PERBANDINGAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD PADA RUMAH SAKIT SE-EKS
KARESIDENAN SURAKARTA
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
RETNO WULANDARI
NIM: S4308003
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ii
PERBANDINGAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD
PADA RUMAH SAKIT SE-EKS
KARESIDENAN SURAKARTA
Disusun oleh:
RETNO WULANDARI NIM : S4308003
Telah disetujui Pembimbing
Pada tanggal, Januari 2010
Pembimbing I
Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak. NIP. 19680401 199303 2001
Pembimbing II
Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak. NIP. 19611231 198803 1006
Mengetahui:
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
PERBANDINGAN KINERJA DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD
PADA RUMAH SAKIT SE-EKS
KARESIDENAN SURAKARTA
Disusun oleh:
RETNO WULANDARI NIM: S4308003
Telah disetujui Tim Penguji
Pada tanggal,
Ketua Tim Penguji : Dra. Y Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak. ...
Sekretaris Tim Penguji : Dr. Bandi, M.Si., Ak. ...
Anggota : Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak. ...
Anggota : Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak. BKP. ...
Mengetahui:
Direktur PPs UNS
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1004
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
iv
PERNYATAAN
Nama : Retno Wulandari
NIM : S4308003
Program Studi : Magister Akuntansi
Kosentrasi : Akuntansi Sektor Publik
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Perbandingan Kinerja
Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Pada Rumah Sakit Se-Eks Karesidenan
Surakarta” adalah betul – betul karya saya sendiri. Hal–hal yang bukan karya
saya, dalam tesis ini diberi tanda citiasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh atas tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2010
Yang menyatakan
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Setiap coretan pena pada karya ini merupakan wujud dari Keesaan dan Hidayah
yang diberikan Allah SWT kepada hambaNya, dan wujud kesetian sebagai
pengikut Nabi Muhammad SAW.
Setiap detingan waktu terwujudnya karya ini merupakan ketulusan doa Ayah dan
Ibunda yang senangtiasa mengukir jiwa dan raga dengan penuh kasih sayang.
Setiap aura semangat yang menyelimuti diriku merupakan jerih payah Suamiku,
Anakku, Kakakku, Adikku, saudaraku, keponakanku, Sahabat dekatku Terima
kasih telah memberi warna kehidupan dan inspirasi yang engkau siratkan padaku
Setiap goresan tinta dalam setiap bab dikarya ini merupakan hasil hempasan dan
saran dari pembimbingku
Dan hasil karya sederhana ini merupakan wujud dari hasil usahaku dan
doaku,untuk menemukan suatu makna kehidupan yang hakiki.
vi
HALAMAN MOTTO
v Pada hari ini telah Ku sempurnakan agamamu, Aku cukupkan atasmu nikmat
Ku, dan Aku rela Islam menjadi agamamu.
(Al-Maidah: 3)
v Manusia tidak akan mencapai pada kebahagiaan kecuali dengan ilmu dan
ibadah, seluruh manusia akan binasa kecuali orang–orang yang berilmu, dan
orang–orang yang berilmu akan binasa kecuali orang–orang yang
melaksanakan ilmunya, dan orang–orang yang melaksanakan ilmunya akan
binasa kecuali orang–orang yang ikhlas di dalam bekerja.
(Imam Ghozali)
v Tidak ada sesuatu yang lebih memperberat timbangan pahala kebaikan (pada
hari kiamat) kecuali budi pekerti (akhlak) yang baik.
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillahirabbilaalamin penulis panjatkan kepada Sang
Khalik, atas segala rahmat dan karunia–Nya, sehingga penulis
dapatmenyelesaikan tesis dengan judul “Perbandingan Kinerja Dengan Pendekatan Balanced Scorecard Pada Rumah Sakit Se-Eks Karesidenan Surakarta”. Cinta abadi kepada-Nya mampu mengisi relung spiritual penulis menggapai spirit tuk lahirkan ide-ide yang menurut penulis tak mampu tercapai.
Karya yang jauh dari kata mumpuni apalagi sempurna ini, tak akan pernah
bisa usai tanpa bantuan, jerih payah, pengorbanan dan spririt dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus
kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung hingga selesainya tesis ini. Dengan kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak., selaku pembimbing I yang telah meluangkan
waktu dan pikiran, memberikan segala kemudahan,masukan,dan arahan serta
bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
2. Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., selaku pembimbing II yang telah
memberikan waktu dan kesabaran untuk mengarahkan dan memotivasi penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Ibu dosen beserta staf di Program Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan
viii
4. Semua karyawan dan paramedis Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, Rumah
Sakit Kustati Surakarta, Rumah Sakit Trihasi Surakarta, Rumah Sakit
Banyudono Boyolali, Rumah Sakit Islam Klaten, Rumah Sakit Assalam
Sragen, Rumah Sakit PKU Surakarta, Rumah Sakit Jati Husada Karanganyar,
Rumah Sakit PKU Karanganyar, Rumah Sakit Slamet Riyadi Surakarta dan
Rumah Sakit Jafar Medica Karanganyar yang telah membantu dalam
penulisan tesis ini
5. Ayah Soeyono, Ibunda Tri Sulaminah (Almarhum), Bapak dan Ibu Sudadi
tercinta, terima kasih atas segala pengertian, kasih sayang, bimbingan, kata –
kata bijak dan doa yangselalu menyertaiku dalam menggapai asaku.
6. Suamiku, Kakakku dan adikku terima kasih atas nasihat, dukungan dan doa
yang selalu menyertaiku.
7. Ir. Ari H Ramelan, M.Sc., Ph.D., Dr.Sunarto, M.sc., dan Kim Budi Winarto,
M.Si. yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini.
8. Teman-teman kelas A MAKSI Angkatan 2007, suatu kenikmatan kulalui masa
kuliahku dengan kalian.
Penulis menyadari bahwapenulisan tesis ini masih seretak wujud gading
yang sarat dengan ketidaksempurnaan, untuk itu segala saran kritik yang sifatnya
konstruktif akan penulis terima dengan ikhlas.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS ...
A. Jenis – Jenis Rumah Sakit ...
B. Pengertian Kinerja ...
x
D. Konsep Balanced Scorcard ...
E. Pengukuran Kinerja Rumah Sakit
Dengan Menggunakan Balanced Scorecard...
B. Teknik Pengambilan Sampel ...
C. Teknik Pengumpulan Data ...
D. Pengukuran Variabel ...
E. Metoda Analisis ...
BAB IV ANALISIS DATA...
