PERENCANAAN PERBAIKAN KALI KUNTULAN
KABUPATEN PASURUAN
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Strata Satu ( S 1 )
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
Diajukan oleh :
REZA ACHDA MARTA
0753010018
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ” VETERAN ”
JAWA TIMUR
PERENCANAAN PERBAIKAN KALI KUNTULAN
KABUPATEN PASURUAN
* Reza Achda Marta, Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Jatim.
** Novie Handajani, ST., MT. Dosen Program Studi Teknik Sipil, Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Jatim.
*** Iwan Wahjudijanto, ST. Dosen Program Studi Teknik Sipil, Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Jatim.
ABSTRAK
Hampir setiap tahun dimusim penghujan terjadi banjir pada Kali Kuntulan yang
merupakan hilir dari Kali Kedunglarangan. Hal ini diakibatkan karena Kali Kuntulan
ini merupakan muara dari Kali Wrati, Kali Bangil Tak, dan Kali Kedunglarangan,
alurnya tercemari oleh adanya sampah – sampah yang mengapung di sepanjang aliran
daerah ini, dan banyaknya penebangan hutan bakau di dibantaran sungainya hingga tepi
sungainya kelihatan seperti daratan yang mengakibatkan penampang sungai menjadi
sempit dan tidak mampu menampung debit air yang harus dialirkan oleh sungai ini.
Untuk itu maka diperlukan usaha menormalisasi sungai agar bisa mengembalikan kondisi
dan fungsi sungai yang ada.
Setelah dilakukan analisa hidrologi dan hidrolika dengan dibantu program
HEC-RAS terbukti Kali Kuntulan dengan kondisi eksisting tidak mampu menampung luapan
air yang terjadi sehingga perlu dilakukan perbaikan pada Kali Kuntulan tersebut.
Dengan bantuan program HEC-RAS, dapat diketahui besar kemampuan penampang Kali
Kuntulan mampu menampung 34,00 m³/dt, untuk Kali Bangiltak 2 mampu menampung
14,00 m³/dt, Kali Kedunglarangan 20,00 m³/dt. Kapasitas Kali Kuntulan tidak mampu
menampung dengan debit banjir kala ulang 2 th (Q
2 th). Oleh karena itu dilakukan
normalisasi dengan Q
10th, normalisasi dilakukan berupa pelebaran penampang sungai
untuk Kali Kuntulan 1 Section KL 19 – KL 37 dengan Q
10 Th= 962,852 m³/dt, b = 250
m, I = 0,00012, n = 0,025 , z = 1. Sedangkan pada Kali Kuntulan 2 Section KL 37 A –
KL 70 dengan Q
10 Th= 988,869 m³/dt, b = 350 m, I = 0,0012, n = 0,025 , z = 1. Dan pada
Kali Kuntulan 3 Section KL 71 – KL 73 dengan Q
10 Th= 1002,145 m³/dt, b = 400 m, I =
0,0012, n = 0,025 , z = 1. Dengan tinggi gelombang pasang surut rencana sebesar 1 m
pada masing – masing kali.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hampir setiap tahun dimusim penghujan terjadi banjir pada Kali Kuntulan yang merupakan hilir dari Kali Kedunglarangan. Hal ini diakibatkan karena aliran yang masuk dari Kali Bangiltak, Kali Wrati dan Kali Kedunglarangan yang disertai gerusan tebing dan putusnya tanggul dibeberapa tempat yang mengakibatkan timbulnya genangan banjir di beberapa tempat di wilayah Kabupaten Pasuruan yang mengganggu kegiatan perekonomian di daerah tersebut. Banjir yang terparah terjadi di wilayah Kecamatan Beji akibat luapan Kali Wrati dan di Kabupaten Bangil akibat luapan Kali Wrati dan Kali Kedunglarangan
.
Kali Kuntulan ini merupakan muara dari Kali Wrati, Kali Bangiltak, dan Kali Kedunglarangan. Dan kondisi dari Kali Kuntulan setelah pertemaun dari ketiga kali tersebut memiliki morfologi yang berbelak - belok, landai dan melingkar ke utara, di bagian ini terjadi pendangkalan akibat sedimentasi dan di beberapa ruas tertentu terjadi penyempitan serta adanya pengaruh pasang surut air laut. Lebar sungai Kuntulan ini dari 30 m sampai dengan 600 m dengan panjang sungai 12 km dan relatif datar. Disamping itu di muara sungai ini merupakan pantai selat Madura dimana di sepanjang pantai tersebut terjadi transport sedimen dari arah timur. Perlu diketahui bahwa potensi sedimen di pantai cukup besar, terutama dari Kali Rejoso, Kali Petung dan Kali Welang. Dengan demikian akibat proses transport sedimen pantai tersebut muara sungai Bangiltak akan mengalami penutupan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa Kali Kedunglarangan, Kali Wrati dan Kali Bangiltak telah dimanfaatkan sebagai sumber air untuk irigasi Sawah dan irigasi Tambak, sehingga disepanjang sungai dijumpai beberapa pintu air sebagai intake dan bendung sebagai pengendali elevasi muka air.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat ditulis yang berhubungan dengan banjir yang terjadi di daerah Kali Kuntulan adalah sebagai berikut :
1. Berapa besar kemampuan penampang Kali Kuntulan pada existing ?
2. Berapa kondisi muka air banjir dengan bantuan program HEC-RAS 4.0 ?
3. Berapa dimensi normalisasi pada
saat mengalirnya debit banjir ?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari studi ini adalah: 1. Untuk mengetahui besar kemampuan
penampang Kali Kuntulan yang merupakan muara Kali Bangiltak, Kali Wrati, dan Kali Kedunglarangan pada kondisi existing.
2. Untuk mengetahui kondisi muka air banjir yang mengalir di Kali Kuntulan dengan bantuan program HEC.RAS 4.0.
3. Untuk mengetahui dimensi normalisasi pada saat mengalirnya debit banjir.
1.4. Batasan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas pada proposal ini meliputi :
1. Tidak membahas teknik pelaksanaan, 2. Tidak membahas ekonomi teknik. 3. Hanya membahas pengendalian banjir
pada Kali Kuntulan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Sungai
Sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya, bahwa terdapat tiga sungai besar dan bermuara dalam satu sungai sebelum ke laut, yaitu Kali Kedunglarangan, Kali Wrati dan Kali Bangiltak. Ketiga sungai ini bertemu menjadi satu dan mengalir ke laut pada Kali Kuntulan. Selain itu Kali Kuntulan ini juga menjadi muara dari beberapa sungai kecil lainnya yaitu Kali Avoor Bawean, Kali Golondoro, Kali Kalanganyar (perikanan) Dan Kali Masangan.
