• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN FLASH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SMSWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN FLASH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SMSWA SMA."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

(Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI Di Salah Satu SMK Negeri

Di Purwakarta)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ROHBAENI

NIM: 1201113

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Di Purwakarta)

Oleh Rohbaeni

S.Si. Institut Teknologi Bandung, 1999

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Rohbaeni 2015

Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)

MATEMATIS SISWA SMK

(Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI di Salah Satu SMKN Di Purwakarta)

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing I,

Drs. Turmudi, M.Ed., M. Sc., Ph.D. NIP. 1961011211987031003

Pembimbing II,

Dr. Bambang Avip Priatna M., M.Si NIP. 196412051990031001

Mengetahui,

Plt. Departemen ProgramS2/S3 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Matematis Siswa SMK

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis khususnya siswa SMK. Pada penelitian ini akan diungkap perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dengan konvensional. Instrument penelitian ini terdiri atas seperangkat tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis. Desain penelitiannya Nonequivalent Control Group Design. Kedua kelas diberikan pretes-postes mengenai kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis.. Hasil penelitian menunjukkan siswa yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswanya secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa.

Kata kunci: Pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash, kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah matematis.

(5)

Students of SMK.

This study was based on a lack of communication skills and problem -solving mathematical problems , especially vocational high school students . This research will be revealed differences in improvement of communication skills and mathematical problem solving among students who received problem-based learning with flash –assisted and conventional learning. The research instrument consists of a set of tests communication skills and mathematical problem solving. Research design is Nonequivalent Control Group Design. The control class and experiment class are given a pretest - posttest regarding communication skills and problem-solving mathematical. Results showed students who apply flash -assisted based learning have improvement of communication and problem-solving capabilities in mathematical are significantly better than students who use regular learning .

(6)

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Berbasis Masalah…... 12

B. Flash ……… C. Kemampuan Komunikasi Matematis ... D. Kemampuan Pemecahan Masalah ………... 18 20 24 E. Teori Belajar Yang Mendukung ………... F. Penelitian yang Relevan………... A. Desain Penelitian... 33

B. Populasi dan Sampel Penelitian... ... 34

C. Variabel Penelitian…... 34

D. Definisi Operasional... 35

E. Instrumen Penelitian……….. ... 35

F. Teknik Pengumpulan Data... G. Teknik Analisis Data... 51 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 54

(7)
(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam memasuki abad ke-21 sekarang ini, yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi tentunya menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas, terampil dan berdaya saing tinggi. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas tersebut tentunya tidak lepas dari kualitas pendidikannya. Pendidikan adalah faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan. Jika suatu bangsa berhasil membangun kualitas pendidikan nasionalnya dengan baik, maka akan berdampak pada kemajuan bangsanya.

(9)

Untuk menghadapi tantangan global tersebut, dituntut sumber daya yang handal dan mampu berkompetisi, sehingga diperlukan ketrampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Cara berpikir yang seperti disebutkan diatas dapat dikembangkan melalui matematika. Karena perannya tersebut, matematika kemudian dijuluki sebagai Queen of Sciences, ratunya para ilmu sekaligus juga pelayannya. Matematika merupakan ilmu yang dipakai dalam kegiatan sehari-hari seperti dalam bidang perdagangan, ekonomi, teknologi, dan bidang lainnya. National Research Council (Shadiq, 2008) menyatakan bahwa matematika adalah dasar dari sains dan teknologi sehingga matematika memainkan peran yang sangat besar dan menentukan terhadap kejayaan suatu bangsa.

Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Dalam (Annisah, 2009) dinyatakan bahwa banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Menghitung mengarah pada aritmetika (studi tentang bilangan) dan mengukur mengarah pada geometri (studi tentang bangun, ukuran dan posisi benda). Aritmetika dan geometri merupakan fondasi atau dasar dari matematika. Saat ini, banyak ditemukan kaidah atau aturan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pengukuran, yang biasanya ditulis dalam rumus atau formula matematika, dan ini dipelajari dalam aljabar. Namun, perkembangan dalam navigasi, transportasi, dan perdagangan, termasuk kemajuan teknologi sekarang ini membutuhkan diagram dan peta serta melibatkan proses pengukuran yang dilakukan secara tak langsung. Akibatnya, perlu studi tentang trigonometri. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada matematika maupun dalam bidang lainnya dalam kehidupan nyata.

(10)

memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan teknologi itu sendiri. Tanpa bantuan matematika tidak mungkin terjadi perkembangan teknologi seperti sekarang ini.

Rincian tujuan diatas dimaksudkan untuk mengantisipasi kebutuhan SDM Indonesia agar mampu bersaing menghadapi tantangan global yang akan semakin keras dan tajam. National Research Council (Shadiq, 2008) menyatakan bahwa dunia kerja lebih membutuhkan pekerja cerdas daripada pekerja keras. Artinya, kemampuan atau kompetensi matematika akan semakin dibutuhkan dalam era informasi ini.

(11)

pemecahan masalah. (6) memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, dan sebagainya.