A. Sampel...
B. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas...
xi
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Rumah Sakit Se-Eks Karesidenan Surakarta ... 41
Tabel 2 Hasil Uji Validitas Pelanggan... 42
Tabel 3 Hasil Uji Realibilitas Pelanggan... 43
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas ... 44
Tabel 5 Hasil Pengujian Perspektif Pelanggan ... 45
Tabel 6 Statistik Diskriptif Perspektif Pelanggan... 46
Tabel 7 Hasil Pengujian Perspektif Pelayanan dan Administrasi... 47
Tabel 8 Statistik Diskriptif Pelayanan dan Administrasi 48 Tabel 9 Statistik Diskriptif Kelompok Proses Pelayanan dan Administrasi Crosstabulation... 48
Tabel 10 Hasil Pengujian Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran... 49
Tabel 11 Statistik Diskriptif Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran... 49
Tabe 12 Statistik Diskriptif Kelompok Pertumbuhan dan Pembelajaran Crosstabulation... 49
Tabel 13 Hasil Pengujian Perspektif Keuangan... 50
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
ABSTRACT
The Performance Comparison Using Balanced Scorecard Approach in the Hospitals throughout Ex- Residency Surakarta
RETNO WULANDARI NIM: S4308003
The objective of the research is to compare the performance between the hospitals throught ex-Residency Surakarta using balanced scorecard approach.
In this research, the purposive sampling was employed as the method in describing the respondents. Specifically, the respondents were taken based on a certain consideration. The respondents consist of patients, employees and physicians in the hospital throughout Ex-Residency Surakarta.
The variables tested in this research consist of customer perspective, service and administrative perspective, growth and learning perspective, and financial perspective. The data analysis was conducted using the test data instrument, normality test, and t-test. From the t-test, it can be concluded that there is a significant difference between the hospitals throughout Ex-Residency Surakarta using balanced scorecard approach viewed from the service and administrative perspective, growth and learning persepective. Meanwhile, for the customer perspective and financial perspective, there is no significant difference between the hospitals throughout Ex-Residency Surakarta using balanced scorecard approach viewed from the customer perspective and financial perspective.
xv
ABSTRAK
Perbandingan Kinerja dengan Pendekatan Balanced Scorecard Pada Rumah Sakit Se-Eks Karesidenan Surakarta
RETNO WULANDARI NIM: S4308003
Tujuan penelitian ini untuk membandingkan kinerja dengan pendekatan
balanced scorecard antara rumah sakit Se-Eks Karesidenan Surakarta.
Dalam penelitian ini, purposive sampling dipakai sebagai metode yang menggambarkan responden. Secara spesifik, responden diambil berdasarkan pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari pasien, karyawan, dan para medis rumah sakit se-Eks Karesidenan Surakarta.
Variabel yang diuji dalam penelitian ini meliputi perspektif pelangan, perspektif pelayanan dan administrasi, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, dan perspektif keuangan. Analisis penelitian ini menggunakan instrumen data tes, uji normalitas, dan uji t. Dari uji t dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard
antara rumah sakit se-Eks Karesidenan Surakarta ditinjau dari perspektif pertumbuhan dan pembelajaran serta perspektif pelayanan dan administrasi. Sedangkan untuk perspektif pelanggan dan perspektif keuangan menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard antara rumah sakit se-Eks Karesidenan Surakarta
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Dari waktu ke waktu perkembangan zaman terasa semakin cepat dan
pesat serta melingkupi semua bidang dalam kehidupan manusia. Perkembangan
zaman yang sangat pesat dan cepat ini menuntut adanya penyesuaian dengan
perkembangan tersebut sehingga tidak terjadi ketimpangan dengan apa yang
terjadi pada masa tersebut. Salah satu akibat berkembangnya zaman adalah
semakin tinggi tingkat persaingan dunia bisnis.
Salah satu sektor yang juga ikut terkena dampak persaingan yang tinggi
adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas publik yang
bergerak dibidang pelayanan jasa kesehatan bergerak secara berdaya guna dan
berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
terdesentralisasi secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan penyakit serta upaya lanjutan (Kepres Menkes RI No. 983/
Men.Kes/SK/XI/1992).
Rumah sakit tidak sekedar menampung orang sakit, namun harus lebih
memperhatikan aspek kepuasan bagi para pemakai jasanya dalam hal ini pasien.
Jika sebuah rumah sakit ternyata tidak mampu memenuhi keinginan dan
kebutuhan pelanggan maka rumah sakit tersebut akan ditinggalkan para pengguna
jasanya dan beralih ke rumah sakit lain yang memenuhi kebutuhan mereka. Oleh
karena itu, diperlukan peningkatan kinerja atau pelayanan yang diberikan kepada
xvii
melibatkan semua pihak yang ada dalam rumah sakit tersebut (Kepres Menkes RI
No. 866B/ Men.Kes/SK/XII/1987).
Beberapa rumah sakit baik swasta maupun pemerintah masih memiliki
kualitas jasa layanan yang masih memperhatinkan. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan sumber daya baik financial maupun non financial. Tuntutan
peningkatan kualitas jasa layanan membutuhkan berbagai dana investasi yang
tidak sedikit. Kenaikan tuntutan kualitas layanan harus diimbangi dengan
profesionalisme dalam pengelolaan.
Perkembangan rumah sakit, baik dari aspek manajemen maupun
operasional sangat dipengaruhi oleh berbagai tuntutan dari lingkungan, yaitu
lingkungan eksternal dan internal. Tuntutan eksternal antara lain adalah dari para
stakeholder bahwa rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan biaya pelayanan kesehatan terkendali sehingga akan berunjung
pada kepuasan pasien. Tuntutan dari pihak internal antara lain adalah
pengendalian biaya. Pengendalian biaya merupakan masalah yang kompleks
karena dipengaruhi oleh berbagai pihak yaitu mekanisme pasar, perilaku ekonomi,
sumber daya profesional, dan yang tidak kalah penting adalah perkembangan
teknologi (Lusa, 2007).
Rumah sakit kepemerintahan yang terdapat di tingkat pusat maupun
daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut. Di pdanang dari
segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah
merupakan layanan jasa yang menyediakan untuk kalangan menengah ke bawah.
xviii
meningkat dan rumah sakit dituntut untuk secara mdaniri untuk memenuhi
masalah tersebut. Peningkatan biaya kesehatan ini menyebabkan fenomena
tersendiri bagi rumah sakit pemerintah karena rumah sakit pemerintah meliputi
segmen layanan kesehatan untuk layanan masyarakat ke bawah. Akibatnya rumah
sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu.
Rumah sakit pemerintah menghadapi dilema antara misi layanan masyarakat
menengah ke bawah dan adanya keterbatasan sumber dana serta berbagai aturan
birokrasi yang harus ditaati.
Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang sangat
diperlukan. Kegiatan penilaian suatu instansi seperti rumah sakit memiliki banyak
manfaat terutama bagi pihak–pihak yang memiliki kepentingan terhadap rumah
sakit tersebut. Bagi pemilik rumah sakit baik individu, yayasan dann pemerintah
hasil kegiatan penilaian kinerja tersebut dapat dijadikan acuan kepada siapa saja
atau rumah sakit mana mereka akan mempercayakan kesehatan (Nurbahtiar,
2003).