Karakteristik daerah pengaliran sungai Kali Kuntulan adalah sebagai berikut :
1. Luas DAS Kuntulan mempunyai luas
282,67 km2, dengan panjang sungai utama
(orde 1) 23.7 km.
2. Bentuk DPS Kali Kedunglarangan,
berbentuk sejajar dengan jumlah anak sungai 13 (tiga belas) buah.
Pada perencanaan DAS Kali Kuntulan dibagi menjadi beberapa sub DAS yaitu :
1. Sub DAS Kedunglarangan hulu dengan luas
164,71 km2, panjang sungai utama 23,47
km.
2. Sub DAS Wrati (menerima aliran dari Kali
Bangiltak) dengan luas 78,70 km2, panjang
sungai utama 7,40 km.
3. Sub DAS Golondoro dengan luas 3,14 km2,
panjang sungai utama 2,11 km.
4. Sub DAS Avur Bawean dengan luas 24,94
km2, panjang sungai utama 8,17 km.
Sisanya langsung masuk ke Kali Kedunglarangan. Disebelah timur Kali Kedunglarangan terdapat Kali Kalanganyar
dengan luas catchment area 7,23 km2, panjang
sungai utama 6,5 km dan Kali Masangan dengan
luas 61,3 km2, panjang sungai utama 13,8 km.
2.2. Kondisi Eksisting DAS Kuntulan 2.2.1. Letak Administratif
Kali Kuntulan merupakan salah satu sungai terbesar yang melintas di Kabupaten Pasuruan yang bermuara di Kecamatan Bangil bergabung dengan muara Kali Wrati dan Kali Bangiltak. Kali Bangiltak berfungsi sebagai penerima limpasan banjir dari Kali Porong, namun sudah sejak lama Kali Bangiltak ini tidak
dimanfaatkan sehingga orang sekitar kali tesebut menyebut sebagai Kali Mati dan akibat perkembangan sosial penduduk sekitar kali, saat ini kali Bangiltak telah mengalami alih fungsi yaitu sebagai sebagai lahan pertanian, lahan produksi batu bara, permukiman, lapangan olahraga dan sebagainya.
DAS Kali Kuntulan secara administratif berada di 7 (tujuh) wilayah kecamatan, 6 (enam) kecamatan di Kabupaten Pasuruan yaitu Kecamatan Bangil, Kecamatan Pandaan, Kecamatan Prigen, Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Rembang dan Kecamatan Gempol serta Kecamatan Jabon. Secara geografis Kali
Kuntulan terletak antara 07˚45’30” LS dan
112˚52’30” BT dan batas-batas daerah pengaliran
Sungai Kuntulan, adalah :
a. Di sebelah Utara, berbatasan dengan Sungai Porong dan Selat Madura.
b. Di sebelah Selatan, berbatasan debgan wilayah Kabupaten Malang.
c. Di sebelah Timur, berbatasan dengan DPS Masangan.
d. Di sebelah Barat, berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Mojokerto.
2.2.2. Kondisi Sungai
Bila dilihat dari kondisi hidrologi Kali Kuntulan termasuk dalam type sungai perenial (perenial river) yang mempunyai debit sepanjang tahun dan curah hujan yang tinggi.
Tingkat sedimentasi pada saat banjir cukup besar, hal ini terlihat pada kondisi lapangan yang banyak meninggalkan bekas lumpur. Sedimen yang terdapat di alur Sungai Kuntulan tediri dari material berupa pasir, kerikil dan batu dengan diameter yang cukup besar.
Dibagian hilir kali Kedunglarangan (Kali Kuntulan) ini bertemu dengan Kali Wrati, sehingga pada saat terjadi hujan, pada ruas setelah pertemuan ini sering mengalami banjir. Hal ini terjadi karena pada ruas Kali Kedunglarangan ini terjadi pendangkalan dan penyempitan penampangnya, alurnya berbelak - belok.
Kalianyar di Kabupaten Pasuruan alurnya tercemari oleh adanya sampah – sampah yang mengapung di sepanjang aliran daerah ini, sampah menyebar di permukaan sungai termasuk tumbuhan enceng gondok. Tumbuhan enceng gondok tumbuh subur di sungai wrati dan berkembang terutama di pintu Dam Kedungboto dan Dam Tamabakan. Enceng Gondok setelah hanyut oleh aliran dan masuk ke Kali Kuntulan mengalami kematian, karena kandungan garam pada kali Kuntulan makin ke hilir makin tinggi, sementara itu enceng gondok tidak tahan dengan air yang mengandung garam. Pada proses kematian enceng gondok ini, enceng gondok setelah kematiannya mengalami pembusukan dan akhirnya mengendap pada palung sungai dan berakibat pada pendangkalan Kali Kuntulan.
2.3. Analisa Curah Hujan Rata Rata Daerah Kali Kuntulan
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja ( point rainfall ). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas suatu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan perhitungan rata-rata curah hujan beberapa stasiun, data hujan yang diperlukan untuk analisa hidrologi telah terhimpun data hujan sepanjang tahun. Mulai dari tahun 1989 – 2008 pada tujuh belas stasiun hujan yaitu:
1. Stasiun Badong
2. Stasiun Bangil
3. Stasiun Banyulegi
4. Stasiun Bareng
5. Stasiun Bekacak
6. Stasiun Gempol
7. Stasiun Jawi
8. Stasiun Kasri
9. Stasiun Kedung Cangkring
10. Stasiun Kepulungan
11. Stasiun Pager
12. Stasiun Prigen
13. Stasiun Randupitu
14. Stasiun Tanggul
15. Stasiun Telebuk
16. Stasiun Wilo
17. Stasiun Winong
2.3.1. Cara Arithmetik Mean
Pada cara arithmetik dianggap bahwa
data curah hujan dari suatu tempat pengamatan
dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan merata-rata langsung stasiun penakar hujan yang digunakan. Cara arithmetik dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun penakar hujannya, dimana daearah hujannya unifrom (seragam). Sumber : Hidrologi Sri Harto BR ; Hidrologi Jilid 1 Soewarno.