Sejalan dengan hal diatas, dalam hubungannya dengan kemampuan matematik siswa NCTM (1989) mengelompokkan empat aspek kemampuan matematik meliputi pemecahan masalah, komunikasi, penalaran dan koneksi matematis. Pengelompokkan ini sesuai dengan yang disarankan pemerintah yang dijadikan sebagai acuan penilaian secara nasional.

Dalam hal kemampuan komunikasi, NCTM (2000) mengemukakan bahwa kita akan memerlukan komunikasi jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial seperti melek matematika (Setiawan, 2008). Sama halnya dengan kemampuan komunikasi matematis, kemampuan pemecahan masalah merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. NCTM (2000) menyatakan bahwa pemecahan masalah bukanlah sekedar tujuan dari belajar matematika tetapi juga merupakan alat utama untuk melakukan atau bekerja dalam matematika. Bell (1978) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika, karena kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dalam pembelajaran matematika pada umumnya dapat ditransfer untuk digunakan dalam memecahkan masalah lain (Setiawan, 2008).

Berdasarkan kebutuhan tentang kualitas sumber daya manusia saat ini, maka kemampuan matematika yang penting diantaranya adalah kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematika. Hal tersebut mengingat bahwa kehidupan ini selalu dihadapkan dengan masalah dan masalah tersebut harus dapat diselesaikan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut salah satunya diperlukan kemampuan komunikasi matematis siswa.

(12)

secara internasional seperti tabel berikut, menunjukkan peringkat kualitas kemampuan matematis beberapa siswa Indonesia berada dikelompok bawah. Peringkat beberapa siswa pada survey tahun 2007 masih jauh dari harapan yaitu menempati ranking 36 dari 49 negara peserta.

Begitu juga dengan hasil tes PISA (Programme for International Student Assesment) yang mengukur prestasi literasi membaca, matematika dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun. Pada aspek literasi matematika yang diukur adalah mengidentifikasi dan memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Laporan PISA 2009 memperlihatkan bahwa peringkat beberapa siswa Indonesia yang di survey Indonesia berada pada peringkat ke – 61 dari 65 negara. Dari laporan TIMSS dan PISA tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya kemampuan beberapa siswa indonesia di bidang matematika.

Fokus dari TIMSS dan PISA adalah literasi yang menekankan pada keterampilan dan kompetensi siswa yang diperoleh dari sekolah dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai situasi (Johar, 2012). Dalam penelitiannya, PISA mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut siswa untuk memecahkan masalah (problem solving), mulai dari mengenali dan menganalisa masalah, memformulasikan penalaran dan mengkomunikasikan gagasannya (Setiawan, 2008)

(13)

Lemahnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa tidak lepas juga dari kurangnya kesempatan dan tidak dibiasakannya siswa menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Permasalahan yang disajikan dalam kelas cenderung pada soal-soal yang sudah rutin (Setiawan, 2008). Ujian nasional yang menjadi salah satu penentu kelulusanpun sangat minim dari soal yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa. Sebagai contoh pada Ujian nasional tahun 2012, peneliti melihat bahwa soal yang menyangkut komunikasi komunikasi dan pemecahan masalah hanya 5 %, dan itupun adalah permasalahan rutin.

Berdasarkan hasil tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang dilakukan pada salah satu SMK menunjukkan bahwa untuk kemampuan komunikasi matematis memperoleh nilai 34% sedangkan untuk kemampuan pemecahan masalah memperoleh nilai 25%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa masih pada kategori rendah.

Adanya ketimpangan antara pentingnya peranan komunikasi dan pemecahan masalah yang mampu membuat matematika lebih bermakna seperti yang diungkapkan dalam NCTM (2000), tujuan pembelajaran matematika dalam Permendiknas (2013) dengan kenyataan dilapangan tentunya harus ditemukan letak permasalahannya.

(14)

sehari-hari, berkomunikasi secara matematis dan bernalar secara matematis. Kemudian yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah hanya 32% dari seluruh waktu kegiatan belajar-mengajar dan hampir seluruh guru memberikan soal rutin dan kurang menantang.

Pembelajaran yang berpusat pada guru tidak menempatkan siswa sebagai subjek didik yang menemukan pengetahuanya, melainkan sebagai objek yang harus diberi pengetahuan. Menurut Herman (2005), pembelajaran seperti ini tidak mengakomodasi pengembangan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penalaran, koneksi dan komunikasi matematis. Suryadi (2005) menyatakan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi matematis atau kemampuan berfikir logis. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa adalah aktivitas pembelajaran. Aktivitas pembelajaran Di kelas selama ini lebih dominan dilakukan oleh guru, guru menjelaskan konsep, memberikan contoh dan penyelesaian, kemudian guru memberikan soal-soal yang sifatnya rutin. Hal ini kurang dapat melatih kemampuan berpikir matematis siswa.

Menyikapi permasalahan pembelajaran di sekolah, terutama dalam kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang berhubungan dengan aktivitas dan proses pembelajaran di kelas, tampaknya butuh model dan strategi pembelajaran yang tepat untuk mengakomodasi peningkatan kompetensi siswa sehingga hasil belajar dapat lebih baik khususnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika diperlukan model pembelajaran yang menuntut peran aktif siswa dalam pembelajarannya. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat siswa untuk terlibat aktif dalam pengalaman belajarnya.