Dalam menilai keberhasilan organisasi pelayanan kesehatan sering
menghadapi kendala antara lain belum adanya indikator kinerja organisasi yang
formal dan secara komprehensif dapat digunakan mengukur tingkat keberhasilan
organisasi pelayanan kesehatan dan organisasi pelayanan sektor publik pada
umumnya. Pencapaian target dari pusat dan propinsi sering dijadikan ukuran
kinerja oleh rumah sakit umum daerah dan puskemas. Seharusnya dalam sistem
xix
pemicu timbulnya motivasi karyawan untuk menjadikan visi dan misi organisasi
(Mulyadi dan Setyawan, 1999).
Indikator yang selama ini digunakan untuk mengukur kinerja organisasi
pelayanan kesehatan tidak komprehensif dan hanya bersifat sementara. Indikator
tersebut dipengaruhi oleh faktor–faktor eksternal seperti keadaan ekonomi dan
kebijakan pemerintah. Hal ini menyebabkan pengukuran kinerja organisasi
pelayanan kesehatan belum menggambarkan realita yang sesungguhnya dari
organisasi tersebut. Indikator merupakan alat untuk memantau tujuan organisasi.
Dengan adanya indikator dapat di lihat tingkat kemajuan dalam organisasi.
Disamping itu dapat juga dilakukan pembdaningan antar organisasi yang bergerak
dibidang yang sama (Alkatiri et al., 1997).
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan sekaligus sebagai
entitas yang memiliki tanggung jawab kepada shareholder dan stakeholder harus
cerdik dan bijaksana dalam merancang manajemen strategi. Seiring dengan
kemajuan teknologi, pengaruh globalisasi, tingkat persaingan yang semakin tinggi
dan perilaku pasien yang semakin jeli dan kritis dalam memilih pelayanan
kesehatan menjadi pemicu rumah sakit untuk selalu memberikan pelayanan yang
optimal kepada masyarakat. Oleh karena itu faktor keuangan tidak dapat lagi
dijadikan sebagai satu-satunya pedoman untuk menilai kinerja manajemen rumah
sakit. Untuk itu diperlukan sebuah konsep yang nyata dan applicable bagi rumah
sakit untuk dapat meningkatkan kinerjanya baik secara keuangan dan non
xx
inovatif yang membantu rumah sakit untuk dapat unggul dan kreatif dalam
meningkatkan kinerja manajemen (Jonathan, 2007).
Balanced scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem
manajemen stategik sekarang berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen
dalam manajeman tradisional. Balanced scorecard menjadikan sistem manajemen
kontemporer memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen
tradisional yaitu karakteristik keterukuran dan keseimbangan. Balanced scorecard
sebagai inti sistem manajemen strategik mempunyai keunggulan yaitu memotivasi
personel untuk berpikir dan bertindak strategik dalam membawa perusahaan
menuju masa depan, menghasilkan total bussines plan yang komprehensif dan
koheren, serta menghasilkan sasaran-sasaran strategik yang terukur. Balanced
scorecard dapat digunakan dalam setiap tahap sistem manajemen strategik mulai
dari tahap perumusan masalah sampai dengan tahap pemantauan (Mahmudi,
2005).
Penekanan kinerja pada rumah sakit lebih banyak ditujukan pada aspek
pelayanan pada pasien, sebagai masyarakat pengguna jasa daripada aspek kinerja
lain seperti perpekstif keuangan. Dalam kerangka pengukuran kinerja berdasarkan
balanced scorecard oleh Kaplan dan Nortan tahun 1992, perspektif pelanggan
merupakan satu diantara empat perspektif kinerja lainnya yang terdiri dari kinerja
keuangan dan non keuangan. Penekanan pada aspek pelanggan (custamer)
merupakan ciri utama organisasi yang memberikan pelayanan kepada publik.
Penerapan konsep balanced scorecard pada organisasi sektor publik
xxi
masing organisasi ini memiliki balanced scorecard yang berbeda sesuai dengan
karekteristik organisasi (Grifith et al., 2002).
Penelitian sebelumnya Grifith et al. (2002) menunjukkan bahwa dari 9
ukuran yang di uji dan di evaluasi (arus kas, perputaran asset, mortality,
complication, leng of in patient stay, biaya per kasus, accupancy, change in
accupancy dan persontase pendapatan dari perawatan pasien rawat jalan) terdapat
7 ukuran (arus kas, perputaran asset, mortality, complication, leng of in patient
stay, biaya per kasus, accupancy) yang sangat berguna untuk digunakan dalam
mengevaluasi kinerja rumah sakit di Amerika Serikat dan ukuran ini menunjukan
kinerja rumah sakit di Amerika Serikat dan mengidentifikasi kesempatan yang ada
sehingga menjadikan organisasi lebih bermanfaat. Perbedaan dengan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Tempat penelitian.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Indonesia yang sangat berbeda jauh
dari penelitian sebelumnya. Hal ini dapat di lihat dari sumber daya
manusia, budaya, dan sosial yang mempengaruhinya.
2. Instrumen yang digunakan.
Instrumen penelitian menggunakan data primer yang mengacu pada
penelitian Chow et al. dalam Nurbahtiar.
Penelitian ini dilakukan karena peneliti melihat bahwa masyarakat
menuntut agar organisasi sektor publik yang memberikan pelayanan secara
langsung kepada masyarakat dapat meningkat kualitas pelayanannya dan dapat
xxii
proses penyelenggaraan organisasi sektor publik termasuk pelayanan kesehatan
dalam mewujudkan good corporate governance, mensyaratkan adanya aspek
pengukuran kinerja organisasi sektor publik atau pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan kinerjanya maka diperlukan pengukuran kinerja, tidak
hanya dari aspek finansial saja tapi juga dari aspek non finansial. Di samping itu
penulis tertarik untuk memilih topik penelitian ini, karena masyarakat sering
menilai bahwa rumah sakit pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan
tidak sebdaning dengan rumah sakit swasta. Jika hal ini dibiarkan secara terus
menerus, rumah sakit pemerintah akan ditinggalkan oleh pengguna jasa (pasien).
Oleh karena itu rumah sakit pemerintah harus membenahi diri agar mampu
bersaing dengan rumah sakit swasta dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Peneliti menyadari bahwa secara praktik penerapan dan penggunaan
balanced scorecard di organisasi pelayanan kesehatan atau rumah sakit baik
pemerintah maupun swasta di Indonesia khususnya Se-Eks Karesidenan Surakarta
belum sepenuhnya dapat dengan mudah dijumpai dan diperoleh data yang masih
berhubungan dan berkaitan dengan aspek–aspek yang ada dalam kerangka
balanced scorecard.
