PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJ IR KALI NGOTOK
KABUPATEN MOJ OKERTO
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian per syar atan dalam memper oleh Gelar Sar jana Teknik ( S-1 )
Oleh :
ALIF CAHYO PUTRO 0653010049
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI NGOTOK KABUPATEN MOJOKERTO
Diajukan oleh : ALIF CAHYO PUTRO
NPM. 0653010049
ABSTRAK
Kondisi Kali Ngotok dari tahun ke tahun mengalami penurunan kapasitas tampung sungai. Penurunan kondisi sungai ini dikarenakan oleh banyak hal, salah satu yang paling nyata adalah adanya perubahan fungsi lahan di daerah hulu, dari hutan menjadi ladang, sawah dan perumahan. Sedangkan di daerah dataran yang semula berupa sawah menjadi pemukiman. Hal ini dipengaruhi dengan kurangnya kesadaran dari masyarakat mengenai kebersihan lingkungan sekitar, sehingga masih banyak yang membuang sampah di sungai. Kali Ngotok merupakan sungai alam yang dimanfaatkan sebagai salah satu system jaringan pembuang yang terletak di Kabupaten Mojokerto. Kali Ngotok memiliki panjang kurang lebih 30 km, pada DAS Kali Ngotok terdapat 14 stasiun pengamat Hujan. Banjir yang terjadi pada Kali Ngotok disebabkan oleh tidak mampunya penampang sungai menampung air, hal ini di sebabkan karena adanya pendangkalan akibat dari endapan sedimen serta di beberapa ruasnya mengalami penyempitan alur akibat penggunaan lahan oleh warga dan banyaknya sampah di sungai. Sehubungan dengan hal ini perlu adanya penanganan guna mengatasi luapan tersebut yaitu dengan cara menormalisasi kali supaya muka air banjirnya turun. Salah satu cara analisis hidraulika banjir adalah menggunakan software Hydraulic Engineering center River Analysis System (HEC-RAS) versi 4.0 yang dikembangkan oleh U.S. Army Corps of Engineering Analysis System. Program ini digunakan untuk perhitungan aliran satu dimensi (1-D), baik yang berada pada saluran alami maupun buatan.Pengendalian Kali Ngotok menggunakan banjir kala ulang 25 tahun, direncanakan cara normalisasi dimensi saluran Kali Ngotok dengan menggunakan penampang trapesium, untuk Normalisasi
direncanakan Segmen 1 Q = 269,209 m3/dtk; b = 25; n = 0,025; I = 0,00054; z = 1,5
; Segmen2 Q = 425,354 m3/dtk; b = 30; n = 0,0025; I = 0,0054; z = 1,5; Segmen 3
Q = 447,189 m3/dtk; b = 40; n = 0,025; I = 0,00054; z = 1,5; Segmen 4 Q= 753,887
m3/dtk; b = 50; n = 0,025; I = 0,0054; z = 1,5; Segmen 5 Q = 1005,875; b = 55; n = 0,025; I = 0,00054; z = 1,5.
KATA PENGANTAR
Dengan segenap puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T yang telah
melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir dengan judul ” PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI NGOTOK
KABUPATEN MOJOKERTO”. Tugas Akhir ini merupakan suatu syarat bagi
mahasiswa dalam menempuh jenjang sarjana Strata 1 (S-1) di Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan UPN ”Veteran” Jawa Timur .
Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini penulis berusaha semaksimal mungkin
menerapkan ilmu yang penulis dapatkan di bangku perkuliahan dan buku-buku literatur
yang sesuai dengan judul Tugas Akhir ini. Disamping ini penulis juga menerapkan
petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh dosen pembimbing. Namun sebagai manusia
biasa dengan keterbatasan yang ada penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih
jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun dari setiap pembaca akan penulis terima demi kesempurnaan Tugas Akhir
ini.
Dengan tersusunnya Tugas Akhir ini penulis tidak lupa mengucapkan terima
kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan,
dorongan, semangat, arahan serta berbagai macam bantuan, terutama kepada :
1.
Ibu Ir. Naniek Ratni JAR, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan
2.
Bapak Ibnu Sholichin,ST,MT selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Universitas
Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.
3.
Bapak Iwan Wahjudijanto,ST,MT, selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang
telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan dorongan moril selama
pengerjaan Tugas Akhir sampai selesai.
4.
Ibu Novie Handajani, ST, MT, selaku dosen pembimbing utama Tugas Akhir yang
telah berkenan memberikan bimbingan, waktu dan dorongan moril selama
pengerjaan Tugas Akhir sampai selesai.
5.
Segenap dosen dan staff Program Studi Teknik Sipil UPN ” Veteran ” Jawa Timur.
6.
Para tim penguji yang telah membantu penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
7.
Bapak, ibu dan keluarga tercinta yang telah banyak memberikan dukungan lahir dan
batin, material, sipritual, dan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
8.
Sahabat-sahabat dan semua teman-teman terima kasih atas dorongan, semangat dan
dukungan moril yang bermanfaat sehungga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
9.
Segenap keluarga besar warga Teknik sipil UPN ” Veteran ” Jatim, baik angkatan
2007, angkatan 2008, angkatan 2009, angkatan 2006, kakak-kakak alumni dan
semua pihak yang telah membantu Tugas Akhir ini, yang tidak dapat penulis
Sebagai akhir kata, penulis harapkan agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Surabaya, Mei 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Maksud dan Tujuan ... 3
1.4. Batasan Masalah ... 4
1.5. Lokasi...4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum ... 6
2.2. Sistem Pengendalian banjir ... 8
2.2.1. Normalisasi ... 8
2.2.2. Tanggul Banjir ... 9
2.2.2.1. Rembesan Tanggul ... 11
2.2.2.2. Stabilitas Tanggul ... 12
2.3. Curah Hujan Rata-rata ... 13
2.3.1. Cara Arithmetik Mean...14
2.3.2. Cara Thiessen Poligon...14
2.3.3. Cara Peta Isoyet ... 16
2.4. Curah Hujan Rencana ... 17
2.4.2. Distribusi Log Pearson III ... 20
2.4.3. Metode Distribusi Normal...23
2.5. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi ... 25
2.5.1. Uji Chi kuadrat ... 25
2.5.2. Uji Smirnov-Kolmogorov ... 27
2.6. Koefisien Pengaliran ... 29
2.7. Debit Rencana ... 30
2.8. Analisa Kapasitas Sungai ... 33
2.9. Penampang Saluran...37
2.10. Profil Aliran...38
2.11. Program Hec-ras...41
2.11.1. Memasukkan Data Input...42
2.11.2. Simulasi Program...43
2.11.3. Data Output yang Dihasilkan...43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pengumpulan data ... .46
3.1.1. Data Curah hujan... .47
3.1.2. Data geografis dan topografi ... .47
3.1.3. Pengukuran Memanjang dan Melintang ... 47
3.1.4. Data Debit Banjir ... 48
3.2. Langkah-langkah pengerjaan ... 48
BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 4.1 Analisa Hidrologi ... 51
4.2.1 Luas Pengaruh Poligon Thiessen ... 52
4.2.2 Perhitungan Curah Hujan Rata-rata Daerah ... 55
4.2.3 Perhitungan Analisa Frekuensi ... 58
4.2.4 Perhitungan Curah Hujan Rencana ... 60
4.3 Uji Kesesuaian Distribusi ... 62
4.3.1 Metode Smirnov-Kolmogorov ... 62
4.3.2 Metode Chi-Kuadrat ... 64
4.4 Analisa Debit Banjir Rencana ... 65
4.4.1 Penggunaan Lahan ... 67
4.4.2 Distribusi Hujan Dan Curah Hujan Efektif ... 68
4.5 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 71
4.6 Analisa Hidrolika ... 121
4.6.1 Analisa Menggunakan Program HEC-RAS 4.0 ... 121
4.6.2 Analisa Muka Air Banjir ... 126
4.6.3 Perencanaan Normalisasi ... 131
4.6.4 Analisa Perencanaan Normalisasi ... 135
4.7 Perencanaan Tanggul ... 138
4.7.1 Perhitungan Rembesan Tanggul ... 138
4.7.1 Perhitungan Stabilitas Tanggul ... 141
BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 144
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tinggi dan Lebar Keamanan Tanggul ... 10
Tabel 2.2 Harga sudut α1,α2,β ... 12
Tabel 2.3 Persyaratan Pemilihan Distribusi Frekuensi ... 19
Tabel 2.4 nilai K distribusi log pearson type III ... 22
Tabel 2.5 Harga untuk Uji Chi-Kuadrat ... 27
Tabel 2.6 Nilai Delta Kritis(dcr) Untuk Uji Smirnov-Kolmogrorov ... 29
Tabel 2.7 Koefisien Pengaliran ... 29
Tabel 2.8 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (n) ... 35
Tabel 4.1 Luas Pengaruh Poligon Thhiessen Das Kali Ngotok ... 54
Tabel 4.2 Perhitungan Curah hujan Harian Maksimum Rata-Rata DAS Ngotok ... 57
Tabel 4.3 Perhitungan Analisa Frekuensi Curah Hujan pada DAS Ngotok ... 58
Tabel 4.4 Perhitungan Distibusi Log Pearson Tipe III DAS Ngotok ... 60
Tabel 4.5 Perhitungan Curah Hujan DAS Ngotok untuk beberapa Periode ... 61
Tabel 4.6 Perhitungan Dmax Pada Uji Smirnov-Kolmogorov DAS Ngotok ... 62
Tabel 4.7 Uji Chi Square DAS Kali Ngotok ... 64
Tabel 4.8 Batas kelas Uji Chi Square DAS Ngotok ... 65
Tabel 4.9 Pembagian Luas Tiap Sub DAS ... 65
Tabel 4.10 Nilai Koef. Pengaliran berdasarkan Tata Guna Lahan Eksisting ... 67
Tabel 4.11 Lanjutan Nilai Koef. Pengaliran berdasarkan Tata Guna Lahan Eksisting 67 Tabel 4.12 Perhitungan Hujan Jam-jaman Maksimum ... 68
Tabel 4.13 Perhitungan Curah Hujan Efektif dan Distribusi Hujan DAS I Ngotok .... 69
Tabel 4.15 Perhitungan Curah Hujan Efektif dan Distribusi Hujan DAS III Ngotok 70
Tabel 4.16 Perhitungan Curah Hujan Efektif dan Distribusi Hujan DAS IV Ngotok 70
Tabel 4.17 Perhitungan Curah Hujan Efektif dan Distribusi Hujan DAS V Ngotok .. 70
Tabel 4.18 Unit Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sub DAS I Ngotok ... 73
Tabel 4.19 Hidrograf Banjir Q2 Sub DAS I Kali Ngotok ... 74
Tabel 4.20 Hidrograf Banjir Q5 Sub DAS I Kali Ngotok ... 75
Tabel 4.21 Hidrograf Banjir Q10 Sub DAS I Kali Ngotok ... 76
Tabel 4.22 Hidrograf Banjir Q25 Sub DAS I Kali Ngotok ... 77
Tabel 4.23 Hidrograf Banjir Q50 Sub DAS I Kali Ngotok ... 78
Tabel 4.24 Hidrograf Banjir Sub DAS I Kali Ngotok ... 79
Tabel 4.25 Unit Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sub DAS II Ngotok ... 83
Tabel 4.26 Hidrograf Banjir Q2 Sub DAS II Kali Ngotok ... 84
Tabel 4.27 Hidrograf Banjir Q5 Sub DAS II Kali Ngotok ... 85
Tabel 4.28 Hidrograf Banjir Q10 Sub DAS II Kali Ngotok ... 86
Tabel 4.29 Hidrograf Banjir Q25 Sub DAS II Kali Ngotok ... 87
Tabel 4.30 Hidrograf Banjir Q50 Sub DAS II Kali Ngotok ... 88
Tabel 4.31 Hidrograf Banjir Sub DAS II Kali Ngotok ... 89
Tabel 4.32 Unit Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sub DAS III Ngotok ... 93
Tabel 4.33 Hidrograf Banjir Q2 Sub DAS III Kali Ngotok ... 94
Tabel 4.34 Hidrograf Banjir Q5 Sub DAS III Kali Ngotok ... 95
Tabel 4.35 Hidrograf Banjir Q10 Sub DAS III Kali Ngotok ... 96
Tabel 4.36 Hidrograf Banjir Q25 Sub DAS III Kali Ngotok ... 97
Tabel 4.37 Hidrograf Banjir Q50 Sub DAS III Kali Ngotok ... 98
Tabel 4.38 Hidrograf Banjir Sub DAS III Kali Ngotok ... 99
Tabel 4.40 Hidrograf Banjir Q2 Sub DAS IV Kali Ngotok... 104
Tabel 4.41 Hidrograf Banjir Q5 Sub DAS IV Kali Ngotok... 105
Tabel 4.42 Hidrograf Banjir Q10 Sub DAS IV Kali Ngotok ... 106
Tabel 4.43 Hidrograf Banjir Q25 Sub DAS IV Kali Ngotok ... 107
Tabel 4.44 Hidrograf Banjir Q50 Sub DAS IV Kali Ngotok ... 108
Tabel 4.45 Hidrograf Banjir Sub DAS IV Kali Ngotok... 109
Tabel 4.46 Unit Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sub DAS V Ngotok ... 113
Tabel 4.47 Hidrograf Banjir Q2 Sub DAS V Kali Ngotok ... 114
Tabel 4.48 Hidrograf Banjir Q5 Sub DAS V Kali Ngotok ... 115
Tabel 4.49 Hidrograf Banjir Q10 Sub DAS V Kali Ngotok... 116
Tabel 4.50 Hidrograf Banjir Q25 Sub DAS V Kali Ngotok... 117
Tabel 4.51 Hidrograf Banjir Q50 Sub DAS V Kali Ngotok... 118
Tabel 4.52 Hidrograf Banjir Sub DAS V Kali Ngotok ... 119
Tabel 4.53 Input Steady Flow Data ... 127
Tabel 4.54 Perhitungan Garis Rembesan ... 140
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Das Kali Ngotok ... 5
Gambar 2.1 Skema Formasi Rembesan ... 11
Gambar 2.2 Irisan Bidang Luncur ... 12
Gambar 2.3 Tiessen Polygon ... 15
Gambar 2.4 Peta Isohyet ... 16
Gambar 2.5 Unit Hidrograf Nakayasu ... 32
Gambar 2.6 Potonagan melintang dengan macam-macam kekasaran Manning ... 34
Gambar 2.7 Bentuk Saluran ... 37
Gambar 2.8 Profil Aliran Sungai dengan Bendung ... 39
Gambar 2.9 Menu Bar dalam Hec-Ras ... 42
Gambar 3.1 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian ... 50
Gambar 4.1 Polygon Thiessen Kali Ngotok ... 53
Gambar 4.2 Luasan Pengaruh Thiessen Poligon tiap Sub DAS Kali Ngotok ... 66
Gambar 4.3 Hidrograf Nakayasu Sub DAS I Kali Ngotok ... 80
Gambar 4.4 Hidrograf Nakayasu Sub DAS II Kali Ngotok ... 90
Gambar 4.5 Hidrograf Nakayasu Sub DAS III Kali Ngotok... 100
Gambar 4.6 Hidrograf Nakayasu Sub DAS IV Kali Ngotok ... 110
Gambar 4.7 Hidrograf Nakayasu Sub DAS V Kali Ngotok ... 120
Gambar 4.8 Tampilan Unit Sistem ... 121
Gambar 4.9 Tampilan Pekerjaan Baru ... 122
Gambar 4.10 Tampilan Skema Geometri Data Kali Ngotok ... 123
Gambar 4.11 Tampilan Masukkan Penampang Ngotok pada patok 346 ... 124
Gambar 4.13 Tampilan Windows Steady Flow Analysis ... 125
Gambar 4.14 Skematik input Debit Ngotok ... 127
Gambar 4.15 Profil Tampang Memanjang Kali Ngotok (eksisting) Untuk Q2,Q5,Q10,Q25,Q50 tahunan ... 128
Gambar 4.16 Potongan Melintang Hasil analisa Hec-Ras (eksisting) Untuk Q2,Q5,Q10,Q25,Q50 tahunan pada patok 346 ... 129
Gambar 4.17 Potongan Melintang Hasil analisa Hec-Ras (exsisting) Untuk Q2,Q5,Q10,Q25,Q50 tahunan pada patok 339 ... 130
Gambar 4.18 Profil Memanjang Hasil analisa Hec-Ras Kali Ngotok (rencana) Untuk Q2,Q5,Q10,Q25,Q50 tahunan ... 135
Gambar 4.19 Potongan Melintang pada patok 346 saat kondisi Rencana Kali Ngotok ... 136
Gambar 4.20 Potongan Melintang pada patok 339 saat kondisi Rencana Kali Ngotok ... 137
Gambar 4.21 Potongan Melintang Patok 346 saat kondisi eksisting dan rencana kali Ngotok ... 137
Gambar 4.22 Potongan Melintang Patok 339 saat kondisi eksisting dan rencana kali Ngotok ... 138
Gambar 4.23 Rembesan Tanggul ... 141
Gambar 4.24 Rembesan Tanggul dengan pasangan batu kali ... 141
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir setiap tahun dimusim penghujan terjadi banjir pada Kali Ngotok
yang mengakibatkan timbulnya genangan air di beberapa tempat di wilayah
Kabupaten Mojokerto yang dapat mengganggu segala aktifitas dan kegiatan
perekonomian di daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena Kali Ngontok dari tahun
ke tahun mengalami penurunan kapasitas tampung sungai. Penurunan kondisi sungai
ini dikarenakan oleh banyak hal, salah satu yang paling nyata adalah adanya
perubahan fungsi lahan di daerah hulu, dari hutan menjadi ladang, sawah dan
perumahan. Sedangkan di daerah dataran yang semula berupa sawah menjadi
pemukiman. Hal ini dipengaruhi dengan kurangnya kesadaran dari masyarakat
mengenai kebersihan lingkungan, sehingga masih banyak yang membuang sampah
di sungai.
Kali Ngotok mempunyai slope yang cukup datar, hal ini mengakibatkan untuk
pembuangan air banjir membutuhkan waktu yang cukup lama. Kondisi hilir Kali
Ngotok tepatnya pada bagian outlet pertemuan antara Kali Brangkal dan Kali Brantas
terjadi sedimentasi, hal ini diakibatkan oleh debit Kali Brantas yang lebih tinggi
sehingga mengakibatkan aliran di muara Kali Ngotok sering terjadinya aliran balik
(back water). Daerah genangan disebabkan oleh meluapnya Kali Ngotok berada
disekitar tiap-tiap pertemuan sungai. Kedalaman banjir bervariasi antara 20 –100 cm
Saat dilakukan normalisasi, maka akan terjadi permasalahan sosial di Kali
Ngotok, karena daerah bantaran sungai bahkan badan sungai telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian, perikanan maupun sebagai
tempat tinggal dan fasilitas umum lainnya.
Secara geografis Kali Ngotok berada pada 07o 26’ 39’’ s/d 07o 32’ 19’’ LS dan 112o 15’ 47’’ s/d 112o 25’ 38’’ BT. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngotok ini secara administratif terletak di Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang.
Panjang Kali Ngotok kurang lebih 30 km dan mempunyai luas daerah aliran sungai
(DAS) keseluruhan sekitar ± 825 km2,memiliki daerah aliran sungai menyerupai kipas. Daerah aliran sungai bagian hulu pada umumnya berupa hutan primer, belum
terdapat sistem pembuangan yang bersifat teknis, pembuang hanya bersifat parit
sebagai pembuang alam. Dilihat dari kondisi topografinya Daerah Aliran Sungai
(DAS) Kali Ngotok bagian hulu berada di Kabupaten Jombang dan sebagian kecil
dihilir berada di wilayah Kabupaten Mojokerto.Pada DAS Kali Ngontok terdapat 14
stasiun pengamat Hujan yaitu Stasiun Ploso, Stasiun Jombang, Stasiun Blimbing,
Stasiun Kandangan, Stasiun Kesamben, Stasiun Mojoagung, Stasiun Wonosalam,
Stasiun Sambiroto, Stasiun Pasinan, Stasiun Tampung, Stasiun Kasihan, Stasiun
Cakarayam, Stasiun Pugeran, Stasiun Pacet.
Kali Ngotok mempunyai kemiringan dasar yang cukup datar, hal ini
mengakibatkan untuk pembuangan air banjir membutuhkan waktu yang cukup lama.
Daerah tebing mempunyai tanggul yang cukup tinggi dari hulu sampai hilir.
Sedangkan daerah tebing lainya merupakan sungai tangkapan dari sekitar 19 anak
sungai maupun afvoer (pembuangan) dengan kondisi tanggul hanya
peningkatan tinggi, luas dan lama genangan). Sedimentasi terjadi dari hulu sampai
daerah hilir Kali Ngotok. Pada bagian hilir termasuk pada bagian outlet pertemuan
antara Kali Ngotok dengan Kali Brangkal dan Kali Brantas. Daerah permukiman di
Kali Ngotok juga semakin bertambah jumlahnya,bahkan kondisi permukiman ini
mendesak badan sungai.
1.2 Per umusan Masalah
Permasalahan yang terjadi pada daerah Kali Ngotok secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Berapa besar kemampuan penampang Kali Ngotok pada kondisi
eksisting ?
2. Bagaimana cara untuk mengendalikan banjir di Kali Ngotok ?
3. Berapa dimensi normalisasi pada saat mengalirnya debit banjir ?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari studi ini adalah :
1. Dapat mengetahui besar kemampuan penampang Kali Ngotok pada
kondisi eksisting dengan menggunakan Program HEC.RAS 4.0.
2. Merencanakan Pengendalian banjir DAS Kali Ngotok.
3. Untuk mengetahui dimensi normalisasi pada saat mengalirnya debit
1.4 Batasan Masalah
Dengan adanya permasalahan diatas, maka ruang lingkup pembahasan dalam
studi ini meliputi :
1. Mempergunakan data curah hujan mulai tahun 1988 sampai tahun
2010 (23 tahun).
2. Tidak membahas mengenai teknik pelaksanaan.
3. Tidak membahas ekonomi teknik.
4. Tidak dilakukan analisa mengenai dampak lingkungan.
5. Pada DAS Kali Ngontok terdapat 14 stasiun pengamat Hujan yaitu
Stasiun Ploso, Stasiun Jombang, Stasiun Blimbing, Stasiun Kandangan,
Stasiun Kesamben, Stasiun Mojoagung, Stasiun Wonosalam, Stasiun
Sambiroto, Stasiun Pasinan, Stasiun Tampung, Stasiun Kasihan, Stasiun
Cakarayam, Stasiun Pugeran, Stasiun Pacet.
1.5 Lokasi
Lokasinya adalah Kali Ngotok yang wilayahnya berada di Kabupaten
Gambar 1.1 DAS Kali Ngotok
DAM JATI MLEREK
PLOSO
DAM MENTURUS
KESAMBEN
DAM LENGKONG BARU
MOJOKERTO SAMBI ROTO PASI NAN TAMPUNG PUGERAN PACET JOMBANG BLI MBING NGORO KANDANGAN WONOSALAM K. Watudakon
K. Te mbela ng K. Jo mb an
g K ulo n K. Jo mb an
g W eta n K. Be nin g K. Jab on K . K e d u n g K . B uje l K. Se we d an g K . G u n ti n g
K. B R A N T A S
K. Ngot ok Ring
Kanal K . B ra n g k a l K . C e m p u ra t K . B a n g s a l K. Cat ak Bant
eng K. Pa nci r K. Pa ke l K . Ban
yu U rip K . B a ny u Pu tih K
. M a n g ir K . B o go r K . Pa
siran K. Be
ngaw an
K. Se m
bung K. W
ungu
K. Pangaja ran
K. Jarak K. Juran
g Jeruk
K . P a it K. Ca m piringan
K . M a n ting K. G eruh K . L a n d e a n K . K e le ro K. P ika tan KASIAN
G. GENTONG GOWAH
G. ANJASMORO G. HARGO WAYANG
0 2.5 5.0 7.5 10.0 km
PETA SI TUASI DAS NGOTOK RI NG KANAL MOJOAGUNG
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sungai adalah suatu sistem aliran yang dibentuk oleh alam untuk mengalirkan
air. Sungai sebagai salah satu sumber air yang potensial. Ada dua aspek peran sungai
bagi manusia, yaitu aspek pemanfaatan sebagai salah satu sumber air tawar yang
besar dan lebih mudah dikelola, serta aspek pengendalian karena sungai dapat
merugikan baik harta maupun jiwa karena kerusakan-kerusakan yang
ditimbulkannya. Karakteristik sungai merupakan hasil interaksi antara aliran air
(debit), angkutan sedimen, yang keduanya dipengaruhi proses alam serta campur
tangan manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan di sepanjang sungai.
Karakteristik sungai dipengaruhi oleh kondisi DAS-nya :
a. Topografi, yang membentuk luas DAS, tipe DAS, trase sungai dan kemiringan
dasar sungai.
b. Iklim, hidrologi dan hidrogeologi, menentukan ketersediaan air atau debit dalam
sungai, fluktuasi debit sepanjang tahun.
c. Tanah dan geologi, mempengaruhi geometri sungai, dan trase sungai serta tipe
sungai. Geometri sungai relatif tetap pada sungai-sungai yang mengalir didataran
cadas (rock), sedang yang di dataran aluvial mudah berubah, karena proses
penggerusan dan pengendapan. Tanah permukaan medan merupakan salah satu
d. Tata guna lahan, yang menentukan koefisien pengaliran (C), berperan pada
ketersediaan air tanah dan limpasan air permukaan.
Sungai/laut atau aliran air yang menyediakan kemudahan hidup bagi
masyarakat disekitarnya itu juga bisa menjadikan masyarakat tadi menghadapi risiko
bencana tahunan akibat banjir. Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air
lantaran curah hujan yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang
bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain.
Banjir luapan sungai terjadi setelah proses yang cukup lama, meskipun proses
itu bisa jadi lolos dari pengamatan sehingga datangnya banjir terasa mendadak dan
mengejutkan. Selain itu banjir luapan sungai kebanyakan bersifat musiman atau
tahunan dan bisa berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu tanpa
berhenti. Penyebabnya adalah hutan gundul, kelongsoran daerah-daerah yang
biasanya mampu menahan kelebihan air, ataupun perubahan suhu/musim, atau
terkadang akibat kedua hal itu sekaligus. Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan
anak-anak sungainya, mampu membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air
di dataran rendah, sehingga banjir yang meluap dari sungai-sungai selain induk
sungai biasa disebut ‘banjir kiriman’. Besarnya banjir tergantung kepada beberapa
faktor, di antaranya kondisi-kondisi tanah (kelembaban tanah, vegetasi, perubahan
suhu/musim, keadaan permukaan tanah yang tertutup rapat oleh bangunan dan
2.2 Sistem Pengendalian Banjir
2.2.1 Nor malisasi
Sistem pengendalian banjir dengan melakukan normalisasi alur atau
memperbesar kapasitas pengaliran sungai yang bertujuan untuk mempercepat aliran
banjir dan memperendah elevasi muka air banjir agar daerah sekitar sungai dari
bahaya banjir.
Normalisasi atau memperbesar kapasitas tampung Kali Ngotok perlu
dipertimbangkan mengingat kondisi sungai tersebut memiliki penampang sungai
yang menyempit. Akibat kondisi sungai tersebut maka air tidak dapat dilewatkan
dengan cepat dan aman, karena daya tampung sungai kecil. Sehingga sungai tidak
mampu menampung seluruh debit banjir dan menyebabkan aliran Kali Ngotok
meluap dan melimpas ke daerah kanan kiri sungai dan menimbulkan genangan banjir
didaerah tersebut.
Peningkatan kapasitas pengaliran sungai dengan cara :
a. Memperkecil Koefisien Kekasaran Sungai
Untuk memperkecil koefisien kekasaran sungai dapat dilakukan dengan
membersihkan tebing dan bantaran dari semak-semak dan pepohonan yang
ditanam penduduk disepanjang sungai serta melarang penduduk untuk tidak
bertempat tinggal didaerah bantaran sungai.
b. Memperbesar Luas Panampang Sungai
Untuk memperbesar luas panampang sungai dapat melakukan dengan
• Memperdalam alur sungai (pengerukan dasar sungai)
• Memperlebar alur sungai
• Memperendah elevasi bantaran
• Mempelebar bantaran sungai (menggeser tanggul)
2.2.2 Tanggul Banjir
Tanggul dibuat untuk menambah kapasitas penampang sungai, langsung di
tepi sungai atau dengan memanfaatkan bantaran banjir. Perencanan konstruksi
tanggul meliputi perencanaan tinggi tanggul, tubuh tanggul, talud dan alignment
tanggul. Tanggul merupakan salah satu bangunan pengendalian banjir untuk
mengamankan bahaya limpasan dan luapan air banjir ke daratan yang lebih rendah
yang menimbulkan kerugian besar. Tanggul banjir ini dibuat untuk membatasi aliran
air banjir yang melimpas kedaerah pemukiman maupun persawahan. Dengan adanya
tanggul tersebut maka air banjir yang semula melimpas dan menggenangi daratan
yang rendah disisi kanan dan kiri sungai dapat diatasi, sehingga aliran banjir menjadi
terpusat pada suatu alur sungai yang mengakibatkan elevasi muka air sungai tersebut
menjadi lebih tinggi dari semula.
Dengan adanya kemajuan teknologi pembuatan tanggul harus ekonomis dan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, tujuan pembuatan tanggul dapat
dipenuhi tanggul yang kuat atau menyakinkan mutunya akan memberikan
ketenangan dan ketentraman pada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
sekitarnya. Pembuatan tanggul berarti merubah pola aliran dan angkutan sedimen
pada bagian sungai yang bersangkutan. Muka air bertambah tinggi dan kecepatan
genangan, dengan adanya tanggul akan mengendap bantaran sungai yang ada dan
selebihnya akan terangkut ke hilir. Demikian pula keberadaan tanggul akan
mempengaruhi pematusan daerah sekitarnya.
Sebagaimana halnya dengan bangunan pengendali banjir lainnya,
perencanaan tinggi tanggul harus berdasarkan 3 pertimbangan, yaitu :
- Pertimbangan teknis yang menyangkut stabilitas bangunan
- Pertimbangan ekonomis, yaitu membuat konstruksi yang murah namun
memenuhi syarat stabilitas dan manfaat.
- Pertimbangan sosial, yaitu dengan adanya bangunan ini, bencana banjir dapat
dihindarkan, tercapainya suasana aman, lingkungan yang bersih, kegiatan sosial,
ekonomi dan budaya tidak terhambat.
Tinggi tanggul ditetapkan berdasarkan debit rencana yang dipilih berdasarkan
pertimbangan karakteristik daerah yang diamankan (perkotaan, pemukiman penting,
daerah pertanian dsb), kondisi sosial ekonomi daerah dsb. Tinggi keamanan
ditentukan berdasar debit rencana.
Tabel 2.1. Tinggi dan Lebar Keamanan Tanggul
Debit Rencana Tinggi Jagaan Lebar Mercu
( m³/dt ) ( m ) ( m )
Q ≤ 200 0,6 < 3
200 ≤ Q ≤ 500 0,8 3
500 ≤ Q ≤ 2000 1,0 4
2000 ≤ Q ≤ 5000 1,2 5
5000 ≤ Q ≤ 10000 1,5 6
Q ≥ 10000 2,0 8
2.2.2.1 Rembesan Tanggul
Dalam Perhitungan formasi daripada garis rembesan ditentukan oleh air terisi
penuh,dapat diperoleh dengan Metode Casagrade. Ujung bagian hilir Tanggul
dianggap sebagai permulaan titik koordinat Sumbu X dan untuk sumbu Y
didasarkan pada persamaan berikut :
Y = (Y2-Y02) / (2.Yo) ...(2.1)
atau
Y = ...(2.2)
dan
Yo = ...(2.3)
a + ∆a = ...(2.4)
a =
-
...(2.5)
2.2.2.2 Stabilitas Tanggul
Untuk Menguji stabilitas tanggul metode yang dipakai adalah metode irisan
Bidang Luncur Bundar ( Slice Method On Circular Slip Surface).Dalam penggunaan
cara ini diperlukan titik pusat bidang Luncur kritis yang dapat ditentukan dengan
Methode Felinius,
Harga sudut-sudut α1,α2,β dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.2 Harga sudut α1,α2,β
Kemiringan lereng β α1 α2
1 : 0,58 60,00 29,00 40,00
1 : 1,00 45,00 28,00 37,00
1 : 1,50 33,80 26,00 35,00
1 : 2,00 26,56 25,00 35,00
1 : 3,00 18,40 25,00 35,00
1 : 5,00 11,30 25,00 35,00
Gambar 2.2 Irisan Bidang Luncur
Untuk menghitung stabilitas tanggul dilakukan dengan menggunakan metode
Irisan bidang Luncur dengan Persamaan :
Fs = [ Σ (C.L+(N-U).tan θ]/(ΣT)...(2.6) dimana Fs = Angka keamanan = 1,2
C = koefisien kohesi tanah bidang luncur
L = Lebar irisan bidang luncur
N = Beban komponen Vertikal yang timbul dari berat setiap Irisan
(γ . A . Cos α )
U = Tekanan air pori yang bekerja pada setiap Irisan
2.3 Curah Hujan Rata-Rata
Curah hujan yang diperlukan untuk rancangan pengendalian banjir adalah
curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada
satu titik tertentu, curah hujan ini disebut juga sebagai curah hujan wilayah dan
dinyatakan dalam mm. Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi curah
hujan di seluruh daerah aliran sungai, maka dipilih beberapa stasiun yang tersebar di
seluruh DAS. Stasiun terpilih adalah stasiun yang berada dalam cakupan areal DAS
dan memiliki data pengukuran iklim secara lengkap. Untuk keperluan pengolahan
data curah hujan menjadi data debit diperlukan data curah hujan bulanan, sedangkan
untuk mendapatkan debit banjir rancangan diperlukan analisis data dari curah hujan
harian maksimum. Beberapa cara yang dapat dipakai untuk menentukan curah hujan
2.3.1 Car a Ar ithmetik Mean
Pada cara arithmetik dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat
pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu dengan
merata-rata langsung stasiun penakar hujan yang digunakan. Cara arithmetik dipakai
pada daerah yang datar dan banyak stasiun penakar hujannya, dimana daearah
hujannya seragam (unifrom). Perhitungannya sebagai berikut (Ir. C.D.
Soemarto,1986) :
) R + + R + (R n =
R 1 1 2 ... n ...(2.7)
dengan,
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan
n = Jumlah pos curah hujan
2.3.2 Cara Thiessen Poligon
Pada cara Poligon Thiessen dianggap bahwa data curah hujan dari suatu
tempat pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Cara
ini digunakan apabila titik-titik pengamatan didalam daerah tersebut tidak menyebar
merata, maka dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh pada tiap titik
pengamatan dengan curah hujan rata-rata daerah pengaliran di dataran yang
kondisinya tidak sama. Cara perhitungan dengan membuat poligon yang memotong
tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan
demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup
Poligon memberi rumusan sebagai berikut (Ir. C.D. Soemarto,1986)
Gambar 2.3 Thiessen polygon
n n n A + + A + A R A + + R A + R A = R ... ... 2 1 2 2 1 1 ...………....(2.8) A R A + + R A + R A =
R 1 1 2 2 ... n n
……….…....(2.9) n n
R
W
+
+
R
W
+
R
W
=
R
1 1 2 2...
………...(2.10)dengan,
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan
A1, A2, ..., An = Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah hujan
A = Luas total daerah Thiessen, A = A1 + A2 + ... + An
n = Jumlah pos curah hujan
A A , A A , A A = W , W ,
W ... n 1 2 ... n
2 1
R1
2.3.3 Car a Peta Isohyet
Cara isohyet menggunakan peta dengan garis-garis yang menghubungkan
tempat-tempat dengan curah hujan yang sama, dimana sebagai garis-garis yang
membagi daerah aliran sungai menjadi daerah-daerah yang luasnya dipakai sebagai
faktor koreksi dalam perhitungannya. Besar curah hujan rata-rata bagi daerah
seluruhnya didapat dengan mengalikan curah hujan rata-rata diantara kontur-kontur
dengan luas daerah antara kedua kontur, dijumlahkan dan kemudian dibagi luas
seluruh daerah. Curah hujan rata-rata di antara kontur biasanya diambil setengah
harga dari kontur. Persamaan yang dipakai (Ir. C.D. Soemarto,1986) :
Gambar 2.4 Peta Isohyet
total + n n n A R + R A + + R + R A + R + R A = R 2 ... 2 2 1 3 2 2 2 1 1 ………..….(2.11) dengan,
R = Curah hujan daerah rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan
X
S
x) 1 (
)
( 2
− −
n X Xi
Atotal = Luas total daerah Thiessen, A = A1 + A2 + ... + An
N = Jumlah stasiun curah hujan
2.4 Cur ah Hujan Rencana
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, untuk daerah yang tidak memiliki data
debit (banjir maksimum tahunan) maka debit banjir rencananya dihitung dengan
metode curah hujan – limpasan (rainfall – runoff). Perhitungannya dimulai dari curah
hujan rencana yang dikonversi menjadi curah hujan jam-jaman kemudian dikali
karakteristik daerah aliran sungainya yang dikenal dengan nama hidrograf satuan
atau hidrograf satuan sintetis. Sedangkan curah hujan rencana yang dalam hal ini
adalah curah hujan harian diperoleh dari data curah hujan harian maksimum tahunan
diolah dengan metode analisis frekuensi. Analisis frekuensi data curah hujan rencana
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa distribusi probabilitas yang banyak
digunakan dalam Hidrologi, yaitu : Distribusi Gumbel Tipe I, Distribusi Log Pearson
III, dan Distribusi Normal.
Untuk masing-masing jenis distribusi diatas yang sesuai dalam perhitungan
curah hujan didasarkan pada cirri khas dan nilai-nilai koefisien yang didapat dari
parameter statistik ( Soewarno, 1995 )
1. Koefisien Variasi ( Cv )
Cv = ………..(2.12)
SX = ………(2.13)
4 4 . ) . ( X i S n X X
∑
− 3 3).
2
)(
1
(
)
.
(
.
X iS
n
n
X
X
n
−
−
∑
−2. Koefisien Ketajaman ( Ck )
Ck = ………..(2.14)
dengan,
n = Jumlah data
Xi = Data hujan ( mm )
X = Data Hujan Rata-rata
SX = Simpangan baku
3. Koefisien Simetris ( Cs )
Cs = ………...………(2.15)
dengan,
n = Jumlah data
Xi = Data hujan ( mm )
X = Data Hujan Rata-rata
SX = Simpangan baku
Persyaratan pemakaian distribusi tersebut didasarkan pada nilai Koefisien
Tabel 2.3. Persyaratan Pemilihan Distribusi Frekuensi
Distribusi
Frekwensi
Parameter Data Statistik
Koefisien Skewness
(Cs)
Koefisien Kurtosis
(Ck)
Gumbel 1.14 5.4
Distribusi Normal -0.015 ≤ Cs ≤ 0.05 2.7 ≤ Ck ≤ 3.3
Log Pearson type III Bebas* 1.5 Cs2 + 3
Sumber : Hidrologi Sri Harto BR ; Hidrologi Jilid 1 Soewarno
*) Bila tidak ada yang mendekati parameter Gumbel dan Distribusi Normal, Tersedia Tabel -3 ≤ Cs ≤ 3
2.4.1 Distr ibusi Gumbel Tipe I
Persamaan PDF dari Distribusi Gumbel Tipe I sebagai berikut (Soewarno,1995) :
p(x)= α e −α (x−β )−e
−α (x−β )
...(2.16)
sedangkan persamaan CDF adalah :
p(x)=e−e −α (x−β)
... (2.17)
Distribusi ini mempunyai 2 parameter, yaitu :
α = Parameter konsentrasi
β = Ukuran gejala pusat
Karakteristik dari distribusi ini adalah :
Koefisien skewness = 1,139
Parameter distribusi diperoleh dengan menggunakan metode momen,
hasilnya adalah :
α =1, 2825
σ ... (2.18)
β = μ − 0, 45 σ ... (2.19)
Faktor frekuensi K untuk distribusi Gumbel Tipe I adalah :
K=(YT−Yn)
Sn
... (2.20)
− −
−
T T ( =
YT ln ln 1 ... (2.21)
dengan,
YT = Reduced variabel Y
T = Periode ulang (tahun)
Yn = Nilai rata-rata dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari
jumlah data n
Sn = Simpangan baku dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari
jumlah data n
2.4.2 Distr ibusi Log Pear son III
Distribusi Log Pearson Type III banyak digunakan dalam analisa Hidrologi
terutama analisis data maksimum dan minimum dengan nilai ekstrim. Bentuk
distribusi Log Pearson Type III ini dapat menggantikan varian menjadi nilai
n X X Log n i
∑
= = 1 log ) 1 ( ) log (log 2 1 log − − =∑
= n X X S n i x 3 3 log 1)
2
)(
1
(
)
log
(log
x n iS
n
n
X
X
n
Cs
−
−
−
×
=
∑
=Type III adalah berikut (Ir. C.D. Soemarto,1986) :
Log XT = Log
−
X + K . S log x (2.12) ... (2.22)
dengan,
XT = Curah dengan kala ulang T tahun ( mm )
Log X− = Harga Rata-rata
S log x = Standart deviasi
K = Koefisien yang harganya tergantung pada nilai koefisien
Kepencengan (Cs) dan return periode (T)
Urutan perhitungan adalah sebagai berikut :
a. Mencari harga Log X−
………..……… (2.23)
b. Mencari harga Standart Deviasi
………...… …………....(2.24).
c. Mencari harga kepencengan (Cs)
Tabel 2.4 Nilai K Distribusi Log Pearson type III
Cs
Periode Ulang ( Tahun )
2 5 10 25 50 100 200 1000
Peluang ( % )
50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
3.0 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250
2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600
2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200
2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910
1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660
1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390
1.4 -0.255 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110
1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820
1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540
0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395
0.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250
0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105
0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960
0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815
0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670
0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525
0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380
0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235
0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090
-0.1 0.017 0.836 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950
-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810
-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675
-0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.294 2.675
-0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.201 2.540
-0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275
-0.7 0.166 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150
-0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035
-0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910
-1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800
-1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625
-1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465
-1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280
-1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130
-2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000
-2.2 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910
-2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802
-3.0 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.67
2.4.3 Metode Distr ibusi Nor mal
Distribusi normal banyak digunakan dalam analisa, distribusi normal atau
kurva normal disebut pula distribusi Gauss.Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas
(Probability Density Function, PDF) Normal dari variable acak kontinyu X dapat
ditulis sebagai berikut (Dr. Ir. Suripin, 2003):
...(2.26)
Dimana µ dan σ adalah parameter dari Distribusi Normal. Secara umum,
parameter distribusi dapat ditentukan dengan 4 metode, yaitu:
a) Metoda Momen (method of moments)
b) Metoda Maximum Likelihood
c) Metoda Kuadrat Terkecil (least squares)
d) Metoda Grafis
Yang banyak digunakan adalah metoda momen dan maximum likelihood.
Dari analisis penentuan paramater Distribusi Normal, diperoleh nilai µ adalah nilai
rata-rata dan σ adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat
didekati dengan nilai-nilai dari sample data.
Dengan subtitusi t =
σ
μ
-x
, akan diperoleh Distribusi Normal Standar dengan
µ = 0 dan σ = 1. Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas Normal Standar adalah :
Ordinat Distribusi Normal Standar dapat dihitung dengan persamaan di atas.
Persamaan Fungsi Distribusi Komulatif (Cumulative Distribution Function,
CDF) Normal Standar adalah:
dt 2 e
2
t
= P(t)
−
∞ −
∫
1
2 π
1 ...(2.28)
dengan,
t =
σ
μ
-x
, standard normal deviate
x = Variabel acak kontinyu
µ = Nilai rata-rata dari x
σ = Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan bantuan tabel luas di bawah kurva
distribusi normal.
Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan
rumus umum yang dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951) sebagai berikut:
XT= X+ K σ
...(2.29)
dengan,
XT = Variabel acak dengan periode ulang T tahun
X = Nilai rata-rata dari sampel variabel acak X
σ = Nilai simpangan baku dari sampel variabel acak X
K = Faktor frekuensi, tergantung dari jenis distribusi dan periode ulang T
2.5 Uji Kesesuaian Distr ibusi Fr ekuensi
Untuk menentukan kecocokan (the gooodness of fit) distribusi frekuensi
(empiris) dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang (frekuensi teoritis)
yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi empiris tersebut,
diperlukan pengujian secara statistik. Pemeriksaan uji kesesuaian bertujuan untuk
mengetahui kebenaran dari suatu hipotesa sehingga diketahui :
1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau
yang didapatkan secara teoritis.
2. Kebenaran hipotesa (hasil model distribusi diterima atau ditolak).
Terdapat dua cara pengujian yaitu uji Chi Kuadrat dan uji
Kolomogorov-Smirnov. Pada umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara menggambar data
pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus atau
dengan memperbandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva
frekuensi teoritisnya.
2.5.1 Uji Chi Kuadr at (Chi-Square Test)
Uji Chi–Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
peluang yang telah di pilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang
di analisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, oleh karena
itu disebut dengan uji Chi–Square. Parameter X2 dapat di hitung dengan rumus
sebagai berikut (Dr. Ir. Suripin, 2003) :
Xh2=
∑
i=1
G
(
Oi−Ei
)
2
dengan,
X h2 = Parameter Chi–Kuadrat terhitung
G = Jumlah sub–kelompok
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke – i
Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke – i
Prosedur uji Chi – Square adalah :
1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)
2. Kelompokkan data menjadi G sub – grup, tiap – tiap sub grup minimal 4 data
pengamatan.
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap – tiap sub – grup
4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei
Interpretasi hasilnya adalah :
1. Apabila peluang lebih besar dari 5 %, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan dapat diterima.
2. Apabila peluang lebih kecil dari 1 %, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan tidak dapat diterima.
3. Apabila peluang berada diantara 1 sampai 5 %, adalah tidak mungkin mengambil
Tabel 2.5. Harga untuk Uji Chi–Kuadrat Degrees
Probability of Deviation Greater Than X2 Of
Freedom
0.2 0.1 0.05 0.01 0.001
1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827
2 3.219 4.605 5.991 9.21 13.815
3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268
4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465
5 7.289 9.236 11.07 15.086 20.517
6 6.558 10.645 12.592 16.812 22.457
7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322
8 11.03 13.362 15.507 20.09 26.125
9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877
10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588
11 14.631 17.275 19.675 24.725 31.264
12 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909
13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528
14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123
15 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697
16 20.465 23.524 26.296 32.00 39.252
17 21.615 24.769 27.587 33.409 40.79
18 22.76 25.989 28.869 34.805 42.312
19 23.9 27.204 30.144 36.191 43.82
20 25.038 28.412 31.41 37.566 45.315
Sumber : Hidrologi Teknik CD, Soemarto
2.5.2 Uji Smir nov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov - Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non
parametik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Uji ini
di peroleh dengan memplot data dan probabilitas dari data yang bersangkutan, serta
hasil perhitungan empiris dalam bentuk grafis. Dari kedua hasil pengeplotan, dapat
diketahui penyimpangan terbesar. Penyimpangan tersebut kemudian dibandingkan
Pengujian distribusi metode Smirnov Kolmogorov didasarkan pada
perhitungan probabilitas dan plotting data untuk mengetahui data yang mempunyai
simpangan terbesar.
a. Probabilitas dihitung dengan rumus Weibull (Subarkah,1980) sebagai berikut :
100% x 1 m
n P
+
= …………..………..(2.31)
dengan :
P = probabilitas
m = nomor urut data seri yang telah disusun
n = besarnya data
b. Menghitung nilai G untuk mengetahui probabilitas dari data yang mempunyai
simpangan terjauh berdasarkan persamaan berikut :
Log X = Log X + G x S... (2.32)
Dari tabel Log Pearson III didapatkan harga Pr
c. Pengujian kesesuaian Metode Smirnov Kolmogorov dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut :
Px = 1 - (Pr) ... (2.33)
Δ max = Sn – Px... (2.34)
dengan :
Δ max = selisih maksimum antara peluang empiris antara peluang dan
peluang teoritis
Sn = peluang teoritis
Px = peluang empiris
Tabel 2.6. Nilai Delta Kritis (dcr) Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov
α
v 0.2 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.67
15 0.27 0.3 0.34 0.4
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.2 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
n>50 n
07 . 1 n 22 . 1 n 36 . 1 n 63 . 1
2.6 Koefisien Pengalir an
Koefisien pengaliran (C) adalah perbandingan antara air yang mengalir
dipermukaan tanah (surface run off) dengan air hujan yang terjadi. Besar debit banjir
rencana dipengaruhi oleh besar nilai koefisien pengaliran atau koefisien limpasan
yang tergantung pada penggunaan lahan (land use), jenis tanah dan juga topografi
daerah pengaliran.
Tabel 2.7. Koefisien Pengaliran
No Kondisi dearah Pengaliran dan Sungai Harga C
1 Daerah pegunungan yang curam 0,75 - 0,90
2 Daerah pegunungan tersier 0,70 - 0,80
3 Tanah bergelombang dan hutan 0,50 - 0,75
4 Tanah dataran yang ditanami 0,45 - 0,60
5 Persawahan yang diairi 0,70 - 0,80
6 Sungai didaerah pegunungan 0,75 - 0,80
7 Sungai kecil didataran 0,45 - 0,75
8 Sungai besar yang lebih dari setengah 0,50 - 0,75
daerah pengalirannya terdiri dari daratan
(
p 0,3)
0
0,3T 6 , 3
* *
T R A C
Qp
+ =
2.7 Debit Rencana
Daerah dengan drainase alamiah yang relatif bagus akan membutuhkan
perlindungan yang lebih sedikit dari pada daerah yang rendah dan bertindak sebagai
kolam penampungan bagi aliran dari daerah anak sungai yang lain. Dalam
perencanaan sistem drainase diperlukan debit rencana untuk mendimensi bangunan
yang ada dalam prencanaan tersebut, seperti normalisasi dan sudetan. Debit ini
biasanya merupakan debit maksimum dari suatu banjir rencana akibat hujan pada
daerah aliran.
Untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan akan digunakan metode
Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu. Penggunaan berbagai metode ini disesuaikan
dengan ketersediaan data curah hujan, iklim, jenis tanah, karakteristik daerah, luas
daerah dan sebagainya.
Debit rencana dihitung dengan menggunakan pendekatan Hidrograf Satuan
Sintetis Nakayasu dengan langkah – langkah sebagai berikut. Nakayasu menurunkan
rumus hidrograf satuan sintetik berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian pada
beberapa sungai di Jepang. Besarnya nilai debit puncak hidrograf satuan dihitung
dengan rumus :
……….(2.35)
dengan,
Qp = Debit puncak banjir ( m3/det )
C = Koefisien pengaliran, tergantung penggunaan lahannya
A = Luas daerah aliran sungai ( km2 )
Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T 0.3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)
Nakayasu membagi bentuk hidrograf satuan dalam dua bagian, yaitu
lengkung naik dan lengkung turun. Pada bagian lengkung naik, besarnya nilai
hidrograf satuan dihitung dengan persamaan :
Qa=Qp .
(
tTp
)
2,4
…...………(2.36)
dengan,
Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak dan dinyatakan dalam
m3 /detik.
Pada bagian lengkung turun yang terdiri dari tiga bagian, hitungan limpasan
permukaannya adalah:
1. Untuk Qd > 0,30.Qp,
Qd=Qp . 0,30
t−Tp
T0,3
………..………….(2.37)
2. Untuk 0,30.Qp > Qd > 0,302 Qp,
Qd=Qp . 0,3
(t−Tp+0,5 . T0,3)
1,5 . T0,3
………...(2.38)
3. Untuk 0,302 Qp > Qd,
Qd=Qp . 0,3
(t−Tp+1,5 T0,3)
2 .T0,3 ………...………(2.39)
dengan,
Qp = Debit puncak (m3/det)
t = Satuan waktu (jam)
Menurut Nakayasu, waktu naik hidrograf bergantung dari waktu konsentrasi,
dan dihitung dengan persamaan :
Tp=tg+0,8 . tr
………(2.40)
dengan,
tg = Waktu konsentrasi (jam)
tr = Satuan waktu hujan ( diambil 1 jam )
Waktu konsentrasi dipengaruhi oleh panjang sungai utama (L) :
Jika L < 15 km : tg=0, 21 . L0,70
Jika L > 15 km : tg=0,4+ 0, 058 . L
Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai debit
menjadi 30% dari debit puncak hidrograf satuan dihitung T0,3= α .tg , dimana α
adalah koefisien yang bergantung pada karakteristik DAS. Gambar Hidrograf
Nakayasu dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Unit Hidrograf Nakayasu
0,8 Tr Tg
Tr
T 0,3
1,5 0,3
Debit
( M3
/d
t )
2.8 Analisa Kapasitas Sungai
Kapasitas saluran didefinisikan sebagai debit maksimum yang mampu
dilewatkan oleh setiap penampang sepanjang saluran. Kapasitas saluran ini,
digunakan sebagai acuan untuk menyatakan apakah debit yang direncanakan tersebut
mampu untuk ditampung oleh saluran pada kondisi eksisting tanpa terjadi peluapan
air. Kapasitas saluran dihitung berdasarkan rumus :
Q= 1
n. A . R
2/3
. I1/2
...………..(2.41)
dengan,
Q = Debit saluran (m3/dtk)
N = Koefisien kekasaran manning
R = Jari-jari hidrolis
R = A/P, P = Keliling basah
I = Kemiringan energi
A = Luas penampang basah (m2)
Pada saluran sederhana, kekasaran sepanjang keliling basah dapat dibedakan
dengan jelas pada setiap bagian keliling basah, tetapi kecepatan rata-rata dapat
dihitung dengan rumus aliran seragam tanpa harus membagi-bagi penampang
tersebut. Misalnya suatu saluran persegi panjang dengan dasar kayu dan dinding kaca
akan memiliki nilai-nilai n yang berbeda untuk dasar dan dindingnya. Rumus
Manning untuk saluran semacam ini, kadang-kadang perlu menghitung nilai n
ekivalen untuk keseluruhan keliling basah dan memasukan nilai ekivalen ini untuk
Untuk penentuan kekasaran ekivalen, luas basah dimisalkan dibagi menjadi N
bagian dengan keliling basah masing-masing P1,P2,P3,…..,PN dan koefisien
kekasaran n1,n2,n3,…nN yang telah diketahui Horton dan Einstein menganggap
bahwa setiap bagian dari luas memiliki kecepatan rata-rata yang sama, yang juga
sama dengan kecepatan rata-rata untuk penampang keseluruhan, yaitu
V1 = V2 = …= VN = V. Berdasarkan anggapan ini , koefisien kekasaran ekivalen
dapat diperoleh dengan persamaan berikut ini :
n = ….…...(2.42)
n = ( 2/3 ………....(2.43)
dengan,
P1, P2,…,PN = Keliling basah seksion 1, seksion 2 dan seksion N
P = Keling basah total = P1 + P2 + P3 +…..+PN
n = Koefisien Manning ekivalen
n1,n2, ……,nN= Koefisien kekasaran Manning seksion1,2,….. dan N
P1
P2
P7 P6
P5 P3
P4 n1
n2
n3 n4
n5 n6
n7
Tabel 2.8 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (n)
Tipe Saluran dan deskripsinya Min Normal Maks
Saluran Alam
Saluran kecil (lebar atas pada taraf banjir< 100 kaki
a. Saluran didataran.
- Bersih lurus
- Bersih lurus, banyak batu-batu,tanaman
pengganggu
- Bersih, berkelok-kelok, bertebing
- Seperti diatas,dengan tanaman pengganggu,
batu-batu
- Seperti diatas, tidak terisi penuh, banyak
kemiringan dan penampang yang kurang
efektif
- Seperti no4 berbatu lebih banyak
- Tenang pada bagian lutrus, tanaman
pengganggu
- Banyak tanaman pengganggu, alur sungai
penuh kayu dan ranting
b. Saluran dipegunungan tanpa tetumbuhan
disaluran tebing umumnya terjal, pohon dan
semak-semak sepanjang tebing
- Dasar: kerikil, kerakal dan sedikit batu
besar
- Dasar: kerakal dengan batu besar
Dataran banjir
a. Padang rumput tanpa belukar
- Rumput pendek
- Rumput tinggi
b. Daerah pertanian
- Tanpa tanaman
- Tanaman dibariskan
- Tanaman tidak dibariskan
c. Belukar
- Belukar terpencar, banyak tanaman
pengganggu
- Belukar jarang dan pohon, musim dingin
- Belukar jarang dan pohon, musim semi
- Belukar sedang sampai rapat, musim dingin
- Belukar sedang sampai rapat, musim semi
d. Pohon-pohon
- Willow rapat, musim semi lurus
- Tanah telah dibersihkan, batang kayu tanpa
tunas
- Seperti diatas dengan tunas-tunas lebat
- Banyak batang kayu, beberapa tumbang,
ranting-ranting, taraf banjir dibawah cabang
pohon
- Seperti diatas taraf banjir mencapai cabang
pohon
Saluran besar (lebar atas pada taraf banjir > 100 kaki).
Nilai n lebih kecil dari saluran kecil dengan perincian
sama, sebab tebing memberikan hambatan efektif
yang lebih kecil
- Penampang beraturan tanpa batu besar atau
belukar
- Penampang tidak beraturan dan kasar
0,025 0,030 0,035 0,035 0,040 0,045 0,070 0,110 0,030 0,050 0,080 0,100 0,025 0,035 0,035 0,040 0,050 0,050 0,060 0,070 0,100 0,150 0,040 0,060 0,100 0,120 ……….. ……….. 0,045 0,050 0,070 0,060 0,080 0,110 0,160 0,200 0,050 0,080 0,120 0,160 0,060 0,100
2.9 Penampang Salur an
Saluran alam pada umumnya mempunyai penampang yang tidak beraturan.
Bentuknya bervariasi menyesuaikan diri dengan kondisi alam, mulai dari bentuk
seperti parabola sampai ke bentuk trapesium. Jenis dan bentuk saluran disesuaikan
dengan keadaan lingkungan setempat. Adapun bentuk dan jenis saluran yang sering
dipakai adalah saluran terbuka. Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan
karakteristik dan rumus-rumus hidrolika yang berbeda :
a. Saluran berbentuk segiempat dan modifikasinya
Saluran ini biasa dipakai pada daerah dengan luas terbatas, misalnya pada
lingkungan pemukiman. Ambang saluran ini dapat difungsikan sebagai inlet air
hujan yang turun didaerah tersebut.
b. Saluran berbentuk trapesium dan modifikasinya
Saluran ini dapat diterapkan pada daerah dengan kepadatan rendah. Besarnya
talud saluran dapat disesuaikan dengan keadaan tanah setempat.
Gambar 2.7 Bentuk Saluran
Sedangkan saluran buatan biasanya direncanakan berdasarkan bentuk geometri
yang umum. Bentuk saluran buatan bermacam-macam yang pemilihannya tergantung
adalah bentuk trapesium. Saluran terbuka yang penampangnya berbentuk trapesium
paling banyak di jumpai di dalam praktek, baik yang merupakan saluran-saluran
alam atau sungai maupun yang merupakan saluran-saluran buatan.
2.10 Pr ofil Alir an
Tipe kurva air balik yaitu suatu bentuk permukaan air apabila kedalaman
muka air di batas hilir lebih besar dari pada kedalaman normal aliran. Sebagai
contoh, profil ini terbantuk apabila aliran mengalami penahanan oleh suatu bangunan
air seperti aliran di hulu bendung atau penahan oleh tinggi muka air di bagian hilir.
Perhitungan permukaan aliran berubah lambat laun pada dasarnya merupakan
persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun. Tujuan utama dari perhitungan
profil permukaan aliran adalah untuk menentukan bentuk lengkung permukaan air
berubah lambat laun dengan cara menghitung besarnya kedalaman aliran menurut
jaraknya dari suatu penampang. Semua penyelesaian dari persamaan aliran berubah
lambat laun harus dimulai dari penentuan kedalaman hilir (sebagai kondisi batas
untuk aliran subkritis) dan ditunjukkan dengan perhitungan kedalaman aliran kearah
hulu. Elevasi air yang terjadi dapat di analisis dengan menggunakan beberapa
metode, diantaranya Metode Grafis, Metode Tahapan Langsung (Direct step
method), Metode Tahapan Standart (Standart step method). Analisis profil air balik
diperlukan untuk menentukan sampai seberapa jauh pengaruh permukaan air
2.10.1 Metode Tahapan Langsung (Direct step method)
Secara umum metode tahapan dinyatakan dengan membagi saluran menjadi
bagian-bagian saluran yang pendek, lalu menghitung secara bertahap dari satu ujung
ke ujung saluran lainnya. Ada berbagai jenis metode tahapan ini. Metode tahapan
langsung merupakan cara yang mudah dan sederhana untuk menghitung profil muka
air pada aliran saluran prismatik. Metode ini dikembangkan dari persamaan energi
berikut :
Gambar 2.8 Profil Aliran Sungai dengan Bendung
f h g V h z g V h
z + + = + + +
2 2
2 2 2 2 2 1 1 1
...(2.44)
dengan,
z = Ketinggian dasar saluran dari garis referensi
h = Kedalaman air dari dasar saluran
V = Kecepatan rata-rata
g = Percepatan gravitasi
sehingga didapat persamaan : g V h E 2 2 1 1
1 = + ...(2.45)
g V h E 2 2 2 2
2 = +
...(2.46) f h g V h z g V
h + +∆ = + +
2 2 2 2 2 2 1 1 ...(2.47)
X
S
E
z
S
E
1+
0∆
=
2+
f∆
...(2.48)atau : f S S E E X − − = ∆ 0 1 2 ...(2.49) dengan, 2 2 1 f f f S S
S = − ...(2.50)
3 4 2 2 2 R A n Q
Sf = (Manning)...(2.51)
Persamaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
g V h z E 2 2 1 1 1
1 = + + ...(2.52)
g V h z E 2 2 2 2 2
2 = + + ...(2.53)
f h g V h z g V h
z + + = + + +
f
h
E
E
1=
2+
...(2.55)2.11 Pr ogram HEC-RAS
Hydrologic Engineering Center’s River Analysis System (HEC-RAS)
dikembangkan oleh U.S. Army Corps of Engineers River Analysis System. HEC-RAS
merupakan sebuah program yang didesain sedemikian rupa sehingga pengguna dapat
berinteraktif dalam sebuah pekerjaan yang berhubungan dengan lingkungan yang
memiliki kasus beraneka ragam. Dimana pengguna dimudahkan dengan system
Graphical User Interface (GUI). HEC-RAS mempunyai kemampuan untuk
melakukan perhitungan profil permukaan air steady, aquase dan unsteady serta
dilengkapi dengan analisis transportasi sedimen dan desain bangunan air.
Program ini digunakan untuk perhitungan analisis aliran satu dimensi (1D),
baik untuk aliran steady maupun unsteady dalam suatu jaringan, yang berada pada
saluran alami maupun buatan. Dan untuk aliran quasi unsteady dimana kedalaman
dan kecepatan aliran dari suatu tempat ke tempat lainnya berubah menurut waktu.
Analisis ini banyak dilakukan dalam perencanaan perbaikan sungai dan
penanggulangan banjir terutama dalam menentukan elevasi puncak tanggul dan
daerah genangan, elevasi jembatan dan sebagainya. Aliran banjir disungai adalah
aliran tidak mantap, sehingga analisa profil muka air disepanjang sungai dilakukan
berdasarkan aliran tidak mantap (unsteady).
HEC-RAS terdiri dari tiga komponen analisis hidrolika satu dimensi (1D)
yaitu perhitungan profil permukaan aliran steady, simulasi aliran