(15)

mampu mendemonstrasikan dalam penerapan macam macam metode atau model mengajar dalam mata pelajaran yang diajarkan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa adalah model pembelajaran berbasis masalah (Rusman, 2010). Menurut Tan (2003) (dalam Rusman, 2010) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul betul dioptimalisasikan melalui kerja kelompok sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Penelitian Setiawan (2008), Madio (2010), Budiman (2011) dan Mikrayanti (2012) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah telah meningkatkan kemampuan matematis siswa. Jika dilihat dari aspek kemampuan pemecahan masalah, penelitian yang dilakukan oleh Annisah (2009), Saija (2010), Haryati (2012) dan Sundayana (2012) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa setelah dengan model pembelajaran kooperatif yang diterapkan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Begitu juga penelitian dari Dainah (2012), Hesti (2013), Herry (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan bantuan flash telah memberikan reaksi positif siswa dalam belajar.

(16)

Di lain pihak, menurut Kusumah (2011) pada dasawarsa sekarang ini pengembangan kualitas sumber daya melalui pendidikan, yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, dipacu secara pesat oleh adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong terciptanya kemudahan dalam meminimalisir permasalahan-permasalahan dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan matematika.

Selain Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai fokus utama, aspek pengetahuan awal matematika (PAM) siswa dalam kategori tinggi, sedang dan rendah, diduga turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa. Menurut Ruseffendi (dalam Saragih, 2011) pengetahuan awal matematis siswa berbeda satu dengan lainnya dalam memahami materi pelajaran, sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti dalam mengembangkan rancangan pembelajaran. Pengetahuan awal matematis (PAM) siswa tidaklah homogen. Oleh karena itu kategori tinggi, sedang dan rendah pada PAM dapat digunakan untuk melihat lebih tajam lagi pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah pada siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash.

Pengetahuan awal matematis (PAM) siswa pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat digunakan juga untuk membandingkan (interaksi) peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dengan siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Diduga bahwa terdapat efek interaksi antara pengetahuan awal matematis siswa (PAM) dan Pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan sebuah

(17)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa?

2. Apakah terdapat pengaruh pengelompokan PAM siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash ?

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan klasifikasi PAM (kelompok tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa ?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa?

5. Apakah terdapat pengaruh pengelompokan PAM siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash ?

6. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan klasifikasi PAM (kelompok tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Menelaah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.

(18)

pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash.

3. Menelaah apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan klasifikasi PAM (kelompok tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

4. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.

5. Menelaah pengaruh pengelompokan PAM siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash.

6. Mengkaji apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan klasifikasi PAM (kelompok tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi kegiatan pembelajaran di kelas, khususnya dalam upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu, khususnya dalam bidang pendidikan mengenai kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis siswa serta model pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash pada siswa.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(19)

b. Jika ternyata pengaruhnya signifikan, maka pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif atau pilihan yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuasi eksperimen karena pemilihan sampel tidak dapat dilakukan secara acak. Dalam penelitian ini hanya dilakukan secara acak kelas. Menurut Sugiyono (2012) dalam penelitian kuasi, mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Pada penelitian ini ingin diketahui apakah kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis yang mendapatkan pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran secara biasa (umum) atau tidak.

Pada penelitian ini akan diambil sebanyak 2 kelas, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelompok eksperimen (kelas perlakuan) merupakan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika melalui pembelajaran berbasis masalah berbantuan adobe flash dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah kelompok siswa yang pembelajaran biasa. Dengan demikian untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah siswa terhadap pembelajaran matematika dilakukan penelitian dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005: 52) berikut:

O X O

O O

Keterangan:

O = Pretes, postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

(21)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI salah satu SMK di Kabupaten Purwakarta tahun pelajaran 2014/2015. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling. Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian serta prosedur perizinan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penentuan sampel penelitian didasarkan pada kriteria yakni rata-rata kemampuan siswa berdasarkan data dari sekolah.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang implementasi pembelajaran matematika di kelas XI SMK dengan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematiks. Penelitian ini juga membandingkan perlakuan antara pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dan pembelajaran biasa.

Variabel kontrol yang juga menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah kategori pengetahuan awal matematis (PAM) siswa yaitu kategori tinggi, sedang dan rendah. Kelompok PAM siswa adalah tingkat kedudukan siswa yang didasarkan pada hasil skor dari tes PAM dalam satu kelas dan pertimbangan guru matematika pengampu.

(22)

D. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi tertulis yang diukur dengan soal tes hasil belajar di mana siswa dapat mengomunikasikan masalah ke dalam ide matematika. Adapun indikator komunikasi matematis meliputi (a) menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk bahasa dan simbol matematik, (b) menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dalam bentuk tulisan, dan (c) menyatakan suatu situasi dengan gambar.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa meliputi kemampuan memahami masalah, menyusun rencana penyusunan, melaksanakan rencana penyelesaian dengan tepat, dan memeriksa kembali proses dan hasil yang diperoleh

3. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berbantuan Flash adalah pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan masalah dunia nyata atau masalah yang disimulasikan melalui bantuan adobe flash yang relevan dengan konsep yang akan dipelajari dan untuk menyelesaikannya siswa bekerja sendiri atau secara kelompok dengan guru sebagai fasilitator.

