PERNYATAAN... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 12
D. Tujuan Penelitian ... 14
E. Manfaat Hasil Penelitian ... 15
F. Asumsi ... 15
G. Hipotesis ... 19
H. Kerangka Fikir Penelitian ... 20
I. Metode Penelitian ... 22
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 24
A. Konsep Sistem dan Mutu Pendidikan ... 24
1. Pendidikan sebagai Sistem ... 24
2. Mutu Pendidikan ... 29
3. Input, Proses dan Output Pendidikan ... 32
B. Manajemen Mutu Sekolah ... 45
1. Pengertian ... 45
2. Implementasi Manajemen Mutu Sekolah ... 49
3. Siklus Peningkatan Mutu Pendidikan ... 58
C. Konsep Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 62
1. Ragam Pendekatan dalam Studi Kepemimpinan ... 62
2. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 74
3. Kepemimpinan Manajerial Kepala Sekolah ... 89
D. Budaya Organisasi ... 94
1. Pengertian ... 94
2. Elemen Pembentuk Budaya Organisasi ... 97
3. Tipologi Budaya Organisasi ... 100
E. Komitmen Guru ... 104
1. Pengertian... 104
2. Strategi Membangun Komitmen Guru ... 106
3. Jenis-jenis Komitmen ... 109
1. Aspek Manajemen Sekolah... 119
2. Aspek Kurikulum dan Pembelajaran ... 126
G. Peranserta Masyarakat ... 134
H. Penelitian Terdahulu ... 146
BAB III METTODE PENELITIAN ... 151
A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 151
B. Definisi Operasional ... 154
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 161
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 162
E. Teknik Pengumpulan Data ... 164
F. Teknik Analisis Data... 174
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 183
A. Hasil Penelitian ... 183
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah ... 183
2. Budaya Organisasi Sekolah ... 189
3. Komitmen Guru ... 193
4. Peranserta Masyarakat ... 197
5. Mutu Proses Pembelajaran ... 203
6. Mutu Sekolah ... 208
B. Analisis Hubungan Antar Variabel ... 213
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 220
1. Makna Hubungan Antar-variabel ... 220
2. Dimensi Penting Temuan Penelitian ... 224
D. Model Alternatif Pengembangan SMP Rintisan Sekolah Standar Nasional244 1. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ... 246
2. Budaya Organisasi dan Etos Kerja Sekolah ... 248
3. Komitmen Profesional Guru ... 249
4. Prinsip Pemeliharaan Peranserta Masyarakat ... 250
5. Dampak Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Organisasi Sekolah dan Komitmen Guru terhadap Mutu Sekolah Berstandar Nasional ... 254
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 257
A. Kesimpulan ... 257
B. Implikasi ... 259
C. Rekomendasi ... 261
DAFTAR PUSTAKA ... 263
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki posisi strategis di dalam merespons perubahan dan tantangan yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, menurut Satmoko (1999: 221), pendidikan berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan manusia baik sosial dan spiritual maupun intelektual dan profesional.
Berkenaan dengan peran dan posisi strategis pendidikan itu, sekolah sebagai satuan pendidikan formal dituntut untuk menghasilkan lulusan yang berkemampuan akademis, keterampilan, dan sikap mental yang relevan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan tersebut harus bernilai-guna baik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk memasuki lapangan kerja.
Sekolah adalah sebuah pranata sosial yang bersistem, meliput berbagai komponen yang satu sama lain saling terkait dan saling mempengaruhi. Komponen-komponen yang dimaksud adalah siswa, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, kurikulum, dan fasiltias pendidikan. Komponen lain yang juga berpengaruh besar terhadap proses penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan, adalah pemangku kepentingan (stakeholders), terutama orangtua siswa dan masyarakat pengguna jasa pendidikan.
upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat suatu bangsa. Untuk itu, sekolah perlu diatur oleh sistem organisasi yang memiliki budaya akademik yang dapat diterima oleh stakeholders sekolah.
Di pihak lain, menurut Umaedi (2000), terdapat tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Pertama, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan dan diatur secara birokratik sehingga menempatkan sekolah sebagai pelaksana pendidikan yang tergatung pada peraturan, instruksi, juklak, juknis, dan beragam keputusan birokrasi yang memiliki jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijaksanaan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian, sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya, termasuk perbaikan mutu pendidikan yang merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.
Kedua, program pembangunan pendidikan lebih menekankan pada penyediaan input pendidikan seperti guru, kurikulum, fasilitas pendidikan, buku, dan alat peraga serta sumber belajar lainnya, dengan asumsi bahwa perbaikan mutu pendidikan akan terjadi dengan sendirinya apabila input pendidikan dipenuhi. Asumsi ini ternyata meleset, karena input tanpa proses manajemen yang baik tidak akan menghasilkan output yang diharapkan. Penyediaan komponen standar minimal penyelenggaraan memang penting, tetapi tidak dengan sendirinya akan meningkatkan mutu pendidikan.
pendidikan selama ini telah menjauhkan lembaga pendidikan dari lingkungan masyarakatnya. Hal ini menyebabkan timbulnya persepsi bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila peranserta masyarakat selama ini pada umumnya lebih banyak bersifat kewajiban untuk mendukung masukan tertentu (dana), tetapi tidak dalam proses pendidikan seperti pengambilan keputusan, pemantauan, pengawasan, dan akuntabilitas. Hal ini mengakibatkan sekolah tidak memiliki beban tanggung jawab atas hasil pelaksanaan pendidikan kepada orang tua.
Dalam konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas (2001) mengemukakan bahwa:
“Pelanggan, terutama siswa harus merupakan fokus dari semua kegiatan di sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensinya, penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan siswa.”
Dari sudut pandang pengembangan budaya mutu di sekolah, Depdiknas (2001) merinci pula elemen-elemen budaya mutu yang harus mendapat perhatian sekolah, yaitu :
Sekolah yang bermutu memungkinkan layanan, proses, dan keluaran pendidikan yang bermutu pula. Oleh sebab itu, upaya menciptakan pendidikan yang bermutu haruslah berfokus pada peningkatan mutu sekolah. Peningkatan mutu pendidikan merupakan tugas yang tidak mudah karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain itu, peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan peningkatan mutu sumber daya manusia. Sehubungan dengan itu, pemerintah terus berupaya mewujudkan pendidikan yang bermutu, antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Upaya pemerintah yang tidak kalah pentingnya adalah dirintisnya sekolah-sekolah yang berstandar nasional, yang dikenal dengan Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN). Sesuai dengan namanya, sekolah berstandar nasional dikonsepsikan sebagai sekolah yang dapat memenuhi standar masukan, proses, dan keluaran pendidikan sebagaimana diatur oleh PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Salah satu pokok pikiran yang melandasi standar nasional pendidikan, dijelaskan dalam PP tersebut sebagai berikut:
(5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Acuan dasar tersebut merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan dimaksudkan pula sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya.
Di dalam penerapan MBS, tuntutan akan fungsi kepemimpinan kepala sekolah adalah memberdayakan semua komponen sistem pendidikan di sekolah, yaitu:
Mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang ada. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu sejalan dengan esensi MBS, maka kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah (Ditjen Dikdasmen, 2002: 15).
Adapun unsur-unsur yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab sekolah dalam kerangka MBS menurut Muhammad (2006: 21) meliputi: (1) proses belajar mengajar; (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah; (3) pengelolaan kurikulum; (4) pengelolaan ketenagaan; (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan; (6) pengelolaan keuangan; (7) pelayanan siswa; (8) hubungan sekolah-masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.
