Sunariyo, 2012
F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ……… 1 BAB II MODELING INSTRUCTION , PENDIDIKAN TEKNOLOGI
DASAR, KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
A.Modeling Instruction ...
B.Pendidikan Teknologi Dasar ... C.Penggunaan Pendidikan Teknologi Dasar Melalui Modeling
Instruction (MI-PTD) pada Pembelajaran Fisika ...
D.Keterampilan Berpikir Kritis ………...
E. Kemampuan Kognitif ……….
F. Deskripsi Materi Listrik Dinamis ……… 13
A.Metode dan Desain Penelitian ……….
B.Subjek Penelitan ………..
C.Prosedur Penelitian ………..
D.Alur Penelitian ……….
E. Instrumen Penelitian ………
F. Teknik Pengumpulan Data ...
G.Teknik Analisis Tes………..
H.Teknik Analisis Data ………...
I. Hasil Analisis Ujicoba Instrumen ………
J. Jadwal Kegiatan Penelitian ………..
53 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian
1. Penguasaan konsep Listrik Dinamis ... a. Deskripsi Data Kemampuan Kognitif Keseluruhan ……….. b. Deskripsi Peningkatan Kemampuan Kognitif untuk Setiap
Ranah ………..………...
c. Deskripsi Peningkatan Kemampuan Kognitif Berdasarkan
Label Konsep ………..
70 70
74
………..
2. Data Tes Keterampilan Berpikir Kritis ………... a. Deskripsi Data Tes Keterampilan Berpikir Kritis ………….. b. Deskripsi Peningkatan Penguasaan Konsep Berdasarkan
Label Aspek Berpikir Kritis ………... c. Deskripsi Peningkatan Penguasaan Konsep Berdasarkan
kelompok prestasi………..
3. Keterlaksanaan Pembelajaran ………. 4. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran ………. B.Pembahasan
1. Pemahaman Konsep Siswa pada Konsep Listrik Dinamis ……. 2. Penguasaan Siswa Terhadap Keterampilan Berpikir kritis ……. 3. Keterlaksanaan Modeling Instruction Pada Proses
Pembelajaran ………...
4. Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Pendidikan Teknologi Dasar Melalui Modeling Instruction ……….
77 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Sunariyo, 2012
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Berpikir Kritis ………... 34
Tabel 2.2 Tabel 3.1 Perbandingan aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika MI dan MI-PTD yang berpotensi melatihkan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis ……….. Desain Penelitian ……….. 39
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ………... 55
Tabel 3.3 Kriteria Indeks Kesukaran ... 63
Tabel 3.4 Kategori Daya Pembeda ... 63
Tabel 3.5 Tabel 3.6 Kategori Penguasaan Konsep ………... Pengkategorian persentase tanggapan siswa…..………... 65 67 Tabel 4.1 Skor Tes awal, Tes akhir dan <g> Penguasaan Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ………. 71 Tabel 4.2 Skor Tes awal, Tes akhir dan <g> Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ……… 78 Tabel 4.3 Hasil Keterlaksanaan MI-PTD berdasarkan Aktivitas Guru ….... 84
Tabel 4.4 Hasil Keterlaksanaan MI-PTD berdasarkan Aktivitas Siswa….... 85
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Arus Listik Dalam Kawat ………. 46
Gambar 2.2 Grafik Hubungan Beda Potensial (V) Terhadap Kuat Arus Listrik (I) ... 48
Gambar 2.3 Arus Percabangan ………. 48
Gambar 2.4 Susunan Hambatan Seri ……… 49
Gambar 2.5 Susunan Hambatan Paralel ………... 50
Gambar 2.6 Rangkaian Dengan Satu Loop ……….. 52
Gambar 3.1 Alur Penelitian ………. 57
Gambar 4.1 Diagram Perbandingan Persentase Skor Rata-Rata Tes Awal, Tes Akhir dan <g> Kemampuan Kognitif Pada Kedua Kelas.. 74
Gambar 4.2 Diagram Perbandingan N-Gain untuk Ranah Kognitif Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol …… 75
Gambar 4.3 Diagram Batang Perbandingan N-Gain Untuk Tiap Label Konsep Listrik Dinamis ……… 76
Gambar 4.4 Diagram Batang Perbandingan <g> Kemampuan Kognitif untuk Tiap Kelompok Prestasi Siswa Kelas MI-PTD…… 77
Gambar 4.5 Diagram Batang Perbandingan <g> Kemampuan Kognitif untuk Tiap Kelompok Prestasi Siswa Kelas MI-PTD…… 77
Gambar 4.6 Diagram Perbandingan Persentase Skor Rata-Rata Tes Awal, Tes Akhir dan <g> Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ……… 78
Gambar 4.7 Diagram Batang Perbandingan N-Gain untuk Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Kritis ……… 80 Gambar 4.8 Diagram Batang Perbandingan <g> Keterampilan Berpikir
Kritis untuk Tiap Kelompok Prestasi Siswa Kelas
MI-PTD 81
Gambar 4.9 Diagram Batang Perbandingan <g> Keterampilan Berpikir
Sunariyo, 2012
Halaman
Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 106
Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 138
Lampiran C : Hasil Uji Coba Soal Tes ... 198
Lampiran D : Data Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain ... 217
Lampiran E : Pengolahan Data ... 240
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Tujuan utama dalam pendidikan sains adalah menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam implementasinya, kompetensi yang ingin dibangun dari pendidikan sains
adalah paham akan berbagai konsep sains, berkembangnya sikap kritis dan ingin
tahu, serta dapat melakukan inkuiri ilmiah sehingga mampu bersaing dalam
kompetisi global. Unuk itu, orientasi pembelajaran fisika yang dikembangkan,
konten bukan menjadi tujuan utama, tetapi diperlukan proses pembelajaran yang
mengedepankan peran siswa secara aktif serta mengena pada tujuan yang hendak
dicapai, sehingga proses pembelajaran tidak sekedar transformasi-informasi
secara tekstual, melainkan pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam
mengkonstruk konsepsi secara bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi
dalam konteks kehidupan nyata.
