaning contained in every movie scene shot and the Sang Pencerah.

This research was conducted by Roland Barthes semiotic analysis with qualitative research. The subjects of this study are pieces of visual images or movies contained in the Sang Pencerah, while the object of research is the film the Sang Pencerah. Data collection phase with the observation that watching and observing dialogues per shot and a scene in the film the Sang Pencerah, and the document research collected data through the Sang Pencerah DVD movies.

Conclusion message of moral values in the film The Sang Pencerah is 1. moral value message of worship in Islam, pointed out that the Great Mosque Kyai Kauman and citizens Kauman Muslim majority still do traditions at odds with the teachings of Islam, namely the Qur'an 2. Book value of moral behavior in Islam, which indicated that as the Kyai Muslim mosques and the citizens of the Kauman Kauman still have moral values that are less appropriate behavior in the Qur'an.

(2)

commit to user

2 Pendahuluan

Pertumbuhan kota selalu menuntut bentuk-bentuk hiburan baru:

pertunjukkan besar dan serba ajaib seiring pertumbuhan industri hiburan yang

menjadi ciri kota-kota abad itu, seperti pertunjukkan sirkus yang popular. Pada

penghujung tahun 1900, masyarakat Hindia Belanda kembali dikejutkan oleh berbagai iklan di surat kabar yang memberi tajuk “pertunjukkan besar yang pertama”. Sebuah sejarah seni pertunjukkan baru dimulai (Garin Nugroho & Dyna Herlina S, 2013:36-37).

Mereka menyebutnya sebagai “gambar hidup”, yang tidak lain adalah film.

Pemutaran pertunjukkan gambar hidup itu berlangsung pada 5 Desember 1900.

Menurut iklan di Bintang Betawi edisi 5 Desember 1900, pertunjukkan itu disebut

“Pertoendjoekan Besar Yang Pertama” yakni di Tanah Abang Kebon Jahe

(Manage) mulai jam 7 malam. Harga karcisnya terdiri dari tiga peringkat, senilai

f2 (2 gulden rupiah Belanda) untuk kelas I, f1 untuk kelas II, dan f 0,50 untuk

kelas III.

Bioskop Kebon Djahe mengikuti pola pembagian kelas seperti yang

dilakukan dalam pertunjukkan komedi stambul dan wayang orang. Pertunjukkan

dibagi dalam kelas-kelas. Kelas termurah duduk di bangku papan yang berada di

deret depan (stalles), tepat di belakang orkes. Penonton juga diberi selebaran

informasi yang isinya ringkasan cerita tentang film yang akan diputar (Garin

Nugroho & Dyna Herlina S, 2013:37).

Film pertama yang diputar di bioskop Kebon DJahe adalah dokumentasi

jepretan-jepretan Ratu Wihelmina dan Pangeran Hendrik di Den Haag,

adegan-adegan (mungkin tiruan) dari Perang Boer di Transvaal, dan potongan pendek

tentang pameran di Paris. Film semacam ini serupa dengan film pertama buatan

Lumiere Bersaudara di Perancis. Tempat pemutaran film berpindah-pindah di

gedung sewaan, tanah lapang bahkan los pasar yang ramai seperti Mangga Besar

dan Tanah Abang.

Selang beberapa waktu mulai didirikan bioskop permanen di kota-kota

besar seperti Jakarta dan Bandung. Bioskop menyasar segmen yang berbeda-beda

(3)

commit to user

3

Amerika diimpor. Berbeda dengan film dari Belanda, film Amerika ini tidak saja

berisi dokumentasi, tetapi sudah berbentuk film cerita. Film cerita ini lebih

disukai penonton karena menampilkan drama tiga babak dengan kisah cinta dan

banyak adegan perkelahian. Penonton film kelas atas lebih menyukai film-film

drama. Sedangkan bioskop di daerah Pecinan mendatangkan film mandarin yang

sarat dengan cerita eksyen. Orang pribumi pun lebih memilih cerita baku hantam

ini. Untuk menarik penonton, pemilik bioskop memberi judul Bahasa Indonesia

seperti Oedjan Djotosan, Oepahnja Anak jang Berbakti (Garin Nugroho & Dyna

Herlina S, 2013:37-38).