Melalui pendayagunaan kapasitas kepemimpinannya, kepala sekolah dapat mendorong segenap sumber daya sekolah untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara bertahap. Lebih jauh keseluruhan upaya kepala sekolah itu akan mempertinggi rasa tanggung jawab semua pihak terhadap keseluruhan program pendidikan di sekolah.
bersama oleh seluruh anggota organisasi, terutama mengenai cara melakukan pekerjaan dan kepada siapa pekerjaan itu ditujukan. Menurut Kast dan Rosenweight (1991), budaya organisasi secara individu berfungsi: (a) menyampaikan rasa identitas bagi organisasi; (b) memudahkan komitmen untuk sesuatu yang lebih besar bagi dirinya sendiri; (c) meningkatkan stabilitas sistem sosial; (d) menyediakan premis yang diakui dan diterima untuk pengambilan keputusan.
Salah satu faktor kunci dalam membangun mutu pendidikan adalah adanya komitmen guru dalam menyikapi tuntutan profesinya. Hal ini tidak diragukan lagi, bahwa di dalam perkembangan masyarakat yang semakin maju, guru berperan strategis terutama dalam membentuk watak peserta didik melalui perkembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.
Melaksanakan perubahan untuk membangun mutu proses pendidikan, bukan hanya berkenaan dengan fasilitas yang diperoleh atau problematika yang diurai, atau penguasaan atas konsep-konsep yang hebat, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah implementasinya.
Setiap guru harus menampilkan perilaku terbaiknya sebagaimana yang dikemukakan oleh Tommy Belavele (2007) bahwa seorang guru yang baik seharusnya:
(1) memiliki misi; (2) memiliki suatu keyakinan positif; (3) mengenal bahwa pikiran dan perbuatannya ber dampak yang mendalam terhadap keberhasilan dirinya; (4)mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang memungkinkan guru untuk mengatasi setiap tantangan yang dihadapi; dan (5) mengetahui penggunaan waktu dan usaha untuk memperoleh hasil yang terbaik dan kepuasan di luar mengajar.
Keberadaan sekolah didorong oleh kebutuhan masyarakat sehingga tanggung jawab pendidikan di sekolah merupakan tanggung jawab masyarakat, keluarga, dan pemerintah. Oleh karena itu, pelembagaan peranserta masyarakat sebagai pendukung upaya-upaya pendidikan di sekolah adalah faktor penting dalam peningkatan mutu pendidikan.
Terdapat beberapa bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan orangtua siswa terhadap usaha pendidikan di sekolah.
benda yaitu iuran atau sumbangan dalam bentuk benda atau uang secara tetap atau insidental.
Secara legal formal peranserta masyarakat di tingkat sekolah, saat ini telah dilembagakan dalam wadah komite sekolah. Mengacu kepada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga nonpolitis dan nonprofit, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh stakeholders pendidikan di tingkat sekolah, sebagai representasi dari bergai unsur yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
B. Identifikasi Masalah
Penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Indramayu dihadapkan pada situasi dan tantangan yang besar dalam upaya peningkatan mutu pengelolaan sekolah. Berbagai upaya mewujudkan sekolah yang mempriortitaskan proses menuju sekolah bermutu pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP), terus dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku atau pelaksana pendidikan. Kompetensi semua pihak selalu menjadi harapan untuk dapat menyampaikan gagasan dan implementasinya.
Oleh karena itu, upaya mewujudkan sekolah yang bermutu terpadu dituntut untuk berfokus kepada peserta didik, adanya keterlibatan total semua warga sekolah, adanya ukuran baku mutu pendidikan, memandang pendidikan sebagai sistem dan mengadakan perbaikan mutu pendidikan berkesinambungan.
Pendidikan yang berfokus pada mutu menurut konsep Juran (2001) adalah bahwa dasar misi mutu sebuah sekolah mengembangkan program dan layanan yang memenuhi kebutuhan pengguna seperti siswa dan masyarakat. Masyarakat dimaksud adalah secara luas sebagai pengguna lulusan, yaitu dunia usaha, lembaga pendidikan lanjutan, pemerintah dan masyarakat luas, termasuk menciptakan usaha sendiri oleh lulusan.
Fiegenbaum (2002) mengartikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Dalam pengertian ini, maka yang dikatakan sekolah bermutu adalah sekolah yang dapat memuaskan pelanggannya, baik pelanggan internal maupun eksternal. Dasar pemikirannya adalah pentingnya upaya meningkatkan proses yang beorientasi pada mutu sekolah agar dapat menghasilkan lulusan sesuai dengan harapan para lulusan, orang tua, pendidikan lanjut, pemerintah dan dunia usaha serta masyarakat secara luas.
membentuk satuan tugas mutu, pemecahan masalah, biaya mutu, perbaikan berkesinambungan dan kesimpulan.
Pelibatan semua warga sekolah pada jenjang SMP itu harus berlangsung mulai dari planning, organizing, staffing, directing, commanding,
coordinating, communicating, budgeting, leading, motivating, compensating dan sampai kepada controlling. Dengan pelibatan tersebut, maka mereka akan menjalankan tugas, peran dan fungsi serta pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab dan penuh komitmen. Pelibatan semua warga sekolah merupakan bentuk pemberian kepuasan kepada pelangan internal agar mereka mau dan mampu memberikan layanan pendidikan yang memuaskan bagi pelangan eksternalnya. Pelibatan warga sekolah itu dalam seluruh proses atau kegiatan.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas dapat diidentifikasi aspek-aspek masalah penelitian sebagi berikut:
1. Permasalahan utama untuk menghadapi penyelenggaraan pendidikan tingkat SMP yang berkatagori Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN) di Kabupaten Indramayu dalam menerapkan proses pengelolaan mutu pendidikan.
2. Paradigma, norma-norma dan keyakinan-keyakinan yang dapat dikembangkan sekolah untuk membangun budaya organisasi kerja di sekolah pada jenjang SMP yang berkatagori RSSN yang mampu berjalan dengan sumber daya yang dimiliki.
3. Pengembangan sekolah yang melibatkan semua komponen warga sekolah dalam pengelolaan proses pembelajaran yang berkompeten (competencies
learning) pada SMP berkatagori RSSN di Kabupaten Indramayu yang dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan untuk bersaing dengan peserta didikn lainnya dalam berbagai kompetisi.
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Rumusan pokok masalah penelitian ini adalah: Apakah kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah, komitmen guru, dan peranserta masyarakat merupakan faktor-faktor determinan yang signifikan terhadap mutu proses pembelajaran dan mutu SMP berkategori RSSN?
Sebagai bahan pengujian hipotesis dan pemodelan, selanjutnya pokok masalah tersebut penulis jabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, terhadap mutu lulusan SMP berkategori RSSN dengan intervening mutu proses pembelajaran?
2. Seberapa besar pengaruh budaya organisasi, budaya organisasi terhadap mutu lulusan SMP berkategori RSSN dengan intervening mutu proses pembelajaran?
3. Seberapa besar pengaruh komitmen guru, terhadap mutu lulusan SMP berkategori RSSN dengan intervening mutu proses pembelajaran?
4. Seberapa besar pengarus peranserta masyarakat, terhadap mutu lulusan SMP berkategori RSSN dengan intervening mutu proses pembelajaran?
5. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, buddaya organisasi, komitmen guru dan peran serta masyarakat secara simultan terhadap mutu proses pembelajaran SMP berkategori RSSN?
7. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi, komitmen guru dan peran serta masyarakat secara simultan terhadap mutu lulusan SMP berkategori RSSN dengan intervening mutu proses pembelajaran?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup permasalahan sebagaimana dirumuskan di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini: secara umum untuik mengetahui gambaran proses pengelolaan pendidikan pada jenjang sekolah menengah pertama yang memiliki program sekolah standar nasional (RSSN) di Kabupaten Indramayu. Secara lebih spasifik dari penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh parsial dan pengaruh multipal variabel-variabel kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah, komitmen guru, peranserta masyarakat, dan mutu ptoses pembelajaran mutu SMP berkategori RSSN Kabupaten Indramayu.
2. Menganalisis taraf keberartian pengaruh variabel-variabel kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah, komitmen guru, peranserta masyarakat, dan mutu proses pembelajaran terhadap mutu SMP berkategori RSSN Kabupaten Indramayu.
E. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoretik
Mutu pendidikan di SMP berkategori RSSN, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen mutu pendidikan. Isu tersebut menjadi menarik apabila diposisikan dalam hubungannya dengan kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah, komitmen guru dan pelembagaan peranserta masyarakat melalui organisasi komite sekolah. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan disiplin ilmu administrasi pendidikan, terutama aspek-aspek mutu pendidikan, kepemimpinan pendidikan, budaya sekolah, dan peranserta masyarakat dalam prbaikan mutu pendidikan.
2. Manfaat Praktik
Secara praktik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan, penyelenggara, dan pengelola satuan-satuan pendidikan di daerah, terutama dalam meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah.
F. Asumsi
Penelitian ini didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :
bahwa “manajemen mutu merupakan lingkaran perbaikan yang berkelanjutan dan sangat menekankan pada improvement and change”,
Untuk mengatasi kendala dalam implementasi manajemen mutu seperti diuraikan di atas, harus dilandasi oleh perubahan sikap dan cara bekerja semua personil.
2. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Pendapat Wildavsky yang dikutip oleh Danim (2002) menyatakan bahwa salah satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah; keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan keterampilan teknis instruksional dan non instruksional.
3. Budaya organisasi sekolah menjadi faktor penting yang terkait mutu proses pendidikan dan mutu sekolah. Hal ini didasari argumen definitif bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat nilai, norma dan keyakinan yang dijadikan pedoman dalam berpikir dan bertindak; suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain; juga sebagai pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri organisasi.
mempercayai bahwa ada guna dan manfaatnya bekerja di organisasi, merasakan kenyamanan didalamnya, mendukung nilai-nilai, visi, dan misi organisasi dalam mencapai tujuannya. Kepemilikan ini lebih berupa meningkatnya kepercayaan di seluruh anggota organisasi bahwa mereka benar-benar diterima oleh manajemen sebagai bagian dari organisasi. 5. Sekolah sebagai institusi tidak dapat lepas dari masyarakat di lingkungan
sekolah tersebut berada. Sehubungan dengan hal ini, sekolah perlu melakukan beberapa aktivitas dalam melaksanakan manajemen peranserta masyarakat agar dapat mencapai hasil yang diharapkan dan memberdayakan masyarakat dan stakeholders lainnya (Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah). 6. Sekolah dianggap bermutu apabila berhasil mengubah sikap, perilaku dan
a. Berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar.
b. Menggunakan berbagai metode yang memudahkan peserta didik belajar.
c. Proses pembelajaran bersifat kontekstual.
d. Interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi, menantang dan dalam iklim yang kondusif.
e. Menekankan pada kemampuan dan kemauan bertanya dari peserta didik
f. Dilakukan melalui kelompok belajar dan tutor sebaya.
g. Mengalokasikan waktu sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik
h. Melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai dengan hasil evaluasi formatif.
G. Hipotesis
Berdasarkan tujuan dan asumsi-asumsi, selanjutnya dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah berpengaruh secara kuat terhadap mutu lulusan dengan intervening mutu proses pembelajaran di SMP RSSN Kabupaten Indramayu.
2. Budaya organisasi berpengaruh secara kuat terhadap mutu lulusan dengan
intervening mutu proses pembelajaran di SMP RSSN Kabupaten Indramayu.
3. Komitmen guru berpengaruh secara kuat terhadap mutu lulusan dengan
intervening mutu proses pembelajaran di SMP RSSN Kabupaten Indramayu.
4. Peranserta masyarakat berpengaruh secara kuat terhadap mutu lulusan dengan intervening mutu proses pembelajaran di SMP RSSN Kabupaten Indramayu.
5. Kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi, komitmen guru, dan peranserta masyarakat, secara simultan berpengaruh kuat terhadap mutu proses pembelajaran di SMP berkategori RSSN Kabupaten Indramayu. 6. Kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi, komitmen guru, dan
peranserta masyarakat, secara simultan berpengaruh kuat terhadap mutu lulusan di SMP berkategori RSSN Kabupaten Indramayu.
lulusan dengan intervening mutu proses pembelajaran di SMP berkategori RSSN Kabupaten Indramayu.
H. Kerangka Fikir Penelitian
Setiap penelitian ilmiah harus berorientasi dan berakhir pada kebenaran ilmiah. Untuk mendukung kebenaran tersebut diperlukan konstruksi teoretik dan pencarian bukti-bukti empirik. Kerja penelitian pada hakikatnya merupakan proses yang sistematik dan menggunakan metode tertentu guna memperoleh kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan itu, perlu disusun kerangka pikir penelitian yang di dalamnya memuat sudut pandang peneliti, proses penelitian, orientasi dan hasil akhir yang diharapkan dari penelitian. Adapun kerangka pikir penelitian ini menggambarkan aspek-aspek berikut ini.
Kedua, mendeskripsikan dan menganalisis data lapangan. Setelah kategori masalah penelitian mendapat eksplanasi teoretik yang memadai, selanjutnya penulis memasuki wilayah empirik guna merekam data dan informasi yang mencerminkan gambaran senyatanya mengenai masalah penelitian ini. Kemudian, dilakukan pengujian hipotesis penelitian dan pemaknaan. Pada tingkat empirik, penelitian ini ingin mengungkapkan dan memaknai hasil pengujian hipotesis mengenai hubungan determinatif antarvariabel penelitian yang dihipotesiskan. Berdasarkan pengungkapan dan pemaknaan tersebut lebih lanjut akan dikedepankan sebuah existing model hubungan kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi sekolah, dan fungsi komite sekolah dengan mutu pendidikan di sekolah-sekolah yang diteliti.
TUNTUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
KONDISI AKTUAL
ANALISIS GAP
STANDAR PROSES PENGELOLAAN
SEKOLAH
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
BUDAYA ORGANISASI
KOMITMEN GURU
PERANSERTA MSYARAKAT
MUTU PEMBELAJARAN
MUTU LULUSAN
MANAJEMEN SEKOLAH
RSSN
UMPAN BALIK
Gambar 1.1
KERANGKA FIKIR PENELITIAN
I. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan
explanatory survey yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi,1989). Rancangannya adalah deskriptif-verifikatif, yang dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi ciri-ciri objek atau variabel-variabel penelitian sebagaimana adanya, dan menguji hipotesis.