4. Pembelajaran biasa adalah kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dengan kecenderungan berpusat pada guru (teacher-centered). Dalam pembelajaran biasa , guru lebih mendominasi kegiatan pembelajaran dengan ceramah untuk menjelaskan konsep/materi pada bahan ajar dan menjelaskan prosedur penyelesaian soal-soal latihan.

E. Instrumen Penelitian

(23)

dan bahan ajar. Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan.

1. Tes Pengetahuan Awal Matematis (PAM)

Pengetahuan awal matematis siswa adalah pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Pemberian tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum pembelajaran dan untuk memperoleh kesetaraan rata-rata kelompok eksperimen dan kontrol. Selain itu tes PAM juga digunakan untuk penempatan siswa berdasarkan pengetahuan awal matematisnya.

Pengetahuan awal matematis siswa diukur melalui seperangkat soal tes dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya, terutama materi matematika yang sudah dipelajari ditingkat SMP. Tes ini berupa soal pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban terdiri dari 12 butir soal. Penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal dilakukan dengan aturan untuk setiap jawaban benar diberi skor 1, dan untuk setiap jawaban salah atau tidak menjawab diberi skor 0.

Berdasarkan skor pengetahuan awal matematis yang diperoleh, siswa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu siswa pengetahuan tinggi, siswa pengetahuan sedang, dan siswa pengetahuan rendah. Menurut Somakim (2010: 75) kriteria pengelompokkan pengetahuan awal matematis siswa berdasarkan skor rerata ( ̅) dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:

KAM ≥ ̅ + SB : Siswa pengetahuan Tinggi ̅–SB ≤ KAM < ̅ + SB : Siswa pengetahuan Sedang

KAM ≤ ̅– SB : Siswa pengetahuan Rendah

(24)

didasarkan pada kesesuaian soal dengan aspek-aspek pengetahuan awal matematis dan dengan materi matematika smp. Sedangkan untuk mengukur validitas muka, pertimbangan didasarkan pada kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi.

Berikut adalah hasil pengelompokkan siswa berdasarkan kelompok PAM tinggi, sedang dan rendah.

Tabel 3.1

Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori PAM

Kelompok Pembelajaran Total

PBMF Biasa

Tinggi 5 8 13

Sedang 22 14 36

Rendah 5 8 13

Total 32 30 62

Selain itu juga, perangkat soal tes PAM ini terlebih dahulu diujicobakan secara terbatas kepada lima orang siswa di luar sampel penelitian. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan memperoleh gambaran apakah butir-butir soal dapat dipahami oleh siswa.

2. Tes Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan masalah Matematis

Perangkat soal tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis disusun dalam bentuk soal uraian. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Frankel dan Wallen (Suryadi, 2005) yang menyatakan bahwa tes berbentuk uraian sangat cocok untuk mengukur higher level learning outcomes.

(25)

perolehan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah dan ada tidaknya pengaruh yang signifikan setelah mendapatkan perlakuan yang berbeda. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu perlakuan dalam hal ini pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dan pembelajaran biasa terhadap kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa.

Tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah dibuat untuk mengukur kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa kelas XI SMK mengenai materi yang sudah dipelajarinya. Adapun rincian indikator kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah yang akan diukur adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2

Indikator Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis

Kemampuan Indikator

Komunikasi Menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dalam bentuk tulisan

Menyatakan suatu situasi dengan gambar

Menyatakan suatu situasi dalam bentuk bahasa dan symbol matematik

Pemecahan masalah Mengidentifikasi kecukupan unsur dari suatu masalah Menyelesaikan masalah matematika maupun dalam konteks lain

Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika

(26)

Tabel 3.3

Rubrik Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis No

soal

Indikator yang Dinilai

Respon Terhadap Soal/Masalah Skor Komulatif

Menggunakan bahasa matematika (istilah, symbol, tanda dan atau representasi) secara sangat efektif/akurat dan lengkap untuk mengilustrasikan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan kemudian dapat menyelesaikan masalah/soal tersebut.

6-8

Menggunakan bahasa matematika (istilah, symbol, tanda dan atau representasi) secara efektif, cukup akurat dan cukup lengkap untuk mengilustrasikan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan kemudian dapat menyelesaikan masalah/soal tersebut.

3-5

Ada upaya menggunakan bahasa matematika (istilah, symbol, tanda dan atau representasi) untuk mengilustrasikan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan namun masih keliru.

1-2

Tidak ada respon atau jawaban kosong 0

6

Menyatakan suatu situasi dengan

gambar

Mengilustrasikan gambar dari suatu ide atau situasi yang diberikan kemudian dapat menyelesaikan masalah/soal tersebut secara sangat efektif/akurat dan lengkap.

6-8

Mengilustrasikan gambar dari suatu ide atau situasi yang diberikan kemudian dapat menyelesaikan masalah/soal tersebut secara cukup efektif/akurat dan lengkap.

3-5

Ada upaya Mengilustrasikan gambar dari suatu ide atau situasi yang diberikan namun masih keliru.