Para penonton lebih suka dengan film cerita daripada dokumentasi. Selera

ini sejalan dengan cerita yang ditampilkan dua bentuk seni pertunjukkan yang

lebih dulu popular, yaitu wayang orang dan komedi stambul. Sejarah film

kemudian menunjukkan berbagai upaya mencari bentuk dan formula cerita yang

mampu menarik penonton. Sebuah fenomena yang perlu dicatat adalah lahirnya

film Loetoeng Kasaroeng (1926) yang menunjukkan pertemuan antara wayang,

sandiwara dan film, serta persoalan-persoalan daya hidup seni tradisi dalam

pertumbuhan kota-kota yang sangat dinamis. Film Loetoeng Kasaroeng

merupakan film cerita pertama yang diproduksi di Hindia Belanda berlatar cerita

legenda Sunda yang sering ditampilkan dalam bentuk pertunjukkan wayang orang

atau sandiwara.

Loetoeng Kasaroeng dalam bentuk sandiwara yang dipentaskan pada

Kongres Jawa 1921. Setelah penampilan itu, banyak orang kembali memainkan

lagu-lagu Sunda. Lima tahun kemudian ia bersedia ikut menunjang biaya

pembuatan film Loetoeng Kasaroeng. Catatan diatas menunjukkan bahwa sejarah

pertumbuhan film selalu disertai kekhawatiran terhadap matinya seni tradisi

berikut nilai-nilainya (Garin Nugroho & Dyna Herlina S, 2013:38).

Perjuangan para Sineas Indonesia memberi dorongan perkembangan film

walaupun setelah reformasi di Indonesia mengalami jatuh bangun hingga banyak

perbaikan mutu dari cerita film. Banyak sekali film yang ditayangkan dan

(4)

commit to user

4

Sang Pencerah adalah film karya Hanung Bramantyo yang berisi

sejarah-biografi dari seorang pahlawan nasional yang sekaligus pendiri Muhammadiyah,

KH. Ahmad Dahlan. Fim tersebut yang mengenalkan kita pada sosok yang sudah

berkontribusi sangat besar bagi di Indonesia, baik dalam dakwah, budaya, maupun

pendidikan (Muhammad Ainun Najib, 2014: xix).

Film ini berfokus pada sejarah hidup pendiri Muhammadiyah, yaitu KH.

Ahmad Dahlan, sejak beliau lahir hingga mendirikan Muhammadiyah

(Muhammad Ainun Najib, 2014: xx).

Dari penjelasan diatas, penulis memfokuskan penelitian lebih ke aspek

komunikasi pesan. Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada

penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau non verbal yang

mewakili perasaan nilai gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga

komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan

bentuk atau organisasi pesan(Deddy Mulyana, 2007:70).

Dalam film Sang Pencerah banyak pesan nilai moral agama Islam yang

ingin disampaikan kepada penonton. Dengan latar belakang tersebut, maka

penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai makna Analisis Semiotik

mengenai pesan nilai moral agama Islam yang ingin disampaikan pada film Sang

Pencerah.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut: Pesan nilai moral apa sajakah yang

terkandung dalam film Sang Pencerah ?

Landasan Teori

1. Teori Komunikasi

Definisi Komunikasi

(5)

commit to user

5

Communicare” yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”

(Riswandi, 2009:1).

Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu

pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.

Berikut beberapa definisi tentang komunikasi dalam Riswandi

(2009:2-3) yang dikemukakan oleh para ahli :

a. Carl Hovland, Janis & Kelley

Komunikasi adalah suatu proses melalui seseorang (komunikator)

menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan

mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya (khalayak).

b. Bernard Berelson & Gary A. Steiner

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,

keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata,

gambar, angka-angka, dan lain-lain.

c. Harold Lasswell

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, mengatakan “apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa” (who says what in which channel to whom

and with what effect).

d. Barnlund

Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk

mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau

memperkuat ego.

e. Weaver

Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang

dapat mempengaruhi pikiran orang lain.

f. Gode

Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula

yang dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua

(6)

commit to user

6

Dari definisi menurut para ahli diatas maka dapat kita simpulkan

bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana kita memperoleh informasi dan

mengetahui isi pikiran orang lain.

2. Teori Film Pada Umumnya

Definisi Film

Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media

komunikasi massa audio yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang

direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan

teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi,

proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat

dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan

sistem lainnya. Film berupa media sejenis plastik yang dilapisi emulsi dan sangat

peka terhadap cahaya yang telah diproses sehingga menimbulkan atau

menghasilkan gambar (bergerak) pada layar yang dibuat dengan tujuan tertentu

untuk ditonton.

