1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah salah satu sunnatullah yang penting dalam kehidupan
manusia dengan salah satu tujuan utamanya adalah untuk melahirkan keturunan
yang sah, sekaligus melanjutkan regenerasi manusia. Perkawinan dimaksudkan
pula untuk terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rakhmah yang
dilandasi rasa kasih sayang, cinta mencintai diantara suami istri. Anak dalam
sebuah pernikahan merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
sekaligus sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan
benda lainnya. Karenanya, anak senantiasa harus dijaga dan dilindungi, karena
dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah
pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa di masa datang, generasi penerus
cita-cita bangsa, sehinga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan bersifat
alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri tersebut terbentur pada takdir Ilahi,
karena beberapa faktor kehendak mempunyai anak tidak terpenuhi. Berdasarkan
hal tersebut ada beberapa keluarga tidak memiliki atau mempunyai anak. Untuk
memenuhi keinginan mempunyai anak tersebut ada yang melakukannya dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 mengatur tentang pelaksanaan
pengangkatan anak bahwa“Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum
yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang
sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan
membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat”
(pasal 1 ayat 2). Atau pengangkatan anak adalah suatu pebuatan hukum
pengalihan seorang anak dari suatu lingkungan (semula) ke lingkungan keluarga
orang tua angkatnya (Pandika, 2012:105). Tujuannya untuk kepentingan terbaik
bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak,
Pengangkatan anak yang ada di Indonesia memang telah dimulai sejak lama.
Masyarakat yang memiliki adat tertentu telah lama dijumpai praktek
pengangkatan anak ini. Hanya saja cara pengangkatan anak antara masyarakat
yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Pengangkatan anak dilakukan dengan
cara:
1. Mengangkat anak bukan warga keluarga. Tindakan ini biasanya disertai dengan penyerahan barang magis atau sejumlah uang kepada keluarga anak semula.
2. Mengangkat anak dari kalangan keluarga. Anak lazimnya diambil dari salah satu clan yang ada hubungan tradisionalnya yang disebut ‘purusan’. 3. Mengangkat anak dari keponakan. Karena tidak mempunyai anak sendiri, sehingga memungut keponakan tersubut merupakan jalan untuk mendapat keturunan (Zaini, 2002:11-12).
Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak telah menjadi bagian dari
adat kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia dan telah merambah dalam
praktik melalui Lembaga Pengadilan Agama. Pemerintah telah mengeluarkan
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya
beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tuanya berdasarkan
putusan pengadilan” (pasal 171 huruf h). Didefinisikan pula sebagai anak yang
haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah,
atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan
membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan (pasal 1 angka 9 Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002).
Pengadilan agama adalah himpunan unit-unit kerja atau kantor
pengadilan/mahkamah yang merupakan salah satu lingkungan peradilan di bawah
Mahkamah Agung sebagai wujud penerapan sistem peradilan syariah Islam di
Indonesia (Arto, 2012:32). Pengadilan Agama terikat dengan suatu asas pokok
kehakiman bahwa “Pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan
kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya” (pasal 16 ayat 1 Nomor 4 Tahun
2004), sehingga permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan melalui
Pengadilan Agama.
Tujuan atau motif dari pengangkatan anak untuk orang yang satu dengan
orang yang lain berbeda-beda, ada keinginan mengangkat anak sebagai upaya
mendapatkan keturunan, ada juga rasa belas kasihan pada anak angkat apabila
terus hidup dengan orang tua kandungnya. Pengangkatan menurut hukum adat
sering dikenal sebagai usaha mengambil anak bukan keturunan sendiri dengan
membawa serta hak dan kewajiban anak angkat dalam kehidupan sehari-hari juga
dalah hal pewarisan (Zaini, 2002:18).
Anak-anak adalah makhluk lemah yang memerlukan kasih sayang dan
perhatian. Anak dalam rumah tangga atau keluarga dapat dilihat dari dua dimensi
ilmiah, yaitu:
1. Anak sebagai buah alami (sunnatullah), hasil kekuatan rasa kasih sayang suami istri (mu’asyarah bil ma’ruf) sebagai mawadah wa rahmah Allah SWT untuk memperkuat bangunan hubungan rumah tangga yang rukun dan damai, bahagia dan sejahtera sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2. Anak sebagai penerus generasi, pelindung orang tua diaat lemah dan pelajut dosa (ritual communication) disaat orang tuanya meninggal dunia, memenuhi panggilan sang Khaliq sebagai PenciptaNya (Sumiarni, 2000:7).
Tujuan terpenting dalam pengangkatan anak adalah untuk kebahagiaan
anak, sehingga pedomannya adalah mencarikan orang tua bagi seorang anak.
Kewenangan melakukan pengangkatan anak adalah salah satu jalan keluar dan
alternatif untuk mendapatkan seorang anak dalam pelukan keluarga, setelah
bertahun-tahun belum dikaruniai seorang anak (Zaini, 2002:8). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Mardiana Dwi Wijayanti (2009) menyatakan bahwa
pelaksanaan pengangkatan anak sangat berpengaruh bagi perlindungan anak untuk
mendapatkan suatu keluarga atau orang tua angkat.
Fenomena hilang atau penculikan bayi dan anak seperti yang diberitakan
media masa akhir-akhir ini sering terjadi, terutama di kota-kota besar. Tiba-tiba
seorang bayi hilang dari kamar bayi di rumah sakit bersalin. Begitu pula mudah
saja seorang anak kecil berpindah tangan dari orang tuanya di daerah miskin
kepada seorang perantara dengan imbalan jasa yang tidak terlalu berarti, untuk
negeri. Meskipun orang Indonesia sebenarnya mempunyai falsafah “makan tak
makan asal kumpul” tetapi adakalanya pertimbangan itu masih kalah oleh sutu
harapan agar anak hidup lebih layak dengan orang yang lebih berada.
Peristiwa seperti tersebut di atas memperlihatkan sisi negatif terkait dengan
masalah masalah adopsi anak. Permasalahan adopsi berkembang menjadi “dagang
anak”. Anak diperlakukan sebagai barang dagangan. Hal ini tidak selaras dengan
esensi tujuan adopsi. Berdasarkan hal tersebut sekaligus melecehkan eksistensi
lembaga adopsi yang merupakan lembaga perlindungan anak, lembaga ini akan
menjamin terlindungnya kesejahteraan anak.
Pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum melalui
penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan
sebagai rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui
penetapan pengadilan tersebut merupakan kemajuan ke arah penertiban pratik
hukum paengangkatan anak yang hidup di tengah-tengah masyarakat, agar
peristiwa pengangkatan anak dikemudian hari memiliki kepastian hukum baik
bagi anak angkat maupun orang tua angkat. Hal tersebut tercermin pada
syarat-syarat pengangkatan anak melalui Pengadilan Agama sebagai berikut:
1. Sifat surat permohonan bersifat vuluntair.
2. Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan undang-undangnya.
3. Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku.
4. Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditandatangani oleh pemohon sendiri, atau oleh kuasa hukum.
maka permohonannya diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal pemohon (Kamil, 2008:59).
Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut,
telah berkembang baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun Pengadilan
Agama bagi mereka yang beragama Islam. Untuk itu penulis tertarik meneliti
pelaksanaan adopsi di Pengadilan Agama, dengan mengambil kasus di Pengadilan
Agama Kabupaten Karanganyar.
Penelitian mengenai pelaksanaan adopsi anak terkait dengan pemahaman
dan pelaksanaan aturan hukum. Pemahaman dan ketaatan pada aturan hukum
merupakan bagian penting dari visi, misi dan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn). Visinya adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai
sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan
pemberdayaan warga negara. Adapun misi PKn adalah membentuk warga Negara
yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan UUD
1945.
Visi dan misi tersebut di atas selanjutnya dijabarkan dalam tujuan mata
pelajaran PKn yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan tanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
Tujuan mata pelajaran PKn sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Nasional No. 22 dan No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan adalah untuk menciptakan manusia yang mampu:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menggapai isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (BNSP, 2006:110).
PKn mempunyai peran penting dalam membentuk perilaku siswa agar selalu
taat pada peraturan atau hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa PKn merupakan
mata pelajaran wajib pada pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi (pasal 37
ayat 1-2).
Pelaksanaan Adopsi anak secara lebih khusus terkait dan relevan dengan
Prodi PKn FKIP UMS, karena kajian mengenai adopsi anak merupakan bagian
dari materi perkuliahan Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Perdata yang
harus ditempuh mahasiswa program studi ini. Penulis sebagai mahasiswa program
studi ini menjadi relevan untuk mendalaminya dalam penelitian. Lebih dari itu
pelaksanaan adopsi anak dalam hukum adat terdapat pada keanekaragaman antara
satu dengan daerah lainnya sesuai dengan perbedaan lingkungan hukum adat
bertujuan dengan untuk kepentingan kesejahteraan anak. hal tersebut lebih
memperkuat dorongan penulis untuk mengkajinya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirasa cukup penting
untuk melakukan penelitian mengenai Pelaksanaan Adopsi Anak Melalui
Pengadilan Agama Studi Kasus di Pengadilan Agama Karanganyar.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan perbuatan ini sebagai berikut:
1. Bagaimana persyaratan adopsi anak melalui Pengadilan Agama Karanganyar?
2. Bagaimana prosedur pelaksanaan adopsi anak melalui Pengadilan Agama
Karanganyar?
3. Bagaimana kendala pelaksanaan adopsi anak melalui Pengadilan Agama
Karanganyar?
4. Bagaimana solusi untuk mengatasi kendala pelaksanaan adopsi anak melalui
Pengadilan Agama Karanganyar?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas selanjutnya
dirumuskan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan persyaratan adopsi anak melalui Pengadilan Agama
2. Menggambarkan prosedur pelaksanaan adopsi anak melalui Pengadilan Agama
Karanganyar.
3. Mendiskripsikan kendala pelaksanaan adopsi anak melalui Pengadilan Agama
Karanganyar.
4. Mendiskripsikan solusi guna mengatasi kendala pelaksanaan adopsi anak
melalui Pengadilan Agama Karanganyar.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis atau Kegunaan Penelitian
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan pengetahuan mengenai
pelaksana adopsi anak berdasarkan perundangan yang berlaku.
b. Menambah informasi sebagai acuan guna pelaksanaan penelitian terkait
berikutnya.
2. Manfaat atau keguanaan praktis
a. Bagi Pengadilan Agama sebagai masukan perbaikan dalam pelaksanaan
proses pengadobsian secara baik dan benar menurut hukum yang berlaku.
b. Bagi masyarakat agar lebih mengetahui tentang pelaksanaan adopsi anak
malui Pengadilan Agama.
c. Bagi calon orang tua agar lebih mengetahui prosedur adopsi anak melalui
d. Bagi peneliti selanjutnya sebagai gambaran awal pelaksanaan pengadopsian
anak melalui Pengadilan Agama Karanganyar sebagai tambahan
pengalaman dan pengetahuan dalam bidang penelitian.
E. Daftar Istilah
Tema penelitian pelaksanaan adopsi anak mealui Pengadilan Agama studi
kasus di Pengadilan Agama Karanganyar terkait dengan beberapa istilah sebagai
berikut:
1. Adopsi berasal dari kata ‘adoptie’ bahasa Belanda, atau ‘adopt’(adoption)
bahasa Inggri, yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak.Adopsi,
suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur
dalam pengaturan perundang-undangan. Biasanya adopsi dilaksanakan untuk
mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak
beranak. Akibat dari adopsi yang demikian itu ialah bahwa anak yang diadopsi
kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang sah dengan segala hak
dan kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu calon orang tua harus
memenuhi syarat-syarat untuk benar-benar dapat menjamin kesejahteraan anak
(Zaini, 2002:5). Disebut pula sebagai suatu usaha yang mengadakan kondisi
yang melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya (Soepomo,
1997:73).
2. Anak Angkat adalah “anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang
tua angkat demi resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk
tangga” (Hadikusuma, 1997:91), atau anak angkat adalah anak yang haknya
dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau
orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut ke dalam orang tua lingkungan orang tua
angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan keadilan (Kamil, 2008:55).
3. Pengadilan Agama adalah sebutan (titelatueur) resmi bagi salah satu di antara
empat lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaan Kehakiman yang sah di
Indonesia (Rasyid, 2007:5), atau himpunan unit-unit kerja atau kantor
pengadilan/mahkamah yang merupakan salah satu lingkungan peradilan di
bawah Mahkamah Agung sebagai wujud penerapan sistem peradilan syariah