1-2

(27)

No soal

Indikator yang Dinilai

Respon Terhadap Soal/Masalah Skor Komulatif

Menggunakan bahasa matematika (istilah, symbol, tanda dan atau representasi) secara sangat efektif/akurat dan lengkap untuk mengilustrasikan ide atau situasi dari suatu masalah dan gambar yang diberikan kemudian dapat menyelesaikan masalah/soal tersebut.

6-8

Menggunakan bahasa matematika (istilah, symbol, tanda dan atau representasi) secara efektif, cukup akurat dan cukup lengkap untuk mengilustrasikan ide atau situasi dari suatu masalah dan gambar yang diberikan kemudian dapat menyelesaikan masalah/soal tersebut.

3-5

Ada upaya menggunakan bahasa matematika (istilah, symbol, tanda dan atau representasi) untuk mengilustrasikan ide atau situasi dari suatu masalah dan gambar yang diberikan namun masih keliru.

1-2

Tidak ada respon atau jawaban kosong 0

Tabel 3.4

Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan masalah Matematis

No soal

(28)

No soal

Indikator yang Dinilai Respon Terhadap Soal/Masalah unsur unsur yang diperlukan dan menggunakan semua informasi dengan solusi yang lengkap dan benar.

 Bila tidak ada respon atau jawaban kosong setiap indikator yang dinilai diberi skor = 0.

 Untuk perhitungan setiap indikator yang dinilai :

o Skor = 2 bila semua benar,

(29)

Sebelum tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis digunakan dilakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Soal tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis ini diujicobakan pada siswa kelas XII SMK ditempat penelitian yang telah menerima materi trigonometri.

Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut harus dinilai validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Untuk mendapatkan validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran maka soal tersebut diujicobakan pada kelas lain di sekolah yang sama. Pengukuran validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes tersebut diuraikan berikut ini.

1)Validitas Butir Soal

Menurut Arikunto (2003: 168), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. Dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.

a. Validitas Teoritik

Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan kumunikasi dan pemecahan masalah matematis yang berkenaan dengan validitas isi dan validitas muka diberikan oleh ahli.

(30)

Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal.

Sebelum tes tersebut digunakan, terlebih dahulu dilakukan validitas muka dan validitas isi instrumen oleh para ahli yang berkompeten. Uji coba validitas isi dan validitas muka untuk soal tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis dilakukan oleh 5 orang penimbang. Untuk mengukur validitas isi, pertimbangan didasarkan pada kesesuaian soal dengan materi ajar trigonometri SMK kelas XI, dan sesuai dengan tingkat kesulitan siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan didasarkan pada kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi.

Setelah instrumen dinyatakan sudah memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian secara terbatas diujicobakan kepada lima orang siswa di luar sampel penelitian yang telah menerima materi yang diteskan. Tujuan dari uji coba terbatas ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa sekaligus memperoleh gambaran apakah butir-butir soal tersebut dapat dipahami dengan baik oleh siswa.

b.Validitas Empirik

Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi produk momen dengan menggunakan angka kasar (Arikunto, 2003: 72) yaitu:

r xy ∑ ∑ ∑

(31)

rxy = Koefisien validitas Kategori rxy Interpretasi

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi

Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian soal tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis tersebut dujicobakan secara empiris kepada 42 orang siswa kelas XII di tempat penelitian. Data hasil uji coba soal tes serta validitas butir soal selengkapnya ada pada Lampiran B. Perhitungan validitas butir soal menggunakan software Anates V.4 For Windows. Untuk validitas butir soal digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir soal dengan skor total. Hasil validitas butir soal kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis disajikan pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7 berikut.

Kriteria validitas butir soal tes kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6

Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

No No Soal

Koefisien Korelasi

r tabel

pearson Kriteria Kategori

1 1 0,813 0,304 Valid Sangat tinggi

2 4 0,893 0,304 Valid Sangat tinggi

(32)

Tabel 3.7

Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan masalah

No No Soal

Koefisien Korelasi

r tabel

pearson Kriteria Kategori

1 2 0,928 0,304 Valid Sangat tinggi

2 3 0,946 0,304 Valid Sangat tinggi

3 5 0,894 0,304 Valid Sangat tinggi

Keterangan :

Jika r hitung ≥ r tabel, maka butir soal valid Jika r hitung r tabel, maka butir soal tidak valid

Hasil perhitungan validitas berdasarkan tabel 3.6 dan tabel 3.7 di atas menunjukkan bahwa ke enam soal berada pada kategori sangat tinggi. Dari hasil tersebut, soal kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.

2) Reliabilitas butir soal

Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama (Arikunto, 2003: 90). Suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha (Suherman & Sukjaya, 1990)

[ ]

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

∑σi2 = jumlah varians skor tiap–tiap item

(33)

Tabel 3.8.

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Besarnya nilai r11 Interpretasi

0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < r ≤ 0,60 Sedang

0,20 < r ≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ r ≤ 0,20 Sangat rendah

Sumber : (Suherman & Sukjaya, 1990)

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach dengan bantuan program Anates V.4 for Windows.

Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran B. Berikut ini merupakan hasil ringkasan perhitungan reliabilitas

Tabel 3.9

Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan masalah dan Komunikasi

Kemampuan Reliabilitas Interpretasi

Komunikasi 0,83 Sangat Tinggi

Pemecahan masalah 0,93 Sangat Tinggi

Hasil perhitungan reliabilitas berdasarkan Tabel 3.9 di atas menunjukkan bahwa soal kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis berada pada kategori sangat tinggi, artinya soal memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan dalam penelitian.

