i
SKRIPSI
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN KONVEKSI
INDRADILA TERHADAP KONSUMEN YANG
DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
(STUDI KASUS: ANTARA PIHAK BADAN
EKSEKUTIF MAHASISWA DENGAN PIHAK
PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA)
I MADE DENO KARDIKA PUTRA
1203005131
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN KONVEKSI
INDRADILA TERHADAP KONSUMEN YANG
DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
(STUDI KASUS: ANTARA PIHAK BADAN
EKSEKUTIF MAHASISWA DENGAN PIHAK
PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA)
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
I MADE DENO KARDIKA PUTRA
NIM. 1203005131
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
iii Lembar Persetujuan Pembimbing
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL : 2 MEI 2016
PEMBIMBING I
Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH.
NIP. 19550306 198403 1 003
PEMBIMBING II
Dr. Dewa Gde Rudy, SH., M.Hum.
iv
SKRIPSI INI TELAH DIUJI
PADA TANGGAL : 20 JUNI 2016
Panitia Penguji Skripsi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Nomor 187/UN14.1.11.1/PP.05.02/2016
Ketua : Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH.
NIP. 195503061984031003 ( )
Sekretaris : Dr. Dewa Gde Rudy, SH.,M.Hum
NIP. 195901141986011001 ( )
Anggota : 1. Ida Bagus Putu Sutama, SH.,M.Si
NIP. 195706131986011005 ( )
2. I Made Dedy Priyanto, SH.,M.Kn
NIP. 198404112008121003 ( )
3. I Made Pujawan, SH.,MH
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atas segala rahmat dan karunia-Nya penulisan skripsi yang berjudul
“TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA
TERHADAP KONSUMEN YANG DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN JUAL
BELI (STUDI KASUS: ANTARA PIHAK BADAN EKSEKUTIF
MAHASISWA DENGAN PIHAK PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA)”
ini, dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Udayana. Penulis berharap semoga skripsi ini memenuhi kriteria salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
Penulisan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan yang baik
ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Udayana;
3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
vi
4. Bapak Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH., selaku Dosen Pembimbing I,
Pembimbing Akademik, dan sekaligus Ketua Bagian Hukum Bisnis yang
telah sabar memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;
6. Bapak Dr. Dewa Gde Rudy, Dosen Pembimbing II yang telah sabar dan
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis menyelesaikan penulisan
skripsi ini;
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah
memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah kepada penulis;
8. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Hukum, Perpustakaan, dan Tata Usaha
Fakultas Hukum Universitas Udayana;
9. Kepada kedua orang tua saya, I Nyoman Londen dan Ni Ketut Wiriani, yang
telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini;
10. Kepada saudara terdekat penulis, Luh Putu Vira Cintya Dewi dan Ni Nyoman
Desia Cantika Dewi yang selalu memberikan dukungan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
11. Kepada sahabat-sahabat penulis Surya dan Ryan yang setiap hari selalu
menemani dalam keadaan apapun, dan terima kasih untuk BARBADOS:
Dirga, Dodi, Ardy, Andik, Jason, Didit, Zenit, Ditha, Adi, Surya dan juga
vii
21MKH: Krisna Adhi, Renatha, Agus Tresna, Surya Budhi, Rahde, Yoga,
Moje, Shah Rangga, Ade, Rony.
12. Kepada teman-teman penulis dalam organisasi tercinta BPMFH UNUD: Kak
Ami, Kak Dendra, Kak Hima, Kak Dimar, Kak Usro, Kak Rahma, Kak Agus,
Kak Trisna, Kak Sisca, Kak Santhi, Dedik, Tebo, Ratna dan teman-teman
yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Teman-teman kelas C Gung Oka,
Gung Putra, Krisna, Dwi, Merry, Alin, Anggiana DC, Gek Linda, Kak
Monique, dll. yang telah berjuang bersama-sama menempuh ilmu;
13. Teman-teman penulis lainnya seperti Bima, Mitha Rosa, Nanda, Keanu,
Agung Wedantha, Wanda, Mang Ucil, Wah Aik, Dewa Adhy, Dewa Angga,
Dode, Dobi, Tofan, Kresna, Wah Tirta, Gung Surya, Andy, Arik King,
Denny, Erik, Pebri, Jerry, Ariesta dan rekan-rekan angkatan 2012 yang telah
menumbuhkan tali persahabatan yang tak kan terlupa.
Semoga segala bantuan, budi baik dan petunjuk yang telah diberikan
kepada penulis mendapat pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penulis
menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian
ini. Dengan kerendahan hati, penulis menghargai dan menerima kritik dan saran
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagai
bahan bacaan maupun untuk pengetahuan bagi yang memerlukan.