Salah satu cara yang di tempuh untuk mendapatkan gambaran mengenai
seberapa baik kinerja suatu organisasi, maka dapat dilakukan perbdaningan
kinerja organisasi lain yang sejenis (Robertsone, 2002). Dalam penelitian ini
peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan kinerja dengan menggunakan
pendekatan balanced scorcard pada rumah sakit pemerintah dan rumah sakit
xxiii
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan kepemilikan dan pengelolaan rumah sakit dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu rumah sakit swasta dan rumah pemerintah. Dalam
menjalankan aktivitas rumah sakit pemerintah memperoleh subsidi langsung dari
anggaran pemerintah melalui Departemen Kesehatan. Sedangkan rumah sakit
swasta harus berdiri sendiri dalam membiayai operasional melalui shareholdernya.
Dewasa ini rumah sakit pemerintah dengan segala keterbatasannya harus
siap-siap bersaing dengan rumah sakit swasta. Dengan melihat jumlah penduduk
Indonesia yang sangat besar maka terbuka peluang bagi pengembangan usaha di
bidang pelayanan kesehatan. Rumah sakit swasta berkembang sangat pesat
melebihi rumah sakit pemerintah.
Salah satu perbedaan mencolok dari kedua jenis rumah sakit adalah
perbedaan tarif pelayanan kesehatan. Secara umum rumah sakit swasta lebih
mahal daripada rumah sakit pemerintah. Perbedaan kepemilikan dan sumber
pembiayaan menyebabkan adanya implikasi aktivitas operasional yang berbeda
sehingga perlu dipertanyakan kemungkinan adanya perbedaan kinerja rumah sakit
pemerintah dan rumah sakit swasta. Masyarakat sering menilai bahwa pelayanan
yang diberikan oleh rumah sakit pemerintah tidak maksimal dibdaningkan rumah
sakit swasta.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian
sebagai berikut: apakah ada perbedaan yang signifikan dalam pengukuran kinerja
dalam kerangka balanced scorecard pada organisasi Rumah Sakit Pemerintah dan
xxiv
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengacu pada latar belakang dan permasalah yang diajukan dalam
penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang
signifikan dalam pengukuran kinerja dalam kerangka balanced scorecard pada
organisasi Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Se-Eks Karesidenan Surakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada pihak-pihak
yang membutuhkan sebagai berikut:
1. Bagi praktisi bidang kesehatan khususnya dalam organisasi rumah sakit
sehingga diharapkan dapat meldanasi praktik yang ada dan juga diharapkan
hasil penelitian ini dapat menumbuhkan kesadaran bahwa ldanasan teori yang
kuat akan dapat membentuk praktik yang mudah atau dipahami dan
diaplikasikan.
2. Bagi para peneliti yang tertarik dengan organisasi rumah sakit sehingga
penelitian lanjutan atas tulisan ini dapat dikembangkan dan dapat meberikan
manfaat positif bagi pertumbuhan teori dan praktik sektor publik khususnya
xxv
BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Jenis-jenis rumah sakit A.1. Rumah sakit umum
Rumah sakit (hospital) adalah sebuah institusi perawatan kesehatan
profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli
kesehatan lainnya. Rumah sakit yang melayani hampir seluruh penyakit umum,
dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat
darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan
pertolongan pertama (Jonatahan, 2007).
Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di
suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif
ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas
bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi
kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan
penyelenggaranya.
A.2. Rumah sakit terspesialisasi
Jenis rumah sakit ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah
sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti
psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain (Jonanthan,
xxvi
A.3. Rumah sakit penelitian atau pendidikan
Rumah sakit penelitian atau pendidikan adalah rumah sakit umum yang
terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada
suatu universitas / lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai
untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau
teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas
atau perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyarakat atau Tri
Dharma perguruan tinggi (Jonanthan, 2007).
A.4. Rumah sakit lembaga atau perusahaan
Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga atau perusahaan untuk
melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut atau karyawan
perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan
kegiatan lembaga tersebut (misalnya: rumah sakit militer dan lapangan udara),
bentuk jaminan sosial atau pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak
atau lokasi perusahaan yang terpencil dan jauh dari rumah sakit umum. Biasanya
rumah sakit lembaga atau perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum
dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum (Jonanthan,
2007).
A.5. Klinik
Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu.
Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang
xxvii
Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik (Jonanthan,
2007).
B. PENGERTIAN KINERJA
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang
dimiliki (Helfert, 1996).
Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk
sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu
periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau
yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau
akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).
Adapun kinerja menurut Mulyadi (1999) adalah penentuan secara periodik
efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kinerja perusahaan pada dasarnya merupakan cermin atas hasil kegiatan
dan kondisi yang ada disebuah perusahaan, hasil kegiatan dari perusahaan ini akan
dianalisis, dimana hasil dari analisis tersebut akan dapat memperlihatkan kondisi
manajemen perusahaan selama periode dilakukannya analisis akan kinerja
(Srimindarti, 2004)
Kinerja juga merupakan suatu tingkat dimana para individu dan organisasi
xxviii
efisien. Anthony et al. (1995) dalam buku Yuwono dkk. (2003) menyatakan
bahwa efektifitas suatu organisasi berkaitan dengan kemampuan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, sedangkan efisiensi menggambarkan beberapa masukan
yang diperlukan untuk menghasilkan suatu unit keluaran. Dengan demikian
pengertian kinerja perusahaan merupakan hasil dari berbagai keputusan
manajemen yang terus menerus untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan
efisien sesuai dengan yang diinginkan pelanggan.
C. PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK
Menurut Mardiasmo (2002) Sistem pengukuran kinerja sektor publik
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial.
Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud.
Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu
pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik
dalam memberikan pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik
digunakan untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga,
ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mulyadi,
xxix
Pengukuran kinerja merupakan tindakan pengukuran yang dilakukan
terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil
pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang akan memberi
informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan
memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian. Menurut Hongren (1995: 802) informasi-informasi yang digunakan
sebagai dasar pengukuran kinerja bisa merupakan informasi keuangan maupun
non keuangan dan dapat juga berdasarkan pengukuran intern dan ekstern, tipe
informasi keuangan intern antara lain pendapatan operasi, penjualan dan total
aktiva. Sedangkan informasi keuangan ekstern antara lain harga saham. Contoh
informasi non keuangan adalah kepuasan pelanggan atas pelayanan perusahaan,
jumlah transaksi dan sebagainya.
Pengukuran kinerja di sektor pemerintah bukanlah hal yang baru. Setiap
departemen, satuan kerja, dan unit kerja diharuskan untuk memberikan laporan
berkala terhadap pelaksanan tugas pokok dan fungsinya, namun pelaporan yang
dihasilkan selama inilebih difokuskan pada input dan output. Sedangkan hasil,
manfaat, keefektifan, dan program tersebut terkesan diabaikan. Akan tetapi
sekarang fokus pengukuran kinerja telah bergeser dari hanya sekedar berapa
jumlah sumber daya yang dialokasikan tapi juga kearah hasil yang dicapai dari
penggunaan sumber daya tersebut. Pengukuran kinerja mereflesikan seberapa
besar filosofi dan kultur dari organisasi dan menggambarkan seberapa baik suatu
pekerjaan telah diselesaikan dengan biaya, waktu, dan kualitas yang optimal
xxx
Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan Setyawan, 1999).
Penilaaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semstinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya
diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian
penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Dengan adanya penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar
yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang
disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan
secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan
rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien
(Mulyadi, 2009).
Menurut Mulyadi (1999) penilaian kinerja dapat dimanfaatkan oleh
manajemen untuk:
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan
karyawannya seperti promosi, pemberhentian, mutasi.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
xxxi
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
D. KONSEP BALANCED SCORECARD
Pada awalnya, balanced scorecard diciptakan untuk mengatasi
permasalahan tentang kelemahan kinerja yang hanya terfokus pada aspek
keuangan. Sehingga terdapat kecenderungan untuk mengabaikan kinerja non
keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktivitas dan efektivitas biaya proses
yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan keberdayaan dan
komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi pelanggan. Oleh
karena itu ukuran kinerja keuangan mangdanalkan informasi yang dihasilkan dari
sistem akuntansi yang berjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus
pada keuangan akan berjangka pendek pula. Ide tentang balanced scorecard
pertama kali dipublikasikan dalam artikel Kaplan dan Norton di Harvard
Bussiness Review tahun 1992 yang berjudul “ Balanced scorecard-Measures that
Drive Performance”. Balanced scorecard dikembangkan sebagai sistem
pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif memdanang perusahaan
dari berbagai perspektif secara simultan. Dalam perkembangannya, balanced
scorecard kemudian dikembangkan untuk menghubungkan tolok ukur kinerja
bisnis dengan strategi perusahaan.
Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
xxxii
Balanced scorecard terdiri dari kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced).
Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang
hendak diwujudkan oleh peronil di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang
akan diwujudkan personil di masa depan dibdaningkan dengan hasil kinerja
sesungguhnya. Hasil perbdaningan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas
kinerja personil yang bersangkutan. Kata berimbang dimaksudkan untuk
menunjukkan bahwa kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek:
keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan
ekstern. Oleh sebab itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan
skor yang hendak diwujudkan di masa depan maka, personil harus
mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non
keuangan, antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja
yang bersifat intern dan yang bersifat ekstern.
D.1. Perspektif Finansial
Menurut Kaplan dan Norton (1996), perspektif finansial pada organisasi
bisnis dapat diukur dengan melihat ROA, ROI dari perusahaan bisnis tersebut.
Sedangkan pada sektor publik, perspektif finansial menjelaskan mengenai apa
yang diharapkan oleh pemerintah dan stakeholder yang lain yang menyediakan
sumber daya jangka panjang yang berkaitan dengan kinerja keuangan
(Robertsone, 2002).
Dalam perspektif finansial oraganisasi merumuskan tujuan finansial yang
xxxiii
tersebut dijadikan dasar bagi ketiga perspektif lainnya dalam menetapkan tujuan
dan ukurannya. Tujuan finansial suatu organisasi bisnis biasanya berhubungan
dengan profitabilitas yang bisa diukur berdasarkan laba operasi, return on asset
(ROA), return on equity (ROE), dan lainnya. Ukuran finansial menggambarkan
apakah implementasi strategi organisasi memberikan kontribusi atau tidak
terhadap keberhasilan finansial organisasi (Nurbahtiar, 2003).
Menurut Srimindarti l(2004) perspektif keuangan tetap menjadi perhatian
dalam balanced scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari
konsekuensi ekonomi yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang di
ambil. Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari
tujuan-tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif
keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh
Kaplan dan Norton (1996) dibedakan menjadi tiga tahap:
1. Growth (Berkembang)
Growth merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan
bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama
sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan
potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk
mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan
fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta
mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam
xxxiv
dan tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang di tanam untuk
kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar
dibdaningkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang
ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran
keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam
pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
2. Sustain Stage (Bertahan)
Sustain Stage merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana
perusahaan masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan
tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha
mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin.
Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan,
mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan operasional secara
konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi
jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat
pengembalian atas investasi yang dilakukan.
3. Harvest (Panen).
Harvest ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana
perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan
tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan
perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu
xxxv
yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow
maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi di masa lalu.
D.2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, organisasi mengidentifikasikan pelanggan
dan segmen pasar dimana organisasi akan bersaing. Tujuan yang bisa ditetapkan
dalam perspektif ini adalah pemuasan kebutuhan pelanggan. Ukuran-ukuran yang
digunakan dalam perspektif ini antara lain retensi pelanggan, kepuasan pelanggan,
profitabilitas pelanggan, akuisisi pelanggan baru, market share, dan lainnya.
Dalam perspektif ini organisasi menyusun strategi yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan yang pada akhirnya memberikan keuntungan
finansial bagi organisasi (Hermawan, 1996).
Menurut Soeptjipto (1997) tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi
dua kelompok:
1. Kelompok Inti
a. Pangsa pasar: mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentu
yang dikuasai oleh perusahaan.
b. Tingkat perolehan para pelanggan baru: mengukur seberapa banyak
perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru.
c. Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama: mengukur seberapa
banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangan-pelanggan lama.
d. Tingkat kepuasan pelanggan: mengukur seberapa jauh pelanggan merasa
xxxvi
e. Tingkat profitabilitas pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan
yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada para
pelanggan.
2. Kelompok Penunjang.
a. Atribut-atribut produk (fungsi, harga dan mutu).
Tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif, tingkat daya
guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat
ketidaksempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas produksi
yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi
produksi.
b. Hubungan dengan pelanggan
Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas
perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya,
penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga serta
penampilan fisik fasilitas penjualan.
c. Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.
D.3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Menurut Srimidarti (2008) Perpektif proses bisnis internal
mengidentifikasikan proses-proses yang penting bagi organisasi untuk melayani
pelanggan (persepektif pelanggan) dan pemilik organisasi (perpektif finansial).
xxxvii
1. Proses inovasi, yang diukur dengan banyaknya produk baru yang dihasilkan
organisasi, waktu penyerahan produk ke pasar, dan lainnya.
2. Proses operasional, yang diukur dengan peningkatan kualitas produk, waktu
proses produksi yang lebih pendek, dan lainnya.
3. Proses pelayanan, yang diukur dengan pelayanan purna jual, waktu yang
dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan, dan lainnya.
D.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan
pertumbuhan jangka panjang. Perspektif ini bertujuan meningkatkan kemampuan
karyawan, meningkatkan kapabilitas sistem informasi, dan peningkatan
keselarasan dan motivasi. Ukuran yang bisa digunakan antara lain kepuasan
karyawan, retensi karyawan, banyaknya saran yang diberikan oleh karyawan, dan
lainnya (Imelda, 2004).
Setiap tujuan dan ukuran dari setiap perspektif merupakan suatu hubungan
sebab akibat, artinya jika tujuan dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal,
dan pembelajaran dan pertumbuhan tercapai, maka pada akhirnya adalah
peningkatan kinerja finansial organisasi. Hubungan sebab akibat merupakan
komponen penting dalam performance measurement model karena hubungan
sebab akibat dapat membantu memprediksi tujuan finansial yang akan tercapai,
dan dapat menciptakan proses pembelajaran, motivasi dan komunikasi yang
efektif (Malina dan Selto, 2004).
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam balanced scorecard
xxxviii
berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif ini adalah menyediakan infrastruktur
untuk mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan,
pelanggan dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan
kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan
apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja yang hdanal. Untuk
memperkecil kesenjangan tersebut perusahaan harus melakukan investasi dalam
bentuk reskilling employes. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah
(Kaplan dan Norton, 1996):
1. Karyawan.
Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja
karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu
melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah
keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh
informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari
atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan
keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan
konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan
pemantauan secara terus menerus.
2. Kemampuan Sistem Informasi.
Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan
mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi
yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama
xxxix
E. PENGUKURAN KINERJA RUMAH SAKIT DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD
Konsep pengukuran kinerja rumah sakit dengan balanced scorecard
merupakan konsep pengukuran kinerja yang tidak menggunakan indikator tunggal
dalam menilai kinerja suatu organisasi. Pengukuran kinerja yang hanya
memdanang dari aspek finacial saja sudah tidak relevan dalam pengambilan
keputusan karena ukuran–ukuran keuangan dianggap tidak proaktif terhadap
masalah–masalah potesial seperti masalah–masalah operasional (indikator non
keuangan). Ukuran keuangan dan non keuangan sangat penting dan merupakan
satu kesatuan yang mendukung serta dapat mencerminkan kinerja organisasi
menyeluruh (Srimindarti, 2004).
Rumah sakit sebagai salah satu organisasi sektor publik yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Organisasi ini sama dengan organisasi instansi
pemerintah secara keseluruhan yaitu bertujuan untuk memberikan pelayanan yang
optimal dan memberikan kepuasan bagi pengguna jasa mereka. Indikator
keberhasilan organisasi pelayanan kesehatan mempunyai karekter istilah yang
sama dengan organisasi sektor publik pada umumnya. Pendekatan balanced
scorecard dapat digunakan sebagai alat manajemen untuk mengukur kinerja
organisasi sektor publik pada umumnya. Pendekatan balanced scorecard dapat
digunakan sebagai alat manajemen untuk mengukur kinerja pelayanan kesehatan
xl
F. PENELITIAN TERDAHULU
Menurut Grifith et al. (2002) menunjukkan bahwa dari 9 ukuran yang di
uji dan di evaluasi (arus kas, perputaran asset, mortality, complication, leng of in
patient stay, biaya per kasus, accupancy, change in accupancy dan persentase
pendapatan dari perawatan pasien rawat jalan) terdapat 7 ukuran (arus kas,
perputaran asset,mortality, complication, leng of in patient stay, biaya per kasus,
accupancy) yang sangat berguna untuk digunakan dalam mengevaluasi kinerja
rumah sakit di Amerika Serikat dan ukuran ini menunjukan kinerja rumah sakit di
Amerika Serikat dan mengidentifikasi kesempatan yang ada sehingga menjadikan
organisasi lebih bermanfaat.
Menurut Kaplan dan Norton (1996) balanced scorecard merupakan
seperangkat ukuran kinerja yang memberi suatu pdanangan yang sekilas namun
konferhensip tentang bisnis, yang meliputi ukuran keuangan yang menampilkan
hasil tindakan masa lalu, dilengkapi dengan ukuran operasional seperti kepuasan
pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan orang yang
menjadi pemicu keuangan masa depan.
Curtwright et al. (2000) berpendapat bahwa para pemimpin sistem kesehatan
terpadu perlu mengembangkan sebuah balanced scorecard guna mengembangkan
sebuah balanced scorecard yang menyelaraskan strategi organisasi dengan
pengukuran kinerja dan manajemen. Mereka menganjurkan agar para
stockeholder internal mengenali ukuran-ukuran untuk mengukur kinerja pada
xli
menghubungkan visi, nilai utama, prinsip inti dan kegiatan operasional
sehari-harinya.
Jones dan Filip dalam Zellman et al. (2003) menekankan pada proses dan
indikator hasil yang menunjukkan bagaimana cara kerja semua anggota tim
memunculkan perbedaan pada titik pelayanan kesehatan dan implikasi bagi
perkembangan kepemimpinan.
Castaneda-Mendez et al. dalam Zelman (2005) menegaskan bahwa untuk
menghubungkan praktik-praktik, hasil, kualitas, nilai, dan biaya, organisasi pusat
kesehatan harus menggunakan balanced scorecard. Mereka melihat teori ini
sebagai perspektif yang seimbang mengenai organisasi untuk digunakan oleh para
manajemen senior dalam merancang, membuat, menyebarkan, dan mengarahkan
rencana strategis, yang sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen total kualitas.
Menurut Niven (2004) balanced scorecard adalah pelaksanaan strategi
baru secara efektif. Ukuran – ukuran yang dipilih merupakan suatu alat bagi
pimpinan organisasi atau mengkomunikasikan kepada karyawan dan stockholder
eksternal out comes dan performance drivers untuk mencapai misi dan startegi
organsiasi.
Menurut Aidemark (2001) bahwa selama masa 1990–an, pengukuran
kinerja keuangan merupakan mekanisme pengukuran yang paling dominan dalam
pelayanan kesehatan dan hal ini menyebabkan manajemen tergantung pada sistem
yang hanya mengurus sumber daya yang mengalir masuk dan keluar. Penilaian
pada pengendalian keuangan menyebabkan aspek penting lain pada manjemen
xlii
pelayanan kesehatan dapat dipahami. Organisasi yang hanya menekankan pada
pengendalian keuangan dan mengabaikan aspek non keuangan, tidak dapat
bertahan.
Menurut Nurbahtiar (2003) yang melakukan pengukuran kinerja dengan
pendekatan balanced scorecard pada rumah sakit pemerintah dan swasta di
Kotamadya Kendari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan dengan pendekatan balanced scorecard di lihat dari aspek
pelanggan, pelayanan dan administrasi, dan pertumbuhan dan pembelajaran antara
rumah sakit pemerintah dan swasta di Kotamadya Kendari. Sedangkan untuk
aspek keuangan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Menurut Pineno (2000) balanced scorecard merupakan suatu teknik yang
representif yang digunakan dalam manajemen strategik untuk menerjemahkan
misi, visi dan strategi organisasi ke dalam serangkaian ukuran kinerja yang
komprehensif dan memberikan kerangka untuk mengimplementasikan manajemen
strategik untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
G. PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengukur kinerja manajemen
dari aspek keuangan saja di nilai sudah tidak relevan, karena hal tersebut hanya
berfokus pada pencapaian kinerja keuangan dan cenderung mengabaikan kinerja
non keuangan. Dengan memperluas ukuran kinerja manajemen ke kinerja
xliii
keempat aspek balanced scorecard ini menjadi aspek yang cenderung digunakan
dalam pengukuran kinerja (BPKP, 2009).
Demikian pula halnya pada organisasi sektor publik terutama untuk
organisasi pelayanan kesehatan. Menurut Aidemark (2001) bahwa selama tahun
1990–an, pengukuran kinerja keuangan merupakan mekanisme pengendalian yang
paling dominan dalam pelayanan kesehatan dan hal ini menyebabkan manajemen
tergantung pada sistem yang hanya menguras sumber daya yang mengalir keluar
(out flow). Penekanan pada pengendalian keuangan cenderung mengabaikan aspek
penting lain pada manajemen pelayanan kesehatan. Dalam konteks ini,
penggunaan pendekatan balanced scorecard pada organisasi pelayanan kesehatan
dapat dipahami.
Akuntansi manajemen konvensional, yang didasarkan pada ukuran
keuangan, telah kehilangan relevansinya (Johson dan Kaplan, 1987). Balanced
scorecard telah dikembangkan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi hal
tersebut (Kaplan dan Norton, 1992). Pdanangan mengenai akuntansi manajemen
harus dapat memberikan poin rekomendasi bagi organisasi sektor publik (Lapsley
dan Pettigrew, 1994). Demikian pula bagi organisasi sektor publik di Indonesia
dimana keberadaan sistem pengendalian manajemen telah dikritik hampir seluruh
lapisan masayarakat dan ini menjadikan pendekatan balanced scorecard terlihat
sebagai suatu daya tarik yang memungkinkan untuk diterapkan pada organisasi
sektor publik di Indonesia terutama pada organisasi pelayanan kesehatan.
Keuntungan penggunaan balanced scorecard pada organisasi pelayanan
xliv
1. Memberikan kekutan bagi pimpinan organisasi untuk mempertimbangkan dan
memperhatikan semua ukuran – ukuran operasional penting dalam satu
kemasan terintegrasi.
2. Membantu menciptakan penggabungan yang penting bagi pelayanan
kesehatan agar dapat di kelola seperti bagian lain pada proses bisnis.
3. Secara signifikan dapat meningkatkan kemungkinan pencapaian kinerja yang
diinginkan (Birkner dan Birkner,1999).
Keuntungan lain dari penggunaan pendekatan balanced scorecard adalah
bahwa pendekatan ini bersifat komprehensif (menyeluruh) adalah bahwa
pendekatan ini bersifat komprehensif (menyeluruh) dan koheren, tidak hanya
mengukur aspek keuangan namun juga menilai aspek non keuangan. Semua
perspektif atau aspek yang terdapat pada balanced scorecard saling berkaitan dan
berhubungan dengan tujuan organiisasi yang ingin dicapai (Mulyadi, 2009).
Penyelarasan merupakan suatu integrasi sistem kunci dan proses serta
respon terhadap lingkungan internal. Salah satu bentuk penyelarasan (aligment)
adalah budaya self–aligment organization yaitu berusaha melakukan penyelarasan
dengan secara terus menerus melakukan pemantauan terhadap dirinya sendiri
(organisasi yang bersangkutan) dan lingkungan luar untuk mengidikasikan bahwa
dirinya masih berada pada jalan yang tepat. Pengukuran kinerja dapat digunakan
untuk memantau dan menetapkan budaya self aligment. Balanced scorecard
merupakan ukuran yang seimbang antara pelanggan, pegawai, proses internal dan
keuangan yang digunakan secara bersama untuk tujuan organisasi (Nurbahtiar,
xlv
Seperti halnya dengan inovasi lainnya, balanced scorecard dapat
diharapkan melewati sebuah daur hidup produk, yaitu pengenalan, pertumbuhan,
kedewasaan, dan penurunan. Dalam pemelihara kesehatan balanced scorecard
masuk kedalam fase pertumbuhannya. Organisasi pelayanan kesehatan telah
menghadapi banyak masalah implementasi yang sama seperti organisasi industri
lain, mereka harus memenuhi tantangan yang unik untuk mengadopsi balanced
scorecard ke dalam lingkungan perawatan kesehatan. Sebagai contoh, hubungan
staf kesehatan dengan kualitas perawatan merupakan atribut yang penting dari
kinerja rumah sakit yang mungkin sulit untuk diukur, diinterprestasikan,
dibandingkan dengan organisasi–organisasi lain. Otonomi profesional para dokter
dan pentingnya hasil jangka panjang merupakan pelayanan kesehatan yang
mempunyai analog dalam industri lain (Imelda, 2004).
Penelitian sebelumnya Grifith et al. (2002) menunjukkan bahwa dari 9
ukuran yang di uji dan di evaluasi (arus kas, perputaran asset, mortality,
complication, leng of in patient stay, biaya per kasus, accupancy, change in
accupancy dan persontase pendapatan dari perawatan pasien rawat jalan) terdapat
7 ukuran (arus kas, perputaran asset, mortality, complication, leng of in patient
stay, biaya per kasus, accupancy) yang sangat berguna untuk digunakan dalam
mengevaluasi kinerja rumah sakit di Amerika Serikat dan ukuran ini menunjukan
kinerja rumah sakit di Amerika Serikat dan mengidentifikasi kesempatan yang ada
sehingga menjadikan organisasi lebih bermanfaat.
Menurut Youseff et al. (1996) yang dikuti Lim dan Tang (2001) rumah
xlvi
Penggunaan pelayanan kesehatan di masa sekarang ini, banyaknya alternatif yang
ditawarkan dan cenderung untuk memilih organisasi pelayanan yang dapat
memenuhi harapan pengguna jasa maka rumah sakit pemerintah harus menyadari
hal ini agar dapat bersaing dengan rumah sakit swasta. Perbedaan tarif antara
rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta mengidentifikasikan adanya
perbedaan antara kedua jenis rumah sakit ini dalam kepuasan pasien, proses
pelayanan dan administrasi, pertumbuhan dan pembelajaran, dan keuangan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis:
H1a = Terdapat perbedaan rata–rata kinerja pelanggan yang signifikan antara
Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta se–Eks Karesidenan
Surakarta.