3) Daya Pembeda

(34)

tidak dapat dijawab dengan benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah. Dua kondisi tersebut mengindikasikan bahwa soal tersebut tidak mempunyai daya pembeda.

Pengelompokan siswa didasarkan pada kemampuan matematika sebelumnya dan terdiri dari tiga kelompok, yakni kelompok tinggi, sedang dan rendah dengan perbandingan 30%, 40% dan 30% (Dahlan, 2004). Siswa yang termasuk ke dalam kelompok atas adalah siswa yang mendapat skor tinggi dalam penilaian, sedangkan siswa yang termasuk kelompok rendah adalah siswa yang mendapat skor rendah dalam penilaian. Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal uraian adalah sebagai berikut.

Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda adalah:

Keterangan:

DP = Daya pembeda

= Jumlah skor kelompok atas = Jumlah skor kelompok bawah

= Jumlah skor ideal kelompok atas

Menurut Suherman (2001: 161) klasifikasi interpretasi daya pembeda soal

sebagai berikut:

Tabel 3.10. Klasifikasi Daya Pembeda

Kriteria Daya Pembeda Keterangan

DP ≤ 0 Sangat Jelek

0 < DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

(35)

Tabel 3.11

Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Komunikasi No No Soal Daya Pembeda (%) Interpretasi

1 1 39,77 Cukup

2 4 37,50 Cukup

3 6 20,45 Cukup

Tabel 3.12

Uji Daya Pembeda Soal Tes Pemecahan masalah No No Soal Daya Pembeda (%) Interpretasi

1 2 38,64 Cukup

2 3 36,36 Cukup

3 5 27,27 Cukup

Berdasarkan Tabel di atas, didapat daya pembeda dengan klasifikasi cukup Hal tersebut menunjukkan bahwa soal-soal tersebut sudah bisa membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

4) Analisis Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya

suatu soal tes (Arikunto, 2006: 207). Tingkat kesukaran pada masing-masing butir

soal dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

TK = Tingkat Kesukaran

(36)

= Jumlah skor ideal kelompok atas = Jumlah skor ideal kelompok bawah

Menurut Zuhri (2007: 45) klasifikasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut:

Tabel 3.13 Kriteria Tingkat Kesukaran

Kriteria Indeks Kesukaran Kategori

IK = 0,00 Sangat Sukar

0,00  IK  0,3 Sukar

0,3  IK ≤ 0,7 Sedang

0,7  IK ≤ 1,00 Mudah

Sumber : (Zuhri, 2007: 45)

Tabel 3.14

Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Komunikasi No No Soal Tingkat Kesukaran (%) Interpretasi

1 1 52,84 Sedang

2 4 32,39 Sedang

3 6 28,41 Sukar

Tabel 3.15

Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Pemecahan masalah No No Soal Tingkat Kesukaran (%) Interpretasi

1 2 32,95 Sedang

2 3 29,55 Sukar

3 5 27,27 Sukar

(37)

dapat menjawab benar butir-butir soal tersebut. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.

Sedangkan hasil rekapitulasi hasil uji coba instrument adalah sebagai berikut :

Tabel 3.16

Rekapitulasi Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Komunikasi Nomor

Soal

Validitas Reliabilitas Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran 1 Sangat tinggi Sangat tinggi Cukup Sedang 4 Sangat tinggi Sangat tinggi Cukup Sedang 6 SangatTinggi Sangat tinggi Cukup Sukar

Tabel 3.17

Rekapitulasi Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Pemecahan masalah Nomor

Soal

Validitas Reliabilitas Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran 2 Sangat tinggi Sangat tinggi Cukup Sedang 3 Sangat tinggi Sangat tinggi Cukup Sukar 5 SangatTinggi Sangat tinggi Cukup Sukar

3. Bahan Ajar

Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika berbantuan flash untuk kelompok eksperimen. Bahan ajar disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku di lapangan yaitu Kurikulum KTSP 2006. Isi bahan ajar memuat materi-materi matematika untuk kelas XI SMK semester 2 tentang trigonometri dengan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa. Pokok bahasan dipilih berdasarkan alokasi waktu yang telah disusun oleh guru peneliti. Setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan yang dilengkapi dengan lembar aktivitas siswa. Lembar aktivitas siswa memuat soal-soal latihan menyangkut materi-materi yang telah disampaikan.

(38)

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati dan menelaah setiap aktivitas siswa dalam pembelajaran. Lembar observasi ini terdiri dari item-item yang memuat aktivitas siswa yang diharapkan memunculkan sikap positif terhadap pembelajaran.

F.Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes pengetahuan awal matematika, tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis, dan lembar observasi. Data yang berkaitan dengan pengetahuan awal matematika dikumpulkan melalui tes sebelum pembelajaran pertama dimulai, untuk data kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa dikumpulkan melalui pretes dan postes, sedangkan data mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran di kelas dikumpulkan melalui lembar observasi.