)
...
(
1
2
1
R
R
nR
n
R
dimana :
R = Curah hujan daerah
rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap
titik pos curah hujan
n = Jumlah pos curah
hujan
2.3.2. Cara Thiessen Poligon
Pada cara Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Cara ini digunakan apabila titik-titik pengamayan didalam daerah tersebut tidak menyebar merata,maka dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh pada tiap titik pengamatan dengan curah hujan rata-rata daera pengaliran di datran yang kondisinya tidak sama. Cara perhitungan dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup An. Perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun
yang besarnya An /A. Thiessen memberi rumusan
sebagai berikut:
n n n
A
A
A
R
A
R
A
R
A
R
...
...
2 1
2 2 1 1
A
R
A
R
A
R
A
R
1 1
2 2
...
n nn n
R
W
R
W
R
W
R
1 1
2 2
...
dimana :
R = Curah hujan daerah
rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap
A1, A2, ..., An = Luas daerah Thiessen
yang mewakili titik pos curah hujan
A = Luas total daerah
Thiessen, A = A1 + A2
+ ... + An
n = Jumlah pos curah
hujan
A
A
A
A
A
A
W
W
W
,
,...
n,
,...
n2 1 2
1
2.3.3. Cara Peta Isohyet
Cara isohyet menggunakan peta dengan
garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama, dimana sebaga garis-garis yang mebagi daerah aliran sungai menjadi daerah-daerah yang luasnya dipakai sebagai faktor koreksi dalam perhitungannya. Besar curah hujan rata-rata bagi daerah seluruhnya didapat dengan mengalikan curah hujan rata-rata diantara kontur-kontur dengan luas daerah antara kedua kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas seluruh daerah. Curah hujan rata-rata di antara kontur biasanya diambil setengah harga dari kontur. Persamaan yang dipakai : total n n n A R R A R R A R R A R . 2 ... 2 2 1 3 2 2 2 1 1
dimana :
R = Curah hujan daerah rata-rata
(mm)
R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik pos
Curah hujan
A1, A2, ..., An= Luas daerah Thiessen yang
mewakili titik pos curah hujan
Atotal = Luas total daerah Thiessen, A
= A1 + A2 + ... + An
N = Jumlah pos curah hujan
2.4. Analisa Curah Hujan Rencana
Curah hujan daerah yang telah dihitung dengan metode Thiessen selanjutnya akan dihitung curah hujan harian maksimum rencana dengan menggunakan metode statistik probabilitas dengan beberapa metode yaitu metode distribusi Gumbel, Log Pearson type III, dan Normal. Persyaratan pemakaian distribusi tersebut didasarkan pada nilai Koefisien Skewness dan Koefisien Kurtosis.
2.4.1. Metode Log Pearson Type lll
Dalam analisa hujan rencana yang diambil adalah hujan rencana dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun dan 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun.
Estimasi hujan rencana dengan metode Log Pearson type III dengan kala ulang yang dikehendaki mengikuti persamaan :
LogX=
LogX
k
*
(
SdLogX
)
Dimana :
Log X = Nilai Logaritma
Dari X
LogX
= Nilai Rata – Ratadari Log X
SdLogX
= Standart Deviasidari Log X
kt = Karakteristik dari
distribusi Log Pearson Type III Nilai kt dapat diketahui dari tabel distribusi Log Pearson Type III berdasarkan nilai kemencengan Cs dan periode ulang yang direncanakan.
Nilai rata-rata log X :
n Xi X Log n i
1 logStandar deviasi :
1
log
log
1
n
X
Xi
S
n iKoefisien kemencengan (Cs) :
3 3 12
1
log
log
S
n
n
X
Xi
n
Cs
n i
kemudian setelah mendapatkan nilaki Kt pada setiap periode ulangnya maka dengan rumus
Log X = , besarnya
hujan rencana dapat dihitung .
2.4.2. Metode Gumbel
Persamaan Distribusi Gumbel Tipe I adalah : ) ) ( (
)
(
x e xe
x
p
sedangkan persamaan CDF (Cumulative Distribution Function) adalah :
) x ( e e ) x (
Distribusi ini mempunyai 2 parameter, yaitu :
= Parameter konsentrasi
= Ukuran gejala pusat
Karakteristik dari distribusi ini adalah : Koefisien skewness = 1,139
Koefisien Kurtosis = 5,4
Parameter distribusi diperoleh dengan menggunakan metoda momen, hasilnya adalah :
1
,
2825
0,45Faktor frekuensi K untuk distribusi Gumbel Tipe I adalah :
n n T
S
Y
Y
K
(
)
T
T
Y
Tln
(
ln
1
dimana
YT = Reduced variabel Y
T = Periode ulang (tahun)
Yn = Nilai rata-rata dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data n
Sn = Simpangan baku dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari jumlah data n
Berdasarkan rumus tersebut maka hujan rencana dapat dihitung sebagai berikut:
X
=n
X
Σ
iSd =
1
2
n
X
Xi
nuntuk jumlah data n = x maka dapat dilihat pada tabel di Lampiran B masing-masing nilai Yn dan nilai Sn.
Berdasarkan rumus Gumbel dan setelah diketahui nilai Yn dan Sn maka dapat dihitung hujan rencana.
2.5. Daerah Genangan
Di bagian hilir Kali Kedunglarangan dan Kali Kali Wrati selalu terjadi genangan di setiap musim hujan, genangan tersebut diakibatkan debit Kali Wrati yang besar bertemu dengan
debit Kali Kedunglarangan yang mengakibatkan aliran balik dan menggenang karena kapasitas sungai di bagian hilirnya tidak mencukupi, kondisi ini akan semakin parah bila terjadi kenaikan air pasang. Genangan tersebut mengakibatkan kerugian akibat air banjir yang merendam areal persawahan, permukiman, industri, dan tambak dengan luas lebih kurang 9216 Ha (5161 Ha banjir dengan lama genangan lebih dari 1 hari dan 4055 Ha banjir dengan lama genangan kurang dari 1 hari). Luasan banjir terbesar terjadi di areal persawahan dan tambak, tinggi genangan yang terjadi bisa mencapai 220 cm pada areal sawah terendah dengan lama banjir lebih dari 1 hari.
Genangan yang terjadi di sebelah selatan rel kereta api disebabkan kapasitas gorong-gorong di bawah rel yang terlalu kecil sehingga aliran air dari anak-anak sungai Wrati tidak bisa mengalir lancar ke hilir dan mengakibatkan loberan di daerah sekitarnya, genangan di daerah ini rutin terjadi namun sifatnya hanya sesaat (kurang dari 1 hari).
2.6. Analisa Debit Banjir Rencana
Untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan akan digunakan metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu. Penggunaan berbagai metode ini disesuaikan dengan ketersediaan data curah hujan, iklim, jenis tanah, karakteristik daerah, luas daerah dan sebagainya.
o Metode Hidrograf Satuan Sintetis
Nakayasu
Debit rencana dihitung dengan menggunakan pendekatan Hidrograf satuan sintetis Nakayasu. Besarnya nilai debit puncak hidrograf satuan dihitung dengan rumus :
Qp =
dengan :
Qp = debit puncak banjir ( m3/det )
C = koefisien pengaliran, tergantung
penggunaan lahannya
A = luas daerah aliran sungai ( km2 )
R0 = hujan satuan ( mm )
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan
sampai puncak banjir (jam)
T 0.3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan
debit, dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)
besarnya nilai hidrograf satuan dihitung dengan persamaan : 4 , 2 . Tp t Qp Qa dimana :
Qa = limpasan sebelum mencapai
debit puncak dan dinyatakan
dalam m3 /detik.
Pada bagian lengkung turun yang terdiri dari tiga bagian, hitungan limpasan permukaannya adalah:
1. untuk Qd > 0,30.Qp,
0,3 T Tp t Qp.0,30 Qd
2. untuk 0,30.Qp > Qd > 0,302 Qp,
3 , 0 3 , 0 . 5 , 1 ) . 5 , 0 (
3
,
0
.
T T Tp tQp
Qd
3. untuk 0,302 Qp > Qd,
3 , 0 3 , 0 T . 2 ) T 5 , 1 Tp t ( 3 , 0 . Qp Qd dengan:
Qp = debit puncak (m3/det)
t = satuan waktu (jam)
Menurut Nakayasu, waktu naik hidrograf bergantung dari waktu konsentrasi, dan dihitung dengan persamaan : tr . 8 , 0 tg
Tp
dengan :
tg = waktu konsentrasi (jam)
tr = satuan waktu hujan ( diambil 1
jam )
Waktu konsentrasi dipengaruhi oleh panjang sungai utama (L) :
Jika L < 15 km : 0,70
. 21 ,
0 L
tg
Jika L > 15 km : tg0,40,058.L
Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai debit menjadi 30% dari debit puncak hidrograf satuan dihitung
tg T0,3
., dimana α adalah koefisien
yang bergantung pada karakteristik DAS. Gambar Hidrograf Nakayasu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
2.7. Analisa Kapasitas Alir Sungai
Pada saluran sederhana, kekasaran sepanjang keliling basah dapat dibedakan dengan jelas pada setiap bagian keliling basah, tetapi kecepatan rata-rata dapat dihitung dengan rumus aliran seragam tanpa harus membagi-bagi penampang tersebut. Misalnya suatu saluran persegi panjang dengan dasar kayu dan dinding kaca akan memiliki nilai-nilai n yang berbeda untuk dasar dan dindingnya. Rumus Manning untuk saluran semacam ini, kadang-kadang perlu menghitung nilai n ekivalen untuk keseluruhan keliling basah dan memasukan nilai ekivalen ini untuk menghitung aliran bagi seluruh penampang.
Untuk penentuan kekasaran ekivalen, luas basah dimisalkan dibagi menjadi N bagian dengan keliling basah masing-masing indeks P1,P2,P3,…..,PN dan koefisien kekasaran n1, n2,
n3,… nN. Persamaan tersebut dapat dilihat pada
rumus 2.29 di bawah ini :
n =
n = (
2/3
dengan ;
P1, P2,…,PN = Keliling basah seksion 1, seksion 2
dan seksion N
P = Keling basah total = P1 + P2 + P3
+…..+PN
n = Koefisien Manning ekivalen
n1,n2,…,nN = Koefisien kekasaran Manning
seksion1,2,….. dan N
2.8. HEC-RAS ( Hydrologic Engineering Center’s River Analysis System )
HEC- RAS adalah merupakan sebuah paket program analisis hidroulik yng terinegrasi,
0,8 Tr Tg
Tr
T0,3 1,5 0,3
dimana pengguna dimudahkan dengan system
Graphical User Interface (GUI). HEC-RAS mempunyai kemampuan untuk melakukan perhitungan profil permukaan air steady, aquase dan unsteady serta dilengkapi dengan analisis transportasi sedimen dan desain bangunan air.
HEC-RAS terdiri dari tiga komponen analisis hidrolika satu dimensi (1D) yaitu perhitungan profil aliran, simulasi aliran dan perhitungan transport sedimen. Dasar kincinya adalah ketiga komponen tersebut menggunakan data geometri umum yang mewakili serta perhitungan hidraulika.
Input data yang diperlukan dalam HEC-RAS antara lain :
- Model sungai / saluran
- Data cross section penampang sungai atau
saluran(dimensi saluran , elevasi)
- Koefisien Manning (n)
- Data debit banjir rencana (Qrencana)
- Data tambahan lain-lain (bilamana terdapat
bangunan air lainnya. Data pompa, pintu air, pelimpah, jembatan, bending dll).
Data-data tersebut dimasukan agar diperoleh kesimpulan informasi sungai yang dibahas. Mulai data genangan air, dimensi saluran dan kapasitas sungai bisa diketahui.
Adapun langkah – langkah dalam permodelan HEC-RAS adalah sebagai berikut :
Memasukkan data input
Simulasi program
Data output yang dihasilkan
2.8.1. Memasukkan Data Input
1. Data Geometri
Penentuan data geometri berupa existing
sungai sebagai sungai utama
Penentuan daerah pematusan dan
koefisien pengaliran
Penentuan koefisien manning ( n )
Penentuan batas hilir
2. Data aliran tetap ( Steady Flow )
Data hidrologi yang dimasukkan dalam
data aliran tetap (Steady Flow) adalah debit
konstan banjir rencana pada ujung hulu saluran utama dan debit tambahan di sepanjang kali.