Penelitian ini terdiri atas empat variabel bebas, yaitu kepemimpinan kepala sekolah (X1), budaya organisasi (X2), komitmen guru (X3), dan
peranserta masyarakat (X4); satu variabel intervening yaitu prose pembelajaran
Populasi penelitian ini adalah seluruh guru di 22 SMP Negeri yang berkategori RRSN di Kabupaten Indramayu, berjumlah 603 orang. Seluruh anggota populasi tersebut sekaligus penulis jadikan sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik-teknik studi dokumentasi, observasi, wawancara dan angket. Teknik-teknik pengumpulan data yang disebut pertama lebih merupakan alat pengumpulan data sekunder sebagai bahan triangulasi dengan data primer. Khusus mengenai angket, diuji validitas, reliabilitas dan daya pembedanya.
151
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan
explanatory survey yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi,1989). Rancangannya adalah deskriptif-verifikatif, yang dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi ciri-ciri objek atau variabel-variabel penelitian sebagaimana adanya, dan menguji hipotesis.
Penelitian ini terdiri atas tiga variabel bebas, yaitu kepemimpinan kepala sekolah (X1), budaya organisasi (X2), komitmen guru (X3), dan peranserta
masyarakat (X4); satu variabel intervening yaitu prose pembelajaran (Y); dan
variabel terikat, yaitu mutu SMP berkategori RSSN (Z). Sesuai dengan penjelasan teoretik sebagaimana yang telah dikemukakan dalam bab kedua, dimensi dan indikator masing-masing variabel tersebut diringkaskan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1
KISI-KISI VARIABEL PENELITIAN
VARIABEL DIMENSI INDIKATOR
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
Tanggung jawab • Penataan lembaga • Pembinaan Akademik • Berani mengambil resiko Manajemen • Perencanaan Program
• Pengorganisasian Masalah • Pelaksanaan Program
Proses Komunikasi • Sistem komunikasi • Target komunikasi • Efektivitas komunikasi Otonomi pengelolaan • Peningkatan Mutu
• Efisiensi Pengelolaan • Relevansi pembelajaran Pemberdayaan Warga
sekolah •
Peran Guru
• Peran Tenaga Kependidikan • Memotivasi siswa
Budaya Organisasi (X2)
Karakteristik • Kerjasama • Penghargaan • Percaya diri • Inovatif
Penerapan • Membiasakan beretika • Adanya iklim kondusif • Meningkatkan peran • Meemperkuat prestasi
Nilai • Membentuk aturan
• Menerima nilai • Memahami tujuan
Menunjukkan Usaha • Membuat pilihan dan prioritas
• Menyesuaikan diri dengan misi organisasi. • Melakukan upaya sesuai harapan organisasi. Komitmen
Guru (X3)
Melaksankan tujuan
sekolah •• Mendukung kebijakan sekolah Melaksanakan peraturan sekolah • Menunjukkan profesionalisme kerja Tanggung jawab • Memiliki rasa kepemilikan
• Menciptakan semangat kerja • Mempertahankan kesuksesan • Kepercayaan
Melakukan
pengorbanan pribadi •• Menempatkan kepentingan organisasi Melakukan pengorbanan pribadi • Mendukung keputusan organisasi • Teguh terhadap aturan
Peranserta Masyarakat (X4)
Dukungan Masyarakat • Kemitraan dalam menyusun program • Memahami kepentingan sekolah • Mempertahankan keberhasilan sekolah • Mendukung pengembangan organisasi Kepengurusan • Anggota
• Pemilihan Pengurus • Pelaksanaan tugas • Mekanisme kerja Meningkatkan tanggung
jawab •• Peningkatan Partisipasi Transparansi • Akuntabilitas
• Peduli kualitas • Akses Sumber daya Proses
Pembelajaran (Y)
Menekankan
keberhasilan •• Melakukan hal terbaik untuk mencapai hasil belajar Selalu mencari bahan pembelajaran yang aktual • Memperoleh ketrampilan yang esensial
Penilaian • Penilaian PBM dilaksanakan dari berbagai segi • Memberikan penghargaan bagi yang berprestasi • Memberi penguatan terhadap perilaku positif siswa Peningkatan
layanan PBM •• Peningkatan sarana pendidikan Pembelajaran yang efektif • Bimbingan khusus
• Pengembangan budaya belajar • Penanaman Nilai
Mutu Sekolah (Z)
Produktivitas • Mutu akademik • Mutu non Akademik • Peningkatan Akses • Akuntabilitas • Adanya penghargaan Mutu Lulusan
Content Knowledge
• Menguasai Bahan ajaran
• Mengembangkan hasil Pengajaran • Evaluasi Belajar tinggi
• Memiliki Pengayaan wawasan hasil belajar
Affective Skills • Memiliki daya saing
• Kinerja belajar tinggi • Mampu mengambil peluang • Siap mengambil resiko
Psychomotor Skill • Taqwa
• Berakhlak mulia • Berbudaya • Bekerjasama • Optimisme
Proses penelitian dengan pendekatan deskriptif analitis melalui metode kuantitatif menekankan, bahwa penentuan pemilihan subyek dari mana informasi atau data akan diperoleh, teknik yang digunakan untuk pengumpulan data, prosedur untuk pengumpulan bahan kajian yang ingin dijadikan penelitian sudah ada di lapangan. Oleh karena itu tidak diperlukan adanya suatu manipulasi ataupun kontrol terhadap variabel yang ada untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Penggunaan metode ini dirasakan tepat dan relevan, oleh karena data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan kejadian yang sedang berlangsung.
B. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah batasan yang digunakan untuk menguraikan makna dari beberapa variabel penelitian. Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-variabel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel-variabel tersebut. Definisi operasional memungkinan sebuah konsep yang bersifat abstrak menjadi operasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan pengukuran (http://komunitasmahasiswa.info/tag/definisi-operasional). Pendapat lain mengatakan: definisi operasional dapat memberikan jawaban atas pertanyaan untuk menguji hipotesis, dapat dikatakan lebih tegas “operational definition tell the researcher and read what is
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan merupakan proses pemimpin mempengaruhi pengikut untuk: (1) menginterpretasikan keadaan (lingkungan organisasi); (2) memilih tujuan organisasi; (3) pengorganisasian kerja dan memotivasi pengikut untuk mencapai tujuan organisasi; (4) mempertahankan kerjasama dan tim kerja; (5) mengorganisasi dukungan dan kerjasama orang dari luar organisasi. Dalam lingkungan pendidikan, secara spesifik kepemimpinan pendidikan dimaknai sebagai kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan pendidikan.
Fungsi kepemimpinan pendidikan di sekolah sebagai kepemimpinan manajerial adalah pengelola mutu, yang meliputi perencanaan mutu, pengembangan produk dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhaan pelanggan. Oleh karena itu pemimpin pendidikan harus memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) mengorganisasikan; (2) membangkitkan dan memupuk kepercayaan; (3) membina dan memupuk kerjasama dalam mengajukan dan melaksanakan program-program supervisi; dan (4) mendorong dan membimbing guru beserta staf agar bertanggungjawab pada setiap usaha untuk mencapai tujuan sekolah.
lainnya; (7) melaksanakan kontrol dan perbaikan-perbaikan atas kesalahan; (8) memberikan tanda penghargaan; (9) mendelegasikan wewenang kepada bawahannya.
Perilaku kepemimpinan kepala sekolah terhadap bawahannya dalam organisasi, meliputi: (1) iklim saling mempercayai; (2) penghargaan terhadap ide bawahan; (3) memperhitungkan perasaan bawahan; (4) perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan; (5) perhatian pada kesejahteraan bawahan; (6) pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan profesional; (7) memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan padanya.
2. Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.
Ada tiga tipe budaya organisasi, pertama budaya kuat dan budaya lemah, nilai-nilai, norma-norma dan asumsi-asumsi yang terinternalisasi dan dipegang teguh oleh para anggota organisasi dapat melahirkan perasaan tenang,
committed, loyalitas, memacu kerja lebih keras, kohesivitas, keseragaman sasaran (goal alignment), dan mengendalikan perilaku anggota organisasi, serta produktivitas. Kekuatan budaya berhubungan dengan kinerja meliputi tiga gagasan, yaitu: (1) penyatuan tujuan; (2) menciptakan motivasi, komitmen, dan loyalitas luar biasa dalam diri pegawai; dan (3) memberikan kontrol yang dibutuhkan dan dapat menekan tumbuhnya motivasi serta inovasi.
Kedua budaya yang secara strategis cocok, budaya yang cocok dan serasi dengan kondisi objektif perusahaan dimana perusahaan itu berada. Semakin besar kecocokan dengan lingkungan, maka semakin baik kinerjanya, sebaliknya semakin kurang kecocokannya dengan lingkungan, maka semakin jelek kinerjanya. Ketiga budaya yang adaptif dan tidak adaptif. Yakni budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan (adaptif), yang diasosiasikan dengan kinerja tinggi dalam periode waktu yang panjang. Kondisi ini mengarahkan budaya organisasi untuk senantiasa bersikap adaptif dan inovatif sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi.
3. Komitmen Guru
menjadi anggota organisasi. Ada tiga bentuk komitmen yaitu: 1) kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, 2) kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi, 3) keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Komitmen guru adalah pernyataan kesiapan diri menjadi seorang guru yang baik: (1) memiliki misi; (2) memiliki suatu keyakinan positif; (3) mengenal bahwa pemikirannya memiliki dampak yang mendalam terhadap keberhasilan; (4) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah; (5) mengetahui penggunaan waktu dan usaha untuk memperoleh hasil yang terbaik.
4. Peranserta Masyarakat
Peranserta masyarakat dapat dipahami dengan konsep Community
Based Education (CBE), yang merupakan pendekatan inovatif bahwa sektor pendidikan harus dipandang dengan pendekatan: (1) kemanusiaan dengan asumsi bahwa manusia memiliki dinamika internal dan kapasistas yang tak terbatas; (2) kolaboratif dengan asumsi bahwa kerja sama antarlembaga dengan visi dan misi menolong masyarakat; (3) partisipatif dengan asumsi bahwa masyarakat setempat terlibat dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen program sekolah; (4) berkelanjutan dengan asumsi bahwa CBE akan diterapkan secara berkesinambungan; (5) perpaduan program lembaga pendidikan yang ada dengan budaya setempadapat
Lebih jelas peranserta masyarakat dapat didefinisikan sebagai lembaga mandiri yang beranggota berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
Sedangkan komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggota orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
5. Mutu Proses Pembelajaran
Mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Mutu proses pembelajaran yakni upaya yang mengarah pada tercapainya kurikulum dan suksesnya proses pembelajaran sangat terkit, tergantung dan dipengaruhi oleh delapan unsur/komponen/subsistem yang lainnya. Organisasi/lembaga sekolah akan dapat berdiri tegak jika, kurikulum dan pembalajaran, manajemen dan administrasi, keteganaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana, peranserta masyarakat dan iklim/budaya sekolah semuanya ada dan berjalan dengan baik
Mutu pembelajaran dapat dikatakan sebagai gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sekolah dianggap bermutu bila berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya, mutu pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu: “(1) kesesuaian, (2) daya tarik, (3) efektivitas, (4) efisiensi dan (5) produktivitas pembelajaran
6. Mutu Hasil Pendidikan
pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, UN atau US). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible). Hasil belajar siswa merupakan kompetensi individu yang rasional sebagai harmoni dan pemilihan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan oleh tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh keberhasilan.
Untuk mengukur kompetensi di sekolah dapat digunakan parameter akademik dan nonakademik. Kompetensi akademik meliputi pengetahuan, sikap, kemampuan, dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan kompetensi nonakademik dapat ditelusuri dari minat dan kesungguhan siswa dalam mengikuti program pembelajaran di sekolah yang dapat ditinjau dari keikutsertaan siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
penelitan ini adalah SMP Negeri yang berkategori Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN), berjumlah 22 unit, sebagaimana diperinci dalam tabel di bawah.
[image:37.595.127.534.244.607.2]Sampel penelitian ini difokuskan pada SMP yang melaksanakan program Rintisan Sekolah Standar Nasional ( RSSN ), seperti tergambar dalam table 3.2.
Tabel 3.2
DAFTAR SMP PROGRAM RSSN DI KABUPATEN INDRAMAYU
No. Nama Sekolah Rombel Alamat Tipe
1 SMPN 1 Arahan 14 Jl. Raya Arahan Kec.Arahan B 2 SMPN 1 Balonga 24 Jl. Raya Balongan Kec. Balongan A 3 SMPN 1 Kedokanbunder 21 Jl. Kabonjati Kec, Kedokan Bunder B 4 SMPN 1 Cantigi 14 Jalan Cantigi Kec.Cantigi B 5 SMPN 1 Gabuswetan 21 Jalan Raya Gabuswetan No1 B 6 SMPN 1 Indramayu 24 Jl. Raya Pahlawan No 11 A 7 SMPN 1 Juntinyuat 21 Jl. Juntikebon Kec. Juntinyuat B 8 SMPN 1 Kandanghaur 27 Jl. Raya Kandanghaur No 38 A 9 SMPN 1 Karangampel 24 Jl. Raya Karangampel No 11 A 10 SMPN 1 Kroya 21 Jl. Raya Pejaten Kec. Kroya B
11 SMPN 1 Lelea 27 Jl. Larangan Kec. Lelea A
12 SMPN 1 Losarang 27 Jl. Raya Santing Kec. Losarang Kab. A 13 SMPN 1 Sindang 24 Jl. Murahnara No 1 Kec.Sindang A 14 SMPN Terisi 1, 2, 4 18/21/9 Jl. Pejagan Kec. Terisi Kab B/B/C 15 SMPN 1 Widasari 21 Jl. Widasari No 11 Kec. Widasari B 16 SMPN 2 Haurgeulis 20 Jl. Kertanegara No 8 Kec. Haurgeulis B
17 SMPN 2 Tukdana 9 Jl Tukdana Kec. Tukdana C
18 SMPN 3 Jatibarang 16 Jl Pasar Jatibarang Kec.Jatibarabg B 19 SMPN Kertasemaya 24 Jl. Bypas Kertasemaya Kec Kertasemaya A 20 SMPN Unggulan Sindang 24 Jl. Terusan- Sindang Indramayu A Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu, 2010
D. Populasi dan Sampel Penelitian
603 orang. Karakteristik responden berdasarkan sekolah, tingkat pendidikan, dan masa kerja, disajikan dalam gambar-gambar berikut ini.
Gambar 3.1
PERSENTASE RESPONDEN BERDASARKAN SEKOLAH
Gambar 3.2
[image:38.595.132.508.189.722.2]Gambar 3.3
PERSENTASE RESPONDEN BERDASARKAN MASA KERJA
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik-teknik studi dokumentasi, observasi, wawancara dan angket. Teknik-teknik pengumpulan data yang disebut pertama lebih merupakan alat pengumpulan data sekunder sebagai bahan triangulasi dengan data primer.
Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari, menelaah berbagai peraturan-peraturan, buku-buku, serta dokumentasi yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. Observasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung di lapangan dan mencatat masalah-masalah penting yang ada hubungannya dengan penelitian.
meragukan yang diperoleh melalui angket maupun observasi. Adapun wawancara dalam penelitian ini dilakukan khusus dengan para pejabat yang terkait dengan aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini.
Angket merupakan instrumen utama untuk pengumpulan data primer. Angket memuat pertanyaan tertulis dengan lima alternatif jawaban. Setiap alternatif jawaban diberikan bobot nilai seperti berikut: Sangat Setuju (SS) dengan bobot nilai 5, Setuju (S) dengan bobot nilai 4, Ragu-ragu (R) dengan bobot nilai 3, Tidak Setuju (TS) dengan bobot nilai 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan bobot nilai 1. Pemberian bobot ini sangat diperlukan sebagai langkah awal untuk kemudian dilakukan perhitungan secara statistik.
Pengujian validitas angket difokuskan kepada aspek item validity dengan maksud untuk mengetahui: (1) derajat kesesuaian antara suatu item dengan item-item lainnya; (2) ukuran validitas item adalah korelasi antara skor suatu item dengan skor total itemnya; dan (3) makna validitas item sebagai daya pembeda suatu item (Suryabrata, 2000). Rumus yang digunakan adalah
Pearson’s Correlation, yang berfungsi untuk menafsirkan: (1) signifikansi tingkat kepercayaannya dengan harga r-kritis pada tabel acuan statistika; (2) koefisien-determinasi (r2), menjelaskan proporsi/persentase tingkat kecermatan prediksi pada kedua pihak varian-variabel yang akan berkorelasi.
responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu; dan (3) apabila datanya benar-benar sesuai dengan kenyataannya, maka keterandalannya akan bersifat ajeg (Arikunto, 1998). Reliabilitas pengukuran menunjukkan sejauh mana perolehan skor setiap subjek ukur memiliki taraf keajegan ukuran (Suryabrata, 2000). Pengujian reliabilitas angket menggunakan rumus Alpha Cronbach:
n ∑ V i
n - 1 V t
α
= x 1 -α : Koefisien Reliabilitas;
n : Banyak Item; Vi : Varian Skor-Item; Vt : Varian Skor-Total
Untuk memperkecil pengukuran pada peningkatan harga koefisien realiabilitasnya, digunakan rumus standard error of measurement:
(
n)
x
m S σ 1 r
SE = −
SEM : standard error of measurement, Sx : standard deviasi skor,
[image:41.595.131.509.246.759.2]rn : koefisien realibilitas ( α )
TABEL 3.3
HASIL PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Variabel X1 Pearson's Correlations
Matrix Items
Validity Stat Validity Stat
Total X1
01 0.454 Val 0.577 Val
02 0.500 Val 0.658 Val
03 0.508 Val 0.650 Val
04 0.558 Val 0.655 Val
05 0.581 Val 0.710 Val
06 0.549 Val 0.674 Val
07 0.537 Val 0.621 Val
08 0.483 Val 0.595 Val
09 0.503 Val 0.635 Val
10 0.538 Val 0.671 Val
11 0.517 Val 0.587 Val
12 0.585 Val 0.695 Val
13 0.575 Val 0.671 Val
14 0.490 Val 0.600 Val
16 0.577 Val 0.684 Val
17 0.632 Val 0.690 Val
18 0.594 Val 0.642 Val
Listwise N=603
rkritis 95% >=0.080
Reliability Stat Reliability Stat
Cronbach's Alpha N of Items
0.971 Real 0.918 Real
83 18
Variabel X2
Pearson's Correlations Matrix Items
Validity Stat Validity Stat
Total X2
01 0.443 Val 0.536 Val
02 0.601 Val 0.662 Val
03 0.605 Val 0.646 Val
04 0.597 Val 0.647 Val
05 0.455 Val 0.535 Val
06 0.552 Val 0.656 Val
07 0.622 Val 0.724 Val
08 0.590 Val 0.710 Val
09 0.653 Val 0.735 Val
10 0.590 Val 0.688 Val
11 0.579 Val 0.644 Val
12 0.501 Val 0.593 Val
13 0.634 Val 0.672 Val
14 0.654 Val 0.665 Val
Listwise N=603
rkritis 95% >=0.080
Reliability Stat Reliability Stat
Cronbach's Alpha N of Items
0.971 Real 0.894 Real
83 14
Variabel X3
Pearson's Correlations Matrix Items
Validity Stat Validity Stat
Total X3
01 0.592 Val 0.679 Val
02 0.632 Val 0.679 Val
03 0.457 Val 0.653 Val
04 0.518 Val 0.717 Val
05 0.610 Val 0.689 Val
06 0.566 Val 0.706 Val
07 0.614 Val 0.767 Val
08 0.573 Val 0.674 Val
09 0.574 Val 0.711 Val
10 0.563 Val 0.640 Val
11 0.600 Val 0.716 Val
Listwise N=603
Reliability Stat Reliability Stat
Cronbach's Alpha N of Items
0.971 Real 0.891 Real
83 11
Variabel X4
Pearson's Correlations Matrix Items
Validity Stat Validity Stat
Total X4
01 0.563 Val 0.700 Val
02 0.591 Val 0.715 Val
03 0.567 Val 0.802 Val
04 0.646 Val 0.780 Val
05 0.582 Val 0.702 Val
06 0.531 Val 0.757 Val
07 0.552 Val 0.796 Val
08 0.588 Val 0.718 Val
09 0.548 Val 0.715 Val
10 0.624 Val 0.755 Val
11 0.623 Val 0.740 Val
12 0.590 Val 0.746 Val
Listwise N=603
rkritis 95% >=0.080
Reliability Stat Reliability Stat
Cronbach's Alpha N of Items
0.971 Real 0.927 Real
83 12
Variabel Z Pearson's Correlations
Matrix Items
Validity Stat Validity Stat
Total Z
01 0.609 Val 0.623 Val
02 0.650 Val 0.710 Val
03 0.639 Val 0.684 Val
04 0.530 Val 0.662 Val
05 0.486 Val 0.655 Val
06 0.448 Val 0.599 Val
07 0.556 Val 0.654 Val
08 0.633 Val 0.675 Val
09 0.496 Val 0.643 Val
10 0.552 Val 0.655 Val
11 0.513 Val 0.604 Val
12 0.558 Val 0.679 Val
13 0.518 Val 0.621 Val
14 0.604 Val 0.687 Val
15 0.646 Val 0.686 Val
Listwise N=603
rkritis 95% >=0.080
Reliability Stat Reliability Stat Cronbach's Alpha
N of Items
0.971 Real 0.902 Real
Selain validitas dan reliabilitasnya, angket penelitian ini diuji pula daya pembedanya. Pengujian aspek ini bertujuan untuk memastikan bahwa unit ukuran yang diberlakukan pada setiap unit item atau unit variabel memiliki kemampuan membedakan antarsubjek responden, terutama pada kelompok skor teratas terhadap skor terbawahnya.
Proses penentuan daya pembeda sebagai berikut: (1) berdasar skor total seluruh perangkat subjek dikelompokkan menjadi kelompok atas, kelompok tengah, kelompok bawah, dengan proporsi kelompok sbb; atas 27%, bawah 27% dan tengah 46%; (2) dihitung perbedaan rerata pasangan kelompok atas terhadap kelompok bawah; (3) validitas daya pembeda diuji pada tabel t-test satu ujung, dan diberlakukan baik pada setiap unit-item atau unit-bentukan variabelnya. Perbedaan rerata perbedaan kelompok dihitung dengan rumus t-test:
S2A S2B
NA NB
t =
+
Ö( )
MA - MB
Tabel 3.4
HASIL PENGUJIAN DAYA PEMBEDA
Items Group N Mean Std.
Deviation t
t 0.95 (1-tail) >=
1.645
X1_01
tinggi 164 3.89 .024
13.212 discriminative
rendah 164 3.25 .042
X1_02
tinggi 164 3.98 .012
13.629 discriminative
rendah 164 3.19 .056
X1_03
tinggi 164 3.86 .027
16.979 discriminative
rendah 164 3.10 .035
X1_04
tinggi 164 3.93 .020
19.564 discriminative
rendah 164 3.20 .032
X1_05
tinggi 164 3.92 .021
17.850 discriminative
rendah 164 3.12 .039
X1_06
tinggi 164 3.88 .025
16.005 discriminative
rendah 164 3.12 .041
X1_07
tinggi 164 3.90 .025
16.092 discriminative
rendah 164 2.99 .050
X1_08
tinggi 164 3.93 .029
13.666 discriminative
rendah 164 3.29 .037
X1_09
tinggi 164 3.85 .028
14.956 discriminative
rendah 164 3.12 .040
X1_10
tinggi 164 3.86 .034
14.678 discriminative
rendah 164 3.11 .038
X1_11
tinggi 164 3.91 .031
15.690 discriminative
rendah 164 3.12 .039
X1_12
tinggi 164 3.87 .034
18.670 discriminative
rendah 164 3.00 .032
X1_13
tinggi 164 3.91 .023
19.976 discriminative
rendah 164 3.07 .035
X1_14
tinggi 164 3.78 .039
12.585 discriminative
rendah 164 3.03 .045
X1_15
tinggi 164 3.90 .023
19.893 discriminative
rendah 164 3.06 .035
X1_16
tinggi 164 3.95 .018
18.174 discriminative
rendah 164 3.18 .038
X1_17
tinggi 164 3.95 .017
22.494 discriminative
rendah 164 3.07 .035
X1_18
tinggi 164 3.85 .031
18.244 discriminative
rendah 164 2.91 .041
rendah 164 55.93 .311
X2_01
tinggi 164 3.59 .047
10.015 discriminative
rendah 164 2.83 .060
X2_02
tinggi 164 3.74 .041
16.192 discriminative
rendah 164 2.76 .045
X2_03
tinggi 164 3.91 .023
20.100 discriminative
rendah 164 3.10 .033
X2_04
tinggi 164 3.71 .038
16.005 discriminative
rendah 164 2.85 .038
X2_05
tinggi 164 3.81 .031
11.293 discriminative
rendah 164 3.24 .040
X2_06
tinggi 164 3.85 .028
15.943 discriminative
rendah 164 3.01 .045
X2_07
tinggi 164 3.92 .030
23.398 discriminative
rendah 164 2.95 .029
X2_08 tinggi 164 3.90 .023 24.279 discriminative
rendah 164 2.99 .029
X2_09 tinggi 164 3.88 .027 20.579 discriminative
rendah 164 2.88 .040
X2_10
tinggi 164 3.82 .030
16.843 discriminative
rendah 164 2.96 .041
X2_11
tinggi 164 3.85 .028
19.051 discriminative
rendah 164 3.05 .031
X2_12
tinggi 164 3.76 .041
12.601 discriminative
rendah 164 3.05 .038
X2_13
tinggi 164 3.94 .019
21.272 discriminative
rendah 164 3.10 .035
X2_14
tinggi 164 3.92 .021
22.730 discriminative
rendah 164 2.97 .036
X2
tinggi 164 53.62 .194
40.704 discriminative
rendah 164 41.74 .218
X3_01
tinggi 164 3.90 .023
22.369 discriminative
rendah 164 3.06 .030
X3_02
tinggi 164 3.93 .020
22.822 discriminative
rendah 164 2.99 .036
X3_03
tinggi 164 3.88 .026
11.804 discriminative
rendah 164 3.33 .039
X3_04
tinggi 164 3.88 .025
14.752 discriminative
rendah 164 3.16 .042
X3_05
tinggi 164 3.89 .024
20.164 discriminative
X3_06
tinggi 164 3.87 .027
17.620 discriminative
rendah 164 3.13 .032
X3_07
tinggi 164 3.93 .020
23.659 discriminative
rendah 164 3.10 .028
X3_08
tinggi 164 3.87 .026
19.236 discriminative
rendah 164 2.98 .038
X3_09
tinggi 164 3.84 .036
15.085 discriminative
rendah 164 2.95 .048
X3_10
tinggi 164 3.85 .035
19.262 discriminative
rendah 164 3.06 .021
X3_11
tinggi 164 3.91 .022
18.127 discriminative
rendah 164 3.08 .041
X3
tinggi 164 42.76 .137
36.135 discriminative
rendah 164 33.96 .201
X4_01
tinggi 164 3.76 .035
19.022 discriminative
rendah 164 2.83 .034
X4_02
tinggi 164 3.72 .036
17.144 discriminative
rendah 164 2.77 .042
X4_03
tinggi 164 3.74 .034
15.537 discriminative
rendah 164 2.81 .049
X4_04
tinggi 164 3.91 .022
21.137 discriminative
rendah 164 2.90 .043
X4_05
tinggi 164 3.83 .029
18.395 discriminative
rendah 164 2.94 .038
X4_06
tinggi 164 3.81 .031
18.067 discriminative
rendah 164 2.80 .046
X4_07
tinggi 164 3.81 .034
18.270 discriminative
rendah 164 2.85 .040
X4_08
tinggi 164 3.83 .029
18.988 discriminative
rendah 164 2.91 .038
X4_09
tinggi 164 3.77 .041
15.104 discriminative
rendah 164 2.90 .041
X4_10
tinggi 164 3.79 .033
17.919 discriminative
rendah 164 2.87 .039
X4_11
tinggi 164 3.77 .033
16.845 discriminative
rendah 164 2.81 .046
X4_12
tinggi 164 3.85 .028
17.863 discriminative
rendah 164 2.88 .046
X4
tinggi 164 45.59 .196
28.629 discriminative
rendah 164 34.27 .344
rendah 164 3.12 .035
Y_02 tinggi 164 3.91 .022 23.460 discriminative
rendah 164 3.05 .030
Y_03 tinggi 164 3.90 .024 23.566 discriminative
rendah 164 3.03 .028
Y_04 tinggi 164 3.72 .039 14.506 discriminative
rendah 164 2.96 .035
Z_05 tinggi 164 3.66 .039 12.258 discriminative
rendah 164 2.92 .046
Y_06 tinggi 164 3.74 .034 13.937 discriminative
rendah 164 3.05 .035
Y_07 tinggi 164 3.89 .032 16.537 discriminative
rendah 164 3.15 .031
Y_08 tinggi 164 3.94 .019 22.886 discriminative
rendah 164 3.05 .034
Y_09 tinggi 164 3.78 .039 14.540 discriminative
rendah 164 3.07 .030
Y_10 tinggi 164 3.90 .024 17.793 discriminative
rendah 164 3.17 .033
Y_11 tinggi 164 3.61 .043 14.401 discriminative
rendah 164 2.71 .046
Y_12 tinggi 164 3.81 .032 16.687 discriminative
rendah 164 3.00 .037
Y_13 tinggi 164 3.74 .038 15.105 discriminative
rendah 164 2.69 .058
Y_14 tinggi 164 3.95 .018 22.410 discriminative
rendah 164 3.12 .032
Y_15 tinggi 164 3.85 .028 21.405 discriminative
rendah 164 2.91 .034
Y tinggi 164 57.30 .206 40.457 discriminative
rendah 164 45.00 .223
Z_01 tinggi 164 3.51 .061 10.510 discriminative
rendah 164 2.62 .059
Z_02 tinggi 164 3.77 .034 16.912 discriminative
rendah 164 2.83 .044
Z-03 tinggi 164 3.58 .054 12.052 discriminative
rendah 164 2.71 .048
Z_04 tinggi 164 3.70 .044 14.133 discriminative
rendah 164 2.76 .049
Z_05 tinggi 164 3.72 .035 15.082 discriminative
Z_06 tinggi 164 3.53 .042 13.594 discriminative
rendah 164 2.62 .052
Z_07 tinggi 164 3.23 .080 5.542 discriminative
rendah 164 2.69 .056
Z_08 tinggi 164 3.70 .048 12.611 discriminative
rendah 164 2.84 .049
Z_09 tinggi 164 3.76 .034 14.864 discriminative
rendah 164 2.96 .041
Z_10 tinggi 164 3.70 .044 12.169 discriminative
rendah 164 2.85 .054
Z_11 tinggi 164 3.58 .050 13.657 discriminative
rendah 164 2.63 .048
Z_12 tinggi 164 3.77 .033 18.642 discriminative
rendah 164 2.96 .029
Z_13 tinggi 164 3.88 .033 16.486 discriminative
rendah 164 3.02 .041
Z tinggi 164 47.43 .331 23.684 discriminative
rendah 164 36.35 .331
F. Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, selanjutnya dilakukan langkah-langkah analisis data dan pengujian hipotesis melalui olah data statistik berbantuan SPSS versi 11.0 for windows dan Eviews 4.1. Prosedur analisis data yang penulis tempuh diringkaskan berikut ini.