G.Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Untuk itu pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

G.1. Analisis data kualitatif

Data-data kualitatif diperoleh melalui observasi dan wawancara. Observasi berisikan aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dan hasil wawancara diolah melalui laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran.

G.2. Analisis data kuantitatif

(39)

digunakan, terlebih dahulu diuji normalitas data dan homogenitas varians. Sebelum uji tersebut dilakukan harus ditentukan terlebih dahulu rata-rata skor serta simpangan baku untuk setiap kelompok. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan tahapan yang peneliti lakukan dalam pengolahan data tes.

1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.

2) Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Menentukan skor peningkatan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis dengan rumus gain ternormalisasi Hake (1999) yaitu:

Dengan klasifikasi gain ternormalisasi Hake (1999) pada Tabel di bawah:

Tabel 3.16

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-gain (g) Klasifikasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes, postes dan N-gain kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis menggunakan uji statistik Shafiro-wilk

Adapun rumusan hipotesisnya adalah: H0: data berdistribusi normal Ha: data berdistribusi tidak normal

Dengan kriteria uji menurut Uyanto (2009) sebagai berikut: Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.

(40)

H0: Skor pretes, postes, dan N-gain kedua kelas bervariansi homogen Ha: Skor pretes, postes, dan N-gain kedua kelas bervariansi tidak homogen Dengan kriteria uji menurut Uyanto (2009) sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.

6) Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan rataan skor pretes, uji perbedaan rataan skor postes dan N-gain, dilanjutkan dengan uji perbedaan rataan skor N-gain berdasarkan kategori pengetahuan awal matematis siswa (tinggi sedang dan rendah). 7) Melakukan uji adanya interaksi antara pembelajaran (berbasis masalah dan

(41)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian serta pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diuraikan pada bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi dari hasil-hasil penelitian tersebut.

A. Kesimpulan

1. Siswa yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash, peningkatan kemampuan komunikasi matematisnya secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. 2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang

signifikan antara siswa yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa bila ditinjau dari kategori pengetahuan awal matematika tinggi, sedang dan rendah. Secara deskriptif N-gain untuk siswa kategori tinggi pada kelas eksperimen nilainya paling tinggi dibandingkan dengan kategori PAM sedang dan rendah.

3. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (PBMF dan biasa) dengan pengetahuan awal matematis (PAM) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

4. Siswa yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematisnya secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa.

(42)

tidak terdapat perbedaan signifikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematisnya. Namun demikian secara deskriptif N-gain untuk masing-masing kategori PAM tinggi, sedang dan rendah kelas eksperimen nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol.

6. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran (PBMF dan biasa) dengan pengetahuan awal matematis (PAM) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

B. Implikasi

Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diungkapkan di atas, maka implikasi dari hasil-hasil tersebut diuraikan berikut ini.

1. Penerapan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran di jenjang SMK dalam upaya mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa.

2. Penerapan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash ditanggapi dengan baik oleh siswa, sehingga diharapkan dapat mengubah cara pandang siswa bahwa belajar matematika bukan hanya belajar tentang rumus tetapi belajar memahami matematika dari masalah yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.

3. Penerapan pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash dapat meningkatkan aktivitas siswa serta pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) sesuai dengan tuntutan kurikulum saat ini.

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, diajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut.

(43)

matematika masih rendah harus diberi tindakan agar dalam pembelajaran tidak terjadi hambatan yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah.

2. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah berbantuan flash berdampak signifikan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis kategori tinggi, sedang dan rendah dan berdampak signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kategori tinggi saja, sedangkan pada kategori sedang dan rendah tidak berdampak signifikan. Tentunya hal ini menarik untuk diteliti selanjutnya.

(44)

Al Muchtar, Suwarma (2000), Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS, PPS UPI.

Anissah, Siti. (2009). Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah.. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Annisah.(2009). Peran Matematika Sebagai Alat Berpikir. Tersedia:

http://annisahspd.wordpress.com/2009/12/02/peran-matematika-sebagai-alat-berpikir/. Diakses Tanggal 27 Februari 2014.

Ansari, Bansu I. (2003), Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write, Disertasi, Bandung: UPI, Tidak dipublikasikan.

Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Baroody. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Comunicatief k-8; Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.

Bell. (1981). Teaching and Learning Mathematichs. Dubuque Lowo: Win.C. Broom Company Publisher.

BSNP, (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Budiman, Hedi. (2011). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Dainah, exsi. (2012). Pembelajaran berbantuan flash untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMA. Skripsi pada UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta Depdiknas. (2006). Kurikulum Standar Kompetensi Matematika Sekolah Menengah Atas

dan Madrasah aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [online]. Tersedia : http://fachruraziabbas.blogspot.com/2011/07/penerapan-pembelajaran-berbasis-masalah.html. [17 Desember 2013].

(45)

Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Haryati, Feri. (2012). Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMU. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hayanti, N.D. (2012). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengukur Penalaran Matematis.[Online].Tersedia:http://novidwihayanti.blogspot.com/2012/01/pembelaj aran-berbasis-masalah-untuk.html [17 Desember 2013].

Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah SMP. Disertasi Doktor pada SPs Univeritas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Hesti, Ayu. (2013). Pembelajaran berbantuan flash untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Skripsi pada IKIP PGRI Semarang: Tidak Diterbitkan.

Heri, Wijayanto. (2013). Pembelajaran berbantuan flash untuk meningkatkan hasil belajar dan sikap positif siswa. Skripsi pada UIN Kalijaga: Tidak Diterbitkan.

Hidayatulloh, Priyanto. (2011). Animasi Pendidikan Menggunakan Flash.Bandung : Penerbit Informatika.

Hudojo, Herman. (1977) . Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti PPLPTK. Jazuli, Akhmad. (2009). Berfikir kreatif dalam kemampuan komunikasi matematika.

Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, pada tanggal 5 Desember 2009, di Yogyakarta.

Johar, Rahmah. (2012). Domain Soal PISA Untuk Literasi Matematika. Makalah Seminar dan Lokakarya dalam rangka Kontes Literasi Matematika (KLM) di Unnes Semarang, 29 Desember 2012.

Kamus Bahasa Indonesia Online. Kamus Bahasa Indonesia Online- Definisi komunikasi. Tersedia : http://kamusbahasaindonesia.org/komunikasi. Diakses : 04 des 2013. Kemdikbud. Litbang. (2011). Survei Internasional PISA (Programme for International

(46)

Mathematics and Science Study. http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-timss. [ 10 Desember 2013].

Kusumah, Yaya S. (2012). Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa. Makalah Seminar Nasional Teknologi Matematika di Universitas Haluoleo Kendari, 4 Mei 2012.

Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. (2009) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). UPI Kampus Tasikmalaya.

Madio, Sukanto Sukandar. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

M. Ibrahim dan M. Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Mikrayanti. (2012). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

M. Nur dan Wikandari P.R. 1998. Pengajaran Berpusat pada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Mai Neo and Ken T. K. Neo (2001). Innovative teaching: Using multimedia in a problem-based learning environment, Paper . Malaysia: Centre for Innovative Education (CINE) Faculty of Creative Multimedi Multimedia University, Cyberjaya, Selangor National Council of Teacher of Mathematics. (1989). Principles and Standards for School

Mathematics.Reston.VA:NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Nur Izzati, (2009). Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Mengembangkannya Pada Peserta Didik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Di Bandung, 19 Desember 2009.

(47)

Lainnya. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Saija, Louis, M. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Model Kooperatif MURDER untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Sanjaya, Wina. (2007), Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Santyasa, I.W. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif.

Makalah disajikan dalam Pelatihan tentang Pembelajaran dan Asesmen Inovatif bagi Guru Sekolah Menengah. Nusa Penida: 22-24 Agustus 2008

Setiawan, Andri. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Doktor pada SPs Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Suherman, E & Kusumah, Y.S. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung. Wijayakusumah.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta Bandung.

Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sundayana, Rostina. (2012). Pembelajaran Dengan Model Tutorial untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Shadiq, Fadjar. (2008). Bagaimana Cara Mencapai Tujuan Pembelajaran Matematika di SMK. Dirjen PMPTK Departemen Pendidikan Nasional. P4TK Matematika Yogyakarta.

(48)

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor pada PPS Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2006). Berpikir matematik tingkat tinggi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru. Makalah disajikan dalam seminar matematika di UNPAD. Bandung: Tidak diterbitkan.

--- (2012). Pendidikan Karakter Serta pengembangan Berfikir dan Disposisi Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di NTT tanggal 25 Februari 2012

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Tasdikin. (2011). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Tesis Pada SPS UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif), Bandung: Lauser Cita Pustaka.

Uyanto, S.S. (2009).Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Permana, Y. (2009). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi Pada SPS UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan.

Permendiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: BSNP.

(49)

Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Pada SPS UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan.

Widhiarso, W., 2007, Statistika Inferensial, Fakultas Psikologi UGM

Gambar

Tabel 3.2 Indikator Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah  matematis
Tabel 3.3 Rubrik Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.4 Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan masalah  Matematis
Tabel 3.6 Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
+7

Referensi

Dokumen terkait

test for a sequence of the actor names based on academic level, and then we test the sequence of the number of papers, the hit counts with quotation marks, and the

Bakteri Salmonella dan Shigella hanya terdapat dalam jumlah relatif sedikit dalam tinja (sekitar 200 bakteri per gram tinja) dibandingkan dengan bakteri enterik

aktivasi. Hal ini terjadi karena pada biomassa yang teraktivasi lebih banyak mempunyai situs-situs aktif yang dapat berikatan dengan logam akibat dari reaksi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas produk, desain produk, dan merek terhadap proses keputusan pembelian sepatu Converse All Stars

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat allah SWT, berkat rahmat dan bimbingannya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Pemberian Kombinasi

Terdapat enam belas indikator kinerja tanah terpilih yang masuk dalam MDS, yaitu warna, struktur, tekstur, kadar air, kelerengan, nilai penetrometer, kedalaman

Hubungan antara pengguna dengan sistema pakar serta komponen-komponen yang ada dalam sistema pakar dapat dilihat pada gambar 1 berikut: User: Pengguna

Perilaku burung julang irian ( Rhyticeros plicatus ) yang ditemukan di lokasi Hua Hui Jalang dan lokasi Ilie adalah Perilaku Makan, Perilaku Bersuara, Perilaku