Menurut UU 8/1992 film dapat diartikan sebagai karya cipta seni dan

budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat

berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video,

piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala

bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses

lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/ atau

ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik elektronik, dan/ atau lainnya (D.

Joseph, 2011:12).

3. Teori Semiotik Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang

getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga dikenal

intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, eksponen penerapan

(7)

commit to user

7

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang

tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli

tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara

panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran

ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra

merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke-dua yang dibangun di

atas bahasa sebagai sistem yang pertama. System ke-dua ini oleh Barthes disebut

dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari

denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama (Alex Sobur, 2009:68-69).

4. Teori Nilai Moral

a. Nilai

Pandangan Fraenkel dalam Hamid Darmadi (2009:27) nilai

merupakan sesuatu yang berharga, yang dianggap bernilai, adil, baik dan indah

serta menjadi pedoman atau pegangan diri.

b. Moral

Menurut Lillie dalam C. Asri Budiningsih (2008:24) kata moral

berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan

atau adat istiadat. Sedangkan Baron, dkk dalam C. Asri Budiningsih (2008:24)

mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan

dan tindakan yang membicarakan salah atau benar. Oleh Magnis-Suseno dalam

C. Asri Budiningsih (2008:24-25) dikatakan bahwa kata moral selalu mengacu

pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah

bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.

Metodologi

Pendekatan penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Roland Barthes, yang

berfokus pada gagasan signifikasi dua tahap (two order of signification). Adapun

obyek penelitian ini ialah film Sang Pencerah. Sedangkan subyeknya adalah

(8)

commit to user

8

berkaitan dengan rumusan masalah. Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Tahap

penelitian menggunakan observasi dan document research. Metode yang

digunakan untuk memeriksa validitas data adalah metode triangulasi. Analisis

penelitian menggunakan analisis semiotik Roland Barthes.

Analisis Data

Scene-scene yang menunjukkan adanya nilai moral dalam film Sang

[image:8.595.112.491.248.497.2]

Pencerah yaitu sebagai berikut :

Gambar 1

Scene 1 Shot 2

Signifikasi tahap pertama (Denotasi)

Scene dimulai dengan pengambilan gambar dimana seseorang membakar

menyan, yaitu menyan berwarna hitam ditaruh diatas tempat yang terbuat dari

tanah liat berwarna hitam berbentuk bulat. Lalu menyan tersebut dibakar dengan

menggunakan api. Kemudian timbul asap dan bebauan khas menyan. Setelah itu,

diletakkan diatas tikar anyaman terbuat dari pandan berwarna kuning.

Pengambilan gambar secara Medium Shot (MS), high angle dan

pencahayaan low key. Audio yang digunakan dalam adegan ini menggunakan

(9)

commit to user

9 Signifikasi tahap kedua (Konotasi)

Pada shot pembuka scene ini diawali dengan gambar dimana seseorang

membakar menyan. Tujuan dibakarnya menyan ialah untuk meminta kepada

Allah supaya terkabul apa yang diminta. Menyan yang digunakan berwarna hitam

mempunyai makna tingkatan paling tinggi (Hasil Wawancara dengan Mbah

Dalang). Dengan cara menyan ditaruh diatas tempat yang terbuat dari tanah liat

bernama bokor (Hasil Wawancara dengan Joko Daryanto), berbentuk bulat

mempunyai makna membulatkan tekad sesuai apa yang diharapkan. Bokor

berwarna coklat karena terbuat dari tanah liat dan dibakar. Kemudian menyan

tersebut dibakar dengan menggunakan api. Setelah itu, bokor yang sudah diberi

menyan dan dibakar, diletakkan diatas tikar yang terbuat dari pandan (tilam

lampus). Pandan (tilam lampus) menggambarkan bahwa manusia akan mati,

berwarna kuning karena kalau pandan sudah kering memang berwarna kuning

sehingga sudah menjadi kodrat dari Allah (Hasil Wawancara dengan Mbah

Dalang). Makna diatas sebenarnya kepercayaan dari Tradisi Jawa tepatnya di

Jogjakarta saat itu. Hal ini merupakan kelemahan dari analisis Semiotik Roland

Barthes bahwa makna dari setiap daerah, negara, dan agama berbeda-beda.

Tergantung bagaimana daerah, negara dan agama tersebut memaknainya (Hasil

Wawancara dengan Joko Daryanto).

Menurut penulis, seseorang dalam film Sang Pencerah tersebut

menyalakan menyan untuk pelengkap dalam berdoa. Seseorang yang berada di

Film Sang Pencerah tinggal di kampung Kauman, sekitar Masjid Besar Kauman

yang berada di lingkup Keraton Jogjakarta. Tetapi agama Islam pada saat itu

terkesan masih sesat atau tidak sesuai dalam Al-Qur’an. Karena sebagian besar

warga Kauman masih melakukan tradisi-tradisi yang berbau Islam. Tradisi ini

dulu digunakan sebagai strategi dakwah supaya agama Islam lebih mudah dikenal

dan dipahami oleh masyarakat. Namun, sampai sekarang tradisi ini menjadi suatu

keharusan dan kepercayaan didalam agama Islam karena masyarakat salah paham

dalam menerima pengetahuan (Tim Abdi Guru, 2006:139). Di dalam agama Islam

berdoa kepada Allah tidak perlu melalui pelengkap atau pun perantara, karena hal

(10)

commit to user

10

tidak dapat mendatangkan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, seperti

yang sudah terkandung dalam QS. Yunus ayat 18.

Sebenarnya pada saat jaman dahulu orang tidak mengenal parfum. Seperti

kuburan dan tempat-tempat yang dianggap keramat dulu mempunyai bau yang

tidak enak. Jadi, tempat yang dianggap keramat dan kuburan diberi menyan

supaya harum (Hasil Wawancara dengan Joko Daryanto). Adegan ini

menunjukkan nilai moral ibadah yang harus diluruskan sesuai dalam Agama

Islam.

Pengambilan gambar secara Medium Shot (MS) menggambarkan suatu

kejelasan bahwa menyan masih digunakan untuk pelengkap dalam memohon

permintaan. Sudut pandang kamera secara high angle dalam gambar ini digunakan

agar penonton dapat melihat jelas sebenarnya menyan tidak memiliki kekuatan

[image:10.595.111.513.165.575.2]

untuk memperlancar harapan agar terkabul.

Gambar 11

Scene 129 Shot 191

Signifikasi tahap pertama (Denotasi)

Scene dimulai dengan pengambilan gambar dimana KH Ahmad Dahlan

dan Muhammad Sangidu sedang berjalan kaki melewati pemukiman warga.

Disepanjang kanan dan kiri jalan beberapa warga sedang beraktifitas didepan

rumahnya masing-masing. Ada yang sedang menumbuk bumbu masakan dan

adapula yang sedang berjalan sibuk dengan kegiatan yang sedang dilakukan.

(11)

commit to user

11

Saat itu, KH. Ahmad Dahlan sedang mengenakan baju kejawen juga

sambil membawa Al-Qur’an ditangan kirinya. Atasan berlengan panjang berwarna

coklat muda polos, bawahan memakai jarik bermotif berwarna coklat muda. Alas

kaki memakai sendal selop berwarna hitam. Dikepalanya memakai blangkon

bermotif berwarna coklat tua dan putih. Sedangkan Muhammad Sangidu memakai

atasan coklat berlengan panjang berwarna coklat tua, bawahan jarik berwarna

coklat muda polos. Tidak memakai alas kaki. Blangkon yang digunakan bermotif

cenderung berwarna merah tua.

Tiba-tiba warga yang tidak percaya dengan ajaran KH. Ahmad Dahlan langsung mencela beliau dengan sebutan “Kyai Kafir” sambil menari dan menabuh rebana. Warga yang tidak percaya tersebut, memakai baju atasan polos

lengan panjang. Setiap orang warnanya berbeda-beda, ada yang berwana biru tua,

coklat muda, dan biru muda. Bawahan mengenakan jarik bermotif, warnaya pun

juga berbeda-beda. Antara lain berwarna coklat muda, coklat tua, dan putih coklat.

Blangkon yang dipakai juga berbeda-beda warna, ada yang berwarna hitam dan

putih, ungu muda, biru muda dan putih. Sama-sama tidak memakai alas kaki.

Rebana yang dibawa warga berwarna putih dan coklat, berbentuk bulat, terbuat

dari kayu dan kulit sapi.

Pengambilan gambar secara Long Shot (LS), straight angle, dan

pencahayaan low key. Audio yang digunakan dalam adegan ini menggunakan efek

suara dan dialog. Efek suara yang ada, yaitu bunyi suara instrumen musik. Dialog

yang terjadi antara warga, KH. Ahmad Dahlan, dan Muhammad Sangidu adalah

sebagai berikut:

Warga : “Kyai Kafir, kyai kafir, kyai kafir,” sambil berjoget

-joget dan menabuh rebana

KH. Ahmad Dahlan : “(menahan Muhammad Sangidu untuk melakukan

pembelaan dan hanya menggelengkan kepala)”. Signifikasi tahap kedua (Konotasi)

Pada shot pembuka scene ini diawali dengan gambar KH Ahmad Dahlan

dan Muhammad Sangidu sedang berjalan kaki. Saat melewati pemukiman

(12)

commit to user

12

Dahlan berkata kepada beliau, “Kyai kafir, kyai kafir, kyai kafir,” sambil berjoget-joget dan menabuh rebana. Dalam hal ini, warga Kauman yang tidak menyukai

ajaran KH. Ahmad Dahlan mencela beliau dengan mengatakan Kyai kafir.

Menurut penulis, adegan ini dilihat dari sudut pandang KH Ahmad Dahlan

yang tetap mempunyai pendirian dalam berpikir untuk meluruskan ajaran agama

Islam di Kauman sesuai yang dituliskan dalam Al-Qur’an. Tetapi warga Kauman

mencela KH. Ahmad Dahlan dan ingin menjatuhkan ajaran agama beliau. Karena

para warga Kauman tidak menyukai keberadaan KH. Ahmad Dahlan. Serta warga

Kauman tidak memahami ajaran agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an.

Mencela merupakan suatu bentuk ketidaksukaan pada seseorang. Karena

biasanya hal itu terjadi hanya melihat dari sisi luar seseorang tersebut. Mengenal

seseorang bukan hanya dilihat dari luarnya saja, melainkan dari dalam hatinya

(Hasil Wawancara dengan R. Dewi Novita K). Warga Kauman yang mencela KH Ahmad Dahlan menunjukkan ketidaksukaannya dengan mengucapkan “Kyai

Kafir”. Selain itu, KH Ahmad Dahlan memutuskan bergabung dengan kelompok

Budi Utomo, semenjak itu KH. Ahmad Dahlan merubah cara berpakaiannya. Dan

semenjak bergabung dengan kelompok Budi Utomo, KH. Ahmad Dahlan juga

memutuskan untuk mengajar di sekolah milik Belanda yaitu sekolah bangsawan.

Semakin banyak warga Kauman yang mencela KH. Ahmad Dahlan dengan sebutan “Kyai Kafir”.

Warga Kauman yang mencela KH. Ahmad Dahlan karena sebenarnya

ketidaktahuan warga untuk memahami ilmu agama ke tingkat yang lebih baik

lagi. Warga Kauman hanya menilai KH. Ahmad Dahlan dari luarnya saja dan

tidak mengetahui maksud dan tujuan KH. Ahmad Dahlan sebenarnya. Yang

mencela juga belum tentu dirinya lebih baik dari KH Ahmad Dahlan dan

muridnya. Karena suatu saat orang yang mencela KH Ahmad Dahlan dan

muridnya bisa lebih buruk lagi (Hasil Wawancara dengan R. Dewi Novita K).

Didalam Agama Islam sesama umat Islam dilarang memanggil dengan

gelar yang mengandung celaan dan siapa yang tidak menyegerakan untuk bertobat

maka termasuk dalam orang-orang yang zalim, sesuai yang terkandung dalam QS.

(13)

commit to user

13

diperintahkan dalam Al-Qur’an karena sesama umat Islam mencela KH Ahmad Dahlan dengan sebutan “Kyai Kafir”. Adegan ini menunjukkan nilai moral tingkah laku yang harus diluruskan sesuai dalam Agama Islam. Hal ini merupakan

kelemahan dari analisis Semiotik Roland Barthes bahwa makna dari setiap daerah,

negara, dan agama berbeda-beda. Tergantung bagaimana daerah, negara dan

agama tersebut memaknainya (Hasil Wawancara dengan Joko Daryanto).

Pengambilan gambar secara Long Shot (LS) menggambarkan suatu

interaksi yang tidak rukun dan tidak menghargai antar sesama umat muslim, yaitu

antara KH. Ahmad Dahlan dan warga Kauman serta memperlihatkan suasana dari

adegan tersebut. Sudut pandang kamera secara straight angle dalam gambar ini

digunakan agar penonton dapat melihat jelas suatu interaksi yang terjadi dengan

KH. Ahmad Dahlan dan warga Kauman yang tidak terkesan dramatis, melainkan

kesan wajar.