Denpasar, 2 MEI 2016
viii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DALAM ... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA ... ii
HALAMAN PERSERTUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ...viii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... xii
ABSTRAK.... ...xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 7
1.4 Orisinalitas Penelitian ... 8
1.5 Tujuan Penelitian ... 10
1.5.1 Tujuan Umum ... 10
1.5.2 Tujuan Khusus ... 10
ix
1.6.1 Manfaat Teoritis ... 11
1.6.2 Manfaat Praktis ... 11
1.7 Landasan Teoritis ... 12
1.8 Hipotesis ... 18
1.9 Metode Penelitian... 19
1.9.1 Jenis Penelitian ... 19
1.9.2 Jenis Pendekatan ... 20
1.9.3 Sifat Penelitian ... 21
1.9.4 Data dan Sumber Data ... 21
1.9.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23
1.9.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 24
1.9.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 24
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI ... 26
2.1 Tanggung Jawab... 26
2.1.1 Pengertian Tanggung Jawab ... 26
2.1.2 Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab ... 27
2.1.3 Bentuk Tanggung Jawab ... 31
x
2.2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli ... 33
2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli ... 34
2.2.3 Kekuatan Mengikat Perjanjian Jual Beli ... 36
BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERUSAHAAN INDRADILA TIDAK MELAKUKAN PRESTASI DALAM MENYEDIAKAN BARANG BERKUALITAS SEBAGAIMANA DITENTUKAN DALAM PERJANJIAN ... 38
3.1 Kewajiban Perusahaan Konveksi Indradila Untuk Menyediakan Kualitas Barang Sesuai Ketentuan Dalam Perjanjian Jual Beli ... 38
3.2 Akibat hukum Konveksi Indradila dalam hal produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian atau cacat produk ... 41
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN KONVEKSI INDRADILA TERHADAP KONSUMEN YANG DIRUGIKAN ATAS KUALITAS PRODUK BARANG YANG TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PERJANJIAN ... 45
4.1 Kualitas Produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian yang merugikan konsumen ... 45
4.2 Tanggung jawaban konveksi Indradila terhadap kerugian konsumen berkaitan dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan perjanjian ... 49
BAB V PENUTUP ... 54
5.1 Kesimpulan ... 54
5.2 Saran ... 55
xi
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi
manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan
duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja
mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka
penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban
ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, 2 MEI 2016
Yang menyatakan,
(I Made Deno Kardika Putra)
xii
ABSTRAK
Transaksi jual beli yang sering dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen sering menimbukan beberapa keadaan, baik keadaan menguntungkan maupun merugikan salah satu pihak. dalam hal keadaan merugikan salah satu pihak yang merugikan wajib memberikan tanggung jawab yang sesuai dengan apa yang sudah disepakati bersama. Kondisi konsumen yang dirugikan tentu memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, hal ini dimaksudkan agar tercipta keseimbangan posisi antara konsumen dan pelaku usaha.
Dalam menyikapi kondisi diatas, ketika suatu produk diketahui cacat atau memiliki kualitas rendah maka tentu konsumen akan mengajukan keberatan atau meminta pertanggungjawaban terhadap pelaku usaha selaku produsen barang tersebut dengan diikuti tuntutan ganti kerugian, namun dalam kenyataannya terkadang tidak mudah bagi konsumen untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari pelaku usaha. Demi mengatasi permasalahan yang ada pemerintah mengeluarkan suatu landsan hukum yang kuat yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang memberikan perlindungan kepada konsumen tidak hanya dibidang hukum maeriil yang bermaksud mencegah timbulnya kerugian konsumen, tapi juga dibidang hukum acara yang dimaksudkan untuk memudahkan konsumen dalam menuntut pemulihan haknya kepada pelaku usaha baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan cara di luar pengadilan salah satunya adalah dengan mediasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris yang pada hakikatnya meneliti hukum dalam penerapannya di kehidupan masyarakat, yang di mana penelitian ini dilaksankan di perusahaan konveksi indradila. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pihak perusahaan indradila melakukan tanggung jawab namun tanggung jawab tersebut tidak sesuai dengan isi perjanjian tersebut, dikarenakan dengan melakukan mediasi sehingga hanya membayar ganti rugi uang sebesar Rp. 575.000,00 kepada pihak konsumen sebagau bentuk tanggung jawabnya.
xiii
ABSTRACT
Buying and selling is often done by businesses and consumers often raises some circumstances, either beneficial or detrimental state of one of the parties. in the event of an adverse one adverse party shall assign responsibility in accordance with what has been agreed. Conditions aggrieved consumer would require increased efforts to protect, it is intended to create a level playing field existing problems the government issued a landsan strong law is Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection, which provides protection to consumers not only in the field of law maeriil intending to prevent the loss of consumers, but also in the field of procedural law which are intended to facilitate consumers in demanding redress to businesses either through the court or outside the court. Settlement of disputes by using extrajudicial means one of them is with the mediation.
The method used is the method of empirical research, which is essentially researching the law in its application in public life, which is where this research are conducted in a garment company indradila. The results of this study are the company indradila undertake the responsibility but the responsibility is not in accordance with the contents of the agreement, due to the mediation so that only pays compensation money amounting to Rp. 575,000.00 to the consumer sebagau form of responsibility.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun dan menuju ke arah yang lebih baik setiap tahunnya. Perkembangan
ekonomi di Indonesia yang makin maju merupakan akibat dari dunia bisnis yang
ada di Indonesia. Masyarakat yang kini makin memajukan kesejahteraannya
merupakan langkah awal dalam berkembangnya bisnis dan ekonomi yang ada di
Indonesia.