3. Data Aliran Tidak Tetap ( Unsteady Flow )
Data aliran tidak tetap ( Unsteady Flow )
berupa hidrograf banjir pada hulu sungai
utama dan hidrograf banjir tambahan di sepanjang kali, serata hidrograf tinggi muka air pada batas hilir. Berbeda dengan metode aliran tetap, pada aliran tidak tetap debit yang masuk tidak bersifat komulatif.
4. Data Kondisi Batas dan Kondisi Awal (
Boundary Conditions and Initial Conditions )
Kondisi batas (Boundary Conditions) diperlukan untuk menetapkan elevasi muka air pada titik terkhir dari sistem sungai. Kondisi awal (Initial Conditions) berupa permukaan air awal dibutuhkan oleh program untuk memulai perhitungan.
2.8.2. Simulasi Program
1. Analisa Aliran Tetap ( Running Steady Flow
Analysis ) Program melakukan simulasi aliran tetap
2. Analisa Aliran tidak Tetap ( Running
Unsteady Flow Analysis Program melakukan simulasi aliran tidak tetap.
2.8.3. Data Output yang Dihasilkan
o Potongan Melintang
o Profil Muka Air
o Profil Melintang Saluran
o Kurva Kenaikan
o Tampilan 3D Sungai
o Tabel Potongan Melintang
o
Tabel Output Keseluruhan PotonganBAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengumpulan Data
Semua data pendukung dalam kegiatan penelitian ini diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur. Data yang diperlukan untuk melakukan pemodelan merupakan data sekunder. Kegiatan pengumpulan data sekunder meliputi :
Hasil data yang terkumpul dilakukan analisa sebagai berikut :
a. Data Hujan
Data hujan diperlukan sebanyak-banyaknya dari stasiun pencatatan curah hujan. Dan pada DAS Kali Kuntulan mencakup 17 stasiun penakar hujan yaitu stasiun Gempol, stasiun Winong, stasiun Kedungcankring, stasiun Banyulegi, stasiun Kepulungan, stasiun Bareng, stasiun Randupitu, stasiun Tanggul, stasiun Jawi, stasiun Kasri, stasiun Wilo, stasiun Prigen, stasiun Telebuk, stasiun Pager, stasiun Bangil, stasiun Badong, stasiun Bekacak. Data curah hujan yang dipakai adalah dari tahun 1988 – 2008.
b. Data Debit
Data debit rencana untuk menganalisa debit banjir rencana maksimum dengan periode ulang 50 th dengan metode Nakayasu. Debit rencana ini nantinya digunakan untuk menghitung kemampuan penampang sungai Kali Kuntulan, dan digunakan untuk normalisasi sungai Kuntulan.
c. Peta Topografi
Peta topografi sangat penting dalam pekerjaan ini, peta yang telah didapatkan dengan skala 1 : 30.000, Namun bila terdapat peta yang lebih detail dengan skala lebih besar maka akan dipakai sebagai masukan.
d. Pengukuran Memanjang dan
Melintang
Data pengukuran diperlukan untuk mendapatkan kondisi geometri dan kontur sungai. Pengukuran memanjang dan melintang dilakukan disepanjang Kali Kuntulan dengan jarak antara titik atau patok 50 m.
3.2 Langkah – langkah Pengerjaan
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menyusun penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi literatur
2. Pengumpulan data sekunder, yang berupa
curah hujan, cross section Kali Kuntulan, peta topografi, peta DAS Kali Kuntulan.
3. Analisa data.
- Analisa curah hujan rata – rata menggunakan
metode Theissen Pholygon
- Analisa hujan rencana menggunakan metode
Distribusi Log Person III
- Debit banjir rencana pada Q50 th
menggunakan metode Nakayasu.
4. Cek muka air kondisi existing Kali Kuntulan
menggunakan Metode Hec - Ras 4.0.
5. Apabila dalam pengujian tersebut yang
terjadi adalah luber, maka dilakukan perbaikan dengan normalisasi. Jika tidak terjadi luber maka pengujian dilanjutkan ke profil aliran pasang surut, kemudian selesai dan normalisasi tidak perlu dilakukan.
6. Setelah mendapatkan pemodelan yang sesuai,
maka untuk mengecek kekokohan model tersebut dengan cara mengaplikasikan model tersebut di Kuntulan yang merupakan hilir dari Kali Kedunglarangan.
7. Setelah dilakukan perbaikan dengan
normalisasi, maka kembali dilakukan cek muka air.
8. Jika hasil cek setelah perbaikan tetap terjadi
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Luas Pengaruh Polygon Thiessen
Pada DAS Kuntulan terdapat 17 stasiun hujan yang berpengaruh dan tersebar pada 3 subDAS. Adapun ke 17 Stasiun hujannya adalah stasiun hujan Gempol, Winong, Kedung Cangkring, Banyulegi, Kepulungan, Bareng, Randupitu, Tanggul, Jawi, Kasri, Wilo, Prigen, Telebuk, Pager, Bangil , Badong, Bekacak.
Perhitungan prosentase luas daerah pengaruh stasiun hujan DAS Kali Kuntulan dengan rumus :
A
Ai
Wi
Luas DAS Kali Kuntulan = 282,67 km2
Luas daerah pengaruh Stasiun Hujan
Gempol =9,37 km2
033
,
0
282,67
9,37
Wi
Luas daerah pengaruh Stasiun Hujan
Winong = 0,88 km2
003
,
0
282,67
0,88
Wi
Perhitungan prosentase luas daerah pengaruh Stasiun Hujan DAS Kali Kuntulan di atas ditabelkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Luas Pengaruh Poligon Thiessen DAS Kali Kuntulan
DAS Kali Kuntulan
Luas Bobot
theisen No.