Kesimpulan

Hasil penelitian dari film Sang Pencerah mengandung beberapa pesan

moral sebagai berikut:

1. Pesan nilai moral ibadah dalam Agama Islam, ditunjukkan bahwa para

Kyai Masjid Besar Kauman dan warga Kauman yang mayoritas beragama

Islam masih melakukan tradisi-tradisi berseberangan dengan ajaran agama

Islam yaitu dalam Al-Qur’an, seperti yang ditunjukkan dalam adegan:

a. Seseorang membakar menyan sebelum membantu proses melahirkan

Siti Aminah, digunakan sebagai perantara untuk berdoa.

b. Seseorang mencuci tangan dengan menggunakan bunga mawar merah

dan putih, digunakan sebagai perantara untuk berdoa.

c. Tradisi Tedak Siten, saat Muhammad Darwis berumur 7 bulan dan

menghidangkan aneka jenis makanan sebagai pelengkap. Tujuannya

untuk mengenalkan anak terhadap bumi.

d. Bapak dan ibu warga Kauman berdoa dengan menyiapkan makanan

sesajen dan bertempat di pohon beringin. Muhammad Darwis yang

(14)

commit to user

14

e. Para Kyai Masjid Besar Kauman dan warga Kauman berarak-arakkan

membawa tandu yang berisi aneka jenis makanan dibawa ke makam

untuk tahlilan, selain makanan juga membawa bakaran menyan dan

wadah yang berisi air bunga mawar merah putih. Digunakan sebagai

perantara dan pelengkap dalam berdoa.

f. Saat pemuda Kauman mengajak Muhammad Darwis untuk mengikuti

padusan di sendang. Namun, Muhammad Darwis tidak percaya bahwa

apabila tidak mengikuti padusan puasa tidak sah.

2. Pesan nilai moral tingkah laku dalam Agama Islam, yang ditunjukkan

bahwa sebagai orang yang beragama Islam para Kyai masjid Besar

Kauman dan warga Kauman masih memiliki nilai moral tingkah laku yang

kurang sesuai, seperti dalam adegan:

a. Ketika Kyai Abu Bakar memiliki perbedaan pemikiran dengan anak

laki-lakinya bernama Muhammad Darwis berkaitan dengan kebiasaan

penggunaan sesaji. Dimana Kyai Abu Bakar selalu menggunakan sesaji

sebagai perangkat keagamaannya sementara Muhammad Darwis

berpendapat bahwa sesaji itu tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunah

Rasul. Perbedaan ini berakibat Kyai Abu Bakar memukul kepala

Muhammad Darwis.

b. Ketika Kyai Cholil Kamaludiningrat sebagai penghulu Masjid Besar

Kauman memasuki Masjid Besar Kauman, maka para warga Kauman

yang berada didalam masjid menunjukkan ngaturaken sembah dalam

bentuk penghormatan kepada beliau.

c. Kyai Cholil Kamaludiningrat serta para Kyai lainnya dibantu warga

Kauman yang memiliki perbedaan pemikiran dengan KH. Ahmad

Dahlan, berbondong-bondong membawa obor untuk membakar dan

membongkar Langgar Kidul. Bertujuan supaya KH. Ahmad Dahlan

tidak bisa mengajar ngaji lagi kepada murid-muridnya.

d. Ketika Muhammad Darwis memasuki kelas sekolah milik Belanda

sembari mengucapkan salam hingga dua kali tetapi justru disikapi oleh

(15)

commit to user

15

lainnya tertawa. Dalam situasi tersebut KH. Ahmad Dahlan tetap

tenang, karena beliau memahami kurangnya ilmu agama dan nilai moral

didalam diri murid-muridnya.

e. Saat berada di tengah-tengah pemukiman penduduk KH. Ahmad

Dahlan dan muridnya yang bernama Muhammad Sangidu dicela oleh

para warga Kauman yang memiliki perbedaan pemikiran dan ajaran

agama dengan beliau. Warga Kauman mencela dengan menyebut KH. Ahmad Dahlan dan muridnya sebagai “Kyai Kafir” dengan menabuh rebana dan berjoget-joget.

f. Warga Kauman yang mempunyai perbedaan pemikiran dengan KH.