Dalam perkembangan bisnis dan ekonomi di Indonesia sebagai salah
satunya yaitu kegiatan perusahaan yang merupakan bagian dari kegiatan
ekonomis yang di lakukan oleh seseorang maupun suatu organisasi secara terbuka
dan berkesinambungan baik dalam barang yang bergerak maupun tidak bergerak
atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
Dewasa ini, perusahaan merupakan salah satu bagian penting dalam
kehidupan masyarakat modern. Hal ini merupakan perusahaan merupakan pusat
aktivitas manusia untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Perusahaan
memiliki kontribusi penting bagi negara karena merupakan sumber pendapatan
negara dari sektor pajak, dan untuk sektor lain perusahaan juga sangat penting
bagi kehidupan sosial bermasyarakat karena membuka suatu lapangan pekerjaan
Usaha perusahaan atau yang menjalankan perusahaan, sesungguhnya
merupakan padanan kata dari pedagang atau kegiatan perdagangan, yang
mengandung makna melakukan kegiatan terus menerus, terang-terangan dalam
rangka mencari keuntungan.1
Bentuk perusahaan di Indonesia ada yang berbentuk badan hukum dan ada
yang tidak berbentuk badan hukum. Sebagai salah satunya bentuk perusahaan
yang tidak berbentuk badan hukum adalah Usaha Dagang (UD). Perusahaan
Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD) merupakan perusahaan perseorangan yang
biasanya dilakukan atau di jalankan oleh satu orang pengusaha.2
Bentuk perusahaan UD, perusahaan perseorangan yang pengusahanya
langsung bertindak sebagai pengelola yang juga di bantu oleh beberapa orang
pekerja. Salah satu contohnya adalah perusahaan konveksi. Perusahaan konveksi
bergerak di bidang pembuatan pakaian baik baju, kemeja, jaket, celana dan lain
sebagainya. Perusahaan konveksi yang dikelola oleh satu orang, baik dari segi
keuntungan, segi kerugian, segi tanggung jawab, itu semua diterima dan
ditanggung oleh satu orang.
Dalam era modern ini suatu perusahaan bukannya tanpa adanya masalah,
namun muncul beberapa masalah dalam pelaksanaannya. Masalah-masalah yang
timbul dalam kegiatan perusahaan ini antara lain, seperti menyangkut ketetapan
harga, ingkar janji antara pelaku usaha dan konsumen, perikatan antara pelaku
1 Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, CV. Mandar Maju,
Bandung, hal V.
usaha dengan konsumen dan perlindungan konsumen. Masalah-masalah yang
timbul merupakan dari kurang telitinya suatu perusahaan perseorangan yang
dikelola sendiri oleh pengusahanya.
Masalah-masalah yang disebutkan di atas mengakibatkan terjadinya ketidak
seimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen, dimana konsumen berada di
posisi yang lemah. Konsumen yang biasa dikatakan sebagai raja, namun pada
kenyataannya tidaklah demikian. Konsumen selalu dijadikan sebagai kerangka
konsumtif, sehingga mengakibatkan konsumen menjadi korban dalam hubungan
jual beli dengan pelaku usaha. Banyak contoh-contoh pengaduan konsumen
terkait produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha. Dimana produk-produk tersebut
tidak sesuai dengan apa yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian jual beli antara
pelaku usaha dengan konsumen.
Rendahnya kesadaran konsumen akan hak-haknya disebabkan, antara lain,
tingkat pengetahuan konsumen yang rendah, sumber-sumber informasi
penyadaran yang masih jarang dan juga karena adanya suatu sistem perdagangan
yang merugikan kepentingan konsumen. Konsumen seringkali dirugikan, dan atas
kerugian itu tidak ada celah bagi konsumen untuk menggugat kepada produsen
atau pelaku usaha.
Perusahaan konveksi Indradila dalam bidang garmen pembuatan kebutuhan
sekunder seperti baju, celana , kemeja dan lain sebagainya tidak memenuhi apa
yang menjadi standar pesanan dalam pembuatan baju pelatihan mahasiswa di
ingkar janji atau wanprestasi mengenai cacat produk yang tidak sesuai dengan
perjanjian jual beli yang sudah disepakati. Dalam situasi ini konsumen dirugikan
dalam hal materiil berupa barang fisik yang cacat produk, atau yang tidak
memenuhi kualitas.
Kondisi konsumen yang dirugikan tentu memerlukan peningkatan upaya
untuk melindunginya, hal ini dimaksudkan agar tercipta keseimbangan posisi
antara konsumen dan pelaku usaha. Dalam menyikapi kondisi diatas, ketika suatu
produk diketahui cacat, maka konsumen tentu akan mengajukan keberatan atau
meminta pertanggungjawaban terhadap pelaku usaha selaku produsen barang
tersebut dengan diikuti dengan tuntutan ganti kerugian. Namun dalam
kenyataannya terkadang tidak mudah bagi konsumen untuk mendapatkan
pertanggungjawaban dari pelaku usaha.3
Dalam hal ini yang kerap menjadi permasalahan dalam suatu perjanjian
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak antara perusahaan konveksi
Indradila dengan konsumen adalah apabila suatu produk barang sudah selesai
dalam tahapan pembuatan baju kaos dan bahan pokok baju kaos tersebut tidak
sesuai dengan contoh baju kaos yang sudah diberikan oleh konsumen. Karena jika
didalami contoh baju kaos yang diberikan konsumen memiliki nilai yang tinggi,
tetapi baju kaos yang diberikan oleh perusahaan konveksi Indradila justru memliki
nilai yang rendah. Karena sudah disepakatinya harga maka pihak konsumen
mengalami kerugian dari segi materiil berupa barang fisik yang cacat atau tidak
3 Sofian Parerungan, 2014, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Cacat,
sesuai dan sejumlah uang yang sudah diberikan kepada pihak perusahaan
konveksi Indradila.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada pemerintah mengeluarkan suatu
landasan hukum yang kuat yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disingkat UUPK, yang memberikan
perlindungan kepada konsumen tidak hanya dibidang hukum materiil yang
bermaksud mencegah timbulnya kerugian konsumen, tapi juga dibidang hukum
acara yang dimaksudkan untuk memudahkan konsumen dalam menuntut
pemulihan haknya kepada pelaku usaha. Baik melalui pengadilan maupun di luar
pengadilan.
Lahirnya UUPK tersebut diharapkan dapat mendidik masyarakat
masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari akan segala hak dan kewajiban yang
dimiliki terhadap pelaku usaha. Dalam Pasal 16 huruf b UUPK ditentukan bahwa
pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang
untuk tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi. Dalam pasal 19
UUPK juga ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
gantirugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Sehubungan dengan Pasal tersebut di atas, kewajiban utama pelaku usaha adalah
menjaga dan menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan serta kegunaan
Tanggung jawab sebuah perusahaan salah satunya meminimalkan dampak
yang kurang baik kepada lingkungan terutama kepada konsumen dari produk yang
dipasarkan. Dewasa ini banyak pelaku usaha dalam bidang konveksi yang kurang
paham dengan adanya perjanjian terhadap konsumen mengenai perjanjian jula
beli. Tidak hanya pelaku usaha yang mendapat perlindungan namun konsumen
juga memiliki hak yang sama dalam mendapat perlindungan. Pemerintah berperan
mengatur, mengawasi dan mengontrol sehingga tercipta sistem yang kondusif
dalam perjanjian jual beli antara pelaku usaha dengan konsumen dibidang
konveksi.
Untuk itu jika terjadi permasalahan, konsumen dihadapkan pada bagaimana
pertanggungjawaban perusahaan konveksi Indradila. Untuk menjawab
permasalahan itu maka diadakan suatu penelitian yang mendalam tentang
bagaimana pertanggungjawaban konveksi Indradila sebagai pelaku usaha. Dalam
pelaksanaan tanggung jawabnya wajib diwaspadai dari kemungkinan timbul
masalah, apalagi menyangkut pertanggungjawaban. Untuk mengantisipasinya
lepas tangan dari pihak konveksi Indradila, maka perlu adanya kesadaran setiap
hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Maka penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut dalam suatu karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Tanggung Jawab Perusahaan Konveksi Indradila Terhadap Konsumen
Yang Dirugikan Dalam Perjanjian Jual Beli (Studi Kasus: Antara Pihak
Badan Eksekutif Mahasiswa Dengan Pihak Perusahaan Konveksi
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dikemukakan beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Apa akibat hukum apabila perusahaan Indradila tidak melakukan
prestasi dalam menyediakan barang yang berkualitas sebagaimana
ditentukan dalam perjanjian ?
2. Bagaimana bentuk tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila
terhadap konsumen yang dirugikan terkait dengan kualitas produk
barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menentukan batas-batas materi yang
akan di bahas di dalam skripsi ini, sehingga pembahasan yang diuraikan nantinya
akan terarah dan benar-benar tertuju pada pokok bahasan diinginkan.
Permasalahan yang dibahas hanya menyangkut masalah tanggung jawab
perusahaan konveksi dan akibat hukum dari tidak dilakukannya prestasi oleh
perusahaan. Hal ini sangat diperlukan agar pembahasan selanjutnya tidak
menyimpang dari pokok permasalahan yang diangkat.
Pertama akan dibahas mengenai akibat hukum apabila perusahaan
Inderadila tidak melakukan prestasi. Kedua, akan dibahas mengenai bagaimana
pertanggungjawaban perusahaan konveksi Indradila terhadap konsumen yang
tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian. Dua masalah tersebut akan dibahas
untuk menemukan jawaban, sehingga memperoleh kejelasan dan kepastian.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini meneliti suatu perusahaan yang berada di denpasar yang
dimana sebagai suatu subjek hukum yang memiliki hak dan kewajibannya
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Bahwa perusahaan memiliki
tanggung jawab bilamana terjadinya suatu hasil produk barang dan/atau jasa
adanya cacat produk dan/atau tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah
disepakati oleh para pihak. Adapun penelitian yang memiliki kemiripan dengan
penelitian ini adalah:
No. Judul Penelitian Penulis Permasalahan
DENPASAR 2. Bagaimana upaya
Terdapat sedikit kemiripan dimana suatu barang yang cacat produk atau
tidak sesuai yang diteliti dari penelitian ini atau baru dengan penelitian yang
sudah ada, namun dapat dilihat perbedaan dari penelitian ini adalah:
Penelitian Baru Penelitian yang Sudah Ada
1. Objek penelitian berbeda, yakni
meneliti suatu kebutuhan
sekunder seperti baju, celana
dan lain sebagainya.
2. Pihak-pihak yang terkait hanya
terhadap dua belah pihak.
1. Objek penelitiannya lebih pada
alat yang berakitan dengan
listrik.
2. Pihak-pihak yang terkait
mencakup lebih dari dua belah
1.5 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi haruslah mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai, tujuan penulisan skripsi dapat dibagi menjadi dua , yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Adapaun tujuan umum dan tujuanm khusus penulisan skripsi
ini adalah :
1.5.1 Tujuan Umum
1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran secara tertulis.
2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada
bidang penelitian.
3. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan
ilmu pengetahuan hukum perusahaan.
4. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui akibat hukum yang disebabkan perusahaan tidak
melakukan prestasi terhadap konsumen terkait dengan kualitas barang
yang sudah diperjanjikan
2. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila
terhadap konsumen yang dirugikan terkait dengan kualitas produk
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu :
1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya pengembangan wawasan
bagi ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum
perusahaan mengenai tanggung jawab perusahaan konveksi Indradila
terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai dengan
perjanjian.
2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi bagi para
akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjut.
1.6.2 Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis, hasil penelitian yang dilakukan diharapkan juga
mampu memberikan manfaat praktis, yaitu :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi
pelaku usaha untuk mengetahui akibat hukum apabila perusahaan tidak
memenuhi prestasinya.
2. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang
baik bagi pelaku usaha dan konsumen terhadap tanggung jawab pelaku
1.7 Landasan Teoritis
Suatu landasan teoritis dalam pembahasan yang bersifat ilmiah memiliki
kegunaan lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak
diselidiki atau diuji kebenarannya. Disamping itu suatu landasan teoritis dapat
memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan
penelitian.4
Berdasarkan buku III KUHPerdata Bab II Pasal 1313 perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian menurut KUHPdt masih terlalu luas,
menurut pendapat ahli Sudikno Mertokusumo yang memandang suatu perjanjian
adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
yang dapat menimbulkan akibat hukum.5
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapat yang berbeda, perjanjian
adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara keua belah pihak,
dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal
atau tidak melakukan suatu hal, seangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan
janji itu.6
Suatu perjanjian yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi
aktif dan sisi pasif. Sisi aktif menimbulkan hak bagi kreditor untuk menuntut
4 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hal 12.
5 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta, hal 98.
pemenuhan prestasi, sedangkan sisi pasif menimbulkan beban kewajiban bagi
debitur untuk melaksanakan prestasinya. Pada situasi normal antara prestasi dan
kontra prestasi akan saling bertukar namun pada kondisi tertentu pertukaran
prestasi tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul pristiwa yang
disebut wanprestasi. Zul Afdi dan Chandrawulan menyatakan wanprestasi yaitu
seseorang (debitur) dikatakan ingkar janji (wanprestasi) apabila ia tidak
melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena suatu keadaan memaksa.7
Pertanggungjawaban berasal dari kata “tanggung jawab” yang berarti
keadaan wajib menanggung segala sesuatu berupa penuntutan, diperkarakan dan
dipersalahkan sebagai akibat sikap sendiri atau pihak lain.8 Jika dikaitkan dengan
kata pertanggung jawaban berarti kesiapan untuk menanggung segala bentuk
beban berupa dituntut, diperkarakan dan dipersalahkan akibat dari sikap dan
tindakan sendiri atau pihak lain yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Setiap orang yang menimbulkan akibat dari sikap sendiri maupun pihak lain harus
melakukan tanggung jawab yang sesuai dengan perjanjian yang kedua belah pihak
sepakati.
Dalam hal ini teori yang digunakan adalah pertanggung jawaban perdata, pada
Pasal 1365 KUHPerdata bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dalam ilmu hukum dikenal
3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut :
7 Zul Afdi dan Chandrawulan, 1998, Hukum Perdata dan Dagang, CV Armico, Bandung,
hal 43.
8 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hal
a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.
b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan
maupun kelalaian).
c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Dari tiga ketegori tersebut terdapat model tanggung jawab hukum adalah :
a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian)
sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian
sebagaimana terdapat dalam Pasal 1367 KUHPerdata.
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat dalam
Pasal1367 KUHPerdata.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK), merupakan salah satu usaha menuju sistem yang lebih adil bagi
konsumen, terutama dari segi perlindungan hukumnya. Dalam UUPK ketentuan
tentang product liability diatur untuk semakin memperkuat perlindungan terhadap
konsumen. Bagi pihak produsen sendiri, dengan adanya peraturan tersebut,
memberikan keuntungan berupa bisa mendapatkan kepercayaan dari konsumen
sehingga produknya memiliki daya saing tinggi ditengah serbuan masuknya
produk-produk asing.
Dalam prinsip product liability berlaku sistem tanggung jawab mutlak;
merupakan prinsip tanggung jawab di mana kesalahan tidak dianggap sebagai
antara subyek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Jika konsumen yang
merasa dirugikan atas produk yang dihasilkan suatu produsen atau pelaku usaha,
maka itu menjadi dasar untuk bisa menggugat produsen yang bersangkutan tanpa
harus membuktikan kesalahan pelaku usaha atau produsennya. Pelaku usaha dan
atau produsen bisa terlepas dari tanggung jawab itu jika dia bisa membuktikan
bahwa kesalahan itu merupakan kesalahan konsumen atau setidaknya bukan
kesalahannya; sebaliknya ia akan dikenai tanggung jawab jika tidak bisa mampu
membuktikan tuntutan konsumen itu. UUPK mengatur hal ini dalam pasal 19 ayat
5, pasal 27 dan pasal 28.9
Prinsip tanggung jawab ini penting untuk diterapkan karena :
1. Konsumen tidak dalam posisi yang menguntungkan untuk membuktikan
adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang
kompleks, mengingat terbatasnya informasi dan kemampuan lainnya
seperti modal.
2. Asumsinya produsen lebih dapat mengantisispasi jika sewaktu-waktu ada
gugatan atas kesalahannya.
3. Asas ini dapat memaksa pelaku usaha untuk lebih berhati-hati.
Dalam setiap perjanjian tentu ada suatu hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh masing-masing pihak, baik bagi konsumen dan pelaku usaha.
9 Mumu Muhajir, 2007, Penerapan Prinsip Product Liability,
hak konsumen dapat dilihat pada Pasal 4 UUPK dijelaskan mengenai kewajiban
dari pelaku usaha.
Adapun hak-hak konsumen yang dijelaskan dalam Pasal 4 UUPK, antara
lain :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila baranng dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
9. Hak-ak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya juga perlu
memperhatikan kewajiban-kewajiban yang harus diembannya. Dalam Pasal 7
UUPK menjelaskan kewajiban-kewajiban pelaku usaha, yaitu :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencova barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Penyelesaian sengketa terdapat melalui litigasi dan non-litigasi, dalam kasus
ini penyelesaian menggunakan non-litigasi. Adapula beberapa penyelesaian
melalui non-litigasi sebagai berikut :10
a) Negosiasi
Suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses
pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar
kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.
b) Mediasi
Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
c) Konsiliasi
Penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para
pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.
Dalam penelitian ini,lebih merujuk kepada penyelesaian melalui mediasi.
Terdapat dasar dan prosedur mediasi yang di atur dalam Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Hal ini
10
digunakan sebagai dasar hukum untuk menjawab permasalahan mengenai
upaya-upaya penyelesaian apa saja yang dapat ditempuh konsumen apabila mengalami
kerugian akan barang-barang hasil produksi dari konveksi yang dibelinya.
1.8 Hipotesis
Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas, maka hipotesis dari
permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwa setiap kegiatan perusahaan memiliki hak dan kewajibannya yang
sudah tertera dalam peraturan perundang-undangan. Setiap pelaku usaha
wajib melakukan prestasinya sesuai dengan perjanjian yang sudah
disepakati oleh para pihak yang terkait.
2. Bahwa perusahaan yang tidak melakukan prestasinya atas tidak
sesuainya atau terkait dengan kualitas produk barang yang tidak sesuai
dalam perjanjian jual beli, wajib melakukan tangung jawaban terhadap
konsumen yang merasa dirugikan. Namun pada dasarnya banyak pelaku
usaha yang mengabaikan tanggung jawabnya. Konveksi indradila yang
tidak memenuhi prestasi dalam suatu perjanjian wajib melakukan
tanggung jawaban kepada konsumen yang dirugikan.
1.9 Metode Penelitian
1.9.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yakni suatu penelitian
kesenjangan antara teori dengan dunia realita, kesenjangan antara keadaan teoritis
dengan fakta hukum, dan adanya situasi ketidak tahuan yang dikaji untuk
pemenuhan kepuasan akademik. Penelitian ilmu hukum empiris lebih
menekankan pada segi observasinya. Hal ini berkaitan dengan sifat obyektif dan
empiris dari ilmu pengetahuan itu sendiri, termasuk pengetahuan ilmu hukum
empiris yang berupaya mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku
dalammasyarakat, dimana hal ini mengaharuskan pengetahuan untuk dapat
diamati dan dibuktikan secara terbuka. Titik tolak pengamatannya terletak pada
kenyataan atau fakta-fakta sosial yang ada dan hidup ditengah-tengah masyarakat
sebagai budaya hidup masyarakat.11
Ilmu hukum empiris adalah ilmu hukum yang memandang hukum sebagai
fakta yang dapat diamati dan bebas nilai. Pengertian bebas nilai yang dimaksud
disini adalah bahwa pengkajian terhadap ilmu hukum tidak boleh tergantung atau
dipengaruhi oleh penilaian pribadi si peneliti.12
1.9.2 Jenis Pendekatan
Pada umumnya, penelitian hukum memiliki 7 jenis pendekatan yakni:
Pendekatan Kasus (The Case Approach), Pendekatan Perundang-Undangan
(Statue Approach), Pendekatan Fakta (Fact Approach), Pendekatan Analisis
Konsep Hukum (Analitical And Conseptual Approach), Pendekatan Frasa (Words
11 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian dalam Hukum, Mandar Maju,
Bandung, hal 125
And Phrase Approach), Pendekatan Sejarah (Historical Approach), dan
Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).13
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini memakai 4 (empat) cara
pendekatan, yaitu Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan
Perundang-Undangan (Statue Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum
(Analitical And Conseptual Approcah).
1.9.3 Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum empiris yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian yang sifatnya deskriptif. Penelitian yang sifatnya deskriptif berupaya
menggambarkan secara lenkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarakan secara tepat
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan hubungan antara
suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian deskriptif ini dapat
membentuk teori-teori baru atau dapat memperkuat teori yang sudah ada.
1.9.4 Data dan Sumber Data
Adapun data dan sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi
ini yaitu :
1. Data Primer
13 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum
Data primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai
sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan atau field research,
dilakukan baik melalui wawancara atau interview.14 Data-data tersebut juga
berupa hasil wawancara langsung dari beberapa narasumber yang memiliki
konsep esensi dalam masalah yang dibahas.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian
kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber
pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang telah
terdokumentasikan sebelumnya dalam bentuk-bentuk bahan hukum.
Dalam penelitian ini digunakan bebrapa bahan hukum, yaitu Bahan
Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier.
Bahan-bahan hukum tersebut masing-masing dijabarkan sebagai berikut :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena
dikeluarkan oleh pemerintah. Seperti Peraturan Perundang-undangan dan
Putusan Pengadilan.15 Bahan hukum primer yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah :
14 Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal
6.
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor
Indonesie);
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel
voor Indonesie, S.1847-23);
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang “Perlindungan
Konsumen”;
d. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan
e. Doktrin-doktrin atau pendapat para ahli hukum;
f. Perjanjian jual beli antara konveksi Indradila dengan pihak Badan
Eksekutif Mahasiswa
2. Bahan Hukum Sekunder
Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adala buku-buku hukum
termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.16
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk,
penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
contohnya : kamus, enslikopedi, indeks komulatif dan seterusnya.17
16 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal 155.
17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo
1.9.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum empiris, teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian yaitu :
1. Teknik wawancara (interview) adalah cara untuk menghimpun data
dengan jalan mengadakan wawancara dengan tanya jawab secara
langsung antara peneliti dengan pihak terkait yaitu informan perusahaan
konveksi Indradila. Tanya jawab ini dimaksudkan untuk memperdalam
informasi yang akan digunakan dalam penelitian, yang kemudian dapat
menjadi jawaban atau solusi untuk memecahkan pokok-pokok
permasalahan yang diteliti.
2. Teknik studi dokumen yang dilakukan dengan cara membaca,
memahami, membandingkan karya-karya ilmiah hukum dan dari
peraturan perundang-undangan maupun tulisan ilmiah hukum lainnya
yang relevan dengan masalah yang akan dibahas. Data-data yang
didapat disusun secara sistematis.
1.9.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik Non Probability Sampling. Teknik ini berperan sangat
penting bagi peneliti dalam penentuan pengambilan sampel. Ada 4 (empat)
bentuk teknik Non Probability Sampling, yaitu:
b) Accidental Sampling
c) Purposive Sampling
d) Snowball Sampling
Bentuk sampel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah bentuk
Snowball Sampling, dimana teknik ini ditentukan sendiri oleh penulis yaitu
dengan mencari key informan (informan kunci) atau responden kunci yang
dianggap mengetahui tentang penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis.
1.9.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah dengan teknik analisis kualitatif, artinya keseluruhan data yang
terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis
dengan cara menyusun secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema,
dikategorikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data
yang lainnya, dilakukan interprestasi untuk memahami makna data dalam situasi
sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami
keseluruhan kualitas data. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif, kemudian
data akan disajikan secara deskriptif kualitatif.18
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN
PERJANJIAN JUAL BELI
2.1 Tanggung Jawab
Tanggung jawab pelaku usaha atas produk barang yang merugikan
konsumen merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan
konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan
yang paling banyak mengalami kerugian yang disebabkan produk dari pelaku
usaha itu sendiri. Untuk mengeteahui lebih jelas mengenai tanggung jawab pelaku
usaha, sebaiknya kita memahami lebih dalam mengenai definisi tanggung jawab.
2.1.1 Pengertian Tanggung Jawab
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah
kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah
suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya.1 Menurut hukum perdata pertanggungjawaban dibagi menjadi dua
macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal dengan
pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability without based on fault) dan
pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) yang dikenal dengan
tanggung jawab risiko atau tanggung jawab mutlah (strick liability). Prinsip dasar
tanggung jawab atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus
1
bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan yang merugikan orang lain.
Sebaliknya prinsip tanggung jawab resiko adalah bahwa konsumen penggugat
tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab
sebagai risiko usahanya.
2.1.2 Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab
Secara umum, tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan
konsumen mempunyai beberapa prinsip-prinsip hukum yang dibedakan sebagai
berikut:
1.Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsuru kesalahan (liability
based on fault) adalah prinsip yang cukup berlaku dalam hukum pidana
dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya
Pasal 1365, 1366 dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.2 Prinsip ini
menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365
KUHPerdata, yang lazim dikenal sebagai Pasal tentang perbuatan
melanggar hukum, mengharuskan terpeneuhi empat unsur pokok, yaitu
adanya perbuatan, adanya unsur kesalahanm adanya kerugian yang
diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dengan
kerugian.
2
2.Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan tergugat dianggap selalu bertanggung
jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan
ada pada si tergugat.3 Saat ini beban pembuktian terbalik (omkering van
bewjislast) masih dapat diterima dengan prinsip praduga untuk selalu
bertanggung jawab. Dasar pemikiran dari teori pembalikan beban
pembuktian adalah seseorang yang dianggap bersalah, sampai yang
bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentengan
dengan asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam
hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas
demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang
berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada dipihak pelaku usaha
yang digugat dan tergugat ini harus menghadirkan bukti-bukti, dirinya
tidak bersalah.
3.Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu
bertanggung jawab. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung
jawab (presumption of nonliability principle) hanya dikenal dalam
lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan
demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.4 Contoh dari
3
Ibid, hal. 61.
4
penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau
kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan
diawasi oleh si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari
penumpang. Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat
diminta pertanggungjawabannya.
4.Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinisp tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan
dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Dengan begitu
ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.5 Ada
pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab
yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.
Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan dibebaskan
dari tanggung jawab, misalnya dalam keadaan force majure. Sebalikanya
absolute liability adalah prinisp tanggung jawab tanpa kesalahan dan
tidak ada pengecualiannya. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam
tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang merugikan konsumen
secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya
produsen barang yang memasarkan produknya yang merugikan
konsumen. Dalam hal ini, konsumen hanya perlu membuktikan adanya
hubungan kasualitas antara perbuatan pelaku usaha dan kerugian yang
dideritanya. Selebihnya dapat digunakan prinsip strict liability.
5
5.Tanggung Jawab Dengan Pembatsan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability
principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai
klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam
perjanjian cuci cetak film, misalnya ditentukan bila film yang ingin
dicuci/dicetak itu hilang atau rusak, maka si konsumen hanya dibatasi
ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.6 Secara
umum prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila
ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen seharusnya tidak
boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen,
termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan,
mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.
Jika dilihat dari sudut pandang Hukum Perlindungan Konsumen, prinsip
yang digunakan dalam tanggung jawab, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian atau Kealpaan
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung
jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditemukan
oleh perilaku produsen.7
2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Wanprestasi
6
Ibid, hal. 65.
7
Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi ini merupakan
tanggung jawab yang didasarkan pada kontrak antara pelaku usaha dengan
konsumen. Prinsip tanggung jawab ini tidak didasarkan pada upaya yang
telah dilakukan pelaku usaha dalam memenuhi prestasinya. Artinya,
meskipun pelaku usaha sudah berupaya memenuhi kewajiban dan
janjinya, namun konsumen tetap mengalami kerugian, maka pelaku usaha
tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami
konsumen.8
3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak dikenal dengan nama product
liability. Menurut asas ini produsen wajibbertanggung jawab atas kerugian
yang dialami konsumen atas penggunaan produk yang dipasaarkannya.9
2.1.3 Bentuk Tanggung Jawab
Pada umumnya pertanggungjawaban pelaku usaha yang diatur dalam UUPK
telah mengakomodir prinsip-prinsip pertanggungjawaban modern yang lebih
dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Bentuk-bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha dalam UUPK dirumuskan
sebagai berikut:
a. Pasal 19 UUPK menetapkan tanggung jawab pelaku usaha untuk
memberikan ganti kerugian kepada konsumen sebagai akibat kerusakan,
8
Ibid, h. 92
9
pencemaran dan atau kerugian konsumen karena mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan (Pasal 19 ayat (1)
UUPK)
b. Ganti kerugian yang dapat diberikan dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan (Pasal 19 ayat (2)
UUPK)
c. Tenggang waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam tujuh hari
setelah tanggal transaksi (Pasal 19 ayat (3) UUPK)
d. Pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghapus kemungkinan adanya
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya
unsur kesalahan (Pasal 19 ayat (4) UUPK)
e. Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku
apabilapelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen (Pasal 19 ayat (5) UUPK).
Memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) diatas dapat diketahui bahwa
tanggung jawab pelaku usaha meliputi:
a. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan
b. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran
Pada Pasal 20 UUPK menegasakan tanggung jawab pelaku usaha periklanan
atas iklan yang diproduksinya dan segala akibat ditimbulkan oleh iklan tersebut.
2.2 Perjanjian Jual Beli
Suatu perjanjian biasanya berawal dari perbedaan kepentingan di antara para
pihak. Perumusan hubungan ini pada umumnya diawali dengan proses negosisasi
di antara para pihak. melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan
bentuk-bentuk untuk saling mempertemukan susatu kepentingan yang diinginkan melalui
proses tawar menawar. Pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari
perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kontrak. Melalui
kontrak, perbedaan tersebut disatukan dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat
hukum sehingga mengikat para pihak.
Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya
undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara
khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang.
2.2.1 Pengertian Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 KUHPerdata. Menurut
Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak
penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang / benda, dan pihak lain yang
Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli
sekaligus membebankan dua kewajiban, yaitu :10
1.Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada
pembeli
2.Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada
penjual
Menurut Salim H.S., S.H.,M.S., perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian
yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.11 Di dalam perjanjian itu
pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli
dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga
dan berhak menerima objek tersebut. Unsur pokok dalam perjanjian jual beli
adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata
sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli.
2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli
Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal tertentu
10
M. Yahya Harahap, 1968, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 181.
11
4. Suatu sebab yang halal
Untuk lebih jelasnya akan dibahas mengenai syarat sahnya perjanjian yang
ada diatas:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu
kesepakatan atau konsensus pada para pihak. yang dimaksud dengan
kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam
perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak ada unsur paksaan dari pihak yang terkait
dalam perjanjian tersebut.
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan
hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan
hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum.
Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang sudah
dewasa.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian
maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek
perjanjian juga bisa disebut dengan prestasi. Prestasi terdiri atas:12
a. Memberikan sesuatu, misalnya memebayar harga, menyerahkan
barang
b. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak,
membangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan
suatu bangunan, perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang
tetentu.
4. Suatu sebab yang halal
Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata tidak dijelaskan pengetian sebab yang
halal. Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahawa si perjanjian
tersebut tidak bertentengan dengan peraturan perundang-undangan,
kesusilaan dan ketertiban umum.
2.2.3 Kekuatan Mengikat Perjanjian Jual Beli
Pasal 1315 KUHPerdata memberikan penjelasan tentang terhadap siapa
sajakah perjanjian mempunyai pengaruh langsung. Bahwa perjanjian mengikat
para pihak sendiri adalah logis, dalam arti bahwa hak dan kewajiban yang timbul
dari adanya suatu perjanjian hanyalah untuk para pihak saja. Setiap orang bebas
membuat perjanjian, bebas untuk menentukan isi, luas dan bentuknya perjanjian
12
sebagaimana yang dijelasakan dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Dalam melakukan
suatu perjanjian terdapat bebearapa asas, salah satunya asas kekutan mengikat.
Asas kekuatan mengikat atau sering juga disebut asas Pacta Sun Servanda
dapat disebutkan dari bunyi Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Konsukuensi dari
asas ini bahwa sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian, maka sejak saat itu
pula perjanjian mengikat bagi para pihak. mengikat sebagai Undang-Undang
berarti pelanggaran terhadap perjanjian tersebut berakibat hukum sama dengan
melanggar Undang-Undang. Maksud dari asas ini adalah memberikan kepastian