Stasiun
Nama Stasiun
(km²) (%)
1 Gempol 9.37 0.033
2 Winong 0.88 0.003
3
Kedung
Cangkring 10.04 0.036
4 Banyulegi 29.50 0.104
5 Kepulungan 5.18 0.018
6 Bareng 5.66 0.020
7 Randupitu 10.71 0.038
8 Tanggul 21.64 0.077
9 Jawi 12.56 0.044
10 Kasri 12.36 0.044
11 Wilo 25.86 0.091
12 Prigen 67.68 0.239
13 Telebuk 14.20 0.050
14 Pager 6.58 0.023
15 Bangil 28.66 0.101
16 Badong 12.07 0.043
17 Bekacak 9.72 0.034
Luas Total 282.67
No. Tahun Tanggal Terjadi R (mm)
1 1989 13 FEBRUARI 100.90 2.0039 0.0004 0.0000 2 1990 1 MARET 76.47 1.8835 0.0099 -0.0010 3 1991 4 JANUARI 70.40 1.8475 0.0184 -0.0025 4 1992 22 JANUARI 111.76 2.0483 0.0042 0.0003 5 1993 2 MEI 76.76 1.8852 0.0096 -0.0009 6 1994 1 FEBRUARI 92.45 1.9659 0.0003 0.0000 7 1995 20 JANUARI 76.03 1.8810 0.0104 -0.0011 8 1996 12 APRIL 92.36 1.9655 0.0003 0.0000 9 1997 1 JANUARI 133.72 2.1262 0.0205 0.0029 10 1998 7 FEBRUARI 93.03 1.9686 0.0002 0.0000 11 1999 15 APRIL 88.52 1.9470 0.0013 0.0000 12 2000 28 OKTOBER 108.52 2.0355 0.0027 0.0001 13 2001 18 FEBRUARI 124.70 2.0959 0.0127 0.0014 14 2002 4 FEBRUARI 103.09 2.0132 0.0009 0.0000 15 2003 19 FEBRUARI 115.10 2.0611 0.0061 0.0005 16 2004 22 MARET 104.31 2.0183 0.0012 0.0000 17 2005 30 DESEMBER 106.17 2.0260 0.0018 0.0001 18 2006 21 MARET 99.28 1.9969 0.0002 0.0000 19 2007 16 MARET 75.18 1.8761 0.0115 -0.0012 20 2008 9 FEBRUARI 104.24 2.0180 0.0012 0.0000
Jumlah 1952.99 39.664 0.1140 -0.00133
Rerata 97.650 1.983 0.0057 -0.000067
(Log R - LogRr)3
(Log R - LogRr)2
Log R
4.1 Curah Hujan Rata – Rata Daerah 4.1.1. Perhitungan Curah Hujan Rencana
Hasil dari perhitungan hujan rencana dan uji distribusi DAS dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Perhitungan Penentuan Distribusi
R R-Rrata-rata (R-Rrata)² (R-Rrata)³ (R-Rrata)^4
(mm) (mm) (mm²) (mm³) (mm^4)
1 100.90 3.25 10.54 34.20 111.03 2 76.47 -21.18 448.50 -9498.15 201149.50 3 70.40 -27.25 742.77 -20243.39 551710.10 4 111.76 14.11 198.98 2806.89 39594.46 5 76.76 -20.89 436.21 -9110.52 190279.08 6 92.45 -5.20 27.04 -140.63 731.30 7 76.03 -21.62 467.36 -10103.52 218422.38 8 92.36 -5.29 27.96 -147.85 781.83 9 133.72 36.07 1301.02 46927.44 1692657.80 10 93.03 -4.62 21.33 -98.50 454.93 11 88.52 -9.13 83.37 -761.26 6950.92 12 108.52 10.87 118.26 1286.06 13985.67 13 124.70 27.05 731.93 19801.59 535714.36 14 103.09 5.44 29.62 161.20 877.29 15 115.10 17.45 304.43 5311.71 92678.55 16 104.31 6.66 44.35 295.36 1967.02 17 106.17 8.52 72.58 618.38 5268.30 18 99.28 1.63 2.67 4.35 7.11 19 75.18 -22.47 504.96 -11347.15 254985.71 20 104.24 6.59 43.44 286.35 1887.42
Jumlah 1952.99 5617.32 16082.55 3810214.74
No
Sumber : Hasil perhitungan
Rrata-rata =
=
20 99 , 1952
= 97,65
Sx =
=
1 20 5617.32
= 17,19
Cs =
=
317,19 17 18 19
16082.55 20
= -0,001
Ck =
=
42
51 , 11 16 17 18 19
3810214.74 20
x x
= 0,944
4.1.2. Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III
Dari hasil perhitungan diatas nilai Cs menunjukkan sifat yang khas, maka distribusi yang
dipilih adalah Distribusi Log Pearson Type III.
1. Perhitungan distribusi Log pearson type III
dapat di tunjukkan pada Tabel 4.4 di bawah ini :
Tabel 4.4 Perhitungan Distribusi Log Pearson Type III DAS Kuntulan
Sumber : Hasil perhitungan
Rrata-rata = = 1952.99 / 20 = 97,65
mm
Perhitungan Standart Devisi :
Sd =
= = 0,077
Koefisien skewness (kepencengan)
Cs =
=
= -0,168
Tabel 4.5. Perhitungan Curah Hujan Das Kali Kuntulan Untuk Beberapa Periode
R k Log R R
(mm) (mm) (mm) (mm)
2 0.001 1.9853 96.680
5 0.842 2.0487 111.858
10 1.281 2.0809 120.480
25 1.749 2.1153 130.414
50 2.050 2.1352 136.521
Sumber : Hasil analisa data
Nilai k dari interpolasi antara nilai k dari Cs = -0,1 dan Cs = -0,2
n1m
= 1,983+ ( -0,001 x 0,077)
= 1,9853
R2tahun = 96,680 mm
Tabel
4.6 Hasil Perhitungan Curah Hujan RencanaUraian Simbol Nilai
Log Rerata Curah Hujan
Log
(Xr) 1.983 Standart
Deviasi S1 0.077
Koef
Skewness Cs -0.168
G1,01 -1.307
G1,25 -0.790
G2 0.028
G5 0.845
G10 1.262
G25 1.706
Koefisien G (Log Pearson Type III)
G50 1.963
R1,01 76.193
R1,25 83.562
R2 96.680
R5 111.858
R10 120.480
R25 130.414
Curah Hujan Rencana
(mm)
R50 136.521
Sumber : Hasil perhitungan
4.1.3. Uji Kesesuaian Distribusi Metode Smirnov Kolmogorov
Log Rr = 1.983
Sd = 0,077
Cs = -0,013
Sn ( x ) =
=
20 1
1
= 0,048
k = ( Log R – Log Rr ) / Sd
= (1.848- 1.983) / 0,077
= - 1,75
Pr = Tabel Distribusi Normal
Px = 1 – Pr
Dari Lampiran Tabel untuk Uji Smirnov Kolmogorof, dengan n = 20
Untuk α = 5 % ; Dcr = 0,29
Untuk α = 1 % ; Dcr = 0,36
Karena Dcrhitung< Dcrtabel maka distribusi
diterima
4.1.4. Analisa Debit Banjir Rencana
Perhitungan debit banjir rencana di DAS Kali Kuntulan dibagi dalam 3 Sub DAS yaitu : Sub DAS I, Sub DAS II, Sub DAS III. Sub DAS I
memiliki luas 248,62 km2; Sub DAS II memiliki
luas 266,01 km2; sedangkan Sub DAS III memiliki
luas 282,67 km2 dengan luas total DAS Kali
Kuntulan 282,67 km2.