Ahmad Dahlan bertengkar dengan murid-murid KH. Ahmad Dahlan di

sekitar pemukiman warga. Disebabkan oleh KH. Ahmad Dahlan

berencana untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah.

g. Saat Dirjo sedang berjalan tiba-tiba warga Kauman yang mempunyai

perbedaan pemikiran dengan KH. Ahmad Dahlan langsung menghakimi

Dirjo dengan sebutan “Kafir”. Namun, tiba-tiba muncullah Kyai dari

Masjid Besar Kauman untuk melerai, tetapi Kyai tersebut mengeluarkan kata “Blok”.

h. Ketika Hisyam sedang dimarahi ibunya, karena mempunyai perbedaan

pemikiran. Hisyam mengikuti ajaran agama Islam KH. Ahmad Dahlan

sedangkan ibunya dari awal lebih mempercayai ajaran Kyai Cholil

Kamaludiningrat. Dari perbedaan tersebut Hisyam langsung di dorong

ibunya sebagai bentuk luapan amarah.

Saran

Sebagai akhir dari penelitian ini, penulis menyampaikan saran:

1. Bagi Masyarakat:

a. Kepercayaan itu bersumber dari Allah, yang tedapat di Al-Qur’an dan

Sunah Rasul. Dengan mempelajari Al-Qur’an dapat membedakan yang

(16)

commit to user

16

b. Menerima keterbukaan ajaran agama yang baru kemudian memilih

yang sesuai dengan Al-Qur’an.

c. Sebagai penghormatan terhadap seseorang, tidak perlu dengan cara

menyembah. Cukup dengan tersenyum dan menganggukkan kepala.

d. Golongan muda hendaknya meningkatkan kekuatan mental dalam

membawa pembaharuan ajaran agama Islam.

e. Dalam pembaharuan ajaran agama Islam apabila terjadi perbedaan

pemikiran hendaknya diselesaikan dengan bermusyawarah supaya

tidak terjadi pertengkaran.

f. Hendaknya sebagai orang tua dalam mendidik anak saat menghadapi

perbedaan pemikiran seharusnya mendengarkan pendapat anak dengan

baik dan dibicarakan dengan berdiskusi.

2. Bagi Peneliti Lanjutan:

Sebagai penelitian lanjutan, penulis yang akan datang dapat mengkaji

lebih cermat tentang tingkat keimanan seseorang dalam sebuah film

(17)

commit to user

17 Daftar Pustaka

Ainun. Muhammad. Najib. 2014. Representasi Peran Kiai Di Era Perjuangan

Bangsa. Hal. xix-xx. 28 September 2014. 11.15 WIB.

digilib.un-suka.ac.id. Al-Qur’an

Asri C, Budiningsih. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Darmadi, Hamid. 2012. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta.

Joseph. D. 2011. Pusat Apresiasi Film. Jurnal Nasional. Hal.12. 22 Juni 2014. 21. 13 WIB. e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217.pdf.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosadakarya Offset.

Nugroho, Garin; Dyna, Herlina S. 2013. Krisis dan Paradoks Film Indonesia. Jakarta: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (FFFTV-IKJ) Press.

Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Gambar

Gambar 1 Scene 1 Shot 2
Gambar 11  Scene 129 Shot 191

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Salah satu bagian dalam perusahaan yang perlu menggunakan teknologi komputer berupa program aplikasi khusus adalah sumber daya manusia dan kegiatan pengolahan data yang

Menanggulangi gangguan kesehatan pada hewan yang semakin berbahaya, maka sangat dibutuhkan fasilitas rumah sakit hewan yang baik dan sesuai dengan ketentuan syarat usaha rumah

Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan tingkat pendidikan dan lama menjadi kader dengan keterampilan pengukuran antropometri di posyandu desa

Heading biasanya digunakan untuk menandai bagian atau section di dalam dokumen, seperti judul bab atau bagian tertentu yang dianggap sebagai suatu topic.b. Jika file

INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN

wa pemberian minyak goreng yang telah difortifi - kasi dengan vitamin A lebih efektif dalam mence- gah kejadian morbiditas (ISPA dan diare) baik pada ibu maupun anak

Dari perhitungan kapasitas saluran kemudian dievaluasi antara kapasitas saluran eksisting dengan debit limpasan hujan, hal ini bertujuan untuk mengetahui tindakan apa

This bachelor thesis is presented to fulfill one of the requirements in accomplishing the S-1 Degree at English Department of Teacher Training and