1. Pengolahan Data
perhitungan yang digunakan adalah teknik transformasi acuan norma t (T-score), dengan prosedur sebagai berikut:
(1) transformasi setiap nilai ordinal-skor menjadi harga Deviasi Standar Distribusi Normal (Z-score), tujuannya untuk mengubah skala ukur ordinal menjadi skala rasio sehingga memiliki harga nol mutlak. Rumus untuk mendapatkan Z-score:
Xi - Mx Sx Z-score =
Xi: raw skor individu,
Mx: rerata skor item/variabel,
Sx: simpangan baku skor item/variabel,
(2) menetapkan secara arbiter harga-harga; rerata dan simpangan-baku yang dikehendaki (Acuan-Norma). Rumus mendapatkan acuan norma (T-score):
T-score = Z-score x Sb + Mb
Sb: Acuan Simpangan Baku yang diinginkan, Mb: Acuan Mean Baku yang diinginkan
Langkah-langkah pengolahan data ini menghasilkan seperangkat data berupa: raw score item, raw score variabel, z score variabel, t score
variabel, dan sort skala ukur variabel.
2. Analisis Regresi Korelasional dan Path Analysis
Analisis regresi yang digunakan adalah regresi ganda, yaitu untuk meramalkan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih variabel bebas X1, X2, …., Xi terhadap suatu
n nX b X b X b a
Yˆ = + 1 1 + 2 2 +...+
Nilai-nilai a, b0, b1, dan b2 pada persamaan regresi ganda untuk tiga
variabel bebas dapat ditentukan dari rumus-rumus berikut (Sudjana, 1996: 77):
∑
∑
∑
∑
= + 2 1 2 + 3 1 3 21 1
1y b x b x x b x x
x
∑
∑
∑
∑
= + + 3 2 3 2 2 2 2 1 12y b xx b x b x x
x
∑
∑
∑
∑
= + + 23 3 3 2 2 2 1 1
3y b xx b x x b x
x 3 3 2 2 1
1X b X b X
b Y
a= − − −
Sebelum rumus-rumus di atas digunakan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan-perhitungan yang secara umum berlaku rumus:
(
)
n X X
xi i i
2 2
2
∑
∑
∑
= −( )
n Y Y y 2 22
∑
∑
∑
= − n Y X Y X yxi
∑
i∑ ∑
i∑
= − n X X X X xxi j i j i j
∑ ∑
∑
∑
= −Pemeriksaan kebermaknaan pada analisis korelasi ganda dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
(1) Menentukan rumusan hipotesis Ho dan H1.
Ho: R = 0 : Tidak ada pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y.
H1: R ≠ 0 : Ada pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y.
(2) Menentukan uji statistika, yaitu: 2 2 2 1 S S F =
a. Menentukan Jumlah Kuadrat Regresi dengan rumus:
∑
∑
∑
+ + +=b x y b x y b x y JK(Reg) 1 1 2 2 ... k k
b. Menentukan Jumlah Kuadrat Residu dengan rumus:
( )
) (Re 2 2 )(Res JK g
n Y Y
JK −
− =
∑
∑
c. Menghitung nilai F dengan rumus:
1 ) (Re ) (Re − − = k n JK k JK F s g hitung
k = banyaknya variabel bebas
(3) Menentukan nilai kritis (α) atau nilai tabel F dengan derajat kebebasan
untuk db1 = k dan db2 = n-k-1.
(4) Membandingkan nilai uji F terhadap nilai tabel F dengan kriteria pengujian: Jika nilai uji F≥ nilai tabel F, maka tolak H0
3. Membuat Kesimpulan
Selanjutnya, untuk menerangkan akibat langsung dan tidak langsung dari variabel-variabel penyebab (exogenous variabel) terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel akibat (endogenous variabel), digunakan Path
variabel sekurang-kurangnya adalah interval. Adapun langkah kerja yang dilakukan untuk menghitung koefisien jalur adalah sebagai berikut:
[image:53.595.133.510.246.616.2](1) Menggambarkan diagram jalur yang mencerminkan proposisi hipotetik yang diajukan, dengan persamaan strukturalnya. Adapun hubungan hipotetik antarvariabel disajikan dalam gambar 3.4.
Gambar 3.4
HUBUNGAN HIPOTETIK ANTARVARIABEL PENELITIAN
(2) Menghitung matriks korelasi antarvariabel.
Formula untuk menghitung koefisen korelasi menggunakan Product
Moment Coefficient dari Karl Pearson. Penggunaan teknik koefisien korelasi tersebut didasari alasan bahwa variabel-variabel yang hendak dicari korelasinya memiliki skala pengukuran interval. Rumusnya:
[
∑
∑
][
∑
∑
]
∑
∑
∑
− − − = 2 2 22 ( ) . ( )
(3) Mengidentifikasi sub-struktur dan persamaan yang akan dihitung koefisien jalurnya. Misalkan saja dalam sub-struktur yang telah kita identifikasi terdapat k buah variabel eksogenus, dan sebuah (selalu hanya sebuah) variabel endogenus Xu yang dinyatakan oleh persamaan: Xu = pxux1x1 + p
2
x
xu x2 + … + pxuxk xk + ε.
Kemudian meng hitung matriks korelasi antarvariabel eksogenus yang menyusun sub-struktur tersebut.
(4) Menghitung matriks invers korelasi variabel eksogenus, dengan rumus :
(5) Menghitung semua koefisien jalur p
i ux
x , di mana i = 1,2, … k; melalui
rumus: =