Tabel 4.8. Luasan pengaruh Thiessen tiap Sub DAS Kali Kuntulan
SUB DAS II SUB DAS III Stasiun Luas ( km² ) Luas ( km² ) Luas ( km² )
Gempol ( 1 ) 9.37 9.37 9.37
Winong ( 2 ) 0.88 0.88 0.88
Kedung Cangkring ( 3 ) 5.43 10.04 10.04
Banyulegi ( 4 ) 19.60 29.50 29.50
Kepulungan ( 5 ) 5.18 5.18 5.18
Bareng ( 6 ) 5.66 5.66 5.66
Randupitu ( 7 ) 10.71 10.71 10.71
Tanggul ( 8 ) 21.64 21.64 21.64
Jawi ( 9 ) 12.56 12.56 12.56
Kasri ( 10 ) 12.36 12.36 12.36
Wilo (11) 25.86 25.86 25.86
Prigen (12) 67.68 67.68 67.68
Telebuk (13) 14.20 14.20 14.20
Pager (14) 6.58 6.58 6.58
Bangil ( 15) 19.13 28.66 28.66
Badong (16) 2.06 5.13 12.07
Bekacak (17) 9.72 9.72 9.72
Total 248.62 266.01 282.67
SUB DAS I
4.1.5. Penggunaan Lahan
Tata guna lahan yang digunakan didasarkan pada tata guna lahan kondisi eksisting sesuai kenyataan yang ada yang diperoleh dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pasuruan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo. Setiap jenis penggunaan lahan mempunyai koefisien pengaliran yang didasarkan pada fungsi peruntukan dan kepadatan bangunan. Untuk daerah aliran dimana penggunaan lahannya bervariasi, maka nilai koefisien pengalirannya merupakan gabungan dari variasi penggunaan lahan tersebut.
4.1.6. Distribusi Hujan Dan Curah Hujan Efektif
Dengan lama hujan terpusat 4 (empat) jam, maka dapat dihitung besarnya rata-rata hujan (Rt) untuk masing – masing waktu.
Tabel 4.10. Perhitungan Nisbah Hujan
Jam-jaman
Sumber : Hasil Analisa data
Perhitungan curah hujan rata sampai jam ke-t
Rt = 3 / 2 4 4 24 t R
dengan R24 = 1
t = 1 Rt = 2/3
1 4 4 1
= 0,630
t = 2 Rt =
3 / 2 2 4 4 1
= 0,397
t = 3 Rt =
3 / 2 3 4 4 1
= 0,303
t = 4 Rt = 2/3
4 4 4 1 = 0,250
Perhitungan rasio distribusi curah hujan rata sampai jam ke-t
Rt’ = t . Rt – {( t – 1 ) . Rt-1 )}
t = 1 Rt’ = 0,630
t = 2 Rt’ = 2 . 0,397 – {( 2 – 1 ) . 0,630} = 0,164
t = 3 Rt’ = 3 . 0,303 – {( 3 – 1 ) . 0,397} = 0,115
t = 4 Rt’ = 4 . 0,250 – {( 4 – 1 ) . 0,303} = 0,091
4.1.7. Hidrograf Debit Banjir Rencana
Perhitungan Sub DAS I Kali Kuntulan :
Luas sub DAS I = 248,62 Km2
Koefisien Pengaliran(Cext) = 0,558
L Sub DAS I = 37,50Km
Untuk panjang sungai ( L) < 15km,
Tg = 0,21 x L0,7
( L) > 15 km,
Tg = 0,4 + (0,058 x L) Tg = 0,4 + (0,058 x L)
= 0,4 + (0,058 x 37,50)= 2,575 jam Tr = 0,8 tg
= 0,8 x 2,575 = 2,06 jam Tp = tg + ( 0,8 x Tr )
= 2,575 + ( 0,8 x 2,06 ) = 4,223
Koefisien pembanding α = (1,5 – 3)
Koefisien pembanding diambil α = 2
T0,3 = α x Tg
= 2 x 2,575 = 5,15 jam Qmax = 3 , 0 T ) Tp 3 , 0 ( Ro A 6 , 3 1 = 15 , 5 ) 223 , 4 3 , 0 ( 1 62 , 248 6 , 3 1
= 10,762 m3/dt
Untuk lengkung naik :
t ≤ Tp
t ≤ 4,223 jam
Untuk lengkung turun I :
Tp ≤ t ≤ Tp + T0,3
4,223 ≤ t ≤ 4,223 + 5,15
4,223 jam ≤ t ≤ 9,373
Untuk lengkung turun II :
Tp + T0,3≤ t ≤ Tp + T0,3 + 1,5 T0,3
4,223 + 5,15 ≤ t ≤ 4,223+ 5,15 + (1,5 x
5,15)
9,373 jam ≤ t ≤ 17,098
Untuk lengkung turun III :
t ≥ Tp + T0,3 + 1,5 T0,3
t ≥ 4,223 + 5,15 + (1,5 x 5,15)
t ≥ 17,098 jam
Perhitungan Sub DAS II Kali Kuntulan
:Luas sub DAS II = 266,010 Km2
Cext = 0,56
L Sub DAS II = 40,04 Km
Untuk panjang sungai ( L ) < 15 km,
Tg= 0,21 x L0,7
( L ) > 15 km, Tg = 0,4 + ( 0,058 x L )
Tg = 0,4 + (0,058 x L)
= 0,4 + (0,058 x 40,04)= 2,722 jam Tr = 0,8 tg
= 0,8 x 2,722 = 2,18 jam
Tp = tg + ( 0,8 x Tr )
= 2,722 + ( 0,8 x 2,18 ) = 4,466 jam
Koefisien pembanding α = (1,5 – 3)
Koefisien pembanding diambil α = 2,.