Pada kenyataannya, realitas pembelajaran fisika yang dilaksanakan
menunjukkan pola pembelajaran belum seluruhnya menyentuh pada tujuan mata
pelajaran fisika itu sendiri, sehingga tidak mengherankan jika keluarannya masih
lemah dalam hal pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan berfikir. Pola
sebuah kegiatan yang „menakutkan‟ dan membebani sehingga tujuan
pembelajaran fisika tidak tercapai yang pada akhirnya kompetensi yang
diharapkan tidak maksimal.
Hasil penelitian Ferrer (Chandra:2006) di beberapa negara berkembang
Asia pada mata pelajaran fisika tidak dilengkapi dengan pengetahuan dan
kemampuan yang membuat mereka mampu memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari untuk memperbaiki kualitas kehidupannya. Meskipun tentang
teknologi sudah dibelajarkan ketika mereka memasuki sekolah menengah,
ternyata siswa juga tidak mampu memecahkan masalah, lemah dalam proses
penemuan, siswa tidak dapat mengembangkan inovasi, serta tidak dapat
mentransfer teknologi.
Penyajian Fisika di sekolah saat ini lebih berorientasi kepada materi yang
tercantum pada kurikulum dan buku teks. Bagi siswa, belajar fisika tampaknya
hanya untuk kepentingan menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran fisika
dirasakan sebagai beban yang harus diingat, dihafal, dan dipahami serta tidak
dirasakan maknanya bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh, di sekolah mereka telah mempelajari dan menguasai
materi pelajaran tentang rangkaian listrik seri dan paralel, hukum Ohm, dan
hukum Kirchof, namun mereka tidak mampu berbuat apa-apa saat sekering listrik
di rumahnya putus karena terjadi hubungan singkat (kortsluiting). Di mata siswa,
bermaknaan materi sains bagi siswa akan menyebabkan rendahnya minat dan
motivasi dalam belajar sains.
Dalam hubungan dengan permasalahan di atas, maka relevansi
kebermaknaan materi pembelajaran fisika dan teknologi khususnya teknologi
dasar perlu dijadikan sebagai substansi yang harus digarap secara serius dalam
pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar tujuan pembelajaran fisika tidak hanya
berorientasi pencapaian konsep semata, tetapi juga membangun keterampilan
berpikir dan kreativitas siswa, serta aplikasi teknologi yang dapat memberikan
pengalaman dengan arah proses pengetahuan dan konteks yang lebih luas dalam
mengembangkan melek teknologi.
Pendidikan Teknologi Dasar menurut HJ. Grover dalam Candra (2010)
dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk masa depan yang memberi
anak-anak muda kesempatan untuk mempelajari berbagai jenis bahan, proses, produk
industri dan permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan dan pekerjaan
dalam dunia teknologi. Pendidikan teknologi dasar lebih mengembangkan
ketrampilan berpikir teknologi seperti kemampuan untuk mengakui suatu
permasalahan, mengaplikasikan pengetahuan, memecahkan masalah melalui
pencarian berbagai macam alternatif jawaban, membuat keputusan,
mengkomunikasikan temuan/fakta-fakta baru, menguji dan mengevaluasi hasil
kerja.
Untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa agar
keterampilan berpikir kritis memang tidak mungkin dilakukan dengan metode
ceramah, Hestenes (1996) berpendapat bahwa salah satu metode yang dapat
dilakukan dengan metode pemodelan (modeling instruction). Tujuan dari
modeling instruction atau selanjutnya disebut MI adalah untuk membuat struktur
(model) ini jelas dan nyata bagi siswa dan menciptakan model-model ini melalui
pelibatan siswa dalam diskusi yang aktif
Selain itu, MI bertujuan untuk memperbaiki banyak kelemahan dari
metode ceramah-demonstrasi dalam pembelajaran termasuk fragmentasi
pengetahuan, sikap pasif siswa, dan keyakinan yang naif tentang dunia nyata,
karena metode ini, menekankan pada pengembangan pembelajaran secara jelas,
komprehensif, dan konsep model yang sistematis dari fenomena fisika.
Pemodelan menjadi sebuah cara pendidikan yang efektif karena sejalan dengan
kesadaran manusia. Diharapkan melalui pemodelan ini, siswa mampu
menggambarkan simbol dari realita dalam fisika yang dibuat sendiri dengan alat
penjelasan berupa grafik, rumusan matematika, dan diagram.
Proses pembelajaran fisika dengan MI, memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melakukan pengamatan empiris suatu fenomena yang berpusat pada
konteks nyata (kontekstual) sebagai dasar untuk mendapatkan dan memvalidasi
semua model. Berkaitan dengan dengan fenomena yang berpusat pada konteks
nyata (kontekstual), fenomena yang disajikan pada pembelajaran fisika konsep
listrik dinamis berupa aplikasi teknologi dalam rumah tangga. Untuk
mengenai proses terjadinya fenomena fisika dengan melakukan penginderaan
sebanyak mungkin, mengamati peristiwa yang terjadi melalui eksperimen,
melakukan percobaan, mencatat data dan pola yang muncul dari peristiwa
tersebut, dengan demikian proses pembelajaran yang dilakukan mampu
memberikan pengalaman langsung, lebih menarik dan bermakna.
Diharapkan melalui cara ini dilatih mengidentifkasi dan memecahkan
permasalahan dalam kehidupan sehari-harinya yang dapat dipecahkan dengan
teknologi. selai itu, siswa juga akan belajar memahami hubungan timbal balik
antara pekembangan teknologi dengan masyarakat, belajar mengunakan produk
teknologi dan sistem secara benar. Bahkan mereka akan belajar merancang dan
membuat karya teknologi sendiri. Selama proses pembelajaran, siswa belajar
bekerjasama dalam tim, bekerja mandiri dalam tim, mengemukakan dan
menerima pendapat secara argumentatif yang didukung fakta.
Beberapa hasil penelitian terdahulu telah membuktikan keefektifan
penerapan modeling instruction dalam pembelajaran fisika di SMA diantaranya:
Sawtelle et.al (2010), menunjukan bahwa MI berdampak positif pada efikasi diri
siswa. Hasil penelitian lain, Eric Brewe et.al (2008), bahwa metode MI
menunjukan adanya pergeseran sikap positif mahasiswa mengenai fisika di
universitas Colorado tahun akademik 2007/2008. Metode MI secara signifikan
mempengaruhi sikap positif siswa mengenai fisika, hasil ini didukung juga
Kajian mengenai implementasi pendidikan tekonologi dasar dalam
pembelajaran fisika sudah dilakukan di Indonesia pada jenjang SMP. Chandra
(2010) melakukan kajian mengenai efektivitas pembelajaran fisika melalui
pendidikan teknologi dasar (PTD) di sekolah menengah pertama (SMP), hasilnya
menunjukan bahwa pembelajaran fisika melalui PTD dapat meningkatkan
Kemampuan fisika lebih baik dibanding pembelajaran fisika non PTD, sehingga ia
menyimpulkan bahwa pembelajaran fisika melalui PTD lebih efektif
meningkatkan kemampuan fisika dibandingkan dengan pembelajaran fisika
melalui non PTD.
Dari topik-topik yang ada dalam mata pelajaran fisika di SMA, dipilih
topik listrik dinamis. Listrik merupakan salah satu pokok bahasan dari materi
fisika SMA kelas X semester genap. Alasan dipilihnya topik ini karena listrik
dinamis dapat terlihat langsung di kehidupan sehari-hari namun pada
kenyataannya masih sulit dipahami siswa. Pada umumnya siswa kesulitan dalam
membedakan antara konsep kuat arus dan tegangan pada rangkaian seri dan
paralel. Oleh karena itu agar siswa dapat memahami konsep-konsep dan
hukum-hukum fisika khususnya masalah rangkaian listrik, maka perlu diadakan penelitian
untuk mencari cara pembelajaran yang tepat, sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan kognitif siswa
Berdasarkan uraian diatas, upaya meningkatakan kualitas pembelajaran
dengan memperkenalkan teknologi dalam proses pembelajaran melalui
mengimplementasikan MI dengan memberikan pendidikan teknologi dasar
didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan pembelajaran fisika
yang berorientasi pemodelan dengan penyertaan teknologi di dalamnya (MI-PTD)
agar dapat mengakomodasi siswa memperoleh pengalaman langsung,
mengembangkan keterampilan berpikir dan peningkatan pengetahuan.
Melalui implementasi pembelajaran berbasis kajian tersebut siswa tidak
hanya sekedar hapal dan memahami konsep, tetapi siswa diberi kesempatan untuk
mengembangkan sikap ingin tahu, menggali, menjelaskan dan menganalisis
secara logis konsep fisika yang digunakan dalam teknologi tersebut. Selain itu,
untuk membentuk kesinambungan aplikasi teknologi dalam pembelajaran fisika
dan memberikan pengalaman dengan arah proses pengetahuan dan konteks yang
lebih luas dalam mengembangkan pengetahuan mengenai teknologi melalui
pembelajaran fisika.
B.PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah
efektivitas penggunaan pendidikan teknologi dasar pada pembelajaran listrik
dinamis melalui modeling instruction (MI-PTD) dalam meningkatan kemampuan
kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa?
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan
1. Bagaimana peningkatan kemampuan kognitif siswa yang mendapatkan
pembelajaran listrik dinamis melalui modeling instruction dengan pendidikan
teknologi dasar (MI-PTD) dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran listrik dinamis tanpa pendidikan teknologi dasar (MI)?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang mendapatkan
pembelajaran listrik dinamis melalui modeling intruction dengan pendidikan
teknologi dasar (MI-PTD) dibandingkan dibandingkan dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran listrik dinamis tanpa pendidikan teknologi dasar
(MI)?
3. Bagaimana tanggapan siswa yang mendapatkan pembelajaran fisika melalui
modeling intruction dengan pendidikan teknologi dasar (MI-PTD)?
Dengan memperhatikan aspek-aspek metodologi, kelayakan di lapangan,
dan keterbatasan yang ada pada peneliti, maka penelitian perlu dibatasi atau
difokuskan. Fokus pada penelitian ini adalah implementasi modeling instruction
dengan pendidikan teknologi dasar pada konsep listrik dinamis untuk
meningkatkan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas
X Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Kriteria efektivitas yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.5. Suatu
pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan <�> lebih tinggi
dibanding pembelajaran lainnya (Margendoller, 2006)
2. Peningkatan kemampuan kognitif listrik dinamis diukur dari peningkatan <g>
(C3), dan menganalisis (C4) dengan materi listrik dinamis mencakup
konsep-konsep: (1) alat ukur listrik, (2) hukum Ohm, (3) arus dan tegangan listrik, (4)
rangkaian listrik, dan (5) energy dan daya listrik.
3. Peningkatan keterampilan berpikir kritis diukur dari peningkatan <g> tes awal
dan ahkir yang dibatasi pada aspek aspek berpikir kritis :(1) Induksi; (2)
Observasi dan kredibilitas sumber; (3) Deduksi; (4) Identifikasi asumsi.
4. Tanggapan siswa dijaring dengan sejumlah pernyataan melalui angket respon
siswa setelah diterapkan pembelajaran.
C.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang diharapkan tercapai dari penelitian ini adalah mendapatkan
gambaran tentang efektivitas penggunaan pendidikan teknologi dasar pada
pembelajaran listrik dinamis melalui modeling instruction (MI-PTD) dalam
meningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa
D.MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini akan memberikan informasi mengenai proses
pengembangan pembelajaran fisika dengan MI-PTD dan bentuk tes keterampilan
berpikir kritis. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah hasil dan
temuannya dapat dijadikan rujukan, koreksi atau studi awal dalam pengembangan
pembelajaran fisika dengan pendidikan teknologi dasar (PTD). Selain itu,
manfaat praktis bagi siswa adalah memberi kesempatan untuk mengembangkan
sikap ingin tahu, menggali, menjelaskan dan menganalisis secara logis konsep
yang lebih luas dalam mengembangkan pengetahuan mengenai teknologi.
Sedangkan bagi peneliti pendidikan fisika yang tertarik untuk mengembangkan
instrument kerampilan berpikir kritis, instrument yang digunakan dalam penelitian
ini dapat digunakan sebagai pembanding.
E.DEFINISI OPERASIONAL
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam interpretasi, serta untuk
mendapatkan pengertian yang sama terhadap istilah yang digunakan pada judul
penelitian, maka istilah tersebut perlu dijelaskan sebagai berikut :
1) Keefektifan pembelajaran diukur dari peningkatkan rata-rata N-gain (<g>)
penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis.
2) Modeling Instruction dalam pembelajaran fisika (MI) adalah pembelajaran
yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa untuk mengamati fenomena
baru, mengidentifikasi variabel, merencanakan, melakukan, dan menganalisis
percobaan, menyajikan hasil eksperimen, kemudian “menginduksi” atau
mengeneralisasi model secara umum dengan langkah-langkahnya mengacu
3) Modeling Instruction dalam pembelajaran fisika dengan pendidikan tekonlogi
dasar (MI-PTD) adalah pembelajaran dengan memberikan kesempatan yang
lebih besar kepada siswa untuk mempelajari konsep kelistrikan yang
berhubungan dengan kehidupan dan pekerjaan dalam dunia teknologi,
menggunakan Modeling instruction standar sebagai dasarnya namum
ditambahkan muatan pendidikan teknologi dasar yang diintegrasikan pada
tahapan (1) deskripsi kualitatif terhadap fenomena; (2) perencanaan dan
kegiatan eksperimen; (3) ekstrapolasi dan penguatan. Unsur-unsur yang
diintegrasikan kedalam pembelajarannya meliputi: (1) teknologi dan
masyarakat, (2) penanganan produk teknologi, (3) perancangan dan
pembuatan produk teknologi.
F. Asumsi dan Hipotesis Penelitian
Asumsi yang diajukan dalam rencana penelitian ini adalah
1. Penerapan MI-PTD dengan tahapannya dapat memfasilitasi siswa untuk
mengembangkan sikap ingin tahu, menggali, menjelaskan dan menganalisis
secara logis konsep fisika yang digunakan dalam teknologi dan membentuk
kesinambungan aplikasi teknologi sehingga dapat memberikan pengalaman
dengan arah proses pengetahuan dan konteks yang lebih luas dalam
mengembangkan pengetahuan mengenai teknologi melalui pembelajaran
fisika.
2. Penerapan MI-PTD dapat memfasilitasi terjadinya proses latihan berpikir untuk
Berdasarkan asumsi penelitian diatas, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah :
1. Penerapan MI-PTD dalam pembelajaran fisika lebih efektif untuk
meningkatkan kemampuan kognitif siswa dibandingkan dengan
penerapan MI.
( Ha1) ; Ha1 ( µx1> µy1 ; α = 0,05 )
µx1 = Rata-rata kemampuan kognitif siswa yang mendapatkan
pembelajaran MI-PTD.
µy1 = Rata-rata kemampuan kognitif siswa yang mendapatkan
pembelajaran MI
2. Penerapan MI-PTD dalam pembelajaran fisika lebih efektif untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan dengan
penerapan MI
( Ha2) ; Ha2 ( µx2> µy2 ; α = 0,05 )
µx2 = Rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa yang mendapatkan
pembelajaran MI-PTD
µy2 = Rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa yang mendapatkan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini menguji efektivitas penggunaan MI-PTD dalam
pembelajaran fissika terhadap kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir
kritis siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi
eksperiment dan metode deskriptif. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan
kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis digunakan metode quasi
eksperiment dengan desain “control group pretest-posttest design” (Fraenkel,
1993). Sedangkan metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tanggapan
siswa terhadap penggunaan MI-PTD. Pada desain ini menggunakan dua kelompok
yaitu satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen mendapatkan pembelajaran fisika dengan MI-PTD dan kelompok
kontrol dengan MI. Terhadap dua kelompok dilakukan tes awal dan tes akhir
untuk melihat peningkatan kemampuan kognitif sebelum dan setelah
pembelajaran. Tes awal dan tes akhir juga diberikan pada kedua kelompok untuk
melihat keterampilan berpikir kritis setelah mendapatkan pembelajaran. Desain
Sunariyo, 2012
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelas Tes awal Perlakuan Tes akhir
Eksperimen O1 O2 X1 O1 O2
Kontrol O1 O2 X2 O1 O2
Keterangan:
X1 = MI -PTD X2 = MI
O1 = tes awal dan tes akhir kemampuan kognitif O2 = tes awal dan tes akhir keterampilan berpikir ktitis
B. Subjek Penelitan
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X pada sebuah SMA
Negeri di Kota Pangkalpinang, yang terdiri dari 6 kelas dengan jumlah siswa 190
orang. Subjek penelitian diambil dua kelas yang dipilih secara randomized control
sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pemilihan secara acak
didapatkan kelas X-2 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 31 orang
siswa dan kelas X-6 sebagai kelompok kontrol dengan jumlah 30 orang siswa.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
a. Melakukan studi pendahuluan yang meliputi kajian teori tentang modeling
kemampuan kognitif, keterampilan berpikir kritis, dan konsep listrik
dinamis.
b. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.
c. Melakukan validasi instrumen.
d. Melakukan uji coba dan analisis tes.
2. Pelaksanaan
Melakukan uji coba tes, mengadakan tes awal pada kelompok eksperimen
dan kontrol untuk mengetahui kemampuan kognitif awal siswa tentang materi
listrik dinamis, menerapkan pembelajaran MI-PTD pada kelas eksperimen
dan pembelajaran pembelajaran MI pada kelas kontrol, melakukan observasi
keterlaksanaan model, memberikan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk mengetahui kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir
kritis siswa setelah mendapat perlakuan, dan menyebarkan angket tanggapan
siswa terhadap penggunaan pembelajaran MI-PTD pada kelas eksperimen .
3. Pengolahan dan Analisa Data
Menghitung gain yang dinormalisasi kemampuan kognitif, keterampilan
berpikir kritis untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, melakukan uji
normalitas data gain yang dinormalisasi, melakukan uji homogenitas varians,
melakukan uji kesamaan dua rata-rata, serta melakukan analisis data angket
Sunariyo, 2012
Efektivitas Penggunaan Pendidikan Teknologi Dasar Pada Pembelajaran Listrik Dinamis Melalui Modeling Instruction Dalam Meningkatan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
D. Alur Penelitian
Alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada
Gambar 3.1.
Studi Pendahuluan
Validasi,Uji Coba, Revisi
Tes Awal
(pretest)
Pembelajaran Fisika MI-PTD
Studi Literatur: modeling instruction, PTD, kemampuan kognitif, keterampilan berpikir kritis
E. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun
dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu:
1. Tes Kemampuan Kognitif
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa terhadap
konsep yang diajarkan dalam bentuk pilihan ganda dengan lima pilihan
jawaban sebanyak 20 butir soal ranah kognitif. Tes ini untuk mengukur
kemampuan kognitif siswa sebelum (tes awal) dan sesudah (tes akhir)
mendapatkan perlakuan. Indikator kemampuan kognitif pada penelitian ini
didasarkan pada tingkatan domain kognitif Bloom yang dibatasi pada
tingkatan domain pemahaman (C2), penerapan (C3) dan analisis (C4). Butir
soal tes kemampuan kognitif dikonsultasikan dengan dosen pembimbing,
dinilai oleh pakar, dan diujicobakan. Untuk kisi-kisi tes dan soal tes
kemampuan kognitif secara keseluruhan tertera pada lampiran B.
2. Tes Keterampilan Berpikir Kritis
Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa. Soal
tes keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan diadopsi dari Cornell
Sunariyo, 2012
yang terdiri dari 42 butir soal. Indikator tes untuk melihat keterampilan
berpikir kritis siswa dibatasi pada aspek (1) induksi; (2)Observasi dan
kredibilitas sumber; (3) deduksi; dan (4) Identifikasi asumsi. Untuk mengukur
keterampilan berpikir kritis siswa sebelum mendapat perlakuan MI-PTD dan
pembelajaran MI dilakukan tes awal sedangkan untuk mengukur kemampuan
keterampilan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan perlakuan dilakukan
tes akhir. Butir soal tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dinilai
oleh pakar, dan diujicobakan. Untuk kisi-kisi tes dan soal tes keterampilan
proses sains secara keseluruhan tertera pada lampiran B.
3. Angket Tanggapan Siswa
Angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa
terhadap penggunaan MI-PTD dalam pembelajaran fisika konsep listrik
dinamis. Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala
likert, dengan empat kategori tanggapan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),
tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
4. Lembar Observasi
Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran digunakan untuk
mengamati sejauh mana tahapan MI-PTD yang telah direncanakan terlaksana
dalam proses belajar mengajar. Observasi yang dilakukan adalah observasi
terstruktur dengan menggunakan lembaran daftar cek.
Penelitian ini menggunakan tiga macam cara pengumpulan data yaitu
melalui tes, angket, dan observasi. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu
menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan, dan
instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2.
Teknik Pengumpulan Data
No Sumber Data Jenis Data Teknik Pengumpulan Instrumen
1. Siswa Kemampuan kognitif
siswa sebelum dan
2. Siswa Keterampilan
berpikir kritis siswa
Kuesioner Angket yang memuat
pernyataan-4. Guru dan siswa Keterlaksanaan
Sunariyo, 2012
G. Teknik Analisis Tes
Analisis instrumen meliputi perhitungan Validitas Instrumen, Reliabilitas
Instrumen, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Butir Soal. Analisis ini
bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut layak digunakan.
1. Validitas Instrumen
Validitas merupakan ukuran yang menyatakan kesahihan suatu instrumen
sehingga mampu mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas instrumen yang
digunakan adalah uji validitas isi (content validity) dan uji validitas yang
dihubungkan dengan kriteria (criteria related validity). Untuk mengetahui
validitas isi dilakukan dengan meminta pertimbangan ahli (dosen fisika UPI)
terhadap tes kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis. Ada tiga orang
yang diminta untuk memberikan pertimbangan terhadap kesesuaian tiap butir soal
dengan konsep yang diukur dan indikator. Hasil pertimbangannya, butir soal yang
dibuat dinyatakan sesuai antara konsep yang diukur dengan indikator.
2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang
dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dan satu pengukuran ke
pengukuran lainnya (Sugiyono, 2004). Artinya instrument yang realibel apabila
digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama. Pengujian realibilitas dilakukan dengan metode test-retest,
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product
Moment Pearson: (Arikunto, 2008).
=
� −� 2− 2 � 2− 2
(3.1)
Keterangan:
= koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua
variabel yang dikorelasikan
X = skor item
Y = skor total
N = jumlah siswa
Koefisien korelasi selalu terdapat antara –1,00 sampai +1,00. Namun
karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat
mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan
adanya hubungan kebalikan antara dua variabel sedangkan koefisien positif
menunjukkan adanya hubungan sejajar antara dua variabel (Arikunto, 2008).
3. Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran (P) berkisar antara 0,00 sampai
dengan 1,00. Indeks kesukaran untuk soal bentuk pilihan ganda dapat dihitung
dengan persamaan: (Arikunto, 2008).
�
=
(3.2)
Sunariyo, 2012
P = indeks kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria indeks kesukaran suatu tes adalah sebagai berikut: (Arikunto, 2008)
Tabel 3.3.
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi (D). Untuk menentukan indeks diskriminasi soal bentuk pilihan
ganda digunakan persamaan: (Arikunto, 2008).
� = − =� − � (3.3)
Keterangan:
J = jumlah peserta tes
JA = banyak peserta kelompok atas JB = banyak peserta kelompok bawah
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar
Kategori daya pembeda suatu tes adalah sebagai berikut: (Arikunto, 2002)
Tabel 3.4. Kategori Daya Pembeda
Batasan Kategori
0,00 ≤ D ≤ 0,20 Jelek
0,20 < D ≤ 0,40 Cukup
0,40 < D ≤ 0,70 Baik
0,70 < D ≤ 1,00 Baik sekali Negatif Tidak baik, harus dibuang
(Arikunto, 2008)
H. Teknik Analisis Data
Analisis data yang dimaksudkan untuk membuat penafsiran data yang
diperoleh dari hasil penelitian. Analisis data tersebut digunakan untuk mengetahui
peningkatan kemampuan kognitif, peningkatan keterampilan berpikir kritis,
efektivitas pembelajaran fisika MI-PTD dan tanggapan siswa terhadap
pembelajaran fisika MI-PTD. Data yang diperoleh dari angket dan observasi
dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui tanggapan siswa dan guru terhadap
model pembelajaran dan melihat keterlaksanaan model serta aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Data peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir
Sunariyo, 2012
menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0, untuk melihat normalitas,
homogenitas varians, peningkatan kemampuan kognitif dan peningkatan
keterampilan berpikir kritis.
Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode Rights Only,
yaitu jawaban benar di beri skor satu dan jawaban salah atau butir soal yang tidak
dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah
jawaban yang benar. Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus :
S = ∑ R (3.4)
dengan :
S = Skor siswa, R = Jawaban siswa yang benar
Untuk melihat peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir
kritis sebelum dan sesudah pembelajaran digunakan rumus yang dikembangkan
oleh Hake (1999) sebagai berikut:
< �>=< >−< >
� −< > (3.5)
Keterangan:
<Spos > = rata-rata skor tes akhir
<Spre > = rata-rata skor tes awal
<Smaks > = rata-rata skor maksimum ideal
Rata-rata gain yang dinormalisasi diinterpretasikan untuk menyatakan
peningkatan kemampuan kognitif pada materi listrik dinamis dan keterampilan
Tabel 3.5.
Kategori Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kritis
Batasan Kategori
<� > > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ <� > ≤ 0,7 Sedang
<� > < 0,3 Rendah
Sedangkan efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari perbandingan nilai
< �> kelas eksperimen yang menggunakan MI-PTD dan kelas kontrol yang
menggunakan MI. Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan
< �> lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya (Margendoller, 2006).
Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan uji statistik dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Uji normalitas
Uji normalitas distribusi data dengan menggunakan One Sample
Kolmogorov Smirnov Test.
2. Uji Homogenitas
Uji ini dilakukan untuk melihat sama tidaknya varians-varians dua buah
peubah bebas dengan Levene Test
Sunariyo, 2012
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t satu ekor (one
tile) dengan taraf signifikan α = 0,05. Jika data berdistribusi normal dan homogen
maka digunakan uji statistik dengan rumus: (Uyanto, 2009)
= −
nx = jumlah sampel kelompok eksperimen
ny = Jumlah sampel kelompok kontrol
S1 = varians kelompok eksperimen
S2 = varians kelompok kontrol
Kriteria pengujian dengan membandingkan taraf signifikansi hitungan P
dengan α = 0,05, jika taraf signifikansi hitungan lebih kecil dari 0,05, maka Ha
diterima atau dengan membandingkan tHitung > tTabel maka Ha diterima pada taraf
signifikansi (α = 0,05).
4. Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa menggunakan rumus
(Sugiono, 2008).
% � = � ℎ � � ℎ � � �
� ℎ � ℎ 100% (3.7)
Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S= 3, TS = 2 dan
STS = 1, dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif (Sujana, 1989). Dalam
a. Menentukan persentase rentang (R) tanggapan
R = persentase maksimum – peersentase minimum
R = 100% -25% = 75%
b. Menentukan panjang kelas (P) dan tabel kategori tanggapan sisiwa
Panjang kelas tiap tanggapan ditentukan dari perbandingan panjang rentang
kelas (R) dengan banyaknya kategori (K) tanggapan.
� = = 75%
4 = 18,75%
Berdasarkan panjang kelas tersebut, maka pengkategorian persentase
tanggapan siswa dapat dilihat pada tabel 3.6, sebagai berikut:
Tabel 3.6
Pengkategorian persentase tanggapan siswa
Batasan Persentase Kategori
25,00% < % tanggapan siswa ≤ 43,75% Sangat Tidak Setuju ( sangat negatif)
43,75% < % tanggapan siswa ≤ 62,50% Tidak Setuju ( negatif) 62,50% < % tanggapan siswa ≤ 81,25% Setuju ( positif)
81,25% < % tanggapan siswa ≤ 100% Sangat Setuju (sangat positif)
Dalam penelitian ini, penulis hanya ingin mengetahui persentase sikap siswa
terhadap pembelajaran fisika MI-PTD pada konsep listrik dinamis di kelas X.
5. Analisis tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran yang
disajikan dilakukan dengan melihat jawaban setiap siswa terhadap
pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang diberikan.
6. Analisis data hasil observasi proses pembelajaran MI-PTD yang dilakukan
Sunariyo, 2012
I. Hasil Analisis Ujicoba Instrumen
Uji coba tes dilakukan pada siswa SMA kelas XI di salah satu sekolah di
Pangkalpinang. Soal tes kemampuan kognitif yang di ujicobakan berjumlah 25
butir soal dalam bentuk pilihan ganda dan soal tes keterampilan berpikir kritis
berjumlah 50 butir soal dalam pilihan ganda. Analisis instrumen dilakukan untuk
menentukan realibilitas tes, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.
Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C.
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas secara statistik yaitu dengan
menghitung korelasi antara ujicoba pertama dan kedua serta uji hipotesis dua
rata-rata sampel berpasangan, dengan menggunakan SPSS 16. Untuk korelasi soal
ujicoba pertama dan kedua diperoleh nilai korelasi sebesar 0,82 dengan tingkat
kepercayaan 0,99. Artinya korelasi antara hasil ujicoba pertama dan kedua kedua
bernilai positif dan signifikan, maka instrument ini dapat dinyatakan reliable.
Sedangkan untuk uji hipotesis dua rata-rata sampel berpasangan dengan
uji-t dengan dua pihak diperoleh nilai sig 0,366 > 0,05 untuk derajat kebebasan
29 dan taraf kepercayaan 0,95 yang berarti H0 diterima. Hal ini berarti tidak
terdapat perbedaan rata-rata yang sebenarnya antara hasil ujicoba pertama dan kedua.
Dari perhitungan tingkat kesukaran diperoleh 8 butir soal dengan kategori
sukar; 15 butir soal dengan kategori sedang; dan 2 butir soal dengan kategori
mudah. Sedangkan daya pembeda soal tes kemampuan kognitif diperoleh 4 butir
soal dikategorikan baik sekali;16 butir soal dikategorikan baik; 3 butir soal
ujicoba, maka diperoleh 20 butir soal kemampuan kognitif pada materi listrik
dinamis yang digunakan dan 5 butir soal tidak digunakan yaitu soal nomor
1,8,13,14 dan 15 (dibuang)
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas secara statistik instrument
keterampilan berpikir kritis yaitu dengan menghitung korelasi antara ujicoba
pertama dan kedua serta uji hipotesis dua rata-rata sampel berpasangan, dengan
menggunakan SPSS 16. Untuk korelasi soal ujicoba pertama dan kedua diperoleh
nilai korelasi sebesar 0,87 dengan tingkat kepercayaan 0,99. Artinya korelasi
antara hasil ujicoba pertama dan kedua kedua bernilai positif dan signifikan, maka
instrument ini dapat dinyatakan reliable.
Sedangkan untuk uji hipotesis dua rata-rata sampel berpasangan dengan
uji-t dengan dua pihak diperoleh nilai sig 0,793 > 0,05 untuk derajat kebebasan
29 dan taraf kepercayaan 0,95 yang berarti H0 diterima. Hal ini berarti tidak
terdapat perbedaan rata-rata yang sebenarnya antara hasil ujicoba pertama dan kedua.
Dari perhitungan tingkat kesukaran diperoleh 12 butir soal dengan kategori
sukar; 32 butir soal dengan kategori sedang; 4 butir soal dengan kategori mudah
dan 4 butir soal sangat mudah. Sedangkan daya pembeda soal tes kemampuan
kognitif diperoleh 26 butir soal dikategorikan baik; 15 butir soal dikategorikan
cukup; 5 butir soal dikategorikan jelek; dan 4 butir soal tidak dianalisis karena
merupakan contoh soal. Berdasarkan hasil ujicoba intrumen ini, maka diperoleh
Sunariyo, 2012
7,11,14,18,27,33,36, dan 37 (dibuang) sedangkan 4 butir soal merupakan contoh
dalam soal yaitu nomor 1, 16, 35, dan 45
J. Jadwal Kegiatan Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 23 April s/d 22 Mei 2012.
Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kegiatan pembelajaran Fisika di kelas X
Sunariyo, 2012
Efektivitas Penggunaan Pendidikan Teknologi Dasar Pada Pembelajaran Listrik Dinamis KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara keseluruhan pembelajaran fisika melalui MI-PTD lebih meningkatkan
kemampuan kognitif pada konsep listrik dinamis dibandingkan pembelajaran
fisika melalui MI tanpa pendidikan teknologi dasar dengan nilai <g> siswa
kelas eksperimen (MI-PTD) sebesar 0,49 sedangkan nilai <g> siswa kelas
kontrol (MI) sebesar 0,40. Hal ini diperkuat dengan terlihatnya perbedaan yang
signifikan peningkatan <g> kemampuan kognitif siswa yang mendapatkan
pembelajaran fisika melalui MI-PTD dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran fisika melalui MI.
2. Perbedaan <g> keterampilan berpikir kritis siswa antara yang mendapatkan
pembelajaran fisika melalui MI-PTD dan siswa yang mendapatkan
pembelajaran fisika melalui MI menunjukkan bahwa pembelajaran fisika
melalui MI-PTD dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis lebih baik
dibanding pembelajaran fisika melalui MI standar dengan nilai <g> siswa kelas
eksperimen (MI-PTD) sebesar 0,37 sedangkan nilai <g> siswa kelas kontrol
Sunariyo, 2012
Efektivitas Penggunaan Pendidikan Teknologi Dasar Pada Pembelajaran Listrik Dinamis Melalui Modeling Instruction Dalam Meningkatan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan
mendapatkan pembelajaran fisika melalui MI-PTD lebih tinggi dibandingkan
dengan gain ternormalisasi pembelajaran fisika melalui MI. Hal ini diperkuat
dengan terlihatnya perbedaan yang signifikan dalam hal keterampilan berpikir
kritis antara pembelajaran fisika melalui MI-PTD dan MI.
3. Pembelajaran fisika melalui MI-PTD lebih efektif dibadingkan pembelajaran
fisika melalui MI yang diterapkan pada konsep listrik dinamis
4. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap adaptasi modeling instruction
melalui pendidikan teknologi dasar pada konsep listrik dinamis setelah
memperoleh pembelajaran. Implementasi pembelajaran ini menjadikan siswa
lebih aktif, suasana belajar dirasa menyenangkan dan mendukung dalam
meningkatkan kemampuan kognitif.
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Adaptasi
modeling instruction melalui pendidikan teknologi dasar pada konsep listrik
dinamis maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Agar dalam mengimplementasikan MI-PTD dalam pembelajaran fisika lebih
Sunariyo, 2012
Efektivitas Penggunaan Pendidikan Teknologi Dasar Pada Pembelajaran Listrik Dinamis
penemuan mereka setelah melakukan eksperimen
2. Agar siswa dapat lebih optimal dalam memperbaiki konsep dan sadar bahwa
ada pembatasan yang berlaku pada model tersebut, pada tahapan perbaikan dan
pengintergrasian, guru harus memberikan penjelasan yang maksimal melalui
demonstrasi dan contoh pembanding yangs sesuai dengan konsep tesebut.
3. Pada tahapan deskripsi kualitatif dan presentasi, guru harus memotivasi siswa
supaya berani mengeluarkan pendapat dan gagasannya supaya proses diskusi
Sunariyo, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi
IV). Jakarta: Rineka Cipta
Arifin, M. (2003). Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: Airlangga Press
Bodner, George M. (1986). Constructivism: A Theory of Knowledge. Journal of
Chemical Education, Vol.63.
Costa. (1985). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD
Chandra, D.T (2010). Kajian Efektivitas Pembelajaran Fisika Melalui Pendidikan
Teknologi Dasar (PTD) di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Makalah
Pendidikan Fisika UPI: tidak di terbitkan
Djamarah,S.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hake, Richard R. (1998). "Interactive-engagement methods in introductory mechanics courses," tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~hake
Hake, Richard R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores, tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf
Hestenes, David (1987). Toward a Modeling Theory of Physics Instruction, American Journal of Physics 55, 440-454. Tersedia:
http://modeling.asu.edu/R&E/Research.html
Hestenes, David(1996). Modeling Methodology for Physics Teachers.
Proceedings of the International Conference on Undergraduate Physics Education (College Park, August 1996). Tersedia :
http://modeling.asu.edu/ r&e/ModelingMeth-jul98.pdf
Ennis, R.H. (1985). An Elaboration of a Cardinal Goal of Science Instruction. Educational Phillosophy and Theory, 23, (1), 31-34
Eric Brewe.(2006). Modeling theory applied; modeling instruction in university physics. Tersedia : http://arxiv.org/pdf/physics/0602086
Eric Brewe, Laird Kramer, and George O’Brien (2008). Modeling instruction:
Etty Djaskarti (2005), Pendidikan Teknologi Dasar. Bandung : P4TK.
Fraenkel, J.R & Wallen, N.E., (1993). How To Design And Evaluate Research in
Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co
Holbrook,J (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical education international. 6(1),1-12. Tersedia:
http://old.iupac.org/publications/cei/vol6/06_Holbrook.pdf
Indrawati. (2000). Model-model Pembelajaran IPA, Bandung: Depdikbud.
Ibrahim, M. (2004). Kumpulan Makalah Pengenalan Strategi Pembelajaran
Biologi Di Perguruan Tinggi. Pekanbaru : Universitas Riau.
Jon E. Fishwild, (2005). Modeling Instruction and The Nature of Science. Tersedia : http://modeling.asu.edu/thesis/FishwildJon_ModInstr&NOS_05.pdf
Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching & Learning. Bandung. MLC
La Ode Nursalam. (2007). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Konsep Listrik Dinamis.
Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan
Lawson, A. (1988). Science Teaching and The Development of Thinking. California. W Publishing Company.
Liliasari, (2005). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi (Studi Pengembangan Berpikir Kritis dan Kreatif). Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX
Perguruan Tinggi. UPI Bandung
Liliasari, (2011) Pengembangan Keterampilan Generik Sains Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik. Tersedia
online: http://liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah-Joint-SEM-UiTM-2011-LILIASARI.pdf
Lloyd H. (Nick) Cabot, Jr. (2008). Transforming Teacher Knowledge: Modeling Instruction in Physics. Tersedia: http://www.grin.com/en/doc/264474/ transforming-teacher-knowledge-modeling-instruction-in-physics
Margendoller, J.R, Maxwell, N.L, dan Bellisimo, Y. (2006). The Effectivenes of Problem-Based Instruction: A Comperative Study of Instructional Methods and Student Charactheristics. The Interdisciplinary Journal of
http://docs.lib.purdue.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1026&context=ijp bl
Meyers, Chet. (1986). Teaching Students to Think Critically. California: Jossey-Bass Inc Publishers
Nur, M. dan Wikandari, P. R. 2004. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa Pusat Sain dan Matematika Sekolah
Ratna Wilis Dahar (1989). Teori-Teori Belajar.Jakarta: Penerbit Erlangga
Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Sawtelle, Vashti; Brewe, Eric; Kramer, Laird H.(2010). Positive Impacts of Modeling Instruction on Self-Efficacy. Physics Education Research Conference. Aip Conference Proceedings, Volume 1289, pp. 289-292
(2010). Tersedia:
http://www.per-central.org/document/ServeFile.cfm?ID=10573&DocID=2064
Schafersman, Steven D. (2008). An Introduction to Critical Thinking. http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html. 2 Agustus 2008
Splitter, J.L. (1992). Critical Thinking: What, why, When and How. Australia Council for Educational Research
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosdakarya.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, S. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Wells, M., Hestenes, D., & Swackhamer, G. (1995). A modeling method for high school physics instruction. American Journal of Physics, 63, 606-619. Tersedia: http://modeling.asu.edu/r&e/modelingmethod\