H1b = Terdapat perbedaan rata–rata kinerja pelayanan dan administrasi yang
signifikan antara Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta se–
Eks Karesidenan Surakarta.
H1c = Terdapat perbedaan rata–rata kinerja pertumbuhan dan pembelajaran yang
signifikan antara Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta se–
Eks Karesidenan Surakarta.
H1d = Terdapat perbedaan rata–rata kinerja keuangan yang signifikan antara
Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta se–Eks Karesidenan
xlvii
H. KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan hipotesis di atas maka dapat dibuat kerangka pemikiran
sebagai berikut:
Gambar 1
Skema Konseptual Perbdaningan Kinerja dengan Pendekatan Balanced scorecard pada Rumah Sakit Se-Eks Karesidenan Surakarta
Perbedaan
Kinerja Rumah Sakit Swasta dengan Rumah Sakit Pemerintah
Kinerja Rumah Sakit
Pemerintah
xlviii
BAB III
METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dirancang untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan rata–rata kinerja dengan menggunakan
Balanced scorecard (pelanggan, pelayanan dan administrasi, proses pembelajaran,
dan administrasi serta keuangan) yang signifikan diantara Rumah Sakit–Rumah
Sakit se–Eks Karesidenan Surakarta.
A. POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah para pimpinan rumah sakit, karyawan,
paramedis dan pasien di lingkungan rumah sakit se- Eks Karesidenan Surakarta.
Jumlah sampel dalam peneltian ini sebanyak 458 responden yang berasal
dari 11 rumah sakit yang terdiri dari 176 orang berasal dari pasien, 176 orang
berasal dari para medis dan karyawan non keuangan serta 106 responden berasal
dari Kasubag. yang menerima dana/anggaran dan karyawan keuangan.
Tabel 1
Daftar Rumah Sakit Se –Eks Karesidenan Surakarta
No. Nama Rumah Sakit Responden
1. PKU Karanganyar 41 2. Rumah Sakit Jati Husada 48
3. Rumah Sakit Jafar Medica 60 4. Rumah Sakit PKU Surakarta 55 5. Rumah Sakit Kasih Ibu 60 6. Rumah Sakit Triharsi 59 7. Rumah Sakit Slamet Riyadi 48 8. Rumah Sakit Assalam Sragen 49 9. Rumah Sakit Kustati Surakarta 58 10. Rumah Sakit Islam Klaten 53 11. Rumah Sakit Banyudono 54
Total 458
xlix
B. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu
teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan–
pertimbangan tertentu. Ada pertimbangan yang digunakan dalam dalam penelitian
ini adalah:
1. Dikarenakan banyaknya pasien dan karyawan, maka penulis hanya mengambil
sampel pasien khusus rawat inap sebanyak 15 orang, karyawan sebanyak 5
orang dan para medis 10 orang, serta Kasubag yang menerima dana/anggaran
maupun karyawan keuangan yang ada di rumah sakit baik pemerintah maupun
swasta
2. Dikarenakan keterbatasan waktu sosialisasi penyebaran kuisioner,
keterbatasan tenaga, maka jumlah sampel yang didapat terbatas hanya pada 2
rumah sakit pemerintah dan 9 rumah sakit swasta se–Eks Karesidenan
Surakarta.
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data dengan menggunakan data primer dari
responden dilakukan dengan metode survai, yaitu dengan cara mengumpulkan
data pokok (data primer) dari suatu sampel dengan menggunakan instrumen
kuisioner dengan cara memberikan daftar pertanyaan tertulis kepada responden.
Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi dari responden
l
dikirim secara langsung kepada masing–masing responden dan
mengumpulkannya pada waktu yang disepakati.
Setiap paket kuisioner terdiri dari dua bagian yang harus dijawab oleh oleh
reponden dengan mengikuti perintah yang terdapat di dalam setiap bagian.
Bagian pertama berisi pertanyaan yang berhubungan dengan data demografi
responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, nama rumah
sakit. Bagian kedua adalah pernyataan yang berhubungan dengan pandangan
responden terhadap 4 perspektif balance scorecard.
Data–data dalam penelitian ini harus di uji secara verifikatif oleh sebab itu
jawaban deskriptif yang didapat oleh responden perlu diverifikatifkan terlebih
dahulu dengan menggunakan skala likert. Skala likert adalah salah satu cara untuk
menentukan skor dengan memberikan pertanyaan kepada responden dan memilih
salah satu jawaban yang ada. Skala likert di desainf untuk menelaah seberapa kuat
subyek setuju atau tidak setuju dengan pernyataan pada skala 5 titik. Interval skor
yang digunakan dalam skala likert penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1.
b. Jawaban tidak setuju diberi skor 2.
c. Jawaban ragu –ragu diberi skor 3.
d. Jawaban setuju diberi skor 4.
li
D. Pengukuran Variabel
D.1. Variabel perspektif pelanggan (pasien)
Untuk perspektif ini, peneliti menyebarkan Kuisioner kepada pasien secara
langsung dari masing–masing rumah sakit yang diteliti. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mengetahui tingkat kepuasan pelanggan.
Intrumen variabel terdiri dari 7 pertanyaan yang dikembangkan dari penelitian
Nurbahtiar (2003), yang mengadobsi penelitian Chow et al., (1998), Amaratungga
et al. (2002) dan Robertsone (2002). Instrumen–instrumen itu diukur dengan
menggunakan skala likert. Tipe skala dengan skala 1 (Sangat Tidak Setuju) – 5
(Setuju Sekali)
D.2 Variabel Proses Pelayanan dan Administrasi
Untuk perspektif ini, peneliti menyebarkan Kuisioner dan melakukan
wawancara secara langsung kepada pasien dari masing–masing rumah sakit.
Instumen dalam penelitian ini adalah mengetahui tingkat pelayanan dan
administrasi. Intrumen variabel terdiri dari 10 pertanyaan yang dikembangkan dari
penelitian Nurbahtiar (2003), yang mengadobsi penelitian Chow et al., (1998),
Amaratungga et al. (2002) dan Robertsone (2002).
D.3. Variabel Pembelajaran dan Pertumbuhan
Untuk perspektif ini, peneliti menyebarkan Kuisioner dan melakukan
kepada dokter dan para medis dari masing–masing rumah sakit. Instrumen dalam
penelitian ini adalah mengetahui tingkat pembelajaran dan pertumbuhan.