T0,3 = α x Tg
= 2 x 2,722 = 5,44 jam
Qmax =
3 , 0 T ) Tp 3 , 0 ( Ro A 6 , 3 1 = 44 , 5 ) 466 , 4 3 , 0 ( 1 010 , 266 6 , 3 1
= 10,899 m3/dt
Untuk lengkung naik : t ≤ Tp
t ≤ 4,466 jam
Untuk lengkung turun I :
Tp ≤ t ≤ Tp + T0,3
4,466 ≤ t ≤ 4,466 + 5,44 4,466 jam ≤ t ≤ 9,906
Untuk lengkung turun II :
Tp + T0,3≤ t ≤ Tp + T0,3 + 1,5 T0,3
4,466 + 5,44 ≤ t ≤ 4,466 + 5,44 + (1,5 x
5,44)
9,906 jam ≤ t ≤ 18,066
Untuk lengkung turun III :
t ≥ Tp + T0,3 + 1,5 T0,3
t ≥ 4,466 + 5,44 + (1,5 x 5,44)
t ≥ 18,066 jam
Perhitungan Sub DAS III Kali Kuntulan :
Luas sub DAS III = 282,670 Km2
Cext = 0,566
L Sub DAS III = 54.06 Km
Untuk panjang sungai ( L ) < 15 km,
Tg = 0,21 x L0,7
( L ) > 15 km, Tg = 0,4 + ( 0,058 x L )
Tg = 0,4 + (0,058 x L)
Tr = 0,8 tg
= 0,8 x 3,535 = 2,83 jam
Tp = tg + ( 0,8 x Tr )
= 3,535 + ( 0,8 x 2,83 ) = 5,798 jam
Koefisien pembanding α = (1,5 – 3)
Koefisien pembanding diambil α = 2
T0,3 = α x Tg
= 2 x 3,535 = 7,07 jam
Qmax =
3 , 0
T ) Tp 3 , 0 (
Ro A 6
, 3
1
=
07 , 7 ) 798 , 5 3 , 0 (
1 670 , 282 6
, 3
1
= 8,913 m3/dt
Untuk lengkung naik : t ≤ Tp
t ≤ 5,798 jam
Untuk lengkung turun I :
Tp ≤ t ≤ Tp + T0,3
5,798 ≤ t ≤ 5,798 + 7,07
5,798 jam ≤ t ≤ 12,868
Untuk lengkung turun II :
Tp + T0,3≤ t ≤ Tp + T0,3 + 1,5 T0,3
5,798 + 7,07 ≤ t ≤ 5,798 + 7,07 + (1,5 x
7,07)
12,868 jam ≤ t ≤ 23,473
Untuk lengkung turun III :
t ≥ Tp + T0,3 + 1,5 T0,3
t ≥ 5,798 + 7,07 + (1,5 x 7,07)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah dianalisa dengan perhitungan hidrologi maupun hidrolika dengan dibantu program software HEC-RAS 4.0, maka permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut ;
1. Menurut hasil analisa program HEC-RAS
4.0, besar kemampuan penampang sungai atau Kali Kuntulan dan kali yang merupakan input dari Kali Kuntulan yaitu Kali Kedunglarangan dan Kali Bangiltak 2 pada kondisi eksisting dapat diketahui. Pada Kali Bangiltak 2 mampu menampung 14,00 m³/dt, Kali Kedunglarangan 20,00 m³/dt, dan pada Kali Kuntulan sebesar 34,00 m³/dt.
2. Dengan menggunakan program
HEC-RAS 4.0, dapat diketahui kondisi muka air banjir pada Kali Kuntulan kondisi eksisting pada beberapa cross section. Tinggi muka air pada Sta.55 Kali Kuntulan 1 adalah 4,86 m, elevasi tanggul kiri dan kanan 2,24 m dan 2,50. Kemudian tinggi muka air pada Sta.16 Kali Kuntulan 2 adalah 2,32 m, sedangkan elevasi tanggul kiri dan kanan 0,70 m dan 0,51 m.Dan tinggi muka air pada Sta.2 Kali Kuntulan 3 adalah 1,10 m, sedangkan elevasi tanggul kiri dan kanan adalah 0,40 m dan 1 m.Terbukti dengan debit kala ulang 2 tahun kapasitas aliran sungai sudah tidak mampu menampung sehingga terjadi limpasan kekanan dan kiri disekitar bantaran Kali Kuntulan.melampaui bantaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kapasitas Kali Kuntulan tidak mampu menampung debit banjir yang direncanakan.
3. Saat mengalir debit banjir, perencanaan
dimensi normalisasi dari Kali Kuntulan 1
Section KL 19 – KL 37 dengan Q10 Th =
962,852 m³/dt, b = 250 m, I = 0,00012, n = 0,025 , z = 1 : 1. Sedangkan pada Kali Kuntulan 2 Section KL 37 A – KL 70
dengan Q10 Th = 988,869 m³/dt, b = 350
m, I = 0,0012, n = 0,025 , z = 1 : 1. Dan pada Kali Kuntulan 3 Section KL 71 –
KL 73 dengan Q10 Th = 1002,145 m³/dt,
b = 400 m, I = 0,0012, n = 0,025 , z = 1 : 1. Dengan tinggi gelombang pasang surut rencana sebesar 1 m pada masing – masing kali dan jenis alirannya termasuk subkritis karena hasilnya kurang dari 1
(Fr < 1 → Subkritis), diharapkan mampu
mengatasi masalah banjir yang terjadi.
5.2. Saran
Setelah dianalisa dan didapat hasilnya maka penulis dapat memberikan beberapa saran seperti berikut :
1. Pada perencanaan perbaikan dan
pengendalian banjir sungai hendaknya dilakukan juga analisa sedimen transport dan gangguan – gangguan atau hambatan – hambatan yang menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran sungai seperti : tanaman, sampah, pilar – pilar jembatan, dsb.
2. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik