ii
Penelitian ini berkenaan dengan penerapan model pembelajaran induktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan pada salah satu sekolah dasar yang berada di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung dengan banyaknya siswa 28 orang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematis pada siswa sekolah dasar yang disebabkan oleh pembelajaraan konvensional yang berpusat pada guru. Secara umum, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan penerapan model pembelajaran induktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa pada mata pelajaran matematika pokok bahasan pemecahan masalah matematika berkaitan dengan pecahan sederhana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peneltian Tindakan Kelas dengan menggunakan model Kemmis Mc. Taggart dalam tiga siklus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi dan catatan lapangan. Bentuk analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran induktif dapat meningkatkan aktivitas siswa saat pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Pada siklus I presentase pencapaian KKM 35,7%. Pada siklus II mengalami peningkatan dengan presentase pencapaian KKM 60,7%. Pada siklus III mengalami peningkatan dengan presentase pencapaian KKM 85,7%. Sehingga penerapan model pembelajaran induktif dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan oleh guru dalam usaha meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
THE APPLICATION OF INDUCTIVE TEACHING MODEL TO INCREASE STUDENT’S MATHEMATICAL COMMUNICATION ABILITY
By Dwi Septiani NIM. 1104529
ABSTRACT
This research is about the application of inductive teaching model to increase student’s mathematical communication ability which is done in of elementary school in Sukajadi, Bandung with the total student of the research are 28 students, 14 boys and 14 girls. This research based on student’s mathematical communication are low. This caused by the convensional teaching method which is teacher centered. Generally, the purpose of this research is to get the description of the application of inductive teaching model’s implementation to increase student’s mathematical communication ability in mathematic subject is related simple fraction. The research is using classroom action research Kemmis Mc. Taggart model in three cycles. Data collection techniques using testing, observation, and field note. Data analysis in this study is a descriptive analysis techniques which include data reduction, data display, and conclusion.the application of inductive teaching model can increase student’s activity in studying process and student’s mathematical communication. In fisrt cycle, the percentage of KKM achievement are 35,7%. In second cycle, the percentage of KKM achievement got increase are 60,7%. The third cycle, the percentage of KKM achievement got most increase are 85,7%. With the result, the application of inductive teaching model can be one of more alternatives teaching model to increase student’s mathematical communication.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika sendiri merupakan salah satu jenis bahasa. Bahkan menurut Jujun
S. Suriasumantri (2007, hlm.190) matematika merupakan bahasa yang
berupa/melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang akan mempunyai
arti setelah sebuah makna diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan
kumpulan rumus-rumus yang mati.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang
perlu dikuasai oleh setiap siswa dalam rangka meningkatkan keberhasilan
pembelajaran matematika. Dengan komunikasi, siswa dapat berbagi gagasan dan
mengklasifikasikan pemahaman. Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide
matematika secara benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada
lemahnya kemampuan matematika yang lain. Siswa yang memiliki kemampuan
komunikasi matematis yang baik akan bisa membuat representasi yang beragam, hal
ini akan lebih memudahkan dalam menemukan alternatif-alternatif penyelesaian yang
berakibat pada meningkatnya kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika.
Namun demikian, permasalahan yang ditemukan selama pengamatan, masih
banyak siswa yang belum dapat mengkomunikasikan permasalahan matematis
dengan baik. Pembelajaran klasikal yang biasa diterapkan, belum mampu mendorong
peningkatan kemampuan komunikasi siswa. Siswa tidak diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi kemampuan komunikasi matematisnya. Dilihat dari data awal ketika
melakukan tes kemampuan awal kemampuan komunikasi matematis, hanya 21,4%
siswa yang mampu melampaui KKM atau sekitar 6 orang siswa dari total keseluruhan
dalam kegiatan pembelajaran. Guru adalah penentu aktivitas siswa di kelas yang
peneliti amati. Seyogyanya, siswa difasilitasi untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematisnya dengan memberikan bimbingan agar dapat
mengkomunikasikan tiap ide-ide ke dalam bentuk gambar, menjelaskan penjelasan
dari jawaban dan bahkan melakukan perhitungan dengan tidak terpaku pada satu cara.
Dalam pembelajaran matematika, seorang siswa yang sudah mempunyai kemampuan
pemahaman matematis dituntut juga untuk bisa mengkomunikasikannya, agar
pemahamannya tersebut bisa dimengerti oleh orang lain. Dengan
mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang lain, seorang siswa bisa
meningkatkan pemahaman matematisnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh
Huggins (1999) bahwa untuk meningkatkan pemahaman konseptual matematis, siswa
bisa melakukannya dengan mengemukakan ide-ide matematisnya kepada orang lain.
Salah satu cara yang bisa diterapkan untuk membantu meningkatkan
kemampuan matematis siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran
induktif.
Berpikir induktif sebenarnya merupakan bawaan sejak lahir dan keberadaannya sudah absah. Ia hadir sebagai suatu kerja revolusioner, mengingat sekolah-sekolah saat ini telah memutuskan untuk mengajar dalam corak yang tidak absah dan acap merongrong kapasitas bawaan sejak lahir. (Hilda Taba pada sekelompok orang dalam Memorial Lincoln).
Model pembelajaran induktif diawali dengan contoh-contoh nyata dengan
tujuan agar siswa dapat mengidentifikasi, membedakan kemudian mengintepretasi,
menggeneralisasi dan akhirnya mengambil kesimpulan. Dengan demikian, siswa
menggunakan hasil dari pemerolehan informasi sendiri lalu dengan mudah
mengkomunikasikannya. Model pembelajaran induktif diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan kondisi di atas, penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang
penerapan model pembelajaran induktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran induktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan?
2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan pembelajaran matematika yang menerapkan model pembelajaran
induktif pada pokok bahasan bilangan pecahan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, secara umum tujuan penelitian ini
adalah memperoleh gambaran penerapan model pembelajaran induktif untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa pada pokok bahasan
bilangan pecahan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memperoleh gambaran pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran induktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan.
2. Memperoleh gambaran peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan pembelajaran Matematika yang menerapkan model pembelajaran induktif
pada pokok bahasan bilangan pecahan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan akan mendapatkan teori baru
tentang Model Pembelajaran Induktif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan
penelitian tindakan kelas dan dapat dijadikan upaya bersama antara sekolah, guru dan
peneliti yang lain untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran secara menyeluruh
khususnya yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa serta sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
Manfaat Praksis. Hasil penelitian ini dasarnya memiliki dua produk, yaitu: (1)
5
matematis siswa; dan (2) data deskriptif tentang peningkatan kemampuan komunikasi
siswa pada sekolah yang menjadi tempat penelitian. Diharapkan kedua hal ini dapat
bermanfaat pada beberapa konteks kepentingan berikut.
1. Bagi siswa, hasil penelitian tindakan kelas ini akan bermanfaat untuk
meminimalisir kesulitan belajar siswa khususnya kemampuan
mengkomunikasikan materi matematika, sehingga kemampuan komunikasi
matematis menjadi meningkat.
2. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai
cara membelajarkan materi bilangan pecahan dengan menerapkan model
pembelajaran induktif agar kualitas serta kinerja guru dalam mengajar dapat
meningkat.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan ilmu pengetahuan
dan gambaran mengenai penerapan model pembelajaran induktif untuk
penelitian selanjutnya yang dapat digunakan sebagai referensi.
4. Bagi LPTK, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah kepustakaan dan
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini menggunakan metode
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas ini
bertujuan untuk mengubah perilaku mengajar guru, perilaku siswa di kelas,
peningkatan atau perbaikan praktik pembelajaran. Menurut Dave Ebbutt (dalam
Hopkins yang diterjemahkan oleh Achmad Fawarid 2011, hlm. 88) bahwa penelitian tindakan ‘Merupakan studi sistematis yang dilaksanakan oleh sekelompok pasrtisipan untuk meningkatkan praktik pendidikan dengan tindakan-tindakan praktis mereka sendiri dan refleksi mereka terhadpa pengaruh dari tindakan itu sendiri’
Adapun alasannya kenapa peneliti mengambil metode ini karena peneliti
mendapatkan masalah di kelas tempat peneliti mengajar. Masalah yang terjadi adalah
kurang terasahnya komunikasi matematis siwa pada mata pelajaran matematika
materi bangun datar. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang telah diuraikan para ahli
bahwa tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah untuk meningkatkan
praktik pendidikan ke arah yang lebih baik.
Pada penelitian ini peneliti menerapkan desain model PTK dari Kemmis dan
Mc Taggart, karena desain PTK model ini dianggap lebih mudah dalam prosedur
tahapannya. Berikut adalah desain PTK menurut Kemmis dan Mc Taggart:
Perencanaan
Pelaksanaan Observasi
Gambar 3.1. Adaptasi Model Kemmis Mc. Taggart (dalam Arikunto, 2012, hlm. 16)
Setelah menemukan suatu masalah, proses penelitian tindakan kelas ini terdiri
dari 4 tahap, yaitu:
a) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap perencanaan disiapkan dengan rincian sebagai berikut:
- Mengadakan kesepakatan dengan siswa, teman sejawat, kepala sekolah
tentang rencana yang akan dilakukan.
- Membuat rencana pembelajaran dengan penekanan pada penggunaan Model
Pembelajaran Induktif.
- Membuat pedoman penilaian lembar observasi kinerja guru dan aktifitas
kreatifitas siswa untuk menilai proses pembelajaran dengan menggunakan
Model Pembelajaran Induktif.
b) Tahap Pelaksanaan (Action)
Tahap pelaksanaan dilakukan dengan urutan sebagai berikut: Perencanaan
Pelaksanaan Observasi
Kesimpulan Refleksi II
Pelaksanaan Observasi
15
- Membuat kesepakatan dengan siswa dan membuat aturan dalam
pembelajaran sebagai upaya untuk menciptakan landasan yang kuat dalam
pembelajaran.
- Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.
- Melaksanakan proses pembelajaran dan penelitian.
c) Tahap Pengamatan (Observation)
Tahap pengamatan dilakukan dengan cara pengumpulan data yang berhubungan
dengan penelitian ini. Pengamatan dilakukan menyeluruh terhadap kinerja guru dan
aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas selama pelaksanaan.
d) Tahap Refleksi (Reflection)
Tahap refleksi merupakan kegiatan perenungan terhadap semua hasil kegiatan
yang merupakan sumber untuk pelaksanaan tindakan berikutnya, dengan melakukan
refleksi dapat diketahui hasil yang dicapai dan tindakan sebagai tolak ukur kegiatan
kedepan. Konsekuensinya tujuan yang sudah tercapai dengan optimal akan
dipertahankan dan indikator yang kurang akan diperbaiki. Refleksi juga diharapkan
akan menumbuhkan kesadaran guru untuk selalu menyadari kekurangan atau
kelemahan guru sehingga dengan kesadaran ini akan menimbulkan semangat
melakukan perbaikan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di salah satu sekolah dasar yang beralamat di Jalan
Sirnamanah nomor 4, Kecamatan Sukajadi Kota Bandung. Lingkungan sekolah
berada di tengah-tengah perkotaan yang sibuk. Sementara itu, bangunan sekolah juga
merupakan gabungan dari dua sekolah yang dikepalai satu kepala sekolah. Hal ini
mendasari suasana pembelajaran di kelas kurang terfokus. Waktu pembelajaran yang
dipaksa bergiliran menyebabkan focus pembelajaran terganggu. Hal yang paling
terasa adalah ketika sekolah mendapat plug siang. Konsentrasi siswa berkurang, pun
guru. Hal ini menyebabkan pembelajaran di kelas tidak atraktif, tidak aktif dan dirasa
kurang menyenangkan. Pembelajaran didominasi oleh guru. Pun aktivitas siswa
mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Kelengkapan sarana pembelajaran
17
keseluruhan siswa mengalami masalah yang sama yaitu dalam hal komunikasi
matematis.
D. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 dan diperkirakan selesai pada
bulan Mei 2015.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, adapun
instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah:
a. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran digunakan selama pembelajaran berlangsung.
Instrumen pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Kelompok (LKK).
1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pembelajaran. Setiap siklus terdiri dari satu RPP yang memuat Standar
Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), indikator, tujuan pembelajaran, materi
pokok, metode pembelajaran, sumber, alat/media pembelajaran, evaluasi, dan
langkah-langkah pembelajaran.
2) Lembar Kerja Kelompok (LKK)
Lembar Kerja Kelompok (LKK) memuat masalah-masalah yang harus
diselesaikan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Penyajian teori dalam Lembar
Kerja Kelompok (LKK) ini diawali dengan petunjuk kegiatan yang harus dilakukan
siswa dan dilanjutkan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan
ingin dicapai. Lembar Kerja Kelompok digunakan pedoman atau prosedur agar siswa
aktif dalam kelompok untuk melakukan eksplorasi terbimbing.
b. Instrumen Pengungkap Data Penelitian
1) Tes adalah salah satu cara untuk dapat memperoleh data dalam penelitian, menurut Nana Sudjana (2009, hlm. 35) menyatakan bahwa, “tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil
belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran”. Tes dilakukan peneliti untuk mendapatkan data hasil belajar siswa dengan menggunakan butur-butir soal atau instrumen
soal yang mengukur komunikasi matematis melalui hasil belajar siswa secara
kognitif sesuai dengan mata pelajaran atau materi yang diteliti. Tes diberikan
setiap akhir siklus. Pemilihan materi tes mengacu pada indikator yang terdapat
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
2) Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa deskripsi
kegiatan pembelajaran meliputi aktivitas guru, aktivitas siswa, dan interaksi
antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menerapkan
pendekatan Model Pembelajaran Induktif. Observasi ini dilakukan oleh
observer, dan hasilnya akan dijadikan dasar dari refleksi dan tindakan yang
dilakukan selanjutnya.
3) Dokumentasi untuk ditampilkan di lampiran yang dijadikan sebagai bukti data
telah diambil dalam pembelajaran
4) Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan catatn selama kegiatan pelaksanaan pembelajaran
berlangsung, untuk mencatat tentang apa yang terjadi, apa yang didengar, dan
apa yang dirasakan. Guru dapat mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam
pembelajaran, seperti partisipasi siswa yang dianggap istimewa, reaksi guru
menimbulkan berbagai respon siswa, atau kealahan yang dibuat siswa karena
19
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas
III di salah satu SD di Kecamatan Sukajadi pada materi bangun datar dengan
menggunakan model siklus belajar. Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto
2011, hlm. 97) tahap penelitian tindakan kelas terdiri atas perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi dalam setiap tindakan, dengan berpatokan pada referensi
awal.
Sebelum melakukan tindakan penelitian, peneliti melakukan tahap persiapan
penelitian dengan melakukan kegiatan pendahuluan setelah itu peneliti melakukan
tahap tindakan penelitian.
a) Tahap Pendahuluan (Pra Penelitian)
1) Permintaan izin dari Kepala Sekolah Dasar Negeri
2) Observasi dan Wawancara
Kegiatan observasi dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran
awal mengenai kondisi dan situasi SD secara keseluruhan, terutama siswa
kelas III yang akan dijadikan subjek penelitian.
3) Identifikasi Permasalahan
Kegiatan dimulai dari:
a) Melakukan kajian terhadap Kurikulum KTSP, buku sumber kelas III,
pembelajaran matematika dan model-model pembelajaran matematika.
b) Menentukan model atau pendekatan yang relevan dengan karakteristik
siswa, bahan ajar, dan proses belajar yang sedang berlangsung pada
pembelajaran matematika.
c) Menentukan Rencana Pembelajaran (RPP) pada pembelajaran matematika
dengan Model Pembelajaran Induktif
d) Menyusun atau menetapkan teknik pemantauan ada setiap tahap
penelitian.
b) Tahap Tindakan
a. Siklus I
1) Perencanaan (Planning)
Sebelum melakukan pembelajaran peneliti melakukan wawancara dengan
guru, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat media
pembelajaran.
2) Pelaksanaan (Acting)
Pada tahap pelaksanaan ini peneliti melakukan apa yang sudah dibuat pada
perencanaan. Pelaksanaan tindakan terdiri dari proses atau kegiatan belajar
mengajar.
3) Pengamatan (Observation)
Pengamatan dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran berlangsung, adapun
hal yang perlu dilihat atau diamati pada pelaksanaan pembelajaran adalah
sebagai berikut: penampilan mengajar, keaktifan siswa, kondisi kelas dan siswa,
situasi pada saat pembelajaran, pemanfaatan media yang telah dibuat.
4) Refleksi (Reflecting)
Pada tahap refleksi ini membahas mengenai penampilan mengajar maupun
situasi siswa dan kelas, semua hal yang telah ditemukan pada saat pelaksanaan
semuanya dibahas pada tahap refleksi ini agar kekurangan atau kelemahan yang
ada dapat diperbaiki dan dilaksanakan lagi untuk siklus berikutnya.
G. Rencana Pengolahan dan Analisis Data
a. Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berasal dari tes siklus untuk hasil belajar
siswa berupa tes kemampuan komunikasi matematis. Dari data-data kuantitatif
ini dilakukan langkah-langkah analisis sebagai berikut.
1) Pengolahan data hasil tes evaluasi kemampuan komunikasi matematis
Menurut Arikunto (Juliyani, 2013:14) ‘skor adalah hasil pekerjaan menskor
21
kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada lampiran. Menurut
Sukardi (dalam Gumilar, 2010: 38) untuk menghitung nilai siswa digunakan
rumus sebagai berikut:
Nilai = � � � � � �ℎ � �
2) Mencari rata-rata nilai yang diperoleh siswa melalui rumus yang diadaptasi
dari Nana Sudjana (2012, hlm. 109).
=
∑ �∑ XKeterangan :
R = nilai rata-rata siswa ∑ X = jumlah seluruh nilai siswa ∑ N = jumlah siswa
3) Pengolahan Persentase Ketuntasan Belajar
Menurut Depdiknas (dalam Gumilar, 2013: 38) bahwa ‘kelas dikatakan sudah tuntas secara klasikal jika sudah mencapai 85% dari seluruh siswa yang memperoleh nilai Kriteria Ketuntasn Minimal (KKM)’. Dengan berpedoman pada hal tersebut, untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran perlu
diadakannya perhitungan presentase jumlah siswa yang tuntas atau sudah
memenuhi KKM pada mata pelajaran matematika yaitu 63. Pengolahan data
ketuntasan secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus :
P = ∑ P
Keterangan :
P = persentase siswa yang lulus ΣP = jumlah siswa yang lulus ΣN = jumlah seluruh siswa
b. Analisis Data Kualitatif
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Miles and
Huberman. Miles and Huberman (Sugiyono, 1984 hlm. 337) mengemukakan bahwa:
Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.
Adapun penjabaran dari langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut.
1) Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,
dan mencarinya bila diperlukan.
2) Data Display (Penyajian Data)
Menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (1984, hlm. 341) bahwa ‘yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalan penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.’ Dengan mendisplaykan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Miles and Huberman dalam Sugiyono
(1984, hlm. 341) juga menyarankan ‘dalam melakukan display data, selain dengan
23
3) Conclusion Drawing/verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitataif menurut Miles and Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang
kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tetapi mungkin juga tidak,
karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang dideskripsikan
dalam Bab IV, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Penerapan Model Pembelajaran Induktif pada materi pemecahan masalah
matematika berkaitan dengan pecahan sederhana di kelas IIIA SDN yang berada
di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung. Pelaksanaan tindakan siklus I, II dan III
dalam kegiatan pembalajarannya disesuaikan dengan tahapan pembelajaran pada
model pembelajaran induktif yakni, pada strategi pertama yaitu pembentukan
konsep terdiri dari 1) Mengidentifikasi dan menyebutkan data satu persatu. Data
yang relevan dimasukkan ke dalam topik masalah, 2) Mengelompokan data ke
dalam kategori yang sejenis, dan 3) Mengembangkan label-label dalam setiap
kategori. Kemudian strategi yang kedua yaitu interpretasi data dengan tahapan 1)
Mengidentifikasi dimensi-dimensi yang saling berhubungan, 2) Menjelaskan
dimensi-dimensi yang saling berhubungan, dan 3) Membuat inferensi atau
kesimpulan dan strategi yang ketiga yaitu aplikasi prinsip dengan tahapan 1)
Memprediksi akibat, menjelaskan fenomena yang tidak lumrah dan melakukan
hipotesis, 2) Menjelaskan dan atau mendukung hipotesis, dan 3) Menguji
perkiraan. Semua tahapan tersebut pada model pembelajaran induktif sudah
terlaksana dengan baik. Dalam tiga kali pembelajaran, siswa sudah dapat
mengikuti dengan baik. Menggunakan setting diskusi kelas, pelaksanaan
pembelajaran dengan model induktif menjadi lebih aktif dan siswa pun responsif.
Siswa menjadi aktif mengemukakan jawaban di depan kelas dan mengemukakan
pendapat tanpa adanya paksaan dari guru.
2. Perkembangan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada
pembelajaran matematika di kelas IIIA SDN yang berada di Kota Bandung
82
tes evaluasi kemampuan matematis. Peningkatan ini dapat dibuktikan dengan
nilai rata-rata siswa yang diperoleh pada siklus I sebesar 52,83 dengan presentase
pencapaian KKM sebesar 35,7%. Nilai rata-rata pada siklus II sebesar 68,53
dengan presentase pencapaian KKM sebesar 60,7%. Kemudian nilai rata-rata
pada siklus III sebesar 82,05 dengan presentase pencapaian KKM sebesar 85,7%.
Dari ketiga siklus tersebut menunjukan nilai rata-rata dan presentase pencapaian
KKM lebih besar dibandingkan dengan sebelum menerapkan Model
Pembelajaran Induktif yaitu nilai rata-rata sebesar 45,7 dan presentase pencapaian
KKM sebesar 21,4%.
B. Rekomendasi
Penelitian ini terbukti memberikan hasil yang positif dalam peningkatan
kualitas pembelajaran matematika baik itu proses pembelajaran maupun hasil yang
diperoleh siswa. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti
mengajukan beberapa rekomendasi yang mungkin akan bermanfaat bagi semua pihak
yang terkait untuk SDN yang berada di Kota Bandung Kecamatan Sukajadi.
1. Bagi Guru
a. Penerapan Model Pembelajaran Induktif dalam pembelajaran matematika tidak
hanya terbatas pada satu pokok bahasan saja akan tetapi Penerapan Model
Pembelajaran Induktif ini dapat diterapkan pada pokok bahasan yang lainnya
yang ada pada pembelajaran matematika. Karena dengan menerapkan Model
Pembelajaran Induktif, guru dapat meningkatkan aktivitas siswa dan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Namun, setelah
dilakukan penelitian bahwa indikator kemampuan komunikasi matematis
menurut Cai, Lane, and Jakabscin itu kurang membentuk konsep matematika.
Maka, guru hendaknya mengaplikasikan dengan cara dan media lain dalam
tahap pembentukan konsep.
b. Hendaknya guru mengkaji teori yang ada dalam Model Pembelajaran Induktif
serta memperhatikan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam
melaksanakan pembelajaran dengan Penerapan Model Pembelajaran Induktif
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Hendaknya mengkaji lebih dalam dan menguasi teori-teori yang berkaitan
dengan Model Pembelajaran Induktif agar pelaksanaan pembelajaran dengan
menerapkan Model Pembelajaran Induktif lebih efektif.
b. Dalam menerapkan Model Pembelajaran Induktif untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa hendaknya peneliti selanjutnya
memperbaiki atau menyempurnakan tahapan yang ada pada model
pembelajaran induktif agar kemampuan pembentukan konsep siswa lebih
84
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2011). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arikunto. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Company. Cai, J., Lane, S., dan Jakabcsin, M.S. (1996).Assessing Students' Mathematical Communication. Official Journal of the Science and
Mathematics. 96 (5). 238-246.
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Portal Jurnal UPI: Edisi Khusus No. 1, Agustus
2011. Bandung, hlm. 81-82.
Gumilar, K. (2013). Penerapan Metode Survey, Question, Read, Recite, Review
(SQ3R)Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.Skripsi FIP UPI. Tidak
Diterbitkan.
Herdiana, H., & Soemarmo, U. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: PT. Refika Aditama.
Hopkins, D. (2011). Bantuan Guru Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan ke-1. Terjemahan Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Huda, Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Joyce, B. dkk. (2000), Models of Teaching. Cetakan ke-2. Terjemahan Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jujun S. Suriasumantri. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pusataka Sinar Harapan.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards
for School Mathematics. Reston, VA: NCTM
Sudjana, N. (2012). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Sumarmo, U. (2000). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian FMIPA UPI. Tidak diterbitkan.
Supriadi, A. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi